116
i HUBUNGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN TINGKAT DENSITAS TELUR NYAMUK AEDES AEGYPTI PADA OVITRAP DI RW 01 KELURAHAN PAMULANG BARAT TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh : Shela Ayu Puryandini NIM : 1111101000060 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016

HUBUNGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG ......hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada

  • Upload
    others

  • View
    34

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

i

HUBUNGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN)

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN TINGKAT DENSITAS

TELUR NYAMUK AEDES AEGYPTI PADA OVITRAP DI RW 01

KELURAHAN PAMULANG BARAT TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

Shela Ayu Puryandini

NIM : 1111101000060

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2016

ii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, Juni 2016

Shela Ayu Puryandini, NIM: 1111101000060

Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam

Berdarah Dengue (DBD) dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes

Aegypti Pada Ovitrap Di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015

(xv + 83 halaman, 13 tabel, 2 bagan, 7 gambar, 7 lampiran)

ABSTRAK

Kelurahan Pamulang Barat merupakan kelurahan endemis DBD periode

Januari-Desember 2014 (IR:71,94 per 100.000 penduduk) yang mempunyai

jumlah penduduk cukup padat dibandingkan kelurahan lainnya (45.869

penduduk). Nilai ABJ terendah pada tahun 2014 ditemukan di RW 01 Kelurahan

Pamulang Barat. Oleh karena itu pengendalian vektor DBD diperlukan untuk

mengurangi kejadian DBD. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah

Dengue (DBD) dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap

di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross

sectional. Sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 235 rumah dan sampel

dipilih dengan metode simple random sampling. Analisis data dilakukan dengan

dua cara yaitu univariat dan bivariat. Univariat dilakukan dengan menampilkan

tabel distribusi dan persentase dari setiap variabel, sedangkan bivariat dilakukan

dengan uji statistik Chi Square dengan nilai α = 0,05.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat densitas telur nyamuk Aedes

aegypti yang termasuk kategori tinggi 46.8%. Hasil analisis bivariat menunjukkan

bahwa variabel perilaku menguras TPA dan perilaku menutup TPA berhubungan

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap. Variabel yang

tidak berhubungan adalah perilaku mengubur barang bekas, prilaku memperbaiki

saluran air yang tidak lancar dan perilaku memasang kawat kasa.

Berdasarkan hasil, tempat perindukan nyamuk harus dikurangi dengan

melakukan pemberantasan sarang nyamuk secara tepat. Ovitrap dapat digunakan

menjadi salah satu program untuk memutus siklus hidup nyamuk.

Daftar Bacaan: 45 (1999-2014)

Kata Kunci: Tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti, PSN, ovitrap

iii

ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL HEALTH

Undergraduate Thesis, June 2016

Shela Ayu Puryandini, NIM: 1111101000060

Associated Between The Eradication Mosquito Nest (PSN) of Dengue

Hemorrhagic Fever (DHF) Mosquito’s Breeding with Density Level Of Aedes

Aegypti's Eggs in Ovitrap At RW 01, West Pamulang Village 2015

(xv + 83 pages, 13 tables, 2 charts, 7 pictures, 7 attachments)

ABSTRACT

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a communicable disease that still a

major health problem in Indonesia. West Pamulang is an endemic villages (IR:

71.94 per 100,000 population) that have a dense population than other villages

(45869 population). A lowest ABJ value in 2014 was found in RW 01. Dengue

vector control are needed to reduce the incidence of DHF. The purpose of this

reasearch was to determine the associated between the eradication mosquito nest

of dengue hemorrhagic fever (DHF) mosquito’s breeding with density level of

Aedes aegypti’s eggs in ovitrap at RW 01,West Pamulang village 2015.

This is a quantitative research with cross sectional design study. Samples

in this research are 235 houses and samples selected by systematic random

sampling method. Analysis of the data done in two ways, univariate and bivariate.

Univariate done by displaying the distribution table and the percentage of each

variable, while bivariate statistical tests performed with Chi Square with a value

of α = 0.005.

The result of this research showed that density level of Aedes aegypti eggs

were categorized as high 46.8%. Bivariate analysis showed that behavior of drain

water reservoirs and close the water reservoirs are related to the density level of

Aedes aegypti eggs on ovitrap. Whereas unrelated variables are behavior of bury

the thrift, repair damaged waterways, and put on the wire netting.

Based on the results, breeding places of mosquitos should be reduced by

eradication of mosquitoes nest appropriately. An ovitrap can used to be the one of

program to break the life cycle of mosquitos.

References: 45 (1999-2014)

Keywords: Density Level of Aedes aegypti mosquito’s eggs, PSN, ovitrap

PERNYATAAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN PERILAKU PEMBERANT ASAN SARANG NYAMUK (PSN)

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN TINGKA T DENSITAS

TELUR NYAMUKAEDES AEGYPTIPADA OVITRAP DI RW 01

KELURAHAN PAMULANG BARAT TAHUN 2015

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta

Pembimbing I

Jakarta, Juni 2016

oleh:

Shela Ayu Puryandini NIM. 1111101000060

Mengetahui,

Pembimbing II

Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes

NIP. 19650808 198803 1 002

Catur Rosidati, M.Kes

NIP. 19750210 200801 2 018

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUD I KESEHATAN MASYARAKA T

FAKULTAS KEDOKTERAN KESEHAT AN MASYARAKA T

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

SHELA AYU PURY ANDINI

NIM.1111101000060

Jakarta, Juni 2016

Penguji I,

Minsarnawati NIP. 19750215 200901 2 003

Dewi Utami iani M.Kes Ph.D NIP. 19750316 200710 2 001

Penguji III,

dr. Sholah Imari, M.Sc

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

Nama : Shela Ayu Puryandini

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 1 September 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Cililitan Kecil 1 RT 016/007, Kel. Cililtan,

Kec. Kramatjati, Jakarta Timur

No. Handphone : 0812 83735907

E-mail : [email protected]

B. Riwayat Pendidikan

2011-2016 : Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan

Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2007-2010 : SMA Negeri 51 Batu Ampar, Jakarta Timur

2004-2007 : SMP Negeri 20 Bulak Rantai, Jakarta Timur

1998-2004 : SD Negeri Cawang 05 Pagi, Jakarta Timur

1997 : TK Mutiara

C. Pengalaman Organisasi

2014-2015 : Bendahara Environmental Health Student

Association (ENVIHSA) UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

2013-2014 : Wakil Bendahara Environmental Health Student

Association (ENVIHSA) UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

2013 : Sekertaris Divisi Pengembangan Sumber Daya

Manusia Badan Eksekutif Mahasiswa Program

Studi (BEM Prodi) Kesehatan Masyarakat UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam

Berdarah Dengue (DBD) dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes

aegypti pada Ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat (SKM).

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menyadari banyak kesulitan yang

dihadapi, namun dengan bantuan, arahan, dukungan dan doa dari berbagai pihak,

peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Maka dalam kesempatan ini peneliti

ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Ayahanda Suherli dan Ibunda Wulan yang tak henti mendoakan,

memberikan dukungan baik moril dan materil serta menjadi sumber

semangat bagi peneliti.

2. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, serta sebagai dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dorongan,

kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Catur Rosidati, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dorongan,

kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Adikku tersayang citra yang selalu mendoakan serta memberikan

semangat kepada peneliti.

6. Pihak Puskesmas Pamulang dan Ketua RW 01 Kelurahan Pamulang

Barat yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian serta

bantuannya dalam memberikan data yang dibutuhkan oleh peneliti.

viii

7. Muhammad Lutfi Daimun yang menjadi penyemangat serta berbagi

suka dan duka bagi peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

8. Pewe, Ikoh, Ayu, Ika, Rois, Nurul, Siti, Upit, Zahra, Rara, dan Fitra

yang memberikan semangat dan doa dalam penyusunan skripsi ini.

9. Keluarga Kesehatan Lingkungan 2011 yaitu Ayu, Ila, Ikoh, Ika, Cepol,

Pewe, Ibet, Tika, Onoy, Efri, Feela, Lifi, Niken, Rois, Ibnu, Chandra,

Almen, Hari, Eka, Awal, Sarjeng, Fiya, dan Rahmatika yang yang

sama-sama berjuang dalam menyelesaikan skripsi, adanya kalian semua

membuat suasana kampus terasa berbeda dan menyenangkan.

10. Seluruh teman-teman Kesehatan Masyarakat 2011 yang menjadi teman

seperjuangan dan tempat berbagi ilmu maupun pengalaman selama

masa perkuliahan.

11. Dan seluruh pihak yang telah membantu peneliti dalam proses

penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan secara

keseluruhan.

Pada penulisan skripsi ini, peneliti merasa masih banyak kekurangan.

Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan bagi peneliti demi

kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih.

Jakarta, Juni 2016

Peneliti

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i

ABSTRAK ............................................................................................................. ii

ABSTRACT .......................................................................................................... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ..................................................................... iv

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI .................................................................. v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vi

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv

DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 6

1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 7

1.4 Tujuan .......................................................................................................... 8

1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................................... 8

1.4.2 Tujuan Khusus .............................................................................................. 8

1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 10

1.5.1 Bagi Masyarakat ......................................................................................... 10

1.5.2 Bagi Peneliti ................................................................................................ 10

1.5.3 Bagi Puskesmas Pamulang ........................................................................ 10

1.5.4 Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ..................................... 10

x

1.6 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 12

2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD) ................................................ 12

2.2 Penyebab Penyakit Demam Berdarah ........................................................ 12

2.3 Vektor Demam Berdarah Dengue .............................................................. 13

2.4 Metode Survei Vektor DBD ...................................................................... 21

2.5 Kepadatan Telur Nyamuk Aedes Aegypti .................................................. 25

2.6 Pengertian Perilaku .................................................................................... 26

2.7 Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD .............................. 26

2.8 Pengukuran Perilaku PSN-DBD ................................................................ 34

2.9 Kerangka Teori .......................................................................................... 36

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............. 37

3.1 Kerangka Konsep ....................................................................................... 37

3.1 Definisi Operasional .................................................................................. 40

3.3 Hipotesis .................................................................................................... 42

BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................... 43

4.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 43

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 43

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 44

4.4 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data................................................ 45

4.4.1 Jenis Data ..................................................................................................... 45

4.4.2 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 46

4.5 Instrumen Penelitian .................................................................................. 48

4.6 Pengolahan Data ........................................................................................ 49

4.7 Analisis Data .............................................................................................. 50

BAB V HASIL ...................................................................................................... 52

xi

5.1 Gambaran Umum Wilayah ........................................................................ 52

5.2 Analisis Univariat ...................................................................................... 53

5.2.1 Gambaran Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada

Ovitrap ......................................................................................................... 53

5.2.2 Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air .................... 54

5.2.3 Gambaran Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air ...................... 55

5.2.3 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas ....................................... 55

5.2.4 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air yang Tidak Lancar ..... 56

5.2.5 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa ........................................... 56

5.3 Analisis Bivariat ......................................................................................... 57

5.3.1 Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air Berdasarkan

Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ............. 57

5.3.2 Gambaran Perilaku Menutup Rapat Tempat Penampungan Air

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada

Ovitrap ......................................................................................................... 58

5.3.3 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas Berdasarkan Tingkat

Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ............................ 59

5.3.4 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air Yang Tidak Lancar

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada

Ovitrap ......................................................................................................... 60

5.3.5 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa Berdasarkan Tingkat

Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ............................ 61

BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 63

6.1 Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 63

6.2 Gambaran Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap di

RW 01 Kelurahan Pamulang Barat ............................................................ 63

6.3 Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air Berdasarkan

Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap .................. 67

xii

6.4 Gambaran Perilaku Menutup Rapat Tempat Penampungan Air

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap

.................................................................................................................... 69

6.5 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas Berdasarkan Tingkat

Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap ................................ 71

6.6 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air Yang Tidak Lancar

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap

.................................................................................................................... 73

6.7 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa Berdasarakan Tingkat

Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap ................................ 74

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 77

7.1 Simpulan .................................................................................................... 77

7.2 Saran ............................................................................................................. 78

7.2.1 Masyarakat .................................................................................................. 78

7.2.2 Puskesmas Pamulang ................................................................................. 79

7.2.3 Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan .............................................. 79

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 80

LAMPIRAN .......................................................................................................... 84

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................. 40

Tabel 4.1 Sampel Penelitian................................................................................... 45

Tabel 5.1Gambaran Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada

Ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015 .................. 54

Tabel 5.2 Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015................................................ 54

Tabel 5.3 Gambaran Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air di RW 01

Kelurahan Pamulang Tahun 2015 ........................................................ 55

Tabel 5.4 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas di RW 01 Kelurahan

Pamulang Barat Tahun 2015 ................................................................. 56

Tabel 5.5 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air yang Tidak Lancar di

RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015 ................................... 56

Tabel 5.6 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa di RW 01 Kelurahan

Pamulang Barat Tahun 2015 ................................................................. 57

Tabel 5.7 Gambaran Perilaku Menguras tempat penampungan Air

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada

Ovitrap ................................................................................................... 58

Tabel 5.8 Gambaran Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada

Ovitrap ................................................................................................. 59

Tabel 5.9 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas Berdasarkan Tingkat

Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ............................ 60

Tabel 5.10 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air Yang Tidak Lancar

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada

Ovitrap ................................................................................................. 61

Tabel 5.11 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa Berdasarkan Tingkat

Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap .......................... 62

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti Dewasa .......................................... 16

Gambar 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti .................................................... 17

Gambar 2.3 Telur Aedes sp ....................................................................................... 17

Gambar 2.4 Larva Aedes sp ...................................................................................... 18

Gambar 2.5 Pupa Aedes sp ........................................................................................ 19

Gambar 2.6 Nyamuk Aedes aegypti Dewasa ............................................................ 19

Gambar 2.7 Ovitrap dan Padel dengan telur Aedes sp .............................................. 23

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ........................................................................................ 36

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................................... 39

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk hidup

produktif. Pencegahan dan pemeliharaan kesehatan seharusnya lebih

diperhatikan daripada pengobatan. Namun saat ini hal tersebut kurang

diperhatikan oleh masyarakat sehingga masalah kesehatan belum

terselesaikan dengan baik. Di negara maju terjadi pergeseran pola penyakit

dari penyakit menular menjadi penyakit non-infeksi. Hal tersebut perlu

diperhatikan terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit

menular di Indonesia merupakan faktor utama penyebab kematian dan

morbiditas (Budiarto, 2001).

Salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi

masalah kesehatan yang utama di Indonesia adalah Demam Berdarah

Dengue (DBD). Menurut Ginanjar (2008), penyakit DBD disebabkan oleh

virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti

dan Aedes albopictus yang telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita

DBD lainnya.

Kasus DBD di seluruh Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat

melebihi 1,2 juta pada tahun 2008 dan lebih dari 3 juta kasus pada tahun

2013. Tidak hanya terjadi peningkatan jumlah kasus tetapi juga terjadi

ledakan kasus DBD. Pada tahun 2014 terjadi peningkatan jumlah kasus

2

diantaranya sebanyak 500.000 kasus DBD yang memerlukan perawatan di

rumah sakit. Sebagian besar dari penderita tersebut adalah anak-anak dan

jumlah kematian mencapai 2,5% (WHO, 2014).

Jumlah penderita DBD di Indonesia pada tahun 2014 yang

dilaporkan sampai pertengahan bulan Desember adalah sebanyak 71.668

kasus dimana 641 kasus dilaporkan meninggal dunia (Kemenkes RI, 2014).

Di Provinsi Banten pada periode Januari – Desember 2014 yang sama

dilaporkan terdapat 3.134 kasus DBD (IR: 27,4 per 100.000 penduduk)

dimana 40 kasus dilaporkan meninggal dunia (CFR: 1,28%) (Dinas

Kesehatan Tangerang Selatan, 2014).

Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi

Banten yang mempunyai kasus DBD tertinggi. Berdasarkan data kegiatan

program pengendalian DBD Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, di

kota tersebut pada tahun 2012 terdapat 842 kasus dan 5 kematian (CFR:

0,59), tahun 2013 terdapat 782 kasus dan 6 kematian (CFR: 0,77), dan tahun

2014 terdapat 774 kasus dengan 6 kematian (CFR: 0,78) dengan angka

insiden periode Januari-Desember 2014 sebesar 54,8 per 100.000 penduduk

(Dinkes Tangerang Selatan, 2014).

