Upload
vuduong
View
229
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,
Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Bandar Lampung dan uji organoleptik
dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu Hasil Pertanian Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Juli – November 2011.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah pisang batu (Musa balbisiana Colla) tua
(tetapi belum matang penuh) sebagai bahan dasar pembuatan tepung pisang batu,
tepung terigu protein sedang (merk segitiga biru), gula pasir (merk Gulaku),
coklat bubuk, Dark Cooking Chocolate (DCC)/coklat masak merk Chollata,
minyak goring (merk Sania), telur, ovalet dan bahan-bahan lain untuk keperluan
analisis.
Alat-alat yang dipergunakan adalah pengukus, waring blender, loyang, baskom,
mixer, kompor gas, termometer, neraca analitik, desikator, penjepit cawan, tanur,
pisau stainless stell, kertas label, ayakan 60 mesh, perangkat gelas untuk analisis
dan alat-alat untuk uji organoleptik.
22
3.3 Metode Penelitian
Metode percobaan yang digunakan adalah metode deskriptif (3 kali ulangan)
dengan perlakuan tunggal yang terdiri dari enam taraf yaitu perbandingan tepung
pisang batu dan tepung terigu (10:90), (20:80), (30:70), (40:60), (50:50) dan
(60:40). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yang ditampilkan dalam
bentuk Grafik dan Tabel.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yang meliputi pembuatan
tepung pisang batu yang kemudian dianalisis karakteristik sifat fisikokimianya
(daya serap air dan daya serap minyak tepung pisang batu) dan pembuatan produk
(brownies) yang kemudian dilakukan uji organoleptik dan proksimat untuk
perlakuan terbaik.
3.4.1 Pembuatan tepung pisang batu
Pisang dikupas untuk memisahkan buah dari semua kulit dan memisahkannya dari
bagian yang rusak. Kemudian pisang ditimbang 1 kg dan dicuci bersih dari semua
kotoran. Setelah itu pisang diiris-iris tipis berikut bijinya dan ditata dalam loyang.
Irisan pisang yang telah ditata dalam loyang kemudian dikeringkan dengan oven
pada suhu 500C selama 24 jam. Pisang yang telah kering kemudian ditimbang
kembali untuk mengetahui bobot keringnya. Pisang yang telah dikeringkan
dihancurkan menggunakan waring blender kemudian diayak dengan ayakan
berukuran 60 mesh sehingga diperoleh tepung pisang yang halus. Diagram alir
pembuatan tepung pisang dapat dilihat pada Gambar 1.
23
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung pisang
Sumber : Welly (2003) yang dimodifikasi
3.4.2 Pembuatan brownies
Brownies dibuat dengan menggunakan campuran tepung pisang batu dengan
tepung terigu pada perbandingan tertentu. Adapun formulasi bahan-bahan yang
digunakan dalam pembuatan brownies dapat dilihat pada Tabel 5.
Pisang batu
Penimbangan sebanyak 1 kg
Pengupasan Kulit pisang
Air Pencucian
Pengirisan pisang dan penataan dalam loyang
Pengeringan dalam oven T= 50 0C selama 24 jam
Pisang batu kering
Penghancuran dengan waring blender dan pengayakan dengan ayakan 60 mesh
Tepung pisang batu
batu
24
Tabel 5. Formulasi pembuatan brownies
Formulasi F1
(10:90)
F2
(20:80)
F3
(30:70)
F4
(40:60)
F5
(50:50)
F6
(60:40)
Tepung pisang 12,5 g 25 g 37,5 g 50 g 62,5 g 75 g
Tepung terigu 112,5 g 100 g 87,5 g 75 g 62,5 g 50 g
Gula pasir 225 g 225 g 225 g 225 g 225 g 225 g
Telur 6 btr 6 btr 6 btr 6 btr 6 btr 6 btr
Coklat bubuk 50 g 50 g 50 g 50 g 50 g 50 g
Coklat masak 100 g 100 g 100 g 100 g 100 g 100 g
Minyak goreng 75 ml 75 ml 75 ml 75 ml 75 ml 75 ml
Ovalet 1 sdt 1 sdt 1 sdt 1 sdt 1 sdt 1 sdt
Sumber : Modifikasi formula Gusbud, 2011
Setelah didapatkan formulasi yang akan digunakan untuk setiap perlakuan,
selanjutnya dilakukan pembuatan brownies. Diagram alir pembuatan brownies
dapat dilihat pada Gambar 2. Telur dan gula pasir dikocok sampai mengembang,
kemudian ditambahkan ovalet dan dikocok kembali sampai adonan berwarna
putih dan mengembang. Tambahkan sedikit demi sedikit coklat bubuk dan
formulasi tepung pisang batu dan tepung terigu dengan jumlahnya masing-
masing, aduk rata. Dicampurkan coklat masak yang telah dilelehkan beserta
minyak goreng kemudian diaduk rata menggunakan spatula. Adonan dituang ke
dalam loyang dan dikukus selama ± 30 menit.
