Upload
nurul-mukhlisah
View
55
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
K3
Citation preview
Makalah Mata Kuliah Toksikologi Industri
Hazard Identification dan
Sifat-sifat Fisik-Kimia Toksin
KELOMPOK 1
NURUL MUKHLISAH .S K111 13 346
NUR AFIFAH
DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHTAN KERJA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat rahmat dan karunia-Nya,
hingga kami dapat menyelesaikan makalah Toksikologi Industri ini dengan
baik. Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dan memberikan inspirasi kepada kami, khususnya kepada dosen
mata kuliah Program Kesehatan Kerja dalam menyusun makalah ini sehingga
dapat terselesaikan.
Makalah tentang Hazard Identification dan Sifat Fisik-Kimia
Toksin ini di buat agar dapat melengkapi nilai tugas mata kuliah Toksikologi
Industri dan dapat memberikan informasi kepada para pembaca dan teman-
teman mengenai Hazard Toksin besertas sifat-sifatnya.
Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan yang tidak kami sadari.
Untuk itu, kami mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik
dan saran yang membangun agar lebih baik lagi dalam membuat makalah
dikemudian hari. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah mambantu dalam pembuatan makalah ini.
Penyusun
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 3
1.3 Tujuan ................................................................................. 4
1.4 Manfaat ................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hazard Identification.......................................... 5
2.2 Pengertian Toksin/Racun dan Xenobiotik............................ 5
2.3 Klasifikasi Toksik................................................................. 5
2.4 Pelaksanaan Identifikasi Bahaya.......................................... 9
2.5 Efek Toksin Bagi Tubuh...................................................... 23
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................... 26
3.2 Saran..................................................................................... 26
BAB IV Daftar Pustaka
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang
dibuat pekerja maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya
kecelakaan akibat kerjadan penyakit akibat kerja dengan cara mengenali hal
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Tujuannya adalah untuk menciptakan tempat kerja yang aman ,sehat sehingga
dapat menekan serendah mungkin resiko kecelakaan dan penyakit.
Kemajuan teknologi meningkat maka penggunaan bahan kimia dalam
industri maupun kehidupan sehari-hari semakin meningkat. Disamping
bermanfaat bahan kimia juga berpengaruh negatif terhadap manusia, hewan,
tumbuh-tumbuhan maupun lingkungan. Aspek kuantitas atau jumlah/dosis
sangat menentukan dalam menilai toksisitas suatu zat, seperti yang diungkapkan
oleh Paraceleus (1943-1541) bahwa “All substances are poison, there is none
which is not poison, the right dose differentiates a poison or a remedy”.
Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh merugikan
suatu zat/bahan kimia pada organisme hidup atau ilmu tentang racun.
Toksikologi industri adalah cabang ilmu dalam Bidang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang mempelajari efek bahaya zat kimia pada sistem biologi.
Kajian tokskologi meliputi: studi quantitatif tentang efek bahaya zat kimia dan
zat fisika, sifat dan aksinya racun, dan gangguan kesehatan yang ditimbulkan
pada manusia dan hewan. penggunaan bahan kimia ini disamping menghasilkan
produk yang bermanfaat tetapi juga memberikan dampak bagi kesehatan
1
manusia. Bahan kimia merupakan permasalahan besar bagi keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja. Di beberapa negara, pembuangan bahan kimia
memberikan konsekwensi serius bagi tenaga kerja dan masyarakat maupun
lingkungan. Oleh karena itu mempelajari keberadaan bahan kimia, efek dan
penanggulangannya sangat penting bagi ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Ahli toksikologi industri aktivitasnya selalu terkait dengan usaha-usaha
penelitian akan bahan-bahan kimia yang digunakan atau diproduksi oleh suatu
industri. Penilaian (evaluasi) untuk melihat atau mengenali kebahayaan suatu
bahan kimia tertentu diarahkan kepada keadaan –keadaan yang menunjukkan
adanya peningkatan rate. Usaha-usaha penelitian dibidang ini menggunakan
hewan sebagai binatang percobaan. Karena nilai-nilai kemanusiaan, di Amerika
sangat jarang digunakan uji coba bahan kimia toksik pada manusia, sedangkan
di Uni Sovyet, hal demikian adalah umum (biasa). Pada umumnya percobaan
dengan menggunakan manusia dilakukan untuk test bahan kimia yang
dipaparkan melalui kulit. Saat ini studi-studi retrospektif diarahkan untuk
menyelidiki bagaimana efek paparan bahan kimia yang telah terjadi (sudah
terpapar oleh manusia). Tetapi validitas penelitian ini memang harus
dipertanyakan mengingat bahwa pemaparan pada manusia sifatnya tidak tetap.
