Hukum Perikatan - Perjanjian Fidusia

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/11/2019 Hukum Perikatan - Perjanjian Fidusia

    1/13

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Hukum Perikatan ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban subjek

    hukum dalam tindakan hukum kekayaan. Hukum perdata Eropa, termasuk yang berlaku di

    Indonesia mengenal adanya perikatan yang ditimbulkan karena undang-undang dan perikatan

    yang ditimbulkan karena perjanjian. Perikatan yang ditimbulkan karena undang-undang lazim

    disebut perikatan dari undang-undang. Adanya hak dan kewajiban timbul diluar kehendak

    subjek hukumnya. Perikatan ini dapat disebabkan oleh tindakan tidak melawan hukum dan

    tindakan melawan hukum. Sedangkan perikatan yang ditimbulkan karena perjanjian lazim

    disebut perjanjian, hak dan kewajiban yang timbul dikehendaki sendiri oleh subjek-subjek

    hukum.1

    Perjanjian-perjanjian ini banyak macam dan jenisnya serta selalu berkembang

    mengikuti perkembangan manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Untuk

    memudahkan maka perjanjian-perjanjian ini kemudian digolong-golongkan dalam beberapa

    golongan sesuai dengan penggolongannya. Salah satunya yaitu penggolongan berdasarkan

    namanya. Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam Pasal

    1319 BW dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 BW dan Artikel 1355 NBW hanya

    disebutkan dua macam perjanjian menurut namanya, yaitu perjanjian nominaat (bernama)

    dan perjanjian innominaat (tidak bernama).

    Perjanjian nominaat adalah perjanjian yang dikenal dalam BW. Yang termasuk dalam

    perjanjian nominaat adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata,

    hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan

    utang, perdamaian. Sedangkan perjanjian innominaat adalah perjanjian yang timbul, tumbuh

    dan berkembang dalam masyarakat. Jenis perjanjian ini belum dikenal dalam BW. Yang

    termasuk dalam perjanjian innominat adalah leasing, beli sewa, franchise, perjanjian rahim,

    joint venture, perjanjian karya, keagenan,production sharing, dan lain-lain.2

    Salah satu dari perjanjian tidak bernama adalah perjanjian jaminan fidusia. Perjanjian

    ini dikenal merupakan perluasan dari perjanjian jaminan gadai yang dirasakan banyak orang

    semakin tidak praktis dalam penerapannya. Masyarakat merasa jaminan dengan gadai dapat

    1

    Damang,Jenis-jenis Kontrak, http://www.negarahukum.com/hukum/jenis-jenis-kontrak.html diakses pada 5Mei 2013, 11.58.2Damang, Loc.Cit.

  • 8/11/2019 Hukum Perikatan - Perjanjian Fidusia

    2/13

    menghambat terutama terkait dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang

    transportasi dan komunikasi. Dengan menggunakan gadai sebagai jaminan, benda bergerak

    yang akan digadaikan harus disimpan oleh pihak yang menerima gadai berikut dengan hak

    menikmatinya. Hal ini dapat menghambat usaha perusahaan yang membutuhkan benda

    bergerak yang digadaikan. Sedangkan dengan fidusia, benda bergerak tersebut dapat

    dijaminkan namun hak menikmati tetap ada pada pemilik. Untuk mengatasi problem seperti

    inilah maka fidusia kemudian mulai diterapkan di Indonesia dan semakin berkembang

    dengan pesat. Berikut makalah ini akan membahas lebih lanjut tentang fidusia di Indonesia.

    B. Rumusan Masalah

    1) Apa saja pengertian, istilah, unsur, obyek, subyek, asas, dan sifat dari fidusia?

    1)

    Bagaimanakah dasar hukum berlakunya fidusia di Indonesia?

    2) Bagaimanakah contoh dari fidusia di Indonesia?

    C. Tujuan Pembahasan

    2) Untuk mengetahui pengertian, istilah, unsur, obyek, subyek, asas, dan sifat fidusia.

