29

Click here to load reader

HPP

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HPP

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMORARGIA POST PARTUM (HPP)

Disusun oleh :

Rizqif Pangestuti

NIM. 1202430011

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN KLINIK KEDIRI

2012

Page 2: HPP

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMORARGIA POST PARTUM (HPP)

A. KONSEP DASAR NIFAS

a. Definisi

Masa nifas (Puerperium) adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta

dan berakhir ketika alat kandung kembali seperti semula sebelum hamil, yang

berlangsung selama 6 minggu atau ± 40 hari (Prawirohardjo, 2002 : 122).

Nifas adalah masa partus selesai dan berakhir setelah kira – kira 6

minggu. Akan tetapi seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum

hamil dalam waktu 3 bulan. (hanifa wiknojosastro, 2006 : 237).

Masa nifas (puerperium) adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput

janin hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil.

(Helen varney, 2007 : 958).

b. Klasifikasi Nifas

c. Perubahan System Tubuh Yang Terjadi Selama Masa Nifas

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir

ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa

nifas berlangsung lama kira-kira 6 minggu. (sarwono prawirohardjo, 2002 :

122). Nifas dapat dibagi kedalam 3 periode :

1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri

dan berjalan – jalan.

2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia

yang lamanya 6 – 8 minggu.

3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali

dan sehat sempurnah baik selama hamil atau sempurna. Terutama bila

selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu

untuk sehat sempurna bias berminggu – minggu, berbulan – bulan atau

tahunan (Rustam Mochtar, 1998).

a) Perubahan tanda – tanda vital

1. Tekanan darah

Segera setelah melahirkan banyak wanita mengalami peningkatan

sementara tekanan darah sistolik dan diastolic, yang kembali secara

spontan ke tekanan darah sebelum hamil dalam ½ bulan tanpa

Page 3: HPP

pengobatan apabila tidak terdapat penyakit – penyakit lain yang

menyertai.

2. Suhu

Suhu maternal kembali normal dari suhu yang sedikit meningkat

selama periode intrpartum dan stabil dalam 24 jam pertama

pascapartum

Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37, 2 °C dan satu hari

(24 jam). Dapat naik ≤ 0,5 °C dari keadaan normal menjadi sekitar

(37,5°C - 38°C). namun tidak akan melebihi 38°C. hal ini sebagai

akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan.

Sesudah 2 jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan

kembali normal.

3. Nadi

Denyut nadi yang meningkat selama persalinan akhir, kembali

normal setelah beberapa jam pertama pascapartum. Hemoragi, demam

selama persalinan dan nyeri akut atau persisten dapat mempengaruhi

proses ini. Apabila denyut nadi di atas 100 selama puerperium, hal

tersebut abnormal dan mungkin menunjukkan adanya infeksi atau

hemoragi pascapartum lambat.

4. Pernafasan

Fungsi pernafasan kembali pada rentang normal wanita selama

jam pertama pascapartum. Nafas pendek, cepat atau perubahan lain

memerlukan evaluasi adanya kondisi – kondisi seperti kelebihan

cairan, eksaserbasi asma dan embolus paru. (Helen vaney , 2007 : 961)

b) Perubahan sistem reproduksi

1. Involusi uterus

Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses

dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya

30 gram. (www.sweety.com). Involusi uteri dapat juga dikatakan

sebagai proses kembalinya uterus pada keadaan semula atau keadaan

sebelum hamil. Involusi uterus meliputi pengreorganisasian dan

pengguguran desidua serta pengelupasan situs (tempat) plasenta yang

ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada

lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan jumlah lokia.