Sebagi contoh, adanya penolakan terhadap penelitian yang menghubungkan
(correlation), pemaparan terhadap vinyl chloride monomer dengan
angiosarcome (kanker hati) di Perusahaan Goodrich Rubber, Ohio. Karena itu
ahli toksikologi hendaknya memperhitungkan dengan cermat akan sifat-sifat
khusus yang dimiliki oleh bahan racun ketika mengemukakan hasil
penelitiannya. Bila akan diterapkan (diektrapolasikan) kepada manusia, maka
2
kondisi percobaan di laboratorium harus disesuaikan benar dengan kondisi-
kondisi atau konsentrasi ketika bahan kimia tersebut di papar oleh manusia.
Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat
menggolongkan kromium sebagai suatu zat yang bersifat karsinogenik. Pekerja
perusahaan yang menggunakan proses pelapisan kromium berisiko tinggi
terimbas pencemaran kromium. Akumulasi uap yang terhirup saat proses
pelapisan kromium bisa menyebabkan sesak napas dan berujung pada kanker
paru-paru. Bukan itu saja, kulit yang terpapar kromium terus menerus akan
menimbulkan ulserasi (borok), ulserasi pada selaput lendir
hidung, vascular effect (pembuluh darah pada aorta rusak), anemia dan
membuat tubuh lesu, menurunkan imunitas tubuh, gangguan reproduksi dan
gangguan ginjal. Untuk mengetahui bahaya-bahaya toksik yang ada di tempat
kerja diperlukan hazard identification.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka pemakalah merumuskan masalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan Hazard Identification ?
2. Apakah yang dimaksud dengan toksin/racun dan xenobiotik >
3. Jelaskan yang dimaksud dengan klasifikasi toksik ?
4. Bagaimanakah tahap pelaksanaan dari Identifikasi bahaya ?
5. Apa sajakah efek/dampak dari toksin bagi tubuh?
3
1.3 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hazard identification serta sifat fisik kimia toksik.
1.2.2 Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui definisi hazard identification.
b) Unuk mengetahui definisi tiksin dan Xenobiotik.
c) Untuk mengetahui klasifikasi Toksik kimia dan klasifikasi material
toksik.
d) Untuk mengetahui cara pelaksanan identifikasi bahaya.
e) Untuk mengetahui efek toksin bagi tubuh.
1.4 Manfaat
1.3.1 Bagi mahasiswa
Untuk menambah pengetahuan mahasiswa mengenai hazard
identification dan sifat fisik kimia toksik.
1.3.2 Bagi pembaca/masyarakat
Memberikan infirmasi serta pengetahuan kepada pembaca mengenai
toksikologi industry khusunya hazard identification dan sifat fisik kimia
toksik.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hazard Identification
Hazard Identification (identifikasi bahaya) adalah upaya penentuan
apakah suatu bahan kimia tertentu berhubungan atau tidak secara kausalitas
dengan efek kesehatan tertentu (Paustenbach,2002).
Identifikasi bahaya merupakan tahap awal melakukan analisis resiko
bahan kimia di lingkungan kerja. Setelah dilakukan identifikasi bahaya maka
dilakukan analisis dosis response, Exposure Assessment kemudian Risk
Characterization.
2.2 Pengertian Toksin/Racun dan Xenobiotik
Toksin/Racun adalah Suatu zat yang Ada dalam jumlah relatif kecil
Dapat mengganggu kesehatan, sedangkan Xenobiotik adalah sebutan untuk
semua bahan asing bagi tubuh, misal obat,bahan kimia atau chemical hazard.
2.3 Klasifikasi Toksik
2.3.1 Klasifikasi Toksik Kimia
Toksik dapat berbentuk gas, uap dan aerosol. Gas, uap Dan aerosol
memiliki dampak tinggi terhadap pekerja di industrial sehingga menjadi
bahasan utama dalam toksikologi industrial.
Toksin kimia dibagi menjadi dua, yaitu partikel Dan bukan partikel.
Partikel yang dimaksud adalah aerosol, sedang bukan partikel adalah gas
dan uap.
5
A. Partikel / aerosol
Partikular adalah dispersion/penyebaran padatan atau cairan
dalam medium udara. Aeroaol padat adalah dispersi padatan dalam
medium udara, sedang aerosol cair adalah diapersi cairan dalam
medium udara. Ukuran partikel aerosol erkisar antaa 0,001 mikron
- 10.000 mikron.