25
Gambar 2. Diagram alir pembuatan brownies
Sumber : Modifikasi metode Gusbud, 2011
3.5 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu sifat fisikokimia tepung
pisang batu yang meliputi daya serap air dan minyak, uji organoleptik produk
yang meliputi warna, rasa, aroma, tekstur, penerimaan keseluruhan dan potensi
komersialisasi. Brownies dengan hasil organoleptik terbaik kemudian akan
dibandingkan dengan brownies komersial, dilakukan uji proksimat (kadar air
6 butir telur
Dikocok dengan mixer selama ± 5-10 menit
225 g gula pasir,
1 sdt ovalet
50 g Coklat bubuk
Brownies
Pengadukan adonan
Proporsi tepung
pisang : tepung terigu
(10:90, 20:80, 30:70,
40:60, 50:50 dan
60:40)
Pengadukan kembali adonan menggunakan spatula
Penuangan adonan ke dalam Loyang diikuti dengan
pengukusan adonan selama± 30 menit
100 g coklat
masak, 75 ml
minyak goreng
26
(AOAC, 1990), kadar abu (AOAC, 1990), kadar lemak (AOAC, 1990), kadar
protein (AOAC, 1990), kadar karbohidrat (Winarno, 1992), kadar serat pangan
(serat larut dan serat tidak larut) dan nilai Glikemik Indeks (Dubois et al., 1956))
dan dikaji aspek finansial produk (Susanto, T dan Saneto, 1994).
3.5.1 Karakteristik sifat fisikokimia tepung pisang batu
3.5.1.1 Daya serap air
Penyerapan air dilakukan dengan metode yang direkomendasikan oleh Rosario
and Flores (1981). Sebanyak 1 gram sampel dicampurkan dengan 10 ml air
destilat. Campuran tersebut dimasukkan dalam tabung sentrifusi dan diletakkan
dalam water bath suhu 300C selama 30 menit, kemudian disentrifusi pada 3.000
rpm selama 20 menit dan setelah itu volume supernatan diukur. Bagian air yang
terikat merupakan selisih antara volume air yang ditambahkan dengan supernatan.
Kapasitas pengikatan air dinyatakan sebagai air yang terikat per gram sampel.
Air yang terikat (ml) = volume air yang ditambahkan (10 ml) – volume
supernatan (ml).
( ) ( )
( )
27
Air 10 ml
Supernatan (ml)
Sampel (g) Residu
Gambar 3. Daya serap air pada tepung pisang batu
3.5.1.2 Daya serap minyak
Penyerapan minyak dilakukan dengan metode yang direkomendasikan oleh
Rosario and Flores (1981). Sebanyak 1 gram sampel dicampurkan dengan 10 ml
minyak. Campuran tersebut dimasukkan dalam tabung sentrifusi dan diletakkan
dalam water bath 300C selama 30 menit, kemudian disentrifusi pada 3.000 rpm
selama 20 menit dan setelah itu volume supernatan diukur. Bagian minyak yang
terikat merupakan selisih antara volume minyak yang ditambahkan dengan
supernatan. Kapasitas pengikatan minyak dinyatakan sebagai minyak yang terikat
per gram sampel.
