8
Kisi” perjanjian internasional 1. Definisi perjanjian int yaitu perjanjian yang dilakukan antar Negara mengenai suatu objek/masalah tertentu dengan membentuk hubungan hukum/melahirkan hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional 2. Unsur”a adalah adanya kata sepakat, subjek hukum, berbentuk tertulis, objek tertentu, diatur oleh HI 3. 5 istilah yaitu treaty, konvensi, konvenan, deklarasi, statute 4. Subjek’a yaitu Negara, Negara bagian, tahta suci , wilayah perwalian, organisasi internasional 5. Tahap” dalam pasal 6 ayat 1 yaitu penjajakan, perundingan, perumusan naskah, penerimaan, penandatanganan 6. Full power yaitu kuasa penuh yang dijadikan bukti bahwa seseorang yg bersangkutan secara sah mewakili negaranya dalam perundingan untuk merumuskan naskah perjanjian 7. Yang punya kuasa penuh yaitu kepala Negara, kepala pemerintahan, kepala misi diplomatic, kepala perwakilan yg diakreditasi oleh Negara 8. Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang apabila berkenaan dengan: a. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara; b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia; c. kedaulatan atau hak berdaulat negara; d. hak asasi manusia dan lingkungan hidup; e. pembentukan kaidah hukum baru; f. pinjaman dan/atau hibah luar negeri. 9. Reservasi adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral; 10. Perbedaan reservasi dan deklarasi adalah kalau reservasi pernyataan sepihak suatu Negara u/ menolak ketentuan tertentu dlm perjanjian, sedangkan deklarasi itu adalah pernyaan sepihak suatu Negara tentang penafsiran suatu ketentuan dalam perjanjian 11. …. 12. …. 13. Tidak. Asas pacta tertiis nec nocent nec prosunt

Hkm Perjanjian Inter

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hkm Perjanjian Inter

Kisi” perjanjian internasional

1. Definisi perjanjian int yaitu perjanjian yang dilakukan antar Negara mengenai suatu

objek/masalah tertentu dengan membentuk hubungan hukum/melahirkan hak dan

kewajiban yang diatur oleh hukum internasional

2. Unsur”a adalah adanya kata sepakat, subjek hukum, berbentuk tertulis, objek

tertentu, diatur oleh HI

3. 5 istilah yaitu treaty, konvensi, konvenan, deklarasi, statute

4. Subjek’a yaitu Negara, Negara bagian, tahta suci , wilayah perwalian, organisasi

internasional

5. Tahap” dalam pasal 6 ayat 1 yaitu penjajakan, perundingan, perumusan naskah,

penerimaan, penandatanganan

6. Full power yaitu kuasa penuh yang dijadikan bukti bahwa seseorang yg bersangkutan

secara sah mewakili negaranya dalam perundingan untuk merumuskan naskah

perjanjian

7. Yang punya kuasa penuh yaitu kepala Negara, kepala pemerintahan, kepala misi

diplomatic, kepala perwakilan yg diakreditasi oleh Negara

8. Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang apabila

berkenaan dengan:

a. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;

b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia;

c. kedaulatan atau hak berdaulat negara;

d. hak asasi manusia dan lingkungan hidup;

e. pembentukan kaidah hukum baru;

f. pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

9. Reservasi adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak menerima berlakunya

ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam rumusan yang dibuat ketika

menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan suatu perjanjian

internasional yang bersifat multilateral;

10. Perbedaan reservasi dan deklarasi adalah kalau reservasi pernyataan sepihak suatu

Negara u/ menolak ketentuan tertentu dlm perjanjian, sedangkan deklarasi itu

adalah pernyaan sepihak suatu Negara tentang penafsiran suatu ketentuan dalam

perjanjian

11. ….

12. ….