Macam-macam aerosol
1. Partikel/aerosol padat
a. Debu
Debu merupakan partikel padat (yang terbentuk oleh
kekuatan alami atau mekanis misal pada pekerjaan
penghancuran, pengolahan, pelembutan, pengeboran,
pengepakan yang cepat dan peledakan) yang
tersuspensi/larut dalam medium udara/gas. Secara umum
partikel debu padat berbentuk tidak beraturan dan
berukuran berkisar antara 1-10.000 mikron dengan
diameter lebih dari 1 mikron. Contoh: debu, kapas, debu
batu, debu ashes DLL.
b. Fume/oder (partikel logam)
Bahan padat tertentu seperti Zn, Pb, Mg, Cd akan
menguap karena mengalami pemanasan ZnO, PbO, MgO,
CdO. Uap metal ini akan segera menjadi dingin di udara
dan lalu mengalami kondensasi menjadi partikel-partikel
fume seperti fume Zn, fume Pb, fume Mg, fume Cd, fume
ZnO, fume PbO, fume MgO dan fume CdO.
6
Fume dapat terjadi pada pekerjaan pengelasa, smelting
dan penguapan metal cair pada industry pengocoran logam,
PbO dari kendaraan bermotor. Fume bersifat mengumpul
dan membentuk ikatan yang molekulnya lebih besar.
Ukuran partikel fume berkisar antara 0,001 – 0,1 mikron.
c. Asap (smoke)
Aerosol padat yang terbentuk dari kondensasi hasil
pembakaran di medium udara. Asap biasanya bercampur
dengan senyawa hidrokarbon sebgai hasil pembakaran
tidak sempurna dari bahan bakar. Ukuran partikel smoke
kurang dari 0,01 – 0,5 ,okron. Contoh: asap generator dan
asap rokok.
2. Partikel / aerosol cair
a. Mist
Merupakan titik-titik cairan / partikel cair (hasil
kondensasi bahan yang berasal dari fase gas menjadi fase
cair) yang disemprotkan dengan tekanan tinggi sehingga
berubah menjadi fase gas. Mist dapat terbentuk dari bahan
cair melalui proses atimisasi dan kondensasi, misalnya pada
pekerjaan pengecatan ‘semprot (paint spraying), pelapisan
metal (plating operations).
Contoh: bahan kimia propoxur dari semprotan baygon,
cat mengandung Pb dalam pengecatan dengan spraying.
Ukuran partikelnya antara 2 – 50 mikrometer.
7
b. Fog /kabut
Aerosol cair yang terbentuk dari kondensasi uap air di
atmosfer pada kondisi kelembaban tinggi.ukuran
partikelnya lebih besar dari 1 mikrometer.
B. Bukan partikel
Yang termasuk toksin bukan partikel, yakni:
1. Gas
Suatu bentuk zat (berupa gas) yang tidak mempunyai
bangun sendiri bisa mengisi seluruh ruangan pada suhu dan
tekanan normal. Contoh; gas CO, CO2, SO2, O2, N2, NO2
2. Uap
Bentuk zat (berupa uap padat atau cair) yang dalam
keadaan normal dalam bentuk cair. Contoh: uap hidrokarbon
di industry perminyakan di bagian operasi transfer dan
loading, uap CCl4, uap (C2H5)4Pb, uap CH3Hg.
2.3.2 Klasifikasi Material Toksik
A. Berdasarkan sifat fisik
1. Gas (diameter partikel <1 µm)
2. Debu (diameter partikel > 1 µm – 50 µm)
3. Cair
B. Berdasarkan toksisitas
1. Ringan (NAB >0,5 mg/kg BB/ >500 ppm)
2. Sedang (NAB 0,1 – 0,5 mg/kg BB/ 100 – 500 ppm)
3. Berat (NAB <0,1 mg/kg BB/ <100 ppm)
8
C. Berdasarkan pengaruh fisiologi dan patologis
1. Iritasi
Adalah bahan kimia yang bersifat korosif terhadap
jaringan-jaringan tubuh, misalnya kulit, mata, saluran
pernapasan, missal, SO2, NH3, asam nitrat, asam sulfat.
2. Asfiksian
Adalah bahan kimia sebagai kontaminan di udara yang
merusak jaringan atau pengaruh terhadap tubuh akibat disertai
dengan deoksidasi sehingga tubuh kekurangan oksigen, missal:
CO, HCN, H2S, CO2N2.
3. Zat penenang
Adalah zat kimia yang apabila masuk kedalam tubuh
dapat membius sebagai akibat reaksi antar zat tersebut dengan
system syaraf, missal: chloroform, ether.
4. Sensitizer
Adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan
sensitisasi yang merupakan salah satu manifestasi dalam respon
imun. Contoh: senyawa aldehis, senyawa logam, zat pewarna.