Air yang terikat (ml) = volume minyak yang ditambahkan (10 ml) – volume
supernatan (ml).
( ) ( )
( )
28
Minyak 10 ml
Supernatan (ml)
Sampel (g) Residu
Gambar 4. Daya serap minyak pada tepung pisang batu
3.5.2 Uji organoleptik
Penilaian organoleptik yang dilakukan meliputi warna, rasa, aroma, tekstur,
penerimaan keseluruhan dan potensi komersialisasi produk yang dihasilkan.
Untuk warna, rasa, aroma dan tekstur akan digunakan uji skoring, sedangkan
untuk penerimaan keseluruhan dan potensi komersialisai akan menggunakan uji
hedonik. Uji organoleptik dilakukan oleh 20 orang panelis semi terlatih. Skala
penilaian dapat dilihat pada Tabel 6.
29
Tabel 6. Skala penilaian organoleptik brownies
Parameter mutu Kriteria Skor
Warna Coklat kehitaman 5
Coklat tua 4
Coklat 3
Coklat muda 2
Coklat pudar 1
Rasa Sangat manis 5
Manis 4
Agak manis 3
Tidak manis 2
Sangat tidak manis 1
Aroma Khas brownies 5
Khas coklat 4
Agak langu 3
Langu 2
Sangat langu 1
Tekstur Sangat lembut 5
Lembut 4
Agak lembut 3
Agak keras 2
Keras 1
Penerimaan keseluruhan Sangat suka 5
Suka 4
Agak suka 3
Tidak suka 2
Sangat tidak suka 1
Sangat potensial 5
Potensi komersialisasi Potensial 4
Agak potensial 3
Tidak potensial 2
Sangat tidak potensial 1
Sumber : Damayanti, 2005 dengan modifikasi
30
Format kuesioner penilaian panelis dibuat sebagai berikut :
1. Kuesioner Uji Skoring
Gambar 6. Kuesioner uji skoring
Kuesioner Uji Skoring
Nama : NPM : Telah disajikan 6 sampel brownies. Anda diminta untuk mencicipi dan memberikan nilai terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur produk. Berikan penilaian anda pada tabel penilaian berikut :
Penilaian Kode sampel
738 659 400 466 027 170
Warna
Rasa
Aroma
Tekstur
Keterangan untuk penilaian: Warna Tekstur Coklat kehitaman : 5 Sangat lembut : 5 Coklat tua : 4 Lembut : 4 Coklat : 3 Agak lembut : 3 Coklat muda : 2 Agak keras : 2 Coklat pudar : 1 Keras : 1 Rasa Aroma Sangat manis : 5 Khas brownies : 5 Manis : 4 Khas coklat : 4 Agak manis : 3 Agak langu : 3 Tidak manis : 2 Langu : 2
Sangat tidak manis : 1 Sangat langu : 1
31
2. Kuesioner Uji Hedonik
Gambar 7. Kuesioner uji hedonik
Setelah itu, produk dengan hasil uji organoleptik terbaik akan dibandingkan
dengan brownies 100% tepung terigu (brownies komersial). Pengujian dilakukan
dengan uji perbandingan pembedaan dou trio dengan parameter uji meliputi
warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan. Kuesioner uji dapat
dilihat pada gambar 8.
Kuesioner Uji Hedonik
Nama : NPM : Telah disajikan 6 sampel brownies. Anda diminta untuk mencicipi dan memberikan nilai terhadap penerimaan keseluruhan dan potensialisasi produk. Berikan penilaian anda pada tabel penilaian berikut :
Penilaian Kode sampel
738 659 400 466 027 170
Penerimaan Keseluruhan
Potensi Komersialisasi
Keterangan untuk penilaian: Penerimaan Keseluruhan Potensi Komersialisasi Sangat suka : 5 Sangat potensial : 5 Suka : 4 Potensial : 4 Agak suka : 3 Agak suka : 3 Tidak suka : 2 Tidak potensial : 2 Sangat tidak suka : 1 Sangat tidak Potensial : 1
32
Gambar 8. Kuesioner uji duo trio
3.5.3 Uji proksimat
Uji proksimat yang dilakukan terhadap brownies yang dihasilkan dari perlakuan
terbaik dan kontrol, meliputi : kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein,
kadar karbohidrat, kadar serat pangan dan penentuan nilai Glikemik Indeks (GI).