Berdasarkan data kegiatan program pengendalian DBD yang

diperoleh dari bagian Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Dinas

Kesehatan Tangerang Selatan tahun 2014 dapat diketahui bahwa kasus DBD

pada tujuh kecamatan di Kota Tangerang Selatan periode Januari-Desember

2014 adalah Kecamatan Pamulang dengan kasus DBD sebanyak 169 kasus

(IR: 73,67 per 100.000 penduduk), Kecamatan Ciputat Sebanyak 76 kasus

3

(IR: 40,31 per 100.000 penduduk), Kecamatan Ciputat Timur sebanyak 105

kasus (IR: 54,69per 100.000 penduduk), Kecamatan Setu sebanyak 131

kasus (IR: 187,19 per 100.000 penduduk), Kecamatan Serpong sebanyak

140 kasus (IR: 93,23 per 100.000 penduduk), Kecamatan Serpong Utara

sebanyak 55 kasus (IR: 54,73 per 100.000 penduduk), Kecamatan Pondok

Aren sebanyak 98 kasus (IR: 29,92 per 100.000 penduduk). Berdasarkan

data tersebut, kecamatan yang memiliki nilai IR tertinggi adalah Kecamatan

Setu, Serpong, dan Pamulang. Akan tetapi, apabila dilihat dari kepadatan

penduduk, Kecamatan Pamulang merupakan wilayah yang mempunyai

kepadatan penduduk tertinggi di Kota Tangerang Selatan yaitu sebanyak

235.328 penduduk (Dinas Kesehatan Tangerang Selatan, 2014).

Kepadatan penduduk mempunyai potensi besar untuk terjadinya

penularan penyakit DBD. Kepadatan penduduk memudahkan untuk terjadi

penularan DBD karena jarak terbang nyamuk diperkirakan 50 meter

(Sukamto, 2007). Selain itu menurut informasi umum DBD (2011)

kepadatan penduduk sangat berpengaruh pada kejadian kasus DBD, makin

padat penduduk makin tinggi kasus DBD di kota tersebut.

Kelurahan Pamulang Barat merupakan salah satu wilayah endemis

DBD yang mempunyai jumlah penduduk yang cukup padat dibandingkan

dengan kelurahan lainnya yang terdapat di Kecamatan Pamulang. Hal

tersebut tercatat dari data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan yaitu Kelurahan Pamulang Barat memiliki jumlah

penduduk sebanyak 45.869 penduduk, sedangkan kelurahan lainnya seperti

Kelurahan Pondok Benda memiliki jumlah penduduk sebanyak 29.020

4

penduduk, Kelurahan Pamulang Timur sebanyak 27.354 penduduk,

Kelurahan Pondok Cabe Udik sebanyak 25.725 penduduk, Kelurahan

Pondok Cabe Ilir 19.713 penduduk, Kelurahan Benda Baru sebanyak 29.635

penduduk, Kelurahan Bambu Apus sebanyak 16.421, dan Kelurahan

Kedaung sebanyak 35.666 penduduk (Dinas Kesehatan Tangerang Selatan,

2014).

Selain memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak, Kelurahan

Pamulang Barat merupakan kelurahan yang mempunyai kasus DBD cukup

tinggi pada periode Januari-Desember 2014 yaitu sebanyak 33 kasus (IR:

71,94 per 100.000 penduduk. Akan tetapi nilai ABJ pada kelurahan tersebut

telah mencapai ≥ 95% (Puskesmas Pamulang, 2014).

Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang

seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan

dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2013). Tindakan pencegahan

merupakan tindakan pilihan yang terbaik (Rusli, 2009). Oleh karena itu

salah satu tindakan pencegahan peningkatan kasus DBD adalah

diperlukannya pengendalian vektor dari penyakit DBD untuk menurunkan

atau menekan populasi vektor (Sumantri, 2010).

Pengendalian vektor DBD diperlukan karena nilai dari kepadatan

vektor tersebut dapat mempengaruhi kejadian DBD. Hal tersebut dibuktikan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Wuryaningsih (2013) yang

menyatakan bahwa kejadian DBD terjadi pada wilayah yang mempunyai

angka kepadatan vektor DBD tinggi. Sejalan dengan penelitian tersebut,

5

hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukamto (2007) juga menyatakan

bahwa kepadatan telur nyamuk berhubungan dengan kejadian DBD.

Survei kepadatan vektor DBD dapat dilakukan dengan menggunakan

ovitrap atau yang lebih dikenal dengan perangkap telur. Ovitrap berfungsi

untuk mengurangi populasi nyamuk melalui pemutusan rantai kehidupan

nyamuk mulai dari fase telur. Padel diperiksa untuk menemukan dan

menghitung jumlah telur yang terperangkap. Presentasi ovitrap yang positif

menginformasikan tingkat paparan nyamuk Aedes spp. Jumlah telur

digunakan untuk estimasi populasi nyamuk betina dewasa (Morato et al.

2005 dalam Fatmawati, 2014).

Pengendalian populasi nyamuk Aedes aegypti dapat dilakukan

dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor (Kemenkes RI,

2013). Salah satu cara untruk meminimalkan habitat perkembangbiakan

vektor dapat dilakukan dengan pelaksanaan PSN untuk mengendalikan

vektor DBD dengan cara memutus rantai penularan nyamuk. Pernyataan

tersebut didukung dalam penelitian yang dilakukan oleh Novitasari, dkk

(2013) bahwa perilaku PSN-DBD berhubungan dengan keberadaan jentik

DBD. Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh

Riyadi,dkk (2012) menyatakan bahwa tindakan PSN-DBD berhubungan

dengan densitas larva Aedes aegypti.

Kemenkes RI (2014) keberhasilan PSN DBD dapat diukur dengan

Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ ≥ 95% diharapkan penularan DBD

dapat dicegah atau dikurangi. Namun, dari 33 kasus DBD yang terjadi di

Kelurahan Pamulang Barat pada tahun 2014, berdasarkan laporan jumantik

6

pada tahun yang sama di Puskesmas Pamulang tercatat dari 25 RW yang

terdapat di Kelurahan Pamulang Barat, RW 01 merupakan RW yang

memiliki ABJ terendah yaitu 90% (Puskesmas Pamulang, 2014).

Kegiatan PSN-DBD dapat mengendalikan populasi nyamuk Aedes

aegeypti dan keberhasilan pelaksanaan PSN-DBD tersebut ditandai dengan

ABJ yang menunjukkan ≥95%. Selain tindakan pengendalian, perlu juga

pengamatan status vektor salah satunya berupa indeks ovitrap. Maka

peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan perilaku PSN-DBD

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

1.2 Rumusan Masalah

Kelurahan Pamulang Barat merupakan kelurahan endemis DBD

dengan kasus sebanyak 33 kasus (IR: 71,94 per 100.000 penduduk) pada

periode Januari-Desember 2014, selain itu Kelurahan Pamulang Barat

merupakan kelurahan yang memiliki jumlah penduduk terpadat di

Kecamatan Pamulang, yaitu sebanyak 45.869 penduduk, sehingga

memudahkan penularan DBD.

Berdasarkan data laporan jumantik pada tahun 2014 tercatat dari 25

RW yang terdapat di Kelurahan Pamulang Barat, RW 01 merupakan RW

yang memiliki ABJ terendah yaitu 90%. Nilai ABJ dapat digunakan sebagai

indikator keberhasilan pelaksanaan PSN-DBD karena kegiatan PSN-DBD

dapat mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti.

7

Disamping tindakan pengendalian, diperlukan juga pengamatan

mengenai status vektor dengan mengetahui kepadatan dari vektor tersebut.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui “Hubungan Perilaku

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD)

dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015”.

1.3 Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana gambaran tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada

ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

b. Bagaimana gambaran perilaku menguras tempat penampungan air di

RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

c. Bagaimana gambaran perilaku menutup tempat penampungan air di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

d. Bagaimana gambaran perilaku mengubur barang bekas di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

e. Bagaimana gambaran perilaku memperbaiki saluran air yang tidak

lancardi RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

f. Bagaimana gambaran perilaku memasang kawat kasa di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

g. Apakah ada hubungan antara perilaku menguras tempat penampungan

air dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di

RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

8

h. Apakah ada hubungan antara perilaku menutup tempat penampungan air

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

i. Apakah ada hubungan antara perilaku mengubur barang bekas dengan

tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

j. Apakah ada hubungan antara memperbaiki saluran air yang tidak lancar

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

k. Apakah ada hubungan antara perilaku memasang kawat kasa dengan

tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan perilaku PSN-DBD dengan tingkat

densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan

Pamulang Barat tahun 2015.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran tingkat densitas telur nyamuk Aedes

aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun

2015.

b. Mengetahui gambaran perilaku menguras tempat penampungan

air di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

9

c. Mengetahui gambaran perilaku menutup tempat penampungan air

di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

d. Mengetahui gambaran perilaku mengubur barang bekas di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

e. Mengetahui gambaran memperbaiki saluran air yang tidak lancar

di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

f. Mengetahui gambaran perilaku memasang kawat kasa di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

g. Mengetahui hubungan antara perilaku menguras tempat

penampungan air dengantingkat densitas telur nyamuk Aedes

aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun

2015.

h. Mengetahui hubungan antara perilaku menutup tempat

penampungan air dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes

aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun

2015.

i. Mengetahui hubungan antara perilaku mengubur barang bekas

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap

di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

j. Mengetahui hubungan antara memperbaiki saluran air yang tidak

lancar dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada

ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

10

k. Mengetahui hubungan antara perilaku memasang kawat kasa

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap

di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Masyarakat

Sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai

pentingnya PSN dalam upaya pengendalian vektor DBD.

1.5.2 Bagi Peneliti

Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai

hubungan perilaku PSN-DBD dengan tingkat densitas telur nyamuk

Aedes aegypti pada ovitrap.

1.5.3 Bagi Puskesmas Pamulang

Dapat memberikan informasi kepada Puskesmas Pamulang

untuk menentukan kebijakan atau program dalam rangka menurunkan

angka kejadian DBD di Kelurahan Pamulang Barat, Tangerang

Selatan.

1.5.4 Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Menambahkan informasi kepada Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan yaitu berupa data mengenai tingkat densitas telur

nyamuk Aedes aegypti khususnya di Kelurahan Pamulang Barat.

11

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berjudul hubungan perilaku PSN-DBD dengan tingkat

densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan

Pamulang Barat, Kota Tangerang Selatan tahun 2015. Penelitian ini telah

dilakukan di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat yaitu dengan sampel

sebanyak 235 rumah. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Data yang

digunakan untuk mengetahui jumlah kasus DBD dan ABJ pada penelitian ini

dengan menggunakan data sekunder mengenai jumlah kasus kejadian DBD

dan ABJ tahun 2014 yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan dan Puskesmas Pamulang. Data yang digunakan untuk mengetahui

perilaku PSN-DBD adalah data primer yang didapatkan dengan metode

wawancara dengan menggunakan kuesioner dan data kepadatan telur

nyamuk Aedes aegypti didapatkan dengan metode observasi telur nyamuk

Aedes aegypti pada ovitrap.

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit DBD adalah penyakit menular yang diakibatkan oleh virus

dengue dan disebarluaskan oleh nyamuk terutama spesies Aedes aegypti.

WHO menggolongkan penyakit ini ke dalam penyakit infeksi baru yang

sedang muncul dan meningkat karena semakin meluasnya sebaran geografis

serta semakin meningkatnya jumlah penduduk yang terkena. Lebih dari 2,5

miliar penduduk dunia berisiko terkena penyakit DBD dengan mayoritas

atau sekitar 70% populasi hidup di kawasan Asia Pasifik (Pratamawati,

2012).

Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit demam virus

akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi, dan tulang penurunan

jumlah sel darah putih dan ruam-ruam (Sucipto, 2011). Penyakit DBD

menyerang semua orang tidak terbatas oleh kelompok umur tertentu.

Hingga saat ini proporsi kasus DBD yang terbanyak adalah pada golongan

anak-anak. Namun dalam dekade ini proporsi kasus DBD pada golongan

umur dewasa cenderung meningkat (Rusli, 2009).

2.2 Penyebab Penyakit Demam Berdarah

Penyakit DBD disebabkan oleh infeksi virus dengue yang terdiri dari

empat tipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4, dan ditularkan melalui

13

gigitan nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang telah

terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD lainnya. Virus penyebab

DBD adalah virus dengue anggota dari genus flavivirus (Arbovirus group

B). Maksud dari Arbovirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

yang ditularkan oleh antrophoda (Ginanjar, 2008).

Menurut Depkes RI (2007), keempat virus tersebut terdapat

diberbagai daerah di Indonesia. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan

oleh Badan Litbang Departemen Kesehatan RI menujukkan bahwa Dengue

DEN-3 merupakan serotype virus dominan yang menyebabkan kasus berat.

Selain itu, adanya kebiasaan masyarakat menampung air untuk

keperluan sehari-hari seperti menampung air hujan, menampung air sumur

atau membeli air di penjual air sehingga bak mandi atau drum/tempayan

jarang dikuras berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Ada

pula kebiasaan masyarakat menyimpan barang-barang bekas tetapi kurang

rajin memeriksa lingkungan terhadap adanya air yang tertampung di dalam

tempat penampungan air (TPA) serta kurang melaksanakan kebersihan

lingkungan, akibatnya anjuran 3M Plus (Menguras, Menutup, dan Mengubur

Plus menaburkan larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, serta

pemakaian insektisida rumah tangga) untuk mencegah DBD belum

terlaksana secara efektif (Pratamawati, 2012).

2.3 Vektor Demam Berdarah Dengue

Hadinegoro (1999) menjelaskan bahwa penyakit DBD tidak

langsung ditularkan dari orang ke orang, melainkan ditularkan melalui

14

vektor yaitu nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Di

Indonesia nyamuk Aedes agypti tesebar luas di seluruh pelosok tanah air,

baik di kota ataupun di desa kecuali di wilayah yang ketinggiannya lebih

dari 100 meter diatas permukaan laut. Aedes aegypti adalah salah satu vektor

yang efisien untuk arbovirus karena nyamuk ini sangat antropofilik dan

hidup dekat manusia dan sering hidup di dalam rumah.

Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada waktu musim hujan

karena terdapat genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembang

biak nyamuk betina Aedes aegypti. Selain nyamuk betina Aedes aegypti,

nyamuk Aedes albopictus juga salah satu vektor penyebar penyakit demam

berdarah. Akan tetapi peranan nyamuk Aedes albopictus kurang

dibandingkan dengan nyamuk Aedes aegypti hal tersebut karena nyamuk

tersebut tinggal di kebun atau semak-semak sehingga kontak dengan

manusia hanya sedikit, sedangkan nyamuk Aedes aegypti berada di sekitar

rumah dimana manusia tinggal (Hadinegoro, 1999).

Menurut PPM-PL (2002) yang dikutip dalam Sukamto (2007),

nyamuk Aedes aegypti akan menjadi vektor apabila:

a. Ada virus dengue pada orang yang dihisap darahnya, yaitu orang sakit

DBD, 1-2 hari sebelum demam atau 4-7 hari selama demam.

b. Nyamuk hanya akan bisa menularkan penyakit apabila umurnya lebih

dari 10 hari, oleh karena masa inkubasi extrinsik virus di dalam tubuh

nyamuk 8-10 hari. Untuk nyamuk bisa mencapai umur lebih dari 10 hari

perlu tempat hinggap istirahat yang cocok dan kelembaban tinggi, karena

nyamuk bernapas dengan spirakel dengan demikian permukaan

15

tubuhnya luas dan menyebabkan penguapan tinggi, bila kelembaban

rendah nyamuk akan mati kering. Tempat hinggap tersedia oleh adanya

lingkungan fisik dan kelembaban dipengaruhi oleh lingkungan fisik

(curah hujan) atau lingkungan biologi (tanaman hias atau tanaman

pekarangan).

c. Untuk dapat menularkan penyakit dari orang ke orang nyamuk harus

menggigit manusia yang mengandung virus dengue.

d. Untuk bisa bertahan hidup maka jumlah nyamuk harus banyak karena

musuhnya banyak (manusia dan sebagai makanan hewan seperti ikan

kepala timah; katak; cicak).

e. Nyamuk juga harus tahan terhadap virus, karena virus akan

memperbanyak diri di dalam tubuh nyamuk dan bergerak dari lambung,

menembus dinding lambung, dan kelenjar ludah nyamuk. Pemberantasan

vektor tidak selalu berarti pemberantasan nyamuk bisa juga dengan cara

mengurangi salah satu dari 5 (lima) syarat tadi. Bila banyak nyamuk

Aedes aegypti belum tentu merupakan musim penularan, karena kalau

tidak ada sumber penularan atau umur nyamuk pendek tidak bisa

menjadi vektor.

A. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna

hitam kecoklatan dengan ukuran tubuh antara 3-4cm, dengan

mengabaikan panjang kakinya. Nyamuk jantan dan betina tidak

memiliki perbedaan dalam ukuran, namun nyamuk jantan memiliki

16

tubuh lebih kecil daripada betina dan terdapat rambut-rambut tebal

pada antena nyamuk jantan (Ginanjar, 2008).

Menurut Sungkar (2005) yang dikutip di dalam Sucipto (2011),

bagian tubuh nyamuk Aedes aegypti dewasa secara umum terdiri atas

kepala, dada (thorax), dan perut (abdomen). Tanda khas Aedes aegypti

berupa gambaran lyre pada bagian dorsal thorax (mesonotum) yaitu

sepasang garis putih yang sejajar di tengah dan garis lengkung putih

yang lebih tebal pada setiap sisinya. Probosis berwarna hitam,

skutelum bersisik lebar berwarna putih dan abdomen berpita putih pada

bagian basal. Ruas tarsus kaki belakang berpita putih. Berikut

merupakan morfologi dari nyamuk Aedes aegypti dewasa:

B. Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti

Perkembangan nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa

memerlukan waktu sekitar 10-12 hari dan hanya nyamuk betina saja

yang menggigit dan menghisap darah serta memilih darah manusia

untuk mematangkan telurnya. Umur nyamuk tersebut sekitar 2 minggu

Gambar 2.1

Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

Dewasa

17

sampai 3 bulan atau rata-rata 11/2 bulan, tergantung dari suhu

kelembaban udara disekelilingnya (Hadinegoro, 1999).

Adapun stadium telur, larva, pupa sampai menjadi nyamuk

dewasa adalah sebagai berikut:

1. Telur

Nyamuk Aedes aegypti betina dapat bertelur rata-rata 100

butir. Telur Aedes berikuran kecil (± 50 mikron), berwarna hitam,

tampak bulat panjang dan berbentuk oval. Di alam bebas telur

nyamuk diletakkan satu per satu menempel pada dinding

wadah/tempat perindukan terlihat sedikit di atas permukaan air.

Telur tersebut menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva

(Ginanjar, 2008).

Gambar 2.2

Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Sumber: Kemenkes RI, 2013

Gambar 2.3

Telur Aedes sp.

18

2. Larva (Jentik)

Setelah telur menetas tumbuh menjadi larva yang disebut

larva stadium I (instar I). Kemudian larva stadium I ini melakukan

3 kali pengelupasan kulit (ecdysis atau moulting), berturut-turut

menjadi larva stadium 2, 3, dan larva stadium 4. Larva stadium

akhir ini lalu melakukan pengelupasan kulit dan berubah bentuk

menjadi stadium pupa. Larva stadium 4 berukuran 7x4 mm,

mempunyai pelana yang terbuka, bulu sifon satu pasang, dan gigi

sisir yang berduri lateral. Dalam air di wadah, larva Aedes bergerak

sangat lincah dan aktif dengan memperlihatkan gerakan-gerakan

naik ke permukaan air dan turun ke dasar wadah secara berulang-

ulang. Jentik dalam kondisi yang sesuai akan berkembang dalam

waktu 6-8 hari dan kemudian berubah menjadi pupa (kepompong).

3. Pupa

Pupa nyamuk berbentuk seperti koma. Kepala dan dadanya

bersatu dilengkapi sepasang terompet pernapasan. Stadium pupa

ini adalah stadium tak makan. Jika terganggu dia akan bergerak

naik turun di dalam wadah air. Dalam waktu lebih kurang dua hari,

dari pupa akan muncul nyamuk dewasa.

Sumber: Kemenkes RI, 2013

Gambar 2.4

Larva Aedes sp.

19

4. Nyamuk Dewasa

Nyamuk setelah muncul dari kepompong akan mencari

pasangan untuk mengadakan perkawinan. Setelah kawin, nyamuk

siap mencari darah untuk perkembangan telur demi keturunannya.

Nyamuk jantan setelah kawin akan istirahat, dia tidak menghisap

darah tetapi cairan tumbuhan sedangkan nyamuk betina menggigit

dan menghisap darah orang.

C. Perilaku Nyamuk Aedes Aegypti

Berikut ini merupakan penjelasan dari perilaku nyamuk Aedes

aegypti yang meliputi perilaku makan, istirahat, dan jarak terbang

(WHO, 2004);

Sumber: Kemenkes RI, 2013

Gambar 2.5

Pupa Aedes sp.

Sumber: http://www.nacionaltucuman.com

Gambar 2.6

Nyamuk Aedes sp. Dewasa

20

1. Perilaku Makan

Nyamuk Aedes aegypti betina bersifat antropofilik atau

yang dikenal dengan menyukai darah manusia walaupun nyamuk

tersebut juga dapat memakan hewan yang berdarah panas lainnya.

Sedangkan nyamuk Aedes aegypti jantan menghisap cairan

tumbuhan atau sari bunga. Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal,

yaitu mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit

biasanya mulai dari pagi sampai sore hari dengan dua puncak

aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Selain itu

nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah

berulang kali (multiple bites) atau lebih dari satu orang. Menurut

Kemenkes RI (2013), kebiasaan menghisap darah berulang kali

(multiple bites) atau lebih dari satu orang adalah untuk memenuhi

lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat

efektif sebagai penular penyakit.

2. Perilaku Istirahat

Setelah menghisap darah nyamuk Aedes aegypti suka

bersitirahat didalam rumah atau kadang diluar rumah, berdekatan

dengan tempat perkembangbiakannya. Tempat hinggap yang

disenangi adalah benda yang menggantung seperti pakaian,

kelambu, atau tumbuhan di dekat tempat perkembangbiakannya.

Biasanya ditempat yang gelap dan lembab nyamuk menunggu

proses pematangan telurnya (Sucipto, 2011).

21

3. Jarak Terbang

Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dipengaruhi oleh

beberpa faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah,

tetapi dengan batas jarak 100 meter dari tempat kemunculan.

Namun, penelitian terbaru di Peurto Rico menunjukkan bahwa

nyamuk ini dapat menyebar lebih dari 400 meter terutama untuk

tempat bertelur (WHO, 2004).

2.4 Metode Survei Vektor DBD

Menurut Kemenkes RI (2013), metode survei vektor DBD dapat

dilakukan dengan cara survei telur, survei jentik, dan survei nyamuk, seperti;

A. Survei Telur

Survei telur dilakukan dengan memasang Oviposition Trap atau

yang biasa dikenal dengan sebutan ovitrap merupakan perlengkapan

perangkap telur sangat berguna untuk deteksi dini terhadap gangguan

yang baru berlangsung di wilayah nyamuk yang sebelumnya telah

dibasmi. Perangkap telur nyamuk yang dilengkapi dengan

rendaman/infusi jerami telah terbukti sebagai metode surveilans Aedes

aegypti yang sangat reproduktif dan efisien di wilayah perkotaan dan

juga telah terbukti berguna untuk mengevaluasi program-program

pengendalian (WHO, 2004).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Polson, et al

(2002) yang menyatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti betina lebih

menyukai ovitrap yang berisikan rendaman rumput kering daripada yang

22

berisikan air keran. Jenis rumput yang digunakan dapat bermacam-

macam jenis seperti pada penelitian Singh et all (2005) menggunakan

rendaman rumput jenis Cynadon dactyloni, penelitian Santos et all

(2003) menggunakan rumput jenis Eleusine indica (Poaceae), penelitian

Tang et all (2007) menggunakan jenis rumput Axonopus commpressus

dan penelitian Santana et all (2006) menggunakan rumput jenis Panicum

maximum. Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Hoel, et al

(2011) menyatakan bahwa ovitrap yang berwarna hitam lebih menarik

nyamuk dalam mencari tempat untuk bertelur.

Perangkap telur atau ovitrap adalah peralatan yang terdiri dari

tabung gelas kecil bermulut lebar yang di cat hitam bagian luarnya.

Tabung gelas tersebut dilengkapi dengan tongkat kayu (pedel) yang

dijepit vertikal di bagian dalam tabung dan bagian kasarnya menghadap

kearah dalam.Tabung separuhnya diisi dengan air dari rendaman jerami

yang telah direndam selama tujuh hari dan ditempatkan di lokasi yang

diduga menjadi habitat nyamuk, biasanya di dalam atau di lingkungan

sekitar rumah (WHO, 2004).

Padel diperiksa untuk menemukan dan menghitung jumlah telur

yang terperangkap. Presentasi ovitrap yang positif menginformasikan

tingkat paparan nyamuk Aedes aegypti. Jumlah telur digunakan untuk

estimasi populasi nyamuk betina dewasa (Morato et al. 2005 dalam

Fatmawati, 2014). Selain itu, menurut Wahyuningsih (2007) yang

dikutip dari Fatmawati, dkk (2014) menyatakan bahwa ovitrap indeks

dinilai merupakan indikator yang lebih peka dan teliti untuk mengetahui

23

adanya kelimpahan larva Aedes aegypti sebagai vektor DBD

dibandingkan dengan indikator lama seperti House Index dan Breteu

Index. Pemeriksaan padel dilakukan setelah 1 minggu pemasangan

ovitrap. Berikut merupakan cara untuk mengetahui ovitrap indeks;

Berikut merupakan gambar Ovitrap;

Gambar 2.7

Ovitrap dan Padel dengan Telur Aedes aegypti

B. Survei Jentik

Metode survei ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan

terhadap semua media perairan yang potensial sebagai tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti baik di dalam maupun di luar

rumah. Setiap media perairan potensial dilakukan pengamatan jentik

selama 3-5 menit menggunakan senter. Hasil survei jentik dicatat dan

dilakukan analisis perhitungan sebagai berikut:

Sumber http://www.contracostamosquito.com

24

1) Angka Bebas Jentik (ABJ)

ABJ adalah presentase pemeriksaan jentik yang dilakukan di

semua desa/kelurahan setiap tiga bulan oleh petugas puskesmas pada

rumah-rumah penduduk yang diperiksa secara acak.

2) House Indeks (HI)

HI adalah presentasi jumlah rumah yang ditemukan jentik

yang dilakukan di semua desa/kelurahan oleh petugas puskesmas

setiap tiga bulan pada rumah-rumah yang diperiksa secara acak.

3) Container Indeks (CI)

CI adalah presentase pemeriksaan jumlah container yang

diperiksa yang ditemukan jentik pada container di rumah penduduk

yang dipilih secara acak.

4) Breteau Indeks (BI)

BI adalah presentase pemeriksaan jumlah container yang

diperiksa yang ditemukan jentik di rumah penduduk yang dipilih

secara acak.

25

C. Survei Nyamuk

Survei nyamuk dilakukan dengan cara menangkap nyamuk yang

hinggap di badan (human landing collection/ HLC) dan hinggap di

dinding dalam rumah atau tempat lainnnya seperti baju yang

menggantung, kelambu, horden dan sebagainya. Hasil penangkapan

nyamuk dianalisis dengan angka kepadatan nyamuk perorang perjam

(man hour density/MHD), angka kepadatan nyamuk perorang perhari

(man bitting rate/ MBR), dan angka hinggap di dinding ( resting rate/

RR) seperti;

1) Man Hour Density/MHD

2) Man Bitting Rate/ MBR

3) Resting Rate/ RR

2.5 Kepadatan Telur Nyamuk Aedes Aegypti

Kerapatan populasi adalah besarnya populasi dalam hubungannya

dengan beberapa satuan ruangan. Umumnya dinyatakan sebagai jumlah

individu atau biomas populasi per satuan aeral atau volume. Kerapatan

populasi juga sering dipakai untuk mengetahui apakah populasi sedang

26

berubah (berkurang atau bertambah) (Sudarsono, 2008). Pengukuran

kelimpahan atau kepadatan jumlah telur pada ovitrap dapat dihitung dengan

mengetahui rata-rata jumlah telur nyamuk per satuan ovitrap (Fatmawati,

2014) yaitu;

2.6 Pengertian Perilaku

Perilaku manusia merupakan aktivitas atau kegiatan dari manusia itu

sendiri. Kegiatan tersebut merupakan hasil hubungan antara stimulus dan

respon terhadap stimulus tersebut. Jadi, dapat diartikan bahwa perilaku

adalah kegiatan atau aktivitas manusia itu sendiri yang dapat diamati

(Notoatmodjo, 2007).

2.7 Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD

Perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD biasa dikenal

dengan kegiatan 3M namun kegiatan tersebut telah diintensifkan sejak tahun

1992 dan pada tahun 2000 dikembangkan menjadi 3M Plus. Menurut

Kemenkes RI (2013), pengendalian fisik (PSN 3M) merupakan alternatif

utama pengendalian vektor DBD melalui upaya pemberantasan sarang

nyamuk (PSN) dengan cara menutup, menguras, dan mengubur/mendaur

ulang (3M). PSN sebaiknya dilakukan setiap minggu sehingga terjadi

pemutusan rantai pertumbuhan pra dewasa nyamuk tidak menjadi dewasa.

Sasaran dari PSN 3M adalah semua tempat potensial pekembangbiakan

nyamuk Aedes, antara lain tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan

27

sehari-hari, tempat penampungan air bukan keperluan sehari-hari (non-

TPA), dan tempat penampungan air alamiah.

Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti bertujuan untuk menurunkan

angka kejadian DBD. Pemberantasan nyamuk tersebut dapat dilakukan

dengan upaya pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN-DBD). Menurut

penelitin yang dilakukan oleh Riyadi, dkk (2012) menyatakan bahwa

tindakan PSN-DBD berhubungan dengan densitas larva Aedes aegypti.

Habitat perkembangbiakan Aedes aegypti ialah tempat-tempat yang

dapat menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-

tempat umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat

dikelompokkan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2013);

A. Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari

seperti drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi, dan ember.

B. Tempat Penampungan Air (TPA) bukan untuk keperluan sehari-

hari seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut,

bak kontrol pembuangan air, tempat pembuangan air

kulkas/dispenser, barang-barang bekas (ban, kaleng, botol,

plastik, dan lainnya).

C. Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah seperti lubang pohon,

lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang

dan potongan bambu dan tempurung cokelat/karet, dan lainnya.

28

Menurut Kemenkes RI (2013) PSN 3M Plus dapat dilakukan dengan cara;

1. Menguras Tempat Penampungan Air (TPA)

Menguras adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan

tempat penampungan air minimal seminggu sekali seperti kolam renang,

bak mandi, ember air, penampungan air dibelakang kulkas,

penampungan air dispenser (Pratamawati, 2012). Menurut Sungkar

(2005), menggosok dinding bagian dalam dari bak mandi, dan semua

tempat penyimpanan air secara teratur sekurang-kurangnya seminggu

sekali dapat menyingkirkan telur nyamuk.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jaya (2013), perilaku

menguras tempat penampungan air berhubungan dengan keberadaan

larva Aedes aegypti. Sejalan dengan penelitian tersebut, dalam penelitian

Ramlawati, dkk (2014) menyatakan bahwa pelaksanaan menguras

tempat penampungan air berhubungan dengan densitas larva Aedes

aegypti. Tempat penampungan air merupakan tempat yang disukai oleh

Aedes aegypti untuk berkembang biak, karena Aedes aegypti

memerlukan air untuk meletakkan telurnya agar cepat menetas

(Kemenkes RI, 2013).

2. Menutup Rapat Tempat Penampungan Air (TPA)

Menutup rapat tempat penampungan air adalah memberi tutup

yang rapat pada tempat air ditampung seperti bak mandi, kendi, gentong

air (Pratamawati, 2012). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jaya

(2013) perilaku menutup tempat penampungan air berhubungan dengan

keberadaan larva Aedes aegypti. Namun sebaliknya, penelitian yang

29

dilakukan Ramlawati (2014) menyatakan bahwa tindakan menutup

tempat penampungan air tidak berhubungan dengan densitas larva Aedes

aegypti.

Menurut Sungkar (2005), ternyata TPA tertutup lebih sering

mengandung larva dibandingkan dengan TPA yang terbuka. Hal tersebut

karena penutup TPA jarang tertutup dengan baik dan sering dibuka

untuk mengambil air didalamnya. TPA yang tutupnya longgar seperti

itu, lebih disukai nyamuk untuk tempat bertelur karena ruangannya lebih

gelap daripada tempat air yang tidak tertutup sama sekali.

