Upload
donny-chan
View
170
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tugas kuliah
Citation preview
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masalah pencemaran lingkungan khususnya air di kota besar di Indonesia, telah
menunjukkan gejala yang cukup serius. Penyebab dari pencemaran itu sendiri tidak
hanya berasal dari buangan industi dari pabrik-pabrik yang membuang begitu saja air
limbahanya tanpa pengolahan lebih dahulu ke sungai atau ke laut, tetapi juga yang tidak
kalah memegang andil baik secara sengaja atau tidak adalah masyarakat Jakarta itu
sendiri, yakni akibat air buangan rumah tangga yang jumlahnya makin hari makin besar
sesuai dengan perkembangan penduduk maupun perkembangan kota Jakarta. Ditambah
lagi rendahanya kesadaran sebagian masyarakat yang ada di Jakarta.
Dengan semakin besarnya laju perkembangan penduduk di Jakarta, telah
mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan dengan tidak disadari. Berikut
adalah grafik pertumbuhan penduduk di Jakarta yang berasal dari data BPS :
1971 1980 1990 1995 2000 20100
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
4,579,303
6,503,449
8,259,266
9,112,652
8,389,443
9,607,787
Peningkatan Penduduk Wilayah DKI Jakarta
TAHUN
JUM
LA
H P
EN
DU
DU
K
Gambar 1.1 Grafik peningkatan jumlah penduduk Jakarta.
2
Air limbah kota-kota besar di Indonesia khususnya Jakarta secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga yaitu air limbah industri dan air limbah domestic yakni berasal
dari buangan rumah tangga dan yang ketiga yakni berasal dari buangan rumah tangga
dan pertokoan (daerah komersial). Saat ini pemcemaran akibat limbah industri,
pencemaran akibat limbah domestic telah menunjukkan tingkat yang cukup serius. Di
Jakarta misalnya, sebagai akibat masih minimnya fasilitas pengolahan air limbah kota
(sewerage system) mengakibatkan tercemarnya badan-badan sungai oleh air limbah
domestic, bahkan badan sungai yang diperuntukkan sebagai bahan baku air minimpun
telah tercemar pula.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI
Jakarta bersama-sama dengan tim JICA (1989), jumlah unit air buangan dari rumah
tangga per orang per hari adalah 118 lilter dengan konsentrasi BOD rata-rata 236 mg/ltd
an pada tahun 2010 meningkat menjadi 147 liter dengan konsentrasi BOD rata-rata 224
mg/lt.
Tabel 1.1 Perkiraan Jumlah Air Limbah Rumah Tangga per kapita di wilayah
DKI Jakarta.
Kondisi tahun 1989 Kondisi tahun 2010Air Limbah Rumah
Tangga (non-Toilet)
Gol Atas
Gol Menengah
Gol Bawah
Rata-Rata
Gol Atas
Gol Menengah
Gol Bawa
h
Rata-Rata
Unit Air Limbah (l/org.hari)
167 107 77 95 227 127 77 124
Konsentrasi BOD (mg/l)
182 182 185 183 182 182 185 182
Beban Polusi (gr.BOD/org.hari)
30.4 14.2 14.2 17.4 41.3 23.1 14.2 22.6
3
Limbah Toilet
Unit Air Limbah (l/org.hari)
23 23
Konsentrasi BOD (mg/l)
457 457
Beban Polusi (gr.BOD/org.hari)
10.5 10.5
Total
Unit Air Limbah (l/org.hari)
190 130 100 118 250 150 100 147
Konsentrasi BOD (mg/l)
21.5 231 24.7 236 207 224 247 224
Beban Polusi (gr.BOD/org.hari)
40.9 30 24.7 27.9 51.8 33.6 24.7 33.4
Jumlah air buangan secara keseluruhan di DKI Jakarta diperkirakan sebesar
1.316.113 m3/hari yakni untuk air buangan domestic 1.316.113 m3/hari, buangan
perkantoran dan daerah komersil 448.933 m3/hari dan buangan industry 105.437 m3/hari.
Dilihat dari segi jumlah, air limbah domestik (rumah tangga) memberikan kontribusi
terhadap pencemaran air sekitar 75%.
Pencemaran oleh air limbah rumah tanga di wilayah DKI Jakarta lebih
diperbutuk lagi akibat berkembangnya lokasi pemukiman di daerah penyangga yang ada
di sekitar Jakarta, yang mana tanpa dilengkapi fasilitas pengolahan air limbah, sehingga
seluruh air limbah dibuang ke saluran umum dan akhirnya mengalir ke badan-badan
sungai yang ada di wilayah DKI Jakarta.
