25
IMPLEMENTASI PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI Oleh: ARIKA PERTIWI NIM :100565201088 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2017

IMPLEMENTASI PERATURAN KEPALA BADAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · pengembangan demokrasi dalam sebuah ... persiapan untuk karir politik

  • Upload
    phambao

  • View
    220

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

IMPLEMENTASI PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN

NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013

TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI KOTA

TANJUNGPINANG TAHUN 2015

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

ARIKA PERTIWI

NIM :100565201088

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2017

1

SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi mahasiswa yang

disebut dibawah ini :

Nama : ARIKA PERTIWI

NIM : 100565201088

Jurusan/ Prodi : Ilmu Pemerintahan

Alamat : Bukit Cermin No.40 Tanjungpinang

Nomor Telp : 0823 8702 9584

Email : [email protected]

Judul Naskah : IMPLEMENTASI PERATURAN KEPALA BADAN

PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN

INFORMASI PUBLIK DI KOTA TANJUNGPINANG

TAHUN 2015

Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah ilmiah dan

untuk dapat diterbitkan.

Tanjungpinang, 23 Agustus 2017

Yang menyatakan,

Dosen Pembimbing I

Kustiawan, M.Pol, Sc

NIDN. 0507097301

Dosen Pembimbing II

Yudhanto Satyagraha Adiputra, M.A

NIDN. 1015068301

2

IMPLEMENTASI PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN

NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013

TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI KOTA

TANJUNGPINANG TAHUN 2015

ARIKA PERTIWI

KUSTIAWAN

YUDHANTO SATYAGRAHA ADIPUTRA

Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Maritim Raja Ali Haji

A B S T R A K

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi

Publik dijelaskan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam

mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik

lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Penelitian ini

berfokus pada Pasal 12 mengenai Kategori Informasi Publik, dimana informasi yang

wajib disediakan setiap saat meliputiProfil Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia meliputi sejarah, kedudukan, struktur organisasi, tugas dan fungsi. Informasi

Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima

oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan

negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya serta informasi

lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pelayanan

Informasi Publik Tahun 2015 dalam Implementasi Peraturan Kepala Kantor Pertanahan

Kota Tanjungpinang khususnya pada Pasal 12 mengenai Kategori Informasi Publik.

Informan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 6 orang. Analisis data yang di gunakan

dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 Tentang

Pelayanan Informasi Publik dalam Evaluasi Implementasi Peraturan Kepala Kantor

Pertanahan Kota Tanjungpinang belum berjalan baik, sosialisasi belum menyeluruh serta

sumber daya yang masih terbatas.

Kata Kunci : Informasi Publik, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional.

3

A B S T R A C T

Based on Act No. 14 of the year 2008 About the openness of public information

explained that the openness of public information is a means of optimizing public

oversight in the Organization of the State and other public Bodies and everything that

leads to the public interest. This research focuses on article 12 concerning the category

of public information, where the information that must be provided every time the

national land Agency such as profile include history, position, organizational structure,

tasks and functions. Public information is information generated, stored, managed,

delivered, and/or received by a public body relating to the organisers and the

Organization of the country and/or the organizer of conducting of other public bodies

and as well as other information relating to the public interest.

The goal in this research is to know the rules of the head of the national land

Agency of the Republic of Indonesia number 6 by 2013 About Public Information Services

by 2015 in the Implementation Regulation of the Head Office of land especially in

Tanjungpinang City article 12 concerning the category of public information. Informants

in this study is 6 people. The analysis of the data used in this study is the analysis of

qualitative data.

Based on the research results then can be drawn the conclusion that regulation of

the national land Agency Chief of the Republic of Indonesia number 6 by 2013 About

information service of the public in the evaluation of the implementation of the regulation

of the Head Office of land the city of Tanjung Pinang has not been going well, yet

thorough socialization as well as resources are still limited.

Keywords: Public Information, National Land Agency Chief Rules.

4

A. PENDAHULUAN

Desentralisasi pemerintahan mulai

dicanangkan pada tahun 2004. Sistem ini

mendorong pemerintah daerah untuk

memiliki peran serta yang lebih aktif dalam

membangun daerahnya. Disahkannya

Undang-Undang Keterbukaan Informasi

Publik (KIP) pada tahun 2008 dan semakin

maraknya pemanfaatan telepon genggam,

internet, dan media sosial menciptakan

dorongan yang lebih besar dan kuat agar

pemerintah lebih terbuka. Bagi Indonesia,

era baru keterbukaan pemerintah telah tiba.

Pemerintahan yang terbuka (Open

Government) menjadikan pemerintah

semakin cerdas dalam menyelesaikan

masalah dan melayani masyarakat.

Sistem pemerintahan daerah sangat

erat kaitannya dengan otonomi daerah yang

saat ini telah berlangsung di Indonesia.

Sebelum diperkenalkan otonomi daerah,

semua sistem pemerintahan bersifat

sentralisasi atau terpusat. Dengan

pelaksanaan otonomi daerah diharapkan

daerah mampu mengatur sistem

pemerintahannya sendiri dengan

memaksimalkan potensi daerah yang

dimiliki. Walaupun demikian, ada beberapa

hal tetap dikendalikan oleh pemerintah

pusat.

Sistem pemerintahan daerah juga

sebenarnya merupakan salah satu bentuk

penyelenggara pemerintahan yang efektif

dan efisien. Karena pada dasarnya kurang

memungkinkan jika pemerintah pusat

mengatur serta mengelola negara dengan

segala permasalahan yang kompleks.

Sementara itu, pemerintah daerah juga

merupakan training ground serta

pengembangan demokrasi dalam sebuah

negara. Disadari atau tidak, sistem

pemerintahan daerah sebenarnya merupakan

persiapan untuk karir politik lanjutan yang

biasanya terdapat pada pemerintahan pusat.

Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah dijelaskan bahwa urusan

pemerintahan menurut undang-undang ini

terbagi menjadi 3 bagian, pertama Urusan

pemerintahan absolut, kedua, urusan

pemerintahan konkuren dan yang ketiga

adalah urusan pemerintahan umum. Ketiga

urusan diatas dibagi menjadi urusan yang

menjadi domain pusat dan domain daerah.

Asas yang digunakan pembagian urusan

pemerintahan terdiri dari asas

desentraslisasi, dekonsentrasi dan asas tugas

pembantuan.

Urusan pemerintahan absolut

adalah urusan pemerintahan yang menjadi

sepenuhnya menjadi kewenangan pusat.

Definisi Pusat jika kita masuk bidang

eksekutif adalah Pemerintah Pusat,

definisinya sendiri adalah Presiden

Republik Indonesia yang memegang

kekuasaan pemerintahan Negara Republik

Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden

dan menteri. Cakupan urusan pemerintahan

absolut terdiri dari masalah bidang politik

luar negeri, pertanahan, keamanan, yustisi,

moneter dan fiskal serta agama. Meski

sepenuhnya berada ditangan pusat, urusan

5

pemerintahan absolut bisa dilimpahkan

kepada instansi vertikal yang ada di daerah

berdasarkan asas dekonsentrasi. Instansi

vertikal sendiri adalah perangkat

kementerian dan atau lembaga pemerintah

nonkementerian yang mengurus Urusan

Pemerintahan yang tidak diserahkan kepada

daerah otonom dalam wilayah tertentu

dalam rangka Dekonsentrasi, contoh instansi

vertikal di daerah adalah satuan kerja

perangkat daerah atau SKPD, seperti dinas

dan badan daerah.

Urusan pemerintahan kedua adalah

urusan pemerintahan konkuren. Definisinya

adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi

antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi

dan Daerah kabupaten/kota, urusan yang

diserahkan kepada daerah menjadi dasar

pelaksana otonomi daerah. Pembagian itu

mencangkup berbagai bidang, mulai dari

pertanian, perdagangan, pertambangan,

perikanan dll. Tapi prinsip utama dalam

pembagian urusan pemerintahan konkuren

adalah harus didasarkan pada akuntabilitas,

efisiensi, eksternalitas serta harus

berkepentingan nasional.

Pembagian urusan konkuren itu

kemudian diperinci dalam tatananan

teritorial atau wilayah, seperti contohnya

dalam lokasi, pusat berwenang pada lokasi

lintasi Negara ataupun lintas daerah

provinsi, sedang provinsi berada pada lintas

kota/ kabupaten, sedang untuk tingkat kota/

kabupaten berada pada area dalam kota/

kabupaten.

Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan

Informasi Publik dijelaskan bahwa

keterbukaan informasi publik merupakan

sarana dalam mengoptimalkan pengawasan

publik terhadap penyelenggaraan negara dan

Badan Publik lainnya dan segala sesuatu

yang berakibat pada kepentingan publik.

Informasi Publik adalah informasi yang

dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan

atau diterima oleh suatu badan publik yang

berkaitan dengan penyelenggara dan

penyelenggaraan negara dan atau

penyelenggara dan penyelenggaraan badan

publik lainnya yang sesuai dengan Undang-

Undang ini serta informasi lain yang

berkaitan dengan kepentingan publik.

Menurut Bab IV informasi yang wajib

disediakan dan diumumkan sesuai dengan

pasal 9, 10 dan 11 berdasarkan UU Nomor

14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik ( KIP ) ada tiga jenis

informasi publik yang dapat dijelaskan

sebagai berikut :

1. Informasi yang terbuka mencakup

informasi yang wajib disediakan

dan diumumkan secara berkala

yaitu Informasi tentang profil

badan publik, yang meliputi

Informasi tentang kedudukan atau

domisili beserta alamat lengkap,

ruang lingkup kegiatan, maksud

dan tujuan, tugas dan fungsi badan

publik serta unit-unit dibawahnya.