    3) Untuk mengetahui dasar hukum berlakunya fidusia di Indonesia.

    4)

    Untuk mengetahui contoh dari fidusia di Indonesia.

  • 8/11/2019 Hukum Perikatan - Perjanjian Fidusia

    3/13

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Pengertian, Istilah, Unsur, Obyek, Subyek, Asas, dan Sifat dari Fidusia.

    1. Pengertian dan istilah Fidusia

    Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti

    kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia.

    Dalam terminologi Belandanya sering disebut dengan istilah lengkapnya berupa Fiduciare

    Eigendoms Overdracht (FEO) yaitu penyerahan hak milih secara kepercayaan. sedangkan

    dalam bahasa Inggrisnya secara lengkap sering disebut istilah Fiduciary Transfer of

    Ownership. 3

    Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

    kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam

    penguasaan pemilik benda. Begitu pula istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor

    42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya akan disebut UUJF) : Pengalihan hak

    kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak

    kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu4.

    Sebelum Undang-undang ini dibentuk, lembaga ini disebut dengan bermacam-macam

    nama. Zaman Romawi menyebutnyaFiducia cum creditore,Asser Van Oven menyebutnya

    zekerheids-eigendom (hak milik sebagai jaminan), Blom menyebutnya bezitloos

    zekerheidsrecht (hak jaminan tanpa penguasaan), Kahrel memberi nama Verruimd

    Pandbegrip (pengertian gadai yang diperluas), A. Veenhooven dalam menyebutnya

    eigendoms overdracht tot zekergeid (penyerahan hak milik sebagai jaminan) sebagai

    singkatan dapat dipergunakan istilah fidusia saja.5

    Adapun pengertian fidusia menurut A. Hamzah dan Senjun Manulang , yaitu Suatu

    cara pengoperan pemilik dari pemiliknya (Debitur) berdasarkan perjanjian pokok (perjanjian

    utang piutang) kepada kreditur akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara

    yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan

    hutang debitur) sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh Debitur, tetapi bukan lagi sebagai

    eigenaar maupun beziter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama

    kreditur eigenaar.

    3Munir Fuady,Jaminan Fidusia, (Bandung, Citra AdityaBakti, 2000), hal. 3.

    4

    Lihat Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia5Mariam Darus Badrulzaman, Bab Tentang Kredit Verband, Gadai & Fidusia, (Bandung, Citra Aditya Bakti,

    1991), hal. 90.

  • 8/11/2019 Hukum Perikatan - Perjanjian Fidusia

    4/13

    Sedangkan pengertian fidusia berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUJF adalah pengalihan

    hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang

    hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.6

    Fiducia juga dapat diartikan perjanjian accesor antar debitor dan kreditor yang isinya

    penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitor kepada kreditor.7

    Fidusia pada dasarnya berbeda dengan jaminan fidusia. Perjanjian fidusia adalah

    suatu perjanjian hutang piutang antara debitur dan kreditur yang melibatkan adanya

    penjaminan. Sedangkan jaminan fidusia sendiri menurut pasal 1 angka 2 UUJF adalah:

    Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud

    maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat

    dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun

    1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,sebagai

    agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakankepada

    Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

    Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan dari Jaminan

    Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jainan

    Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. Kedua praktek ini sering

    dilakukan di Indonesia terutama pada masa dewasa ini.

    2.

    Adapun unsur-unsur perumusan fidusia sebagai berikut8:

    a. Unsur secara kepercayaan dari sudut pemberi fidusia ;

    b.

    Unsur kepercayaan dari sudut penerima fidusia;

    c. Unsur tetap dalam penguasaan pemilik benda;

    d. Kesan ke luar tetap beradanya benda jaminan di tangan pemberi fidusia;

    e.

    Hak mendahului (preferen);

    f. Sifat accessoir.

    3.