Berdasarkan permasalahan yang ada, dapat diketahui bahwa air limbah rumah
tangga berpengaruh besar terhadap pencemaran air yang ada di Jakarta. Oleh karena itu
harus ada sebuah kebijakan untuk menangani masalah tersebut.
4
Air limbah rumah tangga dapat dibagi menjadi dua yakni air limbah toilet
(blackwater) dan air limbah non toilet (greywater). Air limbah toilet terdiri dari tinja, air
kencing serta bilasan, sedangkan air limbah non toilet yakni limbah dapur, wastafel, dan
lainnya. Secara umum jumlah air limbah rumah tangga berkisar antara 200 – 300
liter/orang.hari.
Sebenarnya air yang telah digunakan seperti mandi dan cuci bisa di-recycling
kembali dengan metode yang sering disebut Metode Greywater System. Greywater
sendiri bisa diolah kembali menjadi air bersih dan bisa digunakan kembali untuk
kepentingan seperti menyiram tanaman, flushing toilet, dll.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
Memperkenalkan dan menjelaskan apa itu Greywater System.
Mengetahui berapa banyak air bersih yang akan menjadi limbah air rumah
tangga.
1.3 Sasaran
Sasaran dari pembuatan makalah ini adalah :
Menghitung air limbah rumah tangga yang dapat dikelola menjadi air
bersih dengan menggunakan Metode Greywater System.
Mengetahui seberapa hemat air jika menerapkan Metode Greywater
System.
5
1.4 Ruang Lingkup
Metode Greywater System sangat banyak jenisnya dari yang paling murah
sampai dengan yang paling mahal. Tetapi pastinya masyarakat akan mencoba sesuatu
yang paling efektif dan harganya masih terjangkau. Ruang Lingkup dalam makalah ini
hanya akan menjelaskan jenis penggunaan Metode Greywater System dengan kombinasi
antara bakteri ABR-Anaerobic Filter. Dengan metode demikian, akan didapatkan berapa
banyak air yang bisa di daur ulang oleh masyarakat. Jangkauan wilayah yang akan
dibahas adalah hanya wilayah Jakarta karena pertumbuhan penduduknya kian meningkat
drastis.
6
BAB 2
LANDASAN TEORI
1.5 DASAR TEORI
Greywater merupakan bagian dari limbah cair domestik yang proses
pengalirannya tidak melalui toilet, misalnya seperti air bekas mandi, air bekas mencuci
pakaian, dan air bekas cucian dapur. Sekitar 60 – 85% dari total volume kebutuhan air
bersih akan menjadi limbah cair domestik (Metcalf, 1991). Bagian dari greywater adalah
sekitar 75% dari total volume limbah cair domestik (Hansen & Kjellerup (1994), dikutip
dari Eriksson et al (2001)). Penanganan greywater di Indonesia saat ini adalah langsung
dibuang ke saluran drainase tanpa pengolahan sebelumnya. Saluran drainase penyalur
greywater dan air hujan ini akan berujung di badan air permukaan atau di IPAL
(Instalasi Pengolah Air Limbah).
Jumlah air buangan secara keseluruhan di DKI Jakarta diperkirakan sebesar
1.316.113 m3/hari yakni untuk air buangan domestic 1.316.113 m3/hari, buangan
perkantoran dan daerah komersil 448.933 m3/hari dan buangan industry 105.437 m3/hari.
Dilihat dari segi jumlah, air limbah domestik (rumah tangga) memberikan kontribusi
terhadap pencemaran air sekitar 75%. Sedangkan kebanyakan masyarakat hanya
mengolah limbah blackwater mereka dengan membuat septic tank, tetapi tidak mengolah
limbah greywater yang mereka timbulkan, sehingga hampir seluruh greywater yang
ditimbulkan mengalir ke badan air permukaan atau ke IPAL (Instalasi Pengolah Air
Limbah).
7
Karakteristik greywater pada umumnya banyak mengandung unsur nitrogen,
fosfat, dan potasium (Lindstrom, 2000). Unsur-unsur tersebut merupakan nutrien bagi
tumbuhan, sehingga jika greywater dialirkan begitu saja ke badan air permukaan maka
akan menyebabkan eutrofikasi pada badan air tersebut. Eutrofikasi adalah sebuah
peristiwa dimana badan air menjadi kaya akan materi organik, sehingga menyebabkan
pertumbuhan ganggang yang pesat pada permukaan badan air tersebut (Metcalf, 1991).