Struktur organisasi, gambaran

umum tiap satuan kerja, profil

6

singkat pejabat. Ringkasan

informasi tentang program dan/atau

kegiatan yang sedang dijalankan

dalam lingkungan badan publik,

Informasi tentang kinerja dalam

lingkup badan publik berupa narasi

realisasi program dan kegiatan yang

telah maupun sedang dijalankan.

2. Informasi publik yang wajib

diumumkan secara serta merta yaitu

dalah informasi yang dapat

mengancam hajat hidup orang

banyak dan ketertiban umum antara

lain Informasi tentang bencana

alam, Informasi tentang keadaan

bencana non-alam seperti

kegagalan industri atau teknologi,

dampak industri, ledakan nuklir,

pencemaran lingkungan dan

kegiatan keantariksaan; Bencana

sosial seperti kerusuhan sosial,

konflik sosial antar kelompok atau

antar komunitas masyarakat dan

teror; Informasi tentang jenis,

persebaran dan daerah yang

menjadi sumber penyakit yang

berpotensi menular; Informasi

tentang racun pada bahan makanan

yang dikonsumsi oleh masyarakat;

atau Informasi tentang rencana

gangguan terhadap utilitas publik.

3. Informasi publik yang wajib

tersedia setiap saat adalah

sekurang-kurangnya terdiri atas:

Daftar Informasi Publik, Pejabat

atau unit/satuan kerja yang

menguasai informasi,

Penanggungjawab pembuatan atau

penerbitan informasi. Seluruh

informasi lengkap yang wajib

disediakan dan diumumkan secara

berkala tentang organisasi,

administrasi, kepegawaian, dan

keuangan, antara lain: Pedoman

pengelolaan organisasi,

administrasi, personil dan keuangan

Profil lengkap pimpinan dan

pegawai yang meliputi nama,

sejarah karir atau posisi, sejarah

pendidikan, penghargaan dan

sanksi berat yang pernah diterima

Anggaran Badan Publik secara

umum maupun anggaran secara

khusus unit pelaksana teknis serta

laporan keuangannya

Keterbukaan informasi publik di

BPN diatur dalam peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional mengeluarkan

peraturan Nomor 6 Tahun 2013 yang

mengatur tentang keterbukaan informasi

publik, dimana ada beberapa hal yang diatur

dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional yang harus diinformasikan kepada

publik. Berdasarkan Peraturan tersebut

dijelaskan bahwa dalam rangka menjalankan

kewajiban menyediakan Informasi Publik

yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan,

Badan Publik harus membangun dan

mengembangkan sistem informasi dan

dokumentasi untuk mengelola Informasi

Publik secara baik dan efisien sehingga

dapat diakses dengan mudah oleh setiap

orang. Badan Pertanahan Nasional

melaksanakan tugas dan wewenang Badan

7

Pertanahan Nasional Republik Indonesia

secara transparan dan akuntabel, perlu

dilaksanakan pemenuhan hak atas informasi

bagi publik.

Penelitian ini berfokus pada Pasal

12 mengenai Kategori Informasi Publik:

1. Informasi yang wajib disediakan

setiap saat meliputi Profil Badan

Pertanahan Nasional Republik

Indonesia meliputi sejarah,

kedudukan, struktur organisasi,

tugas dan fungsi. Informasi Publik

adalah informasi yang dihasilkan,

disimpan, dikelola, dikirim,

dan/atau diterima oleh suatu badan

publik yang berkaitan dengan

penyelenggara dan

penyelenggaraan negara dan atau

penyelenggara dan

penyelenggaraan badan publik

lainnya serta informasi lain yang

berkaitan dengan kepentingan

publik.

2. Informasi yang wajib disediakan

dan diumumkan secara berkala

meliputi : Laporan Harta Kekayaan

Penyelenggara Negara (LHKPN);

Laporan Penerimaan Gratifikasi;

Formasi pegawai meliputi

penerimaan pegawai dan

pengangkatan CPNS menjadi PNS;

Formasi penerimaan Diploma I,

Diploma IV dan kejuruan lainnya;

Formasi penerimaan dan

pengangkatan Pejabat Pembuat

Akta Tanah; Pejabat Penilai Tanah

yang mendapat lisensi dari Badan

Pertanahan Nasional Republik

Indonesia; Informasi perkembangan

penanganan laporan kasus

pertanahan kepada pihak yang

terkait; Rekap jumlah penyelesaian

penanganan kasus pertanahan

kepada para pihak yang terkait;

Jumlah dan tipologi kasus

pertanahan; Hasil penelitian dan

pengembangan pertanahan,

meliputi Paper Kebijakan,

Diseminasi Penelitian, Jurnal Iptek

Pertanahan, Jurnal Pertanahan,

Buletin dan Media Audio Visual;

Laporan Akuntabilitas Kinerja; dan

Kegiatan Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia yang

bersifat strategis setiap tahun.

