25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Geologi Regional Cekungan Jawa Barat Utara Cekungan Jawa Barat Utara telah dikenal sebagai provinsi Hidrokarbon utama di wilayah Pertamina EP Asset 3, Cirebon. Cekungan ini terletak di antara Paparan Sunda di Utara, Jalur Perlipatan – Bogor di Selatan, Daerah Pengangkatan Karimun Jawa di Timur dan Paparan Pulau Seribu di Barat. Cekungan Jawa Barat Utara dipengaruhi oleh sistem block faulting yang berarah Utara – Selatan. Patahan yang berarah Utara - Selatan membagi cekungan menjadi graben atau beberapa sub- cekungan, yaitu Jatibarang, Pasir Putih, Ciputat, Rangkas Bitung dan beberapa tinggian basement, seperti Arjawinangun, Cimalaya, Pamanukan, Kandanghaur – Waled, Rengasdengklok dan Tangerang subduksi. Daerah telitian berdasarkan dari keterangan di atas termasuk kedalam pembagian tinggian Rengasdengklok (Martodjojo, 1989). Secara regional Cekungan Jawa Barat Utara merupakan sistem busur belakang (back arc system) yang terletak di antara lempeng mikro Sunda dan tunjaman lempeng Hindia-Australia. Cekungan ini dipengaruhi oleh sistem block faulting yang berarah utara-selatan. Sistem patahan yang berarah utara selatan ini membagi Cekungan Jawa Barat Utara menjadi graben atau beberapa sub-Cekungan dari barat ke timur 5

geologi regional cekungan jawa barat utara

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cekungan jawa barat utara

Citation preview

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Geologi Regional Cekungan Jawa Barat Utara

Cekungan Jawa Barat Utara telah dikenal sebagai provinsi Hidrokarbon

utama di wilayah Pertamina EP Asset 3, Cirebon. Cekungan ini terletak di antara

Paparan Sunda di Utara, Jalur Perlipatan – Bogor di Selatan, Daerah

Pengangkatan Karimun Jawa di Timur dan Paparan Pulau Seribu di Barat.

Cekungan Jawa Barat Utara dipengaruhi oleh sistem block faulting yang berarah

Utara – Selatan. Patahan yang berarah Utara - Selatan membagi cekungan

menjadi graben atau beberapa sub-cekungan, yaitu Jatibarang, Pasir Putih,

Ciputat, Rangkas Bitung dan beberapa tinggian basement, seperti Arjawinangun,

Cimalaya, Pamanukan, Kandanghaur – Waled, Rengasdengklok dan Tangerang

subduksi. Daerah telitian berdasarkan dari keterangan di atas termasuk kedalam

pembagian tinggian Rengasdengklok (Martodjojo, 1989).

Secara regional Cekungan Jawa Barat Utara merupakan sistem busur

belakang (back arc system) yang terletak di antara lempeng mikro Sunda

dan tunjaman lempeng Hindia-Australia. Cekungan ini dipengaruhi oleh

sistem block faulting yang berarah utara-selatan. Sistem patahan yang

berarah utara selatan ini membagi Cekungan Jawa Barat Utara menjadi graben

atau beberapa sub-Cekungan dari barat ke timur yaitu sub-Cekungan Ciputat, sub-

Cekungan Pasir Putih, dan sub-Cekungan Jatibarang. Masing-masing sub-

Cekungan dipisahkan oleh tinggian. Tinggian Rengasdengklok memisahkan

sub-Cekungan Ciputat dengan sub-Cekungan Pasir Putih, Tinggian

Pamanukan dan Tinggian Kadanghaur memisahkan sub-Cekungan Pasir Putih

dengan sub-Cekungan Jatibarang seperti yang ditunjukan oleh gambar II.1.

5

Gambar II. 1 Geologi Regional dan Penampang Cekungan Jawa Barat Utara (Harreira, 1991)

II.1.1 Tektonik dan Struktur Geologi Cekungan Jawa Barat Utara

Cekungan Jawa Barat Utara terdiri dari dua area, yaitu laut (offshore) di

Utara dan darat (onshore) di Selatan (Saidi dkk, 2000). Seluruh area didominasi

oleh patahan ekstensional (extensional faulting) dengan sangat minim struktur

kompresional (Gambar II. 2). Cekungan didominasi oleh rifting yang

berhubungan dengan patahan yang membentuk beberapa struktur deposenter (half

graben), antara lain deposenter utamanya yaitu Sub-Cekungan Arjuna dan Sub-

Cekungan Jatibarang, juga deposenter yang lain seperti : Sub-Cekungan Ciputat,

Sub-Cekungan Pasirputih.

