Ilmu Filsafat, Perusak Akidah Islam _ Filsafat Dalam Islam

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/16/2019 Ilmu Filsafat, Perusak Akidah Islam _ Filsafat Dalam Islam

    1/4

  • 8/16/2019 Ilmu Filsafat, Perusak Akidah Islam _ Filsafat Dalam Islam

    2/4

    5/13/2016 Ilmu Filsafat, Perusak Akidah Islam | Filsafat Dalam Islam

    https://almanhaj.or.id/3453-ilmu-filsafat-perusak-akidah-islam.html 2/4

    kitab tafsir ma’tsur, hadits dan perkataan Salaf. Perkataan al-Hâfizh merupakan seruan yang tegas

    untuk berpegang teguh dengan petunjuk Salaf dan menjauhi perkara baru yang diluncurkan oleh

    generasi Khalaf yang bertentangan dengan petunjuk generasi Salaf.[5]

    Syaikhul Islam rahimahullah mendudukkan, bahwa penggunaan ilmu filsafat sebagai salah satu dasar 

    pengambilan hukum adalah karakter orang-orang mulhid dan ahli bid’ah. Karena itu, terdapat

    pernyataan Ulama Salaf yang menghimbau umat agar iltizam dengan al-Qur`ân dan Sunnah dan

    memperingatkan umat dari bid’ah dan ilmu filsafat (ilmu kalam).[6]

    ULAMA BICARA TENTANG BAHAYA ILMU FILSAFAT

    Melalui ilmu filsafatlah, intervensi pemikiran asing masuk dalam Islam. Tidaklah muncul ideologi filsafat

    dan pemikiran yang serupa dengannya kecuali setelah umat Islam mengadopsi dan menerjemahkan

    ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani melalui kebijakan pemerintahan di bawah kendali al-Makmûn masa

    itu.

    Ibnul Jauzi rahimahullah mengatakan, “Adapun sumber intervensi pemikiran dalam ilmu dan akidah

    adalah berasal dari filsafat. Ada sejumlah orang dari kalangan ulama kita belum merasa puas dengan

    apa yang telah dipegangi oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu merasa cukup dengan al-

    Qur`ân dan Sunnah. Mereka pun sibuk dengan mempelajari pemikiran-pemikiran kaum filsafat. Dan

    selanjutnya menyelami ilmu kalam yang menyeret mereka kepada pemikiran yang buruk yang pada

    gilirannya merusak akidah”.[7]

    Ketika orang sudah memasuki dimensi filsafat, tidak ada kebaikan sedikit pun yang dapat ia raih. Ibnu

    Rajab rahimahullah mengatakan, “Jarang sekali orang mempelajarinya (ilmu kalam dan filsafat) kecuali

    akan terkena bahaya dari mereka (kaum filosof)”.[8]

    Karena itu, tidak heran bila Ibnu Shalâh rahimahullah memvonis ilmu filsafat sebagai biang ketololan,

    rusaknya akidah, kesesatan, sumber kebingungan, kesesatan dan membangkitkan penyimpangan dan

    zandaqah (kekufuran)[9]

    Begitu banyak ungkapan Ulama Salaf yang berisi celaan terhadap ilmu warisan bangsa Yunani ini dan

    selanjutnya mereka mengajak untuk berpegang teguh dengan wahyu.

     AL-QUR’AN DAN SUNNAH SUMBER PENGAMBILAN AQIDAH

    Kebenaran dengan segala perangkatnya telah dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

    Selanjutnya, tanggung jawab penyampaian kebenaran dari Allâh Azza wa Jalla itu diemban oleh insan-

    insan pilihan sepeninggal beliau, generasi Sahabat Radhiyallahu anhum.

    Ibnu Abil ‘Izzi rahimahullah berkata, “Sebab munculnya kesesatan ialah berpaling dari merenungi

    kalâmullâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya dan menyibukkan diri dengan teori-teori Yunani dan

    pemikiran-pemikiran yang macam-macam” (hal. 176, tahqiq Ahmad Syâkir rahimahullah)

     Allâh Azza wa Jalla mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang haq. Tidak ada petunjuk

    yang benar kecuali dalam risalah yang beliau bawa. Akal manusia mustahil sanggup berdiri sendiri

  • 8/16/2019 Ilmu Filsafat, Perusak Akidah Islam _ Filsafat Dalam Islam

    3/4

    5/13/2016 Ilmu Filsafat, Perusak Akidah Islam | Filsafat Dalam Islam

    https://almanhaj.or.id/3453-ilmu-filsafat-perusak-akidah-islam.html 3/4

    untuk mengenal nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan Rabbnya, Dzat yang ia ibadahi.

    Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam didelegasikan kepada umat manusia untuk memperkenalkan

    mereka kepada Allâh Azza wa Jalladan menyeru mereka beribadah kepada-Nya. Karenanya,

    kebanyakan orang yang terjerumus dalam kesesatan dalam memahami akidah yang benar adalah

    orang yang melakukan tafrith[10] dalam mengikuti risalah yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu

    ‘alaihi wa sallam.[11]

    Dengan demikian, siapa saja menginginkan hidayah, utamanya dalam masalah keyakinan, hendaknya

    menempatkan al-Qur`ân dan petunjuk Nabi n di depan mata, sehingga menjadi obor yang menerangi

     jalan hidupnya. Syaikhul Islam t telah menyampaikan pintu menuju hidayah dengan berkata, “Jika

    seorang hamba merasa butuh kepada Allâh Azza wa Jalla, kemudian senantiasa merenungi firman

     Allâh Azza wa Jalladan sabda Rasul-Nya, perkataan para Sahabat, Tâbi’în dan imam kaum Muslimin,

    maka akan terbuka jalan petunjuk baginya.”[12]

    Orang yang menghantam nash al-Qur`ân dan Sunnah dengan akal, ia belum mengamalkan firman Allâh Ta’ala berikut ini:

    ا

     

    يم س

     

    وا

    ُ

    م

    ِّ

     

    س

    ُ

     

    ت

     

    ض

     

    ا

    َّ

    ا مم ج  

    ر

     

    سهم ح   وا في ج 

    َّ

    م هُم    

    ر

     

    ج

     

    ا ش 

    مُوك فيم ِّك 

    ح

    ُ

    َّى  

    ون ح م   ِّك 

    ر

     

    ال

     

    Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim

    dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati

    mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya [an-

    Nisâ/4:65]

    PENUTUP

    Tampak dengan jelas betapa bahaya ilmu filsafat di mata Ulama sehingga mereka memperingatkan

    umat agar menjauh darinya. Anehnya, ilmu yang telah mengintervensi akidah Islam ini menjadi bagian

    yang tak terpisahkan dalam lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam dan kajian-kajian Islam

    kontemporer, bahkan menjadi mata kuliah yang wajib dipelajari. Seolah-olah seorang Muslim belum

    dapat memahami al-Qur`ân dan Sunnah (terutama masalah akidah) kecuali dengan ilmu filsafat. Jelas

    hal ini bertentangan dengan firman Allâh Azza wa Jalla:

    م

     

     

    ي هي َّ ي  ه 

    رآن ا ا  ه َّ

    ن

    Sesungguhnya al-Qur`ân ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus [al-Isra/17:9]

    Mari simak pernyataan Syaikh as-Sa’di rahimahullah dalam menerangkan ayat di atas, “Dalam masalah

    akidah, sesungguhnya akidah yang bersumberkan al-Qur`ân merupakan keyakinan-keyakinan yang

    bermanfaat yang memuat kebaikan, nutrisi dan kesempurnaan bagi kalbu. Dengan keyakinan tersebut,

    hati akan sarat dengan kecintaan, pengagungan dan penyembahan serta keterkaitan dengan Allâh

     Azza wa Jalla“[13] .

    Sementara Syaikh asy-Syinqîthi rahimahullah menyimpulkan kandungan ayat di atas dengan

    menyatakan bahwa pada ayat yang mulia ini, Allah k menyampaikan secara global mengenai

  • 8/16/2019 Ilmu Filsafat, Perusak Akidah Islam _ Filsafat Dalam Islam

    4/4

    5/13/2016 Ilmu Filsafat, Perusak Akidah Islam | Filsafat Dalam Islam

    https://almanhaj.or.id/3453-ilmu-filsafat-perusak-akidah-islam.html 4/4

    kandungan al-Qur`ân yang memuat petunjuk menuju jalan yang terbaik, paling lurus dan paling tepat

    kepada kebaikan dunia dan akherat.[14]

    Semoga Allâh Azza wa Jallamengembalikan umat Islam kepada hidayah-Nya. Wallâhu a’lam.

    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIV/1431H/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah

    Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-

    858196]

     _______ 

    Footnote

    [1]. Tahâful Falâsifah 84. Nukilan dari Tanâquzhu Ahlil Ahwâ wal Bida’ fil ‘Aqîdah’ 1/103. Penulis

    menyertakan ilmu filsafat sebagai sumber pengambilan hukum kedelapan oleh kalangan ahli bid’ah

    [2]. Asbâbul Khatha` fit Tafsîr , DR. Thâhir Mahmûd Muhammad Ya’qûb 1/260

    [3]. At-Tanâquzh 1/103

    [4]. Fathul Bâri (13/253)[5]. Manhaj al-Hâfizh Ibni Hajar fil ‘Aqîdah, Muhammad Ishâq Kandu 3/1446

    [6]. Majmû Fatâwa 7/119

    [7]. Shaidul Khâthir hlm. 226

    [8]. Fadh ‘Ilmis Salaf ‘ala ‘Ilmil Khalaf hlm. 105

    [9]. Fatâwa wa Rasâil Ibni ash Shalâh 1/209-212. Nukilan dari Asbâbul Khatha` fit Tafsîr 1/266

    [10]. Pengertian tafrîth atau taqshîr, kurang memberikan perhatian yang layak panduan Rasûlullâh

    Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan petunjuknya baik dengan tidak mempelajarinya atau menganggap

    petunjuk yang lain lebih baik.

    [11]. Imam Ibnu Abil ‘Izzi t dalam mukadimah Syarh ‘Aqîdah Thahâwiyah telah menyinggung perkara

    ini.

    [12]. Majmû Fatâwa 5/118

    [13]. Al-Qawâidul Hisân al-Muta`alliqah bi Tafsîril Qur`ân, hlm. 122

    [14]. Adhwâul Bayân 3/372