11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Hemoroid Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari “hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior” (Dorland, 2002). Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal (Felix, 2006). 2.2. Etiologi Hemoroid Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah: a. Penuaan b. Kehamilan c. Hereditas d. Konstipasi atau diare kronik e. Penggunaan toilet yang berlama-lama f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama g. Obesitas. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus mukosa (Schubert dkk, 2009). Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid dengan penyakit hati maupun konsumsi alkohol (Mc Kesson Health Solution LCC, 2004). Universitas Sumatera Utara

Hemoroid

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hemoroid

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Hemoroid

Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada

mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi

ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari

“hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan

superior” (Dorland, 2002).

Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena

hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena

hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur

berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal (Felix, 2006).

2.2. Etiologi Hemoroid

Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini

belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya

adalah:

a. Penuaan

b. Kehamilan

c. Hereditas

d. Konstipasi atau diare kronik

e. Penggunaan toilet yang berlama-lama

f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama

g. Obesitas.

Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus

mukosa (Schubert dkk, 2009). Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid

dengan penyakit hati maupun konsumsi alkohol (Mc Kesson Health Solution

LCC, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Hemoroid

2.3. Anatomi Anal Canal

Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rektum

hingga orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal dilapisi oleh

epitel skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh epitel kolumnar. Pada bagian

yang dilapisi oleh epitel kolumnar tersebut membentuk lajur mukosa (lajur

morgagni).

Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari pembuluh rektal superior

sedangkan bagian bawahnya berasal dari pembuluh rektal inferior. Kedua

pembuluh tersebut merupakan percabangan pembuluh darah rektal yang berasal

dari arteri pudendal interna. Arteri ini adalah salah satu cabang arteri iliaka

interna. Arteri-arteri tersebut akan membentuk pleksus disekitar orifisium anal.

Gambar 2.1.

Anatomi anal canal yang memperlihatkan pleksus hemoroid internal dan

eksternal ( Penninger dan Zainea, 2001).

Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang

biasanya ditemukan di tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan depan, dan

bagian kanan belakang. Hemoroid berada dibawah lapisan epitel anal canal dan

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Hemoroid

terdiri dari plexus arteriovenosus terutama antara cabang terminal arteri rektal

superior dan arteri hemoroid superior. Selain itu hemoroid juga menghubungkan

antara arteri hemoroid dengan jaringan sekitar.

Persarafan pada bagian atas anal canal disuplai oleh plexus otonom,

bagian bawah dipersarafi oleh saraf somatik rektal inferior yang merupakan akhir

percabangan saraf pudendal (Snell, 2006).

2.4. Patogenesis Hemoroid

Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau

alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat

yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap

bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur

vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya

inkontinensia (Nisar dan Scholefield, 2003).

Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong

dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta

mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan

mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu

aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan

mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air

besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra

abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh

trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya

(Acheson dan Schofield, 2006).

Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran

multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin

yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi

bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang

diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat

dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel

darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Hemoroid

sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut

hemoroid.

Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan

mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan

granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi

jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-α

serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya

pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari

sel mast.

2.5. Klasifikasi Hemoroid

Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line

menjadi batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:

a. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi

oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan

serabut saraf nyeri somatik

b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi

mukosa.

c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan

kulit pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri (Corman,

2004)

2.6. Derajat Hemoroid Internal

Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi

beberapa tingkatan yakni:

a. Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.

b. Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat

pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.

c. Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk

kembali secara manual oleh pasien.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Hemoroid

d. Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal

meski dimasukkan secara manual.

2.7. Gejala klinis Hemoroid

Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid (Villalba

dan Abbas, 2007) yaitu:

a. Hemoroid internal

1. Prolaps dan keluarnya mukus.

2. Perdarahan.

3. Rasa tak nyaman.

4. Gatal.

b. Hemoroid eksternal

1. Rasa terbakar.

2. Nyeri ( jika mengalami trombosis).

3. Gatal.

2.8. Diagnosis Hemoroid

Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan:

a. Anamnesis.

b. Pemeriksaan fisik.

c. Pemeriksaan penunjang.

2.8.1 Anamnesis Hemoroid

Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah

segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya

gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan

merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien

akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami

trombosis (Canan, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Hemoroid

Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya

trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid

internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi

ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala

atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat

ulserasi dan trombosis ( Wexner, Person, dan Kaidar-person, 2006)

2.8.2 Pemeriksaan Fisik Hemoroid

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang

mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami

prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar

dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan

rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis (Canan, 2002).

Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura,

fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan

inflamasi juga harus dinilai (Nisar dan Scholefield, 2003).

Gambar 2.2. menunjukkan hemoroid yang mengalami trombosis

(Schubert, Schade, dan wexner, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Hemoroid

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang Hemoroid

Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan

sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan

mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid (Halverson, 2007). Side-viewing pada

anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi

hemoroid. Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam Kaidar-Person, Person,

dan Wexner (2007) menyatakan bahwa ketika dibandingkan dengan

sigmodoskopi fleksibel, anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi

terhadap lesi di daerah anorektal.

Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal

dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum

dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan

rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal,

dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau

kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada

pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap

hemoroid (Canan, 2002).

2.9. Diagnosa Banding hemoroid

Menurut Kaidar-Person dkk (2007) selama evaluasi awal pasien,

kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala seperti perdarahan rektal, gatal

pada anus, rasa tak nyaman, massa serta nyeri dapat disingkirkan. Kanker

kolorektal dan anal, dan melanoma anorektal merupakan contoh penyebab gejala

tersebut. Dibawah ini adalah diagnosa banding untuk gejala-gejala diatas:

a. Nyeri

1. Fisura anal

2. Herpes anal

3. Proktitis ulseratif

4. Proctalgia fugax

b. Massa

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Hemoroid

1. Karsinoma anal

2. Perianal warts

3. Skin tags

c. Nyeri dan massa

1. Hematom perianal

2. Abses

3. Pilonidal sinus

d. Nyeri dan perdarahan

1. Fisura anal

2. proktitis

e. Nyeri, massa, dan perdarahan

Hematom perianal ulseratif

f. Massa dan perdarahan

Karsinoma anal

g. Perdarahan

1. Polips kolorektal

2. Karsinoma kolorektal

3. Karsinoma anal

2.10. Penatalaksanaan Hemoroid

Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid

dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat daripada

hemoroid.

Penatalaksanaan Konservatif

Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan

pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika

ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang

dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein (Daniel, 2010)

Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen

serat dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Hemoroid

pada derajat awal hemoroid (Zhou dkk, 2006). Perubahan gaya hidup lainnya

seperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi

mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat

membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak

penelitian yang mendukung hal tersebut.

Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat

mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan

steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping.

Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena,

mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum diketahui

bagaimana mekanismenya (Acheson dan Scholrfield, 2008).

Pembedahan

Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal

derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat

dilakukan tindakan pembedahan.

HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi

tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:

a. Hemoroid internal derajat II berulang.

b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.

c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.

d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.

e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.

f. Permintaan pasien.

Pembedahan yang sering dilakukan yaitu:

1. Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5

%, vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt

solution. Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi

sklerosan tersebut adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi

fibroblast, dan trombosis intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Hemoroid

fibrosis pada sumukosa hemoroid. Hal ini akan mencegah atau

mengurangi prolapsus jaringan hemoroid (Kaidar-Person dkk, 2007).

Senapati (1988) dalam Acheson dan Scholfield (2009) menyatakan

teknik ini murah dan mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan

karena tingkat kegagalan yang tinggi.

2. Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band

menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan

menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi

prosedur ini adalah nyeri dan perdarahan.

3. Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan

berubah menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat

digunakan untuk mengatur banyaknya jumlah kerusakan jaringan.

Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan

hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang minimal.

4. Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi

jaringan hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya.

Biasanya digunakan pada hemoroid internal derajat rendah.

5. Laser haemorrhoidectomy.

6. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini

dilakukan dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan

doppler probe yang dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang

memperdarahi jaringan hemoroid tersebut diligasi menggunakan

absorbable suture. Pemotongan aliran darah ini diperkirakan akan

mengurangi ukuran hemoroid.

7. Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur

yang sangat rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan

kristal yang terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel dan

jaringan. Namun prosedur ini menghabiskan banyak waktu dan hasil

yang cukup mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang paling

jarang dilakukan untuk hemoroid (American Gastroenterological

Association, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Hemoroid

8. Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan mengeksisi

jaringan hemoroid pada bagian proksimal dentate line. Keuntungan

pada stappled hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri paska

operasi selain itu teknik ini juga aman dan efektif sebagai standar

hemorrhoidectomy (Halverson, 2007).

Menurut Nagie (2007), pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan:

1. Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-

buahan, sayur-mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses

menyerap air di kolon. Hal ini membuat feses lebih lembek dan besar,

sehingga mengurangi proses mengedan dan tekanan pada vena anus.

2. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari

3. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat

merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras

feses. Hindari mengedan.

Universitas Sumatera Utara