2.4 Pelaksanaan Identifikasi bahaya meliputi 3 hal, yaitu :
2.4.1 Identifikasi sifat kimia toksin
Identifikasi sifat kimia toksin meliputi sifat kimia karsinogen dan non
karsinogen. Dalam melakukan analisis resiko toksin di lingkungan,termasuk
dalam lingkungan kerja,toksin dibedakan atas 2 macam,yaitu :
A. Toksin Karsinogen
9
Toksin karsinogen adalah bahan kimia penyebab kanker. Pada
penelitian terdahulu ditemukan, bahwa beberapa bahan kimia dapat
menyebabkan penyakit kanker diantaranya ialah : Tar (batubara), Arsen
(yang terdapat pada insektisida/pestisida), nitrogen mustard dan lain-
lain.
B. Toksin Non Karsinogen
Toksin non karsinogenik antara lain :
1. Alil alkohol, arsen anorganik
2. H2S, halotan (halogen methan), nitrit
3. NO, SO2, Uap Logam (Cd,Ni), CO, HCN, As, Pb).
4. Logam-logam berat : As, Cd, Bi, Cr, Pb, Hg
2.4.2 Identifikasi jalan masuk toksin dalam tubuh
Identifikasi jalan masuk toksin meliputi saluran pernapasan, saluran
pencernaan dan kulit.
Toksin masuk kedalam tubuh dengan cara absorpsi. Absorpsi toksin
ialah proses masuknya toksin ke dalam tubuh. Jalur utama absorpsi toksin
adalah lewat saluran pencernaan, saluran pernapasan dan kulit. Kecepatan
absorpsi dipengaruhi oleh banyak faktor seperti suhu, kelarutan dan sifat
fisik-kimia zat. Peningkatan temperatur meningkatkan kecepatan absorbsi
melalui kulit karena adanya dilatasi pembuluh darah di kulit dan integritas
permukaan kulit. Sebagai contoh, LD50 dari larutan HCN adalah 6,89
mg/kg pada kelinci dengan kulit yang utuh dan 2,34 mg/kg pada kulit yang
mengalami inflamasi.
Setelah toksin diabsorbsi, akan didistribusikan lewat darah keseluruh
tubuh, mengalami biotransformasi dan kemudian diekresikan lewat organ-
10
organ ekresi. Baik absorbsi, distribusi dan eksresi toksin dalam tubuh terjadi
dengan adanya transpor/difusi toksin melintasi membran sel. Dengan
demikian, pengetahuan tentang sifat fisik dan kimia membran sel serta cara
difusi toksin lewat membran sel sangat penting untuk diketahui.
Sifat kimia membran sel terdiri dari sebagian besar lipida dan sebagian
kecil protein serta air. Protein dan air berpori.
Tabel Komposisi % Berat Kimiawi Membran Sel
Membran Protein Lipid Karbohidrat
Mielin saraf 20 75 5
Eritrosit 49 43 8
Hepatosit 54 39 7
Mitokondria luar 50 46 4
Mitokindria dalam 75 23 2
Sumber : Biokimia jilid II,Montgomery,dkk,1993
A. Absorbsi
Proses masuknya bahan-bahan toksikan kedalam tubuh
melewati tiga rute, yaitu :
1. Melalui saluran pencernaan (ingesti)
Absorbsi melalui saluran pencernaan terutama terjadi melalui
lambung dan usus halus. Absorbsi pada saluran pencernaan
dipengaruhi oleh :
a. Faktor Biologis
11
pH lambung 1,3 (0,1M)/ asam, pH usus halus 5-8/basa.
Membran sel sebagian besar terdiri dari lipid dan pori-pori
sel yang tersusun dari protein dan air.
b. Sifat fisik-kimia toksin
1) Basa Lemah
Contoh basa lemah adalah NH4OH dan Amin aromatik
Ar-NH2. Toksin basa lemah dalam lambung (bersifat
asam) akan terjadi ionisasi menjadi NH4+ atau ArNH3
+
sehingga bersifat polar dan tidak dapat menembus
membran lambung yang sebagian besar membran selnya
bersifat non polar. Basa lemah tadi kemudian menuju usus
halus yang bersifat agak basa sehingga menjadi bentuk
tak terionisasi yang bersifat non polar yang dapat
menembus membran usus halus.
2) Asam Lemah
Contoh asam lemah adalah asam benzoat dan fenol.
Toksin asam lemah dalam lambung (bersifat asam) akan
berada dalam bentuk tak terionisasi sehingga bersifat non
polar dan mudah menembus membran lambung.
3) Senyawa asam kuat- basa kuat
Senyawa asam kuat maupun basa kuat kelarutan dalam
lemak sangat rendah sehingga sukar menembus membran
saluran pencernaan.
