3
5 an. Untuk menghindari dan mengurangi kemungkinan pencemaran suatu  produk oleh mikroorganisme, dilakukan proses pengawetan produk. Syarat zat  pengawet adalah mampu membunuh kontaminan mikroorganisme, tidak toksik atau menyebabkan iritasi pada pengguna, stabil dan aktif, serta selektrif dan tidak  bereaksi dengan bahan. 1  Produsen pangan masih banyak yang menggunakan bahan tambahan yang  beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat dan keamanan maupun mengenai peraturan tentang bahan tambahan pangan. Pada saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan  pengawet yang dilarang namun digunakan dalam makanan dan berbahaya bagi kesehatan seperti boraks dan formalin. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BB POM) telah melakukan uji laboratorium pada 761 sampel makanan di beberapa kota besar Indonesia. Hasilnya beberapa jenis bahan makanan olahan, yaitu mi basah, bakso, ta hu, dan ikan asin, positif mengandung formalin. 2  Formalin merupakan bahan untuk mengawetkan mayat dan organ tubuh dan sangat berbahaya bagi kesehatan, oleh karena itu formalin merupakan salah satu  bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan. Boraks banyak digunakan dalam berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, lemper, buras, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit. Boraks sangat berbahaya  bagi kesehatan. Boraks bersifat sebagai antiseptik dan pembunuh kuman, oleh karena itu banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk  bahan antiseptik pada kosmetik.

gsafw

Embed Size (px)

Citation preview

5

an. Untuk menghindari dan mengurangi kemungkinan pencemaran suatu produk oleh mikroorganisme, dilakukan proses pengawetan produk. Syarat zat pengawet adalah mampu membunuh kontaminan mikroorganisme, tidak toksik atau menyebabkan iritasi pada pengguna, stabil dan aktif, serta selektrif dan tidak bereaksi dengan bahan.1Produsen pangan masih banyak yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat dan keamanan maupun mengenai peraturan tentang bahan tambahan pangan. Pada saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang dilarang namun digunakan dalam makanan dan berbahaya bagi kesehatan seperti boraks dan formalin. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BB POM) telah melakukan uji laboratorium pada 761 sampel makanan di beberapa kota besar Indonesia. Hasilnya beberapa jenis bahan makanan olahan, yaitu mi basah, bakso, tahu, dan ikan asin, positif mengandung formalin.2 Formalin merupakan bahan untuk mengawetkan mayat dan organ tubuh dan sangat berbahaya bagi kesehatan, oleh karena itu formalin merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan. Boraks banyak digunakan dalam berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, lemper, buras, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit. Boraks sangat berbahaya bagi kesehatan. Boraks bersifat sebagai antiseptik dan pembunuh kuman, oleh karena itu banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk bahan antiseptik pada kosmetik. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Menurut Purnamawati,3 jika kadar bahan tambahan pangan atau zat aditif relatif kecil, tubuh manusia masih bisa mentolerir atau menetralkan. Namun jika kadar zat aditif yang masuk ke dalam tubuh terlalu besar, maka zat-zat tersebut akan mengganggu sistem kesehatan manusia. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Penelitian telah mengungkapkan bahwa banyak bahan kimia pengawet makanan mengandung zat berbahaya.Oleh karena itu, lebih baik memilih menggunakan pengawet makanan yang alami, sehingga terbebas dari racun. Pengawet makanan dapat berupa zat alami atau buatan manusia.Selain menggunakan bahan pengawet, ada cara lain yang sehat menjaga makanan, misalnya, proses seperti pengeringan, penggaraman, pengasapan, pengawetan dan pembekuan juga dapat mengawetkan makanan. Penggunaan bahan pengawet sintetis makanan yang semakin meningkat dapat menimbulkan masalah kesehatan mendorong banyak pihak untuk mencari bahan pengawet alternatif. Salah satu bahan alami yang diharapkan sebagai pengawet alternatif potensial adalah daun gambir. Komponen fitokimia terbanyak pada daun gambir ialah flavonoid dengan komponen utamanya katekin, yakni sekitar 75 persen. Katekin memiliki sifat antibakteri. Tingginya kandungan flavonoid pada daun gambir mengindikasikan bahwa tanaman gambir memiliki aktivitas sebagai antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab kerusakan bahan pangan.Komponen bioaktif utama pada daun gambir adalah flavonoid (terutama katekin sekitar 75%), zat penyamak (22-50%), serta sejumlah alkaloid, tanin dan turunan dihidro- dan oksonya.4 Literatur lain menyebutkan komponen kimia terbesar pada tanaman gambir terdapat pada bagian daun berupa senyawa flavonoid (katekin 50%), Pyrocatechol 20-30%, Gambir fluoresensi 1-3%, Catechu merah 3-5%, Quersetin 2-4%, Fixed Oil 1-2%, Lilin 1-2%, dan sedikit alkaloid.5 Tanaman gambir merupakan tanaman perdu yang secara empiris berkhasiat untuk menguatkan gigi, obat diare, sakit gigi, dan obat luka. Selain itu, telah diketahui secara ilmiah bahwa ekstrak etanol daun gambir yang termetilasi memiliki aktivitas antioksidan. Ekstrak daun gambir pun dapat berfungsi sebagai biopestisida yang mampu mengendalikan patogen Fusarium sp, penyebab penyakit bercak daun tanaman klausena. Bukti empiris dan bukti ilmiah tersebut merupakan petunjuk bahwa daun gambir mengandung komponen bioaktif yang berp