5
( HIKMAH ) ALIRAN GAJI DAN KELUHAN KEBANYAKAN MANUSIA Karena pendeknya pengetahuan kita. Barometer bagus menurut kita, itu selalu yang sesuai dengan dengan nafsu, sedangkan menurut Allah yang bagus cocok menurut iman. Misalnya, sehat menurut kita bagus, tapi Allah Maha Tahu, dengan sakit itu hikmahnya bisa menjadi kita lebih dekat dan terjaga dari maksiat. Bagi orang yang hatinya belum sungguh-sungguh kepada Allah, maka sikapnya ditentukan oleh kondisi hatinya. Ketika diberi ia akan terlalu gembira karena pemberiannya itu, dan saat ditolak ia akan kecewa, karena harapannya tak tersampaikan. Namun bagi orang yang mengetahui atas apa yang terbaik bagi dirinya itu berasal dari Allah, maka pemberian dan penolakan tidak membuat senang dan susah. Senang dan susahnya jika ia tidak mau bersyukur dan bersabar. Ia akan kecewa bila tidak bisa bersyukur dan bersaba; bukan pada ada dan tiadanya, dia akan kecewa. Misalnya bagi seorang pedagang yang bergantung pada makhluk, gejalanya dapat dirasakan senang apabila ada pembeli dan kecewa bila tidak ada pembeli. Mulailah berlatih ketika mendapat karunia, merasa gembira sewajarnya. Kalau mendapat nikmat itu semata-mata hanya kemurahan Allah, jangan dikait-kaitkan dengan kehebatan ibadah kita, karena Allah tidak bisa dipaksa. Surat Al-Ma’arij ayat 19-21, “Sesungguhnya manusia itu diciptakan dengan sifat suka mengeluh. Apabila ditimpa musibah dia mengeluh dan apabila ditimpa kesenangan berupa harta ia jadi kikir.” Contoh lainnya, ketika memperoleh gaji ia merasa sangat senang, namun ketika uang gaji itu harus keluar untuk membayar keperluannya, lalu ia bersedih, berarti kita masih senangnya dengan sesuatu yang datang, dan sedih dengan sesuaatu yang harus keluar. Padahal kalau kita tafakuri, uang itu sesungguhnya sejak dari dahulu hingga saat ini terus saja mengalir. Gaji itu lalu lintas takdir Allah sebagai salah satu aliran rejeki. Sehingga bergembiranya kita bukan pada adanya uang, melainkan adanya ladang amal. Bila waktunya uang itu harus pergi, seharusnya tidak bersedih. Dengan demikian, apabila kita menyukai dengan apa saja yang ditetapkan Allah, maka itu tanda bagi orang yang bersyukur, dan merasa bahagia apabila karunia yang diberikan Allah kepada orang lain, dan itu juga buah dari syukur. Perbuatan syukur apabila nikmat itu datang kepada dirinya, lalu ia mengucapkan alhamdulillah. Apabila ia selalu bersyukur kalau nikmat tidak hanya datang

HIKMAH.doc

  • Upload
    ernomo

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hikmah

Citation preview

Page 1: HIKMAH.doc

( HIKMAH ) ALIRAN GAJI DAN KELUHAN KEBANYAKAN MANUSIA

Karena pendeknya pengetahuan kita. Barometer bagus menurut kita, itu selalu yang sesuai dengan dengan nafsu, sedangkan menurut Allah yang bagus cocok menurut iman. Misalnya, sehat menurut kita bagus, tapi Allah Maha Tahu, dengan sakit itu hikmahnya bisa menjadi kita lebih dekat dan terjaga dari maksiat.

Bagi orang yang hatinya belum sungguh-sungguh kepada Allah, maka sikapnya ditentukan oleh kondisi hatinya.

Ketika diberi ia akan terlalu gembira karena pemberiannya itu, dan saat ditolak ia akan kecewa, karena harapannya tak tersampaikan.

Namun bagi orang yang mengetahui atas apa yang terbaik bagi dirinya itu berasal dari Allah, maka pemberian dan penolakan tidak membuat senang dan susah. Senang dan susahnya jika ia tidak mau bersyukur dan bersabar. Ia akan kecewa bila tidak bisa bersyukur dan bersaba; bukan pada ada dan tiadanya, dia akan kecewa.

Misalnya bagi seorang pedagang yang bergantung pada makhluk, gejalanya dapat dirasakan senang apabila ada pembeli dan kecewa bila tidak ada pembeli.

Mulailah berlatih ketika mendapat karunia, merasa gembira sewajarnya. Kalau mendapat nikmat itu semata-mata hanya kemurahan Allah, jangan dikait-kaitkan dengan kehebatan ibadah kita, karena Allah tidak bisa dipaksa.