3. Mengubur Barang-Barang Bekas yang Dapat Menampung Air

Hujan

Kegiatan mengubur barang bekas adalah memendam di dalam

tanah sampah plastik atau barang bekas yange memiliki potensi

menampung air hujan sehingga dapat menjadi tempat nyamuk Aedes

aegypti berkembang biak (Pratamawati, 2012). Pada penelitian Suyasa

(2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara keberadaan

kontainer dengan keberadaan vektor DBD.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ramlawati, dkk (2014)

tindakan mengubur barang bekas tidak dapat dihubungkan dengan

densitas larva Aedes aegypti. Hal tersebut berbeda dengan penelitian

yang dilakukan oleh Desniawati (2014) yaitu pelaksanaan mengubur

barang bekas berhubungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

30

4. Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan Minimal

Seminggu Sekali

Menurut Saniambara et. al (2003) yang dikutip oleh Suyasa

(2008) menyatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang

biak di tempat penampungan air bersih dan yang tidak beralaskan tanah,

seperti bak mandi, drum dan kaleng bekas, tempat minum burung dan

pot tanaman hias. Keberadaan pot tanaman hias di rumah khusunya yang

menggunakan media air sebagai pertumbuhan pada kenyataannya

terdapat genangan air. Genangan air tersebut dijadikan sebagai breeding

place atau tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti (Suyasa,

2008).

Penggantian air pada vas bunga dan tempat minuman hewan

dapat dilakukan dengan membuang air yang lama dengan menggantinya

dengan air yang baru secara rutin minimal seminggu sekali. Hal tersebut

dilakukan agar telur nyamuk yang terdapat dalam vas bunga atau tempat

minum hewan terbuang bersama air yang lama.

5. Memperbaiki Saluran dan Talang Air yang Tidak Lancar/Rusak

Saluran air dan talang air yang tidak lancar/rusak harus

diperbaiki karena dapat menyebabkan air menggenang sehingga dapat

menjadi tempat potensial nyamuk Aedes aegypti berkembang biak

(Kemenkes RI, 2013). Nyamuk Aedes aegypti tidak hanya berkembang

biak pada air bersih, namun dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Hadi (2006) air yang terpolusi dapat menjadi tempat perindukan dan

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Desniawati (2014) menyatakan bahwa terdapat hubungan

31

antara pelaksanaan memperbaiki saluran air dan talang air yang tidak

lancar dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

6. Menutup Lubang-Lubang Pada Potongan Bambu/Pohon dengan

Tanah

Menurut Saniambara (2003) yang dikutip dalan Suyasa (2008)

selain bak mandi, drum dan kaleng bekas, tempat minum burung dan pot

tanaman hias yang dapat dijadikan tempat berkembang biak nyamuk

Aedes aegypti, kadang-kadang ditemukan juga di pelepah daun, lubang

pagar/bambu, dan lubang tiang bendera. Selain itu menurut Macdonald

(1967) yang dikutip dalam Hadi (2006) menyatakan bahwa tempat

perindukan nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat yang dapat

menampung air yang mengandung bahan-bahan organik yang

membusukd an tempat-tempat yang digunakan oleh manusia sehari-hari,

seperti bak mandi, drum air, kaleng bekas, ketiak daun, dan lubang

lubang batu.

7. Kegiatan Plus PSN 3M

a. Menaburkan Bubuk Larvasida

Menaburkan bubuk larvasida dikenal dengan istilah abatisasi.

Abatisasi merupakan penggunaan larvasida temefos (abate) untuk

memberantas larva Aedes aegypti. Temefos yang digunakan berbetuk

butir pasir dengan dosis 1 ppm artinya 1 bagian abate dalam satu

juta bagian air atau I gram Temefos SG (sand granuler) 1% per 10

liter air. Abatisasi pada tempat penampungan air mempunyai efek

residu selama 2-3 bulan (Depkes RI, 1995 dalam Sungkar, 2005).

32

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Desniawati (2014) menyatakan

bahwa tidak terdapat hubungan antara abatisasi dengan keberadaan

larva Aedes aegypti.

b. Memelihara Ikan Pemakan Jentik Di Kolam/Bak Penampung

Air

Memelihara ikan pemakan jentik merupakan salah satu cara

pengendalian vektor DBD dengan menggunakan metode biologi.

Pengendalian tersebut dapat menggunakan predator/pemangsa,

parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasa vektor

DBD. Jenis predator yang digunakan adalah ikan pemakan jentik

seperti cupang, tampalo, gabus, dan guppy (Kemenkes RI, 2013).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jaya (2013) memelihara

ikan pemakan jentik tidak berhubungan dengan keberadaan larva

Aedes aegypti.

c. Memasang Kawat Kasa

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suyasa (2008)

pemakaian kawat kasa tidak berhubungan dengan keberadaan vektor

DBD, tidak adanya hubungan tersebut karena kasa anti nyamuk

belum dianggap sebagai alternatif praktis diperkotaan selain itu ada

kecenderungan pemasangan kasa anti nyamuk tidak pada semua

pintu maupun jendela yang ada di rumah. Hal tersebut sejalan

dengan penelitian Desniawati (2014) yaitu tidak adanya hubungan

antara pemasangan kawat kasa dengan keberadaan larva Aedes

aegypti.

33

d. Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian

Menurut Sucipto (2011) tempat hinggap yang disenangi

nyamuk Aedes aegypti adalah benda-benda yang menggantung

seperti pakaian, kelambu atau tumbuh-tumbuhan yang dekat dengan

tempat perkembangbiakannya biasanya tempat yang gelap dan

lembab. Sejalan dengan pernyataan tersebut, penelitian yang

dilakukan oleh Suyasa (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan

antara kebiasaan menggantung pakaian dengan keberadaan vektor

DBD di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Selatan.

e. Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang Optimal

Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat yang gelap dan

lembab karena pada tempat seperti itulah nyamuk Aedes aegypti

betina menunggu proses pematangan telurnya (Sucipto, 2011).

Menurut KepMenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang

persyaratan kesehatan rumah tinggal diketahui bahwa syarat luas

lubang ventilasi minimal berukuran 10% dari luas lantai rumah.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayuningsih, dkk

(2014) menyatakan bahwa pencahayaan di dalam rumah mempunyai

hubungan dengan kepadatan nyamuk Aedes aegypti. Sejalan dengan

penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Desniawati (2014)

menyatakan bahwa adanya hubungan antara mengupayakan

pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai dengan keberadaan

larva Aedes aegypti.

34

f. Menggunakan Kelambu

Penggunaan kelambu merupakan perlindungan dari gigitan

nyamuk (Sungkar, 2005). Kelambu dapat digunakan saat tidur

terutama pada pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 untuk

menghindari gigitan nyamuk pada saat tidur sebagai upaya

perseorangan (Kemenkes RI, 2013). Namun menurut Sucipto (2011)

kelambu merupakan salah satu benda yang menggantung yang

disenangi nyamuk Aedes aegypti.

g. Memakai Obat yang Dapat Mencegah Gigitan Nyamuk

Upaya perlindungan perorangan yang dapat dilakukan untuk

mencegah gigitan nyamuk adalah memakai obat yang dapat

mencegah gigitan nyamuk (Sungkar, 2005). Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Sumantri dkk (2013) terdapat hubungan bermakna

antara kebiasaan memakai lotion nyamuk dengan kejadian DBD di

Kota Pontianak.

2.8 Pengukuran Perilaku PSN-DBD

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni

dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

beberapa jam, hari, bulan yang lalu (recall). Pengukuran perilaku juga dapat

dilakukan secara langsung yaitu dengan melakukan observasi terhadap

tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2007).

Pada penlitian ini pengukuran perilaku PSN-DBD dilakukan secara

langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara tidak langsung dilakukan

35

dengan wawancara kepada responden dengan menggunakan kuesioner

mengenai perilaku PSN-DBD terkait perilaku menguras tempat

penampungan air, menutup tempat penampungan air, mengubur barang

bekas, perilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar dan perilaku

menggunakan kawat kasa. Sedangkan pengukuran perilaku PSN-DBD

secara langsung dilakukan dengan cara observasi di rumah responden.

36

2.9 Kerangka Teori

Berdasarkan teori dan penelitian diatas, maka diperoleh kerangka teori sebagai berikut

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi Teori dan penelitian dari Kemenkes RI (2013), Hadinegoro (1999),

Jaya (2013), Suyasa (2008), Hadi (2006), Sucipto (2011), Ayuningsih (2011), Desniawati

(2014) dan Ramlawati, dkk (2014).

Perilaku PSN:

1. Menguras Tempat Penampungan Air

(TPA).

2. Menutup Tempat Penampungan Air

(TPA).

3. Mengubur barang-barang bekas.

4. Mengganti air vas bunga dan tempat

minum hewan.

5. Memperbaiki saluran dan talang air

yang tidak lancar/rusak.

6. Menutup lubang-lubang pada

potongan bambu dan pohon dengan

tanah.

7. Menabur bubuk abate.

8. Memelihara ikan pemakan jentik.

9. Memasang kawat kasa

10. Menghindari kebiasaan menggantung

pakaian.

11. Mengupayakan pencahayaan dan

ventilasi yang memadai.

12. Menggunakan kelambu.

Densitas Telur

Nyamuk Aedes

aegypti

- Tempat

Perindukan

Nyamuk

- Ovitrap

Densitas

Nyamuk Aedes

aegypti

Demam

Berdarah

Dengue (DBD)

37

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini berdasarkan pada teori dan

penelitian dari Kemenkes RI (2013), Jaya (2013), Suyasa (2008), Hadi

(2006), Sucipto (2011), Ayuningsih (2011), Desniawati (2014), Ramlawati,

dkk (2014), dan Winarsih (2013). Berdasarkan teori dan penelitian tersebut,

terdapat beberapa perilaku PSN yang memengaruhi keberadaan vektor

DBD.

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode survei telur dengan

alat ovitrap. Variabel yang diukur pada penelitian ini meliputi perilaku

menguras TPA, perilaku menutup TPA, perilaku mengubur barang bekas,

perilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar dan perilaku

menggunakan kawat kasa. Berikut alasan pemilihan variabel yang diteliti:

a. Habitat perkembangbiakan Aedes aegypti adalah tempat yang dapat

menampung air karena Aedes aegypti membutuhkan air untuk

meletakkan telurnya agar cepat menetas. Pada alam bebas telur nyamuk

tersebut diletakkan satu per satu menempel pada dinding TPA. Oleh

karena itu perlunya dilakukan perilaku menguras TPA untuk

menghilangkan telur nyamuk tersebut.

b. Nyamuk Aedes aegypti membutuhkan air untuk meletakkan telurnya

agar cepat menetas. Namun sebagian masyarakat mempunyai kebiasaan

38

menampung air untuk keperluan sehari-hari seperti memasak dan mandi.

Oleh karena itu perlu pemberian tutup pada TPA agar nyamuk Aedes

aegypti tidak dapat meletakkan telurnya.

c. Tempat-tempat yang dapat menampung air baik di dalam, di luar atau

tempat umum merupakan tempat habitat perkembangbiakan nyamuk

Aedes aegypti. Oleh karena itu barang-barang bekas yang berpotensi

menampung air hujan perlu ditiadakan untuk meminimalisasi tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. salah satu cara untuk

meniadakan barang bekas tersebut adalah dengan mengubur barang-

barang bekas tersebut.

d. Saluran air yang tidak lancar dapat berpotensi menjadi habitat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti karena nyamuk Aedes aegypti

tidak hanya berkembangbiak pada air bersih saja namun dapat

berkembangbiak pada air yang terpolusi.

e. Ventilasi merupakan jalur pertukaran udara namun dapat menjadi

gerbang masuknya Aedes aegypti. Oleh karena itu diperlukan kawat kasa

untuk menghalangi masuknya nyamuk Aedes aegypti ke dalam rumah.

39

Berikut ini merupakan kerangka konsep dari penelitian ini;

Bagan 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

Tingkat

Densitas Telur

Nyamuk

Aedes aegypti

Pada Ovitrap

Perilaku Menutup Tempat

Penampungan Air

Perilaku Menguras Tempat

Penampungan Air

Perilaku Mengubur Barang Bekas

Perilaku Memperbaiki Saluran Air

yang Tidak Lancar

Perilaku Memasang Kawat Kasa

40

3.1 Definisi Operasional

Berikut merupakan definisi operasional dari variabel penelitian ini;

Tabel 3.1

Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

Tingkat

Densitas Telur

Nyamuk Aedes

aegypti Pada

Ovitrap

Tingkat kepadatan telur nyamuk

yang menempel pada kertas saring

yang dipasang pada ovitrap

Ovitrap Menghitung kepadatan telur dengan

menggunakan rumus

0. Rendah : rata-rata

jumlah telur ≤ nilai

median.

1. Tinggi : rata-rata

jumlah telur ≥ nilai

median.

Ordinal

Perilaku

Menguras

Tempat

Penampungan

Air

Membuang seluruh air yang terdapat

di dalam tempat penampungan air

pada bak mandi, tempayan, ember,

drum, vas bunga, tempat minum

hewan, penampungan air kulkas, dan

dispenser lalu membersihkannya

dengan cara menggosok atau

menyikat permukaan/dinding tempat

penampungan air tersebut yang

dilakukan minimal seminggu sekali.

Kuesioner Wawancara 0. Ya: Jika

responden

menguras seluruh

TPA.

1. Tidak: Jika

responden tidak

menguras salah

satu dari TPA.

Ordinal

41

Perilaku

Menutup

Tempat

Penampungan

Air

Memberi tutup yang rapat pada

tempayan, ember, dan drum sehingga

tidak memungkinkan nyamuk masuk

1. Kuesioner

2. Lembar

Observasi

1. Wawancara

2. Observasi

0. Ya : Jika

responden

menutup seluruh

TPA.

1. Tidak: Jika

responden tidak

menutup salah

satu dari TPA.

Ordinal

Perilaku

Mengubur

Barang Bekas

Memasukkan botol, kaleng bekas,

atau ban bekas yang berpotensi

menampung air sehingga dapat

menjadi tempat perindukan nyamuk

ke dalam lubang lalu menutupnya

kembali dengan tanah dengan rata.

Kuesioner

Wawancara 0. Ya: Jika

responden

mengubur seluruh

barang bekas.

1. Tidak : Jika

responden tidak

mengubur salah

satu dari barang

bekas.

Ordinal

Perilaku

Memperbaiki

Saluran air

yang Tidak

Lancar

Memperbaiki saluran air di sekitar

rumah yang terbuka (selokan) dan

tidak lancar sehingga menyebabkan

air tergenang.

Kuesioner Wawancara 0. Ya

1. Tidak

Ordinal

Perilaku

Memasang

Kawat Kasa

Memasang kawat kasa pada setiap

ventilasi rumah.

1. Kuesioner

2. Lembar

Observasi

1. Wawancara

2. Observasi

0. Ya

1. Tidak

Ordinal

42

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara perilaku menguras tempat penampungan air

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015.

2. Ada hubungan antara perilaku menutup tempat penampungan air dengan

tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015.

3. Ada hubungan antara perilaku mengubur barang bekas dengan tingkat

densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan

Pamulang Barat Tahun 2015.

4. Ada hubungan antara perilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015.

5. Ada hubungan antara perilaku memasang kawat kasa dengan tingkat

densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan

Pamulang Barat Tahun 2015.

43

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain studi cross

sectional. Pemilihan desain tersebut dilakukan karena dalam melihat

variabel independen yang meliputi perilaku menguras TPA, perilaku

menutup TPA, perilaku mengubur barang bekas, perilaku memperbaiki

saluran air yang tidak lancar dan perilaku memasang kawat kasa dengan

variabel dependen yaitu tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada

ovitrap yang diamati dalam waktu yang bersamaan.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah di lakukan di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat,

Tangerang Selatan. Lokasi ini dipilih karena kelurahan tersebut merupakan

kelurahan yang mempunyai kasus DBD tertinggi di Kecamatan Pamulang,

Tangerang Selatan yaitu sebanyak 33 kasus (IR 71,94 per 100.000

penduduk) pada periode Januari-Desember 2014 selain itu juga mempunyai

kepadatan penduduk yang cukup diantara kelurahan lainnya yaitu 45.869

penduduk. Dari 25 RW yang terdapat di Kelurahan Pamulang Barat, nilai

ABJ terendah ditemukan di RW 01.Penelitian ini telah dilaksanakan pada

bulan November-Desember 2015.

44

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah yang terdapat di

RW 01 Kelurahan Pamulang Barat, Tangerang Selatan yang berjumlah 538

rumah yang terdiri dari 3 RT. Besaran sampel minimal yang akan diambil

pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus (Ariawan, 2010);

[

√ √

]

Keterangan:

N : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

P1 : Proporsi pada variabel Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Densitas Larva Aedes aegypti

sebesar 0,305 dari penelitian terdahulu (Ramlawati, 2014).