    Obyek dalam fidusia adalah:

    Berdasarkan Pasal 1 angka (4) UUJF, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang

    dapat dimilki dan dialihkan, yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang bergerak maupun

    yang tidak bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik.

    6Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jaminan Fidusia, disusun oleh Yayasan Kesejahteraan

    Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum,Dep hukum dan HAM RI, 2002, hal 2.7

    Monang Nasution, 2012, Fiducia, Gadai dan Hipotik,http://padmimonang.wordpress.com/2012/10/29/fidusia-gadai-hipotik/ diakses Minggu 5 Mei 2013, 15.538J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2002 hal. 160-175.

  • 8/11/2019 Hukum Perikatan - Perjanjian Fidusia

    5/13

    Sementara itu, dalam Pasal 3, untuk benda tidak bergerak harus memenuhi

    persyaratan, antara lain :

    a.

    benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.

    b. benda-benda tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik untuk benda bergerak,

    benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak gadai

    4.

    Subjek dalam fidusia adalah:

    a. Penerima fidusia yaitu orang, perseorangan atau korporasi pemilik benda yang

    menjadi obyek jaminan fidusia.

    b. Pemberi fidusia yaitu orang, perseorangan atau korporasi yang mempunyai

    piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.

    5. asas-asas dalam fidusia adalah:

    a.

    Bahwa kreditur penerima fidusia merupakan kreditur yang diutamakan

    dibandingkan dengan kreditur-kreditur lainnya.

    b. Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia

    dalam tangan siapapun benda tersebut berada. (droit de suit / zaaksgevolg).

    c. Asas asesoritas ; (bahwa perjanjian fidusia merupakan perjanjian ikutan dari

    perjanjian utama/pokok, yatu perjanjian hutang-piutang, yang melahirkan

    hutang yang dijamin dengan jaminan fidusia).

    d.

    Asas kontinjen ; jaminan fidusia dapat diletakkan atas hutang yang baru akan

    ada.

    e.

    Asas bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan ada.

    f. Asas pemidahan horizontal; bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap

    bangunan / rumah yang terdapat di atas tanah milik orang lain.

    6.

    Sifat-sifat dari jaminan fidusia yang diatur dalam UUJF adalah:

    a. Jaminan fidusia bersifat accesoir, yang berarti bahwa jaminan fidusia bukan

    hak yang berdiri sendiri melainkan kelahiran dan keberadaannya atau

    hapusnya tergantung dari perjanjian pokok fidusia itu sendiri;

    b. Jaminan fidusia bersifat droit de suite, yang berarti bahwa penerima jaminan

    fidusia/kreditur mempunyai hak mengikuti benda yang menjadi objek jaminan

    fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada, dengan artian bahwa dalam

    keadaan debitur lalai maka kreditur sebagai pemegang jaminan fidusia tidak

    kehilangan haknya untuk mengeksekusi objek fidusia walaupun objek tersebut

    telah dijual dan dikuasai oleh pihak lain;

  • 8/11/2019 Hukum Perikatan - Perjanjian Fidusia

    6/13

    c. Jaminan fidusia memberikan hak preferent, yang berarti bahwa kreditor

    sebagai penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan untuk mendapatkan

    pelunasan utang dari hasil eksekusi benda jaminan fidusia tersebut dalam hal

    debitur cedera janji atau lalai membayar utang;

    d. Jaminan fidusia untuk menjamin utang yang telah ada atau akan ada, yang

    berarti bahwa utang yang dijamin pelunasannya dengan fidusia harus

    memenuhi syarat sesuai ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Fidusia.

    e. Jaminan fidusia dapat menjamin lebih dari satu utang, yang berarti bahwa

    benda jaminan fidusia dapat dijaminkan oleh debitur kepada beberapa kreditur

    yang secara bersama-sama memberikan kredit kepada seorang debitur dalam

    satu perjanjian kredit, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-

    undang fidusia;

    f. Jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial, yang berarti bahwa

    kreditur sebagai penerima fidusia memiliki hak untuk mengeksekusi benda

    jaminan bila debitur cidera janji. Dan eksekusi tersebut dapat dilakukan atas

    kekuasaan sendiri atau tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum

    tetap.

    g.