Peristiwa eutrofikasi ini dapat menurunkan kualitas badan air permukaan karena dapat
menurunkan kadar oksigen terlarut di dalam badan air tersebut. Sebagai akibatnya,
makhluk hidup air yang hidup di badan air tersebut tidak dapat tumbuh dengan baik atau
mungkin mati.
Persediaan air tanah yang sudah semakin menipis menyebabkan banyak orang
berpikir untuk mendayagunakan air limbah yang masih layak pakai. Jika dikelola
dengan baik, greywater dapat digunakan sebagai sumber air untuk keperluan
perkebunan, pertanian, atau untuk penggelontoran toilet.
Greywater selain digunakan untuk keperluan rumah tangga juga dapat digunakan
sebagai sumber air untuk keperluan perkebunan dan pertanian karena greywater
mengandung fosfat, potasium, dan nitrogen yang merupakan sumber nutrisi yang baik
bagi tumbuhan, dan greywater juga mengandung bakteri patogen yang lebih sedikit
dibandingkan dengan blackwater dan greywater terdekomposisi lebih cepat daripada
blackwater (Lindstrom, 2000). Hal tersebut membuat greywater lebih mudah untuk
dimanfaatkan kembali dibandingkan dengan blackwater yang harus melewati proses
pengolahan terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan kembali.
8
BAB 3
ANALISA PENGARUH GREYWATER SYSTEM SKALA RUMAH
TANGGA DI JAKARTA
1.6 ANALISA PEMBUANGAN DI RUMAH TANGGA
Sistem pengelolaan limbah cair domestic skala individual yang dimaksudkan
adalah bahwa setiap rumah tangga harus mempunyai unit pengolahan limbah cair yang
mereka hasilkan. Unit pengolahan limbah cair skala individual merupakan unit
pengolahan yang mempunyai kapasitas terkecil. Limbah cair domestik dari setiap rumah
tangga biasanya berasal dari kegiatan mandi, cuci (termasuk cuci piring, pakaian, mobil,
dan alat-alat rumah atau alat-alat per individu), kakus dan masak (limbah cair dapur).
Jumlah limbah cair yang dihasilkan rata-rata per hari oleh satu rumah tangga berkisar
antara 500 liter sampai dengan 5000 liter, bergantung dari jumlah anggota keluarga dan
tingkat sosial ekonomi rumah tangga tersebut. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi
suatu keluarga,maka jumlah limbah cair yang diproduksi juga akan semakin besar. Jadi
unit pengolahan limbah cair domestik skala individual berkapasitas maksimum sekitar
5000 liter per hari.
Pengelolaan limbah cair domestik di daerah yang masih tidak tergolong padat
dan tidak memiliki pelayanan jaringan drainase (tertutup) perkotaan seharusnya dikelola
dengan teknologi tertentu, sehingga hasil pengolahannya dapat mencapai baku mutu
lingkungan. Kenyataan yang ada sekarang ini, yaitu hampir semua warga DKI Jakarta
memiliki Tangki Septik yang hanya sekedar tempat penampungan (tanpa pengolahan)
limbah WC (tinja). Seringkali Tangki Septik yang dimiliki berukuran terlalu kecil,
9
sehingga air yang melimpas keluar dan kemudian meresap ke dalam tanah hampir sama
saja dengan air limbah yang baru masuk kedalamnya (air limbah segar). Sementara itu
untuk air bekas mandi, cuci dan masak (air buangan non toilet) dibuang ke saluran
terbuka, yaitu ke saluran/jaringan drainase kota. Hal ini menyebabkan masalah
pencemaran, yaitu pencemaran air tanah dari tangki septik yang memang sengaja
diresapkan dan pencemaran air permukaan dari air buangan non toilet. Karena itu
dibutuhkan suatu standar teknologi pengolahan air limbah domestik dan secara detail
diuraikan sampai bagianbagian atau ke setiap komponennya, serta bahkan sampai pada
cara pengoperasiannya.