P2 : Proporsi pada variabel Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Densitas Larva Aedes aegypti

sebesar 0,179 dari penelitian terdahulu (Ramlawati, 2014).

Q1 : 1-P1

Q2 : 1-P2

P : Rata-rata proporsi [

]

Q : 1-P

: Derajat kemaknaan, α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5%= 1.96

: Kekuatan uji 1-β, yaitu sebesar 95% = 0,84

45

Perhitungan besar sampel minimalnya adalah:

[ √ √

]

[

]

[ ]

223.84 ~ 224

Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode simple random sampling sebagai berikut;

Tabel 4.1

Sampel Penelitian

RT Jumlah Rumah Sampel

RT 01 242

x 235 = 106

RT 02 121

x 235 = 53

RT 03 175

x 235 = 76

Jumlah 538 235

4.4 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Berikut merupakan penjelasan mengenai jenis data dan metode

pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini;

4.4.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder sebagai berikut;

46

A. Data Primer

Data primer pada penelitian ini adalah data perilaku PSN-

DBD dan tingkat densitas telur Aedes egypti pada ovitrap di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat, Tangerang Selatan tahun 2015.

B. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data kejadian

DBD dan ABJ yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Tangerang

Selatan dan Puskesmas Kelurahan Pamulang serta data penduduk

yang didapatkan dari Kelurahan Pamulang.

4.4.2 Metode Pengumpulan Data

Data primer dalam penelitian ini diambil melalui kuesioner dan

observasi. Variabel yang diambil dengan menggunakan kuesioner

meliputi perilaku menguras TPA, perilaku menutup TPA, perilaku

mengubur barang bekas, perilaku memperbaiki saluran air yang tidak

lancar dan perilaku memasang kawat kasa. Variabel yang diambil

dengan melakukan observasi meliputi perilaku menutup TPA, perilaku

memasang kawat kasa dan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti

sesuai dengan sampel dan teknik sampling yang telah ditentukan.

Berikut ini merupakan penjelasan mengenai metode

pemasangan ovitrap dan metode menghitung telur nyamuk Aedes

aegypti pada ovitrap:

47

A. Metode Pemasangan Ovitrap

Ovitrap merupakan pengecoh dari tempat

perkembangbiakan nyamuk. Oleh karena itu ovitrap diletakkan

dekat dengan habitat nyamuk Aedes aegypti yang berada di

dalam dan di luar rumah. Menurut Polson (2002) nyamuk Aedes

aegypti betina lebih menyukai ovitrap yang berisikan rendaman

rumput kering dibandingkan dengan air keran. Oleh karena itu

telur yang ditemukan selain di ovitrap dapat diabaikan.

Ovitrap diletakkan pada hari yang bersamaan pada saat

memberikan kuesioner kepada responden. Lama pemasangan

ovitrap yaitu selama 3 hari untuk memperkecil kemungkinan

telur menjadi larva, telur akan menetas menjadi jentik dalam

waktu ± 2 hari setelah telur terendam air, sehingga ovitrap di

observasi pada hari ketiga. Berikut ini merupakan prosedur

pembuatan ovitrap menurut Polson (2002);

a) Memberikan warna hitam pada bagian luar gelas plastik

sehingga bagian dalam gelas tersebut berwarna gelap.

b) Potong kertas saring disesuaikan dengan ukuran bagain

dalam ovitrap.

c) Menempelkan kertas saring pada dinding bagian dalam

ovitrap.

d) Mengisi gelas plastik dengan air rendaman rumput kering

yang telah direndam selama 7 hari. Jenis rumput yang

digunakan dapat bermacam-macam jenis seperti pada

48

penelitian Singh et all (2005) menggunakan rendaman

rumput jenis Cynadon dactyloni, penelitian Santos et all

(2003) menggunakan rumput jenis Eleusine indica (Poaceae),

penelitian Tang et all (2007) menggunakan jenis rumput

Axonopus commpressus dan penelitian Santana et all (2006)

menggunakan rumput jenis Panicum maximum. Pada

penelitian ini jenis rumput yang digunakan adalah Panicum

maximum dengan konsentrasi 10%.

B. Metode Menghitung Telur

a) Menghitung jumlah telur pada kertas saring.

b) Telur nyamuk Aedes berikuran kecil (± 50 mikron), berwarna

hitam, tampak bulat panjang dan berbentuk oval. Telur

tersebut menempel pada dinding wadah/tempat perindukan

(kertas saring) dan terletak satu per satu di permukaan air.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada variabel tingkat densitas

telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap adalah lembar observasi. Lembar

observasi digunakan untuk observasi mengenai jumlah telur yang

terperangkap pada ovitrap. Alat pendukung yang digunakan dalam variabel

ini adalah ovitrap.

Instrumen penelitian yang digunakan pada variabel perilaku

menguras tempat penampungan air (TPA), menutup tempat penampungan

49

air (TPA), mengubur barang bekas, memperbaiki saluran air yang tidak

lancar dan memasang kawat kasa adalah kuesioner.

a. Pertanyaan mengenai perilaku menguras TPA terdapat pada kode B1

b. Pertanyaan mengenai perilaku menutup TPA terdapat pada kode B2

c. Pertanyaan mengenai perilaku mengubur barang bekas terdapat pada

kode B3

d. Pertanyaan mengenai perilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar

terdapat pada kode B4

e. Pertanyaan mengenai perilaku memasang kawat kasa terdapat pada kode

B5

Selain itu lembar observasi juga digunakan pada variabel menutup

TPA, mengubur barang bekas dan memasang kawat kasa. Lembar observasi

tersebut digunakan untuk menghindari ketidakjujuran responden dalam

menjawab pertanyaan pada kuesioner.

4.6 Pengolahan Data

Selanjutnya data-data yang didapatkan akan diolah dengan langkah

sebagai berikut :

A. Editing, yaitu melakukan pengecekan kelengkapan dan kejelasan isian

lembar kuesioner mengenai perilaku masyarakat terhadap PSN-DBD dan

lembar observasi serta hasil perhitungan jumlah telur nyamuk Aedes

aegypti pada ovitrap.

B. Coding, yaitu merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk

bilangan.

50

1) Tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti: dimana data rumah

responden yang termasuk kategori tingkat densitas rendah diberi

kode 0 dan rumah responden yang termasuk kategori tingkat densitas

tinggi diberi kode 1.

2) Perilaku menguras tempat penampungan air (TPA): dimana data

responden melakukan (Ya) diberi kode 0 dan (Tidak) diberi kode 1.

3) Perilaku menutup tempat penampungan air (TPA): dimana data

responden melakukan (Ya) diberi kode 0 dan (Tidak) diberi kode 1.

4) Perilaku mengubur barang bekas; dimana data responden melakukan

(Ya) diberi kode 0 dan (Tidak) diberi kode 1.

5) Perilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar; dimana data

responden melakukan (Ya) diberi kode 0 dan (Tidak) diberi kode 1.

6) Perilaku memasang kawat kasa; dimana data responden melakukan

(Ya) diberi kode 0 dan (Tidak) diberi kode 1.

C. Entry data, yaitu memasukkan data pada software program komputer.

D. Cleaning, yaitu mengecek kembali data yang masuk ke dalam program

analisis data. Jika terdapat kesalahan kode, ketidaklengkapan dan lain

sebagainya maka dilakukan perbaikan.

4.7 Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengetahui hubungan perilaku PSN-

DBD dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap

adalah dengan melakukan editing dan coding menggunakan epidata.

51

Sedangkan untuk proses entry data menggunakan menggunakan software

komputer. Jenis analisis data yang akan digunakan adalah:

A. Anailsis Univariat

Analisis univariat dilakukan pada setiap variabel penelitian dan

hasil dari analisis ini adalah merupakan gambaran distribusi perilaku

PSN-DBD dan gambaran distribusi mengenai tingkat densitas telur

nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap dalam tabel distribusi frekuensi.

B. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk menguji hubungan antara

variabel independen yang meliputi perilaku menguras TPA, perilaku

menutup TPA, perilaku mengubur barang bekas, perilaku memperbaiki

saluran air dan perilaku memasang kawat kasa dengan variabel dependen

yaitu tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap.

Uji yang dipakai dalam penelitian ini adalah uj istatistik chi-

square dengan tingkat kemaknaan 5%. Jika p value ≤ 0,05 maka nilai p

value dikatakan bermakna signifikan secara uji statistik, sehingga

terdapat hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan

variabel dependen. Sedangkan jika p value ≥ 0,05 maka p value

dikatakan tidak bermakna signifikan secara uji statistik, sehingga tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan

variabel dependen.

52

BAB V

HASIL

5.1 Gambaran Umum Wilayah

Kelurahan Pamulang Barat merupakan salah satu kelurahan yang

terdapat di Kecamatan Pamulang. Kelurahan Pamulang Barat memiliki luas

wilayah sebesar 444,23 Ha. Berdasarkan Laporan informasi Kependudukan

Kecamatan Pamulang tahun 2014, jumlah penduduk Kelurahan Pamulang

Barat adalah sebanyak 42.042 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga

sebanyak 12.230 KK dengan pesebaran Rukun Tetangga (RT) sebanyak 125

RT dan Rukun Warga (RW) sebanyak 25 RW. Adapun batas wilayah

Kelurahan Pamulang Barat sebagai berikut (Perda Kab. Tangerang No. 3

Tahun 2015):

1. Sebelah Utara berbatasan dengan : Kelurahan bambu Apus.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kota Depok

3. Sebelah Barat berbatasan dengan : Kelurahan Pondok Benda

4. Sebelah Timur berbatasan dengan : Kelurahan Pamulang Timur

Kelurahan Pamulang Barat merupakan kelurahan endemis DBD

dengan kasus sebanyak 33 kasus (IR: 71,94 per 100.000 penduduk) pada

periode Januari-Desember 2014, selain itu Kelurahan Pamulang Barat

merupakan kelurahan yang memiliki jumlah penduduk terpadat di

Kecamatan Pamulang, yaitu sebanyak 45.869 penduduk penduduk, sehingga

memudahkan penularan DBD. Dari 25 RW yang terdapat di Kelurahan

Pamulang Barat, penelitian dilaksanakan di RW 01. Luas wilayah RW 01

53

adalah 12,908 Ha dan jumlah penduduk RW 01 sebanyak 2.995 jiwa

dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 538 KK dengan pesebaran

3 RT.

Secara keseluruhan penduduk RW 01 cukup padat dengan letak

rumah yang berdekatan. Pada RW 01 terdapat kegiatan bank sampah, oleh

karena itu sebagian besar warga mengumpulkan barang bekas seperti botol

bekas dan beberapa kaleng bekas. Namun, apabila keberadaan barang bekas

tersebut kurang diperhatikan maka dapat menampung air hujan dan

berpotensi menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti. Selain itu,

ada beberapa warga yang memelihara hewan peliharaan seperti ayam,

burung, bebek, dan kucing sehingga dikhawatirkan tempat minum hewan

tersebut dapat berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes

aegypti.

5.2 Analisis Univariat

5.2.1 Gambaran Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada

Ovitrap

Hasil penelitian mengenai tingkat densitas telur nyamuk Aedes

aegypti pada ovitrap diperoleh dengan cara observasi keberadaan

telur nyamuk pada ovitrap yang diletakkan di dalam dan luar rumah

responden. Tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti yang

dimaksud dalam penelitian ini dikategorikan tinggi jika rata-rata

jumlah telur per ovitrap ≥ nilai median (0,003) dan dikatakan rendah

jika jumlah telur pada ovitrap ≤ nilai median (0,003). Hasil penelitian

tersebut digambarkan pada tabel 5.1 sebagai berikut:

54

Tabel 5.1

Gambaran Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada

Ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015

Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti

pada Ovitrap

Jumlah

n %

Tinggi 110 46.8

Rendah 125 53.2

TOTAL 235 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui sebanyak 46,8% rumah di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat memiliki tingkat densitas telur nyamuk

Aedes aegypti tinggi.

5.2.2 Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air

Perilaku menguras tempat penampungan air yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah responden yang menguras tempat

penampungan air yang dilakukan dengan cara menggosok atau

menyikat dinding tempat penampungan air minimal 1 kali dalam

seminggu. Hasil penelitian tersebut digambarkan pada tabel 5.2

sebagai berikut:

Tabel 5.2

Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015

Perilaku Menguras

Tempat Penampungan Air

Jumlah

n %

Ya 151 64.3

Tidak 84 35.7

TOTAL 235 100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui sebanyak 35.7% responden

tidak menguras tempat penampungan air.

55

5.2.3 Gambaran Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air

Perilaku menutup tempat penampungan air yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah responden yang menutup rapat tempat

penampungan air sehingga tidak terdapat celah atau rongga yang

memungkinkan nyamuk Aedes aegypti masuk. Perilaku menutup TPA

hanya ditanyakan kepada responden yang memiliki dan menampung

airpada tempayan, ember, atau drum, sehingga terdapat 215 dari 235

responden. Hasil penelitian tersebut digambarkan pada tabel 5.3

sebagai berikut:

Tabel 5.3

Gambaran Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air di RW

01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015

Perilaku MenutupTempat Penampungan

Air

Jumlah

n %

Ya 158 67.2

Tidak 57 24.3

TOTAL 215 91.5

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui sebanyak 24.3% responden

tidak menutup tempat penampungan air.

5.2.3 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas

Perilaku mengubur barang bekas yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah responden yang mengubur barang bekas seperti

botol bekas, kaleng bekas dan ban bekas ke dalam tanah. Perilaku

mengubur barang bekas hanya ditanyakan kepada responden yang

memiliki botol bekas, kaleng bekas, atau ban bekas, sehingga

terdapat 86 dari 235 responden. Hasil penelitian tersebut

digambarkan pada tabel 5.4 sebagai berikut:

56

Tabel 5.4

Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015

Perilaku Mengubur Barang Bekas Jumlah

n %

Ya 8 3.4

Tidak 78 33.2

TOTAL 86 36.6

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui sebanyak 33.2% responden

tidak mengubur barang bekas.

5.2.4 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air yang Tidak

Lancar

Perilaku memperbaiki saluan air yang tidak lancar dalam

penelitian ini adalah responden yang memperbaiki saluran air

disekitar rumahnya. Hasil penelitian tersebut digambarkan pada tabel

5.5 sebagai berikut:

Tabel 5.5

Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air yang Tidak

Lancar di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015

Perilaku Memperbaiki Saluran Air

yang Tidak Lancar

Jumlah

n %

Ya 200 85.1

Tidak 35 14.9

TOTAL 235 100

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui sebanyak 14.9% responden tidak

memperbaiki saluran air yang tidak lancar.

5.2.5 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa

Perilaku memasang kawat kasa yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah responden yang memasang kawat kasa pada

57

setiap ventilasi yang terdapat didalam rumah. Hasil penelitian

tersebut digambarkan pada tabel 5.6 sebagai berikut:

Tabel 5.6

Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015

Perilaku Memasang Kawat Kasa Jumlah

n %

Ya 156 66.4

Tidak 79 33.6

TOTAL 235 100

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui sebanyak 33.6% responden

tidak memasang kawat kasa pada setiap ventilasi.

5.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat

yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen. Uji statistik yang digunakan adalah uji statistik chi-

square.

5.3.1 Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti

pada Ovitrap

Hasil penelitian mengenai hubungan antara perilaku

menguras tempat penampungan air dengan tingkat densitas telur

nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang

Barat sebagai berikut:

58

Tabel 5.7

Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti

pada Ovitrap

Perilaku

Menguras

Tempat

Penampungan

Air

Tingkat Densitas

Telur Nyamuk Aedes

aegypti pada Ovitrap Total

p value

Rendah Tinggi

n % n % n %

Ya 103 68,2 48 31,8 151 100

0.000 Tidak 22 26,2 62 73,8 84 100

Total 125 53,2 110 46,8 235 100

Pada tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebesar 68,2%

responden yang tidak menguras tempat penampungan air seperti bak

mandi, tempayan, ember, drum, vas bunga, tempat minum hewan,

tempat penampungan belakang kulkas, dan dispenser memiliki

tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti tinggi. Berdasarkan

hasil uji statistik chi-square diperoleh p value sebesar 0.000 dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku menguras tempat

penampungan air berhubungan dengan tingkat densitas telur nyamuk

Aedes aegypti pada ovitrap.