13. Tidak. Asas pacta tertiis nec nocent nec prosunt

Page 2: Hkm Perjanjian Inter

14. Prepatory works yaitu ???

15.

reservasi (perjanjian internasional)

Dalam praktek internasional menunjukkan kenyataan bahwa suatu negara

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu tidak dapat menerima atau menyetujui

sepenuhnya isi dari suatu perjanjian internasional. Salah satu cara yang dapat ditempuh

oleh suatu negara ketika ingin mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional tetapi

tidak setuju atau tidak ingin terikat pada ketentuan tertentu dalam perjanjin tersebut

maka negara tersebut dimungkinkan untuk mengajukan pensyaratan atau reservasi terhadap

ketentuan tersebut. Ketentuan yang mengatur tentang pensyaratan atau reservasi dalam

Konvensi Wina 1969, terdapat pada bagian II seksi 2, pasal 19-23.

pasal 2 ayat (1) butir d, konvensi wina 1969 menyatakan bahwa reservasi adalah

suatu pernyataan sepihak, dengan bentuk dan nama apapun, yang dibuat oleh suatu negara,

ketika menandatangani, meratifikasi, mengakseptasi, menyetujui, atau mengaksesi atas

suatu perjanjian internasional, yang dimaksudkan untuk mengesampingkan atau mengubah

akibat hukum dari ketentuan tertentu dari perjanjian itu dalam penerapannya terhadap

negara yang bersangkutan

KUASA PENUH (FULL POWER)

Full Power adalah kuasa penuh atau on behalf merupakan salah satu kaidah hukum

internasional yang menganggap tidak semua warga negara dapat mewakili suatu

Negara dalam pembuatan hingga pengesahan perjanjian, karena hanya terdapat

beberapa orang dengan jabatan (amtenar) kenegaraanya yang mendapatkan kuasa

yang utuh untuk mewakili negaranya.

Full Power telah lama dikenal sejak kerajaan Romawi, pada saat itu dikenal dengan

Page 3: Hkm Perjanjian Inter

sebutan plena potentas yang digunakan untuk melakukan transaksi-transaksi yang

bersifat hokum, yang diberikan secara langsung kepada Duta Besar.

Full power sebagaimana UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24

TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL Surat Kuasa (Full

Powers) adalah surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan

kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik

Indonesia untuk menandatangani atau menerima naskah perjanjian, menyatakan

persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian, dan/atau menyelesaikan

hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan perjanjian internasional.

Kusa Penuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Konfrensi Wina 1969 :

Seseorang dianggap mewakili sesuatu Negara dengan maksud untuk mengesahkan

atau mengotentifikasi naskah dari suatu perjanjian atau dengan maksud untuk

menyatakan kesepakatan dari suatu Negara untuk mengikatkan diri pada suatu

perjanjian jika :

Ia memberikan surat kuasa penuh selayaknya; atau

Nampaknya dari praktek Negara-negara yang bersangkutan atau dari lingkungan-

lingkungan lainnya, maksud mereka itu adalah menganggap bahwa seseorang yang

mewakili Negara untuk maksud-maksud semacam itu dan melepaskan surat kuasa

penuh.

Selanjutnya Pasal 8 Konfrensi Wina 1969, pada intinya menyatakan Nilai default

(kebiasaan Internasional yang dikodifikasikan) mereka yang mendapatkan kuasa

penuh untuk mewakili Negara adalah :

•Kepala-kepala Negara, Kepala-kepala pemerintahan dan para mentri luar negeri,

dengan maksud untuk melaksanakan semua tindakan yang berhubungan dengan

pembuatan perjanjian

•Kepala-kepala perwakilan diplomatic dengan maksud untuk mengesahkan naskah

suatu perjanjian antara Negara yang memberikan akreditasi dan Negara dimana

mereka diakreditasikan;

•Wakil-wakil yang diakreditasikan oleh Negara-negara pada suatu konferensi

internasional atau organisasi internasional, atau salah satu badannya, dengan maksud

untuk mengesahkan naskah dari suatu perjanjian di konfrensi, organisasi atau badan

Page 4: Hkm Perjanjian Inter

tersebut.

Contohnya ialah:

•Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan : Susilo Bambang Yudhoyono

•Mentri Luar Negeri : Fernandes Raja Saor, S.H., LL.M.

•Kepala Perwakilan Diplomatik : Duta Besar Indonesia untuk Jepang dalam perjanjian

bilateral Indinesia-Jepang seputar pertukaran pelajar.