Surat Al-Ma’arij ayat 19-21, “Sesungguhnya manusia itu diciptakan dengan sifat suka mengeluh. Apabila ditimpa musibah dia mengeluh dan apabila ditimpa kesenangan berupa harta ia jadi kikir.”

Contoh lainnya, ketika memperoleh gaji ia merasa sangat senang, namun ketika uang gaji itu harus keluar untuk membayar keperluannya, lalu ia bersedih, berarti kita masih senangnya dengan sesuatu yang datang, dan sedih dengan sesuaatu yang harus keluar.

Padahal kalau kita tafakuri, uang itu sesungguhnya sejak dari dahulu hingga saat ini terus saja mengalir. Gaji itu lalu lintas takdir Allah sebagai salah satu aliran rejeki. Sehingga bergembiranya kita bukan pada adanya uang, melainkan adanya ladang amal. Bila waktunya uang itu harus pergi, seharusnya tidak bersedih.

Dengan demikian, apabila kita menyukai dengan apa saja yang ditetapkan Allah, maka itu tanda bagi orang yang bersyukur, dan merasa bahagia apabila karunia yang diberikan Allah kepada orang lain, dan itu juga buah dari syukur.

Perbuatan syukur apabila nikmat itu datang kepada dirinya, lalu ia mengucapkan alhamdulillah. Apabila ia selalu bersyukur kalau nikmat tidak hanya datang pada dirinya, maka inilah sifat syukur yang derajatnya lebih tinggi. Karena kita menyukai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah.

Surat Az-Zumar ayat 66 : “Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.”

Biasakan menyampaikan keluh kesah pada Allah semata. Ketika kita ditimpa kemalangan atau musibah, lebih baik kita menyampaikan keluh kesah dan kegundahan hati kita pada Allah Swt. Karena Dia-lah Yang Mahatahu segala persoalan dan kegundahan dalam jiwa kita.

Surah Yusuf Ayat 86 :.“Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya,”

Page 2: HIKMAH.doc

( HIKMAH ) RENUNGAN IKUTAN PESTA TEROMPET TAHUNAN

Perkara ini sebenarnya sudah jelas bahwa tahun-baruan adalah hasil transfer kebiasaan bangsa lain yang tidak berkiblat kepada Islam. Oleh sebab itu, budaya ini menjadi keharaman untuk dikerjakan dan diterapkan dalam kehidupan seorang muslim. Bangsa Persi kuno, dan Romawi kuno lah yang telah melakukan aktivitas ini pada masa kejayaannya. Ia merupakan sebuah ritual yang dikhususkan untuk mengagungkan dewa api. Mereka yang merupakan kaum Majusi, yaitu yang menganggap api sesuatu yang memiliki kekuatan sehingga karena kepercayaan itulah mereka menetapkan tanggal 1 Januari sebagai hari penobatan raja baru mereka yaitu yang dipersangkakan sebagai hari terciptanya api.

Dalam perayaan ini, sepanjang malam mereka berpesta, menyalakan bunga-bunga api, mengkonsumsi minuman keras, dan turun ke jalan-jalan. Bukankah gambaran tersebut merupakan kesamaan dengan yang terjadi pada masa-masa sekarang ini? Sepatutnya seorang muslim menghindari aktivitas ini karena ia merupakan salah-satu bentuk dari kemaksiatan yang akan mendatangkan kemurkaan Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala berfirman, "…Allah menjadikan kamu cinta akan keimanan dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu, serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus." (QS. al-Hujurat, 49:7)

Ibnu Umar ra menyampaikan bahwa Rasulullah bersabda,

�َه� َم�ْن� َّب �َش� َت �َق�ْو�ٍم �ُه�ْم� َف�ُه�ْو� ِب َم�ْن .

"Barangsiapa yang meniru-niru suatu kaum (Tradisi identik keagamaan), maka ia termasuk bagian dari kaum tersebut." (HR. Ahmad)

Dalam Iqtidha Sirathiil-Mustaqim, Mukhalafatu Ashabil-Jahim, "Perbuatan meniru-niru mereka (umat kafir) dalam perayaan mereka dapat menyebabkan seseorang bangga dengan kebathilan yang ada pada mereka."

Padahal tidaklah Dia memperpanjang nafas seorang muslim selain untuk beribadah kepada-Nya. Allah Ta'ala berfirman, "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS.adz-Zariyat, 51:56 )

Na'am, aktifitas seorang muslim yang sesungguhnya adalah berkutat dengan peribadahan kepada Rabb-nya, apakah peribadahan itu berbentuk sholat, shaum, shodaqoh, mencari ma'isyah, beramar ma'ruf-nahyi munkar, tholabul ilmu, maupun berdzikir dan bermuhasabah. Semua hal tak lepas dari mengibadahi-Nya semata, saling sambung-menyambung, berkaitan, dan berketerusan.