    Jaminan fidusia bersifat spesialitas dan publisitas, dengan maksud spesialitas

    adalah uraian yang jelas dan rinci mengenai objek jaminan fidusia dalam Akta

    Jaminan Fidusia, sedangkan publisitas adalah berupa pendaftaran Akta

    Jaminan Fidusia yang dilakukan di kantor pendaftaran fidusia;

    h. Jaminan fidusia berisikan hak untuk melunasi utang. Sifat ini sesuai dengan

    fungsi setiap jaminan yang memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur

    untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan jaminan bila debitur cidera

    janji dan bukan untuk dimiliki oleh kreditur. Dan ketentuan ini bertujuan

    untuk melindungi debitur dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan

    kreditur;

    i. Jaminan fidusia meliputi hasil benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan

    klaim asuransi. Dan objek jaminan fidusia berupa benda-benda bergerak

    berwujud (seperti kendaraan bermotor, mesin pabrik, perhiasan, perkakas

    rumah, pabrik, dan lain-lain); benda bergerak tidak berwujud (seperti

    sertipikat, saham, obligasi, dan lain-lain); benda tidak bergerak yang tidak

    dapat dibebani dengan hak tanggungan (yakni, hak satuan rumah susun di atas

  • 8/11/2019 Hukum Perikatan - Perjanjian Fidusia

    7/13

    tanah hak pakai atas tanah negara dan bangunan rumah yang dibangun di atas

    tanah milik orang lain); serta benda-benda yang diperoleh dikemudian hari.

    B. Dasar Hukum Berlakunya Fidusia di Indonesia

    Adapun yang menjadi dasar hukum fidusia sebelum UUJF dibentuk adalah

    yurisprudensi arrest HGH tanggal 18 Agustus 1932 tentang perkara B.P.M melawan

    Clygnett.9

    Perjanjian dengan jaminan fidusia ini kemudian diatur dengan lebih lanjut oleh

    pemerintah Indonesia dengan cara dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

    tentang Jaminan Fidusia yang mengatur tentang lembaga jaminan untuk benda bergerak

    yang dijadikan jaminan hutang. Lembaga jaminan ini sebagai alternatif dari gadai, ketika

    benda bergerak dijadikan jaminan hutang. Ada 3 (tiga) pertimbangan lahirnya Undang-

    Undang Nomor 42 Tahun 1999, yaitu :

    1. Kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas

    tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan

    lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan.

    2. Jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan saat ini masih

    didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-

    undangan secara lengkap dan komprehensif.

    3. Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan

    nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan

    perlindungan bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan

    yang lengkap mengenai jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan

    pada Kantor Pendaftaran Fidusia.

    Pengertian jaminan fidusia itu sendiri adalah hak jaminan atas benda bergerak baik

    yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan

    yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-

    undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan

    pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan

    yang diutamakan kepada penerima Jaminan fidusia kreditur lainnya.10

    9J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Op. Cit, hal. 111

    10Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani,Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Bandung, hal.168

  • 8/11/2019 Hukum Perikatan - Perjanjian Fidusia

    8/13

    Perjanjian jaminan fidusia memiliki ciri-ciri sebagaimana diatur dalam Undang-

    undang No. 42 Tahun 1999 sebagai berikut11:

    1.

    Memberikan kedudukan yang mendahului kepada kreditur penerima fidusia

    terhadap kreditur lainnya (pasal 27 UUJF).

    2. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek itu berada

    droit de suite (Pasal 20 UUJF).

    3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga mengikat pihak ketiga dan

    memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan

    (Pasal 6 dan Pasal 11 UUJF). Untuk memenuhi asas spesialitas dalam ketentuan

    Pasal 6 UUJF, maka akta jaminan fidusia sekurang-kurangnya memuat :

    a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia ;

    b.

    Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia ;

    c. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia ;

    d. Nilai penjaminan dan ;

    e.

    Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia ;

    Asas Publisitas dimaksudkan dalam UUJF untuk memberikan kepastian hukum,

    seperti termuat dalam Pasal 11 UUJF yang mewajibkan benda yang dibebani

    dengan jaminan fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak

    di Indonesia, kewajiban ini bahkan tetap berlaku meskipun kebendaan yang

    dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah Republik Indonesia.12

    4.

    Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya (Pasal 29 UUJF).

    Eksekusi jaminan fidusia didasarkan pada sertipikat jaminan fidusia, sertipikat

    jaminan fidusia ditertibkan dan diserahkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia

    kepada Penerima jaminan fidusia memuat tanggal yang sama dengan tanggal

    penerimaan pendaftaran jaminan fidusia, sertipikat jaminan fidusia merupakan

    salinan dari Buku Daftar Fidusia, memuat catatan tentang hal-hal yang dinyatakan

    dalam pendaftaran jaminan fidusia.13

    Dalam hal debitur atau pemberi fidusia cidera janji, pemberi fidusia wajib

    menyerahkan obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi. Eksekusi dapat

    dilaksanakan dengan cara pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia, artinya

    langsung melaksanakan eksekusi, atau melalui lembaga parate eksekusi penjualan benda

    11Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Refisi dengan UUHT, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang,

    2001, hal. 36-3712Gunawan Widj aya dan Ahmad Yani,Jaminan Fidusia, Op cit. Hal.139

    13Ibid.

  • 8/11/2019 Hukum Perikatan - Perjanjian Fidusia

    9/13

    obyek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil

    pelunasan dari hasil penjualan. Dalam hal akan dilakukan penjualan dibawah tangan, harus

    dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia.

    Perjanjian jaminan fidusia berdasarkan UU No. 42 Tahun 1999 dilaksanakan melalui

    dua tahap, yaitu tahap pembebanan dan tahap pendaftaran jaminan fidusia.

    Proses Terjadinya Jaminan Fidusia menurut UUJF adalah sebagai berikut:

    1. Tahap pembebanan

    Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUJF dinyatakan Pembebanan benda dengan jaminan

    fidusia dibuat dengan Akta Notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta

    jaminan fidusia. Akta Notaris merupakan salah satu wujud akta otentik sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 1868 KUH Perdata. Di mana dalam pasal 1868 disebutkan

    bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh

    Undang-Undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa

    untuk itu di tempat di mana akta dibuat.

    2.

    Tahap pendaftaran

    Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Fidusia No. 42 Tahun 1999, akta perjanjian

    jaminan fidusia tersebut diwajibkan untuk didaftarkan berdasarkan ketentuan Pasal 11

    ayat (1) Undang-Undang Fidusia. Adapun tata cara pendaftaran jaminan fidusia yang

    dilakukan oleh penerima fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia, diatur lebih lanjut

    berdasarkan PP No. 86 Tahun 2000 tentang tata cara Pendaftaran Jaminan Fidusia.

    Pendaftaran jaminan fidusia juga telah diatur dalam pasal 11-18 UUJF.

    Secara umum benda yang dijaminkan dengan fidusia harus didaftarkan di Kantor

    Pendaftaran Fidusia. Permohonan ini dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya

    dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan fidusia. Kemudian surat sertifikat

    Jaminan Fidusia yang telah sah akan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan

    putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pemberi Fidusia dilarang

    melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi jaminan fidusia yang sudah terdaftar.14

    Ketentuan mengenai pendaftaran fidusia dan biayanya juga diatur dalam PP No. 86

    Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya pembuatan Akta

    Jaminan Fidusia.

