23
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan dan digunakan sebagai bahan pengemas atau pelapis pada produk pangan. Edible film memiliki fungsi sebagai penghalang (barrier) terhadap massa (kelembaban, cahaya, lipida, oksigen, gas volatil, dan zat terlarut), pengawet, pembawa aditif, vitamin, mineral, antioksidan, antimikroba, memperbaiki rasa dan warna pada produk yang dikemas, dan dapat memudahkan penanganan bahan pangan serta berfungsi untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologi (Dangaran, dkk., 2004). Berdasarkan komponen penyusun edible film dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu hidrokoloid (mengandung protein, polisakarida, alginat), lemak (mengandung asam lemak, acylgliserol, lilin) dan kombinasi (menggabungkan antara komponen hidrokoloid dan komponen lemak) (Skurtys, dkk., 2011). Menurut Irianto dkk, (2006) beberapa jenis hidrokoloid yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan edible film adalah protein (contoh: gelatin, protein kedelai, protein jagung, kasein, dan gluten gandum), karbohidrat (contoh: pati, pektin, alginate, gum arab, dan modifikasi karbohidrat lainnya), dan lipid (contoh: lilin/wax, gliserol, dan asam lemak). Beberapa penjelasan tentang komponen penyusun edible film diantaranya: a. Hidrokoloid Bahan dasar polisakarida dalam pembuatan edible film dapat berfungsi dalam mengatur udara sekitarnya dan memberikan ketebalan atau kekentalan pada larutan edible film yang terbentuk. Pembuatan edible film dapat dilakukan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Edible film

Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat

dimakan dan digunakan sebagai bahan pengemas atau pelapis pada produk pangan.

Edible film memiliki fungsi sebagai penghalang (barrier) terhadap massa

(kelembaban, cahaya, lipida, oksigen, gas volatil, dan zat terlarut), pengawet,

pembawa aditif, vitamin, mineral, antioksidan, antimikroba, memperbaiki rasa dan

warna pada produk yang dikemas, dan dapat memudahkan penanganan bahan

pangan serta berfungsi untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan fisik, kimia,

dan mikrobiologi (Dangaran, dkk., 2004).

Berdasarkan komponen penyusun edible film dapat diklasifikasikan menjadi

tiga kategori yaitu hidrokoloid (mengandung protein, polisakarida, alginat), lemak

(mengandung asam lemak, acylgliserol, lilin) dan kombinasi (menggabungkan

antara komponen hidrokoloid dan komponen lemak) (Skurtys, dkk., 2011).

Menurut Irianto dkk, (2006) beberapa jenis hidrokoloid yang dapat digunakan

sebagai bahan pembuatan edible film adalah protein (contoh: gelatin, protein

kedelai, protein jagung, kasein, dan gluten gandum), karbohidrat (contoh: pati,

pektin, alginate, gum arab, dan modifikasi karbohidrat lainnya), dan lipid (contoh:

lilin/wax, gliserol, dan asam lemak). Beberapa penjelasan tentang komponen

penyusun edible film diantaranya:

a. Hidrokoloid

Bahan dasar polisakarida dalam pembuatan edible film dapat berfungsi dalam

mengatur udara sekitarnya dan memberikan ketebalan atau kekentalan pada larutan

edible film yang terbentuk. Pembuatan edible film dapat dilakukan dengan

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

5

hidrokoloid menggunakan protein atau karbohidrat. Bahan dasar karbohidrat yang

digunakan dalam pembentukan film dapat berupa pati, gum (contoh: alginat, pektin,

gum arab), dan pati yang dimodifikasi secara kimia. Bahan dasar pembuatan edible

film dengan protein antara lain dengan kasein, protein kedelai, gluten gandum, dan

protein jagung. Film yang terbuat dari hidrokoloid sangat baik sebagai penghambat

perpindahan oksigen, karbondioksida, lemak, dan memiliki karakteristik mekanik

yang sangat baik, sehinggga sangat baik digunakan untuk memperbaiki struktur

pada film agar tidak mudah hancur (Donhowe dan Fennema, 2004).

b. Lipida

Bahan dasar lipida dalam pembuatan edible film dapat berfungsi sebagai

penghambat uap air, bahan pelapis untuk meningkatkan kilap pada produk permen.

Selain itu, penambahan lipida juga dapat berfungsi dalam memberikan sifat

hidrofobik pada pembuatan edible film. Film yang terbuat dari lemak murni sangat

terbatas penggunaanya dikarenakan menghasilkan kekuatan struktur film yang

kurang baik (Donhowe dan Fennema, 2004). Lipida yang sering digunakan sebagai

pembuatan edible film antara lain lilin (wax), resin, asam lemak, dam monogliserida

(Hui, 2006).

c. Komposit

Bahan dasar komposit dalam pembuatan edible film yaitu gabungan

komponen yang terdiri dari komponen hidrokoloid dan komponen lipida. Aplikasi

dari komposit film dapat digunakan dengan cara lapisan satu-satu (bilayer), di mana

satu lapisan merupakan kompoonen hidrokoloid dan satu lapisan lain merupakan

komponen lipida, atau juga dapat dengan gabungan hidrokoloid dan lipida dalam

satu kesatuan film. Komponen antara hidrokolid dan lipida yang telah bergabung

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

6

memiliki fungsi masing – masing yang saling menguntungkan pada pembentukan

film. Kandungan pada hidrokoloid dapat memberikan daya tahan sedangkan

kandungan lipida dapat meningkatkan ketahanan terhadap penguapan air. Film

yang telah terbentuk dengan gabungan antara komponen hidrokoloid dan lipida

dapat digunakan untuk melapisi buah-buahan dan sayuran (Donhowe dan Fennema,

2004).

