Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN PELAKSANAAN SUPERVISI KEPERAWATAN
DENGAN MOTIVASI KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT
INAP RSUD MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Keperawatan
ARDITA AYU LESTARI
NPM.AK.1.14.003
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2018
Dengan ini saya,
NamaNPMProgam StudiJudul Skipsi
LEMBAR PERNYATAAN
: Ardita Ayu Lestari:AK 1.14.003
: Sadana Keperawatan: I{ubungan Pelaksanaan Supervisi Keperawatan Dengan
Motivasi Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUDMajalaya Kahupaten Bandung
Bandu-ng, Agustus 201 8
Yang Membuat Pemyataan
Ardita Avu LestrriNPM: AK.1 14.003
Menyatakan bahwa :
a. Penelitian say4 dalam Skripsi ini, adalah asli dan belum pemah diajukanuntuk mendapatkan gelar akademik (S.Kep), baik dari STIKes BhaktiKencana maupun di perguruan tinggi lain.
b. Penelitian dalam skripsi ini adalah mumi gagasan, rumusan dan penelitiansaya sendiri, tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan tim pembimbing.
c. Dalam penelitian ini tidak terdapat karya atau pendapat yaag terah tertulisatau di publikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelasdicantunkan sebagai acuan dalam naskah pengarang dan dicantunmakandalam daftar pustaka.
Demikian pemyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabiladikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pemyataan ini,maka saya bersedia meminta sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telahdiperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlakudi STIKes Bhakli Kencana Bandung.
1ll
iv
LEMBAR PERSEMBAHAN
“ Successful people do what unsuccessful people are not willing to do. Don’t wish
it easier; wish you were better “
Segala sesuatu dalam hidup terjadi sesuai waktu kita, jam kita. Segalanya terjadi
sesuai dengan kecepatannya masing-masing. Kita semua punya waktu dan jam
sendiri, bersabarlah. Jangan biarkan orang lain membuatmu terburu-buru sesuai
dengan waktu mereka.
“ Not everything that counts can be counted and not everything that’s counted
truly counts “
Saya ingin menciptakan hidup yang bermakna, bertujuan dan memberikan
kebahagian bagi diri sendiri. Dan belajar cara menggunakannya untuk
memberikan pengaruh dan perbedaan buat hidup orang lain.
Itulah yang disebut sukses sejati.
~ Jim Rohn & Einstein ~
Saya persembahkan skripsi ini untuk alm. Ayah, untuk Mamah dan Papah yang
selalu mendoakan dan memberikan dukungan kepada ku. Untuk orang yang
terkasih yang selalu memberikan doa, motivasi dan waktu yang sangat berarti, dan
untuk sahabat-sahabat ku yang selalu menemani dan menyemangati ku.
v
ABSTRAK
Motivasi kerja merupakan kondisi yang berpengaruh untuk
membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara prilaku yang berhubungan
dengan lingkungan kerja termasuk motivasi kerja perawat. Dimana salah satu
faktor yang mempengaruhi motivasi adalah supervisi, namun kenyataan yang
ada pelaksanaan supervisi belum optimal. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui Hubungan Pelaksanaan Supervisi Keperawatan Dengan Motivasi
Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD Majalaya.
Jenis penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan
pendekatan cross sectional. Metode pengambilan sampel menggunakan
tehnik total sampling dengna jumlah sampel sebanyak 55 perawat pelaksana
di 6 ruang rawat inap. Tehnik pengumpulan data menggunakan kuesioner
Manchester Clinical Supervison Scale 26-item (MCSS-26) dan motivasi
kerja. Analisa yang digunakan univariat dan bivariat dengan menggunakan
uji chi square, yang sebelumnya dilakukan uji normalitas data menggunakan
Kolmogorov-smirnov.
Hasil penelitian menunjukkan 29 orang (52.7%) mempersepsikan
pelaksanaan supervisi keperawatan tidak baik, dan 28 orang (50.9%)
memiliki motivasi kerja tinggi. Hasil uji chi square diperoleh bahwa P value
(0.000) < α (0,05), OR = 8,750. Kesimpulan hasil penelitian ini ada hubungan
yang signifikan antara pelaksanaan supervisi keperawatan dengan motivasi
kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Majalaya.
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan adanya evaluasi atau
program dalam upaya menyusun suatu kebijakan dan standar operasional
terkait dengan kegiatan supervisi keperawatan yang dilakukan di ruangan
khususnya rawat inap.
Kata Kunci : Motivasi Kerja, Perawat, Supervisi Keperawatan
Kepustakaan : 24 Buku (2008-2018)
26 Jurnal (2008-2017)
1 Website (2008)
vi
ABSTRACT
Work motivation is an influential condition to generate, direct, and
maintain behaviors related to the work environment, including nurses'
work motivation. Where one factor that influences motivation is
supervision, but the fact that there is supervision is not yet optimal. The
purpose of this study was to determine the relationship of nursing
supervision implementation with the work motivation of nurses in the
inpatient room of Majalaya Hospital.
This type of research uses analytical survey method with cross
sectional approach. The sampling method uses total sampling technique
with a total sample of 55 implementing nurses in 6 inpatient rooms. Data
collection techniques used a 26-item Manchester Clinical Supervison
Scale (MCSS-26) questionnaire and work motivation. The analysis used
univariate and bivariate by using chi square test, which previously
carried out data normality test using Kolmogorov- smirnov. The results
showed 29 people (52.7%) perceived that nursing supervision was not
good, and 28 people (50.9%) had high work motivation. Chi square test
results obtained that P value (0.000) <α (0.05), OR = 8.750. Conclusion
of the results of this study there is a significant relationship between
the implementation of nursing supervision with the work motivation of
nurses in the inpatient room of Majalaya District Hospital.
Based on the results of the study, it is expected that there will
be an evaluation or program in an effort to formulate a policy and
operational standards related to nursing supervision activities carried out
in a room, especially inpatient care.
Keywords: Work Motivation, Nurses, Nursing Supervision
References : 24 Books (2008-2018)
26 Journal (2008-2017)
1 Website (2008)
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal penelitian ini yang berjudul “Hubungan Pelaksanaan Supervisi
Keperawatan Dengan Motivasi Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD
Majalaya Kabupaten Bandung Tahun 2018”. Shalawat serta salam tidak lupa
penulis junjungkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga
dan sahabatnya.
Penulis sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
proposal penelitian ini baik berupa bimbingan, nasehat, maupun dukungan yang
sangat berarti dan membantu penulis. Adapun pihak-pihak yang bersangkutan
yaitu :
1. H. Mulyana, SH., M.Pd., M.Kes selaku Ketua Yayasan Adhi Guna Kencana
Bandung.
2. R. Siti Jundiah, S.Kp., M.Kep selaku Ketua STIKes Bhakti Kencana Bandung.
3. Yuyun Sarinengsih, S.Kep., Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Bhakti Kencana Bandung.
4. Kurniawan Yudianto, S.Kp., M.Kep selaku Pembimbing I yang selalu sabar
dan meluangkan waktu serta tenaga dan memberikan petunjuk, arahan,
motivasi yang sangat berguna bagi penulis selama penyusunan skripsi ini.
5. Sri Wulan Megawati, S.Kep., Ners., M.Kep selaku Pembimbing II yang selalu
sabar dan meluangkan waktu serta tenaga dalam memberikan petunjuk,
viii
arahan, motivasi yang sangat berguna bagi penulis selama penyusunan skripsi
ini.
6. Seluruh Dosen dan Staf STIKes Bhakti Kencana Bandung yang telah
mendidik penulis selama menempuh pendidikan.
7. Edi Suhaedi, S.IP., M.AP selaku yang mewakili dari Kepala Badan Kesatuan
Bangsa Dan Politik Kepala Bidang Ideologi Wawasan Kebangsaan dan
Kesehatan Bangsa (Kesbangpol Kabupaten Bandung).
8. Drg. Grace Mediana Purnami, M.Kes selaku direktur utama RSUD Majlaya
dan jajaran manajemen RSUD Majalaya.
9. Seluruh perawat di ruang rawat inap kelas I, II, III RSUD Majalaya.
10. Papah dan Mamah selaku Orang tua, Adik-adik tercinta (Meysi Intan Tanjung,
Nabila Zahira Putri, M. Rafa Ihsan) dan keluarga besar yang selama ini
memberikan kasih sayang, semangat dan dukungan, motivasi, materi tiada
henti, doa yang tulus dalam penyusunan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabat terbaik dan tersayang keluarga Barjen terima kasih atas
kebersamaan, kekeluargaan, dukungan, bantuan, semangat dan do’anya.
12. Rekan-rekan sejawat Ners 14, terimakasih atas bantuan dan kebersamaannya
selama ini, semoga sukses selalu dan teman satu dosen pembimbing Melawati
terimakasih semangat dan kebersamaannya.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini, yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyususnan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan sehingga saran dan kritikan yang bersifat membangun sangat
ix
penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan khususnya kemajuan ilmu keperawatan di masa yang
mendatang.
