Upload
selvie87
View
124
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Glaucoma Fakolitik
Citation preview
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
PAPER
Glaukoma Fakolitik
Disusun oleh:
Kalai Selvie Ponnusamy
NIM: 080100434
Supervisor:
dr. Masitha Dewi Sari, M.Ked (Oph) Sp. M
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2013
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper berjudul
‘Glaukoma Fakolitik’ ini dengan baik yang dibuat untuk memenuhi salah satu
Kepanitraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP H. Adam
Malik Medan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Masitha Dewi Sari, Sp. M, sebagai supervisor pembimbing yang telah memberi
arahan dan bimbingan dalam penyelesaian paper ini. Selain itu, penulis juga
berterima kasih kepada dr. Vera Alviwani sebagai dokter pembimbing, atas
waktu dan bimbingan kepada penulis sehingga penulisan paper ini dapat
diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi dalam ilmu
kesehatan. Terima kasih.
Medan, Maret 2013
Penulis
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 2
2.1. Anatomi dan fisiologi .................................................................... 2
2.1.1. Lensa ............................................................................ 2
2.1.2. Aqueous humor ............................................................ 4
2.2. Glaukoma fakolitik .................................................................. 6
2.2.1. Definisi ......................................................................... 6
2.2.2. Epidemiologi ................................................................ 6
2.2.3. Etiologi ......................................................................... 6
2.2.4. Manifestasi klinis.......................................................... 6
2.2.5. Patogenesis.................................................................... 7
2.2.6. Diagnosis....................................................................... 7
2.2.7. Diagnosis banding ........................................................ 13
2.2.8. Penatalaksanaan............................................................ 13
2.2.9. Komplikasi ................................................................... 18
2.2.10. Prognosis...................................................................... 18
BAB 3 PENUTUP....................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 20
LAMPIRAN
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di Indonesia dan di dunia
setelah katarak. Diperkirakan pada tahun 2020 sebanyak 79,6 juta orang akan
menderita glaukoma. Glaukoma disebabkan oleh gangguan pada lensa, disebut
dengan glaukoma akibat kelainan lensa atau lens-induced glaucoma. Glaukoma
akibat kelainan lensa merupakan penyebab terbesar dari glaukoma sekunder
dengan persentase 25% dari total kasus yang ada.1,2
Glaukoma fakolitik adalah keadaan akut dari glaukoma sekunder sudut
terbuka akibat kelainan lensa yaitu kebocoran dari katarak matur atau hipermatur
(jarang imatur). Glaukoma fakolitik pertama kali dikenali oleh Flocks et al pada
tahun 1955. Frekuensi terjadinya glaukoma fakolitik jarang ditemukan di negara-
negara maju, hal ini karena banyaknya pusat pelayanan kesehatan mata dan
adanya kesadaran dari penderita terhadap penyakit ini. Glaukoma fakolitik lebih
sering terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, di mana
penanganan katarak sering terlambat sampai pada stadium hipermatur yang belum
ditangani.1,3-5 Pada sebuah studi di India dilaporkan 115 kasus glaukoma fakolitik
dari 27,073 penderita dengan katarak.1,3-5
Oleh karena begitu buruknya dampak yang diakibatkan glaukoma
makanya dibutuhkan suatu diagnosis dan pengobatan secara cepat dan tepat
sehingga progresivitas lanjut penyebab kebutaan dapat dicegah secara dini.2
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan fisiologi
2.1.1. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Lensa tergantung pada zonula di belakang iris; zonula menghubungkannya
dengan korpus siliaris. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor; di
sebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel
(sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang memperbolehkan air dan
elektrolit masuk.6
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar
subepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan
kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang
panjang. Garis-garis persambungan (suture line) yang terbentuk dari
persambungan tepi-tepi serat lamelar tampak seperti huruf Y dengan slit lamp.
Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior.6
Gambar 1. Anatomi lensa7
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
Masing-masing serat lamellar mengandung sebuah inti gepeng. Pada
pemeriksaan mikroskop, inti ini jelas di bagian perifer lensa di dekat ekuator dan
berbatasan dengan lapisan epitel subkapsular.6
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal
sebagai zonula (zonula Zinnii), yang tersusun atas banyak fibril; fibril-fibril ini
berasal dari permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa.6
Enam puluh lima persen lensa terdiri atas air, sekitar 35% nya protein
(kandungan proteinnya tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh). Selain itu,
terdapat sedikit sekali mineral seperti yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun
tereduksi.6
Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa. Karena lensa
bersifat avaskular dan tidak mempunyai persarafan, nutrisi lensa didapatkan dari
aqueous humor. Metabolisme lensa bersifat anaerob akibat rendahnya kadar
oksigen terlarut di dalam aqueous humor.2,3
Gambar 2. Tampilan lensa yang diperbesar menampakkan terminasi epitel subkapsular (vertikal).6
2.1.2. Aqueous Humor
2.1.2.1. Fisiologi & Komposisi Aqueous Humor
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
Aqueous humor adalah cairan jernih yang dihasilkan oleh korpus siliaris
yang mengisi kamera okuli anterior dan kamera okuli posterior. Volumenya
sekitar 250 mikroliter, dan kecepatan pembentukannya bervariasi diurnal, sekitar
2-3 mikroliter/min. Komposisi aqueous humor mirip dengan plasma kecuali
bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih
tinggi serta protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah sehingga tekanan
osmotiknya sedikit lebih tinggi dari plasma.2
Aqueous humor memegang peranan penting dalam fisiologi mata yaitu
antara lain sebagai pengganti sistem vaskular untuk bagian mata yang avaskular
seperti kornea dan lensa. Aqueous humor berputar dan mempertahankan tekanan
intraokular yang penting bagi pertahanan struktur dan penglihatan mata.2
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan produksi aqueous humor
dan resistensi aliran keluar aqueous humor dari mata.2
2.1.2.2. Pembentukan & Aliran Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh korpus siliaris. Ultrafiltrasi dari plasma
diproduksi di stroma dari prosesus siliaris yang dimodifikasi oleh fungsi sawar
dan prosesus sekretorius epitel siliaris. Setelah memasuki ruang posterior,
aqueous humor melewati pupil ke ruang anterior dan kemudian ke trabecular
meshwork di sudut ruang anterior. Selama periode ini, terjadi pertukaran
diferensial komponen aqueous dengan darah di iris.2
Trabecular meshwork terdiri dari jaringan kolagen dan jaringan elastis
yang ditutupi oleh sel-sel trabekular yang membentuk filter dengan ukuran pori
yang semakin mengecil apabila mendekati kanal Schlemm. Kontraksi otot siliaris
melalui penyisipan ke dalam trabecular meshwork memperbesar ukuran pori-pori
pada meshwork sehingga mempercepat laju drainase aqueous humor. Aliran
aqueous humor ke kanal Schlemm bergantung pada pembentukan saluran
transelular siklik pada lapisan endotel. Saluran eferen dari kanal Schlemm ini
(sekitar 30 saluran kolektor dan 12 vena aqueous) meneruskan cairan langsung ke
sistem vena. Sisa aqueous humor keluar dari mata antara berkas otot siliaris ke
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
ruang suprakoroidal dan kemudian ke dalam sistem vena korpus siliaris, koroid,
dan sklera (aliran uveoskleral).2
Gambar 3. Aqueous humor mengalir dari sel non-pigmentasi dari ciliary epithelia (A) di bawah konjungtiva (D). Aqueous humor mengatasi resistensi fisiologis dari dua sumber:
resistensi dari pupil (B) dan resistensi dari trabecular meshwork (C)7
Hambatan utama aliran keluar aqueous humor dari ruang anterior adalah
jaringan jukstakanalikular yang berdekatan dengan lapisan endotel kanal
Schlemm, dan bukan sistem vena. Tekanan di jaringan vena episkleral
menentukan tingkat minimum tekanan intraokular yang dapat dicapai dengan
terapi medis.2
2.2. Glaukoma fakolitik
2.2.1. Definisi
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
Glaukoma fakolitik merupakan glaukoma inflamatorik yang disebabkan
oleh kebocoran protein lensa melalui kapsul lensa katarak matur atau hipermatur.1
2.2.2. Epidemiologi1,8
a. Glaukoma fakolitik adalah jarang di negara maju, seperti Amerika
Serikat, karena akses yang lebih besar untuk perawatan kesehatan
dan sebelumnya operasi katarak.
b. Glaukoma fakolitik lebih sering terjadi di negara-negara
terbelakang.
c. Kebanyakan kasus katarak setelah ekstraksi menunjukkan
peningkatan yang sangat baik dalam visus.
d. Glaukoma fakolitik biasanya terjadi pada orang dewasa yang lebih
tua. Pasien termuda yang dilaporkan adalah usia 35 tahun.
2.2.3. Etiologi 9
a. Katarak matur (seluruhnya opak)
b. Katarak hipermatur (korteks cair dan nukleus yang mengambang
bebas)
c. Likuefeksi fokal katarak imatur (jarang)
d. Dislokasi lensa yang katarak di vitreus
2.2.4. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis glaukoma fakolitik biasanya terjadi pada orang tua dengan
riwayat penglihatan kabur secara perlahan selama beberapa bulan atau tahun
sebelum timbulnya onset akut nyeri yang tiba-tiba, hiperemia konjungtiva, dan
penurunan visus lebih lanjut. Persepsi cahaya menjadi tidak akurat karena
kepadatan katarak. Rasa sakit mengenai sekitar mata dan bisa pada daerah
belakang kepala. Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal
berupa mual dan muntah, kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma
akut.3,10-11
2.2.5. Patogenesis
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
Berbeda dengan beberapa bentuk glaukoma yang diinduksi lensa (misalnya:
glaukoma partikel lensa, glaukoma fakoanafilaktik), glaukoma fakolitik terjadi
pada lensa katarak dengan kapsul lensa utuh. Bukti yang tersedia
mengimplikasikan obstruksi trabekular langsung oleh protein lensa, terbebas dari
cacat mikroskopis dalam kapsul lensa yang utuh secara klinis.1-2,13
Apabila usia semakin meningkat, komposisi protein dalam lensa berubah,
terjadi peningkatan konsentrasi protein high molecular weight. Katarak
hipermatur merupakan stadium lanjut dari katarak senilis. Pada katarak matur atau
hipermatur, terjadi pencairan korteks lensa dan pengerutan kapsul lensa, dan bilik
mata depan menjadi dalam. Pada keadaan ini dapat terjadi kebocoran material
korteks ke luar kapsul melalui lubang mikroskopik pada kapsul lensa. Kebocoran
ini sering disertai pada awalnya dengan rasa nyeri dan inflamasi segmen anterior.
Jaringan trabekulum akan tersumbat oleh sel-sel makrofag dan protein lensa.
Protein berat molekul tinggi tidak dijumpai pada bayi dan anak-anak, yang
kemungkinan dapat menjelaskan tidak adanya glaukoma fakolitik pada pasien
muda dengan katarak. 1-3,8
Protein mencetuskan glaukoma sekunder karena protein lensa ini, makrofag
fagosit, dan debris inflamatorik lainnya yang menyumbat anyaman trabekular.
Obat untuk mengkontrol tekanan intraokular (TIO) harus digunakan dan ekstraksi
katarak harus dilakukan.1,2
2.2.6. Diagnosis
Pemeriksaan klinis pada glaukoma adalah sebagai berikut :
2.2.6.1.Gonioskopi
Suatu metode pemeriksaan untuk mengetahui sudut drainase mata. Tes ini
penting untuk menentukan apakah sudut terbuka, tertutup, atau sempit dan
menyingkirkan penyebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular. Pada glaukoma fakolitik, hasilnya normal di mana sudut bilik mata
depan terbuka.1,6
2.2.6.2.Tonometri
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
Tonometri adalah alat untuk mengukur TIO. Tonometri yang sering
digunakan adalah tonometri Goldman yang digunakan bersamaan slitlamp.
Tonometri jenis ini mengukur daya yang dibutuhkan untuk meratakan satu daerah
di kornea. Oleh itu, ketebalan kornea mempengaruhi akurasi pengukuran. TIO
diukur karena hampir pada semua kasus glaukoma, akan terjadi peningkatan TIO.
TIO yang normal adalah dari 10 – 21 mmHg. Nilai dianggap abnormal apabila 22-
25 mmHg dan dianggap patologik di atas 25 mmHg. Pemeriksaan pada glaukoma
fakolitik menunjukkan peningkatan TIO yang bermakna.1,6
Gambar 6 : Goldman tonometri dan cara pembacaannya 7
2.2.6.3.Pemeriksaan slit lamp
Pemeriksaan pada glaukoma fakolitik menunjukkan edema kornea
mikrositik dan sel yang prominen dan reaksi flare tanpa keratic precipitates, (KP).
Kurangnya KP membantu membedakan glaukoma fakolitik dari glaukoma
fakoantigenik.1
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
Gambar 4. Glaukoma fakolitik. Tampilan yang khas dari glaukoma fakolitik yaitu hiperemia konjungtiva, edema kornea mikrositik, katarak matur, dan reaksi ruang anterior
yang prominen, yang ditunjukkan pada gambar di atas. Perhatikan deposit protein lensa pada endotelium dan melapisi sudut, menciptakan suatu pseudohipopion.1
Debris seluler dapat terlihat melapisi di sudut ruang anterior, dan
pesudohipopion dijumpai. Partikel putih besar (kumpulan protein lensa) juga
dapat terlihat di ruang anterior. Katarak matur atau hipermatur (morgagnian) juga
dijumpai, sering dengan wrinkling kapsul anterior lensa yang menunjukkan
hilangnya volume dan pelepasan material lensa.1
Gambar 5. Karakteristik tampilan katarak hipermatur dengan wrinkling kapsul anterior lensa, yang diakibatkan oleh hilangnya volume kortikal. Sinekia posterior ekstensif
dijumpai, yang mengkonfirmasi adanya inflamasi sebelumnya.1
Pada keadaan yang jarang, glaukoma fakolitik memiliki onset subakut,
dengan kebocoran protein intermiten yang menyebabkan episode glaukoma
berulang, hiperemia, dan inflamasi. Tampilan ini lebih mungkin dijumpai jika
katarak telah berdislokasi ke vitreus.10
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
2.2.6.4.Pemeriksaan Nervus Optikus
Nervus optikus boleh diperiksa dengan menggunakan oftalmoskopi.
Kepala nervus optikus atau diskus optik, biasanya bulat atau oval dan mempunyai
suatu cup sentral. Jaringan di antara cup dan pinggir diskus disebut neural rim
atau neuroretinal rim. Pada orang normal, rim ini mempunyai kedalaman yang
relatif seragam dan warna yang bervariasi dari oren sampai merah muda. Ukuran
cup dapat sedikit meningkat sesuai umur. Cup-disc-ratio (CDR) saja tidak
adekuat untuk menentukan bahwa diskus optil mengalami kerusakan
glaukomatous. Penting untuk membandingkan mata yang satu dengan sebelahnya
karena biasanya dijumpai CDR yang sama pada orang normal.1,3,6
Membedakan cup normal dari cup glaukomatous adalah sulit. Perubahan
awal dari neuropati optik glaukomatous adalah sangat tipis yaitu1:
a. Pembesaran umum cup
b. Pembesaran cup secara fokal
c. Pendarahan splinter superfisial, kehilangan lapisan serabut saraf
d. Tembus pandang neuroretinal rim
e. Perkembangan pembuluh darah menyilang
f. Asimetri cup antara kedua mata
g. Atrofi peripapil
Gambar 8 : Cup optik membesar sehingga hampir menutupi seluruh
diskus6
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
2.2.6.5.Pemeriksaan Lapangan Pandang
Perubahan lain yang ditemukan pada glaukoma adalah adanya
penyempitan lapangan padang. Maka, dilakukan pemeriksaan perimetri.