Formulasi dalam pembuatan edible film atau coating harus memiliki

setidaknya satu komponen yang dapat membentuk matriks kohesif dan

berkesinambungan. Penggunaan bahan polisakarida memiliki keuntungan pada film

yang akan dihasilkan yaitu dapat membentuk film yang baik dalam menghambat

minyak dan lipid tetapi kurang dalam menghambat kelembaban. Akan tetapi, film

yang berbasis protein memiliki sifat mekanik dan penghalang yang lebih baik

daripada film yang berbahan polisakarida. Hal ini dapat disebabkan karena protein

merupakan polimer monoton, protein memiliki struktur khusus dengan potensi sifat

fungsional yang lebih besar. Senyawa lipid seperti lemak nabati dan lemak hewani

memiliki sifat penghalang kelembaban yang sangat baik. Namun, senyawa lipid

kurang dalam menghambat stabilitas (oksidasi), tekstur dan kualitas hasil

organoleptik (Jirukkakul, 2016).

Tabel 1 Nilai Edible film Berdasarkan Japan Industrial Standard

Parameter Nilai

Ketebalan

Kuat tarik

Elongasi

WVTR

Maks. 0,25 mm

Min. 0,39 Mpa

<10% buruk

10-50% baik

>50% sangat baik

Maks. 7 g/m2 /hari

Sumber: Japan Industrial Standard (JIS) (1975) dalam Ariska dan Suyanto (2015)

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

7

Secara umum parameter yang sering digunakan dalam mengukur sifat

mekanik pada edible film seperti ketebalan, kuat tarik (tensile strength), kemuluran

(elongation) dan laju transmisi uap air.

a. Ketebalan

Ketebalan merupakan kemampuan edible film sebagai pengemas produk.

Kenampakan edible film yang tebal akan memberikan warna yang tidak transparan

dan akan mengurangi penerimaan konsumen karena produk menjadi kurang

menarik (Khotimah, 2006). Faktor yang dapat mempengaruhi ketebalan pada edible

film adalah konsentrasi total padatan terlarut yang ada dalam larutan pembentuk

film dan ukuran cetakan yang digunakan dalam pembentukan film. Semakin tinggi

penambahan konsentrasi padatan terlarut, maka ketebalan film yang terbentuk juga

akan meningkat begitupun sebaliknya (Krisna, 2011).

b. Kekuatan tarik (tensile strength)

Kuat tarik merupakan ukuran dari besarnya gaya yang diperlukan untuk

mencapai tarikan maksimum pada setiap luas area film. Kuat tarik edible film

dihitung berdasarkan kekuatan tarikan maksimum yang dapat dicapai hingga film

tetap bertahan sebelum terjadinya putus. Faktor yang dapat mempengaruhi sifat dari

kekuatan tarik yaitu pada jumlah konsentrasi yang ditambahkan dan jenis bahan

penyusun edible film yang digunakan (Krisna, 2011).

c. Kemuluran (elongation)

Kemuluran merupakan perubahan panjang maksimum hingga sampel film

terputus. Keberadaan plasticizer dalam proporsi lebih besar akan membuat nilai

persen kemuluran dari suatu film semakin meningkat. Sedangkan, elastisitas

merupakan nilai kebalikan dari persen kemuluran karena elastisitas akan semakin

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

8

menurun seiring meningkatnya jumlah plasticizer dalam film. Apabila nilai

elastisitas menurun maka fleksibilitas film dapat meningkat. Modulus elastisitas

merupakan ukuran dasar kekakuan dari sebuah film (Banerjee dkk, 1995).

d. Laju transmisi uap air (Water Vapor Transmission Rate/WVTR)

Laju transmisi uap air merupakan jumlah uap air yang melalui suatu permukaan

per satuan luas atau slope jumlah uap air dibagi luas area. Edible film yang berbahan

dasar polisakarida umumnya sifat barrier terhadap uap air lebih rendah. Ketebalan

film hidrofilik memiliki hubungan positif dengan permeabilitas uap air (Liu and

Han, 2005). Nilai laju transmisi uap air pada suatu bahan dipengaruhi oleh struktur

bahan pembentuk dan juga konsentrasi plasticizer yang ditambahakan.

Penambahan plasticizer seperti sorbitol dan gliserol dapat membantu meningkatkan

permeabilitas film terhadap uap air karena bahan tersebut memiliki sifat hidrofilik

(Gontard dkk., 1993). Ketahanan suatu film terhadap laju uap air sangat

menentukan daya simpan produk pangan yang akan dikemas. Semakin rendah

permeabilitas plastik maka semakin lama daya simpan produk pangan yang akan

dikemas (Khotimah, 2006).

Prinsip pembentukan gel hidrokoloid terjadi karena adanya pembentukan

jaringan tiga dimensi oleh molekul primer yang terentang pada seluruh volume gel

yang terbentuk dengan memerangkap sejumlah air didalamnya. Kekuatan edible

film terkait dengan struktur kimia polimer, bergantung pada bahan aditif dan

kondisi lingkungannya selama berlangsungnya pembentukan edible film

(Bourtoom,2008). Proses pelapisan untuk membentuk lapisan film dilakukan

dengan perataan pada permukaan plat kaca atau teflon yang datar dan kemudian

dikeringkan (Stanescu dkk., 2011).