Struktur yang penting pada cekungan tersebut yaitu terdiri dari bermacam-

macam area tinggian yang berhubungan dengan antiklin yang terpatahkan dan

blok tinggian (horst block), lipatan pada bagian yang turun pada patahan utama,

keystone folding dan mengena pada tinggian batuan dasar. Struktur kompresional

6

hanya terjadi pada awal pembentukan rifting pertama yang berarah relative barat

laut-tenggara pada periode Paleogen. Sesar ini akan aktif kembali pada Oligosen.

Tektonik Jawa Barat dibagi menjadi tiga fase tektonik yang dimulai dari Pra

Tersier hingga Plio-Pleistosen.

Gambar II. 2 Penampang Tektonik Cekungan Jawa Barat Utara (Saidi dkk, 2000)

1. Tektonik Pertama

Pada zaman akhir Kapur Awal Tersier, Jawa Barat Utara dapat

diklasifikasikan sebagai ‘Fore Arc Basin’ dengan dijumpainya orientasi

struktural mulai dari Cileutuh, Sub Cekungan Bogor, Jatibarang, Cekungan

Muriah dan Cekungan Florence Barat yang mengindikasikan kontrol ‘Meratus

Trend’.

Periode Paleogen (Eosen-Oligosen) di kenal sebagai Paleogen Extensional

Rifting. Pada periode ini terjadi sesar geser mendatar menganan utama kraton

Sunda akibat dari peristiwa tumbukan Lempeng Hindia dengan Lempeng Eurasia.

Sesar-sesar ini mengawali pembentukan cekungan-cekungan Tersier di Indonesia

Bagian Barat dan membentuk Cekungan Jawa Barat Utara sebagai pull apart

basin. Tektonik ektensi ini membentuk sesar-sesar bongkah (half graben system)

dan merupakan fase pertama rifting (Rifting I : fill phase). Sedimen yang

diendapkan pada rifting I ini disebut sebagai sedimen synrift I. Cekungan awal

rifting terbentuk selama fragmentasi, rotasi dan pergerakan dari kraton Sunda.

Dua trend sesar normal yang diakibatkan oleh perkembangan rifting-I (early fill)

berarah N 60o W – N 40o W yang dikenal sebagai pola sesar Sunda. Proses

7

sedimentasi ini terus berlangsung dengan dijumpainya endapan transisi Formasi

Talangakar. Sistem ini kemudian diakhiri dengan diendapkannya lingkungan

karbonat Formasi Baturaja.

2. Tektonik kedua

Fase tektonik kedua terjadi pada permulaan Neogen (Oligosen-Miosen)

dan dikenal sebagai Neogen Compressional Wrenching. Ditandai dengan

pembentukan sesar-sesar geser akibat gaya kompresif dari tumbukan Lempeng

Hindia. Sebagian besar pergeseran sesar merupakan reaktifasi dari sesar normal

yang terbentuk pada periode Paleogen.

Jalur penunjaman baru terbentuk di selatan Jawa. Jalur volkanik periode

Miosen Awal yang sekarang ini terletak di lepas pantai selatan Jawa. Deretan

gunungapi ini menghasilkan endapan gunungapi bawah laut yang sekarang

dikenal sebagai “old andesite” yang tersebar di sepanjang selatan Pulau Jawa.

Pola tektonik ini disebut Pola Tektonik Jawa yang merubah pola tektonik tua yang

terjadi sebelumnya menjadi berarah barat-timur dan menghasilkan suatu sistem

sesar naik, dimulai dari selatan (Ciletuh) bergerak ke utara. Pola sesar ini sesuai

dengan sistem sesar naik belakang busur.