Bandung, Mei 2018
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................ iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 9
1.3 Tujuan .................................................................................................... 9
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................ 9
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 10
1.4.1 Manfaat Teoritis ........................................................................... 10
1.4.2 Manfaat Praktis ............................................................................. 10
xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka ...................................................................................... 11
2.1 Motivasi ............................................................................................ 11
2.2.1 Definisi Motivasi ...................................................................... 11
2.2.2 Teori-teori Motivasi ................................................................. 12
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi ........................... 21
2.2 Motivasi Kerja ................................................................................. 28
2.2.1 Peran Mentor sebagai Instrumen Peningkatan Motivasi Kerja 28
2.2.2 Tujuan Motivasi ...................................................................... 30
2.3 Supervisi Keperawatan ................................................................... 32
2.3.1 Definisi .................................................................................... 32
2.3.2 Unsur Pokok dalam Supervisi ................................................. 33
2.3.3 Bentuk Supervisi Klinik Keperawatan .................................... 36
2.3.4 Fungsi Supervisi dan Peran Supervisor ................................... 37
2.3.5 Manfaat Supervisi .................................................................... 38
2.3.6 Teknik Supervisi ...................................................................... 40
2.3.7 Model-Model Supervisi ........................................................... 41
2.3.8 Alat Ukur Supervisi ................................................................. 46
2.4 Hubungan Supervisi Keperawatan dengan Motivasi Kerja ....... 47
B. Kerangka Konseptual ........................................................................... 51
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................... 52
3.2 Paradigma Penelitian ............................................................................ 52
xii
3.3 Hipotesa Penelitian ................................................................................ 55
3.4 Variabel Penelitian ................................................................................ 55
3.5 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional .................................... 56
3.5.1 Definisi Konseptual ........................................................................ 56
3.5.2 Definisi Operasional....................................................................... 56
3.6 Populasi dan Sampel ............................................................................. 58
3.6.1 Populasi .......................................................................................... 58
3.6.2 Sampel ............................................................................................ 58
3.7 Pengumpulan Data ................................................................................ 59
3.7.1 Instrumen Penelitian....................................................................... 59
3.7.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ........................................ 62
3.7.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 66
3.8 Langkah-langkah Penelitian ................................................................ 67
3.9 Pengelolahan Data dan Analisa Data .................................................. 68
3.9.1 Pengolahan Data............................................................................. 68
3.9.2 Analisa Data ................................................................................... 70
1) Normalitas Data ....................................................................... 70
2) Analisa Univariat ..................................................................... 71
3) Analisa Bivariat ........................................................................ 73
3.10 Etika Penelitian .................................................................................... 74
3.11 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 76
3.11.1 Lokasi Penelitian ......................................................................... 76
3.11.2 Waktu Penelitian ......................................................................... 76
xiii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ...................................................................................... 77
4.1.1 Analisa Univariat ........................................................................... 77
4.1.2 Analisa Bivariat .............................................................................. 80
4.2 Pembahasan ........................................................................................... 81
4.2.1 Gambaran Pelaksanaan Supervisi Keperawatan ............................ 81
4.2.2 Gambaran Motivasi Kerja Perawat ................................................ 86
4.2.3 Hubungan Pelaksanaan Supervisi Keperawatan dengan Motivasi
Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Majalaya................... 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 93
5.2 Saran ..................................................................................................... 93
DAPTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Motivator dan Faktor Pemeliharaan Menurut Herzberg .................. 15
Tabel 2.2 Perbandingan Beberapa Teori Dalam Motivasi ............................... 20
Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................ 57
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Supervisi Keperawatan ................................... 60
Tabel 3.3 Kategori Pernyataan Berdasarkan Skala Likert ............................... 61
Tabel 3.4 Kisi-kisi Kuesioner Motivasi Kerja Perawat ................................... 61
Tabel 4.1 Gambaran Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Supervisi Keperawatan
di Ruang Rawat Inap RSUD Majalaya ............................................ 78
Tabel 4.2 Distrbusi Aspek Supervisi Keperawatan ......................................... 78
Tabel 4.3 Gambaran Distribusi Frekuensi Motivasi Kerja Perawat di
Ruang Rawat Inap RSUD Majalaya ................................................ 79
Tabel 4.4 Distribusi Aspek Motivasi Kerja Perawat ....................................... 80
Tabel 4.5 Hubungan Pelaksanaan Supervisi Keperawatan dengan Motivasi
Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Majalaya .................... 80
xv
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 The Proctor Model of Supervision .................................................. 44
Bagan 2.2 Kerangka Konseptual ...................................................................... 51
Bagan 3.1 Kerangka Peneitian ......................................................................... 54
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Pengambilan Data dan Informasi,
Balasan Surat Ijin dari RSUD Majalaya
Lampiran 2 Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan,
Balasan Surat Ijin Studi Pendahuluan dari Kesbangpol
Lampiran 3 Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan,
Balasan Surat Ijin Studi Pendahuluan dari RSUD
Majalaya
Lampiran 4 Surat Permohonan Ijin Penelitian,
Balasan Surat Ijin Penelitian dari Kesbangpol
Lampiran 5 Surat Permohonan Ijin Penelitian,
Balasan Surat Ijin Penelitian dari RSUD Majalaya
Lampiran 6 Surat Keterangan Lolos Uji Etik Penelitian STIKes
Bhakti Kencana Bandung
Lampiran 7 Surat Ijin Uji Validitas (content validity)
Lampiran 8 Surat Keterangan Hasil Terjemahan NEC
Lampiran 9 Kuesioner Manchester Clinical Supervision Scale-26
dan Hasil Terjemahan
Lampiran 10 Lembar Uji Concent Validity : Supervisi Keperawatan
Lampiran 11 Lembar Informend Consent
Lampiran 12 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 13 Instrumen Penelitian
Lampiran 14 Rekapitulasi Hasil Peneltian
Lampiran 15 Cacatan Bimbingan
Lampiran 16 Lembar Persyaratan Sidang Akhir
Lampiran 17 Bukti Menjadi Oponen
Lampiran 18 Time Line Skripsi
Lampiran 19 Riwayat Hidup
xvii
DAFTAR SINGKATAN
BHD : Bantuan Hidup Dasar
BPSDKM : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia Kesehatan
BTCLS : Basic Trauma Cardiac Life Support
EKG : Elektrokardiogram
HCU : High Care Unit
HD : Hemodialisa
ICU : Intensive Care Unit
MCSS : Manchester Clinical Supervision Scale
MENKES : Mentri Kesehatan
MOD : Manager On Duty
OK : Operatie Kamer (Kamar Operasi)
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SDM : Sumber Daya Manusia
SOP : Standar Operasional Prosedur
UU : Undang-undang
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawa inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU No. 44
tahun 2009). Menurut sumber lain rumah sakit adalah suatu organisasi yang
melalui tenaga medis professional, terorganisir serta sarana dan prasarana
kedokteran yang permanen, menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan
keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang
diderita oleh pasien (Rustiyanto, 2010).
Keperawatan adalah bentuk pelayanan professional yang menjadi bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan.
Pelayanan yang diberikan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang
komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sehat
maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Dalam hal ini,
keperawatan termasuk ke dalam organisasi pelayanan kesehatan, yang tentunya
senantiasa terlibat dalam penerapan manajemen dan pencapaian tujuan
keperawatan (Simamora, 2012).
Manajemen keperawatan mempunyai lingkup manajemen operasional
yang merencanakan, mengatur, dan menggerakan para perawat untuk memberikan
pelayanan keperawatan yang sebaik-baiknya kepada pasien melalui manajemen
asuhan keperawatan. Agar manajemen yang dilakukan mengarah kepada kegiatan
2
keperawatan secara efektif dan efisien, manajemen dalam keperawatan perlu
dijelaskan berdasarkan fungsi-fungsi manajemen (managerial functions). Fungsi
tersebut mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengimplementasian, serta
pengendalian dan pengawasan (Simamora, 2012).
Data yang diperoleh BPPSDMK (Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan) per Desember 2016, proporsi
jumlah perawat di antara SDM (Sumber Daya Manusia) kesehatan lainnya yang
didayagunakan di fasilitas layanan kesehatan sebanyak 601.228 orang di
antaranya adalah 6 tenaga kesehatan medis (dokter umum, dokter spesialis, dan
dokter gigi), paramedis (bidan dan perawat), dan tenaga farmasi. Dari 6 tenaga
kesehatan tersebut jumlah tenaga perawat adalah yang terbesar mencapai 49%
(296.876 orang). Rekapitulasi jumlah tenaga keperawatan dari total 296.876 orang
perawat di Indonesia, jumlah perawat terbanyak di Provinsi Jawa Tengah 35.773
orang, Jawa Barat 33.527 orang, dan Jawa Timur 33.377 orang tenaga
keperawatan (BPPSDMK, KEMENKES, 2017).
Perawat adalah individu yang mempunyai profesi berdasarkan
pengetahuan ilmiah, keterampilan serta sikap kerja yang dilandasi oleh rasa
tanggung jawab dan pengabdian (Simamora, 2012). Perawat memberikan
pelayanan asuhan keperawatan kepada klien dalam bentuk pelayanan profesional
yang bertujuan membantu pasien untuk memulihkan dan meningkatkan
kemampuan dirinya. Pelayanan keperawatan di ruang rawat terdiri atas
serangkaian kegiatan yang dikoordinasi oleh kepala ruang rawat dan menjadi
tanggung jawab sebagai manajer (Simamora, 2012).
3
Manajer terus-menerus ditantang untuk memotivasi tenaga kerja dalam
melakukan dua hal, yaitu : 1) Memotivasi karyawan untuk bekerja guna
membantu organisasi mencapai tujuannya. 2) Memotivasi karyawan untuk bekerja
demi mencapai tujuan pribadi mereka. Dalam pelayanan kesehatan, pemenuhan
kebutuhan dan pencapaian tujuan baik atasan maupun bawahan seringkali lebih
sulit dicapai. Agar berhasil, manajer layanan kesehatan harus mampu mengelola
dan memotivasi berbagai jenis karyawan (Buchbinder, 2014).
Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan
suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan juga sebagai
faktor pendukung prilaku seseorang. Motif sering kali disamakan dengan
dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani
untuk berbuat, sehingga motif tersebut merupakan suatu driving force yang
menggerakan manusia untuk bertingkah laku dan perbuatan itu mempunyai tujuan
tertentu (Sutrisno, 2016).
Motivasi kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh untuk
membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara prilaku yang berhubungan
dengan lingkungan kerja (Kurniadi, 2016). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Makta (2013) tentang pengaruh motivasi kerja dengan kinerja perawat pelaksana
di unit rawat inap RS Stella Maris Makasar yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawat. Motivasi kerja perawat memiliki
dampak pada kualitas praktik keperawatan dan kesejahteraan tenaga kerja
perawat. Efek ini bisa terjadi berbeda pada individu tergantung pada apakah
orientasi kerja mereka besifat motivasi eksternal atau intenal (Tourangeau, 2015).
4
Dimensi motivasi dapat ditinjau berdasarkan beberapa teori motivasi
diantaranya adalah teori yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg (1977, dalam
Marquis & Huston, 2015) meyakini bahwa pegawai dapat termotivasi oleh
pekerjaan itu sendiri dan bahwa terdapat kebutuhan internal atau pribadi untuk
memenuhi tujuan organisasi. Perbedaan antara faktor hygiene atau pemelihara dan
faktor motivator ini disebut sebagai teori motivator-higiene atau teori dua-faktor.
Teori motivators ini diantaranya : Achievement (prestasi), Recognition
(pengakuan), work (kerja), Responsibility (tanggung jawab), Advancement
(kemajuan), Possibility for growth (kemungkinan untuk berubah). Dan faktor
hygiene atau pemeliharaan menurut Herzberg yaitu : Salary (gaji), Supervision
(supervisi/pengawasan), Job security (keamanan kerja), Positive working
conditions (kondisi kerja yang positif), Personal life (kehidupan pribadi),
Interpersonal relationships and peers (hubungan interpersonal/kelompok sebaya),
Company policy (kebijakan perusahaan), serta status (Marquis & Huston, 2015).