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

9

2.2. Singkong Karet

2.2.1. Definisi

Tanaman singkong merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika,

yang bertepatan di negara Brazil. Penyebaran singkong hampir ke seluruh dunia,

antara lain: Afrika, India, Madagaskar, dan Tiongkok. Singkong berkembang di

negara-negara yang terkenal wilayah pertaniannya dan masuk ke negara Indonesia

pada tahun 1852 (Prihatman, 2000). Singkong merupakan tanaman yang dapat

digunakan sebagai bahan pangan, sumber energi, pakan, dan berbagai macam

keperluan industri lainnya (Islami, 2015). Singkong merupakan tanaman yang

memiliki waktu tanam selama kurang lebih 7-12 bulan sebelum siap dipanen (Roja,

2009).

Singkong varietas pahit, yang biasanya disebut dengan singkong karet

merupakan salah satu jenis umbi-umbian atau akar pohon yang panjang dengan

fisik rata – rata bergaris tengah 2-3 cm dan memiliki panjang 50-80 cm. Singkong

karet (Manihot glaziovii) merupakan salah satu jenis atau varietas dari singkong

pohon yang mengandung senyawa beracun yaitu asam sianida (HCN) dengan kadar

yang cukup tinggi, sehingga tidak diperjualbelikan dan kurang dimanfaatkan oleh

masyarakat. Singkong karet memiliki ukuran lebih besar, dengan daun yang juga

lebih lebar dan lebat, sehingga potensi singkong karet untuk berfotosintesis juga

lebih besar dibanding dengan singkong biasa, dimana dapat menghasilkan ubi

dengan berat hampir empat kali lipat dibandingkan singkong biasa. Singkong karet

merupakan salah satu sumber karbohidrat karena menghasilkan kalori yang besar

dibandingkan dengan tanaman lain seperti jagung, gandum, beras, dan sorghum.

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

10

Singkong karet (Manihot glaziovii) mempunyai kadar karbohidrat (pati) sebesar

98,47% (Hapsari dkk., 2013).

2.2.2. Klasifikasi

Klasifikasi atau taksonomi singkong karet (Manihot glazovii) termasuk dalam

famili Euphorbiaceae. Menurut Lies (2005), adapun klasifikasi tanaman singkong

karet adalah sebagai berikut:

Nama Umum : Singkong Karet (Indonesia)

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot glaziovii M.A.

2.2.3. Kandungan Singkong Karet

Singkong merupakan jenis tanaman umbi-umbian yang mengandung

karbohidrat tinggi dengan kadar amilosa yang rendah dan amilopektin yang tinggi

sehingga dapat dijadikan bahan makanan sumber karbohidrat sebagai pengganti

beras. Karbohidrat yang tinggi pada singkong ternyata merupakan sifat yang tidak

dimiliki oleh umbi-umbian lainnya sehingga singkong dapat dimanfaatkan secara

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

11

luas (Rismayani, 2007). Kandungan yang terdapat di dalam singkong karet dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan yang Terdapat di dalam Singkong Karet

Analisa Kadar (%)

Kadar Abu

Kadar Lemak Kasar

Kadar Serat Kasar

Kadar Protein Kasar

Kadar Karbohidrat

0,4734

0,5842

0,0067

0,4750

98,4674

Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan FK Undip, 2015

Tanaman singkong memiliki dua bentuk sianogenik glukosida, yaitu

linamarin dan lotaustralin, kedua bentuk sianogenik ini akan dirombak oleh enzim

linamerase menjadi glukosa, aldehid/keton dan HCN (asam sianida) (Jalaludin,

1973 ). Hidrogen sianida (HCN) atau sianida adalah senyawa kimia yang memiliki

sifat toksik dan termasuk dalam jenis racun yang paling cepat aktif dalam tubuh

sehingga dapat menyebabkan kematian dalam waktu beberapa menit.

Kandungan sianida dalam singkong pada setiap varietas memiliki nilai yang

tidak konstan dan dapat berubah. Hal ini dapat disebabkan karena adanya beberapa

faktor yang mempengaruhi seperti keadaan iklim, keadaan tanah, metode

pemupukan, dan juga metode pembudidayaannya. Rata-rata kadar sianida dalam

singkong manis dibawah 50 mg/kg berat awal, sedangkan singkong pahit/racun

diatas 50 mg/kg. Menurut FAO, singkong dengan kadar 50 mg/kg masih aman

untuk dikonsumsi manusia (Winarno, 1983).

2.2.4. Asam Sianida

Asam Sianida pada singkong dapat menimbulkan rasa yang pahit. Rasa pahit

itu menandakan bahwa kadar asam sianida pada singkong cukup tinggi dan

apabila singkong tersebut dikonsumsi, maka akan mengakibatkan keracunan bagi

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

12

konsumen dan dapat berujung pada kematian. Asam sianida sangat berbahaya bagi

manusia apalagi racun ini terdapat pada salah satu bahan makanan yang sering

dikonsumsi oleh manusia yaitu singkong. Mengingat akan bahayanya bagi

manusia. Masalah utama yang muncul adalah besarnya kandungan senyawa

glukosida sianogenik di dalam singkong yang memiliki kecendrungan sebagai

racun (Ardhiyanto,2013).

Menurut FAO (2013), asam sianida atau HCN memiliki sifat-sifat sebagai

berikut:

1. Ikatan kimianya berupa asam lemah, relatif korosif dan bila disimpan tanpa

stabilizer dapat terurai dan meledak dalam wadah.

2. Memiliki kelarutan dalam air yang tidak terbatas pada semua suhu

3. Memiliki titik leleh 26°C dan titik beku -14°C

4. Kemurnian komersial mencapai 96-99%

5. Massa atom relatifnya adalah 27,03 sma

6. Panas laten penguapan pada 210 cal/g

Asam sianida disebut juga dengan Hidrogen sianida (HCN), biasanya

terdapat dalam bentuk gas atau larutan dan terdapat pula dalam bentuk garam -

garam alkali seperti potasium sianida. Sifat-sifat Hidrogen sianida (HCN) murni

mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap pada suhu kamar dan

mempunyai bau khas. Hidrogen sianida (HCN) mempunyai berat molekul yang

ringan, sukar terionisasi, mudah berdifusi dan lekas diserap melalui paru-paru,

saluran cerna dan kulit. Sianida termasuk dalam golongan bahan kimia sangat

beracun dan reaktif. Reaksi racun tersebut dapat terjadi bila sianida terhirup atau

terserap pada kulit (Widodo dkk, 2010).

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

13

Hidrogen sianida (HCN) dikenal sebagai racun yang mematikan. Hidrogen

sianida (HCN) akan menyerang langsung dan menghambat sistem antar ruang sel,

yaitu menghambat system cytochroom oxidase dalam sel - sel, hal ini menyebabkan

zat pembakaran (oksigen) tidak dapat beredar ketiap – tiap jaringan sel-sel dalam

tubuh. Adanya sistem keracunan ini maka menimbulkan tekanan dari alat - alat

pernafasan yang menyebabkan kegagalan pernafasan, menghentikan pernafasan

dan jika tidak tertolong akan menyebabkan kematian. Bila dicerna, Hidrogen

sianida (HCN) sangat cepat terserap oleh alat pencernaan masuk ke dalam saluran

darah. Tergantung jumlahnya hidrogen sianida (HCN) dapat menyebabkan sakit

hingga kematian (dosis yang mematikan 0,5-3,5mg HCN/kg berat badan)

(Winarno,2004).

2.2.5. Metode Pengurangan Kadar Asam Sianida

Beberapa metode pengolahan singkong agar dapat menurunkan kandungan

sianida meliputi proses pengupasan, pengeringan, fermentasi,dan perendaman.

Menurut Purwanti (2007) yang melaporkan bahwa proses pencucian dan

pengukusan memberikan hasil yang sangat signifikan yaitu kadar HCN masing-

masing 89,32 mg/100g dan 16,42 mg/100g dibandingkan tanpa perlakuan sebesar

143,3 mg/100g. Metode lain yang dapat digunakan dalam penurunan kadar HCN

yang efektif dan efisien dengan cara proses pengeringan. Menurut Torres (1976)

yang disitasi oleh Soetrisno, dkk (1981), proses penjemuran selama 72 jam akan

mengurangi kadar asam sianida, dan hanya akan tersisa 12,8 %.

Asam sianida (HCN) dapat larut di dalam air, sehingga metode yang

paling mudah dalam menghilangkan kadar HCN dapat dilakukan dengan proses

perendaman. Proses yang dapat dilakukan yaitu dengan pengupasan kulit singkong

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

14

sebelum diolah, direndam sebelum dimasak dan difermentasi selama beberapa

hari. Dengan perlakuan tersebut linamarin banyak yang rusak dan hidrogen

sianidanya ikut terbuang keluar sehingga pengolahan secara tradisional ini dapat

mengurangi atau bahkan menghilangkan kandungan racun dan kadar HCN sekitar

10 - 40 mg/kg (Winarno, 2004).

Pada penelitian Nasution (2015) melaporkan bahwa kadar sianida pada

singkong beracun dengan lama perendaman di dapatkan hasil tertinggi pada sampel

A yang kadar sianidanya 81,5 mg/kg dengan perendaman 0 (nol) hari (2 Jam). Hal

ini dikarenakan singkong diperiksa dalam keadaan segar, sehingga kadarnya masih

terlalu tinggi. Sedangkan kadar terendah pada sampel D di dapatkan hasil 36 mg/kg

dengan lama perendaman 3 hari. Hal ini di pengaruhi oleh lamanya perendaman

pada sampel D sehingga di dapat hasil yang menurun. Hasil penelitian tersebut

dapat disimpulkan bahwa kadar sianida pada singkong beracun dapat turun 55,82%

kadarnya apabila di lakukan perendaman.

2.3. Pati

Pati merupakan karbohidrat yang terdiri dari amilosa dan amilopektin.

Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan α-(1,4) unit glukosa yang

memiliki derajat polimerisasi setiap molekulnya yaitu 102-104 unit glukosa.

Sedangkan amilopektin merupakan polimer α-(1,4) unit glukosa yang memiliki

percabangan α-(1,6) unit glukosa dengan derajat polimerisasi yang lebih besar yaitu

104-105 unit glukosa. Bagian percabangan amilopektin terdiri dari α-D-glukosa

dengan derajat polimerisasi sekitar 20-25 unit glukosa (Kusnandar, 2011).