Gambar 3.1 Grafik limbah rumah tangga yang dapat digunakan pada Greywater system
1.7 CARA KERJA PENGGUNAAN GREYWATER SYSTEM
Penerapan Greywater system pada limbah rumah tangga sangatlah membantu
mengurangi penggunaan air bersih dari yang seharusnya. Cara penggunaan sistem ini
sangatlah sederhana bila sudah direncanakan sebelum rumah dibangun, apabila rumah
sudah dibangun, greywater system tetap dapat diterapkan dengan sedikit melakukan
perubahan saluran pipa. Sistem Greywater ini memerlukan sistem pembuangan yang
10
terpisah antara greywater dengan blackwater dimana nantinya air bekas cucian dan
lainnya akan masuk ke pipa pembuangan air khusus yang kemudian akan ditampung di
sebuah bak penampungan yang biasanya dilengkapi dengan filter untuk membersihkan
air buangan tersebut.
Setelah air bekas tersebut menjadi bersih atau setidaknya tidak berbahaya maka
air akan digunakan kembali untuk keperluan lain seperti mencuci mobil, menyiram
tanaman sampai air untuk flush toilet.
Gambar 3.2 Penggunaan Greywater System pada limbah rumah tangga
Memang tidak semua air limbah yang digunakan cukup aman dalam penerapan
greywater system, terutama detergent untuk cuci pakaian cukup aman sehingga
belakangan ini juga banyak detergent yang bertuliskan "Greywater Friendly Laundry
Detergent" yang artinya detergent ini aman untuk sistem greywater.
11
Gambar 3.3 Filtrasi pada limbah rumah tangga untuk Greywater system
Pengolahan air limbah dapat diolah menggunakan cara filtrasi yaitu mengalirkan
air limbah ke dalam suatu filter kemudian dapat juga dilakukan treatment-treatment
yang lain. Salah satu filter yang dapat digunakan adalah menggunakan saringan pasir
lambat dengan tujuan untuk mengurangi kandungan bakteri E.Coli dan kekeruhan dari
air baku. Peru merupakan salah satu Negara yang menggunakan saringan pasir lambat
untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan air minum, dimana penggunaan
saringan pasir lambat dapat menghilangkan kekeruhan dan coliform sampai 99,9% dan
setelah klorinasi dapat menghilangkan coliform 100%, sehingga kualitas air effluent
yang dihasilkan saringan pasir dapat layak diminum (Humphrey, 2005).
Saringan pasir lambat akan mengalami fase kematangan dalam menurunkan
bakteri E.Coli setelah dioperasikan selama 40 hari dan akan mengalami penurunan
sampai 85 hari (Droste,1997). Menurut Al-Layla (1997), kecepatan saringan pada
12
saringan pasir lambat ini adalah sebesar 0,1 – 0,4 m/jam. Robert (1995) menunjukkan
bahwa penggunaan saringan pasir lambat di Cat Lake First Nation, Ontario, dapat
menghilangkan Giardia cysts and Cryptosporidium oocysts mencapai 99% dan
menurunkan kekeruhan dari 3 NTU menjadi 0,2 NTU. Cynthia (1995) menggunakan
saringan pasir lambat untuk mengatasi masalah air minum di Dover, Idaho, dimana
sistem ini dapat menghilangkan Giardia Cysts 99,9%. Gresham (2005) menggunakan
saringan pasir lambat untuk kebutuhan air minum di Afganistan yang dapat
menghilangkan organisme kontaminan sebesar 99%. Humphrey (2005) menggunakan
saringan pasir lambat di Peru untuk memenuhi kebutuhan air minum yang dapat
menghilangkan coliform 99,9% dan setelah khlorinasi dapat menghilangkan coliform
100%.
Greywater system juga digunakan untuk mengolah air dari efluent pengolahan air
limbah industri secara aerobik dengan menggunakan saringan pasir lambat untuk
mengurangi kandungan COD, menghilangkan bakteri E.Coli dan kekeruhan air,
sehingga diperoleh air yang dapat dimanfaafkan kembali.
Saringan pasir lambat adalah sistem yang sederhana dan mudah digunakan oleh
komunitas yang kecil. Sistem ini mirip dengan filtrasi kecepatan tinggi yang
mengunakan media tunggal, tetapi ada perbedaan yang penting dalam mekanisme
penggunaannya. Operasional filter dilakukan dengan cara melewatkan air melalui suatu
media pasir tanpa bantuan proses kimiawi ataupun mekanis. Hingga saat ini banyak di
kota-kota di Eropa yang masih menggunakan proses filtrasi dengan memakai prinsip
saringan pasir lambat tersebut (Droste, 1997).
