44

Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah
Page 2: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 1

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BEKERJA TENTANG ASI

PERAH DENGAN SIKAP TERHADAP ASI PERAH

Luluk Hidayah1), Utari Setyaningrum2)

1) Akademi Kebidanan Islam Al-Hikmah, Jepara (Prodi Diploma III Kebidanan) 2) Akademi Kebidanan Islam Al-Hikmah, Jepara (Prodi Diploma III Kebidanan)

e-mail : [email protected]

Abstrak

ASI merupakan makanan terbaik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Data cakupan ASI

eksklusif pada tahun 2016 di Desa Menganti belum optimal. Salah satu penyebabnya yaitu ibu yang bekerja.

Padahal ASI Eksklusif masih bisa diberikan oleh ibu bekerja dengan cara memerah ASI. Tujuan penelitian

untuk menganalisis hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang ASI perah dengan sikap terhadap ASI Perah

di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Jenis penelitian analitik dengan menggunakan

pendekatan Cross Sectional. Populasi penelitian adalah seluruh ibu yang memiliki anak dibawah 1 tahun

yaitu 97 responden. Sampel penelitian ini adalah ibu yang bekerja di luar rumah dan memiliki anak dibawah

1 tahun, yaitu sebanyak 32 responden. Sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling. Analisis data

dilakukan secara univariat dan bivariat, disajikan dalam bentuk tabulasi data. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa sebagian besar responden berpengetahuan cukup tentang ASI Perah yaitu sebanyak 19 responden

(59,4%), sebagian besar responden bersikap negatif tentang ASI Perah yaitu sebanyak 17 responden

(53,1%). Hasil uji statistik menggunakan Chi-Square menunjukkan pvalue= 0,041 (p<), yang berarti ada

hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu bekerja tentang ASI perah dengan sikap terhadap ASI

Perah. Diharapkan ibu yang bekerja dapat meningkatkan pengetahuannya tentang ASI Perah sehingga

cakupan ASI Eksklusif dapat optimal dan petugas kesehatan diharapkan memberikan penyuluhan tentang ASI

perah, karena ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dengan cara memerah ASI.

Kata Kunci : ASI Perah, ibu bekerja, ASI Eksklusif

Abstract

Breast milk is the best food for growth and development of children. Data of exclusive breastfeeding

on 2016 in Menganti villages is not yet optimal. One of the causes is full time working mother. Exclusive

breastfeeding can still be given by working mothers by pumping breast milk. Purpose of the research was to

analyzed the relationship knowledge of working mothers about pumping breast milk with an attitude

to pumping breast milk in the Menganti village of Kedung Jepara Regency. The research was analyticl study

and used the cross sectional approach. The population of the research was the entire mothers with under 1

year old aged, the number was 97 respondents.

The sample of this research was mothers who work outdoors and have children under 1 year old, the

number was 32 respondents. The sample determined by purposive sampling technique. Data analysis was

done univariat and bivariat, presented in tabulation data. The result of this research showed that most of

respondents were knowledgeable about pumping breast mlk as much as 19 respondents (59,4%), most of

respondent have negative attitude about pumping breast milk that is 17 respondent (53,1%). The result of

statistical test used Chi-Square showed that pvalue = 0,041 (p <0,05), which means there was a significant

relation between knowledge of working mother about pumping breast milk with attitude toward pumping

breast milk. It was hoped that working mothers can improve their knowledge about pumping breast milk so

that exclusive breastfeeding coverage can be optimal and health workers were expected to provide counseling

about pumping breast milk, because working mothers can exclusively breastfeed their babies by pumping

brest milk.

Keywords: pumping breast milk, working mother, exclusive breastfeeding

Page 3: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 2

PENDAHULUAN

ASI eksklusif merupakan makanan

terbaik bagi bayi, akan tetapi dalam

pelaksanaannya banyak kendala yang

muncul, antara lain ibu kurang memahami

tata laksana laktasi yang benar, bayi terlanjur

mendapatkan prelacteal feeding (air gula atau

formula) pada hari pertama kelahiran,

kelainan puting ibu, kesulitan bayi dalam

menghisap, ibu hamil lagi saat masih

menyusui, ibu bekerja sehingga harus

meninggalkan bayinya di rumah, keinginan

untuk disebut modern, dan pengaruh iklan

susu formula yang kian gencar1). Ibu yang

bekerja di luar rumah harus meninggalkan

bayinya dalam kurun waktu tertentu,

sehingga menjadi salah satu keterbatasan

untuk bisa menyusui langsung pada bayi

selama bekerja.

Data Survey Demografi Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2012, menunjukkan

cakupan ASI eksklusif di Indonesia sebesar

42%. Data dari Deputi Menteri Perencanaan

Pembangunan Nasional/ Kepala Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional

(BAPPENAS), pencapaian target ASI

Eksklusif pada tahun 2013 baru tercapai

54.3% dari total populasi 2.483.485 bayi dan

target yang akan dicapai berdasarkan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) tahun 2019 mendatang

adalah 80%2,3). Cakupan ASI Eksklusif di

Kabupaten Jepara pada bulan Agustus 2015

adalah 68%, sedangkan cakupan ASI

Eksklusif di Kecamatan Kedung adalah 98%.

Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten

Jepara masih membutuhkan usaha keras

untuk mencapai target Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) tahun 20194). Pemberian ASI

eksklusif belum dimanfaakan secara optimal,

karena dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain terbatasnya pengetahuan, sikap,

kurangnya informasi dan nasehat menyusui,

dan makin banyaknya ibu-ibu yang

bekerja5,6).

Di Indonesia, cuti bagi ibu hamil dan

menyusui berkisar antara 1-3 bulan7). Seorang

ibu yang sudah habis masa cutinya harus

kembali bekerja, padahal masih dalam masa

menyusui. Hal ini merupakan salah satu

kendala dalam memberikan ASI eksklusif.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor

33 tahun 2012 pasal 6, bahwa setiap ibu yang

melahirkan harus memberikan ASI eksklusif

kepada bayi yang dilahirkannya2).ASI

eksklusif sebenarnya masih bisa dilakukan,

meskipun tidak ada kontak secara langsung

dengan bayi saat ditinggal bekerja8).

Alternatif cara yang bisa ditempuh adalah

dengan pemberian ASI perah. Motivasi yang

kuat dan kesabaran ekstra sangat dibutuhkan

untuk dapat memberikan ASI perah. Ibu

sebaiknya mulai menabung ASI 1 bulan

sebelum kembali bekerja. ASI perah dapat

disimpan dan kemudian dapat dipersiapkan

untuk diberikan pada bayi tanpa harus

berpikir untuk memodifikasinya dengan susu

formula9).

Berdasarkan pasal 128 ayat 2 dan 3,

UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

disebutkan bahwa selama pemberian ASI,

pihak keluarga, pemerintah daerah dan

masyarakat harus mendukung ibu secara

penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas

khusus di tempat kerja dan tempat sarana

umum2). Sedangkan pada pasal 200, sanksi

pidana dikenakan bagi setiap orang yang

dengan sengaja menghalangi program

pemberian ASI eksklusif adalah penjara

paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling

banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta

rupiah)2).

Data dari penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa keberhasilan praktik

pemberian ASI Eksklusif di pabrik industri

tekstil masih rendah, dan para ibu bekerja

mengalami kegagalan memberi ASI Eksklusif

karena ibu bekerja10). Tahun 2014 di

Kabupaten Jepara menunjukkan bahwa

wanita yang bekerja tergolong banyak yaitu

17.876 orang dari 37.435 tenaga kerja di

Kabupaten Jepara11, 12, 13).

ASI eksklusif masih bisa dilakukan

oleh ibu yang bekerja dengan cara memerah

ASI ditempat kerja, dan disediakannya

Page 4: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 3

tempat yang bersih dan tertutup untuk

memerah14). Di sela-sela waktu bekerja, ibu

bisa memerah ASI setiap 2-3 jam. Memerah

ASI dapat dilakukan dengan tangan dan

pompa8). Tetapi banyak juga ibu yang

berhenti menyusui dan tidak memerah air

susunya ditempat kerja karena tidak

mengetahui cara lain jika tidak disusukan

pada bayinya, bahkan beberapa ibu yang

membuang ASI-nya begitu saja15). Tidak

menyusukan ASI pada anak dapat berdampak

pada kesehatan ibu karena jika ibu tidak

memberikan ASI, maka akan mempengaruhi

produksi ASI, hormon, dan kesehatan

payudara ibu14).

Studi pendahuluan dilakukan di Desa

Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten

Jepara terhadap 10 sampel ibu yang bekerja,

60% diantaranya tidak pernah memerah ASI

nya, 30% beralasan tidak memiliki waktu

untuk memerah ASI dan 30%-nya lagi

beralasan ASI-nya sudah tidak keluar lagi

karena bayinya sejak lahir diberi susu

formula. Hanya 40% dari seluruh sampel,

yang mengatakan memerah ASI-nya di

tempat kerja dan menyimpannya di kulkas

biasa untuk menyimpan makanan.

Oleh karena itu, penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

pengetahuan ibu bekerja tentang ASI perah

dengan sikap terhadap ASI Perah (ASIP) di

Desa Menganti Kecamatan Kedung

Kabupaten Jepara.

METODE

Jenis penelitian adalah analitik

dengan pendekatan cross sectional, dimana

data tentang pengetahuan ibu bekerja tentang

ASI perah dan sikap terhadap ASI perah

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaann.

Penelitian dilakukan di Desa Menganti

Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara pada

bulan Desember 2016.

Populasi penelitian adalah seluruh

ibu yang memiliki anak di bawah 1 tahun di

Desa Menganti Kecamatan Kedung

Kabupaten Jepara. Sampel penelitian ini

sebanyak 32 ibu dari 97 ibu. Sampel

ditentukan dengan teknik Purposive Sampling

yaitu pengambilan sampel didasarkan atas

pertimbangan-pertimbangan tertentu16,17).

Dalam penelitian ini pertimbangan tersebut

berdasarkan ibu yang memiliki anak di bawah

1 tahun dan bekerja di luar rumah.

Penelitian ini menggunakan sumber

data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh secara langsung dari responden

dengan menggunakan kuesioner untuk

memperoleh data tentang karakteristik

responden, pengetahuan responden tentang

ASI perah dan sikap responden terhadap ASI

perah. Data sekunder diperoleh dari profil

desa yang berupa data jumlah ibu yang

memiliki anak dibawah 1 tahun, data ibuyang

bekerja di Desa Menganti Kecamatan Kedung

Kabupaten Jepara dan laporan PWS KIA

Desa menganti berupa data cakupan ASI

eksklusif16,17). Instrumen penelitian

menggunakan kuesioner. Instrumen

pengumpulan data sebelum digunakan,

dilakukani uji validitas dan reliabilitas.

Metode analisis data dilakukan secara

univariat dan bivariat. Analisis univariat

bertujuan untuk mendeskripsikan atau

mendapatkan gambaran setiap variabel yang

akan diukur meliputi umur, pendidikan,

pengetahuan tentang ASI perah dan sikap

terhadap ASI perah dan disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi masing-

masing variabel. Analisa Bivariat dilakukan

terhadap variabel pengetahuan dan sikap

terhadap ASI perah dan disajikan dalam

bentuk tabel silang. Uji statistik

menggunakan uji Chi-Square, dilakukan

untuk mengetahui hubungan antara

pengetahuan ibu bekerja tentang ASI perah

dengan sikap terhadap ASI perah, dengan

derajat kemaknaan 95% (α = 0,05)18,19).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik

responden No. Variabel Frekuensi Persentase

1. Umur

19-26 tahun 16 50,0

27-33 tahun 9 28,1

34-40 tahun 7 21,9

2. Pendidikan

Page 5: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 4

Perguruan

Tinggi

2 6.3

SMA 13 40.6

SMP 10 31.3

SD 7 21.9

3. Pengetahuan

Baik 5 15,6

Cukup 19 59,4

Kurang 8 25

4. Sikap

Positif 15 46,9

Negatif 17 53,1

Tabel 1. menunjukkan sebagian besar

responden berumur 19-26 tahun yaitu 16

responden (50%), sebagian besar

berpendidikan terakhir SMA yaitu 13

responden (40,6%), sebagian besar

berpengetahuan cukup tentang ASI perah

yaitu 19 responden (59,4%), dan sebagian

besar memiliki sikap negatif terhadap ASI

perah yaitu 17 responden (53,1%).

Pendidikan diperlukan guna

mendapatkan informasi misalnya hal – hal

yang menunjang kesehatan sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup seseorang20).

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar

responden berpendidikan SMA yaitu 13

responden (40,6%), dan hanya 2 responden

(6,3%) yang berpendidikan tinggi. Semakin

tinggi pendidikan seseorang maka makin baik

pula pengetahuannya21). Hasil penelitian ini

sejalan dengan hasil penelitian Wulandari

bahwa ada hubungan antara pengetahuan

tentang ASI Perah dengan tingkat pendidikan

ibu yang bekerja22). Hal ini menunjukkan

bahwa semakin rendah pendidikan seseorang,

maka semakin rendah kemampuan dasar

seseorang dalam berfikir untuk pengambilan

keputusan khususnya sikap dalam

memberikan ASI eksklusif pada ibu yang

bekerja dengan cara ASI perah. Pendidikan

seseorang berhubungan dengan kehidupan

sosialnya. Semakin tinggi pendidikan

seseorang maka ia akan lebih memperhatikan

masalah kesehatannya23). Dari data penelitian

menunjukkan bahwa ibu dengan pendidikan

tinggi akan cenderung memiliki pengetahuan

yang baik tentang ASI perah, dan sebaliknya

ibu yang memiliki pendidikan rendah

cenderung memiliki pengetahuan kurang

tentang ASI perah.

Berdasarkan Tabel 1. sebagian besar

responden berpengetahuan cukup tentang ASI

perah yaitu 19 responden (59,4%), dan

sebagian kecil responden berpengetahuan

baik tentang ASI perah yaitu 5 responden

(15,6%). Pengetahuan seseorang dapat

dipengaruhi oleh faktor yang dimiliki oleh

seseorang itu sendiri yaitu umur, pendidikan

serta pekerjaan24). Tingkat pendidikan

mempengaruhi beberapa faktor yang

menyebabkan kurangnya pengetahuan

diantaranya yaitu kurangnya informasi yang

diberikan tenaga kesehatan, media massa,

maupun sumber informasi yang lain. Faktor

lingkungan yang tidak mendukung, yang bisa

menghalangi seseorang memiliki

pengetahuan yang baik. Masih rendahnya

pengetahuan responden tentang ASI Perah

dapat disebabkan kurangnya sumber

informasi, tingkat pendidikan yang rendah,

sumber informasi yang kurang, lingkungan

yang tidak mendukung dan kurangnya

motivasi untuk mencari informasi tentang

ASI Perah. Ttingkat pengetahuan yang baik

dipengaruhi oleh umur, pendidikan, jenis

pekerjaan, fasilitas dilingkungan kerja,

sumber informasi, dan motivasi.

Hasil penelitian menunjukkan

mayoritas responden memiliki sikap negatif

terhadap ASI perah yaitu sebanyak 17

responden (53,1%), sedangkan responden

yang memiliki sikap negatif terhadap ASI

perah sebanyak 15 responden (46,9%). Hal

ini dikarenakan tingkat pendidikan ibu

perkerja sebagian besar tingkat menengah dan

mayoritas berpengetahuan cukup tentang ASI

perah. Ada 3 komponen utama dalam

menentukan sikap seseorang yaitu :

kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep

terhadap suatu obyek, kehidupan emosional

atau evaluasi emosional terhadap suatu

obyek, dan kecenderungan untuk bertindak

(trend to be have)23,25).

Konsep moral dan ajaran dari

lembaga pendidikan dan lembaga agama

sangat menentukan sistem kepercayaan yang

akan mempengaruhi sikap26). Tingkat

Page 6: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 5

pendidikan ini akan mempengaruhi tingkat

pengetahuan. Pengetahuan responden yang

rendah juga dapat dipengaruhi kurangnya

sumber informasi, yang diantaranya yaitu

media massa. Faktor pendidikan

mempengaruhi sikap ibu terhadap pemberian

ASI Eksklusif27). Ibu yang memiliki sikap

positif terhadap ASI Perah, dipengaruhi oleh

lingkungan tempat kerja, karena disetiap

perusahaan atau tempat kerja memiliki

kebijakan yang berbeda-beda.

Sikap dapat diposisikan sebagai hasil

evaluasi terhadap obyek sikap yang

diekspresikan ke dalam proses kognitif,

afektif (emosi) dan perilaku21). Faktor yang

mempengaruhi sikap seseorang adalah

lingkungan kerja yang sibuk menyebabkan

ibu tidak memerah ASI-nya (emosional)28).

Untuk mengatasi masalah di atas

sebaiknya petugas kesehatan melakukan

kerjasama dengan pabrik atau instansi yang

mempekerjakan wanita, untuk dapat

memberikan informasi melalui penyuluhan

kesehatan kepada ibu bekerja bahwa ibu yang

bekerja tetap dapat memberikan ASI

eksklusif kepada bayinya dengan cara ASI

perah.

Tabel 2. Tabel silang antara

pengetahuan responden

tentang ASI perah dengan

sikap terhadap ASI perah Pengetah

uan

Sikap Jumla

h

F(%)

Pvalue

Positif

F(%)

Negatif

F(%)

Baik 5

(100%)

0

(0%)

5

(100%)

0, 041

Cukup 9

(47,4%)

10

(52,6%)

19

(100%)

Kurang 1

(12,5)

7

(87,5%)

8

(100%)

Jumlah 14

(43,8%)

18

(56,2%)

32

(100%)

Tabel 2. menunjukkan bahwa semua

responden (100%) yang mempunyai

pengetahuan baik tentang ASI perah,

memiliki sikap positif terhadap ASI perah.

Sedangkan mayoritas responden yang

berpengetahuan kurang tentang ASI perah,

memiliki sikap negatif terhadap ASI perah

yaitu 7 responden (87,5%) dibandingkan

yang bersikap positif terhadap ASI perah

yaitu sebanyak 1 responden (12,5%).