5.3.2 Gambaran Perilaku Menutup Rapat Tempat Penampungan Air

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti

pada Ovitrap

Hasil penelitian mengenai hubungan antara perilaku menutup

rapat tempat penampungan air dengan tingkat densitas telur nyamuk

Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat

sebagai berikut:

59

Tabel 5.8

Gambaran Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti

pada Ovitrap

Perilaku

Menutup

Tempat

Penampungan

Air

Tingkat Densitas Telur

Nyamuk Aedes aegypti

pada Ovitrap Total

pvalue

Rendah Tinggi

n % n % n %

Ya 89 56,3 69 43,7 158 100

0.045 Tidak 23 40,4 34 59,6 57 100

Total 112 52,1 103 47,9 215 100

Pada tabel 5.8 dapat diketahui bahwa sebesar 59,6%

responden yang tidak menutup tempat penampungan air seperti

tempayan, ember, dan drum memiliki tingkat densitas telur nyamuk

Aedes aegypti tinggi. Berdasarkan hasil uji statistik chi-square

diperoleh p value sebesar 0.045 dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa perilaku menutup tempat penampungan air berhubungan

dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap.

5.3.3 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas Berdasarkan

Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap

Hasil penelitian mengenai hubungan antara perilaku

mengubur barang bekas dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes

aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat sebagai

berikut:

60

Tabel 5.9

Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas Berdasarkan

Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap

Perilaku

Mengubur

Barang Bekas

Tingkat Densitas Telur

Nyamuk Aedes aegypti

pada Ovitrap Total

pvalue

Rendah Tinggi

n % n % n %

Ya 6 75 2 25 8 100

0.266 Tidak 48 48,7 40 51,3 78 100

Total 44 51,2 42 48,8 86 100

Pada tabel 5.9 dapat diketahui bahwa sebesar 51,3%

responden yang tidak mengubur barang bekas memiliki tingkat

densitas telur nyamuk Aedes aegypti tinggi. Berdasarkan hasil uji

statistik chi-square diperoleh p value sebesar 0.266 dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa perilaku mengubur barang bekas tidak

berhubungan dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti

pada ovitrap.

5.3.4 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air Yang Tidak

Lancar Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes

aegypti pada Ovitrap

Hasil penelitian mengenai hubungan antara perilaku

memperbaiki saluran air yang tidak lancar dengan tingkat densitas

telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan

Pamulang Barat sebagai berikut:

61

Tabel 5.10

Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air Yang Tidak

Lancar Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes

aegypti pada Ovitrap

Perilaku

Memperbaiki

Saluran yang

Rusak

Tingkat Densitas Telur

Nyamuk Aedes aegypti

pada Ovitrap Total

pvalue

Rendah Tinggi

n % n % n %

Ya 111 55,5 89 44,5 200 100

0.101 Tidak 14 40 21 60 35 100

Total 125 53,2 110 46,8 235 100

Pada tabel 5.10 dapat diketahui bahwa sebesar 60%

responden yang tidak memperbaiki saluran air yang tidak lancar

memiliki tingkat densitas telur Aedes ageypti tinggi. Berdasarkan

hasil uji statistik chi-square diperoleh p value sebesar 0.101 dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku memperbaiki saluran air

yang tidak lancar tidak berhubungan dengan tingkat densitas telur

nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap.

5.3.5 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa Berdasarkan

Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap

Hasil penelitian mengenai hubungan antara perilaku

memasang kawat kasa dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes

aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat sebagai

berikut:

62

Tabel 5.11

Gambaran Perilaku Memasang Kawat KasaBerdasarkan

Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap

Perilaku

Memasang

Kawat Kasa

Tingkat Densitas Telur

Nyamuk Aedes aegypti

pada Ovitrap Total

pvalue

Rendah Tinggi

n % n % n %

Ya 89 57,1 67 42,9 156 100

0.099 Tidak 36 45,6 43 54,4 79 100

Total 125 53,2 110 46,8 235 100

Pada tabel 5.11 dapat diketahui bahwa sebesar 54,4%

responden yang tidak memasang kawat kasa memiliki tingkat

densitas telur nyamuk Aedes aegypti tinggi. Berdasarkan hasil uji

statistik chi-square diperoleh p value sebesar 0.099 dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa perilaku memasang kawat kasa tidak

berhubungan dengan tingkat densitas telurm nyamuk Aedes aegypti

pada ovitrap.

63

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti mengalami keterbatasan yaitu

pada variabel perilaku mengubur barang bekas dan perilaku memperbaiki

saluran air yang rusak. Pada perilaku mengubur barang bekas tidak

ditanyakan apakah sebelumnya responden sudah melakukan penguburan

terhadap barang bekas karena hal tersebut berpotensi masih adanya media

untuk nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak. Seperti halnya dengan

variabel perilaku mengubur barang bekas, pada variabel perilaku

memperbaiki saluran air tidak ditanyakan kapan terakhir responden

melakukan perbaikan terhadap saluran air yang rusak karena hal tersebut

berpotensi masih adanya media untuk nyamuk Aedes aegypti

berkembangbiak.

6.2 Gambaran Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap

di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat

Kerapatan populasi adalah bersarnya populasi dalam hubungannya

dengan beberapa satuan ruang.Kerapatan populasi juga sering dipakai untuk

mengetahui apakah populasi tersebut sedang berubah (berkurang atau

bertambah) (Sudarsono, 2008). Populasi yang ingin diketahui dalam

penelitian ini adalah populasi dari nyamuk Aedes aegypti dengan melakukan

survei telur. Menurut Kemenkes RI (2013) survei telur dilakukan dengan

64

pemasangan perangkap telur atau oviposition trap (ovitrap).Pengukuran

kelimpahan atau kepadatan jumlah telur pada ovitrap dapat dihitung dengan

mengetahui rata-rata jumlah telur nyamuk per satuan ovitrap (Fatmawati,

2014).

Ovitrap yang digunakan dalam penelitian ini dilengkapi dengan air

rendaman jerami karena menurut WHO (2004), ovitrap yang dilengkapi

dengan rendaman jerami telah terbukti sebagai metode surveilans Aedes

aegypti yang sangat reproduktif dan efisien di wilayah perkotaan. Selain itu,

penggunaan perangkap telur juga telah terbukti untuk mengevaluasi program

pengendalian (WHO, 2004).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Polson (2002) nyamuk

Aedes aegypti betina lebih menyukai ovitrap yang berisikan berisikan

rendaman jerami/rumput kering dibandingkan dengan ovitrap yang berisi air

keran.Presentasi ovitrap yang positif menginformasikan tingkat paparan

nyamuk Aedes aegypti.Jumlah telur digunakan untuk estimasi populasi

nyamuk betina dewasa (Morato et al. 2005 dalam Fatmawati, 2014).Telur

yang telah terperangkap pada ovitrap akan dihitung jumlahnya. Telur Aedes

berikuran kecil (± 50 mikron), berwarna hitam, tampak bulat panjang dan

berbentuk oval.Telur tersebut menempel pada dinding wadah/tempat

perindukan (kertas saring) dan terletak satu per satu di permukaan air.

Telur nyamuk Aedes aegypti merupakan cikal bakal nyamuk dewasa.

Semakin banyak telur nyamuk akan semakin banyak pula nyamuk dewasa,

sehingga resiko penularan DBD akan semakin besar. Hasil penelitian yang

65

dilakukan oleh Sukamto (2007) menyatakan bahwa kepadatan telur nyamuk

berhubungan dengan kejadian DBD.

Menurut Hadinegoro (1999), genangan air bersih merupakan tempat

berkembangbiak bagi nyamuk Aedes aegypti betina. Selain itu, keberadaan

dari nyamuk Aedes aegypti tersebut adalah disekitar rumah dimana manusia

tinggal. Oleh karena itu peletakan ovitrap dilakukan di sekitar rumah yaitu

di dalam dan di luar rumah dekat dengan habitat nyamuk Aedes aegypti.

Lama pemasangan ovitrap disesuaikan dengan siklus hidup dari nyamuk

Aedes aegypti. Lama pemasangan ovitrap pada penelitian ini yaitu selama

tiga hari untuk memperkecil kemungkinan telur menjadi larva karena telur

akan menetas menjadi larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air.

Menurut Kemenkes RI (2013), habitat perkembangbiakan Aedes

aegypti ialah tempat-tempat yang dapat menampung air di dalam, di luar

atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum. Tempat penampungan air

(TPA) tersebut antara lain, drum, tempayan, bak mandi, ember, tempat

minum hewan, vas bunga, tempat pembuangan kulkas/dispenser, dan

barang-barang bekas (ban, kaleng, dan botol bekas). Selain itu, nyamuk

Aedes aegypti dapat masuk ke dalam rumah melalui ventilasi rumah yang

tidak terpasang kawat kasa. Oleh karena itu, perlunya pelaksanaan PSN

untuk menghilangkan habitat nyamuk, sehingga dapat memutuskan siklus

perkembangbiakan nyamukAedes agypti. Sebagaimana hasil penelitian yang

dilakukan oleh Riyadi, dkk (2012) menyatakan bahwa tindakan PSN-DBD

berhubungan dengan densitas larva Aedes aegypti.

66

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat 110 rumah

(46.8%) dari 235 rumah yang menjadi sampel di RW 01 Kelurahan

Pamulang Barat dikategorikan mempunyai tingkat densitas telur nyamuk

Aedes aegypti yang tinggi. Rumah yang termasuk kategori tingkat densitas

telur nyamuk Aedes aegypti yang tinggi memiliki kriteria seperti tidak

terpasangnya kawat kasa pada setiap ventilasi yang terdapat di dalam rumah,

tidak menguras TPA, keadaan TPA tidak tertutup dengan rapat, selain itu

pada sekitar rumah tersebut terdapat barang bekas yang dapat menampung

air hujan. Nyamuk Aedes aegypti membutuhkan genangan air untuk

menetaskan telurnya.

Dari hasil penelitian tersebut peneliti berasumsi bahwa masih

kurangnya kesadaran masyarakat mengenai perilaku pemberantasan sarang

nyamuk, sehingga pemutusan siklus hidup nyamuk Aedes aegypti belum

maksimal. Menurut Kemenkes RI (2000) PSN merupakan alternatif utama

pengendalian vektor DBD. Sasaran dari PSN adalah semua tempat potensial

pekembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu pemberantasan

sarang nyamuk sebaiknya dilakukan setiap minggu sehingga terjadi

pemutusan rantai pertumbuhan pra dewasa nyamuk agar tidak menjadi

dewasa.

Pada daerah penelitian terdapat kegiatan bank sampah yang dikelola

oleh masyarakat setempat. Pengadaan bank sampah tersebut merupakan

salah satu carauntuk meniadakan barang-barang bekas yang berpotensi

menampung air selain dengan cara mengubur barang-barang bekas ke dalam

tanah. Menurut peneliti kegiatan bank sampah sebaiknya dibarengi dengan

67

pemberian informasi mengenai cara penyimpanan atau pengumpulan barang

bekas yang akan disetorkan ke bank sampah. Hal tersebut dilakukan agar

masyarakat lebih menyadari dan memperhatikan keberadaan barang bekas di

sekitar tempat tinggalnya, sehingga tempat perkembangbiakan nyamuk

Aedes aegypti dapat dimusnahkan tanpa mengurangi aktivitas serta

efektivitas dari adanya bank sampah tersebut.

6.3 Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air Berdasarkan

Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap

Menguras tempat penampungan air merupakan salah satu kegiatan

dari PSN.Menurut Pratamawati (2012) menguras adalah membersihkan

tempat yang dijadikan tempat penampungan air selama satu minggu

sekali.Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat RW

01 yaitu sebanyak 84 orang (35.7%) tidak menguras tempat penampungan

air.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, terdapat hubungan yang

bermakna antara perilaku menguras tempat penampungan air dengan tingkat

densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap.Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Ramlawati, dkk (2014) yang menunjukkan bahwa

pelaksanaan menguras tempat penampungan air berhubungan dengan

densitas larva Aedes aegypti.Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian

yang dilakukan oleh Jaya (2013) menyatakan bahwa kegiatan menguras

TPA berhubungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

Tempat penampungan air (TPA) merupakan habitat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti aegypti karena nyamuk Aedes

68

aegypti memerlukan air untuk meletakkan telurnya agar cepat menetas

(Kemenkes RI, 2013). Tempat penampungan air tersebut antara lain, drum,

tempayan, bak mandi, ember, tempat minum hewan, vas bunga, tempat

pembuangan kulkas/dispenser, dan barang-barang bekas (ban, kaleng, dan

botol bekas).Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Wahyuni (2007)

yang menyatakan bahwa ada hubungan keberadaan jentik dalam tempat

penampungan air.

Menurut Hadinegoro (1999) perkembangan nyamuk Aedes aegypti

dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Selain itu, di

alam bebas telur nyamuk diletakkan satu persatu menempel pada dinding

wadah/tempat perindukan (Ginanjar, 2008). Sungkar (2005) menambahkan

bahwa untuk menyingkirkan telur nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan

cara menggosok dinding bagian dalam dari bak mandi, dan semua tempat

penyimpanan air sekurang-kurangnya seminggu sekali.

Peneliti berasumsi bahwa tingginya tingkat densitas nyamuk telur

nyamuk Aedes aegypti dapat disebabkan oleh masih adanya telur nyamuk

yang menempel pada dinding TPA karena menguras hanya dilakukan

dengan cara membuang air tanpa menggosok dinding bagian dalam TPA.

Oleh sebab itu, dalam menguras TPA sebaiknya dilakukan dengan

menggosok dinding bagian dalam dari TPA untuk menyingkirkan telur

nyamuk.

Telur nyamuk yang masih menempel pada dinding tempat

permukaan air tersebut menjadi cikal bakal dari nyamuk dewasa. Semakin

banyak telur nyamuk akan meningkatkan kepadatan dari nyamuk dewasa.

69

Selain itu menguras tempat penampungan air harus dilakukan minimal satu

minggu sekali untuk memutus siklus hidup dari nyamuk Aedes aegypti

karena nyamuk tersebut memerlukan waktu sekitar 10-12 hari untuk menjadi

nyamuk Aedes aegypti dewasa.

Selain itu dari penelitian yang dilakukan oleh Hoel (2011)

menyatakan bahwa telur nyamuk lebih banyak terperangkap pada ovitrap

berwarna hitam dan paling sedikit ditemukan pada ovitrap berwarna

putih.Dari hasil penelitian tersebut dapat disarankan kepada masyarakat

untuk menggunakan warna terang pada dinding TPA untuk meminimalisasai

habitat nyamuk Aedes aegypti.

6.4 Gambaran Perilaku Menutup Rapat Tempat Penampungan Air

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada

Ovitrap

Perilaku menutup tempat penampungan air menurut Pratamawati

(2013) adalah memberi tutup yang rapat pada tempat penampungan air.

Pemberian tutup pada tempat penampungan air bertujuan untuk mencegah

nyamuk Aedes aegypti masuk ke dalam tempat penampungan air untuk

menetaskan telurnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 57

orang (26.5%) tidak menutup rapat tempat penampungan air.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, terdapat hubungan yang

bermakna antara perilaku menutup tempat penampungan air dengan tingkat

densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian Jaya (2013) yang menyatakan bahwa perilaku

70

menutup tempat penampungan air berhubungan dengan keberadaan larva

Aedes aegypti.

Sebagian besar masyarakat menampung air pada tempayan, ember,

dan drum. Masyarakat menggunakan TPA tersebut untuk keperluan sehari-

hari seperti mandi dan menampung air untuk dimasak. Meskipun banyak

masyarakat yang telah menutup tempat penampungan air yang mereka

gunakan, namun tingkat densitas dari telur nyamuk yang terperangkap pada

ovitrap cukup tinggi. Menurut Sungkar (2005) ternyata TPA tertutup lebih

sering mengandung larva dibandingkan dengan TPA yang terbuka. Hal

tersebut terjadi karena tutup TPA jarang tertutup dengan baik dan sering

dibuka untuk mengambil air didalamnya, sehingga menyebabkan

longgarnya tutup dari TPA tersebut. TPA yang tutupnya longgar seperti itu,

lebih disukai nyamuk untuk tempat bertelur karena ruangannya lebih gelap

daripada tempat air yang tidak tertutup sama sekali. Nyamuk Aedes aegypti

lebih menyukai warna gelap daripada warna terang, hal tersebut sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Hoel (2011) yang menyatakan bahwa

telur nyamuk lebih banyak terperangkap pada ovitrap berwarna hitam

daripada ovitrap berwarna biru, oranye, dan putih.