Page 4: HPP

Penurunan ukuran yang cepat ini dicerminkan dengan perubahan

lokasi uterus ketika uterus turun dari abdomen dan kembali ke organ

panggul. Segera setelah lahirnya plasenta, tinggi fundus uteri (TFU)

terletak sekitar dua per tiga hingga tiga per empat bagian atas antara

simfisis pubis dengan umbilikus. Letak TFU kemudian naik sejajar

dengan atau satu ruas jari dibawah umbilikus. Selama satu atau dua

hari dan secara bertahap turun kedalam panggul sehingga tidak dapat

di palpasi lagi di atas simfisis pubis setelah hari ke sepuluh

pascapartum. (Helen varney, 2007 : 959).

Gambar : TFU dan involusi Uterus

Uterus segera setelah kelahiran bayi, plasenta dan selaput janin

beratnya sekitar 1000 gram. Kemudian setelah 1 minggu berat uterus

menurun sekitar 750 gram dan uterus turun sampai kembali pada berat

yang biasanya pada saat tidak hamil yaitu 30 gram pada minggu ke

delapan pascapartum. (Helen varney, 2007 : 959).

Involusi TFU Berat uterus

Bayi lahir Setinggi pusat, 2 jati bawah

pusat

1000 gr

1 minggu Pertengaha pusat simfisis 750 gr

2 minggu Tidak teraba diatas simfisis 500 gr

6 minggu Normal 50 gr

8 minggu Normal seperti sebelum hamil 30 gr

Otot – otot uterus berkontraksi segera setelah postpartum.

Pembuluh – pembuluh darah yang berbeda diantara anyaman otot

uterus akan terjepit.. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah

plasenta dilahirkan. Setiap kali otot – otot uterus berkontraksi, fundus

uteri berada di atas umbilikus. Maka hal – hal yang perlu

dipertimbangkan adalah pengisian uterus oleh letak darah atau

Page 5: HPP

pembekuan darah awal jam postpartum atau pergeseran uterus karena

kandung kemih yang penuh setiap saat setelah kelahiran. Untuk itu

apabila ibu ingin berkemih harus cepat dapat dilakukan sendiri. Bila

kandung kencing penuh & wanita tidak dapat berkemih sendiri,

sebaiknya dilakukan kateterisasi dengan memperhatikan jangan

sampai infeksi. (Sitti Saleha, 2009 : 55)

Desidua yang tersisa di dalam uterus setelah pelepasan dan

ekspulsi plasenta dan membrane terdiri dari lapisan zona basalis dan

suatu bagian lapisan zona spongiosa pada desidua basalis (pada tempat

perlekatan plasenta) dan desidua parientalis (lapisan sisa uterus).

Desidua yang tertinggal ini akan berubah menjadi dua lapis sebagai

akibat invasi leukosit yaitu :

a. Suatu degenerasi nekrosis lapisan superficial yang akan terpakai

lagi sebagai bagian dari pembuangan lochia dan lapisan dalam

dekat miometrium.

b. Lapisan yang terdiri dari sisa-sisa endometrium di lapisan

basalis. Endometrium akan diperbaharui oleh proliferasi

epithelium endometrium. Regenerasi endometrium diselesaikan

selama pertengahan atau akhir dari postpartum minggu ketiga

kecuali di tempat implantasi plasenta. Dengan involusi uterus

ini, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs

plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar

bersama dengan sisa cairan, suatu campuran antara darah yang

dinamakan lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau

putih pucat. Pengeluaran Lochia ini biasanya berakhir dalam

waktu 3 sampai 6 minggu. (www. Sweety.com)

2. Lochea

Lochea adalah cairan secret yang berasal dari cavum uteri dan vagina

selama masa nifas. Lochea terbagi menjadi tiga jenis yaitu :

Page 6: HPP

Lochea mempunyai suatu karakteristik bau yang tidak sama dengan

secret menstrual. Bau yang paling kuat pada Lochea Serosa dan harus

dibedakan juga dengan bau yang menandakan infeksi. Lochea

disekresikan dengan jumlah banyak pada awal jam postpartum yang

selanjutnya akan berkurang jumlahnya sebagai lochea rubra, lalu

berkurang sedikit menjadi sanguilenta, serosa dan akhirnya lochea

alba. Umumnya jumlah lochea lebih sedikit bila wanita postpartum

berada dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat

pembuangan bersatu di vagina bagian atas manakala wanita dalam

posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar manakala dia

berdiri. Total jumlah rata-rata pembuangan lochea kira-kira 8 hingga 9

oz atau sekitar 240 hingga 270 ml. (Sitti saleha, 2009 : 56)

3. Vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang

sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari

pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam

keadaan kendur. (Www. Sweety. Com.). Vagina dan lubang vagina

pada permulaan puerpurium merupakan suatu saluran yang luas

berdinding tipis. Secara berangsur – angsur luasnya berkurang, tetapi

jarang sekali kembali seperti ukuran seorang nulipara. Rugae timbul

kembali pada minggu ke tiga. Hymen tampak sebagai tonjolan

jaringan yang kecil, yang dalam proses pembentukan berubah menjadi

karunkulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. (Sitti Saleha,

2009 : 57)

Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan

saat sebelum persalinan pertama. Meskipun demikian, latihan otot

perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat

Page 7: HPP

mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat

dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian. (www.

Sweety. Com)

4. Perineum

Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena

sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju.

Pada post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali

sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada

keadaan sebelum melahirkan.

c) Perubahan sistem urinarius

1. Komponen urin

a. Glikosuria ginjal diinduksikan oleh kehamilan menghilang.

b. Laktosuria positif pada ibu meyusui merupakan hal yang normal.

c. BUN (blood urea nitrogen), yang meningkat selama pasca partum,

merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi.

d. Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga

menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama satu sampai dua hari

setelah wanita melahirkan. Hal ini terjadi pada sekitar 50% wanita.

e. Asetonuria bisa terjadi pada wanita yang tidak mengalami

komplikasi persalinan atau setelah suatu persalinan yang lama dan

disertai dehidrasi.

2. Deurisis pasca partum

Dalam 12 jam pasca melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan

cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil. salah satu

mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi selama masa

hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam hari, selama dua

sapai tiga hari pertema setelah melahirkan.

Diuresis pascapartum, yang disebabkan oleh :

a. Penurunan kadar estrogen

b. Hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan

c. Hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan,

merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan

cairan. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan

jumlah urine menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5

kg selama masa pasca partum.

3. Uretra dan Kandung kemih

Page 8: HPP

Trauma bila terjadi pada uretra dan kandung kemih selama

proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding

kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema, seringkali

disertai di daerah-daerah kecil hemoragi. Kandung kemih yang

oedema, terisi penuh dan hipotonik dapat mengakibatkan overdistensi,

pengosongan yang tak sempurna dan urine residual kecuali jika

dilakukan asuhan untuk mendorong terjadinya pengosongan kandung

kemih bahkan saat tidak merasa untuk berkemih.

Pengambilan urine dengan cara bersih atau melalui kateter

sering menunjukkan adanya trauma pada kandung kemih. Uretra dan

meatus urinarius bisa juga mengalami edema. Kombinasi trauma

akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi

lahir, dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk

berkemih menurun. Selain itu, rasa nyeri pada panggul yang timbul

akibat dorongan saat melahirkan, leserasi vagina, atau episiotomi

menurunkan atau mengubah refleks berkemih. Penurunan berkemih,

seiring diuresis pascapartum, bisa menyebabkan distensi kandung

kemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita

melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan

ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik. pada masa

pascapartum tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat

menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga

mengganggu proses berkemih normal. Apabila terjadi distensi berlebih

pada kandung kemih dalam mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni).

Dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung

kemih biasanya akan pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari

setelah bayi lahir.

d) Perubahan sistem pencernaan

1. Perubahan nafsu makan

Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh

mengonsumsi makanan ringan. Ibu sering kali cepat lapar setelah

melahirkan dan siap makan pada 1-2 jam post primordial, dan dapat

ditoleransi dengan diet yang ringan. Setelah benar-benar pulih dari

efek analgesia, anastesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat

lapar.