•Wakil-wakil yang terakreditasi : Duta Indonesia Untuk Persatuan Bangsa Bangsa

Berakhirnya Perjanjian Internasional

Muchtar Kusumaatmadja, menyatakan bahwa, perjanjian internasional berakhir karena

hal berikut :

1. telah tercapai tujuan

2. berakhirnya masa berlaku

3. salah satu pihak menghilang dan punahnya objek perjanjian

4. adanya persetujuan peserta untuk mengakhiri perjanjian

5. adanya perjanjian baru yang kemuadian membatalkan perjanjian terdahulu

6. syarat-syarat perjanjian terpenuhi

7. perjanjian secara sepihak diakhiri oleh suatu negara peserta dan disetujui oleh

peserta perjanjian lain

PENAFSIRAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

JIKA 2 NEGARA MELAKUKAN PERJANJIAN (BILATERAL) ATAU BEBERAPA

NEGARA MELAKUKAN PERJANJIAN (MULTILATERAL), BAHASA APAKAH

YANG DIGUNAKAN?

CONTOH

- PIAGAM PBB, DISUSUN DALAM 5 BAHASA (CINA, PERANCIS, RUSIA,

INGGRIS, DAN SPANYOL) DAN DITETAPKAN BAHWA KELIMA NASKAH SAMA

OTENTIKNYA (PASAL 111)

Page 5: Hkm Perjanjian Inter

- KONVENSI-KONVENSI ILO, BIASANYA DIBUAT DALAM BAHASA INGGRIS

DAN SPANYOL

ATURAN UMUM

Viena Convention on the Law of Treaties 1969, Pasal 33:

1. Apabila suatu perjanjian disahkan dalam beberapa bahasa, maka

naskah tersebut sama sahihnya dalam setiap bahasa kecuali perjanjian

tersebut menentukan dan disepakati para peserta bahwa hanya satu

naskah yang harus berlaku dalam hal timbulnya silang pendapat.

1. Istilah-istilah dari perjanjian harus dianggap memiliki arti yang sama dalam

setiap naskah.

2. Suatu penafsiran yang diberikan harus yang paling sesuai dengan naskah-

naskah itu berkenan dengan maksud dan tujuan dari perjanjian tersebut

ATURAN TAMBAHAN

KONFERENSI DIPLOMATIK YANG MENGHASILKAN SUATU PERJANJIAN

INTERNASIONAL MENYADARI BAHWA BANYAK KELEMAHAN DALAM

NASKAH, SEHINGGA BIASANYA DIBUAT ATURAN TAMBAHAN, UMUMNYA

DALAM BENTUK PROTOCOL, FINAL ACT ATAU PROCES-VERBAL

Pasal 31 Ayat 1 Konvensi Wina:“suatu perjanjian harus ditafsirkan dengan itikad baik sesuai dengan makna wajar yang diberikan padistilah itu dalam hubungan kata-kata dan mengingat tujuan serta maksudnya.”

LEMBAGA PENAFSIR

SECARA UMUM PENAFSIRAN SUATU PERJANJIAN DILAKUKAN OLEH:

1. BADAN YANG DITETAPKAN DALAM PERJANJIAN TERSEBUT

(ORGAN-ORGAN TEKNIS INTERNASIONAL – ILO – , DIREKTUR

Page 6: Hkm Perjanjian Inter

EKSEKUTIF DAN DEWAN GUBERNUR SUATU ORGANISASI

INTERNASIONAL – IMF )

2. MAHKAMAH INTERNASIONAL (Pasal 36 Statuta),

3. KOMITE AHLI HUKUM AD HOC

ALIRAN DALAM PENAFSIRAN

Dalam Hukum Internasional dikenal tiga school of thoughts” aliran/approach

mengenai interpretasi, yaitu :

1. Aliran yang berpegang pada kehendak para pembuat perjanjian itu.

Aliran ini menggunakan secara luas “preparatory work/travaux

preparatories” pekerjaan pendahuluan dan bukti-bukti yang

menggambarkan kehendak para pihak.

2. “Textual school”, yang menghendaki bahwa kepada naskah perjanjian

hendaknya diberikan arti yang lazim dan terbaca dari kata-kata itu

(ordinary and apparent meaning of the words). Jadi unsur pentingnya

adalah naskah perjanjian itu dan kemudian kehendak para pihak

pembuat perjanjian serta obyek dan tujuan dari perjanjian itu.

3. “Teleogical thought”, cara penafsiran ini menitik beratkan pada

interpretasi dengan melihat obyek dan tujuan umum dari perjanjian itu

yang berdiri sendiri terlepas dari kehendak semula pembuat perjanjian

itu. Dengan demikian naskah suatu perjanjian dapat diartikan secara

luas dan ditambah pengertiannya selama masih sesuai atau sejalan

dengan kehendak semula daripada pembuat perjanjian.