Herzbergh (1977, dalam Marquis & Huston, 2015) berpendapat bahwa
motivator atau pemuas kerja ada dalam pekerjaan itu sendiri; kedua hal tersebut
memberikan orang keinginan untuk bekerja dan melakukan pekerjaan dengan
baik. Penting untuk diingat bahwa kebalikan dari ketidakpuasan mungkin bukan
kepuasan. Ketika faktor pemeliharaan terpenuhi, ada pengurangan
ketidakpuasaan. Demikian juga, tidak adanya motivator tidak selalu menyebabkan
ketidakpuasan.
Pengawasan yang inkompeten bagian dari faktor yang mempengaruhi
motivasi kerja, dimana pengawasan diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan
5
oleh manajer. Hal ini tentu dilakukan oleh seorang manajer yang mempunyai
kemampuan manajerial yang handal untuk melaksanakan fungsi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian aktivitas-aktivitas keperawatan.
Fungsi pengawasan/pengendalian/pengarahan dalam proses manajemen oleh
seorang manajer yang menjadi syarat utama dalam pemberian layanan
keperawatan berkualitas dapat dilakukan melalui supervisi (Simamora, 2012).
Supervisi keperawatan merupakan suatu bentuk dari kegiatan manajemen
keperawatan yang bertujuan dalam pemenuhan dan peningkatan pelayanan untuk
klien dan keluarga yang berfokus pada kebutuhan, keterampilan, dan kemampuan
perawat dalam melaksanakan tugas (Nursalam, 2015). Hal ini dibuktikan dengan
penelitian dari Patintingan, Pasinringi & Anggraeni, (2013) Gambaran Motivasi
Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Hasanuddin
Makasar. Diperoleh data bahwa motivasi kerja perawat rawat inap RS Unhas,
terkait dengan supervisi memiliki presentase (83,1 %). Penelitian terebut
menunjukkan bahwa dengan diadakannya supervisi pimpinan maka perawat
termotivasi untuk meningkatkan kinerja mereka.
Pelaksana supervisi keperawatan dapat dilakukan oleh pemangku jabatan
dalam berbagai level, seperti ; ketua tim, kepala ruangan, perawat pengawas,
kepala seksi, kepala bidang keperawatan ataupun wakil direktur keperawatan.
Kegiatan pokok pada dasarnya supervisi mencakup empat hal, yaitu 1)
menetapkan masalah dan prioritas; 2) menetapkan penyebab masalah, prioritas,
dan jalan keluar; 3) melaksanakan jalan keluar; 4) menilai hasil yang dicapai
untuk tindak lanjut berikutnya. Pelaksanaan supervisi yang baik dilakukan dengan
6
dua teknik, dimana dilakukan secara langsung dan tidak langsung (Nursalam,
2015).
Rumah Sakit Umum Daerah Majalaya adalah RSUD milik pemerintah
Daerah Kabupaten Bandung, awalnya adalah Puskesmas yang dibangun tahun
1951 dan mulai dipergunakan tahun 1955, karena perkembangannya pada tanggal
2 Juni 2010 telah ditetapkan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Tipe “B”
(MENKES 2010). Rumah Sakit ini mempunyai visi dan misi dalam mewujudkan
dan meningkatkan pelayanan kesehatan prima yang mandiri dan berwawasan
pendidikan (RSUD Majalaya, 2017).
Data yang didapat dari RSUD Majalaya Kabupaten Bandung bahwa
keseluruhan jumlah perawat yang bekerja 233 orang, sedangkan jumlah perawat
rawat inap 152 orang dan 10 bidan, dimana memiliki 13 ruang rawat inap yaitu
Ruang Aster (10 perawat), Ruang Cempaka (11 perawat), Ruang Teratai (15
perawat), Ruang Teratai HCU (11 perawat), Ruang Dahlia (17 perawat), Ruang
Kenanga (10 perawat), Ruang ICU (14 perawat), Ruang Melati (10 perawat),
Ruang Anggrek VIP (10 perawat), Ruang Anyelir I (14 perawat), Ruang Anyelir
II (14 perawat), Ruang Flamboyan (16 perawat) dan Ruang Mawar/Nifas (10
bidan).
Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 3 April 2018 didapatkan hasil
wawancara yang dilakukan peneliti terhadap kepala bidang keperawatan RSUD
Majalaya Kabupaten Bandung, pelaksanaan supervisi yang ada di RSUD
Majalaya dibagi menjadi dua, yaitu ; supevisi manajerial, dimana pelaksanaannya
rutin dilakukan setiap hari dengan waktu sesuai jam shif kerja (pagi, sore, malam).
7
Supervisi yang dilakukan berupa mengawasi, mengobservasi, mengevaluasi,
memberikan solusi dan juga memotivasi keja terhadap tenaga kesehatan, seluruh
pelayanan rumah sakit, sarana dan pasarana rumah sakit secara menyeluruh yang
dilakukan oleh pengawas (supervisor/MOD (Manager On Duty)). Sedangkan
supervisi klinik/keperawatan dilakukan berjenjang yaitu 3 bulan sekali yang mulai
pelaksanaannya sejak awal tahun 2018, standar operasional prosedur (SOP)
pelaksanaan supervisi keperawatan yang belum ada, karena memang masih dalam
rancangan pembuatan. Dalam pelaksanaannya dilakukan oleh pengawas
keperawatan/kepala ruangan/ketua tim.
Menurut kepala ruangan yang ada di salah satu ruangan rawat inap,
mengatakan bahwa pelaksanaan supervisi memang belum optimal, seperti :
frekuensi pelaksanaan yang belum teratur, bahan yang disupervisi belum jelas,
dan supervisi yang dilakukan baru hanya sebatas mengamati serta mencatat yang
dilakukan secara tidak langsung. Sedangkan motivasi perawat ruangan di ruang
rawat inap RSUD Majalaya masih belum baik, hal tersebut dapat mempengaruhi
kualitas kinerja dan kepuasan pelayanaan keperawatan, bisa ditunjukkan dengan
ekspresi muka yang kurang ramah terhadap pasien dan keluarga, masih ada
perawat datang terlambat, meninggalkan ruangan saat jam kerja, dan
pendokumentasian yang tidak lengkap.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 8 perawat pelaksana di ruang rawat
inap, 6 orang dari perawat tersebut mengatakan bahwa merasa jenuh dengan
pekerjaanya serta tidak punya gairah untuk bekerja, dalam melaksanakan
pelayanan keperawatan sering tidak sesuai dengan SOP dikarenakan peralatan
8
yang tidak memadai, ketidakadilan dalam mendapatkan tunjangan penambahan
penghasilan sedangkan tenaga kesehatan lain mendapatkannya. Selain itu peneliti
juga menemukan 4 orang dari 8 perawat tersebut mengatakan bahwa suasana
ditempat kerjanya sudah tidak kondusif antara perawat dikarenakan adanya rasa
saing ingin mendapatkan pengakuan dan kenaikan jabatan, kurangnya
pengawasan dari pimpinan khususnya pengawas keperawatan sehingga perawat
tersebut merasa tidak diperhatikan dengan melakukan hal yang benarpun tidak ada
penghargaan (reawed) dan ketika melakukan kesalahanpun tidak ada teguran.
Hasil wawancara dengan ketua komisariat RSUD Majalaya bahwa
pelatihan untuk perawat rawat inap yang dikhususkan itu belum terencana dan
belum pernah diadakan, hanya saja RS sudah mempunyai program pelatihan BHD
yang diperuntukan untuk semua karyawan petugas tenaga medis. Adapun
pelatihan BTCLS, EKG itu hanya diperuntukan dan di wajibkan untuk ruangan-
ruangan tertentu, seperti; IGD, ICU, OK, dan HD. Sedikitnya pelatihan untuk
tenaga perawat rawat inap mengakibatkan harapan perawat terhadap pekerjaannya
kurang.
Berdasarkan fenomena tersebut pengetahuan manajemen keperawatan dan
kemampuan kepemimpinan sangat diperlukan oleh seorang pelaksana yang
bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan (supervisor/supervisi)
keperawatan agar dapat melaksanakan supervisi secara optimal dalam upaya
meningkatkan motiasi kerja perawat, sehingga penerapan pelayanan keperawatan
akan lebih bermutu dan profesional. Maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
9
“Hubungan pelaksanaan supervisi keperawatan dengan motivasi kerja perawat di
ruang rawat inap RSUD Majalaya Kabupaten Bandung Tahun 2018”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka peneliti dapat
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : “Adakah hubungan pelaksanaan
supervisi keperawatan dengan motivasi kerja perawat di ruang rawat inap RSUD
Majalaya Kabupaten Bandung Tahun 2018 ?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pelaksanaan supervisi keperawatan dengan
motivasi kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Majalaya Kabupaten
Bandung Tahun 2018.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi pelaksanaan supervisi keperawatan di RSUD
Majalaya Kabupaten Bandung Tahun 2018.
2) Mengidentifikasi motivasi kerja perawat di ruang rawat inap RSUD
Majalaya Kabupaten Bandung Tahun 2018.
3) Mengidentifikasi hubungan antara pelaksanaan supervisi keperawatan
dengan motivasi kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Majalaya
Kabupaten Bandung Tahun 2018.
10
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari penelitian yang dilakukan adalah :
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian dapat memberikan informasi ilmiah bagi kalangan
akademis baik pengajar maupun mahasiswa keperawatan, dapat dijadikan
rujukan atau referensi bagi peneliti lainnya yang memiliki minat dan
perhatian yang sama dan dapat mengembangkan keilmuan manajemen
dalam keperawatan terutama yang berhubungan antara pelaksanaan
supervisi keperawatan dengan motivasi kerja perawat di ruang rawat inap.
1.4.2 Manfaat Praktis
1) Bagi Instansi Rumah Sakit
Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan dalam upaya
memahami hubungan pelaksanaan supervisi keperawatan dengan
motivasi kerja perawat di ruanga rawat inap RSUD Majalaya
Kabupaten Bandung.
2) Bagi Perawat
Penelitian ini berguna dalam memberikan masukan untuk
memahami hubungan pelaksanaan supervisi keperawatan dengan
motivasi kerja perawat di ruang rawat inap.
3) Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman berharga dalam menggali hubungan
pelaksanaan supervisi keperawatan dengan motivasi kerja perawat di
ruang rawat inap RSUD Majalaya Kabupaten Bandung Tahun 2018.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
2.1 Motivasi
2.1.1 Definisi Motivasi
Motivasi merupakan tindakan atau proses memberikan suatu
motif yang menyebabkan seseorang melakukan suatu aksi (Buchbinder,
2014). Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk
melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali
diartikan juga sebagai faktor pendukung prilaku seseorang. Motif sering
kali disamakan dengan dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut
merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat, sehingga motif
tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakan manusia
untuk bertingkah laku dan perbuatan itu mempunyai tujuan tertentu
(Sutrisno, 2016).