3.5.3.1 Kadar air
Kadar air ditentukan dengan cara pemanasan langsung (Metode Oven AOAC,
1990). Cawan porselin yang dikeringkan dalam oven selama 30 menit, kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel yang ada dalam bentuk halus
ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam cawan dan
dikeringkan dalam oven bersuhu 100 – 1050C selama 5 jam atau beratnya konstan,
Kuesioner Uji Pembedaan Duo Trio
Nama : NPM : Telah disajikan 3 sampel berupa brownies yang 1 diantaranya adalah R. Anda diminta untuk membandingkan dua sampel berkode acak dengan R dengan memberi tanda silang pada tabel berikut.
Kode sampel Penilaian
Berbeda dengan R Sama dengan R
33
lalu dinginkan dalam desikator dan ditimbang, lakukan hingga diperoleh berat
konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus:
c – (a - b)
Kadar air (%) = x 100%
c
keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (g)
b = berat cawan (g)
c = berat sampel awal (g)
3.5.3.2 Kadar abu
Pengujian kadar abu dilakukan dengan menggunakan Metode Oven (AOAC,
1990). Cawan porselen dikeringkan dalam oven bersuhu 400 -6000C, kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3 - 5 gram sampel
dimasukkan ke dalam cawan porselen, lalu sampel dipijarkan di atas nyala
pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian pijarkan di dalam tanur
listrik pada suhu 400 – 6000C selama 4 - 6 jam atau sampai terbentuk abu
berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator selanjutnya
ditimbang, lakukan hingga diperoleh berat konstan. Perhitungan kadar abu
dilakukan dengan menggunakan rumus:
W2 – W
Kadar abu (%) = x 100%
W1 - W
keterangan : W = berat cawan kosong (g)
W1 = berat cawan dan sampel (g)
W2 = berat konstan cawan dan abu (g)
34
3.5.3.3 Kadar lemak
Kadar lemak diuji dengan menggunakan metode soxhlet AOAC (1990). Labu
lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-1100C,
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram
dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet).
Pelarut heksan dituangkan ke atas lubang kondensor sampai jatuh ke dalam labu
destilasi. Reflux dilakukan selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun
kembali ke labu destilasi berwarna jernih. Pelarut yang bercampur lemak dalam
labu didestilasi dan pelarut ditampung kembali. Selanjutnya labu yang berisi
lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1000C hingga beratnya
konstan, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak
dilakukan dengan menggunakan rumus:
a - b
Kadar lemak (%) = x 100%
c
keterangan : a = berat labu + residu lemak (g)
b = berat labu (g)
c = berat sampel awal (g)
3.5.3.4 Kadar protein
Kadar protein diuji dengan metode Mikro Kjeldahl (AOAC,1990). Sampel yang
telah dihaluskan ditimbang sebanyak 0,2 gram dan dimasukkan ke dalam labu
Kjeldahl, lalu tambahkan 1 gram selenium dan 5 ml H2SO4 pekat. Jika sukar
didestruksi maka dapat diambahkan 0,1-0,3 gram CuSO4 lalu dikocok. Panaskan
35
pada pemanas listrik atau api bunsen dalam lemari asap dan akhiri pemanasan
apabila cairan telah menjadi jernih. Buat pula blanko seperti prosedur tetapi tanpa
sampel. Setelah labu kjeldahl dan cairannya dingin tambahkan 200 ml aquades
serta larutan NaOH 67% sampai cairan bersifat basis. Labu kjeldahl dipasang
pada alat destilasi dan dipanaskan sampai amonia menguap semua. Destilat
(amonia) ditampung dalam Erlenmeyer yang berisi 100 ml HCL 0,1 N dan diberi
indikator PP 1% beberapa tetes. Destilasi diakhiri setelah volume destilat 150 ml
atau setelah distilat yang keluar tak bersifat basis. Selanjutnya titrasi destilat
dengan NaOH 0,1 %. Penetapan untuk blanko juga dilakukan. Perhitungan kadar
protein dilakukan dengan menggunakan rumus:
3.5.3.5 Kadar karbohidrat (by difference)
Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara perhitungan kasar atau yang
disebut dengan carbohydrate by difference, yaitu penentuan kadar karbohidrat
dengan menggunakan perhitungan bukan analisis. Adapun rumus perhitungan
untuk kadar karbohidrat adalah sebagai berikut:
Kadar karbohidrat (%) = 100% - % (air + abu + lemak + protein)
Kadar Protein (%) = a x 0,014x 6,25 x N HCl x 100%
Berat sampel (g)
36
3.5.3.6 Kadar serat pangan
Pengujian kadar serat dilakukan dengan metode enzimatis (Asp et al., 1993).