    Hapusnya jaminan fidusia juga diatur dalam pasal 25-26 UUJF dan secara umumnya

    karena hal-hal berikut:

    14Lihat Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

  • 8/11/2019 Hukum Perikatan - Perjanjian Fidusia

    10/13

    1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia (pelunasan)

    2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia

    3.

    Musnahnya benda objek jaminan fidusia

    4. Atas permintaan penerima fidusia

    kantor pendataran fidusia (kpf) akan mencoret pencatatan jaminan fidusia dari buku

    daftar fidusia dan menerbitkan surat keterangan bahwa surat sertifikat fidusia tersebut tidak

    berlaku lagi.

    C. Contoh Praktek Fidusia Di Indonesia.

    Contoh secara sederhana tentang praktek fidusia adalah sebagai berikut:

    A meminjam uang kepada B. Sebagai jaminan, A menyerahkan BPKB motornya

    kepada B tetapi motor tersebut tetap dikuasai oleh A. Praktik ini termasuk fidusia karena hak

    kepemilikan motor A yang dibuktikan dengan BPKB telah diserahkan kepada B sedangkan

    penguasaan atas barang jaminan (motor) tetap pada A.

    Contoh lainnya adalah:

    Pengaduan konsumen tentang pembayaran angsuran motor melalui jaminan fidusia

    masih marak terjadi hingga kini. Adanya kebutuhan konsumen dan kemudahan dari sales

    perusahaan penjual motor menjadikan proses jual-beli lebih mudah. Permasalahan mulai

    timbul ketika konsumen tidak mampu membayar kredit motor, yang membuat perusahaan

    mencabut hak penguasaan kendaraan. Pada umumnya praktek penjualan motor dilakukan

    sales dengan iming-iming kemudahan memperoleh dana untuk pembayaran dengan jaminan

    fidusia, dimana persyaratannya sederhana, cepat, dan mudah sehingga konsumen kadang

    tidak pemperhitungkan kekuatan finansialnya.

    Kasus Posisi

    Seorang tukang becak, bernama A membeli kendaraan sepeda motor Kawasaki hitam.

    Dimana B meminjamkan identitasnya untuk kepentingan A. Identitas ini digunakan untuk

    mengajukan pinjaman pembayaran motor tersebut dengan jaminan fidusia kepada PT. AF.

    Kemudian A telah membayar uang muka sebesar Rp. 2.000.000,- kepada PT. AF dan telah

    mengangsur sebanyak 6 kali (per angsuran sebesar Rp. 408.000,-). Namun ternyata pada

    cicilan ke tujuh, konsumen terlambat melakukan angsuran, akibatnya terjadi upaya penarikan

    sepeda motor dari PT. AF.

    Merasa dirugikan, A mengadukan masalahnya ke Lembaga Perlindungan Konsumen

    Swadaya Masyarakat (LPKSM). Kemudian karena tidak mampu melakukan pembayaran,

    maka A menitipkan obyek sengketa kepada LPKSM disertai berita acara penyerahan.

  • 8/11/2019 Hukum Perikatan - Perjanjian Fidusia

    11/13

    Akibatnya A/B dilaporkan oleh PT. AF dengan dakwaan melakukan penggelapan. Tuduhan

    penggelapan sesuai Pasal 372 KUH Pidana menyebutkan: Barang siapa dengan sengaja

    dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah

    kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam

    karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda

    paling banyak sembilan ratus rupiah.

    Penyelesaian Kasus

    Bila jaminan fidusia terdaftar, PT. AF memiliki hak eksekusi langsung (parate

    eksekusi) untuk menarik kembali motor yang berada dalam penguasaan konsumen. Tapi,

    dalam hal ini PT. AF ternyata tidak mendaftarkan jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran

    Fidusia, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 42 Tahun 1999. Akibatnya perjanjian

    jaminan fidusia menjadi gugur dan kembali ke perjanjian pokok yaitu perjanjian hutang

    piutang biasa (akta dibawah tangan). Dalam konsepsi hukum pidana, eksekusi objek fidusia

    di bawah tangan masuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUH Pidana jika kreditor melakukan

    pemaksaan dan ancaman perampasan. Pasal ini menyebutkan:

    1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain

    secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman

    kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian

    adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun

    menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling

    lama sembilan bulan.