2. Motilitas

Page 9: HPP

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna

menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan

analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan

motilitas ke keadaan normal.

3. Defekasi

BAB secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari

setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot

usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa

pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan,

kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri

saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di perineum akibat

episiotomi, laserasi atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur

perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal. Kebiasaan

mengosongkan usus secara regular perlu dilatih kembali untuk

merangsang pengosongan usus. Sistem pencernaan pada masa nifas

membutuhkan waktu yang berangsur-angsur untuk kembali normal.

Pola makan ibu nifas tidak akan seperti biasa dalam beberapa hari dan

perineum ibu akan terasa sakit untuk defekasi. Faktor-faktor tersebut

mendukung konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama.

Suppositoria dibutuhkan untuk membantu eliminasi pada ibu nifas.

Akan tetapi proses konstipasi juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya

pengetahuan ibu dan kekhawatiran lukanya akan terbuka bila ibu

buang air besar.

e) Perubahan sistem muskuloskeletal

1. Dinding perut dan peritonium

Setelah persalinan, dinding perut longgar karena diregang begitu

lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. Kadang-kadang

pada wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus

abdominis sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya

terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah ini

menonjol kalau berdiri atau mengejan.

2. Kulit abdomen

Kulit abdomen yang melebar selama masa kehamilan tampak

melonggar dan mengendur sampai berminggu-minggu atau bahkan

berbulan-bulan yang dinamakan strie. Melalui latihan postnatal, otot-

Page 10: HPP

otot dari dinding abdomen seharusnya dapat normal kembali dalam

beberapa minggu.

3. Striae

Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna

melainkan membentuk garis lurus yang samar. Ibu postpartum

memiliki tingkat diastasis sehingga terjadi pemisahan muskulus rektus

abdominishal tersebut dapat dilihat dari pengkajian keadaan umum,

aktivitas, paritas, jarak kehamilan yang dapat menentukan berapa lama

tonus otot kembali normal.

4. Perubahan ligamen

Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang

meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir,

berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang

ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak

uterus menjadi retroflexi. Tidak jarang pula wanita mengeluh

“kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligament, fasia,

jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.

f) Perubahan Hematology

Leukositosis dengan peningkatan hitung sel darah putih hingga

15.000/lebih selama persalinan, dilanjutkan dengan peningkatan sel darah

putih selama 2 hari pertama pasca partum. Hitung sel darah putih dapat

mengalami peningkatan lebih lanjut hingga 25.000 – 30.000 tanpa

menjadi patologis jika wanita mengalami persalinan lama. Akan tetapi

dugaan infeksi harus dipastikan jika peningkatan sel darah putih

signifikan hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit bervariasi dalam

puerperium awal sebagai akibat fluktuasi volume darah, volume plasma

dan kadar volume sel darah merah. Kadar ini depengaruhi oleh status

hidrasi wanita saat ini, volume cairan yang ia dapat selama persalinan

dan selama kehamilan. Factor ini menyebabkan hematokrit kurang efektif

sebagai ukuran kehilangan darah selama sedikitnya dua hingga empat

hari pascapartum. (Helen varney, 2007 : 962).

B. KONSEP DASAR HPP

a. Definisi

Haemorragic Post Partum (HPP) atau Perdarahan Post Partum adalah

perdarahan setelah bayi lahir yang volumenya melebihi 500 ml (IBG,

Page 11: HPP

Manuaba: 1999). Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan

menentukan jumlah perdarahan yang terjadi karena bercampur dengan air

ketuban dan serapan pakaian atau kain alas tempat tidur.

Oleh sebab itu maka batasan operasional untuk periode pasca persalinan

adalah setelah bayi lahir. Sedangkan tentang jumlah perdarahan, disebutkan

sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan

perubahan tanda vital (Sarwono; 2001) seperti:

1. Pasien mengeluh lemah, limbung

2. Berkeringat dingin

3. Menggigil

4. Hipernea

5. Sistolik < 90 mm Hg

6. Nadi > 100 x/mnt

7. Kadar Hb < 8 gr %

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih 500-600 ml selama 24 jam

setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta.