Sampel dihaluskan dan ditimbang sebanyak 1 g, kemudian diekstraksi lemaknya
dengan menggunakan petroleum eter, selanjutnya dipindahkan ke dalam
erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml buffer fosfat 0,1M pH 6, dan diaduk sampai
terdispersi merata. Kemudian ditambah 0,1 ml enzim alfa amilase dan erlenmeyer
ditutup dengan alumunium foil, kemudian diinkubasikan pada suhu 800C dalam
waterbath selama 15 menit sambil diaduk sesekali, selanjutnya diangkat dan
didinginkan. Setelah itu ditambah 20 ml air aquades dan pH diatur menjadi 1,5
dengan penambahan larutan HCI kemudian elektroda dibersihkan dengan sedikit
aquades. Kemudian ditambahkan 0,1 g enzim pepsin, erlenmeyer ditutup kembali
dengan alumunium foil dan diinkubasikan dalam shaker waterbath dengan suhu
400C selama 60 menit. Setelah itu ditambah 20 ml air aquades, dan pH diatur
menjadi 6,8 dengan larutan NaOH, kemudian elektroda dibersihkan dengan
sedikit aquades. Lalu ditambahkan 0,1 g enzim pankreatin, ditutup dengan
alumunium foil dan diinkubasikan dalam shaker waterbath dengan suhu 400C
selama 60 menit.
Setelah itu pH diatur dengan larutan HCl menjadi 4,5. Kemudian disaring
menggunakan kertas saring yang mengandung 0,5 garam celite kering dan telah
diketahui bobot tetapnya (KS1) dengan dibantu pompa vakum. Terakhir dicuci
dengan 2x10 ml etanol 90%. Residu yang diperoleh (merupakan serat makanan
tidak larut/IDF) dicuci dengan 2x10 ml aseton. Kemudian kertas saring beserta
residunya dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C, hingga berat konstan (kira-
kira 12 jam) dan ditimbang (KS2). Kemudian dimasukkan dalam cawan
37
pengabuan yang telah diketahui bobot tetapnya (CW1) lalu diarangkan, kemudian
diabukan dalam tanur suhu 5500C sampai menjadi abu (paling sedikit 5 jam),
kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang beratnya (CW2).