Tidak diridhoi-Nya perkara apapun yang menyebabkan seorang manusia terlalai dari tugasnya beribadah atau berpaling kepada prilaku menghambur-hamburkan waktu yang telah dikaruniakan-Nya.

Tidaklah seorang muslim beramal dalam keluasan hari-hari yang diberikan Allah Ta'ala kepadanya, sementara hari-hari yang telah dimilikinya tidaklah mungkin terulang, sedangkan amalan telah baku tercatat, apatah lagi hari esok belum pasti menghampiri.

Hasan al-Bashri rahimahullah pernah berkata, "Wahai anak Adam, sesungguhnya kamu tidak lain hanyalah hidup beberapa hari saja; setiap kali waktu berlalu, berarti hilanglah pula sebagian dirimu."

Page 3: HIKMAH.doc

(Siyar A'lam an-Nurbala', 1/496)

Selayaknya kaum muslimin meneladani Rasulullah dan para sahabatnya. Tolak beragam tipu-daya setan yang mengikis akidah umat di event-event seperti ini dengan bergerak mendakwahkan kebenaran dan mengajak umat untuk mengisi hari-harinya dengan amalan-amalan yang disunnahkan Rasulullah.

Janganlah kita mengikuti perkara yang mungkin belum kita ketahui ilmunya, seperti firman-Nya, "Dan janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan-jawabannya." (QS. al-Isra', 17:36)

Dia juga berfirman,"…dan janganlah kamu mengikuti hawa-nafsu mereka (orang-orang fasik) dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu…" (QS. al-Ma'idah, 5:48)

Firman-Nya pula, "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa-nafsu mereka dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik." (QS. al-Ma'idah, 5:49)

Sementara Imam Ahmad pernah mengatakan bahwa tanpa ilmu, manusia itu hidupnya seperti binatang. Dan janganlah juga kita asyik bermasyuk-diri membiarkan diri tenggelam dalam kesesatan, sementara ilmu telah kita ketahui. Khawatirlah bahwa bila Allah Ta'ala berkehendak, Dia akan biarkan hati kita mengeras karena kita menafikkan kebenaran yang telah kita temukan tentang suatu syari'at-Nya.

Selain itu ada pula sikap sebagian muslimin yang ikut-ikutan merayakan tahun-baruan karena gengsi bila absen dari lingkungannya yang telah terbiasa andil dalam perhelatan ini. Untuk alasan yang seperti ini, waspadalah! Karena sikap tersebut bisa merupakan pertanda bahwa kita telah terjerumus meladeni hawa-nafsu orang-orang fasik dan kafir yang senantiasa berupaya menjauhkan seorang muslim dari syari'at dien-Nya. Waspadalah karena Allah Ta'ala telah membuat peringatan ini bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, "Dan teman-teman mereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan)." (QS. al-A'raf, 7:202)

Lalu Allah Ta'ala juga mengabarkan keadaan apabila setan-setan itu telah menguasai akan hati-hati seorang muslim, yaitu firman-Nya, "Syaitan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi." (QS. al-Mujadalah, 58:19)

Mudah-mudahan kita dihindari dari perbuatan golongan yang merugi tersebut. Aamiin Yaa Robbal alamiin

Page 4: HIKMAH.doc

( HADIST ) RASULULLAH SAW MENGABARKAN BAHWA ALLAH SWT MENGAGUMI AMALAN KELUARGANYA

Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata: Seorang lelaki datang menemui Rasulullah saw. lalu berkata: Aku sangat menderita. Rasulullah saw. bertanya kepada salah seorang istri beliau, tetapi mendapat jawaban: Demi Zat yang mengutusmu membawa kebenaran, aku hanya mempunyai air. Rasulullah saw. bertanya kepada istri beliau yang lain tetapi mendapat jawaban yang sama. Dan semua istri beliau memberikan jawaban yang sama: Tidak, demi Zat yang mengutusmu membawa kebenaran! Aku tidak mempunyai apapun selain air. Maka Rasulullah saw. mengumumkan: Siapakah yang mau menjamu orang ini, semoga Allah merahmatinya. Seorang sahabat dari Ansar berdiri dan berkata: Aku wahai Rasulullah! Lalu diajaknya orang itu ke rumah. Sahabat Ansar itu bertanya kepada istrinya: Apakah kamu mempunyai sesuatu? istrinya menjawab: Tidak, kecuali makanan anak-anakku. Sahabat itu berkata: Alihkanlah perhatian mereka dengan sesuatu. Nanti kalau tamu kita masuk, padamkanlah lampu dan perlihatkanlah seolah-olah kita sedang makan. Apabila ia hendak makan, maka hampirilah lampu dan matikanlah. Mereka pun duduk, sementara tamu mereka makan. Pada keesokan harinya, ketika bertemu Nabi saw., beliau bersabda: Allah benar-benar kagum terhadap perbuatan kalian berdua kepada tamu kalian tadi malam. (Shahih Muslim No.3829)