(www.gynecology.com).

Perdarahan post partum adalah perdarahaan dalam kala IV lebih 500-600 cc

dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. (Rustam Mochtar, 1998).

S Pembagian perdarahan post partum:

1. Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang

terjadi selama 24 jam setelah anak lahir. Penyebab utama post partu

primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan

jalan lahir. Terbanyak dalam dua jam pertama.

2. Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang

terjadi setelah 24 jam anak lahir. Biasanya hari ke 5-15 post partum.

Penyebab utama perdarahan adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta

atau membran. (Manuaba, 1998)

b. Etiologi

Etiologi perdarahan post partum:

a. Atonia uteri

Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah :

1) Umur : umur yang terlalu muda atau tua

2) Paritas : sering dijumpai terjadi pada multipara dan

grandemultipara

3) Partus lama

4) Obstetri operatif dan narkosa

Page 12: HPP

5) Uterus terlalu regang dan besar, misalnya gemelli, hidramnion,

atau janin besar

6) Kelainan pada uterus, seperti mioma uteri, uterus couvelair pada

solusio plasenta

7) Faktor sosial ekonomi, yaitu malnutrisi.

b. Sisa plasenta dan selaput ketuban

c. Jalan lahir : robekan perineum. Vagina, serviks, forniks dan rahim

d. Penyakit darah

Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau

hipofibrinogenemia yang sering dijumpai:

1) perdarahan yang banyak

2) solusio plasenta

3) kematian janin yang lama dalam kandungan

4) pre eklamsi dan eklamsi

5) infeksi, hepatitis dan syok septic. (Rustam Mochtar, 1998)

c. Faktor Predisposisi

1. Keadaan Umum parturien yang mempunyai gizi rendah.

- Hamil dengan anemia

- Hamil dengan kekurangan gizi / malnutrisi

2. Kelemahan dengan kelelahan otot rahim

- Grandemulti para

- Jarak kehamilan dan persalinan kurang dari 2 tahun

- Persalinan lama atau terlantar

- Persalinan dengan tindakan narkose

- Kesalahan penanganan kala III ialah kalau rahim dipijat-pijat untuk

mempercepat lahirnya placenta (Unpadj ; 1981)

3. Pertolongan persalinan dengan tindakan

4. Overdistensi pada kehamilan

- Hidramnion

- Gemelli

- Anak yang melebihi 4000 gram

d. Diagnosis

Diagnosa perdarahan post partum dapat ditegakkan dengan memperhatikan :

1. Adanya perdarahan post partum yang banyak dalam waktu singkat.

2. Pada pemeriksaan dijumpai :

Page 13: HPP

1) Uterus yang lembek

2) Terdapat perlukaan jalan janin

3) Disertai atau tanpa retensio plasenta

4) Terdapat Hematoma.

3. Perdarahan melebihi 25 % dari volume darah akan menimbulkan gejala

klinis:

1) Kesadaran menurun

2) Frekuensi nadi dan pernafasan meningkat, tekanan darah

menurun.

3) Daerah ujung ekstremitas terasa dingin.

4) Parturien tampak pucat (anemia)

5) Pada keadaan yang serius, disertai gejala shock.

e. Penilaian Klinik

f. Penanganan Perdarahan post partum

Berupa :

1. mencegah perdarahan post partum

2. mengobati perdarahan kala uri

Page 14: HPP

3. mengobati perdarahan post partum pada atonia uteri

Cara mengobati perdarahan kala uri :

1. memberikan oksitosin

2. mengeluarkan plasenta menurut cara Credee (1-2 kali)

3. mengeluarkan plasenta dengan tangan.Penanganan Perdarahan post

partum

g. Komplikasi

1. Memudahkan terjadinya:

1) Anemia yang berkelanjutan

2) Infeksi puerperium.