Pengetahuan yang baik

mempengaruhi sikap seseorang untuk

menyetujui melakukan sesuatu, yang berarti

semakin baik pengetahuan seseorang tentang

ASI perah, maka akan bersikap positif

terhadap ASI perah. Seseorang yang

berperilaku baik biasanya mempunyai

pengetahuan yang baik juga29,30). Sikap tidak

hanya dipengaruhi oleh pengetahuan saja,

tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain

seperti pengalaman pribadi, pengaruh orang

lain yang dianggap penting, budaya, media

massa, pendidikan, emosional21).

Hasil uji statistik dengan

menggunakan Chi-Square, didapatkan hasil p

value = 0, 041 (p value < α), yang berarti

bahwa ada hubungan yang bermakna antara

pengetahuan ibu bekerja tentang ASI perah

dengan sikap terhadap ASI perah. Tingkat

pengetahuan tentang ASI eksklusif

berhubungan dengan sikap ibu tentang ASI

Perah (Pvalue< 0.05)28).

Ada tiga faktor yang mempengaruhi

pengetahuan yaitu faktor predisposisi, faktor

pemungkin, dan faktor penguat23). Faktor

predisposisi antara lain berupa pengetahuan

dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,

tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap

hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,

sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat

pendidikan, tingkat sosial ekonomi23). Selain

itu dipengaruhi sikap dan perilaku petugas

kesehatan sebagai salah satu faktor penguat

(reinforcing factor) terhadap perilaku ibu

bekerja untuk dapat memberikan ASI

eksklusif kepada bayinya dengan cara

memerah ASI23). Pengetahuan, sikap,

kesadaran dan perilaku sangat berhubungan

satu sama lain. Apabila perilaku baru didasari

oleh pengetahuan, kesadaran maka akan

terjadi sikap yang diharapkan sehingga terjadi

perubahan sikap23).

Pengetahuan yang dimiliki seseorang

sangat mempengaruhi sikap dan tindakannya.

Page 7: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 6

Jadi ada keterkaitan antara pengetahuan dan

sikap. Pengetahuan tentang ASI Perah yang

baik sangat berhubungan dengan sikap Ibu

bekerja tentang ASI Perah. Semakin tinggi

pengetahuan ibu bekerja tentang ASI Perah

maka semakin positif sikapnya terhadap ASI

Perah. Begitu juga sebaliknya, semakin

rendah pengetahuan ibu bekerja tentang ASI

Perah maka semakin negatif sikapnya

terhadap ASI Perah.

SIMPULAN Sebagian besar ibu yang bekerja

berpengetahuan cukup tentang ASI perah dan

bersikap negatif terhadap ASI perah. Semua

ibu bekerja yang berpengetahuan baik tentang

ASI Perah, bersikap positif terhadap ASI

perah, sedangkan mayoritas ibu bekerja yang

berpengetahuan kurang tentang ASI perah,

memiliki sikap negatif terhadap ASI perah.

Ada hubungan yang bermakna antara

pengetahuan ibu bekerja tentang ASI perah

dengan sikap terhadap ASI perah. Sehingga,

semakin tinggi pengetahuan ibu bekerja

tentang ASI perah maka semakin positif

sikapnya terhadapASI perah, dan semakin

rendah pengetahuan ibu bekerja tentang ASI

perah maka semakin negatif sikapnya

terhadap ASI perah.

DAFTAR PUSTAKA

1) Partiwi, Ayu N dan Purnawati J. 2009.

Kendala Pemberian ASI eksklusif dan

Cara Mengatasinya. Laman web:

http://www.idai. or.id/asi.asp [diakses

tanggal 23 Oktober 2016]

2) Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan

Analisis ASI Eksklusif. 2014.. Laman

web:

http://www.depkes.go.id/resources/down

load/pusdatin/infodatin/infodatin-asi.pdf

[diakses tanggal 23 Oktober 2016]

3) Kementerian Kesehatan RI. 2015.

Kebijakan Perencanaan Pembangunan

Kesehatan. Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI. Laman web:

http://www.depkes.go.id/resources/down

load/infopublik/Renstra-2015.pdf

[diakses tanggal 23 Oktober 2016]

4) Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara.

2015. Laporan ASI Eksklusif. Jepara:

Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara.

5) Astutik, R. 2014. Payudara dan Laktasi.

Jakarta: Salemba Medika

6) Widiyanto, S., Aviyanti, D., Tyas, MA.

2012. “Hubungan pendidikan dan

pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif

dengan sikap terhadap pemberian asi

eksklusif”. Jurnal Kedokteran

Muhammadiyah. Vol. 1, No.1, 2012.

Laman web:

http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/ked

okteran/article/view/743 [diakses 15

Desember 2016]

7) Kementerian Kesehatan RI. Pentingnya

Pojok Laktasi Untuk Ibu dan Bayi.

Jakarta: 2016. Laman web:

http://promkes.depkes.go.id/2014/08/24/

pentingnya-pojok-laktasi-untuk-ibu-dan-

bayi/ [diakses 15 Desember 2016]

8) Handayani, F. 2010. ASI Perah, Solusi

Buat Ibu Bekerja. Laman web:

http://www.menyusui.net [diakses

tanggal 23 Oktober 2016]

9) Anonymous. 2010. Tantangan Menyusui

Bagi Ibu Bekerja. Laman web:

http://www.ayahbunda.co.id [diakses

tanggal 25 Oktober 2016]

10) Rizkianti, A; Prasodjo, R; Saparini, I.

2014. Analisis Faktor Keberhasilan

Praktik Pemberian ASI Eksklusif Di

Tempat Kerja Pada Buruh Industri

Tekstil di Jakarta. Laman web:

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index

.php/BPK/article/view/3662/3600

[diakses tanggal 23 Oktober 2016]

11) Badan Pusat Statistik Jawa Tengah.

Page 8: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 7

2015. Data Tenaga Kerja. Laman web:

http://nakertransduk.jatengprov.go.id/ind

ex.php/page/details/page-

1379397637/jumlah-perusahaan-dan-

tenaga-kerja-tahun-2014.html [diakses

tanggal 22 September 2016]

12) Badan Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak dan Keluarga

Berencana. 2015. Pembentukan Support

Group Bagi Ibu Menyusui di 3

Kabupaten/ Kota. 21 Agustus 2015.

Laman web:

http://www.bp3akb.jatengprov.go.id/arti

cle/view/109 [diakses tanggal 27

Oktober 2016]

13) Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara.

2011. Peraturan Daerah Kabupaten

Jepara Nomor 25 tahun 2011 tentang

Pemberian ASI Eksklusif. Laman web:

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/files

/Id/2012/kabupatenJepara-2014.pdf

[diakses tanggal 27 Oktober 2016]

14) Welford, H. 2009. Breastfeeding Your

Baby. London: Mershall

15) Widuri, H. 2013. Cara Mengolah ASI

Eksklusif Bagi Ibu Bekerja. Yogyakarta:

Gosyen Publishing

16) Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta

17) Saryono dan Setiawan A. 2011.

Metodologi Penelitian Kebidanan DIII,

DIV,S1 dan S2. Yogyakarta: Nuha

Medika

18) Riwidikdo, H. 2010. Statistik untuk

Penelitian Kesehatan dengan Aplikasi

Program R dan SPSS. Yogyakarta:

Pustaka Rihama

19) Sugiyono. 2011. Statistika untuk

Penelitian. Bandung: Alfabeta

20) Baskoro, A. 2008. ASI : Panduan Praktis

Ibu Menyusui. Yogyakarta: Banyu

Medika

21) Wawan, A dan Dewi M. 2011. Teori dan

Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan

Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha

Medika

22) Wulandari, A. 2013. Hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap terhadap Air

Susu Ibu Perah (ASIP) dengan praktik

pemberian ASIP pada ibu bekerja di

Kelurahan Tandang Kecamatan

Tembalang Kota Semarang. Laman web:

http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jur_

bid/article/download/1022/1070 [diakses

tanggal 23 Oktober 2016]

23) Notoatmodjo, S. 2012. Promosi

Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.

Jakarta: Rineka Cipta

24) Worwor, M., Laoh, JM., Pengemanan,

DHC. 2013. “Hubungan pengetahuan

dan sikap dengan pemberian ASI

eksklusif pada ibu menyusui di

Puskesmas Bahu Kota Manado”. Ejurnal

Keperawatan. Vo. 1, No.1, Agustus

2013. Laman web:

https://media.neliti.com/media/publicatio

ns/108694-ID-hubungan-pengetahuan-

dan-sikap-dengan-pe.pdf [diakses 15

Desember 2017]

25) Azwar, S. 2011. Sikap Manusia Teori

dan Pengukurannya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

26) Winarti, E. 2007. Perkembangan

Kepribadian. Jakarta: Graha Ilmu

27) Yuliarti, I. D. 2008. Hubungan

Pengetahuan dan Sikap ibu dengan

Perilaku Pemberian ASI Eksklusif.

Laman web:

http://eprints.uns.ac.id/9582/1/72380720

0904201.pdf [diakses tanggal 30

Desember 2016]

Page 9: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 8

28) Kusumaningtyas, D. 2013. Hubungan

pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif

Terhadap pemberian ASI perah pada ibu

yang bekerja di RS Mardi Rahayu

Kudus. Laman web:

http://akbidmr.ac.id/wp-

content/uploads/2016/04/6-draf-untuk-

jurnal-dewi-pdp-2013-fix.pdf [diakses

tanggal 23 Oktober 2016]

29) Sarwono, S dan Meinarno, E. 2011.

Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba

Medika

30) Rahmawati, M. 2010. Faktor-Faktor

yang mempengaruhi pemberian ASI

Eksklusif pada Ibu Menyusui Di

Kelurahan Pedalangan Kecamatan

Banyumanik Kota Semarang. Laman

web:

http://jurnal.stikeskusumahusada.ac.id/in

dex.php.JK/article/download/17/72

[diakses tanggal 26 Oktober 2016]

Page 10: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Kecemasan

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 1

PENGARUH PEMBERIAN KOMPRES HANGAT TERHADAP

PENURUNAN KECEMASAN DAN NYERI SELAMA KALA I FASE

AKTIF PERSALINAN

Endah Dian Marlina

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bani Saleh Bekasi

e-mail: [email protected]

Abstrak

Proses persalinan identik dengan rasa nyeri. WHO pada tahun 2010 melaporkan bahwa kasus sectio caesaria

tanpa indikasi di Amerika berjumlah 30,3% dan di Indonesia 6,8%. Hal ini menunjukan bahwa kejadian

permintaan untuk melahirkan secara sectio caesaria cukup tinggi. Hasil studi pendahuluan di sebuah rumah

bersalin di Kota Bekasi didapatkan 9 dari 10 ibu yang bersalin mengeluh cemas berlebih dan mengalami

nyeri hebat selama proses persalinan kala I. Beberapa teknik untuk mengurangi kecemasan dan nyeri selama

persalinan telah banyak dilakukan, diantaranya dengan pemberian stimulan (rangsangan) hangat pada titik-

titik tertentu di tubuh ibu bersalin. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemberian

kompres hangat terhadap penurunan kecemasan dan nyeri selama persalinan. Penelitian ini menggunakan

desain quasi eksperimental dengan pretest-posttest one group. Jumlah sampel penelitian berjumlah 20 orang

ibu bersalin. Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling. Instrumen yang digunakan untuk

mengukur kecemasan adalah skala kecemasan Hamilton (HAM-A), sedangkan untuk mengukur nyeri adalah

skala nyeri visual analogue scale (VAS). Pengujian statistik menggunakan analisis parametrik dan non

parametrik, dengan kemaknaan hasil uji ditentukan berdasarkan nilai p<0,05. Hasil penelitian menunjukkan

terjadi penurunan kecemasan secara signifikan pada ibu bersalin setelah diberikan kompres hangat dengan

nilai p = 0,0001. Hasil penelitian juga menunjukkan terjadi penurunan nyeri secara signifikan pada ibu

bersalin setelah diberikan kompres hangat dengan nilai p = 0,001. Pemberian kompres hangat juga mampu

berpengaruh dalam menurunkan kecemasan dan nyeri persalinan secara bersamaan sebesar 47,05%.

Simpulan penelitian ini adalah pemberian kompres hangat pada ibu bersalin kala I dapat mengurangi dan

berpengaruh secara simultan terhadap penurunan kecemasan dan nyeri selama persalinan.

Kata kunci : Kompres hangat, Kecemasan, Nyeri, Persalinan

Abstract

The Labor process is identical to the pain. In 2010 WHO reported that the case of sectio caesaria without

indication amounted to 30.3% in the United States and 6.8% in Indonesia. This reports show that instance of

sectio caesaria is quite high among pregnant women. A preliminary study in a maternity hospital in Bekasi

found that 9 out of 10 mothers complained about excessive anxiety and experienced severe pain during first

stage of labor. Some techniques to reduce anxiety and pain during labor have been done, such as adduction of

warm stimulants at certain points in the maternal body. The purpose of this study was to analyze the effect of

adduction warm compresses on decreasing anxiety and pain during labor. This study used quasi experimental

with pretest-posttest one group design. The number of research samples amounted to 20 pregnant women.

Sampling using consecutive sampling. The Hamilton's anxiety scale (HAM-A) used to measure anxiety, whereas

the pain’s visual analogue scale(VAS) used to measure pain. Statistical test using parametric and non

parametric analysis, with significance of test result determined based on p value <0,05. The results showed a

significant decrease in anxiety among women after a warm compresses with p value = 0.0001. The results also

showed a significant decrease of pain among women after a warm compresses with p value = 0,001. Adduction

of warm compresses are also able to affect in reducing anxiety and labor pain simultaneously by 47.05%. The

conclusion of this research is adduction of warm compress among women on first stage of labor can reduce

and influence simultaneously to decrease of anxiety and pain during labor.

Page 11: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Kecemasan

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 2

Keywords : Warm Compresses, Anxiety, Pain, Labor

PENDAHULUAN

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari rahim ibu. Persalinan dianggap normal jika proses terjadinya pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai dengan

penyulit.1

Proses persalinan identik dengan rasa nyeri yang akan dijalani secara fisiologis nyeri terjadi ketika otot-otot rahim berkontraksi sebagai upaya membuka serviks dan

mendorong kepala bayi kearah panggul.2,3,4

Nyeri persalinan kala I merupakan proses fisiologis yang disebabkan oleh proses dilatasi serviks, hipoksia otot uterus saat kontraksi, iskemi korpus uteri dan peregangan segmen

bawah rahim dan kompresi saraf serviks.4

Data dari WHO pada tahun 2010 untuk kasus sectio caesaria tanpa indikasi di Amerika berjumlah 30,3% dan di Indonesia 6,8%. Hal ini m e n u n j u k a n bahwa kejadian permintaan untuk melahirkan secara sectio caesaria cukup tinggi.5

Mc.Kinney, et al mengemukakan bahwa kecemasan dapat timbul dari reaksi seseorang terhadap nyeri. Hal ini akan meningkatkan sekresi katekolamin. Sekresi katekolamin yang berlebihan akan menimbulkan penurunan aliran darah ke plasenta sehingga membatasi suplai oksigen serta penurunan efektivitas dari kontraksi uterus yang dapat memperlambat proses persalinan.6

Melihat fenomena di atas, menunjukkan bahwa proses persalinan selain dipengaruhi oleh faktor passage, passanger, power dan penolong, faktor psikis juga sangat menentukan keberhasilan persalinan. Dimana kecemasan atau ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (intrapsikis) dapat mengakibatkan persalinan menjadi lama/partus lama atau perpanjangan Kala II.

Dari hasil survey di sebuah rumah bersalin di Kota Bekasi hampir rata-rata ibu yang bersalin mengatakan nyeri hebat dalam

menghadapi persalinan normal, yang menyebabkan ibu merasa takut dalam menghadapi persalinan normal. Mengingat dampak nyeri cukup signifikan bagi ibu bersalin maka harus ada upaya untuk menurunkan nyeri tersebut. Upaya tersebut adalah dengan tindakan medis dan non medis. Salah satu tindakan non medis untuk mengurangi rasa nyeri persalinan antara lain pemberian kompres hangat, tindakan tersebut adalah untuk distraksi yang dapat menghambat otot untuk mengeluarkan sensasi nyeri dan dapat meningkatkan kepuasan selama persalinan karena ibu dapat mengontrol

perasaan dan kekuatannya.7,8,9

Kompres hangat adalah suatu metode alternativ non farmakologis untuk mengurangi nyeri persalinan pada wanita inpartu kala I fase aktif persalinan normal. Pelaksanaannya dilakukan dengan menggunakan kantong karet diisi dengan air hangat dengan suhu 37º - 41ºC kemudian menempatkan pada punggung bagian bawah ibu dengan posisi miring kiri. Pemberian kompres hangat dilakukan selama 30 menit. Penggunaan kompres hangat bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompres hangat pada ibu inpartu kala I fase aktif.9

Penelitian yang dilakukan oleh Namazi tahun 2014 di Ehesti University of Medical Sciences, Tehran, Iran pada kala I persalinan pada dua kelompok ibu hamil di Vali Asr-Rumah Sakit (Tuyserkan, Iran) antara Juni dan September 2013 menggunakan kantong karet diisi dengan air hangat dengan suhu 37º-41ºC kemudian menempatkan pada punggung bagian bawah ibu dengan posisi miring kiri menyimpulkan hasil bahwa setelah dilakukan kompres hangat selama 30 menit pada ibu yang mengalami kecemasan persalinan kala I fase aktif didapatkan bahwa hasil kecemasan pada ibu menurun atau berkurang. Berdasarkan penelitian Indrawan tahun 2016 juga di katakan bahwa ada salah satu cara yang dapat di terapkan untuk mengurangi nyeri pada kala I fase aktif adalah dengan pemberian kompres hangat pada ibu inpartu atau kala I fase aktif

Page 12: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Kecemasan

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 3

untuk mengurangi nyeri.10

METODE Penelitian ini menggunakan rancangan

quasi eksperiment dengan pretest-posttest one group design. Subjek penelitian yaitu ibu bersalin Kala I fase aktif sebanyak 29 orang, dengan jumlah sample 20 orang yang dibuat dalam satu grup intervensi dan memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel responden bidan menggunakan consecutive sampling dengan kriteria inklusi ibu yang datang ke RB

dalam keadaan kala I fase aktif dengan kriteria ekslusi ibu yang dalam proses intervensi mengalami komplikasi sehingga diperlukan tindakan rujukan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kecemasan adalah skala Hamilton (HAM-A) dan skala nyeri Visual Analogue Scale (VAS) untuk mengukur nyeri persalinan. Pengujian statistik menggunakan analisis parametrik dan non parametrik, dengan kemaknaan hasil uji ditentukan berdasarkan nilai p<0,05. Penelitian ini telah memperoleh ethical clearance dari Lembaga Penelitian Stikes Bani Saleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Kecemasan

pada Kala 1 Fase Aktif Persalinan

Tingkat Kecemasan

Kecemasan pada Kala I Persalinan

p-value Pretest Posttest

f (%) Mean (SD) f (%) Mean (SD)

Ringan (≤ 17) 0(0)

25,90(3,42) 9(39,1)

18,20(4,27)

0,000 Sedang (18-24) 6(26,1) 8(34,8)

Berat (25-30) 14(60,9) 3(13)

Keterangan Uji: t-test dependent

Berdasarkan tabel diatas didapatkan

pengurangan nilai rata-rata sebelum – sesudah = 5,600. Nilai Mean penurunan kecemasan sebesar 34,12 dengan signifikasi sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 < 0,005 artinya terdapat perbedaan yang signifikan tingkatan kecemasan sebelum dan sesudah diberi kompres hangat dapat diartikan bahwa ada pengaruh pemberian kompres hangat terhadap kecemasan persalinan kala I fase aktif.