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang

banyak terdapat pada tumbuhan terutama biji-bijian, umbi-umbian. Berbagai

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

15

macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom karbonnya,

serta lurus atau bercabang (Koswara, 2006; Pudjihastuti, 2011). Bentuk asli pati

alami yaitu butiran - butiran kecil yang sering disebut dengan granula. Bentuk dan

ukuran granula merupakan karakteristik dari setiap jenis pati, sehingga dapat

digunakan sebagai identifikasi jenis pati tersebut. Pati paling sedikit tersusun dari

tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material seperti protein dan

lemak.

Pati memiliki tingkat kristalinitas 15-45% dan pemanfaatan pati yang

digunakan sebagai pembuatan plastik dikarenakan keunggulan- keunggulan yang

dimiliki seperti sifat yang dapat diperbaharuhi, memiliki ketersediaan yang

melimpah, harga yang ekonomis, mampu terdegradasi dan sebagai penahan yang

baik untuk oksigen. Pati memiliki stabilitas termal dan minimum interface dengan

sifat pencairan yang cukup untuk membentuk produk dengan kualitas yang baik.

Campuran biopolimer hidrokarbon dan pati dapat menghasilkan lembaran film yang

baik untuk kemasan (Nolan-ITU, 2002).

Komposisi pati umumnya terdiri dari amilosa dan amilopektin. Amilosa

mempunyai struktur lurus yang didominasi dengan ikatan α-(1,4)-D- glukosa.

Panjang polimer dipengaruhi oleh sumber pati dan akan mempengaruhi berat

molekul amilosa. Amilosa memiliki kemampuan membentuk kristal karena struktur

rantai polimernya yang sederhana. Struktur amilosa yang sederhana ini dapat

membentuk interaksi molekuler yang kuat. Interaksi ini terjadi pada gugus hidroksil

molekul amilosa. Pembentukan ikatan hidrogen ini lebih mudah terjadi pada

amilosa dari pada amilopektin (Taggart, 2004). Struktur amilosa disajikan pada

Gambar 1.

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

16

Gambar 1 Stuktur Amilosa

Sumber : Taggart (2004)

Amilopektin mempunyai titik percabangan dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa

disampingikatan α-(1,4)-D-glukosa pada rantai lurusnya, dan memiliki bobot

molekul yang besar. Amilopektin juga dapat membentuk kristal, tetapi tidak

sereaktif amilosa karena adanya rantai percabangan yang menghalangi

terbentuknya kristal (Taggart, 2004). Pati alami biasanya mengandung amilopektin

lebih banyak dari pada amilosa (Flach, 1993). Struktur amilopektin disajikan pada

Gambar 2.

Gambar 2 Stuktur Amilopektin

Sumber : Taggart (2004)

Pembentukan edible film berbahan baku pati dimulai dari pecahnya granula

pada pati dan diikuti keluarnya amilosa dengan membentuk jaringan yang

mengelilingi granula tersebut sehingga terjadi interaksi antara amilosa satu dengan

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

17

amilosa yang lain dalam keadaan homogen (terjadi pertemuan jembatan hidrogen

antar amilosa dan begitu juga dengan jembatan fosfat). Interaksi molekul amilosa

dan fosfat yang demikian menyebabkan matriks pada film akan terbentuk lebih

rapat. Matriks edible film dengan kerapatan yang tinggi akan sulit untuk ditembus

oleh uap air (Santoso, 2011).

2.4.Bawang Putih

Bawang putih (Allium sativum) adalah tanaman umbi lapis dan salah satu

spesies dari genus Allium sp. Bawang putih memiliki kekerabatan dekat dengan

bawang merah, bawang bombay dan daun bawang. Bawang putih adalah tanaman

asli dari asia tengah. Dengan riwayat dimanfaatkan manusia lebih dari 7000 tahun,

bawang putih telah menjadi bahan pokok di wilayah Mediterania, Afrika dan Eropa

dan menjadi bumbu masak di wilayah Asia. Bawang putih telah dimanfaatkan

orang mesir kuno sebagai bahan medis dan bahan masak (Bayan dkk., 2014;

Ehrlich, 2011).

Kedudukan bawang putih dalam botani (Hutapea, 2000)

Kingdom : Plantae

Class : Monocothylledon

Order : Asparagales

Family : Amaryllidaceae

Genus : Allium

Spesies : A. Sativum

Nama binomial : Allium sativum

Penggunaan bawang putih dalam mengobati luka dimulai dari abad

pertengahan hingga perang dunia dua, ketika bawang putih digunakan untuk

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

18

mengobati luka dari tentara (Amagase dkk., 2001). Bawang putih memiliki bunga

hemaprodit dengan batang yang panjang dan tegak yang dapat mencapai tinggi dua

hingga tiga kaki (0,6-0,91 m). Bawang putih memiliki tiga cara reproduksi; umbi

lapis yang menjadi akar bunga (siung), umbi kecil yang secara botani disebut bulbil

yang berasal dari bunga, dan dari biji. Bawang putih di alam liar diduga melakukan

reproduksi seksual dan aseksual sekaligus tetapi pada pertanian hampir dilakukan

secara aseksual dengan cara menanam langsung umbi bawang putih dalam tanah

karena lebih mudah (Meredith dan Drucker, 2012).

Bawang putih setidaknya mengandung 33 senyawa sulfur, 17 asam amino,

beberapa enzim dan mineral. Senyawa sulfur inilah yang membuat bawang putih

memiliki bau tajam yang khas dan membuat bawang putih memiliki efek klinis

(Kemper, 2005). Senyawa sulfur primer dalam siung bawang putih utuh adalah γ-

glutamyl-S-alk(en)yl-L-cysteines dan S-alk-(en)yl-L-cysteine sulfoxides atau yang

disebut sebagai alliin (Amagase dkk., 2001). Senyawa senyawa paling aktif dari

bawang putih, allicin (allyl 2- propenethiosulphinate) dan hasil turunannya (dialil

thiosulfinat dan dialil disulfida) tidak akan ada jika bawang putih dihancurkan atau

dipotong. Kerusakan pada sel bawang putih akan mengaktifkan enzim allinase yang

merubah alliin menjadi allicin (Bayan dkk., 2014; Fujisawa dkk., 2009; Kemper,

2005).

Allicin dan derivatnya adalah senyawa sulfur yang teroksigenasi yang

terbentuk pada saat sel bawang putih mengalami kerusakan, adalah senyawa yang

tidak stabil. Allicin hanya memiliki paruh waktu satu hari dalam 15 temperatur 37℃

(Fujisawa dkk., 2008). Tetapi, alkohol 20% dapat menstabilkan molekul allicin

(Cutler dan Wilson, 2004; Fujisawa dkk., 2008). Adapun kandungan gizi lain yang

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

19

terkandung dalam 100 gram bawang putih dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai

berikut:

Tabel 3 Kandungan Gizi Bawang Putih

Kandungan Nilai Kandungan per 100 gram

Air

Energi

Energi

Protein

Total Lemak

Karbohidrat

Serat

Gula total

Mineral

Kalsium

Besi, Fe

Magnesiun, Mg

Fosfor, P

Kalium, K

Natrium, Na

Zinc, Zn

Copper, Cu

Mangan, Mn

Selenium, Sn

Vitamin

Vitamin C, total asam askorbat

Vitamin B-6

Beta karotin

Vitamin A, IU

Vitamin E, (alpha-tocopherol)

Vitamin K (phylloquinone)

Asam amino

Tryptophan

Threonine

Isoleusin

Leusin

Metionin

Sistin

Lisin

58,58 g

149 Kcal

623 kJ

6,36 g

0,50 g

33,06 g

2,1 g

1,00 g

181 mg

1,70 mg

25 mg

153 mg

401 mg

17 mg

1,16 mg

0,299 mg

1,672 mg

14,2 mcg

31,2 mg

1,235 mg

5 mcg

9 IU

0,08 mg

1,7 mcg

0,066 g

0,157 g

0,217 g

0,308 g

0,076 g

0,065 g

0,273 g

Sumber : United States Departement of Agriculture, 2010.

Aktivitas antibakteri bawang putih sebagian besar karena allicin yang muncul

ketika sel bawang putih rusak. Allicin dan derivatnya mempunyai efek menghambat

secara total sintesis RNA dan menghambat secara parsial pada sintesis DNA dan

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

20

protein. Allicin bekerja dengan cara memblok enzim bakteri yang memiliki gugus

thiol yang akhirnya menghambat pertumbuhan bakteri (Boboye dan Alli, 2008).

Selain allicin, bawang putih juga memiliki kandungan minyak atsiri seperti

flavonoid yang memiliki aktivitas antibakteri. Senyawa fenol tersebut dapat

menghambat dengan mengganggu metaolisme serta proses kelangsugan hidup

bakteri.

Ekstrak bawang putih dapat diperoleh dengan metode maserasi. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan oleh Wirasti dan Mgiyanto (2017), ada dua metode

maserasi untuk mendapatkan ekstrak bawang putih yaitu metode maserasi

bertingkat dan maserasi pelarut air (aquades). Proses pembuatan edible film,

penambahan ekstrak bawang putih diperoleh dari proses maserasi dengan

menggunakan pelarut air lebih aman untuk dikonsumsi dibandingkan dengan proses

maserasi bertingkat. Ekstrak bawang putih mempengaruhi sifat mekanik dari edible

film berupa penurunan kuat tarik serta peningkatan persen pemanjangan dan

ketebalan. Nilai kuat tarik edible film menurun karena ikatan hidrogen pada matriks

intermolekuler mengalami penurunan seiring dengan penambahan ekstrak bawang

putih, sehingga memungkinkan terputusnya ikatan amilosa yang mengakibatkan

jaringan yang terbentuk pada gel edible film ikut terputus (Whardhani, dkk 2013).

Pengaruh bawang putih terhadap elastisitas semakin meningkat karena

ekstrak bawang putih dapat mengurangi gaya intermolekuler amilosa sehingga

jarak antar molekul pada amilosa mengalami peningkatan. Jarak antar molekul

tersebut akan diisi oleh ekstrak bawang putih sehingga terjadi peningkatan

kerapatan ruang antar molekul. Hal ini yang menjadikan penambahan ekstrak

bawang putih dapat meningkatkan persen elongasi. Selain itu, nilai ketebalan

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

21

semakin meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi bawang putih.

Bawang putih memiliki senyawa seperti dialil disulfisa, dialil trisulfida, sejumlah

kecil disulfida, alil propil disulfida, dan poli sulfida yang dinamakan allicin.

Keberadaan senyawa ini dapat menyebabkan ketebalan pada edible film meningkat.