3. Informasi yang disediakan atas

permintaan yang berkepentingan

diberikan setelah mendapat

persetujuan PPID, antara lain

meliputi: Ringkasan laporan

keuangan; dan Ringkasan.

Kemudian dalam pasal 12 juga

menjelaskan Informasi yang

dikecualikan Pemberhentian dalam

Jabatan Struktural/Fungsional

dengan tidak hormat;

Perselisihan/Sengketa

Kepegawaian; Hasil

pengujian/pemeriksaan kesehatan;

SK Hukuman Jabatan/Hukuman

Disiplin PNS; Penelitian di bidang

pertanahan yang sedang dalam

proses; Buku tanah, surat ukur, dan

8

warkahnya; Daftar Isian Pelaksana

Anggaran (DIPA) dan Petunjuk

Operasional Kegiatan (POK);

Berita Acara Gelar Perkara

Internal, terbatas di lingkungan

Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia; memorandum,

disposisi, dan nota dinas yang

menurut sifatnya dirahasiakan; dan

Informasi Publik lainnya yang

harus dikecualikan atau

dirahasiakan berdasarkan pengujian

oleh Tim Pertimbangan Pelayanan

Informasi.

Kemudahan akses terhadap

informasi yang diinginkan oleh setiap orang,

khususnya yang berkaitan dengan ranah

publik menjadi begitu penting karena

dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, salah

satunya yaitu dengan adanya kemudahan

akses dan keterbukaan terhadap informasi

publik memungkinkan terjadinya perubahan

pelayanan publik menuju terciptanya good

governance. Keterbukaan informasi

merupakan bagian dari akuntabilitas, yaitu

tentang integritas dan transparansi

pemerintahan. Akuntabilitas menjadi sebuah

kebutuhan, karena masyarakat diarahkan

menuju ke tata pemerintahan yang baik.

Selain itu, dengan adanya akuntabilitas,

masyarakat mendapat jaminan hak asasi

manusia.

Pemerintahan yang terbuka (open

government) merupakan salah satu fondasi

sebagai akuntabilitas demokrasi. Dalam

pemerintahan yang terbuka, keterbukaan

informasi publik adalah salah satu keharusan

karena dengan adanya keterbukaan

informasi publik, pemerintahan dapat

berlangsung secara transparan dan

partisipasi masyarakat terjadi secara optimal

dalam seluruh proses pengelolaan

pemerintahan. Salah satu elemen penting

dalam mewujudkan penyelenggaraan negara

yang terbuka adalah hak publik untuk

memperoleh informasi sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Hak atas

Informasi menjadi sangat penting karena

makin terbuka penyelenggaraan negara

untuk diawasi publik, penyelenggara negara

tersebut makin dapat di

pertanggungjawabkan. Hak setiap orang

untuk memperoleh informasi juga relevan

untuk meningkatkan kualitas partisipasi

masyarakat dalam proses pengambilan

keputusan publik. (Adinda : 2014 : 3)

Pelaksanaan tugas dan wewenang

Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia dituntut untuk bekerja secara

transparan dan akuntabel, perlu dilaksanakan

pemenuhan hak atas informasi bagi publik.

Setiap Informasi Publik di lingkungan

Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia bersifat terbuka dan dapat diakses

oleh setiap Pengguna Informasi Publik.

meningkatkan pelayanan Informasi Publik

oleh Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia untuk menghasilkan layanan yang

berkualitas di lingkungan Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia, menjamin

pemenuhan hak warga negara untuk

memperoleh Informasi Publik di lingkungan

Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia, dan menjamin terwujudnya

9

tujuan penyelenggaraan keterbukaan

Informasi Publik.

Berdasarkan hasil penelitian

Adinda (2014) Analisis Implementasi

Kebijakan Tentang Keterbukaan Informasi

Publik Studi Kasus Pada Kementerian

Pertanian bahwa saat ini keterbukaan

informasi masih menjadi hal yang asing bagi

sebagian besar aparatur pemerintah, baik di

pusat maupun di daerah. Padahal,

keterbukaan informasi merupakan bagian

dari akuntabilitas, yaitu tentang integritas

dan transparansi pemerintahan.

Akuntabilitas menjadi sebuah kebutuhan,

karena masyarakat diarahkan menuju ke tata

pemerintahan yang baik. Selain itu, dengan

adanya akuntabilitas, masyarakat mendapat

jaminan hak asasi manusia.

Dalam penelitian terdahulu Bigel

(2013) berjudul Implementasi Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010

Tentang Standar Pelayanan Dan Pengaturan

Pertanahan Terkait Biaya dan Waktu dalam

Pelayanan Konversi Hak atas Tanah untuk

Peningkatan Pelayanan Publik (Studi Kasus

Di Kantor Pertanahan Kota Malang)

diketahui bahwa permasalahan yang ada,

yaitu Faktor Penghambat Kantor Pertanahan

Kota Malang adalah Masih adanya Budaya

grativikasi, dengan adanya grativikasi atau

hal-hal lain yang ada dilingkungan aparatur

Kantor Pertanahan Kota Malang, Budaya

grativikasi juga dilakukan oleh PPAT dan

masyarakat, Tenaga dari Kantor pertanahan

masih minim. Menyikapi hal-hal tersebut di

atas, maka sudah selayaknya Peningkatan

Penegakan hukum atas Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 Tentang

Standar Pelayanan dan Pengaturan

Pertanahan

Informasi merupakan kebutuhan

pokok setiap orang bagi pengembangan

pribadi dan lingkungan sosialnya serta

merupakan bagian penting bagi ketahanan

nasional. Hak memperoleh informasi

merupakan hak asasi manusia dan

keterbukaan informasi publik merupakan

salah satu ciri penting negara demokratis

yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat

untuk mewujudkan penyelenggaraan negara

yang baik.

Namun fenomena yang terjadi adalah di

Kantor Pertanahan Kota Tanjungpinang

peraturan ini belum menjalankan informasi

secara terbuka, kantor ini belum

menginformasikan standar operasional

prosedur pelayanan pertanahan seperti

persyaratan waktu dan biaya padahal

menurut Peraturan Kepala BPN Nomor 6

Tahun 2013 hal tersebut harus ada disetiap

kantor Badan Pertanahan. Kemudian

Penanganan pengaduan masyarakat juga

belum dijalankan di kantor Menurut

Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 6 Tahun 2013 di setiap

kantor BPN Kota/Kabupaten harus memiliki

e-library. E-library adalah suatu

kumpulan/koleksi artikel-artikel dan laporan

yang tersedia untuk bacaan on line atau

download hal ini berguna untuk masyarakat

10

memperoleh informasi tentang pertanahan

dan aturan-aturan yang berlaku.

Kemudian setiap kantor harus

memiliki Peta online. Peta Online adalah

Peta yang menunjukkan posisi relatif

sebaran bidang-bidang tanah mulai dari

informasi letak, batas, bentuk dan luas

bidang tanah dengan keterangan di dalam

sertifikat, namun kenyataannya di BPN Kota

Tanjungpinang hal ini belum dipenuhi, BPN

Kota Tanjungpinang memiliki website

sendiri yaitu http://kot-

tanjungpinang.bpn.go.id/ yang awalnya

bertujuan untuk melakukan pelayanan secara

elektronik hanya saja website ini tidak

berfungsi dengan baik karena hanya

menginformasikan tentang visi misi, tugas

pokok dan fungsi, dan kepegawaian, tentang

pelayanan seperti pada bagian layanan

pertanahan seperti tentang program kantor

pertanahan, kemudian syarat biaya tidak

diinformasikan dengan baik bahkan dalam

bagian ini kosong tidak ada penjelasan

apapun.

B. LANDASAN TEORI

1. Kebijakan Publik

Kebijakan publik berasal dari

terjemahan public policy, berikut kami akan

jelas apa yang dimaksud public dan policy.

Islamy (2002:1.7) menerjemahkan kata

publik kedalam bahasa Indonesia sangat

susah misalnya diartikan masyarakat, rakyat,

umum dan negara. Namun kebanyakan

penulis buku menerjemahkannya sebagai

“publik” saja seperti terjemahan Public

Policy yaitu kebijakan publik. Kata public

mempunyai dimensi arti yang agak banyak,

secara sosiologi kita tidak boleh

menyamakannya dengan masyarakat.

Perbedaan pengertiannya adalah masyarakat

di artikan sebagai sistem antar hubungan

sosial dimana manusia hidup dan tinggal

bersama-sama. Di dalam masyarakat

tersebut terdapat norma-norma atau nilai-

nilai tertentu yang mengikat dan membatasi

kehidupan anggota-angotanya. Dilain pihak

publik diartikan sebagai kumpulan orang-

orang yang menaruh perhatian, minat atau

kepentingan yang sama. Tidak ada

norma/nilai yang mengikat/membatasi

perilaku public sebagaimana halnya pada

masyarakat, karena public sulit dikenali

sifat-sifat kepribadiannya (indentifikasinya)

secara jelas. Satu yang menonjol adalah

mereka mempunyai perhatian atau minat

yang sama (Islamy, 2002:1.6).

Sedangkan Kebijakan yang

dimaksud disepadankan dengan kata policy

yang dibedakan dengan kebijaksanaan

(wisdom) maupun kebajikan (virtues).

Winarno (2008 : 16) dan Wahab (2010:1-2)

sepakat bahwa istilah „kebijakan‟ ini

penggunaannya sering dipertukarkan dengan

istilah-istilah lain seperti tujuan (goals),

program, keputusan, undang-undang,

ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan

grand design. Bagi para policy makers

(pembuat kebijakan) dan orang-orang yang

menggeluti kebijakan, penggunaan istilah-

istilah tersebut tidak menimbulkan masalah,

11

tetapi bagi orang di luar struktur

pengambilan kebijakan tersebut mungkin

akan membingungkan.

Konsep public policy dapat

dipelajari secara sistematik pertama kali

digambarkan oleh John Dewey di dalam

bukunya Logic: The Theory of Inquiry,

Dewey memberikan perhatian terhadap sifat

eksprimen dari cara mengukur

kebijaksanaan (policy). Pengertian-

pengertian policy seperti dikutipkan di atas

kiranya dapat dipergunakan sebagai dasar

pemahaman dari public policy. bahwa policy

dilakukan baik oleh pemerintah maupun

yang melaksanakan dengan menekankankan

adanya perilaku yang konsisten dan

berulang. Maka Thomas R. Dye meragukan

hal semacam itu.

Winarno (2008:16) mengingatkan

bahwa berkenaan dengan definisi kebijakan

ini, dalam mendefinisikan kebijakan

haruslah melihat apa yang sebenarnya

dilakukan daripada apa yang diusulkan

mengenai suatu persoalan. Alasannya adalah

karena kebijakan merupakan suatu proses

yang mencakup pula tahap implementasi dan

evaluasi, sehingga definisi kebijakan yang

hanya menekankan pada apa yang diusulkan

menjadi kurang memadai. Salah satu definisi

mengenai kebijakan publik diberikan oleh

Robert Eyeston sebagaimana yang dikutip

oleh Winarno (2008:17). Eyeston

mengatakan bahwa „secara luas‟ kebijakan

publik dapat didefinisikan sebagai

“hubungan suatu unit pemerintah dengan

lingkungannya”.

Definisi yang sama juga

dikemukakan oleh Jones. Definisi Jones

tentang kebijakan publik tersebut oleh

Wahab (2010:4) digunakan untuk

memberikan definisi kebijaksanan negara.

Konsep yang ditawarkan ini mengandung

pengertian yang sangat luas dan kurang pasti

karena apa yang dimaksud dengan kebijakan

publik dapat mencakup banyak hal.

Wahab (2010:4) mengajukan

definisi dari W.I Jenkis yang merumuskan

kebijaksanaan publik sebagai “a set of

interrelated decisions taken by a political

actor or group of actors concerning the

selection of goals and the means of

achieving them within a specified situation

where these decisions should, in prinsciple,

be within the power of these actors to

achieve” (serangkaian keputusan yang saling

berkaitan yang diambil oleh seorang aktor

politik atau sekelompok aktor politik

berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih

beserta cara-cara untuk mencapainya dalam

suatu situasi dimana keputusan-keputusan

itu pada prinsipnya masih berada dalam

batas-batas kewenangan kekuasaan dari para

aktor tersebut).

Pendapat yang lain dikemukakan

Chief J.O Udoji dalam Wahab (2010:5).

Udoji mendefinisikan kebijakan publik “an

sanctioned course of action addressed to a

particular problem or group of related

problems that affect society at large” (suatu

tindakan bersanksi yang mengarah pada

suatu tujuan tertentu yang saling berkaitan

yang mempengaruhi sebagian besar

12

masyarakat). Definisi kebijakan yang oleh

Wahab (2010:5) dan Winarno (2008:20)

dianggap lebih tepat dibanding definisi

lainnya adalah yang dikemukakan James

Anderson yang diartikan sebagai kebijakan

yang dikembangkan atau dirumuskan oleh

instansi-instansi serta pejabat-pejabat

pemerintah. Dalam kaitan ini, aktor-aktor

bukan pemerintah (swasta) tentu saja dapat

mempengaruhi perkembangan atau

perumusan kebijakan publik.

Berdasarkan beberapa pendapat

para ahli kebijakan publik tersebut diatas,

maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Kebijakan publik yaitu suatu agenda

kebijakan yang telah dirumuskan oleh

Pemerintah yang merupakan tanggapan

(responsiveness) terhadap lingkungan atau

masalah publik.

Untuk membantu melakukan hal

ini, para ahli kemudian mengembangkan

sejumlah kerangka untuk memahami proses

kebijakan (policy process) atau seringkali

disebut juga sebagai siklus kebijakan (policy

cycles). Sejumlah ahli yang

mengembangkan kerangka pemahaman

tersebut diantaranya adalah Thomas R. Dye

(2005) dan James E. Anderson (2003).

Menurut Dye (2005, 31), bagaimana sebuah

kebijakan dibuat dapat diketahui dengan

mempertimbangkan sejumlah aktivitas atau

proses yang terjadi didalam sistem politik.