Dilihat dari data diatas dapat dinyatakan setelah dilakukan pemberian hangat pada bagian punggung, ibu kala I fase aktif persalinan yang mengalami kecemasan persalinan mengalami penurunan kecemasan yang signifikan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kompres hangat merupakan faktor yang mempengaruhi pengurangan rasa cemas

persalinan. Kompres hangat dapat menjadikan tubuh terasa rileks dan nyaman karena kehangatan air yang membantu pembuluh darah yang melebar sehingga aliran darah lancar.

Pada hasil penelitian ini didukung dengan metode observasi ketika melakukan observasi kecemasan bersalin pada ibu bersalin, metode observasi ini menggunakan alat bantu berupa kuesioner tingkatan kecemasan pretest dan posttest, botol karet untuk melakukan kompres, handuk sebegai pengalas, termometer suhu air untuk menjaga suhu air tetap stabil.

Pada penelitian ini sebagian besar ibu mengalami kecemasan persalinan berat dan sedang sebelum dilakukan kompres hangat.

Hal ini terjadi karena pada kala I fase

Page 13: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Kecemasan

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 4

aktif persalinan terjadi dilatasi seviks dan segmen uterus bawah dengan distensi lanjut, peregangan, trauma pada serat otot dan ligamen dan gangguan psikologis. Pada penelitian ini semua ibu mengatakan bahwa belum dilakukan upaya untuk mengurangi kecemasan persalinan karena kecemasan persalinan dianggap hal yang wajar dan tidak dilakukan manajemen untuk mengurangi rasa cemas dan meningkatkan kenyamananan ketika ibu bersalin.

Pemberian kompres hangat pada ibu bersalin menjadi metode baru untuk mengurangi kecemasan persalinan, melalui metode observasi langsung kepada responden, peneliti dapat mengetahui dan melihat langsung pengaruh kompres hangat yang diberikan kepada ibu bersalin. Pemberian kompres hangat dapat mengurangi kecemasan dan memberikan kenyamanan ketika ibu mengalami kecemasan saat kontraksi pada saat persalinan.

Pendapat serupa mengenai hasil penelitian ini ditunjukan oleh Namazi tahun 2014 di Ehesti University of Medical Sciences, Tehran, Iran pada tahap pertama persalinan. Pada penelitian ini dilakukan pada dua kelompok ibu hamil di Vali Asr- Rumah Sakit (Tuyserkan, Iran) antara Juni dan September 2013. Dalam penelitian menunjukan adanya pengaruh signifikan kompres hangat terhadap kecemasan persalinan kala I fase aktif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan metode observasi.10

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis dapat memberikan gambaran bahwa dengan melakukan kompres hangat dapat

menurunkan tingkat kecemasan, melancarkan sirkulasi darah, mengurangi spasme otot, menghilangkan sensasi kecemasan, memberikan ketenangan dan kenyamanan yang terjadi pada ibu kala 1 fase aktif persalinan.

Kecemasan yang dirasakan seseorang

disebabkan oleh dua kelompok faktor yaitu:4,6,9

1) Kelompok faktor-faktor penyebab yang

dikenal atau dirasakan oleh seseorang.

Keadaan yang seperti ini disebut dengan

kecemasan substantif.

2) Kelompok faktor-faktor yang tidak

diketahui atau yang tidak dirasakan, tipe

seperti ini terjadi bilamana seseorang

merasakan adanya bahaya yang

mengancam sendi-sendi kepribadiannya

akan tetapi ia tidak dapat mengetahui

secara pasti sumber bahaya tersebut.

Tipe ini disebut juga dengan kecemasan

neurosis, tipe ini dianggap sangat

berbahaya dan perlu penanganan yang

serius, hal ini dikarenakan seseorang

yang mengalaminya akan merasakan

nervous yang berat atau kecemasan yang

luar biasa dan merasakan penyakit atau

gangguan fisik dan psikis yang

mengakibatkan kepada

ketidakmampuannya dalam beradaptasi

dengan dirinya sendiri. Meskipun

penelitian ini dinilai cukup berhasil

namun masih ada kelemahan –

kelemahan yang menyertai keberhasilan

penelitian ini.

Tabel 2 Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Nyeri pada

Kala 1 Fase Aktif Persalinan

Tingkat Nyeri

Tingkat Nyeri pada Kala I Persalinan

p-value Pretest Posttest

f (%) Mean (SD) f (%) Mean (SD)

Ringan (1 – 3) 0(0)

7,60(1,76) 8(34,8)

3,90(1,83)

0,000 Sedang (4 – 6) 8(34,8) 10(43,5)

Berat (7 – 10) 12(52,2) 2(8,7)

Keterangan Uji: t-test dependent

Page 14: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Kecemasan

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 5

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa hasil uji statistik pengurangan nilai rata-rata sebelum – sesudah = 2,300.

Hasil penelitian terhadap penurunan nyeri persalinan menunjukan besarnya nilai rata-rata sebesar 38,82 dengan signifikasi sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 < 0,005 artinya terdapat perbedaan yang signifikan tingkatan nyeri sebelum dan sesudah diberi komprs hangat.

Berdasarkan hasil uji dapat diartikan bahwa ada pengaruh pemberian kompres hangat terhadap penurunan nyeri persalinan kala I. Dilihat dari data diatas dapat dinyatakan setelah dilakukan pengompresan hangat pada bagian punggung, ibu bersalin kala I yang mengalami nyeri persalinan mengalami penurunan nyeri yang signifikan.

Hal ini sesuai dengan teori bahwa kompres hangat merupakan faktor yang mempengaruhi pengurangan rasa nyeri persalinan. Kompres hangat dapat menjadikan tubuh terasa rileks karena kehangatan air yang membantu pembuluh darah yang melebar sehingga aliran darah lancar. Pada hasil penelitian ini didukung dengan metode wawancara ketika melakukan observasi nyeri bersalin pada ibu bersalin, metode observasi ini menggunakan alat bantu berupa kuesioner tingkatan nyeri VAS (Visual Analouge Scale),

botol karet untuk melakukan kompres berisi air hangat dengan suhu 37º-41ºC dan handuk sebegai pengalas untuk diletakan dipunggung bagian bawah ibu.

Pada penelitian ini sebagian besar ibu mengalami nyeri persalinan berat dan sedang sebelum dilakukan kompres hangat. Hal ini terjadi karena pada kala I persalinan terjadi dilatasi seviks dan sagmen uterus bawah dengan distensi lanjut, peregangan, trauma pada serat otot dan ligamen. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka rasa takut akan muncul, dan

juga sebaliknya. 12,13,14

Pada penelitian semua ibu mengatakan

bahawa belum dilakukan upaya untuk mengurangi nyeri persalinan karena nyeri persalinan dianggap hal yang wajar dan tidak dilakukan manajemen untuk mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan kenyamananan ketika ibu bersalin. Pemberian kompres hangat pada ibu bersalin menjadi metode baru untuk mengurangi nyeri persalinan, mealalui metode wawancara dan observasi langsung kepada responden, peneliti dapat mengetahui dan melihat langsung pengaruh kompres hangat

yang diberikan kepada ibu bersalin.15,16,17

Tabel 3 Pengaruh Pemberian Kompres Hangat terhadap Penurunan Kecemasan dan

Nyeri pada Kala 1 Fase Aktif Persalinan

Keterangan Uji: Regresi Linear

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pemberian kompres hangat berpengaruh secara simultan terhadap penurunan kecemasan dan nyeri selama kala I fase aktif persalinan (Hottelling’s Trace: nilai p < 0,05). Pengukuran effect size berdasarkan table diatas diperoleh hasil sebagai berikut:

Effect Size=(nilai Pillai’s Trace/2) x

100%

= (0,941/2) x 100%

= 47,05% Berdasarkan hasil perhitungan tersebut,

pemberian kompres hangat memiliki pengaruh terhadap penurunan kecemasan dan nyeri

Variabel Intervensi (n=20) Nilai p*

∆Mean (SD)

Penurunan Kecemasan 34,12 (13,14) 0,000

Penurunan Nyeri 38,82 (12,19)

Page 15: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Kecemasan

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 6

persalinan sebesar 47,05%. Pemberian kompres hangat dapat mengurangi nyeri dan memberikan kenyamanan ketika ibu mengalami nyeri saat kontraksi pada saat persalinan. Dalam penelitian ini menunjukan adanya pengaruh signifikan kompres hangat terhadap nyeri persalinan kala I. Berdasarkan asumsi peneliti kompres hangat sangat bermafaat dalam menurukan nyeri persalinan karena kompres hangat dapat meningkatkan suhu kulit lokal, melancarkan sirkulasi darah mengurangi spasme otot,

menghilangkan sensasi nyeri memberikan ketenangan dan kenyamanan pada ibu inpartu sehingga nyeri dapat mengurangi nyeri persalinan.

SIMPULAN Pemberian kompres hangat pada ibu

bersalin kala I fase aktif dapat mengurangi dan berpengaruh secara simultan terhadap penurunan kecemasan dan nyeri selama persalinan sebesar 47, 5.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo 2008. ilmu kebidanan.

Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

2. Manuaba, Ida Bagus.2012. Teknik

Operasi Obstetri dan Keluarga

Berencana.Jakarta: CV.Trans Info Media.

3. Mochtar, rustam. 2007. Sinopsis Obstetri.

Jakarta : EGC

4. Varney, Helen. 2007, Buku ajar asuhan

kebidanan vol.2, Jakarta : EGC

5. WHO, 2012. Angka Kematian Ibu (AKI)

dan Angka Kematian Bay (AKB).

Http:www.who.int/maternal_child_ad

olescent/documents/chs_cah_99_3/en.

Diunduh pada hari selasa tanggal 05

Maret 2017 Pukul 15.00 WIB.

6. Astuti Wiji,Heni setyowati esti rahayu,

kartika wijayanti .2015. Pengaruh

Aromaterapi Bitter Orange Terhadap

Nyeri Dan Kecemasan Fase Aktif Kala 1.

7. Nur, Imami Rachmawati, 2010.

Pengembangan Kriteria Penatalaksanaan

Manajemen Nyeri Persalinan. Jakarta :

CV Trans Info Media.

8. Yuliatun,L, 2008. Penangangan Nyeri

Persalinan Dengan Metode Non

farmakologi. Malang: Bayumedia

Publishing.

9. Dian Puspita Yani1 , Uswatun Khasanah

Prodi D-III Kebidanan FIK UNIPDU.

2012. Pengaruh Pemberian Kompres Air

Hangat terhadap Rasa Nyaman dalam

Proses Persalinan Kala I Fase Aktif

10. Namazi, 2014. Fakultas Ilmu

Kesehatan, Universitas

Muhammadiyah Magelang di unduh

pada tanggal 11 Juli 2017.

11. Andramoyo, Sulistyo, Suharti. 2013.

persalinan tanpa nyeri berlebihan.

Jakarta : Ar-Ruzz Media.

12. Indarwan A, 2013. Efektivitas

Pemberian Kompres Hangat

Terhadap Penurunan Nyeri

Persalinan Fisiologis Pada

Primigravida Kala 1 Fase Aktif.

13. Cunningham, 2008. Buku Acuan dan

Panduan Asuhan Persalinan Normal

dan Inisiasi Menyusui Dini. Medan.

14. Judha, Mohamad, dkk. 2012. Teori

Pengukuran Nyeri dan Nyeri

Persalinan. Yogyakarta : Nuha

Medika.

15. Ganji Z, et al. 2013. The effect of

intermittent local heat and cold on

labor pain and child birth outcome.

18(4): 298-30

16. Fahami F, et al. 2011. Effect of heat

therapy on pain severity in

primigravida women. Iran J Nurs

Midw. 16(1): 113-116

17. Essa RM, et al. 2016. Effect of second

stage perineal warm compresses on

perineal pain and outcome among

primiparae. J of Nurs Edu and Prac.

6(4): 48 – 58

Page 16: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 15

PENGARUH PIJAT ENDORPHIN TERADAP PERCEPATAN

INVOLUSI UTERI PADA IBU NIFAS

POST SECTIO CAESAREA

Nungki Meintri Lanasari 1), Sri Rahayu 2), Ardi Panggayuh 2)

1) Mahasiswa Program Studi DIV Kebidanan Malang, Poltekkes Kemenkes Malang 2) Dosen Program Studi DIV Kebidanan Malang, Poltekkes Kemenkes Malang

e-mail: [email protected]

Abstrak

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menggambarkan kesejahteraan

masyarakat disuatu negara. Pendarahan menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia. Upaya

mencegah terjadinya perdarahan akibat kontraksi uterus yang lemah dengan menstimulasi keluarnya

hormon oksitosin. Stimulasi dapat dilakukan dengan memberikan pijat endorphin. Penelitian ini memiliki

tujuan untuk mengetahui Pengaruh Pijat Endorphin Terhadap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas

Post Sectio Caesarea. Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian Pra Eksperimen (Pre

Experiment) dengan rancangan penelitian Posttest Only Design. Jumlah sampel sebanyak 10 responden.

Teknik sampling dengan cara purposive sampling. Responden dilakukan pijat endorphin selama 7 hari pijat

endorphin yang pertama diberikan setelah 6 jam post SC dengan lama pemijatan selama 20 menit.

Pemijatan kedua, sampai dengan ke tujuh diberikan setelah 24 jam dari pemijatan sebelumnya. Observasi

Penurunan TFU dilakukan setiap hari selama 7 hari, terhitung dari setelah pasien dilakukan Sectio

Caesarea. Pengukuran TFU yang kedua dan seterusnya dilakukan setelah 24 jam dari pengukuran TFU

sebelumnya. Analisa data yang digunakan adalah uji One Sample T Test. Hasil analisa data diperoleh

thitung(124,411) lebih besar daripada ttabel(2,262) yang berarti ada pengaruh yang signifikan pijat endorphin

terhadap percepatan involusi uteri pada ibu nifas post Sectio Caesarea. Sehingga dengan hasil penelitian

ini diharapkan pijat endorphin dapat mengoptimalkan proses pengembalian uterus ke keadaan semula

sebelum hamil.

Kata kunci: Involusi Uteri, Masa Nifas, Pijat Endorphin, Sectio Caesarea

Abstract

Maternal Mortaliy Ratio (MMR) is of indicator welfare of society in a country. Bleeding is cause of maternal

death in indonesia. Efforts to prevent complications of bleeding by stimulating the release of the hormone

oxytocin for uterine contractions by perfoming endorphin massage. Design of the reaserch is a pre

experimental post test only. Technique to taking sample using purposive sampling with 10 respondents.

Respondents given Endorphin massage treatment the first after 6 hours post sectio caesarea duration 20

minutes. The second massage given after 24 hours of previous. Endorphin massage treatment given until 7

day post sectio caesarea. Measurement of TFU daily until 7 day. The firts measurment done soon after

sectio caesarea. The second measurment done after 24 hour after previous. The data analyses used in the

reserch are one sample t-test. The result of data analyses is tcount (124,411) > ttable(2,262). It’s mean that

there were significant influence of endorphine massage on acceleration of uterine involution in postpartum

of sectio caesarea. Reasearchers hope endorphine massage can be applied to all postpartum to uterine

return to the original state before pregnancy

Keywords: Endorphine Massage, Postpartum, Sectio Caesarea Uterine Involution

Page 17: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 16

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan

salah satu indikator dalam menggambarkan

kesejahteraan masyarakat disuatu negara.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka

Kematian Ibu (AKI) sebesar 359 per 100.000

kelahiran hidup. Pada tahun 2014, AKI

Provinsi Jawa Timur mencapai 93,52 per

100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu

disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya

karena pendarahan, eklamsi, infeksi.

Pendarahan menjadi penyebab utama

kematian ibu di Indonesia yaitu 28 %.

Penyebab kedua ialah eklamsia 24 % lalu

infeksi 11%, abortus 10%, disusul dengan

komplikasi masa peurperium 8%, partus

lama/macet 5%, emboli obstetri 3% dan

faktor-faktor lain yang tidak di ketahui

sebanyak 11%. Dalam laporan kesehatan ibu

yang terjadi di Provinsi Jawa Timur tahun

2014, angka perdarahan pada saat masa nifas

akibat kegagalan uterus untuk berinvolusi

mencapai 29,35 %. Upaya untuk mencegah

komplikasi terjadinya perdarahan dari tempat

implantasi plasenta dan memperbaiki

kontraksi dan retraksi uterus dengan

memberikan oksitosin. Oksitosin dapat

diperoleh dengan berbagai cara baik oral,

intranasal, intramuskular, maupun dengan

pemijatan yang dapat merangsang keluranya

hormon oksitosin. Salah satu cara pemijatan

untuk menstimulasi keluarnya hormon

oksitosin ialah dengan melakukan pijat

endorphin.Pijat endorphin merupakan

sentuhan ringan yang dapat menstimulasi

ekresi hormon endorphin untuk memberikan

efek relaks dan nyaman pada tubuh melalui

permukaan kulit serta merangsang

pengeluaran hormon oksitosin yang dapat

menstimulasi kontraksi uterus.