2. Terjadi rehrosis hipofisis anterior dan sindrom sheehan

1) Kelemahan umum (Asthenia)

2) Menurunnya berat badan sampai cachexia

3) Penurunan fungsi sexsual

4) Memudarnya tanda-tanda seks sekunder

5) Turunnya metabolisme – hipotensi

6) Amenarea sekunder

3. Kematian perdarahan post partum

h. Pencegahan

Cara mencegah perdarahan post partum yaitu memeriksa keadaan fisik,

keadaan umum, kadar hemoglobin, golongan darah dan bila mungkin tersedia

donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk

infus dan obat-obatan penguat rahim atau uterotonika. Setelah ketuban pecah,

kepala janin mulai membuka vulva, infus di pasang dan sewaktu bayi lahir

diberikan satu ampul metergin atau kombinasi dengan lima satuan sintosinon

atau sintometrin intravena. Hasilnya biasanya memuaskan.

Pencegahan terjadinya perdarahan post partum merupakan tindakan

utama, sehingga dapat menghemat tenaga, biaya dan mengurangi komplikasi.

Upaya preventif dapat dilakukan dengan :

1. Meningkatkan kesehatan ibu, sehingga tidak terjadi anemia semasa

kehamilan.

2. Melakukan persiapan pertolongan persalinan

3. Meningkatkan usaha penerimaan KB

4. Melakukan pertolongan persalinan di rumah sakit bagi ibu yang

mengalami perdarahan post partum habitualis.

5. Memberikan uterolunika segera setelah persalinan bayi, sehingga

persalinan placenta dipercepat dan mengurangi perdarahan.

Page 15: HPP

i. Pertolongan khusus

a) Pada perdarahan karena atonia uteri dan retensio placenta :

1. Melakukan placenta manual

2. Pemijatan otot rahim secara bimanual atau

3. Pemberian utero tonika im / iv dengan drip

4. Melakukan pemasangan tampon uterovaginal selama 24 jam dengan

dacier kateter.

5. Bila gagal dilakukan tindakan operasi Ligan ateri hipogastrika /

histerektomi.

b) Pada perdarahan yang disebabkan oleh trauma / perlukaan jalan lahir :

1. Evaluasi tempat luka dengan menggunakan Spekulum.

2. Melakukan Ligasi bekas luka trauma persalinan.

c) Pada perdarahan yang disertai hipofibrinogenemia

1. Solusi placenta

1) Infus cairan pengganti

2) Utero tonika dosis adekuat

3) Tambahan fibrinogen langsung

4) Dapat diberikan tranfusi dengan jumlah darah cukup.

2. Intrauterine fetal death / missed abortion

1) Pemeriksaan darah disertai analisa faktor pembekuan darah.

2) Berikan fibrinogen dalam dosis yang cukup.

3. Emboli air ketuban.

· Ketuban pecah diikuti sesak napas, frekuensi detak jantung

meningkat, menggigil, kedinginan, sianosis, shock dan dalam waktu

singkat meninggal.

· Bahaya perdarahan disebabkan oleh gangguan fungsi pembekuan

darah atau sindrom hipofibrinogenemia.

d) Perdarahan Past Partum Sekunder.

Sebagian besar disebabkan oleh placenta rest. Penanganannya adalah :

1. Pemasangan infus untuk persiapan kuretase.

2. Pemberian narkose ringan seperti ketalar, pentalal atau,

3. Melakukan kuretase diikuti dengan pemberian utera tonika.

e) Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan

komplikasi perdarahan post partum :

1. menghentikan perdarahan

2. mencegah timbulnya syok

Page 16: HPP

3. mengganti darah yang hilang.

f) Pengeluaran plasenta dengan tangan segera sesudah janin lahir dilakukan

bila :

1. menyangka akan terjadi perdarahan post partum

2. perdarahan banyak atau lebih dari 500 cc

3. retensio plasenta

4. melakukan tindakan obstetri dalam narkosa

5. riwayat perdarahan post partum pada persalinan yang lalu.

g) Pencegahan terjadinya perdarahan post partum merupakan tindakan utama,

sehingga dapat menghemat tenaga, biaya dan mengurangi komplikasi.