    2. Ketentuan pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini.

    Dalam hal ini, kreditor atau PT.AF melakukan pemaksaan untuk mengambil barang

    secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian atau seluruhnya milik

    orang lain. PT. AF dalam kasus ini tidak dapat melakukan eksekusi tersebut, karena sepeda

    motor yang telah diangsur oleh A selama 6 bulan itu, bukan lagi menjadi milik PT.AF

    sepenuhnya tapi A pun mempunyai hak kepemilikan pada sepeda motor Kawasaki Ninja itu.

    Hak Konsumen atas Obyek Sengketa

    Konsumen telah membayar 6 kali angsuran, namun terjadi kemacetan pada angsuran

    ketujuh. Ini berarti konsumen telah menunaikan sebagian kewajibannya sehingga dapat

    dikatakan bahwa di atas objek sengketa tersebut telah ada sebagian hak milik debitor

    (konsumen) dan sebagian hak milik kreditor.

  • 8/11/2019 Hukum Perikatan - Perjanjian Fidusia

    12/13

    BAB III

    PENUTUP

    A. Simpulan

    Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan

    dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan

    pemilik benda. Perjanjian ini kemudian diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999

    tentang Jaminan Fidusia. Objek dari fidusia adalah benda segala sesuatu yang dapat dimilki

    dan dialihkan, yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak

    bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik dengan beberapa

    persyaratan yaitu tidak dapat dibebani dengan hak hipotik, hak tanggungan dan hak beban.

    Fidusia diatur dalam suatu undang-undang tertentu karena telah berkembang sangat

    pesat dalam prakteknya di Indonesia. Sehingga membutuhkan suatu peraturan yang dapat

    memberikan batasan-batasan tertentu agar menjadi lebih teratur dan mencegah dari terjadinya

    pelanggaran-pelanggaran dalam prakteknya.

  • 8/11/2019 Hukum Perikatan - Perjanjian Fidusia

    13/13

    DAFTAR PUSTAKA

    Daftar Pustaka Buku:

    Badrulzaman,Mariam Darus. 1991.Bab Tentang Kredit Verband, Gadai &

    Fidusia. Citra Aditya Bakti: Bandung.

    Fuady Munir. 2000.Jaminan Fidusia.Citra AdityaBakti: Bandung.

    Yayasan Kesejahteraan Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum,Dep

    hukum dan HAM RI. 2002. Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang

    Jaminan Fidusia.

    Satrio, J. 2002.Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia. Bandung:

    Citra Aditya Bakti.

    Widjaya, Gunawan dan Yani, Ahmad.Jaminan Fidusia. Bandung: Raja Grafindo

    Persada.

    Patrik, Purwahid dan Kashadi. 2001.Hukum Jaminan Edisi Refisi dengan UUHT.

    Semarang: Fakultas Hukum UNDIP.

    Daftar Pustaka Internet:

    Monang Nasution. 2012. Fiducia, Gadai dan Hipotik.Diakses dari

    http://padmimonang.wordpress.com/2012/10/29/fidusia-gadai-hipotik/ [Minggu 5

    Mei 2013, 15.53]

    Damang.Jenis-jenis Kontrak. http://www.negarahukum.com/hukum/jenis-jenis-

    kontrak.html [Minggu 5 Mei 2013, 11.58]

    http://www.perlindungankonsumen.or.id/index.php?option=com_content&view=a

    rticle&id=177:bedah-kasus-konsumen-fidusia&catid=63:artikel&Itemid=215

    diakses pada tanggal 05 Mei 2013

    http://pujiirahayuu.blogspot.com/2011/11/pengertian-fidusia.html diakses 05 Mei

    2013

    Peraturan perundang-undangan

    Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia