Upload
imam-chanif
View
16
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan IPT identifikasi
Citation preview
LAPORAN ILMU PENYAKIT TANAMAN
“IDENTIFIKASI PATOGEN TANAMAN ”
Oleh :
Nama : Aziza Arisona
NIM : 105040201111107
Kelompok : Senin, 07.30 WIB (Lab.Nemat)
Asisten : Mbk. Dian
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di dalam mempelajari ilmu penyakit tumbuhan (Fitopatologi) sebelum seseorang melangkah lebih lanjut untuk menelaah suatu penyakit secara mendalam, terlebih dahulu harus bisa mengetahui tumbuhan yang dihadapi sehat ataukah sakit. Untuk keperluan diagnosis, maka pengertian tentang tanda dan gejala perlu diketahui dengan baik. Salah satu tahapan yang penting dalam mendiagnosa gejala serangan penyakit tanaman adalah identifikasi terhadap patogen tanaman. Patogen yang diidentifikasi berasal dari pengambilan sampel tanaman yang terserang penyakit. Sampel tanaman yang terserang penyakit kemudian diisolasi dan ditumbuhkan pada media aseptik buatan. Identifikasi menjadi sangat penting karena pada tahapan tersebut ditekankan beberapa hal pokok seperti untuk pengendalian khususnya untuk uji antagonis ataupun hanya sekedar untuk mengetahui jenis patogen yang menyerang tanaman.
Dari hasil identifikasi, dapat diperoleh suatu kesimpulan mengenai jenis patogen yang menyerang tanaman kemudian lebih lanjut upaya tersebut juga dapat diarahkan untuk mempelajari upaya – upaya pengendalian yang tepat untuk mencegah serangan patogen tersebut. Salah satunya melalui uji antagonismu dari jamur antagonis. Hal ini menyebabkan proses identifikasi patogen tanaman menjadi sangat penting untuk memastikan jenis patogen yang menyerang tanaman secara akurat. Untuk itu, perlu dilakukan praktik secara langsung untuk mengidentifikasi patogen tanaman.
1.2. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengadakan determinasi terhadap
jenis patogen yang menyerang tanaman melalui identifikasi secara langsung.
1.3. ManfaatManfaat yang bisa diperoleh dari praktikum ini antara lain:a. Mampu melakukan identifikasi terhadap jenis patogen yang menyerang tanaman.b. Mengetahui jenis patogen yang menyerang tanaman.c. Dari hasil identifikasi dapat diarahkan untuk menentukan aras pengendalian yang
tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Identifikasi
Identifikasi adalah usaha pengenalan terhadap suatu hal dengan mengamati sifat – sifat
khasnya.
(Tim Penyusun, 2008)
Pengertian identifikasi (penyakit) secara umum adalah membuat kepastian terhadap
suatu penyakit berdasarkan gejala yang tampak, atau suatu proses untuk mengenali
suatu penyakit tanaman melalui gejala dan tanda penyakit yang khas termasuk faktor-
faktor lain yang berhubungan dengan proses penyakit tersebut.
(Nurhayati, 2012)
2.2. Metode Identifikasi patogen Tanaman
a. Teknik Molekuler
Identifikasi patogen penyebab penyakit dilakukan dalam rangka menentukan spesies
penyebab penyakit yang terbawa oleh media pembawa. Pengelolaan sampel kerja
(Media Pembawa) dalam identifikasi penyebab menggunakan metode molekuler akan
memudahkan Petugas Karantina melakukan tindakan pengujian di laboratorium.
Indeksing adalah istilah yang digunakan untuk suatu prosedur pengujian keberadaan
patogen yang diketahui, terutama virus, pada tanaman. Indeksing memberi peluang
untuk menerapkan secara cepat strategi pengendalian dan mengurangi kemungkinan
berkembangnya wabah penyakit.
(Dewianti, 2011)
b. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase chain reaction (PCR) merupakan sebuah metode yang digunakan untuk
memperbanyak suatu fragmen DNA yang spesifik secara invitro. Posisi fragmen DNA
yang spesifik tersebut ditentukan oleh sepasang primer yang akan menjadi cetakan
awal untuk proses perbanyakan fragmen DNA selanjutnya dengan bantuan enzim
polimerase dan deoxyribonucleotide triposphate (dNTPs) yang dikondisikan pada
suhu tertentu. Fragmen DNA, yang pada awalnya terdapat dalam konsentrasi yang
sangat rendah akan diperbanyak menjadi cetakan fragmen DNA baru yang cukup
untuk dapat divisualisasi pada gel agarosa . Secara prinsip, PCR merupakan proses
yang diulang-ulang antara 20–30 kali. Setiap siklus terdiri dari tiga tahap. Berikut
adalah tiga tahap bekerjanya PCR dalam satu siklus:
1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada
suhu tinggi, 94–96°C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA
menjadi berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan
agak lama (sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah.
Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat
("patokan") bagi primer. Durasi tahap ini 1–2 menit.
2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA
templat yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara
45–60°C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat
menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di
sembarang tempat. Durasi tahap ini 1–2 menit.
3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis
DNApolimerase yang dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini
biasanyadilakukan pada suhu 76°C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit. Pada
denaturasi awal (1) Dna akan dipisah menjadi untai tunggal. Kemudian primer
melekat pada posisi target dari masing-masing untai DNA (2) pada saat
annealing. Setelah itu taq polimerase melakukan ekstensi DNA dari ujung 3’
primer pada tahap ekstensi. Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap
4. Tahap 4 pada gambar menunjukkan perkembangan yang terjadi pada siklus-
siklus selanjutnya. Akibat denaturasi dan renaturasi, beberapa berkas baru
(berwarna hijau) menjadi templat bagi primer lain. Akhirnya terdapat berkas
DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai dalam jumlah yang
melimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial.
(Sadatin, 2011)
c. Teknik Serologi
Prinsip kerja serologi didasarkan pada reaksi spesifik antara antigen dan antibodi
(antiserum) sehingga terbentuk reaksi conjugate antibody-enzyme (Hunter D. 2001).
Salah satu metode pengujian serologi adalah Enzyme Linked Immunosorbent
Assay (ELISA) Metode pengujian ini mulai berkembang sejak tahun 1971. ELISA
merupakan suatu metode pengujian serologi yang melekatkan kompleks ikatan antara
antibodi dengan antigen di dalam sumuran plate ELISA yang terbuat dari bahan
plastik (Dijkstra et al. 1998). Jika terjadi reaksi kompatibel antara antibodi dengan
antigen akan ditunjukkan dengan adanya perubahan warna yang terjadi.
Keunggulan metode ini (Dijkstra et al. 1998):
1. Dapat mendeteksi virus padakonsentrasi rendah (1-10 ng/ml).
2. Penggunaan antibodi dalam jumlah sedikit.
3. Hasil pengujian pada sap tanaman sama baiknya dengan pengujian pada suspensi
virus yang dimurnikan.
4. Pengujian dapat diaplikasi pada sampel pengujian dalam jumlah besar.
5. Pengujian dapat distandarkan dengan menggunakan kit bahan pengujian .
6. Memungkinkan untuk mendapatkan hasil secara kuantitatif (nilai absorbansi)
disamping hasil kualitatif (perubahan warna).
Dalam perkembangannya, metode ini mengalami modifikasi dalam prosedur
pelaksanaan pengujian, diantaranya adalah pengujian standar (direct) DAS ELISA
dan indirect ELISA. Perbedaan kedua metode ini adalah pada tempat enzim terikat.
Bila konjugasi enzim dilakukan pada imunoglobulin antivirus maka metode itu
termasuk DAS ELISA, tetapi bila konjugasi enzim dilakukan pada imunoglobulin dari
serum darah hewan maka metode tersebut diklasifikasikan sebagai Indirect ELISA.
(Sadatin, 2011)
d. Mikroskop
Menggunakan mikroskop elektron payar Scanning Electron Microscope (SEM) untuk
menghasilkan gambar. Metode ini terbilang paling sederhana diantara metode yang
lain, prosedur kerjanya dapat dilakukan secara langsung dengan cara pengamatan
terhadap sampel patogen yang telah diisolasi dan ditumbuhkan pada media buatan.
Teknik ini lebih mudah apabila digunakan untuk mengidentifikasi patogen yang dapat
dibiakkan pada media buatan misalnya jamur.setelah diletakkan diatas preparat lalu
lakukan pengamatan dengan mikroskop kemudian hasil identifikasinya diambil
gambarnya.
(Anonymous, 2013)
2.3 Deskripsi Gejala makroskopis Spesimen
Culvaria sp. pada daun tebu mempunyai warna koloni cokelat kehitaman,
miselium teratur, pertumbuhan koloni rata, tebal. Tepi koloni tidak rata dan berwarna
putih kecokelatan. Sedangkan Ciri mikroskopis hifa bersepta, berwarna cokelat,
konidiofor berwarna cokelat, konidia berbentuk pyriform, berwarna cokelat, multi
septa, dan banyak sel. Gambar 1.1 (a) Koloni pada media PDA . (b) konidiofor dan
konidia.
Gambar (a)
Gambar (a)
(Amin, 2011)
Gambar 1.1 Gejala Makrokopis Culvaria sp. Pada Tanaman Jagung
(Anonymous, 2013)
2.3. Postulat koch
Dalam Postulat Koch dijelaskan bahwa mikroorganisme dikatakan sebagai penyebab
penyakit bila memenuhi kriteria berikut:
1. mikroorganisme penyebab penyakit selalu berasosiasi dengan gejala penyakit
yang bersangkutan,
2. mikroorganisme penyebab penyakit harus dapat diisolasi pada media buatan
secar murni,
3. mikroorganisme penyebab penyakit hasil isolasi harus dapat menimbulkan
gejala yang sama dengan gejala penyakitnya, apabila diinokulasikan, dan
4. mikroorganisme penyebab penyakit harus dapat direisolasi dari gejala yang
timbul hasil lnokulasi.
Postulat Koch ini oleh Smith (1906) dimodifikasi, untuk parasit obligat, tidak
perlu pada media buatan, tetapi harus dapat dibiakkan secara murni sekalipun pada
inang.
(Cut Putria, 2010)
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1. Alat dan Bahan
a. Alat
- Mikroskop : digunakan untuk mengidentifikasi kenampakan mikroskopis
patogen
- Objek glass dan Cover glass : digunakan sebagai tempat spesimen yang
diamati.
- Jarum ose : digunakan untuk mengambil spesimen.
- Kamera : digunakan untuk mendokumentasikan hasil identifikasi
b. Bahan
- Aquades : untuk membersihkan alat.
- Alkohol : untuk mensterilkan alat.
- Biakan murni patogen : spesimen yang diamati.
3.2. Pelaksanaan Identifikasi patogen Tanaman
3.2.1 Alur Kerja
Foto
Amati di bawah mikroskop perbesaran 10x
Letakkan di preparat
Ambil dengan jarum ose
Siapkan biakan murni patogen
3.2.1 Pembahasan
Biakan patogen yang sudah dipurifikasi, kemudian diambil dengan
jarum ose, dan setelah itu diletakkan di preparan yang sudah ditetesi air
kemudian ditutup dengan cover glass. Langkah berikutnya, preparat yang telah
berisi sampel patogen kemudian diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran
10 x. Setelah kenampakan mikroskopisnya terlihat maka segera
didokumentasikan hasilnya dan dibandingkan dengan literatur.
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Gambar Identifikasi Gambar Literatur Keterangan
Tampak kumpulan hifa
pada hasil pengamatan mikroskopis
4.2. Pembahasan Dari hasil pengamatan mikroskopis dan dibandingkan dengan literatur ternyata
hasilnya menunjukkan kenampakan yang tidak sama. Menurut Amin (2011),
Culvaria sp. pada daun tebu mempunyai warna koloni cokelat kehitaman, miselium
teratur, pertumbuhan koloni rata, tebal. Tepi koloni tidak rata dan berwarna putih
kecokelatan. Sedangkan Ciri mikroskopis hifa bersepta, berwarna cokelat, konidiofor
berwarna cokelat, konidia berbentuk pyriform, berwarna cokelat, multi septa, dan
banyak sel.
Hasil yang tidak sesuai ini dikarenakan beberapa hal, diantaranya adalah
karena masa inkubasi dari biakan Culvaria sp. yang singkat (±3 hari). Menurut Lee et
al (2011) Culvaria sp. agak sulit untuk dibiakkan secara in vitro karena pertumbuhan
patogen ini sangat lambat, umumnya menggunakan media PDA. Koloni berwarna
coklat gelap sampai hitam tanpa daerah miselium, berbentuk keriput pada permukaan,
dan dengan diameter 5-7 mm pada permukaan PDA setelah masa inkubasi 30 hari
pada suhu 200C.
BAB VKESIMPULAN
Identifikasi adalah usaha pengenalan terhadap suatu hal dengan mengamati sifat-
sifat khasnya. Berdasarkan hasil pengamatan patogen secara mikroskopis
menunjukkan bahwa kenampakan mikroskopis yang diperoleh tidak sama dengan
gejala mikroskopis dari Culvaria sp. yang disebutkan pada literatur. Dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa patogen yang diisolasi bukan Culvaria sp.
Menurut literatur Culvaria sp. agak sulit untuk dibiakkan secara in vitro karena
pertumbuhan patogen ini sangat lambat, umumnya menggunakan media PDA. Koloni
berwarna coklat gelap sampai hitam tanpa daerah miselium, berbentuk keriput pada
permukaan, dan dengan diameter 5-7 mm pada permukaan PDA setelah masa
inkubasi 30 hari pada suhu 200C.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, N.2011.Isolasi dan Identifikasi Cendawan Endofit dari Klon Tanaman Kakao
Tahan VSD M.05 dan Klon Rentan VSD M.01.Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan.Fakultas Pertanian.Universitas Hasanuddin.Makassar.Sulawesi
Selatan.
Cutputria. 2010. Postulat koch.
http://cutputrias08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/postulat
koch-part-2/ diunduh 28 April 2013.
Dewianti. 2011. Identifikasi Pengganggu Tumbuhan.
http://dewiantib.blogspot.com
/2011/06/makalah-identifikasi-pengganggu.html.diunduh 28 April 2013.
Ghurri, Sadatin. 2011. Diagnose Virus Patogen Tanaman.http://sadatin091089.blogspot.com/
2011/04/diagnosis-virus-patogen-tanaman-tugas. Diunduh 28 April 2013.
Lee et al. 2011. Biological Characterization of Marssonina coronaria Associated with Apple
Blotch Disease. Mycobiology. 39 (3) : 200-205
Nurhayati. 2012. Diagnose Penyakit Tumbuhan.http://nurhayatisite.blogspot.com/
2011/03/diagnosis-penyakit-tanaman Diunduh 28 April 2013.
Semangun, Haryomo. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura Di Indonesia. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta
Tim Penyusun S. 1997. Kamus Pertanian Umum. Penebar Swadaya. Jakarta