Motivasi adalah motip kuat dari individu yang mampu
menggerakan dirinya agar mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan
sukarela baik dipengaruhi faktor internal maupun eksternal (Kurniadi,
2016). Lebih spesifik Tri (2013) mengatakan bahwa, “Motivasi
merupakan dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia
pada pencapaian tujuan”.
12
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa motivasi adalah faktor yang mendorong individu untuk
melaksanakan tugasnya dalam mencapai tujuan.
2.1.2 Teori-Teori Motivasi
Ahli psikologi telah menelaah motivasi manusia secara
komperhensif dan menyusun sejumlah teori mengenai apa yang
memotivasi manusia. Teori motivasi ini juga mencakup teori yang
berfokus pada motivasi sebagai 1) kebutuhan karyawan dalam berbagai
bentuk, 2) faktor ekstrinsik, dan 3) faktor intrinsik (Buchbinder, 2014).
1. Teori motivasi berbasis kebutuhan
a. Hierarki kebutuhan (need hierarchy) Maslow
Maslow (1954, dalam Buchbinder, 2014) menyusun
suatu hierarki kebutuhan mulai dari kebutuhan hidup tingkat
dasar sampai tingkat tertinggi berupa kesadaran diri dan
aktualisasi. Ketika setiap tingkat telah terpenuhi, secara teori
individu akan termotivasi dan berjuang untuk maju guna
memenuhi tingkat kebutuhan selanjutnya yang lebih tinggi.
Lima tingkat kebutuhan (five hierarchy of needs) dalam hierarki
Maslow, adalah :
1) Kebutuhan fsikologis adalah kebutuhan paling dasar dalam
kehidupan manusia. Kebutuhan fisiologis ini antara lain;
kebutuhan makan, minum, tempat tinggal, hasrat seksual,
dan kebutuhan hidup dasar lainnya;
13
2) Kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan (safety &
security) merupakan kebutuhan akan keselamatan dan
perlindungan atas kerugian fisik, seperti; permukiman yang
aman, lingkungan kerja yang sehat dan aman, akses ke
pelayanan kesehatan, uang, dan kebutuhan dasar lainnya;
3) Kebutuhan untuk disayangi dan dicintai (belongingness) –
mencakup keinginan untuk kontak sosial (pergaulan) dan
interaksi, pertemanan kasih sayang, dan berbagai jenis
dukungan lainnya;
4) Kebutuhan untuk dihargai (esteem) – mencakup status,
pengakuan, dan pandangan positif; serta
5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization) – mencakup
keinginan untuk berprestasi, perkembangan diri, dan
otonomi.
Menurut Maslow orang akan berusaha memenuhi
kebutuhan yang lebih pokok dulu (fisiologis) sebelum beralih
pada kebutuhan yang lebih tinggi. Atau dengan kata lain,
seseorang akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang
paling menonjol atau paling kuat dirasakanya pada saat ini. Jadi,
yang harus menjadi perhatian manajemen adalah sampai
ditingkat mana kebutuhan yang telah terpenuhi dalam diri
masing-masing karyawan, sehingga menetapkan strategi yang
bisa memotivsinya (Suarli, 2010).
14
b. Teori ERG Aldelfer
Teori ERG oleh Clayton Alderfer (1972, dalam
Buchbinder, 2014) serupa dengan hierarki kebutuhan Maslow,
karena di kembangkan untuk bergerak maju atau mundur
melalui tingkat yang di anggap sebagai motivator. Alderfer
mengurangi tingkatan Maslow dari lima menjadi tiga, seperti
berikut ;
1) Eksistensi ( Existence, E) : kebutuhan yang bisa dipuaskan
oleh faktor-faktor seperti makanan, minuman, udara, upah,
dan kondisi kerja. Kebutuhan eksistensi ini sama dengan
kebutuhan fisiologis dan keamanan dalam hierarki
kebutuhan Maslow.
2) Keterkaitan (Relatednes, R) : kebutuhan yang bisa
dipuaskan oleh hubungan sosial, hubungan antar pribadi.
Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan tingkat ketiga dalam
hierarki Maslow, yaitu rasa memiliki, sosial, dan cinta.
3) Pertumbuhan (Growth, G) : kebutuhan yang bisa dipuaskan
bila seseorang memberikan kontribusi yang kreatif dan
produktif. Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan tingkat
empat dan lima dalam Hierarki Maslow, yaitu harga diri
dan aktualisasi diri.
15
c. Teori dua faktor Herzberg
Frederick Herzberg (1977, dalam Marquis & Huston,
2015) meyakini bahwa pegawai dapat termotivasi oleh
pekerjaan itu sendiri dan bahwa terdapat kebutuhan internal atau
pribadi untuk memenuhi tujuan organisasi. Ia meyakini bahwa
memisahkan motivator pribadi dari ketidakpuasan kerja
mungkin terjadi. Perbedaan antara faktor hygiene atau
pemelihara dan faktor motivator ini disebut sebagai teori
motivator-higiene atau teori dua-faktor.
Tabel 2.1
Motivator dan Faktor Pemeliharaan Menurut Herzberg
Herzberg’s Motivators and Hygiene Factors
Motivators Hygiene Factors
Prestasi
Achievement
Gaji
Salary
Pengakuan
Recognition
Supervisi/Pengawasan
Supervision
Kerja
Work
Keamanan kerja
Job security
Tanggung jawab
Responsibility
Kondisi kerja yang positif
Positive working conditions
Kemajuan
Advancement
Kehidupan pribadi
Personal life
Kemungkinan untuk berubah
Possibility for growth
Hubungan
interpersonal/kelompok
sebaya
Interpersonal relationships and
peers
Kebijakan perusahaan
Company policy
Status
Sumber: Teori Motivasi Frederick Herzberg (1977, dalam
Marquis & Huston, 2015)
16
Herzbergh (1977, dalam Marquis & Huston, 2015)
berpendapat bahwa motivator atau pemuas kerja ada dalam
pekerjaan itu sendiri; kedua hal tersebut memberikan orang
keinginan untuk bekerja dan melakukan pekerjaan dengan baik.
Faktor higiene atau pemeliharaan menjaga pegawai merasa tidak
puas atau kurang termotivasi, tetapi tidak berfungsi sebagai
motivator yang sesungguhnya. Penting untuk diingat bahwa
kebalikan dari ketidakpuasan mungkin bukan kepuasan. Ketika
faktor pemeliharaan terpenuhi, ada pengurangan
ketidakpuasaan. Demikian juga, tidak adanya motivator tidak
selalu menyebabkan ketidakpuasan.
Karya Herzberg menunjukkan bahwa meskipun
organisasi harus membangun faktor higiene atau pemelihara,
suasana yang memotivasi harus secara aktif melibatkan
pegawai. Para pekerja harus diberikan tanggung jawab,
tantangan, dan pengakuan yang lebih besar untuk dapat
melakukan pekerjaan dengan baik. Sistem penghargaan harus
memenuhi kebutuhan motivasi dan faktor pemeliharaan, dan
penekan yang diberikan oleh manajer sebaiknya berbeda pada
situasi dan keterlibatan pegawai. Meskipun faktor pemeliharaan
itu sendiri tidak memotivasi, faktor tersebut diperlukan untuk
menciptakan lingkungan yang mendorong para pekerja untuk
17
berpindah ke kebutuhan yang tingkatannya lebih tinggi
(Marquis & Huston, 2015).
d. Teori kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan yang dipelajari (learned needs theory)
yang dikemukakan oleh McClelland (1985, dalam Buchbinder,
2014) adalah teori motivasi yang berkaitan erat dengan konsep
belajar. Teori ini mengatakan bahwa melalui kehidupan dalam
suatu budaya, seseorang belajar tentang kebutuhannya. Tiga dari
kebutuhan yang dipelajari ini adalah :
1) Kebutuhan berprestasi (need for achievement), misalnya
menyelesaikan pekerjaan yang menantang, memenangkan
kompetisi, bisa menyelesaikan masalah dengan baik;
2) Kebutuhan menjalin hubungan atau berafiliasi (need for
affiliation), misalnya menjalin pertemanan atau
persahabatan;
3) Kebutuhan berkuasa (need for power), misalnya kekuasaan
untuk memerintah orang lain, atau kekuasaan untuk
menentukan kebijakan.
McClelland mengatakan bahwa jika kebutuhan
seseorang sangat kuat, maka hal itu akan memotivasinya untuk
menggunakan prilaku yang mengarah pada pemuasan kebutuhan
tersebut (Suarli, 2010).
18
2. Teori faktor ekstrinsik motivasi
Konsep lain untuk memahami motivasi difokuskan pada
faktor-faktor eksternal dan perannanya dalam memahami motivasi
karyawan (Buchbinder, 2014).
a. Teori penguatan (reinforcement)
Reinforcement theory oleh ahli B.F. Skinner (1953,
dalam Buchbinder, 2014) diungkapkan bagaimana konsekuensi
prilaku di masa lampau memengaruhi tindakan di masa depan
dalam suatu proses belajar. Penguatan adalah sesuatu yang
meningkatkan kekuatan respons dan cenderung menyebabkan
pengulangan prilaku yang di dahului oleh penguatan. Teori B.F.
Skinner terdiri atas empat macam penguatan. Dua penguatan
yang pertama berkaitan dengan pencapaian prilaku yang
diinginkan, sementara dua penguatan terakhir mengacu pada
prilaku yang tidak diinginkan :
1) Penguatan positif, berkaitan dengan pelaksanaan tindakan
yang mengompensasi prilaku positif;
2) Belajar menghindar, terjadi ketika tindakan dilakukan untuk
mengompensasi prilaku yang menghindari prilaku yang
tidak diinginkan atau prilaku negatif. Penguatan ini
terkadang disebut sebagai penguatan negatif;
19
3) Hukuman, mencakup tindakan yang dirancang untuk
mengurangi prilaku yang tidak diinginkan dengan
menciptakan konsekuensi negatif bagi individu; dan
4) Pemusnahan, mencerminkan penghilangan reward positif
untuk prilaku yang tidak diinginkan.
Kritik utama yang dilontarkan untuk konsep penguatan
adalah bahwa konsep itu tidak mempertibangkan karyawan
untuk berpikir secara kritis dan rasional, keduanya merupakan
aspek penting dalam motivasi manusia. Teori penguatan
menyangkut ingatan orang mengenai pengalaman stimulus,
respons dan konsekuensi (Suarli, 2010).