Upaya preventif dapat dilakukan dengan :

- Meningkatkan kesehatan ibu, sehingga tidak terjadi anemia semasa

kehamilan.

- Melakukan persiapan pertolongan persalinan secara

- Meningkatkan usaha penerimaan KB

- Melakukan pertolongan persalinan di rumah sakit bagi ibu yang

mengalami perdarahan post partum habitualis.

- Memberikan uterolunika segera setelah persalinan bayi, sehingga

persalinan placenta dipercepat dan mengurangi perdarahan.

h) Pertolongan khusus

Pada perdarahan karena atonia uteri dan retensio placenta :

- Melakukan placenta manual

- Pemijatan otot rahim secara bimanual atau

- Pemberian utero tonika im / iv dengan drip

- Melakukan pemasangan tampon uterovaginal selama 24 jam dengan

dacier kateter.

- Bila gagal dilakukan tindakan operasi Ligan ateri hipogastrika /

histerektomi.

i) Pada perdarahan yang disebabkan oleh trauma / perlukaan jalan lahir :

- Evaluasi tempat luka dengan menggunakan Spekulum.

- Melakukan Ligasi bekas luka trauma persalinan.

j) Pada perdarahan yang disertai hipofibrinogenemia, yaitu :

1. Solusi placenta

- Infus cairan pengganti

- Utero tonika dosis adekuat

- Tambahan fibrinogen langsung

- Dapat diberikan tranfusi dengan jumlah darah cukup

Page 17: HPP

2. Intrauterine fetal death / missed abortion

- Pemeriksaan darah disertai analisa faktor pembekuan darah.

- Berikan fibrinogen dalam dosis yang cukup.

3. Emboli air ketuban.

- Ketuban pecah diikuti sesak napas, frekuensi detak jantung

meningkat, menggigil, kedinginan, sianosis, shock dan dalam

waktu singkat meninggal.

- Bahaya perdarahan disebabkan oleh gangguan fungsi pembekuan

darah atau sindrom hipofibrinogenemia.

k) Perdarahan Past Partum Sekunder.

Sebagian besar disebabkan oleh placental rest. Penanganannya adalah :

- Pemasangan infus untuk persiapan kuretase.

- Pemberian narkose ringan seperti ketalar, pentalal atau,

- Melakukan kuretase diikuti dengan pemberian utera tonika

(http://bidanputri.blogspot.com/2011/10/haemorragic-post-partum-hpp.html)

Page 18: HPP

Pelepasan Plasenta menyebabkan terputusnya pembuluh darah dalam stratum spongiosum

Perdarahan > 500cc (HPP)

Terjadi:Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robeken serviks,vagina dan perineum, luka episiotomiPerdarahan pada tempat implatasi plasenta : atonia utei, retensi plasenta, inversio plasentaGangguan mekanisme pembekuan darah

Sinus-sinus meternalis di tempat insersi plasenta

terbuaka

Uterus berkontraksi dengan baik perdarahan terhenti

HPP primer: pada 24 jam post partum

HPP sekunder: pada hari ke-2 samapi 6 minggu post partum

POHON MASLAH

Page 19: HPP

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, 2009. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : ECG

Mayles. 2003. Buku Ajar Kebidanan. Jakarta : EGCMochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Observasi Jilid I. Jakarta : ECGUNPAD.1984. obstetri fisiologi. Bandung : FK UnpadVarney. 2002. Asuhan Kebidanan Vol. 1. Jakarta: EGCPutri, anike. 2011. Di akses tanggal 5 november 2012 http://bidanputri.blogspot.com/2011/10/haemorragic-post-partum-hpp.html