Tujuan umum penelitian ini adalah

mengetahui Pengaruh Pijat Endorphin

Terhadap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu

Nifas Post Sectio Caesarea di RS Refa Husada

Malang. Tujuan khusus penelitian ini adalah

(1) Mengidentifikasi percepatan involusi

uterus ibu Nifas Post Sectio Caesarea yang di

berikan intervensi pijat endorphin.(2)

Menganalilis Pengaruh Pijat Endorphin

Terhadap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu

Nifas Post Sectio Caesarea.

METODE

Jenis penelitian ini merupakan

penelitian Pra Eksperimen (Pre Experiment)

dengan rancangan penelitian Posttest Only

Design. Responden dalam penelitian ini

diberikan intervensi pijat Endorphin yang

dilakukan 1 kali sehari dan dilakukan selama 7

hari. Pijat endorphin yang pertama diberikan

setelah 6 jam post SC. Observasi TFU

dilakukan setiap hari selama 7 hari, terhitung

dari setelah pasien dilakukan Sectio Caesarea.

Populasi dalam penelitian ini adalah

sebanyak 11 ibu nifas Post SC di RS Refa

Husada Malang pada bulan Maret sampai

April 2017. Sampel dalam penelitian ini

adalah ibu nifas post SC yang memenuhi

kriteria inklusi berjumlah 10 responden.

Teknik pengambilan sampel penelitian ini

dengan cara purposive sampling.

Data diperoleh dengan cara observasi

yang dilakukan oleh peneliti dan enumerator

(asisten bidan) yang sebelumnya dilatih untuk

menyamakan persepsi tentang teknis

pemijatan dan pengukuran tinggi fundus uteri.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian

ini adalah pita ukur, lembar observasi dan

SOP.

Untuk menganalisis pengaruh pijat

endorphin terhadap percepatan involusi uteri

pada ibu nifas post Sectio Caesarea dilakukan

dengan bantuan Software SPSS. Dalam

penelitian ini skala data dari variabel dependen

menggunakan skala data rasio, oleh karena itu

untuk menguji hipotesis dengan menggunakan

uji One Sample T Test.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian yang dilakukan pada tanggal

26 April sampai dengan 24 Mei 2017 dengan

Page 18: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas

Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 17

menggunakan lembar observasi pada ibu nifas

post Sectio Caesarea di RS Refa Husada

Malang. Responden penelitian ini berjumlah

10 orang. Distribusinya dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Usia di RS Refa Husada,

Tahun 2017

Umur Frekuensi

(n)

Prosentase

(%)

17-19 tahun 2 20

20-35 tahun 8 80

Total 10 100

Sumber: Data Primer, 2017

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan

Paritas di RS Refa Husada, Tahun 2017

Paritas Frekuensi

(n)

Prosentase

(%)

Primipara 4 40

Multipara 6 60

Total 10 100

Sumber: Data Primer, 2017

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Percepatan Penurunan

Tinggi Fundus Uteri di RS Refa Husada,

Tahun 2017

Sumber: Data Primer, 2017

Pijat endorphin adalah

pemijatan/sentuhan ringan yang dapat

menstimulasi ekresi hormon endorphin. Pijat

endorphin dilakukan dengan cara menggosok

atau mengelus ruas tulang belakang mulai dari

tulang leher (cervical vertebrae) sampai

dengan tulang pinggang kedua (lumbal

vertebrae L2) dan melebar hingga ke

acromion dengan gerakan berirama naik turun

dengan membentuk huruf V. Manfaat pijat

endorphin ialah untuk mengendalikan rasa

sakit dan meningkatkan kondisi rileks dalam

tubuh.15 Saat ruas tulang belakang diberikan

sentuhan ringan akan timbul reflek neurogenik

yang mempercepat kerja saraf parasimpatis

untuk menyampaikan perintah ke hipofisis

anterior untuk memproduksi hormon

endorphin. Hormon endorphinpada sel-sel

saraf spinal bertindak sebagai neurotransmiter

yang menghambat transmisi pesan nyeri.

Hormon endorphin berikatan dengan reseptor

opiat untuk menekan pelepasan substansi P

melalui inibisi prasinaps, sehingga transmisi

impuls nyeri ke otak dihambat. Pada saat

impuls nyeri ke otak dihambat, maka ibu tidak

lagi merasakan nyeri dan membuat ibu

menjadi nyaman dan rileks. Pada kondisi

rileks terjadi homeostatis ion Ca2+ pada sinaps

saraf. Homeostatis ini terjadi karena tidak

adanya potensial aksi untuk menghambat

transmisi nyeri ke otak. Pada otot miometrium

Ion Ca2+ dapat menimbulkan kontraksi otot

polos.

Berdasarkan hasil analisa uji statistik

One-Sample T Test diperoleh nilai thitung

sebesar 124,411 dimana nilai thitung lebih besar

dari ttabel(nilai ttabel2,262) dan nilai

signifikansinya (0,000)<taraf nyata 0,05maka

H0 di tolak yang berarti bahwa ada pengaruh

yang signifikan pijat endorphin terhadap

percepatan involusi uteri pada ibu nifas post

Sectio Caesarea.

Pijat endorphin dapat meningkatkan

produksi hormon oksitosin sehingga

menghasilkan kontraksi uterus yang adekuat.

Apabila kontraksi uterus adekuat dapat

mempercepat proses involusi uteri. Involusi

uteri dapat dilihat dengan menggunakan

indikator penurunan tinggi fundus uteri.

Menurut Coad & Dunstall dalam bukunya

Penurunan

Tinggi Fundus

Uteri

Frekuensi

(n)

Prosentase

(%)

Cepat 6 60

Normal 0 0

Lambat 4 40

Total 10 100

Page 19: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 18

tentang proses involusi uterus pada masa nifas

menyatakan kecepatan penurunan tinggi

fundus uteri normalnya 1 cm per hari.6 Proses

involusi uteri dikatakan cepat jika penurunan

tinggi fundus uteri lebih dari 1 cm setiap hari.

Berdasarkan diagram 4.5 dapat diketahui dari

10 responden yang telah dilakukan intervensi

pijat endorphin, sebanyak 6 responden

mengalami proses invousi uteri cepat dengan

melihat rata-rata penurunan tinggi fundus

uteri lebih dari 1 cm setiap hari.

Oksitosin merangsang kontraksi uterus

dengan meningkatkan aktivitas ion Ca2+

terhadap uterus.Kontraksi otot miometrium

dimulai dengan adanya ikatan ion Ca2+ dengan

protein pengatur yang menimbulkan kontraksi

otot yang disebut kalmodulin. Kombinasi

kalmodulin dengan ion Ca2+ mengaktifkan

miosinkinase, yaitu suatu enzim yang

melakukan fosforilisasi. Proses fosforilisasi

merupakan kemampuan miosin untuk

berikatan secara berulang dengan filamen

aktin sehingga menimbulkan kontraksi dan

relaksasi otot miometrium secara berkala.10

Namun demikian, pijat endorphin

bukanlah satu-satunya faktor yang

mempercepat proses involusi uteri. Terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi proses

involusi uteri, yaitu laktasi, mobilisasi, paritas,

psikologi, usia, dan gizi ibu. Penelitian yang

dilakukan oleh Liana, mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi penurunan tinggi fundus

uteri pada ibu post partum di Rumah sakit dr.

Zainoel Abidin Banda Aceh, menyebutkan

terdapat 3 faktor yang mempengaruhi

penurunan tinggi fundus uteri pada ibu post

partum yaitu Inisiasi Menyusui Dini, usia, dan

paritas.13

Paritas memiliki peranan dalam proses

involusi uteri. Semakin banyak anak, keadaan

uterusnya akan semakin lembek. Hal ini

diakibatkan frekuensi hamil yang sering

mengakibatkan uterus berulang kali

mengalami peregangan dan menurunnya

tingkat elastisitas otot-otot mimetrium.13

Penelitian ini menujukkan hasil yang

berbeda setelah diberikan intervensi pijat

endorphin. Dari 10 responden, sebanyak 6

orang responden memiliki jumlah anak 2-4

orang (multipara) dan 4 responden diantaranya

mengalami percepatan involusi uteri.

Sebanyak 4 responden memiliki jumlah anak

1 orang (primipara) dan 2 responden

diantaranya mengalami percepatan involusi

uteri. Dengan demikian paritas tidak

mempengaruhi proses involusi uteri setelah

diberikan intervensi pijat endorphin.

Ibu dengan primipara maupun

multipara setelah diberikan intervensi pijat

endorphin mengalami rileksasi dan terjadi

homeostatis ion Ca2+ pada spinal saraf. Ion

Ca2+ menjadi pemicu terjadinya kontraksi otot

polos miometrium. Adanya ion Ca2+

menyebabkan terbukanya tempat perlekatan

molekul myosin pada filamen actin. Pada saat

molekul myosin terikat pada filamen actin

mengasilkan kontraksi otot polos uterus.

Kontraksi otot uterus menjepit pembuluh

darah yang terbuka bekas tempat implantasi

plasenta dan mengembalikan ukuran sel

miometrium seperti keadaan semula sebelum

hamil. Dengan demikian terjadi proses

involusi uterus yang ditandai dengan

penurunan tinggi fundus uteri.

Usia ibu yang relatif muda dimana

individu mencapai suatu kondisi vitalitas yang

prima sehingga kontraksi otot dan kembalinya

alat kandungan juga semakin cepat karena

proses regenerasi sel. Namun, dalam

penelitian ini menujukkan hasil yang berbeda

setelah diberikan intervensi pijat endorphin.

Dari 10 responden dalam penelitian ini,

sebanyak 8 responden berusia 20-35 tahun, 4

responden diantaranya mengalami proses

involusi cepat. Sebanyak 2 responden berusia

17-19 tahun dan mengalami proses involusi

uterus cepat. Dengan demikian, usia bukan

faktor yang berpengaruh terhadap proses

involusi uteri setelah diberikan intervensi pijat

endorphin.

Page 20: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas

Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 19

Ibu nifas post sectio caesarea yang

berusia 17-35 tahun setelah diberikan

intervensi pijat endorphin terjadi

keseimbangan ion ca2+ pada sinap saraf. Ion

kalsium memiliki fungsi untuk memicu

kontraksi otot polos uterus dengan membuka

tempat perlekatan myosin pada filamen actin

secara berulang. Kontraksi otot uterus yang

adekuat menyebabkan terjadinya proses

involusi uteri.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan

bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pijat

endorphin terhadap percepatan involusi uteri

pada ibu nifas post Sectio Caesarea dimana

sebanyak 60% responden mengalami proses

involusi uteri cepat. Hal ini terjadi karena ibu

nifas yang diberikan intervensi pijat endorphin

mengalami homeostatis ion ca2+ yang memicu

terjadinya kontraksi otot polos miometrium

secara adekuat sehingga mempercepat proses

involusi uteri. Paritas dan usia ibu tidak

berpengaruh terhadap proses involusi uteri

setelah diberikan intervensi pijat endorphin.

PENUTUP

Responden yang telah diberikan pijat

endorphin mengalami involusi uterus cepat

sebanyak 60 %, responden yang mengalami

involusi uterus lambat sebanyak 40%.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

peneliti lakukan saat ini didapatkan hasil ada

pengaruh pijat endorphin terhadap percepatan

involusi uteri pada ibu nifas post Sectio

Caesarea. Diharapkan peneliti selanjutnya

lebih memperhatikan faktor-faktor lain yang

mempengaruhi involusi uterus seperti jenis

penggunaan obat-obatan uterotonika dan

waktu pemberian obat pada masing-masing

responden.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aprilia. Hipnostetri: Rileks Nyaman,

Dan Aman Saat Hamil Dan

Melahirkan. Jakarta : Gagas Media,

2010.

2. Apriliasari. Hubungan Usia dan Paritas

Dengan Kejadian Involusi Ibu Nifas di

BPS Mojokerto. Jurnal Kebidanan.

2015; volume 8(14)

3. Arikunto, Suharsimi. Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta : Rineka Cipta. 2006

4. Boba. Buku Ajar Keperawatan

Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC.

2005

5. Chapman. Asuhan Kebidanan

Persalinan Dan Kelahiran. Jakarta.

EGC. 2006

6. Coad, Jane. Anatomi Fisiologi untuk

Bidan. Jakarta. EGC. 2007

7. Cunningham, F. Garry. Obstetri

Williams. Jakarta : EGC. 2005

8. Dewi, Vivian. Asuhan Kebidanan Pada

Ibu Nifas. Jakarta : Salemba Medika.

2010

9. Guillemin. Home page. 2016.

<http://id.swewe.net/word_show.htm/?

69059_1&Endorfin.html> diakses

tanggal 05/07/2017

10. Kristanti, Risma A . Pengaruh

Oksitosin Terhadap Kontraksi Otot

Polos Uterus. Jurnal Biologi

Universitas Islam Negeri (UIN)

Maulana Malik Ibrahim Malang. 2014;

volume 5.

11. Hidayat. Menyusun skripsi Dan Tesis

Edisi Revisi. Bandung. Informatika.

2011

12. Lia. Pengaruh Mobilisai Terhadap

Penurunan Tingi Fundus Uteri Pada

Ibu Post Partum di BPM A Kabupaten

Purwokerto. Jurnal kebidanan. 2009

13. Liana, Desi. Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Penurunan Tinggi

Fundus Uteri Pada Postpartum Dirumah

Sakit Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Jurnal kebidanan STIKES U’Budiya

Banda Aceh. 2013.

14. Koriah. Pengaruh Pijat Endhorphine

Terhadap Jumlah Pengeluaran Darah

pada Kala Empat Persalinan Normal

Page 21: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Pengaruh Pijat Endorphin Teradap Percepatan Involusi Uteri Pada Ibu Nifas

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 20

Primi Para di Bidan Praktek Mandiri

Kabupaten Indramayu Tahun 2013.

Jurnal Kebidanan. 2014; volume 3, 6.

15. Kuswandi, Lanny. Keajaiban Hypno-

Birthing. Jakarta : Pustaka Bunda. 2013

16. Manuaba. Pengantar Kuliah Obstetri.

Jakarta EGC. 2010

17. Notoatmojo, Soekidjo. Metodelogi

Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka

Cipta. 2012

18. Nursalam. Konsep Dan Penerapan

Metodelogi Penelitan Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba

Medika. 2008

19. Perestrioka. Pengaruh Stimulasi Back

Massage Terhadap Perubahan Kadar

Endorphin dan Nyeri Persalinan pada

Ibu Inpartu di RSUD Kota Semarang.

Jurnal epidemiologi. 2014

20. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu bedah

kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka. 2010

21. Rukiyah. Asuhan kebidanan III (Nifas).

Jakarta : Trans Info Media. 2011

22. Saleha, Siti. Asuhan Kebidanan Masa

Nifas. Jakarta : Salemba Medika. 2009

23. Simpkin. Buku Saku Persalinan.

Jakarta: EGC. 2011

24. Sugiyono. Statistik untuk penelitian.

Bandung : Alfabeta. 2013

25. Varney, Hellen. Buku Ajar Kebidanan

Volume 2. Jakarta.EGC. 2008

26. Widyasih, Hesty. Perawatan Masa

Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. 2009.

Page 22: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 21

GAMBARAN DUKUNGAN SUAMI PADA PASANGAN USIA SUBUR

DENGAN KEJADIAN UNMETNEED DI KELURAHAN

PANEMBAHAN YOGYAKARTA TAHUN 2016

Yekti Satriyandari1, Agri Yunita2

1,2Prodi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah Yogyakarta

Email: [email protected]

Abstrak

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan angka

unmet need yang tinggi yaitu 22,97% tepatnya di Kelurahan Panembahan Kecamatan Kraton sebanyak 321

orang. Tingginya unmet need dapat menyebabkan ledakan penduduk (populasi) dan dapat berpengaruh pada

tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Hal ini dapat disebabkan adanya aborsi karena kehamilan

yang tidak diinginkan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran dukungan suami pada pasangan

usia subur dengan unmet need dikelurahan Panembahan Kraton. Metode penelitian descriptive, pengambilan

datanya dengan pendekatan cross sectional. Populasi sebanyak 321 responden dan sampel sebanyak 64

responden dengan tehnik pengambilan simple random sampling dengan cara undian. Instrumen

menggunakan kuesioner. Uji validitas menggunakan Product moment =0,361 dan reliabiltas dengan KR-20

dengan nilai alpha 0.933. Analisis data menggunakan analisis univariat. Hasil univariat menunjukkan

mayoritas unmet need dengan kategori Tidak Ingin Anak Lagi (TIAL) yaitu 54.7%. Sebanyak 67.2% suami

mendukung istri untuk menggunakan alat kontrasepsi. Dukungan suami yang diberikan dalam bentuk suami

membimbing istri terkait pemilihan alat kontrasepsi yang akan di gunakan, mendampingi istri jika ingin

menggunakan alat kontrasepsi. Meskipun suami mendukung istri untuk menggunakan alat kontrasepsi akan

tetapi dukungan suami yang baik tidak menjamin istri untuk mau menggunakan alat kontrasepsi. Hasil

penelitian ini menunjukkan sebagian besar PUS yang tidak ingin anak lagi (TIAL) memutuskan tidak

menggunakan alat kontrasepsi meskipun suami mendukung istri untuk menggunakan alat kontrasepsi. Hasil

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengoptimalkan peran suami dalam memotivasi istri

agar mau menggunakan alat kontrasepsi.

Kata Kunci : Dukungan Suami, Unmet need

Abstract

Yogyakarta Special Province (DIY) is one of the provinces in Indonesia with a high unmet need rate of

22.97% in Panembahan Village Kecamatan Kraton as much as 321 people. The high unmet need can cause

population explosion and can affect the high maternal mortality rate (AKI) in Indonesia. This can be due to

an abortion due to an unwanted pregnancy. The purpose of this study was to find out the description of the

support of husbands in fertile couples with unmet need in Panembahan Kraton. This research was using

descriptive method, data collection with cross sectional approach. The population is 321 respondents and the

sample is 64 respondents with simple random sampling technique by lottery. Instruments using

questionnaires. Test validity using Product moment = 0,361 and reliabiltas with KR-20 with value alpha

0.933. Data analysis using univariate analysis. The univariate result shows the majority of unmet need with

category No Want Child (TIAL) is 54.7%. As many as 67.2% of husbands support the wife to use

contraception. Husband's support given in the form of husband to guide the wife related to the election of

contraception that will be used, accompanying the wife if want to use contraception. Although the husband

supports the wife to use contraceptives but good husband support does not guarantee the wife to want to use

contraception. The results of this study indicate that most women do not want another child (TIAL) decide not

to use contraception even though the husband supports the wife to use contraception. The results of this study

are expected to improve and optimize the role of the husband in motivating the wife to want to use

contraception.

Keywords: Support Husband, Unmet need

Page 23: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah
Page 24: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 21

PENDAHULUAN

Jumlah penduduk (populasi) di seluruh

dunia sebanyak 7.256.490.011 jiwa yang

terdiri dari 195 negara. Negara Republik

Indonesia menduduki urutan keempat dengan

jumlah penduduk-nya 255.993.674 jiwa

(sekitar 255 Juta jiwa) atau sekitar 3,5% dari

keseluruhan jumlah penduduk dunia1.

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga

Bencana (KB) Nasional (BKKBN)2 jumlah

kepala keluarga di Indonesia tahun 2015

adalah 603.497,09%, jumlah Pasangan Usia

Subur (PUS) adalah 369.937,25%, jumlah

PUS yang menggunakan KB adalah

233.611,89% sehingga masih banyak PUS

yang tidak menggunakan KB.

Kejadian unmet need di Indonesia

diidentifikasikan sebagai pasangan usia subur

yang bukan merupakan peserta keluarga

berencana. Persentase unmet need secara

nasional pada tahun 2014 sebesar 14,87%.

Saat ini, persentase unmet need di Indonesia

tertinggi di Provinsi Papua Barat yaitu

sebesar 38,23%. Sedangkan persentase unmet

need yang terendah yaitu di provinsi Bali

sebesar 5,12% 3.

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

(DIY) merupakan salah satu provinsi di

Indonesia yang mempunyai unmet need yang

tinggi, pada tahun 2015 unmet need di

Provinsi DIY mencapai 7,73% dan meningkat

pada tahun 2016 sebanyak 8,27 % yang

terdiri dari ingin anak tunda (IAT)sebanyak

21,3 % dan tidak ingin anak lagi (TIAL)

23.89 %. Angka unmet need di provinsi ini

jauh berada diatas standar nasional yaitu 6%4.

Kondisi unmet need akan

menyebabkan ledakan penduduk. Selain itu,

salah satu dampak meningkatnya unmet need

adalah meningkatnya unwanted prengnancies

(kehamilan yang tidak diinginkan). Hal ini

memicu terjadinya aborsi tidak aman (unsafe

abortion) serta terjadinya gangguan fisik

akibat tindakan abortus yang tidak aman5.

Program SDGs merupakan upaya yang

tercantum dalam goal kelima yaitu kesetaraan

gender (Akses Kespro, KB), menjamin

kesetaraan gender serta memberdayakan

seluruh wanita dan perempuan6. Program

Keluarga Berencana (KB) merupakan

program pemerintah tentang perkembangan

kependudukan dan pembangunan

keluarga.Selain program pemerintah yaitu

Kampung KB, RPJMN (Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional),

pembangunan kependudukan dan keluarga

berencana 2015-2019.

Ada beberapa alasan individu tidak

menggunakan metode KB diantaranya

kesuburan yang mencakup pramenopause dan

histerektomi, keinginan memiliki banyak

anak, efek samping dari kontrasepsi yang

digunakan, kekhawatiran terhadap efek

samping7. Selain itu terdapat faktor lain yang

berhubungan kejadian unmet need adalah

usia, pendidikan, pekerjaan, paritas, dan

dukungan suami. Dukungan suami dan

perhatian suami berhubungan dengankejadian

unmet need. Dukungan suami yang baik

terhadap perilaku ber-KB akan menurunkan

kejadian unmet need2.

Pandangan masyarakat terhadap

program KB sebagian kurang mendukung

dikarenakan masyarakat yang tinggal

dipedesaan. Mengajak seseorang untuk

mengikuti program KB, berarti mengajak

mereka untuk meninggalkan nilai norma

lama. Nilai-nilai lama tersebut adanya

anggapan bahwa anak adalah jaminan hari

tua, khususnya dalam masyarakat agraris,

semakin banyak anak semakin

menguntungkan bagi keluarga dalam

penyediaan tenaga kerja dalam bidang

pertanian, kedudukan anak laki-laki sebagai

faktor penerus keturunan masih sangat

dominan, karena tidak memiliki keturunan

laki-laki di kalangan kelompok masyarakat

tertentu berarti putusnya hubungan dengan

silsila kelompok8.

Menurut data BKKBN4, Provinsi DIY

yang terdiri 5 Kabupaten. Presentasi unmet

need disetiap Kabupaten meliputi Kota

Yogyakarta 11,49%, Sleman 9,33%, Gunung

Kidul 9,16%, Kulon Progo 6,68%, dan Bantul

6,17%. Berdasarkan data diatas ditemukan

kejadian unmetneed tertinggi di Kabuapaten

Kota Yogyakarta terdiri dari 14 Kecamatan

yang meliputi 3 Kecamatan yang memiliki

Page 25: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 22

angka kejadiaan unmet need tertinggi terdiri

dari Kecamatan Kraton 22,97%,

Gondomanan 18,79%, Umbulharjo 17,70%.

Dari hasil studi pendahuluan pada

tahun 2016 presentasi angka kejadian unmet

need di kecamatan Kraton tertinggi di

kelurahan Panembahan yaitu sebanyak 321.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian ini dengan judul

“Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan

Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed Di

Kelurahan Panembahan Kecamatan

Yogyakarta Tahun 2016.”

Tujuan dalam penelitian ini adalah

untuk mengetahuihubungan dukungan suami

dengan kejadian unmet need di kelurahan

Panembahan Yogyakarta tahun 2016.

METODE

Desain penelitian ini adalah penelitian

descriptive dengan pendekatan cross

sectional yaitu peneliti melakukan penelitian

atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali

waktu)9. Unmet Need adalah kelompok yang

sebenarnya sudah tidak ingin punya anak lagi

atau ingin menjarangkan kehamilannya

sampai dengan 2 tahun namun tidak

menggunakan alat kontrasepsi untuk

mencegah kehamilan. Pengumpulan data

dengan menggunakan lembar data. Skala data

adalah nominal yang dikategorikan menjadi

dua yaitu IAT (Ingin Anak Tunda) dan TIAL

(Tidak Ingin Anak Lagi). Dukungan Suami

adalah dukungan yang diberikan suami

kepada istri untuk menggunakan alat

kontrasepsi pada responden dengan unmet

need. Pengumpulan data dengan

menggunakan kuisioner. Skala data adalah

nominal dengan kategori Tidak mendukung

(< Mean ), Mendukung (> Mean ). Mean

dalam penelitian ini adalah 27.25.

Populasinya adalah seluruh pasangan

usia subur unmet need di kelurahan

Panembahan yaitu sebanyak 321 pasangan

usia subur. Dalam penelitian ini mengambil

20% dari populasi9 sehingga total sampelnya

di dapatkan total adalah 64 responden.

Metode pengambilan sampel yang digunakan

dengan tehnik simple random sampling

dengan cara undian pada setiap wilayah

menjadi subjek penelitian. Alat pengumpulan

menggunakan kuesioner dengan pertanyaan

yang sudah disediakan pertanyaan tertutup

dengan skala guttman (ya dan tidak).

Uji validitas dalam penelitian ini

menggunakan rumus korelasi “Product

moment” kepada 30 responden yang sesuai

dengan kriteia inklusi. Uji Validitas

dilaksanakandi Kelurahan Sorusutan RW 09

Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta.

Hasil uji validitas pada kuesioner dengan

jumlah 18 soal dan jumlah responden 30

dengan tingkat kemaknaan 5 %, maka

didapatkan angka r = 0,361.Terdapat 1 soal

yang tidak valid dan dibuang karena sudah

terwakili oleh soal yang lainnya. Penentuan

nilai koefisiensi reliabilitas dapat dihitung

dengan menggunakan rumus KR-20 dengan

nilai alpha ≥ 0,6, dalam penelitian ini nilai

realibitas nya adalah 0.933 sehingga

dikatakan reliable10. Uji Analisis data dengan

Analisa Univariat dan Analisis Bivariat.

Analisis bivariat menggunakan uji Chi square

(X2).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelurahan Panembahan berada

dibawah wilayah kerja Puskesmas Kraton. Di

Kelurahan Panembahan sampai saat ini belum

memiliki Kampung KB, sehingga sosialisasi

alat kontrasepsi hanya dari dilakukan saat

pertemuan rapat kader atau arisan tiap bulan

sekali. Pasangan usia subur di wilayah

tersebut lebih sering mengunakan metode

kalender atau metode alami hal ini

disebabkan karena banyak responden yang

takut pada efek samping kontrasepsi, selain

itu waktu yang kurang untuk mengakses

pelayanan KB karena pekerjaan sehingga

membuat angka Unmet Need tinggi di

wilayah tersebut.

Page 26: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 22

Tabel 1.

Tabulasi Silang Karakteristik PUS Meliputi Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Paritas dan

Dukungan Suami Dengan Unmet Need

No. Variabel independent Unmet Need N %

IAT % TIAL %

F F

1. Usia

Beresiko <20 atau >35 tahun 15 23,4 28 43,8 43 67,2

Tidak Beresiko 20-35 tahun. 14 21,9 7 10,9 21 32,8

Jumlah 29 45,3 35 54,7 64 100

2. Pendidikan

Rendah 2 3,1 4 6,3 6 9,4

Tinggi 27 42,2 31 48,4 58 90,6

Jumlah 29 45,3 35 54,7 64 100

3. Pekerjaan

Bekerja 22 34,4 21 32,8 43 67,2

Tidak Bekerja 7 10,9 14 21,9 21 32,8

Jumlah 29 45,3 35 54,7 64 100

4. Paritas

Primipara 24 37,5 9 14,1 33 51,6

Multipara 5 7,8 26 40,6 31 48,4

Jumlah 29 45,3 35 54,7 64 100

5. Dukungan Suami

Tidak Mendukung 15 23,4 6 9,4 21 32,8

Mendukung 14 21,9 29 45,3 43 67,2

Jumlah 29 45,3 35 54,7 64 100

Hasil analisa antara usia ibu dengan

unmet need menunjukkan bahwa mayoritas

usia ibu beresiko yaitu usia <20 tahun atau

>35 tahun dengan kategori TIAL yaitu

43,8%. Pendidikan responden dalam kategori

tinggi dan mengalami TIAL yaitu 48,4%.

Mayoritas ibu bekerja dan dalam kategori

IAT yaitu 34,4%. Paritas mayoritas adalah

multipara dengan kategori TIAL yaitu

sebanyak 40,6%. Mayoritas dukungan suami

dalam kategori mendukung dan TIAL sebesar

45,3%.

Dukungan suami sangat mempengaruhi

keinginan dan keputusan ibu untuk

menggunakan alat kontrasepsi. Dalam

penelitian ini peneliti mengambil sampel

sebanyak 64 orang dan mengkategorikan

dukungan suami responden kedalam 2

kategori, yaitu kategori mendukung dan

kategori tidak mendukung. Hasil penelitian

antara keputusan ibu tidak menggunakan alat

kontrasepsi dengan dukungan suami

didapatkan hasil bahwa responden menurut

dukungan suami ibu sebagian besar yang

memutuskan tidak menggunakan alat

kontrasepsi adalah suami tidak mendukung

yaitu sebanyak 43 responden dengan

presentase (67,2%).

Hasil penelitian ini menunjukkan

besarnya peran dan dukungan suami kepada

ibu untuk menggunakan alat kontrasepsi.

Dalam penelitian ini dukungan suami dibagi

ke dalam tiga kriteria yaitu motivator,

edukator dan fasilitator. Dukungan suami

sebagai motivator yaitu sebanyak 57,8%

suami mengijinkan ibu untuk menggunakan

KB, sebanyak 57,8% suami memotivasi ibu

dalam menggunakan KB, sebanyak 60,9%

suami membantu ibu dalam pemilihan alat

kontrasepsi, sebanyak 62,9% suami

menasehati ibu untuk menggunakan KB,

sebanyak 60,9% suami memberikan

Page 27: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 22

kebebasan untuk menggunakan alat

kontrasepsi.

Dukungan suami sebagai edukator

adalah sebanyak 60,9% suami ikut konsultasi

pada tenaga kesehatan dalam pemilihan alat

kontrasepsi, sebanyak 70,3% suami

membimbing ibu terkait pemilihan alat

kontrasepsi yang akan digunakan, sebanyak

68,7% suami bersedia menggunakan alat

kontrasepsi ketika ibu tidak memungkinkan

menggunakan alat kontrasepsi, sebanyak

59,3% suami menasehati ibu jika ingin

menggunakan alat kontrasepsi.

Dukungan suami sebagai fasilitator

suami memenuhi kebutuhan ibu jika ingin

menggunakan alat kontrasepsi, sebanyak

60,9% suami mendampingi ibu jika ingin

menggunakan alat kontrasepsi, sebanyak

65,6% suami menyediakan biaya jika ibu

ingin menggunakan alat kontrasepsi,

sebanyak 59,3% suami menyediakan fasilitas

jika ibu ingin menggunakan alat kontrasepsi,

sebanyak 56,2% suami memberikan

dukungan moral agar Ibu mau menggunakan

alat kontrasepsi, sebanyak 53,1% suami

menyediakan transportasi (Kendaraan) jika

ibu ingin melakukan kunjungan ulang,

sebanyak 53,1% suami membantu ibu

menentukan tempat pelayanan keluarga

berencana jika ibu ingin menggunakan alat

kontrasepsi, sebanyak 53,1% suami

menyediakan waktu jika ibu ingin

menggunakan alat kontrasepsi.

Hasil penelitian ini menunjukkan

sebagian besar suami mendukung istri secara

baik, sehingga ada respons yang baik dari

suami untuk istrinya dalam menggunakan alat

kontrasepsi. Tingginya dukungan suami

terhadap istri dengan unmet need pada

penelitian ini disebabkan karena perhatian

suami yang begitu besar terhadap istri yang

ingin menggunakan alat kontrasepsi akan

tetapi dukungan suami yang baik mengenai

alat kontrasepsi tidak menjamin penggunaan

alat kontrasepsi juga baik.

Dukungan suami sangat diperlukan

dalam melaksanakan Keluarga Berencana.

Dukungan suami dapat mempengaruhi

perilaku istri. Apabila suami tidak

menginjinkan atau mendukung, maka para

istri akan cenderung mengikuti dan hanya

sedikit istri yang berani untuk tetap

memasang alat kontrasepsi. Perilaku

terbentuk melalui suatu proses tertentu, dan

berlangsung dalam interaksi manusia dengan

lingkungannya. Dukungan emosional suami

terhadap istri dalam keluarga berencana dapat

diwujudkan melalui komunikasi yang baik

antara suami dan istri dalam kesehatan

reproduksi dan kesertaan ber-KB11.

Hasil penelitian ini didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Ulsafitri Y, &

Fastin R.N12 dimana hasil analisa statistik

dengan chi-square diperoeh nilai p = 0,001

(p<0,05 ) artinya terdapat hubungan yang

signifikan antara dukungan suami dengan

kejadian unmet need KB. Dukungan suami

sangat diperlukan dalam melaksanakan

Keluarga Berencana. Dukungan suami dapat

mempengaruhi perilaku istri. Apabila suami

tidak menginjinkan atau mendukung, maka

para istri akan cenderung mengikuti dan

hanya sedikit istri yang berani untuk tetap

memasang alat kontrasepsi. Perilaku

terbentuk melalui suatu proses tertentu, dan

berlangsung dalam interaksi manusia dengan

lingkungannya.

Selain peran penting dalam mendukung

mengambil keputusan, peran suami dalam

memberikan informasi juga sangat

berpengaruh bagi istri. Peran sebagai

edukator suami sangat perlu meningkatkan

pengetahuannya tentang alat kontrasepsi yang

sedang digunakan istrinya. Sehingga dalam

menjalankan perannya sebagai edukator

informasi yang diberikan kepada istrinya

tidak salah, pengetahuan dapat diperoleh

suami dengan cara berkonsultasi dengan

petugas kesehatan, mencari informasi baik

melalui media cetak maupun media

elektronik. Dukungan lain suami adalah

memfasilitasi (sebagai orang yang

menyediakan fasilitas), memberi semua

kebutuhan istri saat akan memeriksakan

masalah kesehatan reproduksinya.

Pada penelitian ini responden ingin

anak tunda dan tidak ingin anak lagi sama-

sama memiliki angka unmet need tinggi hal

Page 28: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 23

tersebut dikarenakan ibu pernah mengalami

efek samping dari penggunaan alat

kontrasepsi dan memiliki prinsip tidak mau

menggunakan alat kontrasepsi lagi karena

takut terulang kejadian yang pernah dialami.

Namun ketika ditanya tentang dukungan

suami, ibu mengatakan suami mendukung ibu

dan memperbolehkan ibu menggunakan alat

kontrasepsi namun suami tidak bisa menuntut

banyak ketika ibu kembali menceritakan hal

negatif saat menggunakan alat kontrasepsi

yang pernah dialaminya atau yang pernah ibu

dengar dari orang lain yang pernah

mengalami. Selain itu suami hanya

mendukung secara materiil tanpa mengetahui

informasi lebih mendalam tentang alat

kontrasepsi yang aman bagi istrinya. Yarsih15

menyebutkan bahwa istri yang mendapat

dukungan suami baik tetapi unmet need bisa

terjadi disebabkan karena responden yang

memang tidak ingin menggunakan

kontrasepsi karena ingin punya anak lagi,

sedang hamil, keinginannya sendiri dan

adanya efek samping.

Setelah dilakukan wawancara kepada

responden didapatkan ibu dengan usia

beresiko >35 tahun dengan kategori TIAL

merupakan angka unmet need tertinggi dalam

penelitian ini dikarenakan ibu memiliki

pengalaman lebih dalam menggunakan alat

kontrasepsi misalnya mengalami banyak efek

samping sehingga membuat ibu tidak

mengunakan KB seperti pendarahan yang

lebih 2 minggu sehingga membuat waktu

untuk sholat singkat dan sebagian ada yang

trauma karna pernah terjadi ekpulsi atau

yang sudah pernah mengalami sendiri efek

samping sehingga memiliki prinsip tidak

mau menggunakan alat kontrasepsi lagi

karena takut terulang kejadian yang pernah

dialami, tetapi ada responden yang hanya

mendengar dari pengalaman teman atau

sekitarnya dan juga percaya diri sehingga

beranggapan di usia tua sudah tidak terjadi

kehamilan. Sedangkan responden yang tidak

beresiko (20-35 tahun) dengan kategori IAT

beranggapan masih pantas untuk menambah

anak di karena suami juga mendukung untuk

menambah anak, ada sebagian di larang

menggunakan alat kontrasepsi karna tidak

menyetujui penggunaan alat kontrasepsi dan

karna efek samping yang berlebihan seperti

berat badan meningkat atau jerawat menjadi

lebih banyak, ada yang pernah mengunakan

alat kontrasepsi tapi ternyata bisa hamil.

Sehingga dari hasil wawancara dengan

responden dapat diambil kesimpulan bahwa

mayoritas suami mendukung ibu untuk

menggunakan alat kontrasepsi namun saat

istri menceritakan tentang efek samping yang

dialami maka suami tidak bisa berbuat

banyak sehingga mengikuti kemauan dan

keputusan istri untuk tidak menggunakan alat

kontrasepsi.

Seorang wanita seharusnya perlu

memiliki kesadaran akan hak-hak

reproduksinya artinya seorang wanita juga

bebas dari intervensi dalam pengambilan

keputusan terkait dengan kesehatan

reproduksinya selain itu seorang wanita juga

bebas dalam segala bentuk paksaan yang

mempengaruhi kehidupan reproduksi seorang

perempuan. Keputusan membatasi kehamilan,

menunda kehamilan, terkait dengan kesehatan

reproduksinya termasuk memilih jenis

kotrasepsi yang aman dan nyaman adalah

keputusan otonomi seorang wanita dan tidak

dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan

budaya. Akan tetapi dengan dukungan dan

motivasi suami sangat penting dalam

membantu pasangan agar lebih mantap dalam

menentukan pemilihan kontrasepsi dan

menjaga keberlangsungan penggunaan

kontrasepsi16.

Dalam penelitian ini sebanyak 32,8%

suami tidak mendukung ibu untuk

menggunakan alat kontrasepsi. Ada beberapa

faktor yang berhubungan dengan kurangnya

dukungan suami disebabkan kurangnya peran

serta suami terhadap kebutuhan ibu untuk

berKB, ketidaktahuan suami berkaitan

dengan KB, rendahnya kepedulian suami

terhadap segala informasi yang berkaitan

dengan KB dan suami yang memang tidak

menginginkan istrinya berKB. Responden

yang tidak mendapatkan dukungan dari suami

dan tidak menggunakan KB disebabkan

karena responden takut menggunakan KB

Page 29: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 24

tanpa mendapatkan persetujuan dari suami

sebagaimana diketahui bahwa apapun yang

dilakukan oleh istri apabila tidak

mendapatkan restu atau persetujuan dari

suami maka haram hukumnya.

Menurut Wahab R13 adapun beberapa

alasan suami tidak mendukung istrinya untuk

menggunakan alat/cara kontrasepsi yaitu

alasan agama, mahal, dan karena adanya efek

samping yang dialami oleh istrinya.

Komunikasi antara suami-istri merupakan

jembatan dalam proses penerimaan dan

kelangsungan pemakaian kontrasepsi.

Pembicaraan antara suami dan istri mengenai

KB tidak selalu menjadi persyaratan dalam

pemakaian KB, namun tidak adanya diskusi

tersebut dapat menjadi halangan terhadap

pemakaian KB. Dukungan emosional suami

terhadap istri dalam keluarga berencana dapat

diwujudkan melalui komunikasi yang baik

antara suami dan istri dalam kesehatan

reproduksi dan kesertaan menggunakan alat

kontrasepsi11.

Seorang istri dalam pengambilan

keputusan untuk memakai atau tidak

memakai alat kontrasepsi membutuhkan

persetujuan dari suami karena suami

dipandang sebagai kepala keluarga, pelindung

keluarga, pencari nafkah dan seseorang yang

dapat membuat keputusan dalam suatu

keluarga. Istri yang tidak mendapat dukungan

dari suami menyebabkan istri tidak berani

untuk memakai alat kontrasepsi. Hal ini

membuktikan bahwa, keberadaan suami

sebagai kepala keluarga yang mempunyai hak

penuh atas pengambilan keputusan menjadi

prediktor yang signifikan bagi seorang istri

untuk menggunakan kontrasepsi.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Uljannah14 bahwa di dapatkan

hasil penelitian menunjukan responden yang

tidak mendapatkan dukungan suami beresiko

9.886 kali mengalami kejadian unmet need di

banding yang suaminya mendukung.

Larangan suami terhadap pemakaian alat

kontrasepsi dengan alasan yaitu memakai alat

kontrasepsi karena melihat efek samping serta

suami menentang istri karena suami

menginginkan anak dengan jumlah yang

tertentu.

Dukungan suami saja tidak cukup

untuk meningkatkan kesadaran dalam

menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini

dikarenakan masih ada faktor lain yang

mempengaruhi seperti faktor internal

(kecerdasan, persepsi, emosi, usia dan

sebagainya) dan faktor eksternal yang

meliputi lingkungan fisik (iklim, manusia)

maupun non fisik (sosial ekonomi,

kebudayaan, dan pengalaman, pendidikan,

pekerjaan, jumlah anak, dll).

Pendidikan dapat berhubungan dengan

kejadian unmet need, dalam penelitian

Sariyati17 semakin tinggi pendidikan

seseorang maka semakin besar kejadian

unmet need. Semakin mengetahui tentang

kontrasepsi maka semakin tinggi

seseoranguntuk tidakmenggunakan

kontrasepsi. Hal ini dikarenakan seseorang

sudah mengetahui pengetahuan bagaimana

cara mencegah kehamilan secara alami

sehingga mereka tidak bersedia menggunakan

kontrasepsi secara modern atau kontrasepsi

yang menggunakan alat. Selain itu juga

seseorang tidak menggunakan kontrasepsi

disebabkan karena pengalaman negatif dari

orang lain seperti efek sampingnya jika

menggunakan kontrasepsi dan pengalaman

pernah mengalami kegagalan menggunakan

kontrasepsi, sehingga meskipun pendidikan

seseorang tinggi tetap terjadi unmet need. Ini

sesuai dengan karakteristik responden dalam

penelitian ini didapatkan mayoritas responden

memiliki tingkat pendidikan tinggi yaitu

SMA sampai Perguruan Tinggi sebanyak

90,6%. Pendidikan yang dijalani seseorang

memiliki pengaruh pada peningkatan

kemampuan berpikir dengan kata lain

seseorang yang berpendidikan lebih tinggi

akan dapat mengambil keputusan yang lebih

baik jika dibandingkan dengan yang

berpendidikan rendah. Pendidikan yang baik

akan memberikan wawasan yang luas

sehingga proses pemahaman dapat berjalan

baik sehingga diharapkan bagi pasangan usia

subur yang memiliki tingkat pendidikan yang

Page 30: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 25

tinggi dapat lebih baik dalam menerima

pengetahuan tentang Unmet Need18.

Pada penelitian ini responden ingin

anak tunda dan tidak ingin anak lagi sama-

sama memiliki angka unmet need tinggi hal

tersebut dikarenakan ibu pernah mengalami

efek samping dari penggunaan KB dan

memiliki prinsip tidak mau berKB lagi karena

takut terulang kejadian yang pernah dialami.

Namun ketika ditanya tentang dukungan

suami, ibu mengatakan suami mendukung ibu

dan memperbolehkan ibu berKB namun

suami tidak bisa menuntut banyak ketika ibu

kembali menceritakan hal negatif tentang KB

yang pernah dialaminya atau yang pernah ibu

dengar dari orang lain yang pernah

mengalami. Selain itu suami hanya

mendukung secara materiil tanpa mengetahui

informasi lebih mendalam tentang alat

kontrasepsi yang aman bagi istrinya.Yarsih15

menyebutkan bahwa istri yang mendapat

dukungan suami baik tetapi unmet need bisa

terjadi disebabkan karena responden yang

memang tidak ingin menggunakan

kontrasepsi karena ingin punya anak lagi,

sedang hamil, keinginannya sendiri dan

adanya efek samping.

Seorang wanita seharusnya perlu

memiliki kesadaran akan hak-hak

reproduksinya artinya seorang wanita juga

bebas dari intervensi dalam pengambilan

keputusan terkait dengan kesehatan

reproduksinya selain itu seorang wanita juga

bebas dalam segala bentuk paksaan yang

mempengaruhi kehidupan reproduksi seorang

perempuan. Keputusan membatasi kehamilan,

menunda kehamilan, terkait dengan kesehatan

reproduksinya termasuk memilih jenis

kotrasepsi yang aman dan nyaman adalah

keputusan otonomi seorang wanita dan tidak

dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan

budaya.Akan tetapi dengan dukungan dan

motivasi suami sangat penting dalam

membantu pasangan agar lebih mantap dalam

menentukan pemilihan kontrasepsi dan

menjaga keberlangsungan penggunaan

kontrasepsi16.

Dukungan suami saja tidak cukup

untuk meningkatkan kesadaran dalam ber

KB. Hal ini dikarenakan masih ada faktor lain

yang mempengaruhi seperti faktor internal

(kecerdasan, persepsi, emosi, usia dan

sebagainya) dan faktor eksternal yang

meliputi lingkungan fisik (iklim, manusia)

maupun non fisik (sosial ekonomi,

kebudayaan, dan pengalaman, pendidikan,

pekerjaan, jumlah anak, dll).

Pendidikan dapat berhubungan dengan

kejadian unmet need, dalam penelitian

Sariyati17, semakin tinggi pendidikan

seseorang maka semakin besar kejadian

unmet need. Semakin mengetahui tentang

kontrasepsi maka semakin tinggi

seseoranguntuk tidakmenggunakan

kontrasepsi. Hal ini dikarenakan seseorang

sudah mengetahui pengetahuan bagaimana

cara mencegah kehamilan secara alami

sehingga mereka tidak bersedia menggunakan

kontrasepsi secara modern atau kontrasepsi

yang menggunakan alat. Selain itu juga

seseorang tidak menggunakan kontrasepsi

disebabkan karena pengalaman negatif dari

orang lain seperti efek sampingnya jika

menggunakan kontrasepsi dan pengalaman

pernah mengalami kegagalan menggunakan

kontrasepsi, sehingga meskipun pendidikan

seseorang tinggi tetap terjadi unmet need. Ini

sesuai dengan karakteristik responden dalam

penelitian ini didapatkan mayoritas responden

memiliki tingkat pendidikan tinggi yaitu

SMA sampai Perguruan Tinggisebanyak

90,6%. Pendidikan yang dijalani seseorang

memiliki pengaruh pada peningkatan

kemampuan berpikir dengan kata lain

seseorang yang berpendidikan lebih tinggi

akan dapat mengambil keputusan yang lebih

baik jika dibandingkan dengan yang

berpendidikan rendah. Pendidikan yang baik

akan memberikan wawasan yang luas

sehingga proses pemahaman dapat berjalan

baik sehingga diharapkan bagi pasangan usia

subur yang memiliki tingkat pendidikan yang

tinggi dapat lebih baik dalam menerima

pengetahuan tentang Unmet Need18.

Faktor lain yang berhubungan dengan

unmet need adalah pekerjaan. Pekerjaan

dapat mempengaruhi kejadian unmet need.

Dari sampel penelitian didapatkan ibu yang

Page 31: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 26

bekerja sebanyak 67,2% sebagai PNS,

Angkatan, Pedangan, Wiraswasta, Swasta.

Alasan mereka tidak menggunakan KB

adalah masih pantas untuk menambah anak

dan suami setujunya, tidak sempat untuk

mengunakan kontrasepsi karna pekerjaannya

menyita waktu, ada yang susah membagi

waktu dan juga jauh dari tempat pelayanan

kesehatan, selain itu ibu mengatakan tidak

berKB dikarenakan suami yang berKB yaitu

mengunakan kondom. Lebih tingginya

proporsi unmet need pada ibu bekerja

cenderung karena adanya kesibukan dan

kurangnya kesempatan dalam mengakses alat

kontrasepsi. Kesadaran ibu yang tidak bekerja

untuk menggunakan KB didasari oleh

perekonomian mereka yang rendah, sehingga

mereka berfikir untuk mengatur jumlah

kelahiran. Penelitian Fadhila19 yang

menyatakan bahwa proporsi unmet need

ditemukan lebih tinggi pada ibu yang bekerja.

Tingginya proporsi unmet need pada ibu

bekerja lebih cenderung karena adanya

kesibukan dan kurangnya kesempatan dalam

mengakses alat kontrasepsi.

Faktor lain yang berhubungan dengan

unmet need adalah usia. Usia juga dapat

berhubungan dengan kejadian unmet need.

Dalam penelitian ini kejadian unmet need

paling banyak adalah responden yang berusia

>35 tahun dikarenakan mereka beranggapan

bahwa pada usia tersebut sudah bukan masa

reproduktif lagi dan menganggap dirinya

sudah tua sehingga kemungkinan untuk

terjadi kehamilan sangat kecil meskipun tidak

mengunakan alat kontrasepsi. Hasil penelitian

menunjukkan sebanyak 67,2% responden

penelitian masuk dalam kategori usia

beresiko >35 tahun. Hasil SDKI7 menunjukan

bahwa terdapat hubungan signifikan antara

umur responden dan status unmet hal ini

disebabkan semakin tua umur wanita maka

dia akan semakin memiliki pengalaman lebih

dalam menggunakan KB sehingga dia bisa

memiliki alat atau metode KB yang

cocok.Hasil penelitian ini didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Uljanah14,

dimana hasil penelitiannya menunjukkan (p-

value= 0,009), bahwa pada kelompok unmet

need usia >35 tahun sebanyak 70,6% lebih

banyak di bandingkan usia < 35 tahun 67,2%

dengan perhitungan Odds Ratio menunjukan

usia tua (>35 tahun) beresiko 3,16 kali lebih

besar untuk mengalami unmet need di

bandingkan usia < 35 tahun. Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian Julian20

sebanyak 22,5% umnet need pasangan usia

subur ingin menjarakkan kehamilannya dan

72,5 % pasangan usia subur yang ingin

membatasi jumlah anak namun belum

menggunakan alat kontrasepsi.

Setelah dilakukan wawancara kepada

responden didapatkan ibu dengan usia

beresiko >35 tahun dengan kategori TIAL

merupakan angka unmet need tertinggi dalam

penelitian ini dikarenakan ibu memiliki

pengalaman lebih dalam menggunakan alat

kontrasepsi misalnya mengalami banyak efek

samping sehingga membuat ibu tidak

mengunakan alat kontrasepsi seperti

pendarahan yang lebih 2 minggu sehingga

membuat waktu untuk sholat singkat dan

sebagian ada yang trauma karena pernah

terjadi ekpulsi atau yang sudah pernah

mengalami sendiri efek samping sehingga

memiliki prinsip tidak mau menggunakan alat

kontrasepsi lagi karena takut terulang

kejadian yang pernah dialami., tetapi ada

responden yang hanya mendengar dari

pengalaman teman atau sekitarnya dan juga

percaya diri sehingga beranggapan di usia

tua sudah tidak terjadi kehamilan. Sedangkan

responden yang tidak beresiko (20-35 tahun)

dengan kategori IAT beranggapan masih

pantas untuk menambah anak di karena suami

juga mendukung untuk menambah anak, ada

sebagian di larang mengunakan alat

kontrasepsi karena tidak menyetujui alat

kontrasepsi dan ada karna efek samping yang

berlebihan seperti berat badan meningkat atau

jerawat menjadi lebih banyak, ada yang

pernah mengunakan alat kontrasepsi tapi

ternyata bisa hamil.

Faktor lain yang berhubungan dengan

unmet need adalah paritas. Dari sampel

penelitian didapatkan ibu dengan primipara

sebanyak 51,5% dan ibu dengan multipara

sebanyak 48,5%. Responden yang ingin anak

Page 32: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 27

tunda memiliki angka unmet need tertinggi

pada primipara karena rata-rata mereka baru

memiliki 1 anak dan sudah terprogram untuk

memiliki anak lebih dari 1. Sedangkan bagi

responden yang lain alasan ingin menambah

anak karena ingin mempunyai anak laki-

laki21. Selain itu mereka memilih memberikan

jarak kehamilan namun tidak menggunakan

alat kontrasepsi terutama pada responden

yang berusia masih muda merasa tidak

percaya diri jika gemuk karena memakai alat

kontrasepsi dan ada juga yang takut

mengalami efek samping serta suami yang

menggunakan alat kontrasepsi dengan metode

alami. Bagi responden yang tidak ingin anak

lagi angka unmet need tertinggi pada

responden multipara atau banyak anak, dari

hasil wawancara responden mengatakan ada

yang pernah mengalami kegagalan alat

kontrasepsi sehingga menimbulkan persepsi

negatif dan ketidakmauan untuk kembali

menggunakan alat kontrasepsi sekalipun

pihak PLKB telah mensosialisasikan alat

kontrasepsi. Ada juga diantara mereka yang

sangat menginginkan anak laki-laki atau

perempuan sehingga mereka menambah anak

sampai mendapatkan anak laki-laki atau

perempuan. Selain itu ada yang merasa

berhasil melakukan KB alami bertahun-tahun

sehingga mereka merasa tidak perlu

menggunakan alat kontrasepsi dan keyakinan

tersebut diturunkan kepada anaknya yang

sudah berkeluarga.

Uljanah14 menyatakan bahwa memiliki

anak banyak beresiko 2,645 kali mengalami

kejadian unmet need di bandingkan memiliki

anak sedikit, hal ini di karenakan semakin

banyak anak yang dimiliki maka akan

semakin besar kemungkinan seseorang

wanita telah melebihi preferensi fertilitas

yang di inginkan sehingga mengalami unmet

need. Hasil penelitian ini didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Katulistiwa22,

dimana hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa pada kelompok usia tua (35-44 tahun)

5,2 kali lebih besar (95% CI: 1,757-15,429)

untuk mengalami unmet need KB dimana

terdapat penurunan kebutuhan KB untuk

penjarangan kelahiran setelah mencapai umur

30 tahun, dan untuk tujuan pembatasan

mencapaipuncaknya pada umur 35-44 tahun.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan

yaitu mayoritas suami (67,2%) mendukung

ibu untuk menggunakan alat kontrasepsi.