Oleh karena itu diharapkan kepada masyarakat untuk lebih

memperhatikan keadaan tutup dari TPA terutama setelah mengambil air. Hal

tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa keadaan tutup TPA tertutup

rapat, sehingga tidak terdapat celah yang memungkinkan nyamuk Aedes

aegypti masuk kedalam TPA tersebut.

71

6.5 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas Berdasarkan Tingkat

Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap

Kegiatan mengubur pada perilaku PSN adalah memendam kedalam

tanah seperti plastik atau barang bekas yang memiliki potensi menampung

air hujan, sehingga dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes

aegypti (Pratamawati, 2012). Kegiatan ini adalah untuk mengurangi

keberadaan dari barang bekas yang berpotensi menampung air hujan yang

berada di sekitar tempat tinggal. Pada daerah penelitian, terdapat 78 orang

(90.7%) dari 86 orang yang memiliki atau terdapat barang bekas di sekitar

tempat tinggalnya yang tidak mengubur barang bekas.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara perilaku mengubur barang bekas dengan tingkat

densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap. Hal tersebut sejalan

dengan penelitian Ramlawati, dkk (2014) dan Desniawati (2014) yang

menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pelaksanaan mengubur

barang bekas dengan keberadaan larva Aedes aegypti.

Menurut Kemenkes RI (2013) tempat-tempat yang dapat

menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat

umum merupakan habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

Tempat yang berpotensi menampung air di luar atau sekitar rumah adalah

barang-barang bekas seperti botol, ban, dan kaleng bekas.

Pada musim hujan, barang-barang tersebut dapat menampung air

hujan sehingga berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk

Aedes aegypti karena nyamuk tersebut membutuhkan genangan air untuk

menetaskan telurnya. Barang-barang bekas tersebut harus disingkirkan

72

dengan cara mengubur ke dalam tanah agar tidak dapat menampung air

terutama pada musim hujan.

Pada daerah penelitian terdapat kegiatan bank sampah yang dikelola

oleh masyarakat sekitar. Kegiatan tersebut merupakan cara lain untuk

meniadakan barang-barang bekas yang berpotensi menampung air selain

dengan cara mengubur ke dalam tanah. Sebagian masyarakat

mengumpulkan barang-barang bekas yang kemudian diberikan kepada

petugas bank sampah. Sedikitnya masyarakat yang melakukan penguburan

terhadap barang bekas seperti botol bekas, kaleng, dan ban bekas karena

adanya kegiatan tersebut, sehingga masyarakat mengumpulkan barang bekas

lalu memberikannya kepada bank sampah.

Namun dari hasil observasi, masih terdapat barang bekas yang

tergeletak di sekitar rumah warga dan beberapa dari barang-barang bekas

tersebut telah menampung air. Selain itu diperlukan pemberian informasi

kepada masyarakat mengenai penyimpanan barang bekas yang akan

diberikan kepada bank sampah dan keberadaan barang-barang bekas

disekitar tempat tinggal agar tidak dapat menampung air terutama pada

musim hujan.

Oleh sebab itu, diharapkan kepada masyarakat untuk lebih

memperhatikan keberadaan barang-barang bekas disekitar tempat tinggal

untuk menghindari genangan air dalam barang-barang bekas tersebut. Hal

tersebut dapat dilakukan dengan meniadakan barang-barang bekas, salah

satunya dengan cara menguburnya ke dalam tanah atau dengan memberikan

73

kepada bank sampah, sehingga dapat mengurangi tempat yang berpotensi

menjadi perkembangbiakan dari nyamuk Aedes aegypti.

6.6 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air Yang Tidak Lancar

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada

Ovitrap

Perilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar/rusak merupakan

salah satu perilaku PSN yang bertujuan untuk memutus siklus

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Saluran air yang tidak lancar

harus diperbaiki karena dapat menyebabkan air menggenang, sehingga

berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti

(Kemenkes RI, 2013). Pada daerah penelitian, terdapat 35 orang (14.9%)

tidak memperbaiki saluran air yang tidak lancar di sekitar tempat tinggal

mereka.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, tidak terdapat hubungan

antara perilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar dengan tingkat

densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2013) yang menyatakan

bahwa tidak terdapat hubungan antara saluran air hujan dengan kejadian

DBD.

Saluran air yang tidak lancar/rusak harus diperbaiki karena dapat

menyebabkan air menggenang, sehingga berpotensi menjadi tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti (Kemenkes RI, 2013). Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2006), nyamuk Aedes aegypti tidak

74

hanya berkembang biak pada air bersih, namun air yang terpolusi dapat

menjadi tempat perindukan dan perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

Perubahan musim kemarau ke penghujan merupakan titik rawan

ledakan kasus demam berdarah. Apabila saluran air di lingkungan sekitar

tempat tinggal dalam keadaan tidak lancar maka pada musim hujan akan

terjadi genangan pada saluran air tersebut. Keadaan tersebut berpotensi

menjadi tempat perkembangbiakan dari nyamuk Aedes aegypti. Salah satu

hal yang menjadi penyebab tidak lancarnya saluran air adalah adanya

sampah yang menghambat jalannya air sehingga air tersebut tergenang.

Oleh sebab itu, saluran air harus dibebaskan dari hal yang dapat

membuat tidak lancar. Untuk menghindarinya masyarakat dapat melakukan

kegiatan gotong royong untuk membersihkan saluran air, sehingga kondisi

saluran air tetap lancar dan terhindar dari air yang menggenang terutama

pada musim hujan. Hal tersebut dilakukan untuk membersihkan lingkungan

sekitar sebagai upaya untuk menekan populasi dari nyamuk Aedes aegypti,

sehingga kejadian DBD dapat dihindari.

6.7 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa Berdasarakan Tingkat

Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap

Penggunaan kawat kasa pada ventilasi rumah merupakan salah satu

perilaku PSN yang bertujuan untuk mencegah masuknya nyamuk ke dalam

rumah (Kemenkes RI, 2013). Pada daerah penelitian terdapat 79 orang

(33.6%) tidak memasang kawat kasa.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara perilaku memasang kawat kasa dengan tingkat

75

densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap. Hasil penelitian ini

didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayuningsih (2014) yaitu

tidak adanya hubungan antara pemasangan kawat kasa dengan kepadatan

nyamuk Aedes aegypti.

Menurut Adyatma (2010) adanya ventilasi dalam rumah dapat

mengatur suhu ruangan, mengurangi bau tidak sedap pada ruangan, serta

mengurangi kelembaban pada ruangan. Namun, ventilasi juga merupakan

gerbang masuknya nyamuk Aedes aegypti ke dalam rumah. Penggunaan

kawat kasa pada setiap ventilasi adalah untuk mencegah masuknya nyamuk

Aedes aegypti ke dalam rumah. Peneliti berasumsi bahwa apabila nyamuk

telah masuk dan bersarang di dalam rumah maka berpotensi terjadi

penularan penyakit demam berdarah dan nyamuk tersebut akan

berkembangbiak didalam rumah melalui keberadaann TPA yang tidak

dikuras dengan tepat dan tidak ditutup dengan rapat.

Dari hasil observasi di lapangan, pada beberapa rumah responden

kawat kasa tidak terpasang di setiap ventilasi yang berada di dalam rumah.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suyasa (2008) yang

menyatakan bahwa pemakaian kawat kasa tidak berhubungan dengan

keberadaan vektor DBD karena kasa anti nyamuk belum dianggap sebagai

alternatif praktis diperkotaan dan ada kecenderungan pemasangan kasa anti

nyamuk tidak pada semua pintu maupun jendela yang ada di rumah.

Diperlukannya pemasangan kawat kasa pada setiap ventilasi rumah adalah

untuk mencegah masuknya nyamuk, sehingga penghuni rumah dapat

menghindari kontak dengan nyamuk dan dapat mengurangi potensi

76

penularan demam berdarah serta mengurangi populasi nyamuk Aedes

aegypti.

Oleh sebab itu, diharapkan kepada masyarakat untuk memasang

kawat kasa pada setiap ventilasi yang terdapat di dalam rumah untuk

meminimalisasi masuknya nyamuk Aedes aegypti dewasa ke dalam rumah.

Hal tersebut harus dilakukan untuk mengurangi kontak antara nyamuk

dengan penghuni rumah. Menurut Reyes-Villanueva (2004) yang dikutip

oleh Chanbang (2012) Aedes aegypti betina memiliki sayap berkisar 2,23-

2,76 mm dengan demikian dibutuhkan kawat kasa dibawah ukuran tersebut.

Ukuran kawat yang dgunakan pada peneltian Chanbang (2012) terdapat 3

tipe yaitu wire 1,2 mm (1,8 mm x 2,1 mm), wire 0,9 mm (1,6 mm x 1,8 mm)

dan wire 0,8 mm ( 1,5 mm x 1,6 mm).

77

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat, Tangerang Selatan dapat disimpukan;

1. Gambaran tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada

ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat yang dikategorikan

tinggi adalah sebanyak 110 rumah (46.8%).

2. Gambaran perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD

di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat meliputi;

a. Responden yang tidak menguras tempat penampungan air

sebanyak 84 orang (35.7%).

b. Responden yang tidak menutup rapat penampungan air

sebanyak 57 orang (24.3%).

c. Responden yang tidak mengubur barang bekas sebanyak 78

orang (33.2%).

d. Responden yang tidak memperbaiki saluran air yang rusak

sebanyak 35 orang (14.9%).

e. Responden yang tidak memasang kawat kasa sebanyak 79

orang (33.6%).

3. Pelaksanaan PSN DBD yang berhubungan dengan tingkat

densitas nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap adalah perilaku

78

menguras tempat penampungan air (p value 0.000) dan perilaku

menutup tempat penampungan air (p value 0.045).

4. Pelaksanaan PSN DBD yang tidak berhubungan dengan tingkat

densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap adalah perilaku

mengubur barang bekas (p value 0.266), perilaku memperbaiki

saluran air yang tidak lancar (p value 0.101) dan perilaku

memasang kawat kasa (p value 0.099).

7.2 Saran

Berkaitan dengan hasil dari penelitian ini, maka saran yang dapat

diberikan adalah sebagai berikut;

7.2.1 Masyarakat

1. Masyarakat perlu meningkatkan pelaksanaan PSN DBD dengan

tepat sebagai upaya memutus siklus nyamuk Aedes aegypti

sehingga dapat terhindar dari resiko DBD.

2. Masyarakat sebaiknya dalam menguras TPA tidak hanya

membuang air yang lama dengan air yang baru, namun harus

melakukan pengurasan TPA dengan menggosok dari dinding TPA

agar telur nyamuk Aedes aegypti juga ikut terbuang. Selain itu,

pengurasan dilakukan minimal satu minggu sekali untuk

memotong siklus hidup nyamuk Aedes aegypti.

3. Masyarakat harus menutup tempat yang dijadikan sebagai tempat

penampungan air. Keadaan tutup tersebut harus rapat agar nyamuk

Aedes aegypti tidak dapat masuk ke dalam TPA karena nyamuk

79

Aedes aegypti mencari genangan air untuk berkembang biak.

Selain itu, setelah mengambil air dari TPA tersebut maka

masyarakat harus memastikan kembali bahwa keadaan tutup TPA

telah tertutup dengan rapat.

7.2.2 Puskesmas Pamulang

1. Memberikan himbauan atau penyuluhan mengenai pelaksanaan

PSN terutama pada cara menguras TPA dengan tepat, menutup

TPA dengan rapat dan selalu memastikan tutup TPA telah rapat

kembali setelah membuka/menggunakan TPA tersebut.

2. Dapat menggunakan metode survei telur dengan ovitrap sebagai

salah satu program sebagai upaya memantau kepadatan populasi

dari nyamuk betina Aedes aegypti agar dapat menentukan program

atau tindakan untuk menurunkan angka kejadian DBD.

7.2.3 Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Dapat memasukan penggunaan ovitrap dalam program

pengendalian kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan untuk

pemantauan populasi nyamuk Aedes aegypti betina dan untuk memutus

siklus kehidupan nyamuk Aedes aegypti.

80

DAFTAR PUSTAKA

Adyatma, dkk. 2011. Hubungan Antara Lingkungan Fisik Rumah, Tempat

Penampungan Air Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian DBD Di

Kelurahan Tidung Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Bagian Kesehatan

Lingkungan Universitas Hasanuddin.

Ariawan, Iwan. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan.Jurusan

Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Indonesia.

Ayuningsih, Elni Putri, dkk. 2014. Karakteristik Lingkungan Rumah dengan

Kepadatan Nyamuk Aedes aegypti (Indeks Ovitrap) di Kelurahan Antang

Makassar.Jurnal Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Hasanuddin.

Budiarto, Eko. Anggraeni.Dewi. 2001.Pengantar Epidemiologi, E/2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue (DBD).

Desniawati, Faradillah. 2014. Pelaksanaan 3M Plus Terhadap Keberadaan Larva

Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan

Bulan Mei-Juni tahun 2014. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah.Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota tangerang Selatan. 2014. Data Pengendalian Demam

Berdarah Dengue Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2014.

Fatmawati, Titi, dkk. 2014. Distribusi dan Kelimpahan Populasi Aedes aegypti di

Kelurahan Sukorejo Gunungpati Semarang Berdasarkan Peletakan Ovitrap.

Unnes J Life Sci 3(2) (2014).ISSN 2252-6277.

Ginanjar, Genis. 2008. Apa yang Dokter Anda Tidak Katakan TentangDemam

Berdarah. Bandung: PT. Mizan Publika.

Ginanjar, Genis. 2008. Demam Berdarah : A Survival Guide. B-First.PT. Bentang

Pustaka; anggota IKAPI.

Hadi, Upik Kesumawati, dkk. 2006. Studi Perilaku Berkembangbiak Nyamuk

Aedes aegypti (Diptera: Culicidae)pada Berbagai Tipe Habitat. Lembaga

Penelitian dan Pemberdayaan masyarakat Institut Pertanian Bogor. Bogor.

81

Hadinegoro, Sri Rezeki.H. Satari, Hindra Irawan. 1999. Demam Berdarah

Dengue.Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Cetak Ulang, 2000 (dengan perbaikan).

Hoel, DF et all. 2011. Efficacy of Ovitrap Colours and Patterns for Attracting

Aedes albopictus at Suburban Fields Sites in North-Central Florida. Journal

of American Mosquito Control Association, Vol. 27 (3): 245-251.

Jaya, Dewi Mustika, dkk. 2013. Hubungan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

DBD Dengan Keberadaan Larva Aedes Aegypti Di Wilayah Endemis DBD

Kelurahan Kassi-Kassi Kota Makassar. Jurnal Kesehatan Lingkungan.

Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNHAS. Makassar.

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Pengendalian Demam Berdarah

Dengue Di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI

Kementrian Kesehatan RI. 2014. Jumlah Penderita Demam Berdarah Dengue Di

Indonesia.Jakarta: Kemenkes RI

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta:

Rineka Cipta.

Novitasari, dkk. 2013. Hubungan Suhu, Kelembaban Rumah, dan Perilaku

Masyarakat Tentang PSN dan Larvasidasi dengan Keberadaan Jentik

Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue Di RW 01 Kelurahan

Sendangguwo Semarang. Jurnal. Universitas Dian Nuswantoro.

Perich M J et all. 2000. Behavior of Resting Aedes aegypti (Culicida; Diptera) and

Its Relation to Ultra-low Volume Adulticide Efficacy in Panama City,

Panama. J. Med. Entomol. 37(4): 541-546 (2000).

Polson, KA. Curtis, C. Seng, CM, Olson, JG. Chantha, N dan Raelins, SC. 2002.

The Use of Ovitraps Baited with Hay Infusion as a Surveillance Tool for

Aedes aegypti Mosquitoes in Cambodia.Dengue BulletinVol. 26: 178-184.

Pratamawati, Diana Andriani. 2012. Peran Juru Pantau Jentik dalam Sistem

Kewaspadaan Dini.Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 6.

Puskesmas Pamulang. 2014. Data Demam Berdarah Dengue (DBD) di Pamulang

Tahun 2014.

Ramlawati, dkk.2014. Hubungan Pelaksanaan 2M dengan Densitas Larva Aedes

aegypti di Wilayah Endemis DBD Makassar. Jurnal Kesehatan Lingkungan.

Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin.

Riyadi, Akhmad. Ishak, Hasanuddin. Ibrahum, Erniwati. 2012. Pemetaan Densitas

Larva Aedes aegypti Berdasarkan Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk

(PSN) DBD di Kelurahan Rappocini Makassar Tahun 2012. Jurnal

Kesehatan Lingkungan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas

Hasanuddin.