3. Tektonik Terakhir

Fase tektonik akhir yang terjadi adalah pada Pliosen – Pleistosen, dimana

terjadi proses kompresi kembali dan membentuk perangkap-perangkap struktur

berupa sesar-sesar naik di jalur selatan Cekungan Jawa Barat Utara. Sesar-sesar

naik yang terbentuk adalah sesar naik Pasirjadi dan sesar naik Subang, sedangkan

di jalur utara Cekungan Jawa Barat Utara terbentuk sesar turun berupa sesar turun

Pamanukan. Akibat adanya perangkap struktur tersebut terjadi kembali proses

migrasi hidrokarbon.

8

Gambar II. 3 Struktur utama Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi, et all, 1975

cited by Bishop, 2000).

II.1.2 Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara

Menurut Remington C.H dan Nasir.H (1986), stratigrafi Cekungan Jawa

Barat Utara dari tua ke muda meliputi (Gambar II.3):

a. Batuan Dasar

Yang paling tua adalah batuan dasar (basement) yang terdiri dari

batuan beku (granit) dan batuan metamorf (marmer dan batu sabak).

Batuan dasar ini berumur dari Trias Bawah sampai Kapur Atas.

b. Formasi Jatibarang

Formasi Jatibarang di beberapa tempat bertindak sebagai batuan

reservoir yang potensial (struktur Jatibarang, Cemara, Cemara blok

turun). Terdapat dua tipe batuan reservoir dari formasi ini, yaitu : tipe

“massif” yang porositas dan permeabilitasnya dibentuk oleh rekahan-

rekahan (fracture porosity). Tipe pertama ini terdapat di lapangan

minyak Jatibarang. Tipe kedua berupa satuan tuffa yang bersisipan

9

dengan serpih dan konglomerat yang berkembang di lapangan minyak

Cemara, dimana konglomerat bertindak sebagai batuan reservoir yang

potensial. Umur dari formasi ini Eosen Tengah–Oligosen (early

synrift).

c. Formasi Talang Akar

Formasi Ekuivalen Talangakar diendapkan pada fase synrift

secara tidak selaras di atas Formasi Jatibarang. Pada Awalnya berfasies

fluvio-deltaic sampai fasies marine. Litologi formasi ini diawali oleh

perselingan antara batugamping, serpih, dan batupasir dalam fasies

marine. Pada akhir sedimentasi, Formasi Ekuivalen Talangakar ditandai

dengan berakhirnya sedimentasi synrift. Formasi ini diperkirakan

berkembang cukup baik di daerah Sukamandi dan sekitarnya. Adapun

terendapkannya formasi ini terjadi dari Kala Oligosen sampai dengan

Miosen Awal.

d. Formasi Baturaja

Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi

Ekuivalen Talangakar. Pengendapan formasi ini terdiri dari

batugamping, baik yang berupa paparan maupun ynag berkembang

sebagai reef build up menandai fase post rift yang secara regional

menutupi seluruh sedimen klastik. Formasi Ekuivalen Talangakar di

Cekungan Jawa Barat Utara. Perkembangan batugamping terumbu

umumnya dijumpai pada daerah tinggian. Namun, sekarang diketahui

sebagai daerah dalaman. Formasi ini terbentuk pada Kala Miosen Awal

sampai Miosen Tengah. Lingkungan pembentukan formasi ini adalah

pada kondisi laut dangkal.

e. Formasi Cibulakan Atas

Formasi ini dibagi menjadi dua anggota, yaitu anggota

Cibulakan Atas dan anggota Cibulakan Bawah. Pembagian anggota ini

didasarkan pada perbedaan lingkungan pengendapan, dimana anggota

Cibulakan Bawah merupakan endapan transisi (paralik) sedangkan

anggota Cibulakan Atas merupakan endapan neritik.

10

Formasi Cibulakan Atas terbagi menjadi tiga anggota, yaitu:

Massive

Anggota ini terendapkan secara tidak selaras di atas Ekuivalen

Formasi Baturaja. Litologi anggota ini adalah perselingan

batulempung dengan batupasir yang mempunyai ukuran butir dari

halus hingga sedang. Pada massive ini dijumpai kandungan

hidrokarbon, terutama pada bagian atas. Selain itu terdapat fosil

foraminifera planktonik seperti Globigerina trilobus, foraminifera

bentonik seperti Amphistegine.

Main

Anggota main terendapkan secara selaras diatas anggota massive.