Desain dan operasional saringan pasir lambat yang relatif lebih sederhana jika
dibandingkan dengan saringan pasir cepat, membuatnya menjadi alternatif primer bagi
13
pemakaian di Negara berkembang. Keuntungan penggunaan dari saringan pasir lambat
antara lain:
Dapat menghasilkan air dengan kandungan silika, besi dan alum rendah
Tidak memerlukan pengolahan koagulasi dan flokulasi
Tidak membutuhkan bahan kimia (kecuali desinfektan)
Biaya operasi dan perawatan rendah
Mempunyai efisiensi penurunan bakteri yang baik; dan periode operasi
relatif lama.
Pembersihan dalam saringan dilengkapi dengan sejumlah mekanisme yaitu
penyaringan, sedimentasi, flokulasi, mekanisme kimia dan fisika lainnya. Secara umum
mekanisme yang paling dominan adalah difusi dan sedimentasi. saringan pasir lambat
berjalan melalui fase pematangan selama beberapa minggu setelah dimulai. Selama fase
ini banyak microbial zoogleal atau gelatinous yang tumbuh dengan sendirinya dilapisan
atas saringan. Pada lapisan ini banyak terjadi pembentukan partikel koloid. Setelah
beberapa lama, kerusakan meningkat ke ujung kasar dan lapisan kecil pada medium
telah menimbulkan pengikisan pada ujung atas saringan. Pertumbuhan biologis meluas
ke bawah lapisan yang rusak dan kinerja saringan tidak terganggu.
Siklus ini akan berulang-ulang, sehingga tersisa ketebalan minimum pada
medium saringan, sehingga perlu dibersihkan. Pertumbuhan biologis dalam saringan
bisa sangat mempengaruhi kinerja saringan dan mekanisme pembersihannya. Saringan
pasir lambat yang beroperasi dengan baik akan menyisihkan hampir 98 - 99,5 % dari
jumlah bakteri yang terdapat dalam air baku dimana dalam saringan sudah terbentuk
suatu lapisan tipis pada permukaan pasir, yang sudah terbentuk setelah lebih kurang
selama 2 minggu. Lapisan tipis ini disebut dengan lapisan Schmutzdecke (Salvato,1982).
14
Lapisan Schmutzdecke secara biologi merupakan lapisan media yang sangat aktif, yaitu
dapat menyisihkan bahan-bahan organik tersuspensi dan mikroorganisme dengan proses
biodegradasi dan proses-proses lainnya. Lapisan ini terdiri atas lapisan mikroba yang
tumbuh dan berkembang biak. Bakteri, protozoa dan mikroorganisme besar lainnya
seperti helminthes dan materi mengapung sangat banyak dilapisan ini. Kandungan
E.Coli dalam air baku dapat dikurangi sebesar 102–103. Kista Giardia dan
Crytosporidium dapat dibersihkan dengan tingkatan mendekati sempurna (99,9%) dalam
operational saringan pasir lambat yang sempurna. Pada lapisan Schmutzdecke ini paling
banyak terjadi penguraian atau pengurangan partikel tersuspensi, bakteri dan bahan
organik. Namun setelah beberapa lama pengoperasian headloss akan meningkat
sehingga harus dilakukan pencucian dan pengurangan lapisan Schmutzdecke pada
permukaan saringan dengan dikeruk (Droste,1997).
Pada negara-negara beriklim tropis paling cocok menggunakan saringan pasir
lambat, dikarenakan pada iklim tropis mempunyai suhu yang hangat sehingga akan
membantu keaktifan dan keefisienan dari lapisan Schmutzdecke. Sedangkan untuk
daerah yang memiliki 4 musim filter harus ditutup untuk menjaga pertumbuhan bakteri
dan mikroba pada lapisan Schmutzdecke ini pada musim dingin (Droste, 1997).
Kekeruhan air umpan sebaiknya kurang dari 50 NTU agar operasional saringan
tidak terganggu, akan tetapi bila nilai kekeruhan melebihi angka itu dapat ditoleransi
dengan waktu operasi yang pendek (Huismann dan Wood, 1974). Juga dapat dilakukan
tindakan pretreatment seperti pembersihan sedimentasi atau memperkasar ukuran
saringan.
Pengoperasian saringan pertama-tama harus dilakukan dengan pengisian air dari
dasar atau secara upflow dengan air bersih. Hal ini akan mendorong keluarnya udara
15
yang masuk melalui pori-pori media. Kemudian operasi filtrasi dapat dimulai dan
membutuhkan waktu beberapa minggu untuk membentuk lapisan Schmutzdecke dan
menghasilkan kualitas effluent yang dapat diterima.