4) Senyawa yang sukar larut dalam air
12
Senyawa-senyawa yang sukar larut dalm air seperti
BaSO4, MgO, Al(OH), tidak diabsorbsi oleh saluran-
saluran pencernaan. Toksin senyawa Pb2+, Cr2+, Fe2+ ,Cd2+
diserap diusus dengan sistem transpor aktif. Pewarna azo
dan lateks polistirena diserap diusus lewat pinositosis.
5) Senyawa lipofilik
Langsung diserap dalam membran saluran pencernaan
melalui lipida membran sel pencernaan
2. Melalui saluran pernafasan (inhalasi)
Absorbsi melalui saluran pernapasan tergantung kecepatan
aliran darah paru,sifat kepolaran gas serta ukuran partikel.
Tipisnya dinding paru-paru (selapis sel alveoli) yang
berhadapan dengan dinding kapiler darah dan luasnya
permukaan paru-paru maka absorbsi melalui paru berjalan
dengan cepat.
a. Gas
Gas hidrofil (SO2, H2S, NH3 ) cepat diserap di rongga
hidung/nasofaring (yang mengandung lendir), jarang
sampai pada trakea .Gas lipofilik (HC alifatik, HC
aromatik, CO) akan mudah diserap ke alveoli. Gas iritan
non polar (O3) akan masuk ke bronkiolus
b. Uap
13
Uap bersifat polar seperti PbO, HgO, CrO dan uap Non
polar seperti (C2H5)4Pb , CH3Hg , Hg (material) masuk
sampai alveoli.
c. Partikel (debu aerosol)
1) <1µ
Dapat mencapai alveolus, akan diabsorbsi kedalam
sistem darah atau dibersihkan oleh sel-sel imun
(makrofag) yan akan menelan partikel tersebut
(Pertahanan seluler).
2) 1-5µ
Diendapkan dalam trakea,bronkus,bronkiolus yang
memiliki lendir dan lembab dan terdapat silia (seperti
rambut halus). Silia mencambuk tanpa henti, secara
perlahan menggerakkan lendir keluar dari paru. Lendir
dan partikel yang terperangkap didalamnya kemudian
akan ditelan atau dibatukkan keluar tubuh disebut
mekanisme bersihan mukosiliar (pertahanan
fisik/mekanik).
3) 5-30µ
Diendapkan terutama di saluran pernafasan bagian atas
yaitu nasofaring (rongga hidung) dan tenggorokan,
diserap lewat epitel saluran cerna setelah tertelan bersama
lendir.
3. Melalui kulit (dermal)
14
Kulit terdiri atas epidermis dan dermis yang terletak
diatas jaringan subkutan. Epidermis itu relatif tipis, rata-rata
0,1-0,2 milimeter tebalnya, sedangkan dermis sekitar 2
milimeter. Dua lapisan ini dipisahkan oleh suatu membran
basal. Lapisan hidup epidermis terdiri atas suatu lapisan sel
basal (stratum germinatium), yang memberikan sel baru bagi
lapisan lain. Sel baru ini menjadi sel duri (stratum grabulosum).
Sel ini menghasilkan keratohidrin yang nantinya menjadi
keratin dalam stratum korneum terluar, yakni lapisan tanduk.
Epidermis juga mengandung melanosit yang menghasilkan
pigmen, sel langerhans yang bertindak sebagai makrofag dan
limfosit. Dua jenis sel ini terlibat dalam berbagai respon imun.
Epidermis membentuk tabir pelindung bagi badan.
Dermis terdiri dari kolagen dan elastin yang merupakan
struktur penting untuk menyokong kulit. Dalam lapisan ini
terdapat beberapa sel seperti lemak,makrofag, histiosit dan
mastosit. Selain itu juga terdapat beberapa struktur lain
misalnya folikel rambut,kelenjar keringat, kelenjar
sebasea,pembuluh darah kecil dan unsur saraf.
Fase-fase difusi melalui bagian kulit terdiri atas :
a. Fase Epidermis
Difusi lewat epidermis merupakan sawar terpenting
terutama stratum korneum yang terdiri dari beberapa lapis
sel mati yang tipis dan rapat yang berisi bahan yang
15
resisten secara kimia. Urutan kemudahan toksin melewati
skrotum: Perut>telapak tangan> telapak kaki.
Toksin polar (mengandung asam) Kulit mengandung
kelenjar sebasea yang mengeluarkan asam-asam lemak
yang melapisi kulit. Toksin yang bersifat asam akan mudah
bereaksi dengan asam-asam lemak tersebut sehingga
bersifat non polar dam mengalami difusi masuk kedalam
membran sel kulit pertama (epidermis).
Toksin non polar seperti organofosfat mudah diabsorbsi
oleh dermis dan akhirnya akan didistribusikan lewat darah
menuju organ-organ tubuh misalnya saraf dan otot.
Beberapa campuran/formulasi pestisida dapat menjadi
sangat berbahaya jika formulanya toksik dan mengandung
solven yang larut dalam lemak seperti minyak tanah, xilen
dan produk-produk petroleum lainnya yang dapat
mempermudah pestisida menembus kulit. Toksin anorganik
tidak diserap oleh kulit kekuatan penyerapan pada kulit :
Toksin lipofilik>Toksin polar.
b. Fase Dermis
Difusi lewat dermis yang mengandung medium difusi
yang berpori, non selektif dan cair. Pada kulit yang rusak/
luka berarti lapisan epidermisnya hilang dengan demikian
toksin mudah masuk kedalam kulit. Toksin asam, basa
dapat merusak sawardermis. Toksin lipofilik dan toksin
polar mudah menembus lapisan dermis.
16
Setelah terabsorbsi melalui kulit dan memasuki sirkulasi
sistemik, toksin kemana saja didalam tubuh dan merusak
organ serta sistem tubuh karena toksin terebut tidak
mengalami detoktifikasi terlebih dahulu didalam hati
(biotransformasi).
B. Distribusi Toxin
Distribusi adalah suatu peristiwa dimana xenobiotik yang
terabsorbsi berpindah dari tempat absorbsi kebagian lain dari tubuh.
Ketika xenobiotik diabsorbsi, mereka menembus lapisan sel tempat
absorbsi (kulit,paru-paru atau gastrointestinal), lalu masuk pada cairan
intersisiel (antar sel atau sekitar sel) dari suatu organ. Xenobiotik
bergerak meninggalkan cairan intersisiel dengan cara masuk kedalam
sel, masuk kedalam pembuluh darah kapiler dan sirkulasi darah, atau
masuk kesistem limpatik.
Jika xenobiotik masuk ke pembuluh darah,ia akan beredar
keseluruh tubuh dalam bentuk bebas atau dalam bentuk bebas atau
dalam bentuk terikat oleh plasma darah. Jika dalam peredarannya
bertemu jaringan yang mempunyai affinitas yang tinggi, bentuk bebas
dari xenobiotik akan berpindah ketempat tersebut atau terdistribusi.
Untuk dapat sampai pada jaringan atau tempat tertentu, xenobiotik
harus dapat menembus membran sel organ tersebut.
Tempat distribusi xenobiotik dapat berupa cairan intersisiel
yang besarnya 15% dari berat badan, cairan intrasel yang besarnya 40%
dari berat badan, dan plasma darah yang hanya sekitar 8% dari berat
badan .
17
Volume distribusi (VD) suatu zat adalah volume yang
menggambarkan besarnya volume distribusi suatu xenobiotik dalam
tubuh . Jika suatu zat hanya terdistribusi dalam plasma darah, maka zat
tersebut dianggap mempunyai Vd sangat kecil. Sebaliknya, jika
terdistribusi pada semua cairan (plasma darah, cairan intersisiel, dan
cairan intersiel) maka Vd nya dianggap besar (Priyanto, 2009).
Distribusi dilakukan dengan cara difusi lewat mebran sel yang
dituju. Setalah terdistribusi zat dapat tersimpan ditempat-tempat
tertentu, zat lipofilik seperti pestisida,CH3Hg tersimpan dijaringan
lemak, Fluorid dan timah hitam tersimpan di tulang.
C. Biotransformasi Toksin
Biotransformasi atau metabolisme didefenisikan sebagai
perubahan xenobiotik toksin yang dikatalisa oleh suatu enzim tertentu
dalam makhluk hidup. Tujuannya yaitu dengan merubah toksin bersifat
non polar menjadi bersifat polar dan kemudian dirubah menjadi bersifat
hidrofil sehingga dapat dieksresikan keluar dari tubuh. Organ penting
dalam proses biotransformasi adalah hati (high), paru,ginjal,usus
(middle), jaringan lain (low).
18
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi biotransformasi toksin dalam
tubuh laki-laki (L), perempuan (P) dan wanita hamil.
ParameterPerbedaan
fisiologis
Dampak
Toksikokinetik
Metabolik hati BMR L> P >
Wanita hamil
(fluktuatif)
Metabolik meningkat
dengan
meningkatnya BMR
Protein plasma L,P > wanita
hamil
Metabolisme hidrofil
meningkat dengan
meningkatnya
protein plasma
Keterangan :
BMR adalah basal metabolic rate (energi yang
diperlukan untuk memelihara kegiatan tubuh minimal dalam
keadaan istirahat sempurna).