2.5. Gliserol

Gliserol atau 1,2,3-propanetriol, merupakan senyawa organik yang tidak

berwarna, tidak berbau, dan higroskopis dengan rumus kimia

HOCH2CH(OH)CH2OH. Gliserol adalah senyawa trihidrik alkohol yang

mempunyai titik beku 17,8 ºC dan titik didih 290 ºC. Senyawa ini dapat larut dan

bercampur dengan air dan etanol. Gliserol hadir dalam bentuk ester (gliserida) pada

semua hewan dan lemak dan minyak nabati. Sifatnya yang mudah menyerap air dan

kandungan energi yang dimilikinya membuat gliserol banyak digunakan pada

industri makanan, farmasi, dan kosmetik (Afrozi dalam Marbun, 2012).

Tabel 4 Sifat Kimia Gliserol

Sifat Kimia

Nama IUPAC

Nama lain

Rumus kimia

Berat Molekul

Densitas

Viskositas

Titik leleh

Titik nyala

Propan 1,2,3 triol

Gliserin, 1,2,3 propanetriol, 1,2,3

tritydroxypropana, glyceritol, glycyl

alcohol

C3H5(OH)

92,09382 g/mol

1,261 g/ml

1,5 Pa.s

17,8 °C (64,2°F)

290 °C (554°F)

Sumber: Wales,2010.

Gliserol diperoleh secara komersial sebagai produk sampingan ketika lemak

dan minyak yang dihidrolisis untuk menghasilkan asam lemak. Gliserol juga

disintesis pada skala komersial dari propylene (diperoleh dengan cracking minyak

bumi), karena pasokan gliserol alam tidak memadai. Selain sintesis dengan

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

22

menggunakan propylene, gliserol juga dapat diperoleh selama fermentasi gula

natrium bisulfit jika ditambahakan dengan ragi (Wang dalam Marbun, 2012).

Pada penelitian yang telah dilakukan oleh (Zulisma dkk, 2013) menunjukkan

hubungan antara volume gliserol dengan kekuatan tarik dimana kekuatan tarik

terbaik pada 4 ml gliserol. Sedangkan modulus yang semakin menurun dengan

penambahan gliserol. Hai ini disebabkan gliserol sebagai platizer dapat

memingkatkan persentase pemanjangan dan penrunan kekuatan tarik sedangkan

pengaruh penambahan gliserol terhadap pemanjangan saat putus akan semakin

meningkat.

Menurut Winarno (2004) gliserol merupakan senyawa alkohol polihidrat

(polyol) dengan 3 gugus hidroksil dalam satu molekul (alkohol trivalent). Gliserol

merupakan komponen yang menyusun berbagai macam lipid, termasuk trigliserida.

Gliserol terasa manis saat dikecap, namun bersifat racun. Rumus kimia gliserol

adalah C3H8O3, berat molekul gliserol 92,10 massa jenisnya 1,23 g/cm3 dan titik

didihnya 204°C. Edible film membutuhkan plasticizer dengan berat molekul rendah

untuk meningkatkan fleksibilitas dan ketahanannya, dengan cara menginterupsi

interaksi rantai polimer dan menurunkan suhu Transition Glass. Gliserol bersifat

mudah larut air, meningkatkan viskositas larutan, mengikat air dan menurunkan

Aw. Gliserol diperoleh dari fermentasi gula, sayuran, minyak hewan dan lemak.

Gliserol berbentuk cair pada suhu ruangan. Gliserol merupakan plasticizer yang

efektif dengan harga yang terjangkau. Selain itu, gliserol dapat membuat material

fleksibel pada suhu yang sangat rendah. Penambahan gliserol akan menghasilkan

film yang lebih fleksibel dan halus, selain itu gliserol dapat meningkatkan

permeabilitas film terhadap gas, uap air, dan zat terlarut (Winarno, 2005).

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

23

Gliserol efektif sebagai plasticizer karena mampu mengurangi ikatan

hidrogen internal pada ikatan intermolekul sehingga melunakkan struktur film,

meningkatkan mobilitas rantai biopolimer, dan memperbaiki sifat mekanik film.

Gliserol bersifat humektan dan aksi plasticizing gliserol berasal dari

kemampuannya dalam menahan air pada edible coating (Lieberman dan Gilbert

1973). Penambahan gliserol dalam pembuatan edible film akan meningkatkan

fleksibilitas dan permeabilitas film terhadap gas, uap air, dan gas terlarut. 15

Penambahan plasticizer gliserol berpengaruh terhadap kehalusan permukaan film.

Hal ini karena selain sebagai plasticizer, gliserol juga membantu kelarutan pati

sehingga terbentuk ikatan hidrogen antara gugus OH pati dan gugus OH dari

gliserol, yang meningkatkan sifat mekanik. Bertambahnya jumlah gliserol dalam

campuran pati-air mengurangi nilai tegangan dan perpanjangan (elongation).

Kandungan gliserol yang rendah juga mengurangi kuat tarik edible film (Larotonda

dkk. 2004). Penambahan gliserol 1,5% pada pati garut butirat memberikan edible

film lebih baik dibandingkan dengan penambahan sorbitol dan sirup glukosa

(Damat, 2008). Mendapatkan struktur film yang stabil dari campuran pati ubi kayu,

gliserol, dan lilin lebah (beeswax) pada konsentrasi gliserol < 5% (Auras dkk.,

2009).