Aliran air umpan pada saringan pasir dapat dikontrol dengan baik oleh katup
inlet dan outlet yang diatur secara harian. Apabila headloss yang melalui saringan telah
mencapai nilai maksimal yang diijinkan (head 1,0 – 1,5 m ), maka lapisan atas media
pasir harus dikeruk sekitar 1,5 – 2 cm dan operasional dapat dilanjutkan kembali.
Lapisan Schmutzdecke dapat berkembang kebawah hingga ketebalan 2 cm, dan membuat
kinerja saringan pasir lambat berjalan tidak signifikan.
Unit saringan pasir lambat terbuat dari bahan akrilik. Saringan yang digunakan
mempunyai kemampuan beroperasi untuk mengalirkan fluida kebawah. Laju alir
saringan yang digunakan adalah 0,1 – 0,4 m/jam (35 liter/hari) dengan diameter saringan
sebesar 5 cm. Untuk ketinggian unit mengikuti ketebalan dari media, dan unit saringan
dapat ditunjukkan dalam Tabel berikut
Tabel 3.1 Unit Saringan pasir lambat
Lapisan Ketinggian ( cm )
Pasir ( diameter 0,5 – 0,8 mm ) 50
Pasir ( diameter 1,6 mm ) 10
Kerikil kecil 10
Lapisan Ketinggian ( cm )
Kerikil Besar 10
Tinggi air diatas media 100
Total ketinggian filter 180
Langkah awal dalam pengoperasian Saringan pasir lambat, air baku dialirkan ke
dalam filter dari dasar saringan sampai ke permukaan atas media pasir. Hal ini dilakukan
16
untuk mengeluarkan udara yang terdapat pada pori-pori media media pasir dan kerikil
yang digunakan. Kemudian dilanjutkan dengan mengalirkan air baku kebawah kedalam
unit saringan pasir lambat. Selama operasi air yang ada pada unit saringan pasir lambat
ini harus selalu menggenangi media pasir untuk menjaga agar organisme yang ada pada
permukaan lapisan pasir tidak mati. Proses pengaliran air baku ini dilakukan secara
kontinyu, sehingga menyebabkan miokroorganisme tumbuh dengan sendirinya pada
lapisan paling atas media pasir (Gambar 1). Pada lapisan Schmutzdecke akan terjadi
proses pengurangan partikel tersuspensi, bahan organik, dan bakteri melalui proses
oksidasi biologis maupun kimiawi.
Gambar 3.4 Diagram proses system saringan pasir lambat
17
1.8 DAMPAK PENGARUH LINGKUNGAN PADA GREYWATER SYSTEM
Pada penerapan greywater system ini, banyak membawa dampak pada
lingkungan sekitarnya, dan juga membawa dampak pada tempat yang menggunakan
greywater system ini, berikut dampak yang ditimbulkan oleh penerapan greywater
system.
1. Greywater system dapat mengurangi pemakaian air.
Greywater dapat menggantikan air tawar dalam banyak contoh, hemat uang
dan meningkatkan pasokan air. Daerah tempat tinggal menggunakan air
hampir merata dibagi antara dalam dan luar ruangan. Semua kecuali air toilet
bisa di luar daur ulang, hasil air yang dihasilkan pun hampir sama dengan air
yang di dapat dari alam.
2. Greywater system sangat efektif dalam memurnikan air
karena kita menggunakan air sisa cucian, maka system ini melindungi
kualitas alam dan air permukaan tanah.
3. Greywater system membantu hemat energi dan mengurangi penggunaan
bahan kimia
Bagi kita semua yang menyediakan air sendiri (sumur misalnya), keuntungan
mengurangi beban pada infrastruktur yang dirasakan secara langsung(biaya
listrik). agan agan sendiri pasti lebih sedikit membuang bahan kimia beracun
ke saluran pembuangan.
4. Greywater system membantu pertumbuhan tanaman
Air yang telah di daur ulang baik bagi tanaman dan lingkungan, jadi dapat
membantu pertumbuhan yang baik bagi tanaman.
18
5. Greywater system meningkatkan kesadaran dan kepekaan terhadap siklus
alam
Penggunaan air secara bijak, meningkatkan tanggung jawab untuk menjaga
sumberdaya alam.
Pada prinsipnya, Greywater System sangatlah sederhana dan tidak butuh biaya
besar tetapi akan menjadi besar bila anda akan mengubah sistim pipa yang sudah ada
menjadi sistim ini (harus bongkar rumah).