Upload
adam
View
217
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
peternakan
Citation preview
BAB IIKEGIATAN PRAKTIKUM
Pengukuran Data Fisiologis dan LingkunganTemperatur Rektal. Pengukuran temperatur rektal ternak dilakukan
dengan memasukkan thermometer yang skalanya telah dinolkan kedalam
rektum kurang lebih sepertiga bagian selama 1 menit sebanyak 3 kali,
kemudian hasilnya dirata-rata.
Frekuensi Respirasi. Pengukuran frekuensi respirasi dilakukan
dengan melihat kembang kempisnya perut atau dengan mendekatkan
punggung telapak tangan didepan hidung ternak untuk merasakan
hembusan nafas selama 1 menit sebanyak 3 kali, kemudian hasilnya
dirata-rata.
Frekuensi Pulsus. Pengukuran frekuensi pulsus dilakukan dengan
meraba pada arteri caudal atau coxigeal tengah dari permukaan ventral
ekor sampai terasa denyutan arterinya, dilakukan selama 1 menit
sebanyak 3 kali, kemudian hasilnya dirata-rata.
Pengukuran Kondisi Lingkungan. Pengamatan lingkungan
dilakukan dengan mengukur suhu kandang dan kelembaban dengan
menggunakan thermohygrometer. Hasil keduanya kemudian dicatat.
Pengamatan Tingkah Laku Sapi PerahFrekuensi Minum dan Volume Air Minum. Praktikan mengukur
volume air yang ada di tempat minum ternak kemudian mengukur volume
air yang diminum dengan cara mengukur volume air yang tersisa. Volume
air yang diminum adalah volume air semula dikurangi volume air sisa /
hasil pengukuran. Frekuensi minum dihitung dari berapa kali ternak minum
setiap jamnya, kemudian hasil masing-masing dicatat.
Frekuensi Urinasi dan Volume Urinasi. Ketika sapi melakukan
urinasi, urine yang keluar ditampung dengan ember dan kemudian diukur
volumenya, sedangkan frekuensi urinasi dihitung berapa kali ternak
melakukan urinasi setiap jamnya, kemudian hasilnya dicatat.
Frekuensi Defekasi dan Berat Defekasi. Ketika sapi melakukan
defekasi, feses yang keluar ditampung dengan ember dan ditimbang
beratnya, sedangkan frekuensi defekasi dihitung berapa kali ternak
melakukan defekasi setiap jamnya, kemudian hasilnya dicatat.
Lama Remastikasi. Waktu remastikasi dihitung sejak sapi mulai
melakukan remastikasi sampai berhenti remastikasi.
Jumlah Kunyahan per-bolus. Jumlah kunyahan per-bolus dihitung
sejak ternak remastikasi sampai deglutisi per-bolus, dilakukan sebanyak 3
kali dan hasilnya dirata-rata kemudian dicatat.
Waktu Berdiri dan Lama Berdiri. Waktu berdiri dicatat saat sapi
mulai berdiri dan akhir berdiri dicatat saat sapi mulai berbaring, sedangkan
lama berdiri dihitung sejak sapi berdiri sampai berbaring, kemudian
hasilnya dicatat.
Waktu Berbaring dan Lama Berbaring. Waktu berbaring dicatat
saat sapi mulai berbaring dan akhir berbaring dicatat saat sapi mulai
berdiri, sedangkan lama berbaring dihitung sejak sapi mulai berbaring
sampai berdiri lagi, kemudian hasilnya dicatat.
BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran Data Fisiologis Dan Lingkungan Sapi PerahTemperatur Rektal
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data
rata-rata temperatur rektal sapi PFH sebagai berikut :
Tabel 1. Rata-rata temperatur rektal sapi PFH
Pukul Temperatur Rektal (0C)Sakura Kamboja Turi Lili
18.00 38,3 37,8 39,2 37,3320.00 38,167 37,83 39,53 36,8322.00 38,33 38,43 39,6 36,824.00 38,6 37,8 39,23 37,4301.00 38,03 37,93 39,13 36,3602.00 38,13 37,83 39,42 36,8304.00 38,067 38,17 37,9 36,3306.00 37,6 37,83 38,97 36,33
Grafik 1. Rata-rata temperatur rektal sapi PFH
18,00 20,00 22,00 24,00 01,00 02,00 04,00 06,0034
35
36
37
38
39
40
sakura kambojaturilili
Berdasarkan data temperatur rektal sapi PFH diketahui bahwa rata-
rata temperatur rektal Sakura adalah antara 38,60C sampai dengan
37,60C, Kamboja 37,80C sampai dengan 38,430C, Turi 39,10C sampai
dengan 39,60C, dan Lili 36,330C sampai dengan 37,430C. Menurut Yani
dan Purwanto (2006), pada malam hari, suhu rektal akan terus mengalami
penurunan, sedangkan pada pagi sampai sore suhu rektal mengalami
kenaikan. Pernyataan tersebut sudah sesuai dengan temperatur rektal
dari data yang didapat meskipun temperatur rektal pada masing-masing
sapi ada yg naik tetapi itu tidak begitu signifikan dan masih menunjukkan
bahwa temperatur rektal terus menurun pada malam hari. Ada banyak
faktor yang menyebabkan suhu tubuh sapi PFH meningkat, salah satunya
adalah karena cekaman panas. Menurut Yani dan Purwanto (2006),
peningkatan denyut jantung merupakan respon dari tubuh ternak untuk
menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih
dingin. Pernapasan merupakan respons tubuh ternak unutk membuang
atau mengganti panas dengan udara sekitarnya. Jika kedua respo
tersebut tidak berhasil, maka suhu organ tubuh ternak akan meningkat
sehingga ternak akan mengalami cekaman panas.
Frekuensi RespirasiBerdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data rata-
rata frekuensi respirasi sapi PFH sebagai berikut :
Tabel 2. Rata-rata frekuensi respirasi sapi PFH
Pukul Frekuensi Respirasi (kali/menit)Sakura Kamboja Turi Lili
18.00 30,3 26 31,67 31,3320.00 25,3 19,67 33,33 3922.00 31,67 23 31,67 40,3324.00 23,3 27 37,67 36,6601.00 28 25,67 53,67 3602.00 17,3 24,3 52,33 4404.00 21,67 23,3 61 47,3306.00 22 22 52,67 27,66
Grafik 2. Rata-rata frekuensi respirasi sapi PFH
18 20 22 24 1 2 4 60
10
20
30
40
50
60
70
Sakura Kamboja Turi Lili
Berdasarkan data frekuensi respirasi sapi PFH tersebut diketahui
bahwa rata-rata frekuensi respirasi Sakura adalah 21,67 kali/menit sampai
dengan 31,67 kali/menit, Kamboja 22 kali/menit sampai dengan 27
kali/menit, Turi 31,67 kali/menit sampai dengan 61 kali/menit, Lili 27,66
kali/menit sampai dengan 47,33 kali/menit. Menurut Sudrajad dan Adiarto
(2011), frekuensi respirasi normal antara 24 sampai 32 kali/menit. Naiknya
frekuensi respirasi merupakan salah satu tanda sapi perah mengalami
stres panas. Tujuan dari respirasi adalah untuk memaksimalkan
pengeluaran panas karena sapi perah berada di kandang dengan
kelembaban tinggi. Tingginya frekuensi respirasi ini terjadi karena 2 faktor
penyebab, yaitu ketidaknyamanan saat datangnya petugas pengamat,
dan ketidaknyamanan akibat perubahan kondisi temperatur dan
kelembaban.
Frekuensi PulsusBerdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data rata-
rata frekuensi respirasi sapi PFH sebagai berikut :
Tabel 3. Rata-rata frekunsi pulsus sapi PFH
Pukul Frekuensi Pulsus (kali/menit)Sakura Kamboja Turi Lili
18.00 70 52,3 62,33 66,6720.00 68,67 67 67,33 7322.00 63,67 63 56,67 5624.00 48 70,67 66,33 6101.00 65 68,67 63,67 57,6702.00 57,3 65,67 58 5204.00 58 63,3 66,67 7106.00 50,3 60,67 59,67 75,67
Grafik 3. Rata-rata frekuensi pulsus sapi PFH
18,00 20,00 22,00 24,00 01,00 02,00 04,00 06,000
10
20
30
40
50
60
70
80
Sakura Kamboja Turi Lili
Frekuensi menggambarkan kuat lemahnya kerja jantung dalam
tubuh (Sudrajad dan Adiarto, 2011). Berdasarkan data frekuensi respirasi
sapi PFH tersebut diketahui bahwa rata-rata frekuensi pulsus Sakura
adalah 48 kali/menit sampai dengan 70 kali/menit, Kamboja 52,33
kali/menit sampai dengan 70,67 kali/menit, Turi 56,67 kali/menit sampai
dengan 67,33 kali/menit, Lili 52 kali/menit sampai dengan 75,67 kali/menit.
Menurut Sudrajad dan Adiarto (2011), frekuensi pulsus normal pada sapi
perah adalah antara 54 sampai 84 kali/menit.
Pengukuran Lingkungan Kandang
Tabel 4. Kelembaban kandang dan temperatur kandang
Dari data terserbut dapat diketahui bahwa kelembaban kandang berkisar
antara 58% sampai dengan 83%, sedangkan temperatur kandang berkisar
antara 22,20C sampai dengan 25,10C. Suhu dan kelembaban kandang
sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan tingkah laku dari sapi
perah tersebut. Menurut Yani dan Purwanto (2006), suhu dan kelembaban
udara merupakan dua faktor iklm yang mempengaruhi produksi sapi
perah, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan air,
keseimbangan energi dan keseimbangan tingkah laku ternak. Menurut
Yani et.al., (2007), sapi bangsa Friesian Holstein (FH) yang ada di
Indonesia didatangkan dari negara-negara Eropa yang memiliki iklim
sedang (temperate) dengan kisaran suhu rendah berkisar 5 sampai 250C,
sehingga sangat peka terhadap perubahan iklim mikro (suhu dan
kelembaban udara). Apabila sapi FH ditempatkan pada lokasi yang
memiliki suhu tinggi dan kelembaban udara yang tidak mendukung maka
sapi tersebut akan mengalami cekaman panas yang berakibat pada
menurunnya produktivitas sehingga potensi genetiknya tidak dapat tampil
secara optimal. Sapi-sapi perah di daerah subtropis temperatur ideal
adalah antara 30-60 (-1,110 – 15,560C) dengan kelembaban udara rendah
(<80%) dan temperatur kritis sekitar 80-850F (26,670-29,440C). Apabila
temperatur udara naik di atas 600F yaitu sampai temperatur 800F
pengaruhnya terhadap produksi susu setiap individu adalah kecil
(Soetarno, 2000).
Pengamatan Tingkah Laku Sapi Perah
Pukul Kelembaban Kandang (%) Temperatur Kandang (0C)18.00 58 25,120.00 66 24,222.00 69 23,924.00 73 23,301.00 73 23,302.00 73 23,204.00 78 22,806.00 83 22,2
Frekuensi dan volume minum.Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data
frekuensi minum dan volume minum sapi PFH sebagai berikut :
Tabel 5. Data hasil pengamatan minum sapi perah
Waktu
Frekuensi minum (kali) Volume minum (ml)
Sakura Kamboja Turi Lili Sakura Kamboj
a Turi Lili
18.00-
19.00
- - - - - - - -
19.00-
20.00
- - - - - - - -
20.00-
21.00
- - 1 - - - 9000 -
21.00-
22.00
1 1 - 2 7200 9750 - 16640
22.00-
23.00
- - 1 - - - 12600
-
23.00-
24.00
1 - - - 1800 - - -
24.00-
01.00
2 - - - 10800 - - -
01.00-
02.00
- - - - - - - -
02.00-
03.00
- - - - - - - -
03.00-
04.00
- - - - - - - -
04.00-
05.00
- - - - - - - -
05.00-
06.00
- - - 1 - - - 12480
Total 4 1 2 3 19800 9750 2160 2912
0 0
Dari data hasil pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa
frekuensi minum sapi Sakura selama 12 jam (18.00 – 06.00) sebanyak 4
kali minum, sapi Kamboja sebanyak 1 kali, sapi Turi sebanyak 3 kali, dan
sapi Lili sebanyak 3 kali minum. Menurut Yani dan Purwanto (2006),
konsumsi air minum sapi perah dewasa pada lingkungan nyaman sekitar 3
– 3,5 liter/kilogram bahan kering dan akan meningkat pada kondisi
cekaman panas. Pada kondisi tidak nyaman dengan suhu lingkungan
malam hari sekitar 240C dan siang hari sekitar 33,340C, sapi dara
mengkonsumsi air minum sebanyak 10,58 - 12,76% dari bobot
badan.Pemberian air minum dingin dapat meningkatkan produksi susu sapi
Holstein sebesar 10,86% dari 22,1 pada air minum 100C.
Frekuensi dan volume urinasi.Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data
frekuensi urinasi dan volume urin sapi PFH sebagai berikut :
Tabel 6. Data hasil pengamatan urinasi sapi perah
WaktuFrekuensi urinasi (kali) Volume urinasi (ml)
Sakura
Kamboja Turi Lili Sakur
aKamboj
a Turi Lili
18.00-
19.00
- - - 1 - - - 440
19.00-
20.00
- - - - - - - -
20.00-
21.00
- - 1 1 - - 3740 1600
21.00-
22.00
1 1 - - 4430 4650 - -
22.00-
23.00
- - 1 - - - 4940 -
23.00-
24.00
- - - - - - - -
24.00-
01.00
1 - - 1 3300 - - 2500
01.00-
02.00
- - - - - - - -
02.00-
03.00
- 1 1 - - 4750 4000 -
03.00-
04.00
- - - - - - - -
04.00-
05.00
1 - 1 1 4600 - 2500 3880
05.00-
06.00
- - - 1 - - - 1900
Total 3 2 4 5 12330 9400 15200
10370
Dari data hasil pengamatan tersebut dapat diketahui volume urinasi
sapi Sakura selama 12 jam ialah 12,33 liter, sapi Kamboja sebanyak 9,4
liter, sapi Turi sebanyak 15,2 liter, dan sapi Lili sebanyak 10,37 liter.
Menurut Soeharsono (2010), total output urine pada sapi yang tidak
sedang laktasi adalah 7 liter sedangkan untuk yang sedang laktasi adalah
11 liter.
Frekuensi dan volume defekasi.Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data
frekuensi urinasi dan volume urin sapi PFH sebagai berikut :
Tabel 7. Data hasil pengamatan defekasi sapi perah
Waktu Frekuensi defekasi (kali) Berat defekasi (kg)
Sakura Kamboja Turi Lili Sakura Kamboja Turi Lili18.00-19.00
- - - - - - - -
19.00-20.00
- - - - - - - -
20.00-21.00
- - 1 1 - - 2 2
21.00- 1 1 - - 2 2 - -
22.00
22.00-23.00
- 1 1 1 - 1 1,5 1,6
23.00-24.00
- - - - - - - -
24.00-01.00
1 - - 1 1,5 - - 2
01.00-02.00
- - 1 - - - 2 -
02.00-03.00
- 1 - - - 2 - -
03.00-04.00
- - - - - - - -
04.00-05.00
1 1 1 1 2 1 1,8 1,5
05.00-06.00
- - - - - - - -
Total 3 4 4 4 5,5 6 7,3 7,1
Dari data hasil pengamatan tersebut dapat diketahui frekuensi dan
volume defekasi sapi perah selama 12 jam (18.00-06.00) adalah pada
Sakura 3 kali defekasi dengan volume 5,5 kg, Kamboja 4 kali defekasi
dengan volume 6 kg, Turi 4 kali defekasi dengan volume 7,3 kg, dan Lili 4
kali defekasi dengan volume 7,1 kg. Menurut Soeharsono (2010), total
output feces untuk sapi yang tidak sedang laktasi adalah 12 liter
sedangkan untuk sapi yang sedang laktasi sebanyak 19 liter.
Lama berbaring.Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data
frekuensi urinasi dan volume urin sapi PFH sebagai berikut :
Tabel 8. Data hasil pengamatan waktu berbaring sapi
Waktu Waktu berbaring sapi (menit)
Sakura Kamboja Turi Lili18.00-19.00 - 60 13 3
19.00-20.00 - 60 8 66
20.00-21.00 218 60 15 56
21.00-22.00 - 60 30 37
22.00-23.00 - 40 17 34
23.00-24.00 - 40 10 100
24.00-01.00 175 73 20 90
01.00-02.00 - 87 14 75
02.00-03.00 - 60 59 54
03.00-04.00 - 63 43 61
04.00-05.00 152 60 10 -
05.00-06.00 51 60 25 28
Total 596 723 261 547
Dari data hasil praktikum tersebut dapat diketahui bahwa lama
berbaring sapi-sapi tersebut selama 12 jam (18.00-06.00) adalah pada
sapi Sakura selama 596 menit, sapi Kamboja selama 723 menit, sapi Turi
selama 261 menit, dan sapi Lili selama 547 menit.
Lama remastikasi dan kunyahan per bolus.
Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan data lama remastikasi dan
rata-rata kunyahan per bolus sapi perah sebagai berikut.
Tabel 9. Lama remastikasi dan rata-rata kunyahan per bolus.
Waktu Total menit Kunyahan per bolus (kali/menit)
Sakura Kamboja Turi Lili Sakura Kamboja Turi Lili18.00-19.00
32 - 15 7 32,3 - 21,3 16
19.00-20.00
20 20 8 8 23,67 25,67 24,67 12,66
20.00-21.00
17 - 20 12 22,67 - 29,3 10,33
21.00-22.00
14 43 15 20 21 18,67 28 8,33
22.00-23.00
15 19 10 44 28,33 22,67 41,3 17
23.00-24.00
25 19 18 15 33,67 20,67 28 5,33
24.00- 11 3 - 10 32,3 20 - 24,33
01.0001.00-02.00
17 - 24 27 23 - 29,3 27
02.00-03.00
39 - - 25 38,3 - - 23,67
03.00-04.00
24 18 28 25 29,3 23,6 29,67 21
04.00-05.00
- 12 10 15 - 21,3 37 32
05.00-06.00
28 10 - 20 26,67 30,3 - 21
Total 242 144 148 228 311,21 182,88 268,54 238,58
Dari data hasil praktikum tersebut dapat diketahui bahwa lama
berbaring sapi-sapi tersebut selama 12 jam (18.00-06.00) adalah pada sapi
Sakura adalah 242 menit, sapi Kamboja 144 menit, sapi Turi 148 menit
dan sapi Lili 228 menit dengan kunyahan bolus rata-rata masing-masing
sapi perah yaitu 28 kali, 23 kali, 30 kali dan 19 kali. Menurut Soeharsono
(2010), begitu makanan sampai di dalam mulut, terjadi proses
pengunyahan atau remastikasi. Proses ini sama seperti pada proses
mastikasi, akan tetapi proses remastikasi atau pengunyahan kembali ini
lebih lama dibandingkan dengan sewaktu mastikasi. Rahang bergerak
pada gerakan ventrolateral menggiling, dan tiap bolus dikunyah antara 30-
35 kali dan yang paling sering antara 50-70 kali dengan rata-rata gerakan
rahang 56,4 kali. Jumlah gerakan ini bergantung kepada jenis makanan
yang dikonsumsi. Makanan yang banyak mengandung serat kasar
dikunyah lebih lama daripada yang sedikit mengandung serat kasar.
Penyakit dan PencegahannyaMastitis.
Radang ambing hamper selalu merupakan radang infeksi,
berlangsung secara akut, subakut maupun kronik, ditandai dengan
kenaikan sel didalam air susu dan disertai perubahan patologis atas
kelenjarnya sendiri (Subronto, 2003)
Ambing seekor sapi betina kadang menjadi panas dan sangat
keras. Kadang-kadang dihasilkan susu yang mengandung darah atau
yang paling ringan dihasilkan air susu yang kental (lumpy). Penyebab
penyakit mastitis adalah bakteri yang dapat menular dari seekor hewan ke
hewan lain karena keadaan sanitasi yang kurang baik. Infeksi dapat terjadi
pada satu kuartir saja yang kemudian berkembang dan bersifat patal.
Mastitis pada tahap awal dapat diobati dengan menggunakan antibiotik.
Antibiotik disuntikkan ke dalam kanal puting yang terinfeksi (Blakely dan
David, 1991).
Pencegahan mastitis terutama ditunjukan pada kebersihan
kandang, kebeersihan sapi, serta pengelolaan ternak. Pencegahan yang
terpenting yaitu pendidikan terhadap peternak akan prinsip prinsip
pencegahan penyakit, control air susu yang di edarkan serta tindakan
ikutan bila jumlah sel yang ditemukan terlalu tinggi. Penggunaan CMT
sudah waktunya dilaksanakan saecara bersama sama di Indonesia
(Subronto, 2003).
Diare (white scour)Penyakit ini dianggap berasal dari adanya invasi bacteria tau virus.
Tetapi hasil hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaannya jauh lebih
rumit dari itu. Peyebabnya adalah kompleks, mulai dari bakteri, virus dan
keadaan lingkugan, kepadatan ternak terlalu tinggi, kekurangan kolostrus,
terlalu banyak pakan, difensiasi vitamin A serta adanya parasit (Blakely
dan David, 1991).
Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu pemberian vitamin A dan
D dalam jumlah cukup terhadap induk sebelum melahirkan, menyediakan
lingkungan yang bersih, melakukan disinfeksi terhadap kandang serta
melakukan isolasi terhadap sapi sapi penderita. Kunci dari penyakit ini
yatu dengan terapi elektrolit (Blakely dan David, 1991).
Kembung.Kembung merupakan keadaan yang tidak sehat yang menimbulkan
rasa tidak nyaman dan menimbulkan kematian ternak ruminansia. Tanda-
tanda kembung adalah pembengkakan dalam ukuran yang abnormal pada
bagian sisi sebelah kiri dari seekor hewan. Keadaan yang parah
menyebabkan tekanan pada diafragma dan paru-paru hingga menyulitkan
pernapasan. Sebab tidak jelas, tetapi umumnya difahami bahwa pakan
konsentrat yang terlalu banyak merupakan penyebab timbulnya kembung.
Ada dua jenis kembung, yaitu bentuk gas dan bentuk gelembung gas.
Kembung yang disebabkan oleh gas dapat diatasi dengan berbagai cara
seperti mengajak sapi berjalan-jalan, diberi pipa slang masuk melalui
esophagus atau menusuk rumen dengan alat tertentu hingga gas keluar.
Jenis kembung yang berupa gelembung dapat diatasi dengan suat zat
yang dikenal sebagai surfaktan. Minyak nabati dan bahan sabun bubuk
detergen juga dapat digunakan. Namun demikian yang dianjurkan adalah
suatu surfaktan yang khusus seperti poloxalene. Zat itu biasanya
dimasukkan lewat mulut, atau dalam keadaan terpaksa dapat disuntikkan
langsung ke dalam rumen dengan menembusi dindingnya. Usaha-usaha
pencegahan dapat dilakukan dengan member jerami kering sebelum sapi
dilepas di padang leguminosa dengan pemberian surfaktan (Blakely dan
David, 1991).
Milk fever.Masalah ini timbul pada saat atau setelah kelahiran pertama, tetapi
jarang pada kelahiran kedua. Sapi betina memperlihatkan keadaan yang
sangat lemah, matanya nampak galak, serta hilangnya kesadaran dengan
leher atau kepala terlipat ke arah badan seperti anjing yang sedang tidur.
Suhu badannya biasanya berada di bawah normal. Penyebabnya adalah
defisiensi mineral kalsium yang timbul karena kebutuhan yang sangat
besar akan mineral itu untuk memproduksi susu. Pengobatannya berupa
penyuntikan garam kalsium secara intravenous atau penyuntikan udara ke
dalam ambing guna menekan produksi susu agar kebutuhan mineral
kalsium berkurang. (Blakely dan David, 1991).
Kutuan
Penyakit ini disebabkan karena tungau demodex merupakan
parasit kulit dari berbagai ternak, yang hidup didalam folikel rambut dan
kelenjar lemak. Pada sapi ditandai dengan bentukan bintil keras
berukuran kecil. Obat yang digunakan untuk membunuh tungau ini
biasanya tidak selalu menjanjikan. Obatnya antara lain Akarisid dan
insektisida (Subronto, 2003).
Bruselosis.Terjadinya keguguran setelah kebuntingan 5 bulan merupakan
petunjuk kunci untuk menemukan penyakit ini. Seekor sapi betina setelah
keguguran masih mungkin bunting lagi, tetapi tingkat kelahirannya akan
rendah dan tidak teratur. Kadang-kadang fetus yang dikandung dapat
mencapai tingkatan atau bentuk yang sempurna tetapi pedet itu biasanya
lahir mati dan plasentanya tetap tertahan (tidak keluar) disertai keadaan
metritis. Sapi jantan juga dapat terserang penyakit ini melalui skrotum
yang tampak membengkak dan berwarna merah, dengan istilah orchitis,
infeksi bruselosis pada sapi jantan dapat menyebabkan keadaan steril.
Baik sapi jantan maupun betina , penyebab penyakit ini adalah bakteri
Brucella abortus. Vaksin Strain 19 dapat memberikan kekebalan terhadap
penyakit bruselosis (Blakely dan David, 1991).
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)Penyakit mulut dan kuku merupakan penyakit yang bersifat akut,
disertai demam, sangat menular, serta ditandai dengan pembentukan
vesikel vesikel pada selaput lender mulut, hidung dan pada kulit diantara
ataupun didekat teracak. Penyakit disebabkan oleh picorna-virus, yang
memiliki 7 tipe A, O, C, Asia 1 dan SAT 1,2,3 (Subronto, 2003).
Pengendalian dilakukan dengan melaksanakan peraturan
peraturan yang berlaku dan vaksinasi. Dalam keadaan ekstream
permberantasan dilakukan dengan pemotongan hewan ternak yang
tertular serta dilakukan karantina terhadap daerah yang tertular (Subronto,
2003)..
Pengenalan AlatAlat IdentifikasiIdentifikasi tipe permanen.
Agar dimiliki catatan atau recording yang baik maka diperlukan cara
cara identifikasi pada sapi induk maupun anak anaknya. Banyak pilihan
yang tersedia untuk identifikasi seperti pemasangan anting telinga, tattoo,
foto dengan marka berwarna, dan yang popular dengan pemberian cap
atau Branding (Blakely dan David, 1991).
Branding merupakan alat untuk identifikasi pada anak atau induk
sapi. Ada dua macam alat branding ini yaitu hot branding dan freeze
branding. Hot branding adalah pemberian cap besi panas, cap besi harus
benar-benar panas, lalu ditempelkan pada tubuh ternak selama lima detik.
Freeze branding menggunakan besi tembaga yang disimpan dalam es
kering atau Nitrogen cair. Kulit yang akan dicap dicukur terlebih dahulu
dan dicuci dengan alkohol sebelum dicap. Cap ditempelkan selama tiga
puluh detik (Blakely dan David, 1991).
Alat bantu handling.Berbagai kegiatan seperti pemotongan tanduk, vaksinasi, kastrasi,
penimbangan, pembatan identifiksasi erta pengobatan terhadap sapi-sapi
yang sakit memerlukan kemampuan pengendalian yang ketat terhadap
tiap-tiap ekor sapi yang bersangkutan. Pada waktu dulu pengendalian
ketat itu dilakukan dengan bantuan tali, seperti dalam hal menjerat sapi
dalam suatu petak kandang (pen) dengan menggunakan dua tali, yang
ujungnya masing-masing ditarik ke arah yang berlawanan (Blakely dan
David, 1991).
Alat manipulasi reproduksiKastrasi dengan menggunakan pisau yang tajam telah lama
dipraktekkan oleh para peternak. Skrotum terlebih dahulu dicuci dengan
larutan antiseptik lalu disayat pada bagian bawah. Testikel lalu
dikeluarkan dari skrotum dan salurannya diputuskan. Luka yang
ditimbulkan lalu diobati untuk mencegah infeksi dan mempercepat
kesembuhan (Blakely dan David, 1991).
Cara kastrasi yang lain adalah dengan menggunakan elastrator
atau penjepit burdizoo. Elastrator digunakan untuk merentangkan suatu
cincin karet yang kuat lalu dipasangkan pada skrotum di atas testikel.
Saluran di bawah cincin itu aliran darahnya terputus hingga testikel itu
tidak berfungsi. Cara kerja burdizoo juga hampir sama yaitu memutuskan
saluran dengan penjepit hingga aliran darah menuju testikel terputus.
Selain menggunakan pisau dan burdizoo, terdapat juga cara kimiawi yang
efektif untuk kastrasi pedet jantan. Suatu preparat suntik yang nama
dagangnya Chem-cast adalah suatu larutan kimia paten untuk
penyuntikan langsung ke dalam testikel sapi jantan muda yang beratnya di
bawah 75 kg (Blakely dan David, 1991).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum di atas dapat
disimpulkan bahwa kondisi ternak sapi perah dara maupun laktasi
tergolong normal. Data fisiologi menunjukkan kisaran yang normal.
Kondisi lingkungan kandang kurang optimal dikarenakan suhu lingkungan
kandang masih terlalu tinggi yaitu berkisar antara 22,20C sampai 25,30C
dengan kelembaban udaranya sangat tinggi antara 57 sampai 83%,
sehingga berpengaruh terhadap produksi susu dan tingkah laku ternak
sapi perah itu sendiri. Frekuensi minum rata-rata berkisar antara 1 sampai
4 kali dengan volume minum 9 sampai 19 liter, frekuensi defekasi berkisar
antara 3 sampai 4 kali dengan berat feses 5,5 sampai 7,3 kg, lama
remastikasi antara 144 sampai 286 menit dengan kunyahan per bolus
antara 17 sampai 41 kali, dan lama berbaring sapi perah berbeda beda
setiap sapi tergantung keadan sapi tersebut.
SaranSaran kami adalah sebaiknya laporan dikerjakan berkelompok
dengan beberapa aturan karena data yang harus dikerjakan terlalu
banyak sehingga kami kesulitan dalam mencari referensi sebagai
pembanding data yang ada dan waktu yang diberikan cukup pendek.