2. Proses Biotransformasi
Proses biotransformasi suatu toksin tergantung sifat
kimia toksinnya
. I IIToksin Non Polar Polar Hidrofil Eksresi
a. Toksin hidrofil
Contoh : ester fenosulfat dan asam hipurat
Langsung dieksresikan lewat empedu dan dikeluarkan
lewat tinja,urin.
19
b. Toksin Polar
Contoh : C6H5OH (fenol), C6H5COOH (asam benzoat)
Langsung mengalami fase II (konjugasi) dan bersifat
hidrofilik dan dieksresikan lewat empedu dan ginjal serta
dikeluarkan lewat urin atau tinja. Pada fase konjugasi ini
proses biotransformasi berjalan dengan bantuan metabolik
endogen dalam tubuh berupa senyawa konyugat antara lain
asam sulfat,glisin, glukuronat, glutation, dan lain-lain.
c. Toksin Lipofilik (Non Polar)
Contoh : C6H6 (benzena), metana (CH4), etena (C2H2) akan
mengalami reaksi fase I yaitu oksidasi, reduksi dan
hidrolisis.
Terdapat dua kemungkinan :
1) Menghasilkan senyawa yang lebih toksik (terjadi
bioaktivasi), Contoh : Oksidasi Etena menjadi Epoksid
Etena (karsinogen) pada reaksi Fase I.
o
OksidasiH2C = C H 2 H2C C H2
Etena Epoksid Etena (karsinogen)
2) Menghasilkan senyawa yang semakin kurang toksik dan
akan mengalami fase II yaitu konyugasi, contoh :
Benzena + O2 Fenol + H2SO4 Ester Fenosulfat
20
Toksin lipofilik yang bersifat sangat stabil terhadap
biotransformasi akan mengalami penimbunan di jaringan
lemak, jarang mengalami biotransfromasi fase I. Toksin yang
bersifat sebagai senyawa pengalkilasi akan mengalami
pengikatan kovalen pada jaringan.
D. Eksresi
Baik tidaknya eksresi dipengaruhi oleh baik tidaknya organ
eksresi yakni paru-paru,ginjal,usus besar, kelenjar keringat, kelenjar
ludah, kelenjar air mata, dan kelenjar air susu.
1. Eksresi melalui Paru
a. Toksin gas Non polar
Seperti etilen eter,kloroform,halotan akan dieksresi
lewat membran paru-paru secara difusi pasif.
b. Toksin gas polar, hidrofil
Seperti Nox akan terseksresi lewat paru-paru secara
difusi lewat pori-pori membran paru.
2. Eksresi melalu Ginjal
a. Toksin polar dan hidrofil
Akan disaring di glomerulus,dengan pori glomelurus
adalah 40Å, maka dapat dilewati metabolit polar dan
hidrofil dengan d < 40Å dan BM < 5000. Khusus toksin
logam akan diikat oleh enzim metalotionein diginjal
menjadi gugus logam-metalotionein dan kemudian
dieksresikan lewat urin.
21
b. Toksin Non Polar
Toksin non polar akan diabsorbsi kembali secara difusi
pasif pada tubulus ginjal .
2.4.3 Penentuan rangking/tingkat toksisitas toksin
Penentuan rangking tingkatan toksin meliputi penentuan skor untuk
tingkatan toksin karsinogenik dan non karsinogenik.
A. Toksisitas Toksin Non Karsinogen
Toxicity score (TS) = Cmax / RfD
Cmax : Maximum Concentration
RfD : Chronic Reference Dose (accept able daily intake)
TS : Toxicity score
Gambar 1. Kurva Non Karsinogenik
RfD = human dose, NOAEL atau LOAEL = experimental dose
No Observed Adverse Effect Level: dosis tertinggi toksisitas kronik
yang secara statistik atau biologik tidak memperlihatkan efek
merugikan,
22
Dosis
Re sp on
LOAEL
NOAEL
Lowest Observed Adverse Effect Level: dosis terendah toksisitas kronik
yang secara statistik atau biologik memperlihatkan efek merugikan
B. Toksisitas Karsinogen
Toxicity score (TS) = Cmax X CSF
Cmax : Maximum Concentration
CSF : Cancer Slope Factor
TS : Toxicity score
Gambar 2. Kurva karsinogenik
2.5 Efek Toksin Bagi Tubuh
2.5.1 Efek pada fungsi umum sel
Efek pada elemen sel dapat terjadi mulai pada portal entri seperti kulit,
selaput lendir, tenggorokan, sedemikian dapat langsung ataupun tidak
23
ab
c
Respon
rE
kstrapolasi linier (linearized m
odel)
langsung menimbulkan efek ringan seperti iritasi kemudian sensitasi sampai
pada kerusakan yang hebat seperti kematian sel jaringannya.