3. Teori faktor intrinsik motivasi
Teori yang didasarkan pada faktor-faktor intrinsik atau
internal berfokus pada proses berpikir dan persepsi terhadap
motivasi.
a. Teori kesetaraan Adam
Adams (1963, dalam Buchbinder, 2014) menyatakan bahwa
individu termotivasi jika merasa bahwa dirinya diperlakukan
setara dengan orang lain yang ada dalam organisasi;
b. Teori harapan Victor Vroom
Vroom (1964, dalam Buchbinder, 2014) membahas harapan
individu dan mengonsumsikan bahwa mereka termotivasi oleh
20
kinerja dan hasil akhir yang diharapkan dari prilaku mereka
sendiri; dan
c. Teori penetapan tujuan Locke
Locke & Latham (1990, dalam Buchbinder, 2014)
mengonsumsikan bahwa dengan menetapkan tujuan, individu
akan termotivasi untuk bertindak guna mencapai tujuan tersebut.
Tabel 2.2
Perbandingan beberapa teori dalam motivasi
Sumber: Suarli (2010)
Penjelasan Teoritis Teori dan Penemunya Penerapan Manajerial
Teori Kepuasan
Faktor-faktor dalam
diri orang yang
menggerakan,
mengarahkan,
mendukung dan
menghentikan
prilaku.
1) Hierarki kebutuhan
(Maslaw)
2) Teori ERG
(Clayton Alderfer)
3) Teori dua faktor
(Frederich
Herzberg)
4) Teori kebutuhan
yang dipelajari
(McClelleand)
Manajer harus berhati-
hati menghadapi
perbedaan kebutuhan,
keinginan, dan tujuan,
karena adanya
keunikan pada masing-
masing individu.
Teori Proses Motivasi
Menguraikan,
menjelaskan,
menganalisis
bagaimana prilaku
digerakan, diarahkan,
didukung, dan
dihentikan.
1) Teori penguatan
(Skinner)
2) Teori harapan
(Vroom)
3) Teori keadilan
(Adams)
4) Teori penetapan
tujuan (Locke)
Manajer harus
memahami proses
motivasi dan
bagaimana individu
membuat pilihan
berdasrkan keinginan,
penghargaan dan
pencapaian.
21
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Motivasi sebagai proses psikologis dalam diri seseorang akan
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat
dibedakan atas faktor intern dan ekstern yang berasal dari karyawan
(Sutrisno, 2016).
1. Faktor Intern
Faktor intern yang dapat mempengaruhi pemberian motivasi
pada seseorang antara lain :
1) Pencapaian
Pencapaian yang ingin di penuhi seperti keinginan untuk
dapat hidup. Dimana keinginan ini merupakan kebutuhan setiap
manusia yang hidup di muka bumi ini. Untuk mempertahankan
hidup ini orangmau mengerjakan apa saja, apakah pekerjaan itu
baik atau jelek, apakah halal atau haram, dan sebagainya.
Keinginan untuk dapat hidup meliputi kebutuhan untuk :
memperoleh kompesasi yang memadai, pekerjaan yang tetap
walaupun penghasilan tidak begitu memadai, dan kondisi kerja
yang aman dan nyaman (Sutrisno, 2016).
2) Pengakuan
Keinginan untuk memperoleh pengakuan itu meliputi : a)
Adanya penghargaan terhadap prestasi, b) Adanya hubungan
kerja yang harmonis dan kompak, c) pemimpin yang adil dan
22
bijaksana, dan d) perusahaan tempat kerja di hargai oleh
masyarakat (Sutrisno, 2016).
3) Keinginan untuk dapat memiliki
Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong
seseorang untuk mau melakukan pekerjaan. Hal ini, banyak
ditemui dalam kehidupan sehari-hari, bahwa keinginan yang
keras untuk dapat memiliki itu akan mendorong orang untuk
mau bekerja (Sutrisno, 2016).
4) Keinginan untuk memperoleh penghargaan
Seseorang mau bekerja disebabkan karena adanya
keinginan untuk diakui, dihormati oleh orang lain. Untuk
memperoleh status sosial yang lebih tinggi, orang mau
mengeluarkan uangnya untuk memperoleh uang itu pun ia
harus bekerja keras (Sutrisno, 2016).
5) Keinginan untuk berkuasa
Keinginan ini sama dengan kemungkinan untuk
tumbuh/pertumbuhan, keinginan untuk berkuasa akan
mendorong seseorang dalam bekerja. Kadang-kadang
keinginan untuk maju/berkembang, untuk berkuasa ini
dipenuhi dengan cara-cara tidak terpuji namun cara yang
dilakukannya itu masih termasuk bekerja juga (Sutrisno, 2016).
23
2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern juga tidak kalh perannya dalam melemahkan
motivasi kerja seseorang. Faktor-faktor ekstern itu adalah:
1) Kondisi lingkungan kerja
Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan
prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan, yang sedang
melakukan pekerjaan dan dapat mempengaruhi pelaksanaan
pekerjaan. Lingkungan kerja ini meliputi tempat bekerja,
fasilitas, dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan,
ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara orang-orang
yang ada ditempa kerja tersebut. Lingkungan kerja yang baik
dan bersih, mendapat cahaya yang cukup, bebas dari
kebisingan dan gangguan, jelas akan memotivasi tersendiri bagi
karyawan dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Namun
lingkungan kerja yang buruk, kotor, gelap, pengap, lembab dan
sebagainya akan menimbulkan cepat lelah dan menurunkan
kreatifitas. Oleh karena itu pimpinan perusahaan yang
mempunyai kreatifitas tinggi akan dapat menciptakan
lingkungan kerja yang menyenangkan bagi para karyawan
(Sutrisno, 2016).
Hasil penelitian Cahyani, Wahyuni, & Kurniawan
(2016). menunjukkan ada hubungan antara kondisi kerja
dengan motivasi kerja perawat. Analisis semangat atau
24
motivasi kerja perawat dapat dilakukan melalui sisi individu
(internal) meliputi pemenuhan kebutuhan fisiologis, rasa aman
dan sisi eksternal meliputi kondisi kerja.
2) Kompensasi yang memadai/Imbalan
Kompensasi merupakan sumber penghasilan utama bagi
para karyawan untuk menghidupi diri beserta keluarganya.
Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang
paling ampuh bagi perusahaan untuk mendorong para
karyawan bekerja dengan baik. Adapun kompensasi yang
kurang memadai akan membuat mereka kurang tertarik untuk
bekerja keras, dan memungkinkan mereka bekerja tidak tenang,
dari sini jelaslah bahwa besar kecilnya kompensasi sangat
mempengaruhi motivasi kerja para karyawan (Sutrisno, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian Cahyani, Wahyuni, &
Kurniawan (2016) menunjukkan ada hubungan antara persepsi
gaji dengan motivasi kerja perawat rumah sakit jiwa. Gaji yang
proporsional akan memotivasi dan memuaskan karyawan serta
sebaliknya, pendapatan yang tak proporsional akan
menimbulkan keluhan, penurunan prestasi, ketidakpuasan
kerja, dan menurunnya moral kerja.
25
3) Kebijakan kepegawaian
Menurut Hutapea & Toha (2008) menyatakan bahwa ada
banyak faktor yang mempengaruhi prestasi karyawan,
diantaranya:
a) Kebijakan perusahaan, dapat di pengaruhi atau
dikendalikan oleh organisasi atau perusahaan.
b) Faktor individu karyawan, karakter kerja karyawan yang
buruk, sifat seseorang yang cepat bosan, tidak dapat
mengatasi tantangan, sering mengganggu dan merugikan
orang lain dalam bekerja.
c) Faktor lingkungan usaha, keadaan bisnis dan ekonomi yang
berfluktuasi dengan pola yang tidak menentu.
4) Supervisi yang baik
Fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan adalah
memberikan pengarahan, membimbing kerja para karyawan,
agar dapat melaksanakan kerja dengan baik tanpa membuat
kesalahan. Dengan demikian, posisi supervisi sangat dekat
dengan para karyawan dalam melaksanakan tugas sehari-hari.
Bila supervisi yang dekat pada para karyawan ini menguasai
liku-liku pekerjaan dan penuh dengan sifat-sifat
kepemimpinan, maka suasana kerja akan bergairah dan
bersemangat. Akan tetapi mempunyai supervisor yang angkuh,
mau benar sendiri, tidak mau mendengarkan keluhan para
26
karyawan akan dapat menurunkan semangat kerja (Sutrisno,
2016).
Hasil penelitian Cahyani, Wahyuni, & Kurniawan (2016)
disimpulkan bahwa ada hubungan antara supervisi dengan
motivasi kerja perawat rumah sakit jiwa. Supervisi merupakan
suatu upaya pembinaan dan pengarahan yang dilakukan
pemimpin terhadap bawahan. Dalam melakukan kegiatan
supervisi secara sistematis maka akan memotivasi pegawai
dalam meningkatkan prestasi kerja mereka dan melaksanakan
pekerjaan akan menjadi lebih baik (Kurniadi, 2016).
5) Adanya jaminan pekerjaan
Setiap orang akan mau bekerja mati-matian
mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan,
kalau yang bersangkutan merasa ada jaminan karier yang jelas
dalam melakukan pekerjaan. Mereka bekerja bukannya untuk
hari ini saja, tetapi mereka berharap akan bekerja sampai tua
cukup dalam satu perusahaan saja, tidak usah sering kali
pindah. Hal ini akan dapat terwujud bila perusahaan dapat
memberikan jaminan karier untuk masa depan, baik jaminan
akan adanya promosi jabatan, pangkat maupun jaminan
pemberian kesempatan untuk mengembangkan potensi diri
(Sutrisno, 2016).
27
6) Status dan tanggung jawab
Status dan kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan
dambaan setiap karyawan dalam bekerja. Mereka bukan hanya
mengharapkan kompensasi semata, tetapi pada satu masa
mereka juga berharap dapat kesempatan menduduki jabatan
dalam suatu perusahaan. Dengan menduduki suatu jabatan
orang merasa dirinya akan dipercaya, diberi tanggung jawab,
dan wewenang yang besar untuk melakukan kegiatan-kegiatan.
Jadi, status dan kedudukan merupakan dorongan untuk
memenuhi kebutuhan sense of achievement dalam tugas sehari-
hari (Sutrisno, 2016).
7) Peraturan yang fleksibel
Bagi perusahaan besar, biasanya sudah ditetapkan sistem
dan prosedur kerja yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan.
Sistem dan prosedur kerja ini dapat kita sebut dengan peraturan
yang berlaku dan bersifat mengatur dan melindungi para
karyawan. Semua ini merupakan aturan main yang mengatur
hubungan kerja antara karyawan dengan perusahaan, termasuk
hak dan kewajiban para karyawan, pemberian kompensasi,
promosi, mutasi dan sebagainya. Oleh karena itu, biasanya
peraturan bersifat melindungi dan meberikan motivasi para
karyawan untuk bekerja lebih baik (Sutrisno, 2016).
28
2.2 Motivasi Kerja
Bekerja adalah suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk
mendapatkan kepuasan. Aktivitas ini melibatkan fisik dan mental, bekerja itu
merupakan proses fisik dan mental manusia dalam mecapai tujuannya
(Nursalam, 2015). Motivasi adalah tenaga dalam diri individu yang
memengaruhi kekuatan atau mengarahkan prilaku seseorang (Marquis &
Huston, 2015).
Motivasi kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh untuk
membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara prilaku seseorang yang
berhubungan dengan lingkungan kerja (Kurniadi, 2016). Motivasi kerja
perawat merupakan salah satu faktor ang dapat empengaruhi kinerja perawat,
hal tersebut jugadapat terjadi pada pelaksanaan peran perawat sebagai
educator (Nursalam, 2012).
Secara sederhana dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi
kerja merupakan dorongan internal dari seseorang untuk melakukan atau
melanjtkan serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai sasaran yang
telah ditetapkan.
2.2.1 Peran Mentor sebagai Instrumen Peningkatan Motivasi Kerja
Peran manajer keperawatan sebagai mentor (Sualri, 2010) yaitu
sebagai :
1) Model : seseorang yang prilakunya dapat menjadi contoh dan
panutan;
29
2) Envisioner : seseorang yang dapat melihat dan mengomunikasikan
arti keperawatan profesional dan keterkaitannya dalam praktek
keperawatan;
3) Energizer : manajer yang selalu dinamis dan dapat menstimulasi
staf untuk berpartisipasi terhadap program kerjanya;
4) Investor : manajer yang menginvestasikan waktu dan tenaganya
dalam pengembangan profesi dan organisasi;
5) Suporter : manajer yang memberikan dukungan emosional dan
menumbuhkan rasa percaya diri stafnya;
6) Pemegang prosedur standar (standard procedure) : manajer yang
selalu berpegang pada standar yang ada dan menolak aktivitas yang
kurang atau tidak memenuhi kriteria standar;
7) Teacher-coach : manajer yang mengajarkan kemampuan (skill)
interpersonal atau cara berpolitik yang penting bagi pengembangan
diri stafnya;
8) Feedback giver : manajer yang memberikan umpan balik, baik
secara tulis positif atau negatif dalam pengembangan diri;
9) Eye-opener : manajer yang selalu memberikan wawasan/pandangan
yang luas tentang situasi terbaru yang terjadi;
10) Door-opener : manajer yang selalu membuka diri dan memberikan
kesempatan kepada stafnya untuk berkonsultasi;
11) Idea bouncer : manajer yang bisa selalu mendengar dan berdiskusi
mengenai pendapat stafnya;
30
12) Problem solver : manajer yang akan membantu stafnya dalam
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah;
13) Career counselor : manajer yang mebantu staf dalam
pengembangan karier (cepat atau lambat);
14) Challenger : manajer yang mendorong staf untuk menghadapi
perubahan/tantangan secara kritis dan pantang menyerah.
2.2.2 Tujuan Motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah
untuk menggerakan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan
dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh
hasil atau mencapai tujuan tertentu. Makin jelas tujuan yang diharapkan
atau yang akan dicapai, makin jelas pula bagaimana tindakan motivasi
itu dilakukan. Setiap orang yang akan memberikan motivasi harus
mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan,
kebutuhan, dan kepribadian orang yanga akan di motivasi (Azwar,
2009).
Beberapa perawat memiliki motivasi untuk bekerja dengan
sebaik-baiknya dan kreatif, sementara yang lainnya hanya merasa
cukup dengan asal selesai mengerjakan tugasnya tanpa memikirkan
hasilnya. Sehingga untuk memberikan pelayanan yang baik kepada
pasien, pimpinan harus benar-benar memperhatikan motivasi perawat.
Motivasi hanya akan berhasil sempurna jika dapat diselaraskan tujuan
yang dimiliki oleh organisasi dengan tujuan yang dimiliki oleh orang
31
perorang dan ataupun sekelompok masyarakat yang tergabung dalam
organisasi tersebut. Dengan demikian langkah pertama yang perlu
dilakukan ialah mengenal tujuan yang dimiliki orang perorang atau
sekelompok masyarakat untuk kemudian diupayakan memadukannya
dengan tujuan organisasi (Azwar, 2009).
Motivasi adalah bagian fundamental dari kegiatan manajemen
sehingga semua kegiatan organisasi tidak akan bermanfaat jika anggota
yang ada di dalam organisasi tersebut tidak termotivasi
menyumbangkan usaha guna memenuhi tugas yang dibebankan
kepadanya. Oleh karena itu tujuan diberikannya motivasi untuk
mendorong meningkatkan pegawai dan melaksanakan pekerjaannya
(Sutrisno, 2016).
Tujuan pemberian motivasi adalah mendorong gairah dan
semangat kerja karyawan, meningkatkan moral dan kepuasan kerja
karyawan, meningkatkan produktivitas kerja karyawan,
mempertahankan loyalitas dan stabilitas karyawan perusahaan,
meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan,
mengefektifkan pengadaan karyawan, menciptakan suasana dan
hubungan kerja yang baik, meningkatkan kreativitas dan partisipan
karyawan, meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan,
mempertinggi rasa tanggun jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya,
meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku (Hasibuan,
2008).
32
2.3 Supervisi Keperawatan
2.3.1 Definisi
Supervisi adalah suatu kegiatan yang digunakan untuk
memfasilitasi refleksi yang lebih mendalam dari praktek yang sudah
dilakukan, refleksi ini memungkinkan staf mencapai, mempertahankan,
dan kreatif dalam meningkatkan kualitas pemberian asuhan
keperawatan melalui sarana pendukung yang ada (Pitman, 2011).
Supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan
peningkatan kemampuan pihak yang di supervisi agar mereka dapat
melaksanakan tugas kegiatan yang telah di tetapkan secara efisien dan
efektif (Nursalam, 2012).
Supervisi merupakan bagian dari fungsi pengarahan yang
berperan untuk mempertahankan agar segala kegiatan yang telah
terprogram dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Supervisi dalam
keperawatan bukan hanya sekedar kontrol, tetapi lebih dari itu kegiatan
supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat
personal maupun material yang diperlukan untuk tercapainya tujuan
asuhan keperawatan secara efektif dan efisien (Marquis & Huston,
2015).
Supervisi keperawatan merupakan suatu bentuk dari kegiatan
manajemen keperawatan yang bertujuan pada pemenuhan dan
peningkatan pelayanan klien dan keluarga yang berfokus pada
kebutuhan, keterampilan, dan kemampuan perawat dalam
33
melaksanakan tugas (Nursalam, 2012). Supervisi keperawatan adalah
kegiatan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan secara
berkesinambungan oleh supervisor mencakup masalah pelayanan
keperawatan, masalah ketenagaan dan pelaratan agar pasien mendapat
pelayanan yang bermutu di setiap saat (Nursalam, 2015).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan, supervisi
keperawatan adalah suatu proses berkesinambungan yang dilakukan
oleh manajer keperawatan atau pimpinan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan seseorang, sehingga hal ini dapat
meningkatkan kaulitas kinerja melalui pengarahan, observasi dan
bimbingan yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan.
2.3.2 Unsur Pokok Dalam Supervisi
1. Pelaksana Supervisi
Pelaksana atau yang bertanggung jawab melaksanakan
supervisi adalah atasan, yakni mereka yang memiliki kelebihan
dalam organisasi, kelebihan yang dimaksud dikaitkan dengan status
yang lebih tinggi (supervisor) dan karena itu fungsi supervisi
memang dimiliki oleh atasan. Namun untuk keberhasilan, supervisi
harus lebih mengutamakan kelebihan pengetahuan dan keterampilan
(Nursalam, 2015).
Tingkatan atas kelas manajer dalam melakukan supervisi
yaitu sebagai berikut:
34
a) Manajer Puncak (Top Manager)
Bertanggung jawab atas seluruh kegiatan dari hasil kegiatan
serta proses manajemen oraganisasi. Tugasnya menetapkan
kebijaksanaan (policy). Misalnya : Kakanwil Depkes Provinsi,
Kadinkes Daerah, Direktur RS, dan sebagainya.
b) Manajer Menengah (Middle Manager)
Manajer menengah ini memimpin sebagian manajer tingkat
pertama. Tugasnya menjabarkan kebijakan top manajer
Misalnya : Kepala Bagian Tata Usaha, Kepala Bidang,
Kasubdin Provinsi, Kasubbag Dati II.
c) Manajer Tingkat Pertama (First Line, First Level Manager)
Manajer tingkat bawah yang bertugas memimpin langsung para
pelaksana atau pekerja, melaksanakan supervisi sebagai mandor.
Misalnya : Kepala Seksi, Kepala Urusan (Nursalam, 2015).
2. Frekuensi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berbeda.
Supervisi yang dilakukan hanya sekali, bukan supervisi yang baik.
Tidak ada pedoman yang pasti seberapa sering supervisi dilakukan.
Pegangan umum yang digunakan bergantung pada derajat kesulitan
pekerjaan yang dilakukan serta sifat penyesuaian yang akan
dilakukan (Nursalam, 2015).
Sepanjang kontrol atau supervisi penting bergantung
bagaimana staf melihatnya.
35
a) Overcontrol. Kontrol yang terlalu berlebihan akan merusak
delegasi yang diberikan. Staf tidak akan memikul tanggung
jawabnya.
b) Undercontrol. Kontrol yang kurang juga akan berdampak buruk
terhadap delegasi, dimana staf akan tidak produktif
melaksanakan tugas limpah dan berdampak signifikan terhadap
hasil yang diharapkan. Hal ini akan berdampak terhadap
pemborosan waktu dan anggaran yang sebenarnya dapat
dihindarkan. Berikan kesempatan waktu yang cukup kepada staf
untuk berfikir dan melaksanakan tugas tersebut (Nursalam,
2015).
3. Tujuan
Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada
bawahan secara langsung, sehingga bawahan memiliki bekal yang
cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil
yang baik. Tujuan dari pengawasan adalah sebagai berikut:
a) Menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan dalam tempo yang diberikan dengan
menggunakan sumber daya yang tersedia.
b) Memungkinkan pengawas menyadari kekurangan-kekurangan
para petugas kesehatan dalam hal kemampuan, pengetahuan,
dan pemahaman, serta mengatur pelatihan yang sesuai.
36
c) Memungkinkan para pengawas mengenali dan memberi
penghargaan atas pekerjaan yang baik dan mengenali staf yang
layak diberikan kenaikan jabatan dan pelatihan lebih lanjut.
d) Memungkinkan manajemen bahwa sumber yang disediakan bagi
petugas telah cukup dan dipergunakan dengan baik.
e) Memungkinkan manajemen menentukan penyebab kekurangan
pada kinerja tersebut (Nursalam, 2015).
2.3.3 Bentuk Supervisi Klinik Keperawatan
Kegiatan supervisor dalam supervisi model klinik akademik
(Mua, 2011) meliputi :
1. Kegiatan Educative
Kegiatan educative adalah kegiatan pembelajaran secara tutorial
antara supervisor dengan perawat pelaksana.
2. Kegiatan Supportive
Kegiatan supportive adalah kegiatan yang dirancang untuk
memberikan dukungan kepada perawat agar dapat memiliki sikap
yang saling mendukung diantara perawat sebagai rekan kerja
profesional sehingga memberikan jaminan kenyamanan dan
validasi.
3. Kegiatan Managerial
Kegiatan Managerial dilakukan dengan melibatkan perawat dalam
perbaikan dan peningkatan standar. Kegiatan managerial dirancang
untuk memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk
37
meningkatkan manajemen perawatan pasien dalam kaitannya
dengan menjaga standar pelayanan, peningkatan patient safety, dan
peningkatan mutu.
2.3.4 Fungsi Supervisi dan Peran Supervisor
Menurut Nursalam (2015) peran dan fungsi supervisor dalam
supervisi adalah mempertahankan keseimbangan pelayanan
keperawatan dan manajemen sumber daya yang tersedia :
1. Manajemen pelayanan keperawatan
Tanggung jawab supervisor adalah menetapkan dan
mempertahankan standar praktik keperawatan, menilai kualitas
asuhan keperawatan dan pelayanan yang diberikan, dan
mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur pelayanan
keperawatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan lain yang terkait.
2. Manajemen anggaran
Manajemen keperawatan berperan aktif dalam membantu
perencanaan dan pengembangan, supervisor berperan dalam :
a) Membantu menilai rencana keseluruhan dikaitkan dengan dana
tahunan yang tersedia, mengembangkan tujuan unit yang dapat
dicapai sesuai tujuan RS;
b) Membantu mendapatkan informasi statistik untuk merencanakan
anggaran keperawatan;
c) Memberi justifikasi proyeksi anggaran unit yang dikelola.
38
Supervisi yang berhasil guna dan berdaya guna tidak dapat terjadi
begitu saja, tetapi memerlukan praktik dan evaluasi penampilan agar
dapat dijalankan dengan tepat. Kegagalan supervisi dapat menimbulkan
kesenjangan dalam pelayanan keperawatan (Nursalam, 2015).
Kegiatan supervisi dalam fungsi manajemen keperawatan sebagai
fungsi pengarahan dan fungsi pengawasan. Fungsi pengarahan adalah
fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberi
bimbingan, saran, perintah-perintah atau intruksi kepada bawahan
dalam melaksanakan tugas masing-masing agar tugas dapat
diselesaikan dengan baik dan benar-benar tertuju pada tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Sedangkan fungsi pengawasan adalah salah
satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu
mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat
sesuai dengan rencana (Simamora, 2012).
2.3.5 Manfaat Supervisi
Menurut Pitman (2011) manfaat supervisi terdiri atas :
1. Manfaat bagi perawat pelaksanaa
a) Timbul perasaan dihargai dan dapat meningkatkan rasa percaya
diri.
b) Supervisi mendorong praktek keperawatan yang aman dan
mencerminkan pelayanan perawatan pada pasien, hal ini dapat
meningkatkan kepuasan kerja perawat.
39
c) Meningkatkan pengembangan pribadi dan profesional, supervisi
yang dilakukan secara keseluruhan dan terus menerus dapat
meningkatkan profesionalisme dan pengembangan pribadi serta
komitmen untuk belajar secara terus menerus.
d) Perasaan diberdayakan dan difasilitasi untuk bertanggug jawab
atas pekerjaan mereka dan keputusan – keputusan yang diambil.
2. Manfaat bagi manajer
Tantangan bagi manajer untuk memfasilitasi staf dalam
mengembangkan diri dan meningkatkan profesionalisme, sehingga
kualitas pelayanan dan bermutu dan tercapai.
3. Meningkatkan kualitas dan kemanan pasien
Tujuan yang paling penting dari supervisi adalah
meningkatkan kualitas dari pelayanan dan keamanan pasien.
Supervisi memegang peranan utama dalam mendukung pelayanan
yang bermutu melalui jaminan kualitas, manajemen resiko, dan
manajemen kinerja.
Supervisi telah terbukti memiliki dampak positif pada
perawatan pasien dan sebaliknya, kurangnya supervisi memberi
dampak yang kurang baik bagi pasien. Supervisi dalam praktek
profesi kesehatan telah diidentifikasi sebagai faktor penting dalam
meningkatkan keselamatan pasien, supervisi yang tidak memadai
dijadikan sebagai pemicu kegagalan dan kesalahan yang terjadi
dalam layanan kesehatan (Nursalam, 2015).
40
4. Pembelajaran
Supervisi memiliki manfaat memberikan efek pada pembelajaran
melalui kegiatan sebagai berikut :
a) Mendidik perawat pelaksana melalui bimbingan yang diberikan
oleh supervisor.
b) Mengidentifikasi masalah yang terjadi ketika memberikan
asuhan keperawatan pada pasien.
c) Meningkatkan motivasi perawat pelaksana dalam bekerja.
d) Membantu kemajuan pembelajaran (Pitman, 2011).
2.3.6 Teknik Supervisi
Kegiatan pokok pada supervisi mencangkup empat hal yang
bersifat pokok, yaitu : (1) Menetapkan masalah dan prioritas, (2)
Menetapkan penyebab masalah, prioritas, dan jalan keluar, (3)
Melaksanakan jalan keluar, (4) Menilai hasil yang dicapai untuk lanjut
berikutnya. Untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua
teknik (Nursalam (2015):
1. Supervisi langsung
Supervisi dilakukan secara langsung pada kegiatan yang
sedang berlangsung, dimana supervisor dapat terlibat dalam
kegiatan, umpan balik dan perbaikan. Proses supervisi meliputi :
a) Perawat pelaksana melakukan secara mandiri suatu tindakan
keperawatan didampingi oleh supervisor;
41
b) Selama proses, supervisor dapat memberi dukungan,
reinforcement dan petunjuk;
c) Setelah selesai, supervisor dan perawat pelaksana melakukan
diskusi yang bertujuan untuk menguatkan yang telah sesuai dan
memperbaiki yang masih kurang. Reinforcement/penguatan
pada aspek yang positif sangat penting dilakukan oleh
supervisor.
Teknik supervisi dimana supervisor berpartisipasi langsung
dalam melakukan supervisi. Kelebihan dari teknik ini pengarahan
dan petunjuk dari supervisor tidak dirasakan sebagai suatu perintah,
selain itu umpan balik dan perbaikan dapat dilakukan langsung saat
ditemukan adanya penyimpangan (Suarli & Bahtiar, 2010).
2. Supervisi tidak langsung
Supervisi ini dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun
lisan. Supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di
lapangan sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik
dapat diberikan secara tertulis (Suarli & Bahtiar, 2010). Pada
dasarnya tujuan pokok supervisi adalah meningkatkan kinerja
bawahan dengan memberikan bantuan secara langsung di tempat,
sesuai dengan kebutuhannya (Nursalam, 2015).
2.3.7 Model-Model Supervisi
Supervisi sebagai suatu proses yang sifatnya formal melibatkan
interaksi antara 2 atau lebih individu untuk mencapai tujuan yang
42
spesifik, sehingga diperlukan suatu model supervisi yang
menggambarkan pelaksanaan kegiatan supervisi. Model-model
supervisi menurut Lynch (2008) di antaranya yaitu :
1. Model Psychoanalitik
Teori ini secara signifikan mempengaruhi perkembangan
pendekatan terapeutik dan menekankan bagaimana
menghubungkan individu satu dengan individu lainnya. Model ini
berfokus pada proses kejiwaan dan menjelaskan tentang
pemahaman yang dapat dikaji melalui interprestasi, misalnya
simbol-simbol atau kebebasan dalam berinteraksi.
2. Model Reflektif
Penggunaan sebuah model reflektif memberikan suatu cara
untuk merefleksi secara intensif praktik yang sudah dilakukan.
Refleksi mengacu pada suatu proses mendukung perawat dengan
kemampuan yang dimilikinya untuk memahami praktik
keperawatan dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh kemampuan yang ada pada masing-masing
perawat. Hal ini memberikan kesempatan bagi perawat untuk
memberikan informasi dan mentransfer perbedaan pengetahuan.
3. Kadushin Model
Model kadushin dibentuk dengan menekankan pada kerja
sosial yang dapat dijadikan acuan untuk mengidentifikasi supervisi
yang merupakan bagian atau aspek yang penting dari pekerja
43
sosial. Model ini terdiri atas tiga fungsi yaitu administrative,
education, dan supporative.
a) Fungsi administrative berfokus pada peran manajer dalam
membuat dan menjalankan kebijakan organisasi terkait dengan
petunjuk atau standar yang harus dipatuhi oleh staf.
b) Fungsi education berfokus pada pengembangan pengetahuan
dan kemampuan staf, menghubungkan praktik dengan teori,
meningkatkan kompetensi dan kepuasan kerja.
c) Fungsi supporative berfokus pada hubungan interpersonal,
pemenuhan kebutuhan emosional dalam lingkungan kerja,
mencegah kebosanan, dan stress, serta meningkatkan kinerja
staf.
4. Model Proctor
Lynch (2008) menjelaskan bahwa model supervisi Proctor
dikembangkan oleh Brigid Poctor (1986), merupakan model yang
paling popular dalam supervisi. Adapun manfaat dari implementasi
model Proctor, yaitu:
a) Evaluasi pekerjaaan yang sudah dilakukan
b) Konsistensi dalam menerapkan standar yang ada
c) Sebagai sarana bertukar pikiran atau pendapat
d) Peningkatan kualitas kinerja
e) Mempermudah latihan menghadapi isu-isu yang terkait.
44
Bagan 2.1
The Proctor Model of Supervision
Sumber: Lynch, et al (2008)
Pitman (2011), Allen, McCartan, & McClymont (2010), hasil akhir
dari kegiatan supervisi dikategorikan menjadi tiga komponen sesuai
dengan model Proctor, yaitu:
a) Normatif
Komponen ini dapat dicapai oleh supervisor yang memiliki
persepsi positif untuk staf yang disupervisi, dihubungkan dengan
kemampuan supervisor untuk mempertahankan kinerja staf yang
baik dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang kondusif,
membuat suatu perencanaan, mengidentifikasi kebutuhan dan
permasalahan yang diperlukan untuk memberikan dukungan lebih
lanjut, menciptakan keselamatan pasien, mempertahankan standar
yang ada, dan memberikan kepercayaan pada staf sehingga hal
Tasks
Decisions
Reflective
practice
Support Restoratif
Formatif
Normatif Assesment and
quality
Clinical Supervision
45
tersebut dapat meningkatkan profesionalisme serta menciptakan
kualitas pelayanan yang bermutu.
b) Formatif
Komponen ini berfokus pada pengembangan pengetahuan dan
keterampilan staf sehingga memungkinkan staf bekerja sesuai
dengan standar yang berlaku sebagai aspek tanggung jawab dalam
melakukan praktek. Kondisi ini dapat dicapai melalui refleksi pada
praktik yang sudah dilakukan dengan mendukung dan menciptakan
lingkungan yang kondusif. Hal ini merupakan tanggung jawab
bersama dari supervisor dan staf yang disupervisi. Adapun tugas
dari supervisor dalam hal ini adalah:
1) Memberikan kritik yang konstruktif
2) Memberikan tantangan dalam praktik apabila diperlukan
3) Memonitor kepatuhan terhadap kode etik dan standar yang
berlaku
4) Memberikan umpan balik yang jujur
5) Secara teratur mengevaluasi efektivitas kegiatan supevisi
6) Mengidentifikasi pemecaha masalah yang diperlukan.
c) Restoratif
Komponen ini berhubungan dengan kemampuan memberikan rasa
aman bagi staf untuk terbuka dalam mengungkapkan perasaan dan
permasalahan yang dihadapi, pengalaman dalam praktik dan
pembelajaran, mencegah stress, mengatasi konflik, pemberian
46
dukungan pada staf, proses interaksi, serta meningkatkan kesadaran
diri. Adapun tugas dari supervisor dalam hal ini adalah:
1) Memberikan dukungan atau motivasi
2) Membantu staf yang disupervisi berinteraksi
3) Monitoring reaksi atau respon terhadap materi yang dibawa
oleh supervisor
4) Meningkatkan pengalaman dan pengembangan
5) Meningkatkan kesadaran diri.
2.3.8 Alat Ukur Supervisi
Alat untuk mengukur supervisi pelayanan keperawatan yang
telah diuji validitas dan reliabilitasnya adalah The Manchester Clinical
Supervision Scale. Kuesioner ini dikembangkan oleh White &
Wainstanley (2000) kemudian direvisi lagi oleh White & Wainstanley
(2011). Versi asli kuesioner ini adalah berbahasa inggris, kemudian
telah dialih bahasakan dibeberapa Negara seperti Prancis, Norwegia,
Spanyol, Denmark, Swedia, Portugis dan Finlandia. Kuesioner ini
terbagi mejadi tiga komponen yang merupakan pengembangan dari
model Proctor yaitu:
1. Komponen normatif (mempertahankan kineja dan meningkatkan
profesionalisme)
2. Komponen formatif (meningkatkan kemampuan dan keterampilan)
3. Komponen restorative (memberikan dukungan) (Winstanley,
2011).
47
2.4 Hubungan Supervisi Keperawatan dengan Motivasi Kerja Perawat
Pelayanan keperawatan dapat dinilai melalui kinerja perawat. Kinerja
perawat dapat dilihat dari cara kerja yang penuh semangat, disiplin,
bertanggung jawab, melaksanakan tugas sesuai standar yang ditetapkan,
memiliki motivasi dan kemampuan kerja yang tinggi serta terarah pada
pencapaian tujuan rumah sakit. Agar tecapainya tujuan asuhan keperawatan
secara efektif dan efisien, maka perlu dilakukan supervisi khususnya dibidang
keperawatan mencakup pemantauan kondisi-kondisi atau syarat-syarat
personal maupun material yang diperlukan untuk mempertahankan kegiatan
yang telah terprogram dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar (Marquis &
Huston, 2013).
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dasuki
(2016) tentang hubungan pendidikan, motivasi kerja, supervisi kepala ruangan
dengan kinerja perawat RSUD H.Hanafie Muara Bungo. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara motivasi kerja
dengan kinerja perawat. Motivasi diartikan sebagai kekuatan, dorongan,
kebutuhan, semangat, tekanan atau mekanisme psikologis yang mendorong
seseorang atau kelompok untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa
yang dikehendakinya. Kekuatan, dorongan, kebutuhan, tekanan dan
mekanisme psikologis yang dimaksud diatas merupakan akumulasi faktor-
faktor internal dan eksternal (Tri, 2013).
Hal ini dijelaskan dalam teori Maslow, bahwa tindakan atau tingkah laku
manusia pada suatu saat ditentukan oleh kebutuhan yang paling mendesak.
48
Jika pada suatu saat kebutuhan primer terpenuhi, maka orang akan memenuhi
kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi (Borkowski, 2014).
Tujuan supervisi dilakukan adalah memberikan bantuan kepada bawahan
secara langsung maupun tidak langsung, sehingga dengan bantuan tersebut
bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas
atau pekerjaan dengan hasil yang baik. Kegiatan supervisi mengusahakan
seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan nyaman yang mencakup
lingkungan fisik, atmosfer kerja, dan jumlah sumber-sumber yang dibutuhkan
untuk memudahkan pelaksanaan tugas (Dasuki, 2016).
Pada artikel Leggat (2013) yang berjudul “Content of clinical
supervision sessions for nurses and allied health profesisionals” berpendapat
bahwa supervisi klinis menjadi standar praktek bagi para profesional
kesehatan dan dianggap telah memiliki komponen penting dalam pengelolaan
keperawatan yang komprehensif (Victorian Healthcare Association, 2010).
"Bentuk" dan "fungsi" dari supervisi klinis/keperawatan didefinisikan oleh
Milne (2007, dalam Leggat 2013) sebagai "ketentuan formal, oleh praktisi
kesehatan berkualitas, dari pendidikan berbasis hubungan intensif pelatihan
yang berfokus pada kasus dan dukungan, mengarahkan dan memandu
pekerjaan rekan-rekan (supervisees). Membahas tentang "fungsi"
pengawasan/supervisi sebagai kontrol kualitas dimana memelihara dan
memfasilitasi pengembangan kemampuan supervisees; dan membantu para
pengawas untuk bekerja secara efektif.
49
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mua., Hariyati., &
Afifah, (2011) berjudul Pengrauh pelatihan supervisi klinik kepala ruangan
terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RS
Woodward Palu. Dari penelitian ini di temukan bahwa ada peningkatan yang
signifikan anatar kelompok intervensi dan kontrol sesudah mendapatkan
pelatihan dan bimbingan supervisi klinik terhadap kepuasan kerja dan kinerja
perawat pelaksana diruang rawat inap RS Woodward Palu. Kepala ruangan
berperan untuk mempertahankan segala kegiatan yang telah dijadwalkan dapat
dilaksanakan sesuai standar melalui supervisi.
Supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan memerlukan peran aktif
semua perawat yang terlibat dalam kegiatan pelayanan keperawatan sebagai
mitra kerja yang memiliki ide, pendapat dan pengalaman yang perlu didengar,
dihargai, dan diikutsertakan dalam proses perbaikan pemberian asuhan
keperawatan dan pendokumentasian asuhan keperawatan. Kepala ruangan
sebagai seorang supervisor juga harus berorientasi pada pekerjaanya dan
mempunyai sensitivitas sosial yang mampu memberikan umpan balik,
penghargaan, pengakuan serta memotivasi keahlian tehadap stafnya sehingga
motivasi staf akan muncul dalam memberikan pelayanan keperawatan yang
lebih baik (Mua, 2011).
Supervisi pelayanan keperawatan adalah kegiatan interaksi dan
komunikasi antar supervisor dengan perawat pelaksana, dimana perawat
tersebut menerima bimbingan, dukungan, bantuan, dan dipercaya sehingga
perawat dapat meningkatkan keselamatan pasien dan kualitas pelayanan
50
kesehatan. Supervisi memiliki pengaruh besar dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan (Solehati, 2017).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cruz (2015), menyatakan bahwa
supervisi klinis untuk perawat memberikan pengaruh yang besar karena dapat
meningkatkan kualitas perawatan, keselamatan pasien dan meningkatkan
kepuasan perawat dalam bekerja. Selain itu literature review yang dilakukan
oleh Wati (2014), menunjukkan bahwa supervisi berpengaruh terhadap
penatalaksanaan universal precaution/pencegahan oleh perawat, supervisi
dapat menambah pengetahuan dan mengubah prilaku perawat dalam
melaksanakan tugas.
51
B. Kerangka Konseptual
Bagan 2.2 Kerangka Konseptual
Hubungan Pelaksanaan Supervisi Keperawatan Dengan Motivasi Kerja
Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD Majalaya
Faktor higiene :
1. Gaji
2. Pengawasan
3. Keamanan kerja
4. Kondisi kerja yang positif
5. Kehidupan pribadi
6. Hubungan
interpersonal/kelompok
sebaya
7. Kebijakan perusahaan
8. Status
Motivasi :
1. Prestasi
2. Pengakuan
3. Kerja
4. Tanggung jawab
5. Kemajuan
6. Kemungkinan untuk
berubah
Supervisi
keperawatan
Dimensi motivasi kerja
teori Herzberg
Interprestasi
tingkat motivasi
Tinggi
Rendah
Baik
Tidak baik
Hubungan pelaksanaan supervisi
keerawatan dengan motivasi kerja perawat
Ada hubungan Tidak ada
hubungan
Unsur pokok dalam
supervisi :
1. Pelaksana supervisi
2. Frekuensi
3. Tujuan
Model-model supervisi:
1. Model psychoanalitik
2. Model reflektif
3. Model kadhusin
4. Model proctor
Normatif
Formatif
Restoratif