Mayoritas responden mengalami unmet need

dengan kategori TIAL sebanyak 54.7%.

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas

suami mendukung ibu untuk menggunakan

alat kontrasepsi pada kondisi TIAL sebanyak

45.3%.

DAFTAR PUSTAKA

1. CIA World Factbook. (2015). Central

intelligence agency.

https://www.cia.gov/library/publications/t

he-world-factbook/geos/id.html diakses

tanggal 20 Desember 2016

2. BKKBN. (2015). Kebijakan Program

Kependudukan, Keluarga Berencana, dan

Pembangunan Keluarga dalam

Mendukung Keluarga Sehat

http://www.depkes.go.id/resources/downl

oad/info-

terkini/rakerkesnas_gel2_2016/Kepala%2

0BKKBN.pdf diakses tanggal 12

November 2016

3. Kemenkes RI. (2014). Profil kesehatan

Indonesia.

http://www.depkes.go.id/resources/downl

oad/pusdatin/profil-kesehatan-

indonesia/profil-kesehatan-indonesia-

2014.pdf. diakses tanggal 31 November

2016

4. BKKBN, (2016). Data unmet need Bulan

Agustus 2016. BKKBN Kota Yogyakarta

Rek.kab.F/I/DAL.

5. Affandi, Adriaansz, Gunardi, Koesno.

(2014). Buku Panduan Praktis Pelayanan

Kontrasepsi. PT bina pustaka sarwono

prawirohardjo: Jakarta.

6. SDG’s. (2016). Pusat Litbang dan

Sumber Daya kesehatan.

www.pusat2.litbang.depkes.go.id/...v1/.../

Page 33: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 28

SDGs-Ditjen-BGKIA.pdf. Diakses tangal

15 januari 2017

7. Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia. (2012).

http://chnrl.org/pelatihan-

demografi/SDKI-2012.pdf

8. Wahyuni, Y. (2015).Pandangan

Masyarakat Terhadap Program Keluarga

Berencana Dalam Mewujudkan Keluarga

Sejahtera (Studi Kasus Terhadap

Masyarakat Desa Sidoharjo Kecamatan

Purwodadi, Kabupaten Purworejo, Jawa

Tengah). Skripsi Thesis, Uin Sunan

Kalijaga Yogyakarta. http://digilib.uin-

suka.ac.id/15909/. Diakses tanggal 28

November 2016

9. Arikunto, S. (2013). Prosedur penelitian

suatu pendekatan praktik. Rineka cipta:

Jakarta.

10. Asra, Irawan & Purwoto. (2015). Metode

penelitian survey. Inmedia: Bogor.

11. Muniroh, I. D, Luthviatin,N, Istiaji,E.

(2013). Dukungan SOsial Suami

Terhadap Istri Untuk Menggunakan Alat

Kontrasepsi Media OPerasi Wanita

(MOW) (Studi Kualitatif Pada Pasangan

Usia SUbur Unmet Need di Kecamatan

Puger Kabupaten Jember). E-Jurnal

Pustaka Kesehatan,Vo;2(no.1) Januari

2014

12. Ulsafitri, Y. & Fastin, R.N. (2015).

Faktor-Faktor yang berhubungan dengan

Unmet Need KB pada pasangan usia

subur (PUS). STIKes Yarsih Sumbar

Bukittinggi

13. Wahab R. (2014). Hubungan antara

faktor pengetahuan istri dan dukungan

suami terhadap kejadian unmet need pada

pasangan usia subur di kelurahan Siantan

Tengah Kecamatan Pontianak Utara

tahun 2014. Jurnal Mahasiswa PSPD FK

Universitas Tanjungpura. Vol 1 No 1

(2014).

jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/vi

ew/7828. Diakses tanggal 11 November

2016

14. Uljanah K (2016). Hubungan faktor

risiko kejadian unmetneed KB (Keluarga

Berencana) di desa Adiwerna, Kecamatan

Adiwerna, Kabupaten Tegal, Triwulan III

tahun 2016. Jurnal Kesehatan

Masyarakat. Volume 4, no 4 oktober

2016.

15. Yarsih, R. (2014). Hubungan

sosiodemografi (umur, pendapatan,

pendidikan, jumlah anak, pekerjaan,

pengetahuan tentang KB), sikap dan

dukungan suami dengan unmet need

keluarga berencana di Desa Amplas

Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten

Deli Serdang, Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Sumatera Utara,

Medan. Skripsi. Diakses tanggal 15

Desember 2016.

16. Hasanah N. (2016). Pengaruh Persepsi

Suami Tentang Alat Kontrasepsi Dan

Keterlibatan Isteri Dalam Pengambilan

Keputusan Terhadap Kejadian Unmet

Need Kb Pada Pasangan Usia Subur

(Pus) Di Kecamatan Benjeng Kabupaten

Gresik. Jurnal Hospital Majapahit. Vol 8.

No. 2 November 2016.

17. Sariyati S, Mulyaningsih, Sugiharti.

(2015). Faktor yang Berhubungan dengan

Terjadinya Unmet Need KB pada

Pasangan Usia Subur (PUS) di

KotaYogyakarta. Journal Ners And

Midwifery Indonesia Vol 3 No 3. 123-

128

18. Ningrum, Dewi. (2015). Dampak

program pendidikan kecakapan hidup

ditaman bacaan masyarakat mata aksara

bagi perempuan di desa umbul martini,

kecamatan ngemplak, kabupaten sleman.

Skripsi fakultas ilmu pendidikan

universitas negeri Yogyakarta.

http://eprints.uny.ac.id/18863/1/MARTA

%20DWI%20NINGRUM_11102241039.

pdf. Diakses tanggal 28 desember 2016

19. Fadhila, Widoyo, Elytha. (2016). Unmed

Need Keluarga Berencana Pada Pasangan

Usia Subur Di Kecamatan Padang Barat

Tahun 2015. Jurnal Kesehatan

Masyarakat Andalas Vol. 10, No. 2, Hal.

151-

156http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.ph

p/jkma/. Diakses tanggal 16 Januari 2017

Page 34: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Gambaran Dukungan Suami Pada Pasangan Usia Subur Dengan Kejadian Unmetneed

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 29

20. Juliaan, F. (2009). Unmet need dan

kebutuhan pelayanan KB di Indonesia.

Analisi SDKI 2007. Penerbit KB dan

Kesehatan Reproduksi, BKKBN: Jakarta.

21. Astuti & Ratifah. (2014). Deskriptif

faktor-faktor yang mempengaruhi wanita

usia subur (WUS) tidak menggunakan

alat kontrasepsi. Jurnal Ilmiah

Kebidanan vol. 5 no 2. hlm. 99-108.

22. Katulistiwa R. (2014). Determinan unmet

need KB pada wanita menikah di

kecamatan klabang kabupaten

bondowoso. Artikel Ilmiah Hasil

Penelitian Mahasiswa Vol 2, No 2

(2014).

http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/arti

cle/view/1786. Diakses tanggal 22

November 2016

Page 35: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 30

Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan

Kala IV Pasien Post Sectio Caesarea

Fitnaningsih Endang Cahyawati1, Agus Gunadi2

1Universitas Aisyiyah Yogyakarta 2Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

e-mail : [email protected]

Abstrak

Bedah sesar atau Sectio Caesarea (SC) telah menjadi tren di Indonesia. Studi membuktikan bahwa bedah

sesar memiliki berbagai komplikasi seperti penurunan suhu tubuh hingga hipotermia yang sering

dihubungkan dengan berbagai faktor termasuk efek dari anestesi spinal pada proses pembedahan. Penelitian

ini bertujuan untuk mengalisis fenomena penurunan suhu pada pasien post SC pada pengawasan kala IV

dengan menghubungkan selisih penurunan suhu antara satu jam pertama dan satu jam kedua pengawasan

terhadap faktor usia, status nutrisi sesuai Lingkar Lengan Atas (LILA), Indeks Masa Tubuh (IMT) Maternal

dan komplikasi saat kehamilan dan atau indikasi SC. Metode penelitian ini menggunakan desain Cross

Sectional pada 162 pasien yang menjalani bedah sesar di RS PKU Muhammadiyah Gamping dan perawatan

post operasi di Bangsal Firdaus dari Januari 2017 hingga Mei 2017. Data diambil dengan menggunakan

teknik observasi dengan menggunakan lembar pengawasan kala IV. Penurunan suhu tubuh saat pengawasan

kala IV dialami sebanyak 39 responden (24,1%). Hasil uji hipotesis korelatif didapatkan usia responden

(P=0,656), status nutrisi sesuai LILA (P=0,431), IMT Maternal (P=0,601) dan komplikasi saat kehamilan

dan atau indikasi SC (P=0,602). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel selisih suhu

dengan variabel usia, status nutrisi sesuai LILA, IMT Maternal dan komplikasi saat kehamilan dan atau

indikasi SC.

Kata kunci: perubahan suhu tubuh, Post Sectio Caesarea

Abstract

Cesarean section or Sectio Caesarea (SC) has become a trend in Indonesia. Studies have shown that cesarean

section has various complications such as decreased body temperature to hypothermia that are often

associated with various factors including the effects of spinal anesthesia on the surgical process. The aim of

this study was to analyze the phenomenon of temperature drop in post-SC patients in the fourth stage of

control by correlating the difference of temperature decrease between the first one hour and the first two

hours of control over age factor, nutritional status according to upper arm circumference (LILA), Maternal

Body Mass Index (BMI) and complications during pregnancy and / or SC indications. This method used Cross

Sectional design in 162 patients who underwent cesarean section at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital

and postoperative care at Ward of Firdaus from January 2017 to May 2017. The data were collected using

observation technique using the fourth stage supervision sheet. Decreased body temperature during the

control of the IV episode experienced by as many as 39 respondents (24.1%). The result of correlative

hypothesis test was obtained by respondent age (P = 0,656), nutrition status according to LILA (P = 0,431),

maternal BMI (P = 0,601) and pregnancy complication and or indication SC (P = 0,602). There was no

significant relationship between variable temperature difference with age variable, nutritional status

according to LILA, maternal BMI and pregnancy complication and or indication of SC.

Keywords: changes in body temperature, Post Sectio Caesarea

Page 36: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 31

PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO) dalam

Caesarean section rates in 150 countries

catagorised according to United Nations

geographical grouping in 2014 melaporkan

bahwa tren penggunaan bedah sesar di Asia

Tenggara termasuk Indonesia mencapai angka

14,8% dari total persalinan dari 1999 hingga

2014 dan terus meningkat setiap tahunnya.1

Pembedahaan Sectio Caesaria (SC) memang

cenderung lebih aman dibandingkan masa

sebelumnya karena tersedianya antibiotika,

tranfusi darah, teknik operasi yang lebih baik,

serta teknik anestesi yang lebih sempurna.2

Kemajuan dari teknik operasi yang telah

sempurna juga tak lepas dari berbagai

komplikasi perioperative itu sendiri seperti

hipotermia dan menggigil, yang menyebabkan

ketidaknyamanan pada pasien hingga ketika

pasien telah berada di bangsal rawat inap.3

Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa

sekitar 70% pasien pasca pembedahan

mengalami hipotermia.4,5 Berbagai faktor

diduga menjadi penyebab dari terjadinya

hipotermia post pembedahan seperti pengaruh

penggunaan anestesi, usia, status nutrisi

maternal hingga Indeks Masa Tubuh (IMT)

Maternal.6,7,8 Kemudian, penanganan yang

dapat digunakan mencegah dan mengatasi

hipotermia post pembedahan dapat berupa

pemakaian blood warmer, pemakaian matras

penghangat, pemberian cairan infus,

manajemen suhu ruangan hingga pemakaian

selimut tebal.2 Selain dilakukan untuk

meningkatkan kenyamanan pasien, intervensi-

intervensi tersebut juga berfungsi untuk

mencegah komplikasi dari hoptermia itu

sendiri seperti Surgical Site Infections (SSI),

myocardial ischemia, gangguan metabolisme

obat, koagulopati, waktu hospitalisasi yang

lebih lama, menggigil, penurunan integritas

kulit dan rendahnya kepuasan pasien.5,8

Kemudian, studi pendahuluan yang

dilakukan di bangsal kebidanan Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Gamping ditemukan

bahwa, 3 dari 10 pasien post pembedahan

sesar yang telah tiba di ruang perawatan

cenderung mengalami penurunan suhu tubuh

pada pengukuran suhu tubuh di satu jam

pertama dan satu jam kedua pengawasan kala

IV. Walaupun telah menerima intervensi

manajemen suhu ruangan dan penggunaan

selimut, suhu tubuh pasien tersebut tidak

menunjukkan adanya peningkatan ke suhu

normal tetapi menurun ke hipotermia. Oleh

karena itu, perlu dilakukan penelitian dan

analisis mendalam untuk mengungkap alasan

dibalik penurunan suhu yang terjadi pada

pasien post pembedahan sesar saat

pengawasan kala IV di RS PKU

Muhammadiyah Gamping.

Penelitian ini bertujuan untuk mengalisis

fenomena penurunan suhu pada pasien post

SC pada pengawasan kala IV dengan

Page 37: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 32

mempertimbangkan selisih penurunan suhu

antara satu jam pertama dan satu jam kedua

pengawasan terhadap beberapa faktor yaitu,

usia responden, status nutrisi sesuai Lingkar

Lengan Atas (LILA), Indeks Masa Tubuh

(IMT) Maternal dan komplikasi saat

kehamilan dan atau indikasi SC.

METODE

1. Desain Penelitian dan Sampel

Penelitian ini menggunakan desain

Cross Sectional pada 162 pasien yang

menjalani bedah sesar di RS PKU

Muhammadiyah Gamping dan perawatan

post operasi di Bangsal Firdaus dari

Januari 2017 hingga Mei 2017 dengan

metode Time Quota Sampling, yang

berarti menggunakan seluruh populasi

pada waktu yang telah direncanakan. Hal

tersebut sekaligus menjadi kriteria inklusi

penelitian yaitu pasien yang menjalani SC

dengan empat dokter tetap spesialis

Obstetri dan Ginekologi di RS PKU

Muhammadiyah Gamping, menggunakan

jenis anestesi spinal, melakukan operasi

dengan suhu ruang operasi berada pada

rentang 19oC hingga 24oC dan menjalani

waktu operasi pada rentang yang sama

yaitu selama 60 menit hingga 90 menit.

2. Pengumpulan Data

Data diambil dengan menggunakan

teknik observasi dengan menggunakan

lembar pengawasan kala IV dari RS PKU

Muhammadiyah Gamping ketika pasien

telah berada di ruang rawat inap.

Pengukuran suhu tubuh dilakukan sesuai

dengan petunjuk pengukuran suhu tubuh

pada frontal kranialis dengan termometer

infrared merek termoval yang telah

terkalibrasi. Pengukuran suhu tubuh

dilakukan dua kali yaitu, tepat 15 menit

(satu jam pertama) ketika pasien telah tiba

di ruang rawat inap pada suhu

kamar(20oC-25oC) dan satu jam kedua.

Kemudian, hasil pengukuran suhu ditulis

di lembar observasi dan dilakukan

pengukuran selisih dengan hasil tiga

kategori yaitu suhu menurun (0,1oC -

1,5oC), suhu tetap, dan suhu meningkat

(0,1oC - 1,4oC). Analisis rekam medis,

teknik wawancara dan pemeriksaan

antropometri juga dilakukan untuk

mendapatkan kategori usia responden,

status nutrisi sesuai Lingkar Lengan Atas

(LILA), Indeks Masa Tubuh (IMT)

Maternal dan komplikasi saat kehamilan

dan atau indikasi SC.

Pengategorian usia responden disusun

sesuai dengan usia sehat hamil yaitu <20

tahun, 20-29 tahun, 30-34 tahun, dan >35

tahun. Status Nutrisi sesuai LILA

dikategorikan sesuai panduan penegakan

diagnosa Kehamilan dengan Kurang

Energi Kronis (LILA <23,5cm).9 Selain

itu, IMT Maternal dihitung dengan rumus

Page 38: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 33

Berat Badan (Kg) dibagi Tinggi Badan

(m2) dan dikategorikan sesuai dengan

rekomendasi World Health Organization

(WHO) on Maternal Body Mass Index

(BMI) untuk populasi Asia yaitu IMT

rendah (<18,5 Kg/m2), IMT Normal (18,5

Kg/m2-22,9 Kg/m2) dan IMT Tinggi (≥23

Kg/m2).7 Faktor terakhir adalah

komplikasi saat kehamilan dan atau

indikasi untuk dilakukannya bedah sesar

pada responden penelitian. Diagnosa

medis yang ditegakkan oleh dokter

spesialis kandungan menjadi acuan

sehingga didapatkan beberapa diagnosa

yang telah dipertimbangkan dengan tidak

menjadikan suatu diagnosa sebagai

kriteria eksklusi penelitian. Persetujuan

etik didapatkan dari Komite Etik

Penelitian Kesehatan Universitas Aisyiyah

Yogyakarta. Informed Consent tertulis

diperoleh dari responden pada saat

penentuan sampel dalam rangka

menegakkan prinsip etik penelitian.

3. Analisis Statistik

Statistik deskriptif pertama dengan

aplikasi statistik komputerisasi IBM SPSS

Trial Edition downloaded 2017 dilaporkan

menggunakan tabel 1 mengenai gambaran

suhu responden saat pengukuran suhu

tubuh di jam pertama dan jam kedua

pengawasan kala IV dalam bentuk mean,

Standar Deviasi (SD), median, nilai

minimum dan nilai maksimum suhu tubuh

pasien. Hasil analisis statistik selanjutnya

ditampilkan dalam tabulasi silang (Tabel

2) antara variabel karakteristik dengan

kategori selisih suhu. Pada variabel selisih

suhu ditampilkan dalam tiga kategori

dengan masing frekuensi (n) dan

persentase (%) yaitu 1) Kategori suhu

menurun dengan nilai penurunan dalam

rentang 0,1 oC hingga 1,5oC, 2) Kategori

suhu tetap, 3) Kategori suhu meningkat

dengan nilai kenaikan suhu dalam rentang

angka 0,1 oC hingga 1,4 oC. Walaupun

fokus penelitian ini hanya menganalisis

fenomena pada kategori penurunan suhu,

peneliti tetap melaporkan hasil deskriptif

statitsik pada kategori suhu tetap dan

kategori suhu meningkat sebagai

gambaran dan pendukung data.

Kemudian, masing-masing variabel

karakterstik dilakukan uji Descriptive-

Explore tanpa uji normalitas untuk

mendapatkan Mean dan SD kecuali pada

variabel komplikasi saat kehamilan dan

atau Indikasi SC. Uji hipotesis korelatif

Bivariat dilakukan dengan menggunakan

uji Spearman (signifikansi Pvalue <0,05)

karena memenuhi syarat pengujian

hipotesis korelatif. Analisis multivariat

untuk mempertimbangkan faktor yang

paling dominan mempengaruhi selisih

suhu, pada setiap kategori tidak dilakukan

Page 39: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 34

karena tidak memenuhi syarat uji regresi

logistic.10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Gambaran Suhu Tubuh Responden Post Sectio Caesarean di Ruang Rawat Inap

Bangsal Firdaus

Waktu

pengukuran suhu

Mean±SD (95%

Confidence

Interval)

Median Minimum Maksimum **P

*1 jam pertama 36,37 ± 0,43 36,5 oC 35,0 oC 37,5 oC <0,001

1 jam kedua 36,48 ± 0,35 36,5 oC 35,4 oC 37,5 oC *Diukur tepat 15 menitsaat pasien telah tiba di ruang rawat inap bangsal Firdaus

** Uji statistik korelatif data numerik antara suhu tubuh responden dengan menggunakan alternative uji Pearson yaitu uji

Spearman karena data tidak terdistribusi normal (normality with test <0,05) menunjukkan terdapat hubungan signifikan

dengan antara suhu tubuh pada pengukuran satu jam pertama dan kedua (P=0,000)

Hasil penelitian pertama dilaporkan dalam

tabel 1 mengenai gambaran suhu responden

dalam pengawasan kala IV tepat setelah

pasien tiba di ruang rawat inap bangsal

Firdaus. Pengukuran satu jam pertama

didapatkan rerata suhu tubuh pasien sebesar

36,37oC diikuti angka 36,48 oC pada

pengukuran suhu tubuh jam kedua. Hasil

penelitian selanjutnya dilaporkan dengan

menggunakan tabel silang dalam tabel 2

mengenai karakteristik responden Post Sectio

Caesarean dan selisih suhu antara

pengawasan 1 jam pertama dan 1 jam kedua

(N=162). Data fokus utama yang didapatkan

adalah total jumlah responden yang

mengalami penurunan suhu yaitu sebanyak 39

responden (24,1%). Kemudian, responden

yang mengalami penurunan suhu terbanyak

berusia 20-29 tahun sebanyak 15 responden

(9,3%), status nutrisi sesuai LILA pada

kategori normal sebanyak 31 responden

(19,1%), status IMT Maternal pada kategori

IMT tinggi sebanyak 29 responden (17,9%)

dan komplikasi saat kehamilan dan atau

indikasi SC dengan indikasi ReSC, Induksi

Gagal atau APS sebanyak 20 responden

(12,3%).

Uji hipotesis korelatif antara variabel

karakteristik dengan selisih suhu menunjukkan

P value >0,05 yang berarti tidak terdapat

hubungan signifikan antara variabel

karakteristik dengan selisih suhu pada setiap

kategori. Selain itu dapat diambil kesimpulan

bahwa fenomena penurunan suhu dan

peningkatan suhu tidak secara signifikan

dipengaruhi oleh usia, status nutrisi sesuai

LILA, IMT maternal dan komplikasi saat

kehamilan dan atau indikasi SC.

Page 40: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 35

Tabel 2. Karakteristik RespondenPost Sectio Caesareandan Selisih Suhu Antara Pengawasan 1 Jam

Pertama dan 1 Jam Kedua (N=162)

Karakteristik

Selisih Suhu

Mean±SD P*

Suhu Menurun

(0,1oC - 1,5oC)

n= 39 (24,1%)

Suhu Tetap

n= 30 (18,5%)

Suhu

Meningkat

(0,1oC - 1,4oC)

n= 93 (57,4%)

n % n % n %

Usia

<20 tahun 2 1,2 0 0 2 1,2 30,1±5,7 0,656

20-29 tahun 15 9,3 15 9,3 42 25,9

30-34 tahun 12 7,4 9 5,6 32 19,8

>35 tahun 10 6,2 6 3,7 17 10,5

Status Nutrisi

sesuai Lingkar

Lengan Atas

(LILA)

Kurang Energi

kronis

8 4,9 4 2,5 13 8 25,6±2,9 0,431

Normal 31 19,1 26 16 80 49,4

IMT Maternal

IMT Rendah 0 0 0 0 1 0,6 28,0±4,2 0,601

IMT Normal 10 6,2 5 3,1 24 14,8

IMT Tinggi 29 17,9 25 15,4 68 42

Komplikasi saat

kehamilan dan atau

Indikasi SC

Perdarahan

Antepartum (PAP)

1 0,6 0 0 3 1,9 0,602

Intra Uterine Growth

Retention (IUGR)

1 0,6 1 0,6 4 2,5

Pre Eklamsi Berat

(PEB)

2 1,2 5 3,1 2 1,2

Disproporsi Kepala

Panggul (DKP)

2 2,5 1 0,6 11 6,8

ReSC, Induksi

Gagal, atau Atas

Permintaan Sendiri

(APS)

20 12,3 17 10,5 46 28,4

Janin Besar 0 0 1 0,6 3 1,9

Letak Lintang 0 0 1 0,6 2 1,2

Presentasi Bokong 5 1,3 0 0 4 2,5

Lainnya1 6 3,7 4 2,5 18 11,1 1Ketuban Pecah Dini (KPD) Oligohidramnion, Partus Prematurus Iminent (PPI), Fetal Distress, Diabetes Melitus Tipe 2,

Fetal Compromised, Vertigo, Gemeli, Plasenta Letak Rendah

*Uji Hipotesis Korelatif dengan uji Spearman (<0,05) antara variabel karakteristik dengan selisih suhu. Tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara variable tersebut (p>0,05).

Page 41: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 36

Fenomena penurunan suhu pada

responden penelitian ini tidak lagi dapat

dihubungkan dengan faktor usia, status nutrisi

berdasar LILA, IMT Maternal dan

komplikasi kehamilan dan atau indikasi

dilakukannya bedah sesar (P value >0,05).

Faktor pertama yang dicurigai menyebabkan

penurunan suhu pada pasien post-operative

adalah efek samping (delayed effect) dari

Anestesi Spinal. Sharma, Kharbuja, &

Khadkab11 menjelaskan bahwa, penurunan

suhu hingga menggigil yang terjadi pada

pasien intra-operative hingga post-operative

merupakan komplikasi yang dapat terjadi

setelah adanya efek blokade yang terjadi di

subarakhnoid lumbal akibat anestesi spinal

yang digunakan pada bedah sesar. Hal

tersebut mengacu pada adanya redistribusi

internal panas dari core ke kompartmen

perifer serta blokade saraf simpatis dan

vasodiltasi perifer, kehilangan vasokontriksi

termoregulasi dibawah level blokade spinal

yang mengacu pada peningkatan kehilangan

panas dari permukaan tubuh serta adanya

gangguan termoregulasi akibat anestesi

spinal.11,12

Hal tersebut diperkuat oleh penjelasan

Paavolainen & Wallstedt13 yang mengatakan

bahwa, anestesi yang digunakan dalam

pembedahan itu sendiri bahkan bisa

menurunkan suhu tubuh hingga lebih dari

satu derajat yang berhubungan dengan

deaktivasi dari pusat termoregulator di otak,

dan memacu penurunan suhu tubuh bahkan

hingga menyebabkan menggigil.

Kemudian, penurunan suhu tubuh pada

pasien post bedah sesar ini dapat dikaitkan

dengan kegagalan pencegahan ataupun

manajemen penurunan suhu tubuh pada

pasien post pembedahan di Rumah Sakit

(RS). Hal tersebut terjadi karena belum

adanya Standar Operasional dan Prosedur

(SPO) intervensi penanganan hipotermia

untuk bidan di bangsal rawat inap, sehingga

bidan atau perawat hanya menggunakan

intervensi penggunaan selimut dan

manajemen suhu ruangan. Padahal, Smeltzer

(2002) dalam Minarsih14 mengungkapkan

bahwa terdapat dua jenis intervensi untuk

mencegah dan menangani penurunan suhu

tubuh pasien yaitu pemanasan internal aktif

dan eksternal aktif. Penggunaan mesin

penghangat udara dan selimut, matras hangat,

penggunaan Fluid Warmer dan cairan hangat,

serta pengaturan suhu ruangan adalah contoh

dari pemanasan metode aktif, sedangkan

penggunaan Isolating Heat Blankets, selimut

hangat dan baju hangat adalah contoh dari

metode pasif.2,6,14 Metode-metode tersebut

perlu diaplikasikan dengan baik di bangsal

rawat inap dalam rangka meningkatkan

kenyamanan pasien, dan bahkan terbukti

menurunkan lama rawat inap dan cost

effective bagi pasien ketika dapat

diaplikasikan dengan manajemen dan

pengawasan yang maksimal.15

Page 42: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 37

Pengawasan pada keefektifan suatu

intervensi memang menjadi hal yang penting

dilakukan oleh bidan maupun perawat.16 Hal

tersebut sekaligus menjadi faktor ketiga yang

berhubungan dengan terjadinya penurunan

suhu pada pasien post bedah sesar saat

pengawasan kala IV. Pada pembahasan

sebelumnya telah dijelaskan bahwa, bidan

atau perawat di tempat rawat inap hanya

menggunakan intervensi penggunaan selimut

dan manajemen suhu ruangan untuk

mencegah dan menangani penurunan suhu

tubuh pasien. Intervensi untuk mencegah

terjadinya hipotermi hendaknya dimulai dari

ketika pasien keluar dari ruang pemulihan

hingga pengawasan kala IV selesai di ruang

rawat inap.17 Pengawasan akan keefektifan

penggunaan intervensi tak lepas dari

kepatuhan dan motivasi bidan dalam

memonitor dan mengevaluasi keefektifan

intervensi yang telah diberikan ke pasien,

sehingga dapat dilakukan perencanaan yang

matang ketika intervensi yang sedang

digunakan tidak memberikan efek yang

diharapkan.18 Oleh karena itu, perlu

dilakukan penelitian dan analisis mendalam

mengenai kepatuhan dan motivasi bidan

dalam melakukan pengawasan pasien serta

faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

dan motivasi tersebut.

Penelitian ini memiliki kekuatan yaitu

menggunakan seluruh populasi pasien yang

menjalani bedah sesar di RS PKU Gamping

dengan tidak memberlakukan kriteria

eksklusi pada responden berdasarkan

komplikasi kehamilan dan atau indikasi

dilakukannya bedah sesar. Penelitian

mengenai fenomena penurunan suhu pada

pengawasan kala IV jarang menerima

pembahasan khusus pada studi yang telah ada

sehingga, dapat menjadi acuan untuk

dilakukan penelitian lebih lanjut dan

mendalam di kemudian hari. Selain itu,

kelemahan pada penelitian ini adalah, belum

dipertimbangkannya efek samping menggigil

pada pasien induksi dengan menggunakan

Misoprostol, dan pasien perdarahan post-

partum yang juga menggunakan Misoprostol

per-rectal.

SIMPULAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengalisis

fenomena perubahan suhu pada pasien post

SC pada pengawasan kala IV dengan

mempertimbangkan selisih penurunan suhu

antara satu jam pertama dan satu jam kedua

pengawasan terhadap beberapa faktor yaitu,

usia responden (P=0,656), status nutrisi

sesuai Lingkar Lengan Atas (LILA)

(P=0,431), Indeks Masa Tubuh (IMT)

Maternal (P=0,601) dan komplikasi saat

kehamilan dan atau indikasi SC (P=0,602),

sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara variabel

selisih suhu dengan variabel-variabel tersebut

diatas. Oleh karena itu fenomena penurunan

Page 43: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 38

suhu yang dialami sebanyak 39 responden

(24,1%) dilakukan pembahasan dengan

melibatkan adanya hubungan dengan efek

anestesi spinal, kegagalan pencegahan

ataupun manajemen penurunan suhu tubuh

pada pasien post pembedahan di RS dan

kepatuhan bidan dalam melakukan

pengawasan, perencanaan dan evaluasi

terhadap intervensi yang telah dilakukan pada

pasien post SC.

DAFTAR PUSTAKA

1. Betrán, A. P., Ye, J., Moller, A.-B.,

Zhang, J., Gülmezoglu, A. M., & Torloni,

M. R. (2016). The Increasing Trend in

Caesarean Section Rates: Global,

Regional and National Estimates: 1990-

2014. PLoS ONE 11 (2): e0148343.

doi:10.1371, 1-12.

2. Nayoko. (2016). Perbandingan Efektifitas

Pemberian Cairan Infus Hangat Terhadap

Kejadian Menggigil Pada Pasien Sectio

Caesaria Di Kamar Operas. Jurnal

Keperawatan Muhammadiyah, 1(1), 86-

91.

3. Umah, K., & Wulandari, E. A. (2016).

Giving And Light Heater Warmed Fluid

Temperature Increase Patient Shivering

Post. Journals of Ners Community, 4(2),

180-188.

4. Syam, E. H., Pradian, E., & Surahman, E.

(2013). Efektivitas Penggunaan

Prewarming dan Water Warming untuk

Mengurangi Penurunan Suhu Intraoperatif

pada Operasi Ortopedi Ekstremitas Bawah

dengan Anestesi Spinal. Jurnal Anestesi

Perioperatif, 1(2), 86-93.

5. Cobb, B., Cho, Y., Hilton, G., Ting, V., &

Carvalho, B. (2016). Active Warming

Utilizing Combined IV Fluid and Forced-

Air Warming Decreases Hypothermia and

Improves Maternal Comfort During

Cesarean Delivery: A Randomized

Control Trial. International Anesthesia

Research Society, XXX(XXX), 1-8.

6. Harahap, A. M., Kadarsah, R. K., &

Oktaliansah, E. (2014). Angka Kejadian

Hipotermia dan Lama Perawatan di Ruang

Pemulihan pada Pasien Geriatri

Pascaoperasi Elektif Bulan Oktober 2011–

Maret 2012 di Rumah Sakit Dr. Hasan

Sadikin Bandung. Jurnal Anestesi

Perioperatif Volume.2 Issue 1, 36-44.

7. Ota, E., Haruna, M., Suzuki, M., Anh, D.

D., Tho, L. H., Tam, N. T., et al. (2011).

Maternal body mass index and gestational

weight gain and their association with

perinatal outcomes in Viet Nam. Geneva:

World Health Organization.

8. Mason, S. E., Kinross, J. M., &

Hendricks, J. (2017). Postoperative

hypothermia and surgical site infection

following peritoneal insufflation with

warm, humidified carbon dioxide during

laparoscopic colorectal surgery: a cohort

study with cost-effectiveness analysis.

Surgical Endoscopy Vol.31 Issue 4, 1923-

1929.

9. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. (2013). Buku Saku Pelayanan

Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan

Dasar dan Rujukan-Pedoman Bagi

Tenaga Kesehatan. Jakarta: Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia.

10. Dahlan, S. (2016). Statistik Untuk

Kedokteran dan Kesehatan-Deskriptif,

Bivariat, dan Multivariat dilengkapi

Aplikasi dengan Menggunakan SPSS.

Jakarta: Salemba Medika.

11. Sharma, M., Kharbuja, K., & Khadkab, B.

(2016). Comparison of Pethidine and

Page 44: Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Asi Perah

Analisis Deskriptif Fenomena Perubahan Suhu Tubuh Pada Pengawasan Kala IV

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.III, NO.1, 2018 | 39

Tramadol for the Control of Shivering in

Patients undergoing Elective Surgery

under Spinal Anesthesia. Journal of

Lumbini Medical College Vol 4, No 2,

July-Dec, 64-67.

12. Sessler, D. I. (2016). Perioperative

thermoregulation and heat balance-

Review. The Lancet, Crossmark, 1-10.

13. Paavolainen, L., & Wallstedt, J. (2016).

Post Operative Complications of General

Anesthesia- A Recorded Video

Presentation. Bachelor's Thesis- Health

and Social Sciences Degree Programme

in Nursing, 25.

14. Minarsih, R. (2014). Effectiveness of

Intravenous Fluid Warmer Treatment on

Decreasing Hypothermic Sign for

Caesarean Patients. Jurnal Keperawatan,

ISSN 2086-3071, 1(2), 36-42.

15. Chakrabarti, D., Kamath, S., Deepti, &

Masapu, D. (2017). Simple Cost-Effective

Alternative to Fluid and Blood Warming

System to Prevent Intraoperative

Hypothermia. American Association of

Nurse Anesthetists (AANA) Journal, 85(1),

28-30.

16. Bucknall, T. K., Harvey, G., Considine, J.,

Mitchell, I., Rycroft-Malone, J., Graham,

I. D., et al. (2017). Prioritising Responses

Of Nurses To deteriorating patient

Observations (PRONTO) protocol: testing

the effectiveness of a facilitation

intervention in a pragmatic, cluster-

randomised trial with an embedded

process evaluation and cost analysis.

Implementation Science 12:85 -

BiomedCentral Publication, 1-9.

17. Kusuma, I. G. (2016). Perbedaan

Efektifitas Pemberian Selimut Tebal Dan

Lampu Penghangat Pada Pasien Pasca

Bedah Sectio Caesaria Yang Mengalami

Hipotermi Di Ruang Pemulihan OK

RSUD Sanjiwani Gianyar. Nursing

Journal of Community, 4(2), 121-181.

18. Kusumawati, I. (2016). Hubungan Antara

Motivasi Bidan Dengan Kepatuhan

Pemberian Informed Consent Pada

Pelayanan Keluarga Berencana (KB) Di

Kecamatan Grogol. Naskah Publikasi

Kesehatan Masyarakat Universitas

Muhammadiyah Surakarta, 1-9