2.6. Penelitian Terkait

Penelitian terkait atau penelitian terdahulu merupakan salah satu acuan

penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang

digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Penyusunan skripsi ini

didasari oleh penelitian – penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan latar

belakang yang telah tertuliskan. Beberapa penelitian sebelumnya mengenai

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

24

karakteristik edible film pati singkong karet (Manihol Glaziovii Muell) dengan

penambahan ekstrak bawang putih (Allium Sativum) antara lain:

Penelitian Farham HM. Saleh, Arni Yuli Nugroho, M. Ridho Juliantama

(2017) dengan judul “Pembuatan Edible film dari Pati Singkong Sebagai Pengemas

Makanan”. Terdapat tiga (3) konsentrasi pati singkong yang digunakan masing -

masing 3%, 3,5%, dan 4% (berat per volume) yang dilarutkan dalam 100 ml

aquades. Perlakuan selanjutnya dengan penambahan gliserol dilakukan dengan

konsentrasi 1,5%, 1,75%, dan 2% (volume per volume). Selain itu terdapat tiga (3)

konsentrasi pati singkong yang digunakan masing - masing 1,75%, 2%, dan 2,25%

(berat per volume) yang dilarutkan dalam 100 ml aquades. Perlakuan selanjutnya

dengan penambahan sorbitol dilakukan dengan konsentrasi 1,5%, 1,75%, dan 2%

(volume per volume). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi pati singkong dengan penggunaan plasticizer gliserol maupun sorbitol

maka kekuatan tarik dan ketebalan edible film makin besar. Hasil terbaik diperoleh

pada perlakuan pati singkong 3,5 gram dengan penambahan gliserol 1,75 ml dengan

hasil dalam kondisi optimum kekuatan tarik sebesar 1035 cN, mulur 33,9% dan

ketebalan 0,245 cm. Selanjutnya hasil terbaik pada perlakuan pati singkong 2 gram

dengan penambahan sorbitol 1,75 ml dengan hasil dalam kondisi optimum kekuatan

tarik 1013,7 cN, mulur 20,7%, dan ketebalan 0,197 cm.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Angga Prih Utomo (2017) dengan judul

“Pengaruh Berat Pati Umbi Singkong Karet (Manihot glaziovii) dan Volume

Gliserol Terhadap Kualitas Bioplastik”. Terdapat lima (5) konsentrasi pati singkong

karet (5, 6, 7, 8, 9 gram) dan penambahan gliserol dengan konsentrasi (2, 3, 4, 5, 6

ml). Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh sifat mekanik plastik untuk uji

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

25

elongasi didapatkan komposisi: 7 gram pati, 4 ml gliserol, dengan elongasi 32%

lalu dilakukan penggulangan didapatkan elongasi 35% dengan komposisi yang

sama, uji kuat tarik didapatkan komposisi: 7 gram pati, 2 ml gliserol, dengan kuat

tarik 1,85094 MPa lalu dilakukan penggulangan didapatkan kuat tarik 1,70609 MPa

dengan komposisi yang sama, sedangkan untuk uji biodegradasi didapatkan plastik

terdegradasi 100 % selama 10-11 hari dengan komposisi 9 gram pati, 4 ml gliserol.

Hasil anova yang didapat menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai uji

kuat tarik yang nyata terhadap variasi pati dan gliserol. Tidak terdapat perbedaan

nilai uji kuat tarik (penggulangan) yang nyata terhadap variasi pati dan gliserol.

Tidak terdapat perbedaan nilai uji elongasi yang nyata terhadap variasi pati dan

gliserol. Tidak terdapat perbedaan nilai uji elongasi (penggulangan) yang nyata

terhadap variasi pati dan gliserol.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Tika Novia Anggraini, Tri Winarni

Agustini, Laras Rianingsih (2018) dengan judul “Karakteristik Edible film

Karagenan Dengan Penambahan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Sebagai

Antibakteri”. Terdapat empat (4) konsentrasi ekstrak bawang putih yang digunakan

(0%, 2,5%, 5%, dan 7,5 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya

ekstrak bawang putih diketahui dapat menurunkan laju transmisi uap air, serta

meningkatkan ketebalan dan kuat tarik. Penambahan ekstrak bawang putih

menghasilkan karakteristik terbaik pada konsentrasi 7,5% dengan nilai ketebalan

0,17±0,003 mm, laju transmisi uap air 6,49±0,42 g/m2/jam, kuat tarik 13,88±0,29

Mpa, persen pemanjangan 14,75±0,09%. Sehingga, menunjukkan bahwa

penambahan ekstrak bawang putih pada edible film karagenan memberikan

pengaruh nyata (P<0,05) terhadap karakteristik edible film karagenan.

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible filmeprints.umm.ac.id/64925/2/BAB II.pdf · 2020. 8. 19. · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat

26

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Ratna Paramitha Sari, Septia Tri

Wulandari, Dyah Hesti Wardhani,ST,MT,Ph,d (2013) dengan judul “Pengaruh

Penambahan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Terdapat Karakteristik Edible

film Pati Ganyong (Canna edulis Kerr.)”. Terdapat 4 konsentrasi ekstrak bawang

putih 0%, 5%, 10%, dan 15% (v/v larutan) dengan perlakuan penambahan

konsentrasi pati ganyong 3% w/v, konsentrasi sorbitol 2% w/w pati. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak bawang putih berpengaruh

terhadap karakteristik fisik dan mekanik edible film yaitu terjadinya penurunan nilai

kuat tarik, meningkatkannya persen pemanjangan dan ketebalan edible film. Hasil

pengamatan terbaik terdapat pada edible film dengan penambahan konsentrasi 5%

ekstrak bawang putih yang memiliki nilai kuat tarik 2,03 kgf/cm2, persen

pemanjangan 20,62%, dan ketebalan 0,04 mm.