Kerusakan serabut saraf oleh proses glaukoma akan menunjukkan bentuk
atau gambaran yanh khas pada pemeriksaan perimetri. Antaranya adalah1 :
a. Generalized Depression
b. Parasentral skotoma
c. Arcuata atau Bjerrum skotoma
d. Nasal step
e. Defek altitudinal
f. Temporal wedge
2.2.6.6.Pemeriksaan Histologis
Pemeriksaan pada pasien dengan glaukoma fakolitik menunjukkan adanya
peningkatan TIO yang berat, edema kornea, injeksi siliaris, sudut terbuka, dan
heavy cell dan flare. Sel tampak lebih besar dibandingkan dengan sel darah putih
dan agak iridescent. Sel dapat terpresipitasi pada endotel kornea, tetapi tidak
dijumpai keratic precipitates atau hipopion sejati yang dijumpai.3,12
Gambar 6. Makrofag yang mengandung protein lensa pada endotel kornea yang menyerupai keratic precipitates 3
Analisis ultrastruktural aqueous humor dan spesimen trabekulektomi pada
glaukoma fakolitik menunjukkan makrofag yang kaya dengan melanin, eritrosit,
ghost RBCs, makrofag menunjukkan eritrofagositosis, dan debris sel bebas selain
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
dari makrofag yang kaya dengan material lensa yang secara tradisional terkait
dengan kondisi ini. Flare dapat menjadi sangat banyak sehingga aqueous humor
tampak berwarna kuning. Temuan pemeriksaan fisik yang penting yaitu tampilan
partikel putih pada permukaan anterior lensa dan di aqueous; partikel ini dianggap
sebagai agregrat seluler atau kumpulan protein lensa tak terlarut. Ketajaman
visual berkurang pada kondisi ini, kadang-kadang dengan tingkat persepsi cahaya
yang tidak akurat. Lensa memiliki katarak matur, hipermatur, atau bahkan katarak
Morgagni. Pada keadaan yang jarang penyakit ini disebabkan oleh katarak imatur
dengan zona likuefaksi korteks.12
Gambar 7. Glaukoma fakolitik dengan makrofag dan material lensa yang menyumbat anyaman trabekular.14
Diagnosis glaukoma fakolitik biasanya dibuat berdasarkan tampilan klinis.
Jika diagnosis meragukan, parasentesis ruang anterior sebaiknya dilakukan untuk
mendeteksi makrofag yang menelan material lensa. Aqueous humor diperiksa
dengan phase-contrast microscopy atau filtrasi dan pewarnaan Milipore.12
2.2.7. Diagnosis Banding 10,13
a. Glaukoma primer akut sudut tertutup didapati lensa jernih, bilik
mata depan tertutup.
b. Glaukoma partikel lensa
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
c. Glaukoma neovaskular dijumpai neovaskularisasi pada iris.
d. Glaukoma fakomorfik dijumpai katarak imatur atau matur dengan
sudut bilik mata depan tertutup.
e. Glaukoma uveitik ditemukan sinekia posterior total, iris bombans,
sudut tertutup atau dapat juga berupa miosis dengan sudut terbuka.
2.2.8. Penatalaksanaan
Pengobatan pada glaukoma fakolitik pada prinsipnya adalah menurunkan
tekanan intraokuler dengan cepat, dengan menggunakan agen penurun TIO baik
sediaan sistemik maupun topikal. Steroid topikal selain untuk mengurangi proses
inflamasi, dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan dapat menurunkan
tekanan intraokuler. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat-obat
siklopegik. Terapi kausatif pada glaukoma fakolitik adalah menurunkan TIO
dengan cara menghilangkan penyebabnya yaitu katarak.1,2,10
Katarak dapat dihilangkan dengan tindakan bedah berupa extracapsular
cataract extraction (ECCE) serta dilakukan pemasangan lensa tanam untuk
mendapatkan visus yang lebih baik. Bila glaukoma fakolitik terjadi akibat
dislokasi lensa ke dalam rongga vitreous, maka tindakan bedah yang dilakukan
adalah pars plana vitrectomy dengan pemindahan lensa dari dalam rongga
vitreous. 1,2,10
Tindakan ekstraksi katarak untuk glaukoma fakolitik 7,10
a. Ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK) / Intracapsular cataract
extraction (ICCE)
b. Ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK) / Extracapsular cataract
extraction (ECCE)
c. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
d. Fakoemulsifikasi
Apapun teknik operasi yang digunakan saat melakukan ekstraksi katarak
pada penderita glaukoma fakolitik, hal penting yang harus dilakukan adalah
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
irigasi yang adekuat untuk mengeluarkan semua material lensa yang berada di
bilik mata depan sehingga peningkatan tekanan intraokuler setelah operasi dapat
dihindari.10
Sebelum pembedahan, TIO dan inflamasi harus dikurangi dengan terapi
medis, termasuk agen hiperosmosis, agen adrenergik topikal, carbonic anhidrase
inhibitor, obat sikloplegik, dan kortikosteroid topikal. Bila TIO sudah turun 30
mmHg, dapat dilakukan pembedahan ekstraksi katarak. Pemeriksaan mikroskopik
lensa yang diekstraksi menunjukkan karakteristik kristal kalsium oksalat.12,16
Gambar 8. Kristal kalsium oksalat pada lensa pasien dengan glaukoma akibat katarak hipermatur. (pewarnaan hematoksilin dan eosin).12
Karena kapsul lensa cukup rapuh, iridektomi sektoral dan α-kimotripsin
dapat digunakan. Jika kapsul ruptur selama pembedahan, ruang anterior harus
diirigasi untuk mengeluarkan protein sisa. Pada pasien dengan kondisi ini, ahli
bedah menggunakan ekstraksi katarak ekstrakapsular yang memberikan hasil yang
baik.12
Karena kerapuhan zonula dan kapsul heksis kapsul anterior dapat
dilakukan dengan Vannas scissors atau beberapa peralatan lainnya yang
meminimalisasi stress zonula dan kapsul. Pengeluaran lensa dan aspirasi korteks
lensa juga dilakukan dengan teknik yang lebih rumit. Pada kasus-kasus yang
berhasil, penempatan lensa introkular ruang posterior dapat dilakukan dan
memberikan hasil yang baik.12
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
Jika glaukoma fakolitik disebabkan oleh dislokasi lensa, lensa sebaiknya
dikeluarkan dengan instrumen vitrektomi. Kadang-kadang lensa yang terdislokasi
dapat terapung di ruang anterior dengan irigasi cairan dan kemudian dikeluarkan
melalui insisi limbus.12
Pada situasi yang jarang di mana glaukoma fakolitik disebabkan oleh
katarak imatur dan mata memiliki penglihatan yang masih baik, terapi dilakukan
dengan mengontrol TIO dan inflamasi dengan obat-obatan. Jika gagal, lensa harus
dikeluarkan.12
Oleh karena glaukoma bersifat ireversibel maka tujuan utama dari
penatalaksanaan glaukoma adalah pencegahan fungsi visual dari rusak dan
melambatkan progresifitas kerusakan fungsi visual. Penatalaksanaan glaukoma
sekunder mirip dengan penatalaksanaan glaukoma primer. Pengobatan terhadap
glaukoma adalah dengan cara medikamentosa dan operasi. 1-2,13
Antara obat – obat anti glaukoma adalah 1-2,10,13 :
a. Beta adrenergik antagonis
- Fungsi : untuk mengurangi TIO dengan mensupresi produksi
aqueous humor oleh badan siliar.
- Contoh obat : Timolol maleat atau hemihydrate (Timoptic XE,
Timoptic, Betimol). Dosis 0,25 - 0,50 %, 1-2 kali tetes sehari pada
mata yang terkena.
b. Alpha 2 – adrenergik agonis
- Fungsi : mennurunkan produksi aqueous humor
- Contoh obat : Epinefrin 0,5-2%, 1-2 kali 1 tetes sehari
: Apraklonidin 0.5- 1% 1-2 gtt TID
c. Prostaglandin analog
- Fungsi :Menaikkan pengeluaran aqueous humor melalui
uveoskelral dan mereduksi resistensi pengeluarannya melalui
badan siliar.
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
- Contoh obat : Latanoprost (Xalatan) 0.005%. Dosis dewasa: 1
tetes (1,5mcg) pada mata yang terkena setiap menjelang waktu
tidur. Frekuensi yang lebih sering dapat menurunkan
efektifitasnya.
d. Agen hiperosmotik
- Fungsi : Membuat gradien osmotik antara cairan mata dan
plasma. Tekanan osmose plasma meningkat sehingga menarik
cairan keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus
vitreum, mengurangkan volume aqueous humor. Tidak untuk
penggunaan jangka panjang.
- Contoh obat : Gliserin 1-1,5 gr/kgBB dalam 50% larutan
(dicampur cairan sari buah dsb. dengan jumlah yang sama) dan
diminum sekaligus. Bila TIO tetap 30 mmHg atau gliserin tidak
dapat dipakai (pasien sukar minum karena sangat mual/muntah),
dapat diberi Mannitol 1-2 gram/kgBB 20% dalam infus dengan
kecepatan 60 tetes/menit.
e. Agen parasimpatomimetik termasuk kolinergik dan agen
antikolesterase.
- Fungsi : Secara langsung menstimulasi reseptor kolinergik pada
mata, menurunkan resistensi pengeluaran aqueous humor.
Meningkatkan aliran keluar aquoeus humor dengan bekerja pada
jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris.
- Contoh obat : Pilokarpin 2-4%, 3-6 kali 1 tetes sehari, sebelum
tidur.
f. Carbonic anhydrase inhibitors
- Fungsi : Menurunkan sekresi aqueous humor dengan menginhibisi
karbonic anhidrase pada badan siliar.
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
- Contoh obat : Asetazolamid dengan dosis 125-250 mg sampai 3x
sehari peroral atau 500 mg sekali atau 2x sehari atau secara IV
(500 mg).
g. Kortikosteroid
- Fungsi : Mengobati peradangan mata akut setelah operasi.
Mengurangi peradangan dan neovaskularisasi kornea. Menekan
migrasi leukosit polimorfonuklear dan membalikkan peningkatan
permeabilitas kapiler. Dalam kasus infeksi bakteri, harus
digunakan secara bersamaan dengan agen anti-infeksi, jika tanda-
tanda dan gejala tidak membaik setelah 2 hari, pasien dievaluasi
kembali. Dosis dapat dikurangi, tetapi sarankan pasien untuk tidak
menghentikan terapi sebelum waktunya.
- Contoh obat : Prednisolon optalmik (Pred forte) 1% 1-2 gtt
BID-QID
Pencegahan kebutaan akibat glaukoma serta penangannya harus dilakukan
secara terintegrasi dengan pelayanan kesehatan mata lainnya. Selain itu, penyakit
yang mendasari juga harus diatasi seperti mengontrol kadar gula darah pada
penderita diabetes mellitus. 1,2
2.2.9. Komplikasi 10
a. Kehilangan penglihatan akibat glaukoma yang tidak terkontrol dan
atau edema kornea yang persisten.
b. Komplikasi operasi, seperti perdarahan suprakoroidal, ruptur kapsul,
trauma kornea, prolaps vitreus.
2.2.10. Prognosis
Prognosis glaukoma fakolitik baik, dimana kebanyakan pasien dilaporkan
mengalami kemajuan visus setelah ekstraksi katarak dan implantasi lensa
intraokuler, namun demikian pengobatan yang terlambat dapat menyebabkan
visus tidak mengalami kemajuan. Sebagian besar pasien dengan glaukoma
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
fakolitik memiliki ketajaman visual yang baik pasca operasi dengan glaukoma
remisi total.10
Jika tidak diterapi, pasien dengan glaukoma akan menderita kebutaan.
Gangguan penglihatan yang sudah terjadi tidak dapat dihilangkan. Oleh karena
itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah berusaha mempertahankan tekanan
intraokuler dalam batas normal, baik dengan penggunaan obat-obatan ataupun
tindakan pembedahan yang merupakan jalan terakhir untuk mempertahankan
bagian nervus optikus yang masih intak.1,2,12
BAB 3
PENUTUP
Glaukoma merupakan suatu kumpulan penyakit yang mempunyai suatu
karakteristik umum neuropati optik yang berhubungan dengan hilangnya fungsi
penglihatan. Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi karena kelainan
okular dan sistemik.
Glaukoma yang disebabkan oleh gangguan pada lensa disebut dengan
glaukoma akibat kelainan lensa atau lens induced glaucoma. Terdapat variasi dari
lens-induced glaucoma, diantaranya adalah glaukoma fakolitik, glaukoma partikel
lensa, dan glaukoma fakoantigenik.
Glaukoma fakolitik merupakan glaukoma sekunder yang disebabkan oleh
penyumbatan trabekulum pada katarak hipermatur dengan sudut terbuka.
Penyumbatan trabekulum disebabkan oleh protein lensa yang bocor dari kapsul
lensa katarak hipermatur.
Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan tonometri, gonioskopi,
pemeriksaaan nervus optikus dengan menggunakan oftalmoskop dan pemeriksaan
perimetri untuk lapangan pandang.
Penatalaksanaan glaukoma sekunder mirip dengan penatalaksanaan
glaukoma primer. Pengobatan terhadap glaukoma adalah dengan cara
medikamentosa untuk mengkontrol TIO dan operasi. Ekstraksi lensa merupakan
terapi definitif pada glaukoma fakolitik, dilakukan segera setelah tekanan
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
intraokular terkontrol secara medis dan terapi steroid topikal telah mengurangi
peradangan intraokular.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Opthalmology. Glaucoma, Basic and Clinical Sciences
Course, Section 10, 2011 – 2012.p3-5,33-42,108-110
2. Salmon JP. 2012. Glaukoma. In: Eva PR, Whitcher JP. 2012. Vaughan &
Asbury Oftalmologi Umum. EGC: Jakarta. p.212-228.
3. Kanski JJ. Lens-related glaucoma. In: Clinical Ophthalmology. 6th
ed. 2007.p.408-410.
4. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. New Delhi. 2007.p 231-233
5. A Braganza, R Thomas, T George, A Mermoud, Management of phacolytic
glaucoma : Experience of 135 cases, Indian Journal of Ophthalmology,
vol.46.1998
6. Eva PR.2012. Anatomi & Embriologi Mata. In: Eva PR, Whitcher 1. 2012.
Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. EGC: Jakarta.p.10-13.
7. Lang GK. 2000. Glaucoma. In: Lang GK. 2000. Ophthalmology. Thieme
Stuttgart: New York.p.167, 233-250.
8. Gadia R, Sihota R, Dada T, Gupta V. Current profile of secondary glaucomas.
Indian J Ophthalmol. Jul-Aug 2008;56(4):p.285-9.
9. Sihota R, Kumar S, Gupta V, Dada T, Kashyap S, Insan R, et al. Early
predictors of traumatic glaucoma after closed globe injury: trabecular
pigmentation, widened angle recess, and higher baseline intraocular pressure.
Arch Ophthalmol. Jul 2008;126(7):p.921-6.
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434
10. Ilyas S. Glaukoma. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi Ke-3. Sagung Seto,
Jakarta : 2002.P.47-51,212-217,281-283.
11. Pradhan D, Hennig A, Kumar J. A prospective study of 413 cases of lens-
induced glaucoma in Nepal. Indian J Ophthalmol. 2001;Jun;49(2)
12. Stamper RL, et al. 2009. Becker-Shaffer’s Diagnosis and Therapy of the
Glaucomas. 8th ed. St Louis Mosby Elsevier: China.p.103-109.
13. Kayoung Yi, 2011. Diambil dari
http://emedicine.medscape.com/article/1204814-overview. Tanggal update: Jul 6,
2011
14. Anonymous,2008. Ocular Pathology, Phacolytic Glaucoma. Diambil dari
http://www.images.missionforvisionusa.org/anatomy/2008/02/phacolytic-
glaucoma.html
15. Venkatesh R, Tan CS, Kumar TT, Ravindran RD. Safety and efficacy of
manual small incision cataract surgery for phacolytic glaucoma. Br J
Ophthalmol. Mar 2007;91(3):p.279-81
16. Jackson TL. 2008. Moorfields Manual of Ophthalmology. Mosby Elsevier:
China.p.311-312
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : Kalai Selvie PonnusamyNIM : 080100434