Perhitungan Insoluble Dietary Fiber (IDF):
Keterangan :
KS1 = kertas saring kosong (g)
KS2 = kertas saring + residu serat (g)
CW1 = cawan pengabuan kosong (g)
CW2 = cawan pengabuan + abu (g)
B = blanko bebas serat (g)
Sementara filtrat yang diperoleh (berupa serat makanan larut/SDF) diatur
volumenya dengan air aquades hingga 100 ml. Tambahkan 400 ml etanol 95%
hangat (600C) dan didiamkan semalam, kemudian disaring menggunakan kertas
saring yang mengandung 0,5 garam celite kering dan telah diketahui bobot
tetapnya (KS3) dengan dibantu pompa vakum. Terakhir dicuci dengan 2xl0 ml
etanol 90%, dan 2x10 ml aseton. Kemudian kertas saring beserta residunya
dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C hingga beratnya konstan dan ditimbang
(KS4). Kemudian dimasukkan dalam cawan pengabuan yang telah diketahui
bobot tetapnya (CW3) lalu diarangkan, kemudian diabukan dalam tanur suhu
5500C sampai menjadi abu, kemudian didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang
beratnya (CW4). Untuk blanko diperoleh dengan cara yang sama tapi tanpa
IDF (% berat sampel kering) = (KS2-KS1)-(CW2-CWr) - B x 100
Berat sampel (g)
38
menggunakan sampel dan nilai blanko sesekali perlu diperiksa ulang terutama jika
menggunakan enzim dari kemasan yang baru.
Perhitungan Soluble Dietary Fiber (SDF)
Keterangan :
KS 3 = kertas saring kosong (g)
KS4 = kertas saring + residu serat (g)
CS3 = cawan pengabuan kosong (g)
CS4 = cawan pengabuan + abu (g)
B = blanko bebas serat (g)
Perhitungan Total Dietary Fiber (TDF)
3.5.3.7 Penentuan nilai Glikemik Indeks (GI)
Penentuan tingkat konversi sampel brownies menjadi glukosa menggunakan
metode hidrolisis enzim alfa-amilase, kemudian gula hasil hidrolisis
dikuantitatifkan dengan metode fenol-asam sulfat (Dubois et al., 1956). Sampel
diliquifikasi dengan pemberian enzim alfa-amilase 1ml/kg sampel pada suhu
1050C dan diletakkan pada shaker water bath selama 0, 30, 60, 90, 120, 150 dan
180 menit. Penentuan sampel glukosa dengan menggunakan metode fenol asam
sulfat (Dubois et al., 1956) dengan memasukkan 1 ml larutan sampel ke tabung
reaksi kemudian ditambahkan 1 ml fenol 5% dan asam sulfat pekat 5 ml.
Panaskan dengan penangas air pada suhu 300C selama 20 menit. Kemudian
TDF = IDF + SDF
SDF (% berat sampel kering) = ((KS4-KS3) – (CW4 – CW3)) – B X 100
Berat sampel (g)
39
inaktivasi enzim dengan mencelupkan sampel ke dalam air mendidih selama 5
menit. Sebelum penentuan glukosa sampel, terlebih dahulu dibuat kurva standar
dengan membuat larutan glukosa standar (10 ml glukosa anhidrat/100 ml
aquadest).
Hidrolosis glikemik indeks dihitung sebagai persentasi dari total glukosa yang
dibebaskan dari sampel dengan menggunakan kurva hidrolisis (0-180 menit).
Nilai glikemik indeks dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tinggi jika nilai GI (70-
100), menengah (55-69), dan rendah ( < 55) (Miller, 1996). Roti tawar manis dan
glukosa dijadikan acuan untuk mengukur nilai gikemik indeks. Roti tawar manis
digunakan sebagai kontrol dalam pengukuran nilai glikemik indeks karena roti
tawar manis memiliki kandungan glukosa di dalamnya. Jika roti tawar manis
digunakan sebagai acuan pengukuran indeks glukosa, konversi ke nilai glikemik
(contohnya nilai glycemik indeks glucose = 100) dicapai dengan membagi nilai
glikemik indeks roti tawar manis dengan 1,4, karena roti tawar manis memberikan
tanggapan niai glikemik indeks 29% kurang dari glukosa. Adapun rumus
Hidrolisis Indek adalah :
Kemudian nilai glikemik indeks dihitung dengan cara :
HI = Total glukosa sampel
Total glukosa roti tawar manis
GI = 39,71 x 0,549 HI
40
3.5.4 Kajian finansial produk
Aspek finansial dikaji dengan memperhatikan kriteria investasi yaitu Harga Pokok
Produksi, B/C Ratio. Payback Periode, Internal Of Return dan Break Event Point
(Susanto, T dan Saneto, 1994).