82

Rusli, Fitrini G. 2009. Kinerja jumantik dalam pemberantasan penyakit demam

berdarah dengue (P2DB) di kelurahan pasar minggu kecamatan pasar

minggu Jakarta selatan.Tesis.Universitas Indonesia.

Santana, et all. 2006. Characteristics of grass infusions as oviposition attractants

to Aedes (Stegomyia) (Diptera: Culicidae). Brazil: J Med Entomol. 2006

Mar;43(2):214-20.

Santos, et all. 2003. Field Evaluation of Ovitraps Consociated with Grass Infusion

and Bacillus thuringiensis var. israelensis to determine Oviposition Rates of

Aedes aegypti. Brazil: Dengue Bulletin Vol. 27 2003.

Sari, Andi Dewi dkk. 2014. Hubungan Faktor Lingkungan dan Anjuran

Pencegahan dengan DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-Kassi. Bagian

Epidemiologi Universitas Hasanuddin.

Singh, et all. 2005. Use of Different Ovitraps for The Surveillance and Control of

Urban Mpsquito Vectors, with Special Reference to Aedes aegypti.

Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis Dit PPBB Ditjen PP dan PL Kementerian

Kesehatan RI. 2011. Informasi umum DBD.

Sucipto, Cecep Dani. 2011. Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta: Gosyen

Publishing.

Sudarsono, H.M. Nasruddin Anshory C.H. 2008. Kearifan lingkungan dalam

Perspektif Budaya Jawa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sukamto.2007. Studi Karakteristk Wilayah dengan Kejadian DBD di Kecamatan

Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap. Tesis. Universitas Diponegoro

Semarang.

Sumantri, Arif. 2010. Kesehatan lingkungan & Perspektif Islam. Jakarta:

Kencana.

Sumantri, Ririn, dkk. 2013. Hubungan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan

Kebiasaan Keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di

Kota Pontianak Tahun 2013.Jurnal Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Kalimantan Barat.

Sungkar, Saleha. 2005. Pemberantasan Vektor Demam Berdarah Dengue .Majalah

Kedokteran Indonesia, Volume: 55 No. 5, 5 Mei 2005.

Suyasa, I N Gede, dkk. 2008. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku

Masyarakat Dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD)

Di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan. Jurnal. ECOTROPHIC

Vol. 3 No. 1 ISSN: 19075626.

83

Tang, et all. 2007. Evaluation of a Grass Infusion-Baited Autocidal Ovitrap for

The Monitoring of Aedes aegypti. Singapore: Dengue Bulletin Vol. 31

2007.

Wahyuni, Silvia Sri. 2007. Hubungan Antara Keberadaan Jentik dan Praktik

Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue

Di Kecamatan Tanjungpinang Timur Kota. Universitas Indonesia

WHO. 2004. Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah

Dengue: Panduan Lengkap. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

WHO. 2014. Diakses dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

pada Jumat, 30 Oktober 2015 Pukul 11.06 WIB.

Winarsih, Sri. 2012. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku PSN

dengan Kejadian DBD. UJPH 2 (1) (2013).

Wuryaningsih, Tyas. 2008. Hubungan antara Pengetahuan dan Persepsi dengan

Perilaku Masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam

Berdarah Dengue (PSN DBD) Di Kota Kediri. Tesis. Universitas Sebelas

Maret. Surakarta.

Diakses dari http://www.contracostamosquito.com/new_mosquitoes_article.htm

pada 15.59

Diakses dari https://www.vectorbase.org/organisms/aedes-aegypti pada 14.01

84

LAMPIRAN

85

DOKUMENTASI PENELITIAN

Keadaan di sekitar rumah responden

Keadaan saluran air Tempat penampungan air responden

86

Keadaan ventilasi tanpa kawat kasa Tempat penampungan air responden

Barang bekas di sekitar rumah responden Ban bekas responden

Peletakkan ovitrap di luar rumah Peletakkan ovitrap di dalam rumah

87

Telur nyamuk yang terperangkap ovitrap

Telur nyamuk pada kertas saring

88

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMBERANTASAN

SARANG NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN

TINGKAT DENSITAS TELUR NYAMUK AEDES AEGYPTI PADA OVITRAP DI

RW 01 KELURAHAN PAMULANG BARAT TAHUN 2015

Assalamu’alaikumWr. Wb.

Saya Shela Ayu Puryandini selaku mahasiswa S-1 Jurusan Kesehatan

Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sedang

melakukan penelitian mengenai Hubungan Perilaku Masyarakat Terhadap

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD)

Dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes Aegypti Pada Ovitrap Di RW 01

Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015. Atas hal tersebut, saya mengharapkan

kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan jelas. Jawaban

dan identitas anda akan dirahasiakan. Atas kesediaan dan kerjasamanya, saya

mengucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, November 2015

Peneliti Responden

Shela Ayu Puryandini (……………………………)

89

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMBERANTASAN

SARANG NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN

TINGKAT DENSITAS TELUR NYAMUK AEDES AEGYPTI PADA OVITRAP DI

RW 01 KELURAHAN PAMULANG BARAT TAHUN 2015

PETUNJUK PENGISIAN

1. Isilah identitas anda dengan lengkap dan benar.

2. Bacalah pertanyaan dengan seksama.

3. Lingkarilah jawaban yang dianggap benar.

IdentitasResponden

Kode Pertanyaan Jawaban

Diisi

Oleh

Peneliti

IdentitasResponden

A1 Nama

A2 Usia

A3 RT/RW

A4 No. Telp/Hp

A5 Pendidikan 0. TidakSekolah

1. Tidak Tamat SD

2. Lulus SD/Sederajat

3. Lulus

SMP/Sederajat

4. Lulus

SMA/Sederajat

5. Lulus Perguruan

Tinggi

Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD)

B1 Apakah di rumah anda terdapat tempat

untuk menampung air seperti;

a. Bak Mandi 0. Ya 1. Tidak

b. Tempayan

c. Ember

d. Drum

0. Ya

0. Ya

0. Ya

1. Tidak

1. Tidak

1. Tidak

e. Vas Bunga 0. Ya 1. Tidak

f. Tempat Minum Hewan 0. Ya 1. Tidak

g. Tempat Penampungan Air

Belakang Kulkas

0. Ya 1. Tidak

h. Dispenser 0. Ya 1. Tidak

No. Kuesioner

Hari/Tanggal

90

Apakah anda menguras tempat

penampungan air dengan cara membuang

seluruh air dan menyikat atau menggosok

dinding dari tempat penampungan air

tersebut selama satu minggu sekali?

a. Bak Mandi 0. Ya 1. Tidak

b. Tempayan

c. Ember

d. Dr um

0. Ya

0. Ya

0. Ya

1. Tidak

1. Tidak

1. Tidak

e. Vas Bunga 0. Ya 1. Tidak

f. Tempat Minum Hewan 0. Ya 1. Tidak

g. Belakang Kulkas 0. Ya 1. Tidak

h. Dispenser 0. Ya 1. Tidak

B2 Apakah di rumah anda terdapat tempat

penampungan untuk menyimpan air

seperti;

a. Tempayan 0. Ya 1. Tidak

b. Ember 0. Ya 1. Tidak

c. Drum 0. Ya 1. Tidak

Apakah anda memberi tutup yang rapat

pada tempat penampungan air yang

berada di rumah anda sehingga tidak

terdapat celah/lubang?

a. Tempayan 0. Ya 1. Tidak

b. Ember 0. Ya 1. Tidak

c. Drum 0. Ya 1. Tidak

B3 Apakah pada rumah anda terdapat barang

bekas yang dapat menampung air, seperti;

a. Botol Bekas 0. Ya 1. Tidak

b. Kaleng Bekas 0. Ya 1. Tidak

c. Ban Bekas 0. Ya 1. Tidak

Apakah anda mengubur barang bekas ke

dalam tanah?

a. Botol Bekas 0. Ya 1. Tidak

b. Kaleng Bekas 0. Ya 1. Tidak

c. Ban Bekas 0. Ya 1. Tidak

B4 Apakah anda memperbaiki saluran air

yang tidak lancar?

0. Ya

1. Tidak

B5 Apakah anda memasang kawat kasa pada

setiap ventilasi di rumah anda?

0. Ya

1. Tidak

91

LEMBAR OBSERVASI

HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMBERANTASAN

SARANG NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN

TINGKAT DENSITAS TELUR NYAMUK AEDES AEGYPTI PADA OVITRAP DI

RW 01 KELURAHAN PAMULANG BARAT TAHUN 2015

PETUNJUK PENGISIAN

Isilah dengan menggunakan tanda ceklis pada kolom yang tersedia!

No. Objek Observasi Hasil

YA TIDAK

1. Tempat penampungan air tertutup rapat

a. Tempayan

b. Ember

c. Drum

2. Terdapat barang bekas di halaman yang dapat menampung air

a. Botol Bekas

b. Kaleng Bekas

c. Ban Bekas

3. Terpasang kawat kasa pada ventilasi

Hari

Keberadaan Telur Nyamuk di Ovitrap

TOTAL Jumlah Telur Nyamuk Aedes aegypti

OVITRAP 1 (LUAR) OVITRAP 2 (DALAM)

Pertama

Pemasangan

Ke-3

92

OUTPUT HASIL ANALISIS UNIVARIAT

1. Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti

Descriptives

Statistic Std. Error

Densitas Mean .00422 .000334

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound .00356

Upper Bound .00487

5% Trimmed Mean .00359

Median .00296

Variance .000

Std. Deviation .005119

Minimum .000

Maximum .046

Range .046

Interquartile Range .005

Skewness 3.584 .159

Kurtosis 21.619 .316

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

Densitas .205 235 .000 .703 235 .000

a. Lilliefors Significance Correction

tkt_densitas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Rendah 125 53.2 53.2 53.2

Tinggi 110 46.8 46.8 100.0

Total 235 100.0 100.0

2. Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air menguras_tpa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 151 64.3 64.3 64.3

Tidak 84 35.7 35.7 100.0

Total 235 100.0 100.0

93

3. Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air menutup_tpa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 158 67.2 73.5 73.5

Tidak 57 24.3 26.5 100.0

Total 215 91.5 100.0

Missing System 20 8.5

Total 235 100.0

4. Perilaku Mengubur Barang Bekas mengubur_bb

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 8 3.4 9.3 9.3

Tidak 78 33.2 90.7 100.0

Total 86 36.6 100.0

Missing System 149 63.4

Total 235 100.0

5. Perilaku Memperbaiki Saluran Air yang Tidak Lancar memperbaiki_sal_air

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 200 85.1 85.1 85.1

Tidak 35 14.9 14.9 100.0

Total 235 100.0 100.0

6. Perilaku Memasang Kawat Kasa memasang_kwt_kasa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 156 66.4 66.4 66.4

Tidak 79 33.6 33.6 100.0

Total 235 100.0 100.0

94

OUTPUT HASIL ANALISIS BIVARIAT

1. Distribusi Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air Berdasarkan

Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti

menguras_tpa * tkt_densitas Crosstabulation

tkt_densitas

Total Rendah Tinggi

menguras_tpa Ya Count 103 48 151

% within menguras_tpa 68.2% 31.8% 100.0%

Tidak Count 22 62 84

% within menguras_tpa 26.2% 73.8% 100.0%

Total Count 125 110 235

% within menguras_tpa 53.2% 46.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 38.279a 1 .000

Continuity Correctionb 36.610 1 .000

Likelihood Ratio 39.385 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 38.116 1 .000

N of Valid Casesb 235

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 39.32.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

menguras_tpa (ya / tidak) 6.047 3.336 10.963

For cohort tkt_densitas =

rendah 2.604 1.790 3.790

For cohort tkt_densitas =

tinggi .431 .330 .562

N of Valid Cases 235

95

2. Distribusi Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air Berdasarkan

Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti

menutup_tpa * tkt_densitas Crosstabulation

tkt_densitas

Total Rendah Tinggi

menutup_tpa Ya Count 89 69 158

% within menutup_tpa 56.3% 43.7% 100.0%

Tidak Count 23 34 57

% within menutup_tpa 40.4% 59.6% 100.0%

Total Count 112 103 215

% within menutup_tpa 52.1% 47.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 4.285a 1 .038

Continuity Correctionb 3.669 1 .055

Likelihood Ratio 4.298 1 .038

Fisher's Exact Test .045 .028

Linear-by-Linear Association 4.265 1 .039

N of Valid Casesb 215

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27.31.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for menutup_tpa

(ya / tidak) 1.907 1.030 3.529

For cohort tkt_densitas =

rendah 1.396 .989 1.970

For cohort tkt_densitas =

tinggi .732 .555 .966

N of Valid Cases 215

96

3. Distribusi Perilaku Mengubur Barang Bekas Berdasarkan Tingkat Densitas

Telur Nyamuk Aedes aegypti

mengubur_bb * tkt_densitas Crosstabulation

tkt_densitas

Total Rendah Tinggi

mengubur_bb Ya Count 6 2 8

% within mengubur_bb 75.0% 25.0% 100.0%

Tidak Count 38 40 78

% within mengubur_bb 48.7% 51.3% 100.0%

Total Count 44 42 86

% within mengubur_bb 51.2% 48.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 2.006a 1 .157

Continuity Correctionb 1.092 1 .296

Likelihood Ratio 2.098 1 .148

Fisher's Exact Test .266 .148

Linear-by-Linear Association 1.983 1 .159

N of Valid Casesb 86

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.91.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for mengubur_bb

(ya / tidak) 3.158 .600 16.621

For cohort tkt_densitas =

rendah 1.539 .972 2.439

For cohort tkt_densitas =

tinggi .488 .144 1.651

N of Valid Cases 86

97

4. Distribusi Perilaku Memperbaiki Saluran Air yang Tidak Lancar

Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti

memperbaiki_sal_air * tkt_densitas Crosstabulation

tkt_densitas

Total Rendah Tinggi

memperbaiki_sal_air Ya Count 111 89 200

% within memperbaiki_sal_air 55.5% 44.5% 100.0%

Tidak Count 14 21 35

% within memperbaiki_sal_air 40.0% 60.0% 100.0%

Total Count 125 110 235

% within memperbaiki_sal_air 53.2% 46.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 2.874a 1 .090

Continuity Correctionb 2.285 1 .131

Likelihood Ratio 2.876 1 .090

Fisher's Exact Test .101 .065

Linear-by-Linear Association 2.862 1 .091

N of Valid Casesb 235

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.38.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

memperbaiki_sal_air (ya /

tidak)

1.871 .900 3.888

For cohort tkt_densitas =

rendah 1.388 .908 2.121

For cohort tkt_densitas =

tinggi .742 .543 1.013

N of Valid Cases 235

98

5. Distribusi Perilaku Memasang Kawat Kasa Berdasarkan Tingkat Densitas

Telur Nyamuk Aedes aegypti

memasang_kwt_kasa * tkt_densitas Crosstabulation

tkt_densitas

Total Rendah Tinggi

memasang_kwt_kasa Ya Count 89 67 156

% within memasang_kwt_kasa 57.1% 42.9% 100.0%

Tidak Count 36 43 79

% within memasang_kwt_kasa 45.6% 54.4% 100.0%

Total Count 125 110 235

% within memasang_kwt_kasa 53.2% 46.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 2.777a 1 .096

Continuity Correctionb 2.335 1 .127

Likelihood Ratio 2.776 1 .096

Fisher's Exact Test .099 .063

Linear-by-Linear Association 2.765 1 .096

N of Valid Casesb 235

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 36.98.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

memasang_kwt_kasa (ya /

tidak)

1.587 .920 2.735

For cohort tkt_densitas =

rendah 1.252 .949 1.651

For cohort tkt_densitas =

tinggi .789 .602 1.035

N of Valid Cases 235

99

OUTPUT UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 26 83.9

Excludeda 5 16.1

Total 31 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.913 7

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

menguras_tpa .46 .508 26

menutup_tpa .31 .471 26

mengubur_bb .46 .508 26

memperbaiki_sal_air .23 .430 26

memasang_kwt_kasa .50 .510 26

tdk_menggantung_bj .85 .368 26

tkt_densitas .50 .510 26

100

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-

Total Correlation

Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

menguras_tpa 2.85 5.015 .873 .884

menutup_tpa 3.00 5.600 .646 .909

mengubur_bb 2.85 5.175 .790 .894

memperbaiki_sal_air 3.08 5.994 .515 .921

memasang_kwt_kasa 2.81 4.882 .941 .876

tdk_menggantung_bj 2.46 6.338 .425 .927

tkt_densitas 2.81 4.882 .941 .876

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

3.31 7.262 2.695 7