Litologi penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan

batupasir yang mempunyai ukuran butir halus hingga sedang. Pada

awal pembentukannya, berkembang batugamping dan juga

blangket-blangket pasir, dimana pada bagian ini dibedakan dengan

anggota Main itu sendiri yang disebut Mid Main Carbonate.

Pre Parigi

Anggota Pre Parigi terendapkan secara selaras diatas Anggota

Main. Litologinya adalah perselingan batugamping, dolomit,

batupasir dan batulanau. Anggota ini terbentuk pada kala Miosen

Tengah- Miosen Akhir dan diendapkan pada lingkungan Neritik

Tengah- Neritik Dalam, dengan dijumpainya fauna-fauna laut

dangkal dan juga kandungan batupasir glaukonitan.

Anggota Cibulakan Bawah dibedakan menjadi dua bagian yaitu

Formasi Talangakar dan Formasi Baturaja (di ekuivalenkan) hal ini

sesuai dengan korelasi yang dilakukan terhadap Cekungan Sumatra

Selatan. Formasi ini berumur Miosen Awal sampai Miosen Akhir.

11

f. Formasi Parigi

Formasi ini diendapkan di atas Formasi Cibulakan secara selaras

dan terdiri dari batugamping yang merupakan zona penghasil

hidrokarbon, dengan ciri umum berupa batugamping terumbu. Di

beberapa tempat dijumpai batugamping dolomitan. Ketebalan formasi

ini kurang lebih 27–450 meter dengan umur Miosen Tengah–Miosen

Akhir (N9 – N18).

g. Formasi Cisubuh

Di atas Formasi Parigi diendapkan secara selaras Formasi

Cisubuh yang terdiri dari batulempung dengan sisipan batupasir tipis di

bagian bawah dan batulempung massif di bagian atasnya. Batuan

utamanya terdiri dari selang-seling serpih dan lempung dengan sisipan

batupasir dan batubara. Formasi ini berumur Miosen Akhir (N18).

h. Alluvial

Di atas Formasi Cisubuh diendapkan secara tidak selaras

alluvial yang umumnya berasal dari endapan volkanik muda dengan

butiran berukuran pasir, lempung dan gravel. Endapan ini berumur

Pleistosen hingga Resen (N22 – N23).

12

Gambar II. 4 Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Pertamina DOH

JBB, 2000).

II.1.3 Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara

Periode awal sedimentasi di Cekungan Jawa Barat Utara dimulai

pada kala Eosen Tengah – Oligosen Awal (fase Transgresi) yang

menghasilkan sedimentasi vulkanik darat – laut dangkal dari Formasi

Jatibarang. Pada saat itu aktifitas vulkanisme meningkat. Hal ini

berhubungan dengan interaksi antar lempeng di sebelah selatan Pulau Jawa,

akibatnya daerah-daerah yang masih labil sering mengalami aktivitas

tektonik.

Periode selanjutnya merupakan fase transgresi yang berlangsung

pada kala Oligosen Akhir – Miosen Awal yang menghasilkan sedimen

trangresif transisi – deltaik hingga laut dangkal yang setara dengan Formasi

13

Talang Akar pada awal permulaan periode. Daerah cekungan terdiri dari 2

lingkungan yang berbeda yaitu bagian barat paralic sedangkan bagian timur

merupakan laut dangkal. Selanjutnya aktifitas vulkanik semakin berkurang

sehingga daerah-daerah menjadi agak stabil, tetapi anak cekungan Ciputat

masih aktif. Kemudian air laut menggenangi daratan yang berlangsung

pada kala Miosen Awal mulai dari bagian barat laut terus ke arah tenggara

menggenangi beberapa tinggian kecuali tinggian Tangerang. Dari tinggian-

tinggian ini sedimen-sedimen klastik yang dihasilkan setara dengan formasi

Talang Akar.

Pada Akhir Miosen Awal daerah cekungan relatife stabil, dan

daerah Pamanukan sebelah barat merupakan platform yang dangkal,

dimana karbonat berkembang baik sehingga membentuk setara dengan

formasi Baturaja, sedangkan bagian timur merupakan dasar yang lebih

dalam. Pada kala Miosen Tengah yang merupakan fase regresi, Cekungan

Jawa Barat Utara diendapkan sedimen-sedimen laut dangkal dari Formasi

Cibulakan Atas. Sumber sedimen yang utama dari Formasi Cibulakan Atas

diperkirakan berasal dari arah utara – barat laut. Pada akhir Miosen Tengah

kembali menjauhi kawasan yang stabil, batugamping berkembang dengan

baik. Perkembangan yang baik ini dikarenakan aktivitas tektonik yang

sangat lemah dan lingkungan berupa laut dangkal.

Kala Miosen Akhir – Pliosen ( fase regresi ) merupakan fase

pembentukan Formasi Parigi dan Cisubuh. Kondisi daerah cekungan

mengalami sedikit perubahan dimana kondisi laut semakin berkurang

masuk kedalam lingkungan paralik.

Pada Kala Pleistosen – Aluvium ditandai untuk pengangkatan

sumbu utama Jawa. Pengangkatan ini juga diikuti oleh aktivitas vulkanisme

yang meningkat dan juga diikuti pembentukan struktur utama Pulau Jawa.

Pengangkatan sumbu utama Jawa tersebut berakhir secara tiba-tiba

sehingga mempengaruhi kondisi laut. Butiran-butiran kasar diendapkan

secara tidak selaras diatas Formasi Cisubuh.

14

II.1.4 Petroleoum Sistem Cekungan Jawa Barat Utara

Hampir seluruh formasi di Cekungan Jawa Barat Utara dapat menghasilkan

hidrokarbon yang mempunyai sifat berbeda, baik dari lingkungan

pengendapan maupun porositas batuannya.

a. Tipe Cebakan (Trap)

Tipe cebakan di semua sistem petroleum Jawa Barat Utara

hampir sama, hal ini disebabkan evolusi tektonik dari semua cekungan

sedimen sepanjang batas selatan dari Kraton Sunda, tipe struktur

geologi dan mekanisme cebakan yang hampir sama. Bentuk utama

struktur geologi adalah dome anticlinal yang lebar dan cebakan dari

blok sesar yang miring. Pada beberapa daerah reservoar reefal built-up,

perangkap stratigrafi juga berperan. Perangkap stratigrafi yang

berkembang umumnya dikarenakan terbatasnya penyebaran

batugamping dan perbedaan fasies.

b. Batuan Reservoir

Semua formasi dari Formasi Jatibarang sampai Formasi Parigi

merupakan interval dengan sifat fisik reservoir yang baik. Minyak

diproduksi dari rekahan volcanoclastic dari Formasi Jatibarang (Amril,

et all, 1991). Pada daerah dimana batugamping Formasi Baturaja

mempunyai porositas yang baik kemungkinan menghasilkan akumulasi

endapan yang agak besar. Timbunan pasokan sedimen dan laju

sedimentasi yang tinggi pada daerah shelf, diidentifikasikan dari

clinoforms yang menunjukkan adanya progradasi. Pemasukan sedimen

ini disebabkan oleh pembauran ketidakstabilan tektonik yang

merupakan akibat dari subsidence yang terus menerus pada daerah

foreland dari Lempeng Sunda (Hamilton, 1979). Pertambahan yang

cepat dalam sedimen klastik dan laju subsidence pada Miosen Awal

diinterpretasikan sebagai akibat dari perhentian deposisi Batugamping

Baturaja. Ketebalan seluruh sedimen bertambah dari 400 feet pada

daerah yang berdekatan dengan paleoshoreline menjadi lebih dari 5000

feet pada subcekungan Ardjuna (Noble, dkk, 1997).

c. Lapisan Penutup (Seal)

15

Lapisan penutup atau lapisan tudung merupakan lapisan

impermeabel yang dapat menghambat atau menutup jalannya

hidrokarbon. Lapisan ini juga biasa disetarakan dengan lapisan

overburden. Litologi yang sangat baik adalah batulempung dan batuan

evaporit. Pada Cekungan Jawa Barat Utara, hampir setiap formasi

memiliki lapisan penutup yang efektif. Namun formasi yang bertindak

sebagai lapisan pentup utama adalah Formasi Cisubuh, karena formasi

ini memiliki litologi yang baik atau impermeabel.

d. Batuan Induk (Source Rock)

Pada Cekungan Jawa Barat Utara terdapat tiga tipe utama

batuan induk, yaitu lacustrine shale (oil prone), fluvio deltaic coals,

fluvio deltaic shales (oil dan gas prone) dan marine claystone

(bacterial gas) (Noble, dkk, 1997). Studi geokimia dari minyak mentah

yang ditemukan di Pulau Jawa dan lapangan lepas Pantai Ardjuna

menunjukkan bahwa fluvio deltaic coals dan serpih dari Formasi

Talang Akar bagian atas berperan dalam pembentukan batuan induk

yang utama. Beberapa peran serta dari lacustrine shales juga ada

terutama pada Subcekungan Jatibarang. Kematangan batuan induk di

Cekungan Jawa Barat Utara ditentukan oleh analisa batas kedalaman

minyak dan kematangan batuan induk pada Puncak Gunung Jatibarang

atau dasar / puncak dari Formasi Talang Akar atau bagian bawah

Formasi Baturaja.

.Lacustrin Shale

Lacustrin Shale terbentuk pada suatu periode syn rift dan

berkembang dalam dua macam fasies yang kaya material organik.

Fasies pertama adalah fasies yang berkembang selama initial-rift

fill. Fasies ini berkembang pada Formasi Banuwati dan ekuivalen

Formasi Jatibarang sebagai lacustrine clastic dan vulkanik klastik

(Noble, et all, 1997). Fasies kedua adalah fasies yang terbentuk

selama akhir syn rift dan berkembang pada bagian bawah ekuivalen

Formasi Talang Akar Pada formasi ini batuan induk dicirikan oleh

16

klastika non marin berukuran kasar dan interbedded antara

batupasir dengan lacustrine shale.

Fluvio Deltaic Coal & Shale

Batuan induk ini dihasilkan oleh ekuivalen Formasi Talang

Akar yang diendapkan selama post rift sag. Fasies ini dicirikan

oleh coal bearing sediment yang terbentuk pada sistem fluvial

pada Oligosen Akhir. Batuan induk tipe ini menghasilkan

minyak dan gas (Noble, et all, 1991).

Marine Lacustrine

Batuan induk ini dihasilkan oleh Formasi Parigi dan Cisubuh

pada cekungan laut. Batuan induk ini dicirikan oleh proses

methanogenic bacteria yang menyebabkan degradasi material

organik pada lingkungan laut.

e. Jalur Migrasi

Migrasi hidrokarbon terbagi menjadi tiga, yaitu migrasi primer,

sekunder dan tersier. Migrasi primer adalah perpindahan minyak bumi

dari batuan induk dan masuk ke dalam reservoir melalui lapisan

penyalur (Koesoemadinata, 1978). Migrasi sekunder dapat dianggap

sebagai pergerakan fluida dalam batuan penyalur menuju trap. Migrasi

tersier adalah pergerakan minyak dan gas bumi setelah pembentukan

akumulasi yang nyata.

Jalur untuk perpindahan hidrokarbon mungkin terjadi dari jalur

keluar yang lateral dan atau vertikal dari cekungan awal. Migrasi lateral

mengambil tempat di dalam unit-unit lapisan dengan permeabilitas

horizontal yang baik, sedangkan migrasi vertikal terjadi ketika migrasi

yang utama dan langsung yang tegak menuju lateral. Jalur migrasi

lateral berciri tetap dari unit-unit permeabel. Pada Cekungan Jawa

Barat Utara, saluran utama untuk migrasi lateral lebih banyak berupa

celah batupasir yang mempunyai arah utara-selatan dari Anggota Main

maupun Massive (Formasi Cibulakan Atas). Sesar menjadi saluran

utama untuk migrasi vertikal dengan transportasi yang cepat dari cairan

17

yang bersamaan dengan waktu periode tektonik aktif dan pergerakan

sesar (Noble, dkk, 1997).

Gambar II. 5 Hydrocarbon Play Cekungan Jawa Barat Utara

II.2 Geologi Daerah Telitian

II.2.1 Stratigrafi Daerah Telitian

Stratigrafi daerah penelitian perkembangannya sangat dipengaruhi

oleh tatanan tektonik Cekungan Jawa Barat Utara. Sumur AY-01

menembus Formasi Cisubuh, Formasi Parigi, Formasi Cibulakan dan

Formasi Jatibarang, Stratigrafi daerah telitian dari tua ke muda adalah :

a. Formasi Jatibarang

Formasi ini berumur Eosen-Oligosen, litologi penyusunnya

terdiri dari tuff pasiran, aglomerat, breksi, basalt, dan andesit. Formasi

ini terletak di atas bidang ketidakselarasan batuan dasar yang terdiri dari

batuan beku, batuan metamorf, dan batuan piroklastik.

18

b. Lower Cibulakan

Formasi Talang Akar

Formasi ini berumur Oligosen Akhir–Miosen Awal dengan litologi

terdiri dari perselingan batupasir, shale, batubara, dan sisipan

batugamping.

Formasi Baturaja

Formasi ini berumur Miosen Awal yang tersusun atas litologi yang

didominasi batugamping klastik yang berangsur-angsur menjadi

batugamping terumbu. Formasi ini memiliki ketebalan maksimal

sekitar 640 meter.

c. Upper Cibulakan

Formasi Cibulakan Atas terbagi menjadi tiga Anggota, yaitu:

Massive, Main, dan Pre-Parigi. Formasi ini berumur Miosen Tengah

dengan litologi penyusunnya adalah perselingan shale, batupasir, dan

batugamping.

d. Formasi Parigi

Penyusun utama Formasi ini perselingan antara batugamping

dengan serpih dan batupasir klastik. Litologi penyusun bag atas adalah:

batugamping, wackstone, dengan porositas jelek, putih keabuan.

Litologi bagian bawah disusun oleh : serpih dan batulempung dengan

batugamping klastik.

e. Formasi Cisubuh

Pada formasi ini didominasi oleh gravel dengan perselingan

batupasir pada bagian atas, dan didominasi oleh perselingan

batulempung pada bagian bawah Formasi yang menjadi target utama

dalam penelitian yang berlokasi di lapangan PHI adalah Formasi

Cibulakan Atas, dimana tersusun atas perselingan shale, batupasir, dan

batugamping.

19

II. 3 Penelitian Terdahulu

“Studi Penyebaran Reservoar Gas pada Batuan Karbonat Menggunakan

Analisa Inversi Lamda*Rho dan Mu*Rho di Lapangan Lintang Cekungan Jawa

Barat Utara” dilakukan oleh Rorie Aska (2008). Metode inversi Lamda*Rho dan

Mu*Rho diterapkan untuk mengidentifikasi reservoir gas lapisan F6 formasi

Cibulakan atas dengan litologi batu gamping. Lamda – Mu – Rho

(LMR)merupakan metode yang baik dalam mendiskriminasi litologi dan

kandungan fluida. Parameter Mu*rho (μρ), yang berkaitan dengan rigiditas

batuan, memberikan informasi mengenai litologi, dapat digunakan dalam

membedakan litologi antara batupasir(sand), batulempung(shale), batubara (coal)

dan batugamping (limestone). Dilain sisi, parameter Lamda*rho (λρ), yang

merepresentasikan sifat inkompresibilitas batuan, sensitif terhadap kandungan

fluida, karena itu parameter Lamda*rho (λρ)dapat digunakan untuk membedakan

kandungan fluida, terutama gas.

Inversi AVO dilakukan untuk mendapatkan atribut Sign(NI)*gradient

yang digunakan sebagai indikator hidrokarbon dan reflektivitas Lambda*Rho

serta reflektivitas Mu*Rho yang digunakan untuk proses inversi amplitudo.

Inversi amplitudo untuk mendapatkan parameter Lamda*Rho dan Mu*Rho

dilakukan dengan menggunakan metode inversi Sparse spike.

Hasil analisa map horizon pada F6 atribut inversi AVO mampu

memprediksi penyebaran reservoir gas secara lateral dengan nilai atribut

Sign(NI)*gradient negatif. Sedangkan hasil map horizon F6 Lamda*Rho dapat

memetakan penyebaran fluida dengan nilai 15 – 25 GPa gr/cc. Nilai rigiditas

reservoir berdasarkan penampang map horizon F6 Mu*Rho mempunyai nilai > 6

GPa gr/cc. Untuk mengetahui penyebaran litologi dan fluida secara lateral

dilakukan pemetaan parameter Mu*rho dan Lamda*Rho, dengan cara melakukan

penyayatan pada horizon target (horizon slicing). Diperoleh bahwa penyebaran

batugamping (limestone) berarah dari tenggara ke barat laut.

20