A. Iritasi
Penyebab diantaranya adalah SO2 , NH3 , NaOH, Fenol, H2SO4 ,
HCOH, HCl, HCOOH, O3 , NO2 .
B. Pneumokionosis
Penyebab diantaranya adalah debu silika, asbes, besi, antrasit, cobalt,
baggase, barium,dll yang menyebabkan terjadinya fibrosis/ jaringan
ikat karena rusaknya sel paru. Diawali pegositosis debu oleh makrofag,
diikuti oleh lisis makrofag serta keluarnya enzim dan terjadilah
pneumokionosis
2.5.2 Efek pada Sistem Enzim
A. Terhambatnya kerja enzim asetil-kolinostrate di sel saraf oleh
organoposfat dan organoclor menyebabkan kerusakan pada saraf
B. Terhambatnya kerja enzim sitokrom oksidase di saluran pernapasan
oleh HCN dan H2S. HCN menyebabkan terhentinya sistem pernafasan
pusat, H2S menyebabkan edema pada paru-paru.
C. Terhambatnya kerja enzim karena logam berat, antara lain :
1. Enzim yang memiliki gugus SH oleh logam berat Hg, As, Pb
2. Enzim asetaldehidrogenase (merubah asetaldehid menjadi asam
asetat) oleh logam Cu
2.5.3 Efek pada transpor oksigen
24
Sel atau jaringan yang kekurangan oksigen karena gangguan PdHb
disebut hipoksia. Dua kondisi dimana Hb tidak berfungsi normal.
1. Hb yang terikat CO disebut carboxyhemoglobin
2. Hb yang terikat pada nitrit,aromatik amin, senyawa nitroso dan
klorat. Senyawa-senyawa tersebut dapat mengoksidasi Fe dalam
Hb dari Ferro menjadi Ferri sehingga mengubah warna Hb
menjadi cokelat kehijauan sampai kehitaman disebut
methemoglobin.
2.5.4 Efek pada DNA/RNA
Adanya ikatan kovalen dengan asam-asam amino dari DNA/RNA
(RNH-X) menyebabkan gangguan transfer informasi genetik. Dampaknya,
terbentuk protein tidak sama denga induknya (cetakannya). Dampak
selanjutnya terjadi perubahan pada gen yakni jumlahnya bertambah/sedikit,
bentuknya berubah, terjadi kelainan susunan asam/basa, disebut dengan
mutasi.
Mutasi dapat terjadi pada :
1. Sel Genetik
Akan terjadi mutan
2. Sel Tubuh
Akan terjadi kanker (pertumbuhan sel terus menerus dengan
memanfaatkan energi tubuh,penurunan berat badan)
3. Sel Embrio
Akan terjadi cacat bawaan/ teratogenesa (keguguran, lahir
mati, lahir dengan berat badan rendah, keterbelakangan
mental).
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Hazard Identifikasi adalah upaya penentuan apakah suatu bahan kimia tertentu
berhubungan atau tidak secara kausalitas dengan efek kesehatan tertent.
b. Toksin/Racun adalah Suatu zat yang Ada dalam jumlah relatif kecil
c. Klasifikasi Toksik dapat dilihat dari klasifikasi toksik kimia dan klasifikasi
material toksik yang berupa gas,uap dan aerosol
d. Pelaksanaa Identifikasi bahaya dilakukan dengan tiga tahap yaitu identifikasi
sifat kimia toksin, identifikasi jalan masuk toksin (absorbsi, distribusi,
biotransformasi, dan eksresi), dan penentuan rangking/tingkat toksisitas toksin.
e. Efek toksin bagi tubuh dapat mempengaruhi fungsi umum sel, sistem
enzim,transpor oksigen dan DNA/RNA.
3.2 Saran
Melihat dari kesimpulan, dampak toksin apabila terpapar secara terus-
menerus sangat membahayakan tubuh khususnya untuk para pekerja di bidang
industri yang dapat bersentuhan langsung, toksin ini ada yang mengadung zat
26
karsinogen yang dapat menyebabkan kanker yang dapat mengganggu kesehatan
yang menimbulkan kerugian bagi pekerja dan juga pihak perusahaan, oleh
karena itu diperlukannya pencegahan terhadap paparan toksin dengan
menerapkan ilmu-ilmu keselamatan dan kesehatan kerja di kehidupan sehari-
hari dan khususnya di kawasan industri.
27