Menurut Undang-Undang nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional, tahap-tahap Perjanjian Internasional (proses pembuatan

perjanjian Internasional) adalah sebagai berikut :

Tahap Penjajakan: merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak

yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian

internasional.

Page 7: Hkm Perjanjian Inter

Tahap Perundingan: merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan

masalah2 teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional.

Tahap Perumusan Naskah: merupakan tahap merumuskan rancangan suatu

perjanjian internasional.

Tahap Penerimaan: merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah

dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral,

kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut “Penerimaan”

yang biasanya dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah

perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam

perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/ approval) biasanya

merupakan tindakan pengesahan suatu negara pihak atas perubahan

perjanjian internasional.

Tahap Penandatanganan: merupakan tahap akhir da1am perundingan bilateral

untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah

disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandantanganan

perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai negara

pihak. Keterikatan terhadap perjanjian Internasional (Menurut Pasal 6 Ayat 1)

Tahap Pengesahan: Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan

berdasarkan ketetapan yang disepakati oleh para pihak. Perjanjian

internasional yang memerlukan pengesahan akan mulai berlaku setelah

terpenuhinya prosedur pengesahan sebagaimana diatur dalam undang-undang

ini. Setiap undang-undang atau keputusan presiden tentang pengesahan

perjanjian internasional ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia. Pengesahan dengan undang-undang memerlukan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat. Pengesahan dengan keputusan Presiden selanjutnya

diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pengesahan perjanjian

internasional melalui undang-undang dilakukan berdasarkan materi perjanjian

dan bukan berdasarkan bentuk dan nama (nomenclature) perjanjian.

Klasifikasi menurut materi perjanjian dimaksudkan agar tercipta kepastian

hukum dan keseragaman atas bentuk pengesahan perjanjian internasional

dengan undang-undang. Mekanisme dan prosedur pinjaman dan/atau hibah

Page 8: Hkm Perjanjian Inter

luar negeri beserta persetujuannya oleh Dewan Perwakilan Rakyat akan

diatur dengan undang-undang tersendiri. (Menurut Pasal 9).

Vatikan adalah subjek hukum internasional karena diakui oleh negara-negara di dunia dan menjadi

pihak pada perjanjian-perjanjian internasional and anggota pada beberapa organisasi internasional.

Negara yang pertama mengakui Vatikan sebagai subjek hukum internasional adalah Italia melalui

Pakta Lateran yang ditandatangani pada 1929, yang secara historis Pakta Lateran juga menjadi

dasar berdirinya negara kota Vatikan (Vatican city state). Dalam hubungan internasional negara

Vatikan dikenal juga dengan nama “Tahta Suci”.

Dasar lain yang menjadikan Tahta Suci (Holy See) sebagai subjek hukum internasional adalah dengan

mengacu juga kepada Konvensi Montevideo 1933 yang mana Vatikan merupakan pihak dan memenuhi

ketentuan-ketentuan pada Konvensi tersebut. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain:

1. memiliki populasi permanen yang secara faktual penduduk tetap Vatikan adalah 800 orang,

2. memiliki suatu wilayah tertentu yang dalam hal ini Tahta Suci terletak di atas lahan seluas 44

hektar / 0,44 Kilometer yang terletak di tengah-tengah Kota Roma, Italia,

3. terdapat suatu bentuk pemerintahan yang dalam hal ini bentuk negara Vatikan adalah Monarki

Absolut yang dikepalai oleh seorang Paus (kepala negara) yang memiliki kekuasan absolut atas

kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif,

4. serta memiliki kapasitas untuk terlibat dalam hubungan internasional dengan negara lain, dalam

hal ini selain Vatikan adalah pihak pada perjanjian-perjanjian internasional seperti “The International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination” dan

“Vienna Convention on Diplomatic Relations” Selain itu Vatikan adalah anggota pada organisasi-

organisasi internasional seperti World Organization of Intellectual Properties (WOIP) dan

UNESCO. Vatikan juga memiliki hubungan diplomatik dengan negara-negara di dunia, sebagai

contoh Indonesia yang memiliki perwakilan diplomatik khusus untuk Vatikan begitu juga Vatikan

terhadap Indonesia.