Terkait hal ini, dalam pandangan Dye (2005,

31-32), pembuatan kebijakan sebagai sebuah

proses akan meliputi sejumlah proses,

aktivitas, dan keterlibatan peserta

Merupakan langkah pertama dari

siklus kebijakan publik, yang terdiri dari tiga

tahap kegiatan yaitu :

(1) penyusunan agenda,

(2) pencarian legitimasi, dan

(3) pernyataan kebijakan.

1. Policy Implementation :

Implementasi kebijakan merupakan

salah satu tahapan yang amat

penting dari keseluruhan proses

kebijakan publik. Implementasi

kebijakan merupakan serangkaian

kegiatan (tindakan) setelah suatu

kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu

kegiatan implementasi, maka suatu

kebijakan yang telah dirumuskan

akan menjadi sia-sia. Implementasi

kebijakan dengan demikian meru-

pakan rantai yang menghubungkan

formulasi kebijakan dengan hasil

(outcome) kebijakan .

2. Policy Monitoring : Agar upaya

mewujudkan tujuan kebijakan

publik sesuai dengan isi kebijakan

publik, maka implementasi

kebijakan publik tersebut perlu

dipantau (monitoring). Pemantauan

ini bertujuan agar setiap tindakan

dalam proses implementasi tersebut

sesuai dengan isi dan tujuan

kebijakan publik.

3. Policy Evaluation : Selanjutnya

guna menguji dan mengetahui

kemampuan suatu kebijakan publik

dalam mengatasi masalah publik,

13

kebijakan publik tersebut perlu

dievaluasi. Evaluasi kebijakan ini

misalnya dilakukan dengan

menghitung outcome dan dampak

kebijakan atau program. Hasil

evaluasi ini selanjutnya dapat

memberikan informasi tentang

keberhasilan dan/atau kegagalan

suatu kebijakan, yang nantinya

berguna sebagai sumber informasi

bagi formulasi kebijakan publik

selanjutnya

2. Implementasi Kebijakan

Implementasi (pelaksanaan) kebijakan

merupakan suatu bagian yang tidak bisa

dipisahkan dari perumusan kebijakan (public

formulation), penetapan kebijakan (policy

adaption) dan evaluasi kebijakan (policy

evoluation). Setelah kebijakan ditetapkan

secara sah dan mempunyai kekuatan hukum

(legitimasi), maka kebijakan tersebut harus

segera di implementasikan sebab, kebijakan

itu baru mempunyai arti bila kebijakan di

implementasikan melalui jalan yang sesuai

dan sebagaimana seharusnya untuk

kepentingan.

Menurut Winarno (2008:144)

Implementasi dipandang secara luas

mempunyai makna pelaksanaan undang-

undang dimana berbagai aktor, organisasi,

prosedur dan teknik bekerja bersama-sama

menjalankan kebijakan dalam upaya untuk

meraih tujuan-tujuan kebijakan.

Implementasi pada sisi yang lain merupakan

fenomena yang kompleks yang mungkin

dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu

keluaran (output) maupun sebagai suatu

dampak (outcome).

Ripley dan Franklin (dalam Winarno,

2008 : 145) berpendapat bahwa

implementasi adalah apa yang terjadi setelah

undang-undang ditetapkan yang

memberikan otoritas program, kebijakan,

keuntungan dan benefit. Sementara itu ,

Grindle (dalam Winarno 2008:146) juga

memberikan pandangannya tentang

implementasi dengan mengatakan bahwa

secara umum, tugas implementasi adalah

membentuk suatu kaitan yang memudahkan

tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan

sebagai dampak dari suatu kegiatan

pemerintah.

Dari beberapa pendapat di atas dapat

kita ketahui bahwa implementasi menunjuk

pada sejumlah kegiatan yang mengikuti

pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan

program dan hasil-hasil yang diinginkan

oleh para pejabat pemerintah. Implementasi

mencakup tindakan-tindakan oleh berbagai

aktor, khususnya para birokrat yang

dimaksud untuk membuat program berjalan.

Van Meter dan Van Horn (dalam

Winarno 2008:146) mengatakan bahwa :

“implementasi kebijakan sebagai tindakan-

tindakan yang dilakukan oleh individu-

individu (atau kelompok-kelompok)

pemerintah maupun swasta yang diarahkan

untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah

ditetapkan dalam keputusan-keputusan

kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan

ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah

14

keputusan-keputusan menjadi tindakan-

tindakan operasional dalam kurun waktu

tertentu maupun dalam rangka melanjutkan

usaha-usaha untuk mencapai perubahan-

perubahan besar dan kecil yang ditetapkan

oleh keputusan-keputusan kebijakan”.

Lester dan Steward (dalam Nugroho

2007:216) pelaku dalam implementasi

kebijakan meliputi birokrasi, legislaitf,

lembaga-lembaga pengadilan, kelompok-

kelompok penekan, dan komunitas

organisasi. Implementasi kebijakan haruslah

berhasil, malahan tidak hanya

implementasinya saja yang berhasil, akan

tetapi tujuan (goal) yang terkandung dalam

kebijakan itu haruslah tercapai yaitu

terpenuhinya kepentingan masyarakat.

Menurut Edward III (dalam Winarno,

2007:174) ada 4 faktor atau variabel krusial

yang menentukan keberhasilan suatu

kebijakan :

1. Komunikasi

Tanpa adanya komunikasi maka

pelaksanaan kebijakan tidak bisa

berjalan dengan efektif. Dengan

komunikasi para pelaksana akan

lebih mudah melaksanakan tujuan-

tujuan atau maksud dari kebijakan.

2. Sumber – Sumber

Sumber-sumber layak mendapat

perhatian dalam melaksanakan

kebijakan baik itu sumber daya

manusia, sarana dan prasarana serta

sumber dana. Tanpa adanya

sumber-sumber maka kebijakan

yang telah dirumuskan mungkin

hanya akan menjadi rencana saja

tanpa adanya realisasi.

3. kecenderungan-kecendrungan

Kecenderungan dari para

pelaksanan kebijakan merupakan

faktor yang mempunyai

konsekuensi-konsekuensi penting

bagi implementasi kebijakan yang

efektif. jika para pelaksana

bersikap baik terhadap suatu

kebijakan tertentu, dan hal ini

berarti adanya dukungan,

kemungkinan besar mereka

melaksanakan kebijakan sesuai

dengan yang diinginkan pembuat

kebijakan awal. Demikian pula

sebaliknya, bila tingkah laku para

pelaksana berbeda dengan para

pembuat keputusan, maka proses

pelaksanaan suatu kebijakan akan

menjadi semakin sulit.

4. Struktur Birokrasi

Birokrasi merupakan salah satu

badan yang paling sering bahkan

secara keseluruhan menjadi

pelaksana kebijakan. Kerja sama

yang baik dalam birokrasi dan

struktur yang kondusif akan

membuat pelaksanaan kebijakan

efektif.

Berdasarkan beberapa

pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan

implementasi kebijakan publik adalah suatu

tindakan pejabat pemerintah atau lembaga

15

pemerintah dalam menyediakan sarana

untuk melaksanakan progam yang telah

ditetapkan sehingga program tersebut

dampak menimbulkan dampak terhadap

tercapainya tujuan. Mazmanian dan Sabatier

(dalam Wahab, 1997:68-69) merumuskan

“Proses implementasi kebijaksanaan negara

dengan lebih rinci: “Implementasi adalah

pelaksanaan keputusan kebijakan dasar,

biasanya dalam bentuk undang-undang

namun dapat pula berbentuk perintah-

perintah atau keputusan keputusan eksekutif

yang penting atas keputusan badan

peradilan. Lazimnya keputusan tersebut

mengidentifikasi masalah yang ingin di

atasi, menyebut secara tegas tujuan/sasaran

yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk

menstruktur/mengatasi proses

implementasinya”.

Proses ini berlangsung setelah

melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya

diawali dengan tahapan pengesahan undang-

undang, kemudian output kebijakan dalam

bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan

(instansi) pelaksanaan, kesediaan

dilaksanakannya keputusan-keputusan

tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran,

dampak nyata maupun yang dikehendaki

atau tidak dari output tersebut, dampak

keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-

badan penting (atau upaya untuk melakukan

beberapa perbaikan) terhadap undang–

ndang / peraturan yang barsangkutan.

C. METODE PENELITIAN

Sugiyono (2012:11) menyatakan bahwa :

“Penelitian deskriptif Kualitatif adalah

penelitian yang dilakukan untuk mengetahui

variabel mandiri, baik satu variabel atau

lebih tanpa membuat perbandingan atau

menghubungkan antara satu variabel dengan

variabel yang lain”. Lebih lanjut dikatakan

oleh Denzin dan Lincoln (dalam Moleong

2004:5) bahwa penelitian kualitatif adalah

penelitian yang menggunakan latar alamiah,

dengan maksud menafsirkan fenomena yang

terjadi dan dilakukan dengan jalan

melibatkan berbagai metode yang ada.

Adapun kaitannya dengan penelitian ini

adalah untuk mengetahui serta

mengemukakan berbagai gambaran dan

permasalahan dalam Implementasi Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013

Tentang Pelayanan Informasi Publik Di

Lingkungan Badan Pertanahan Nasional

Kota Tanjungpinang

Adapun lokasi penelitian ini adalah di

Kantor BPN Kota Tanjungpinang. Alasan

peneliti Mengambil lokasi masih

terdapatnya gejala permasalahan yang sudah

di paparkan pada latar belakang yang dapat

menghambat Implementasi Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 Tentang

Pelayanan Informasi Publik Kota

Tanjungpinang, yaitu :

a. Kantor Pertanahan Kota

Tanjungpinang merupakan kantor

yang melayani secara langsung

16

dokumen-dokumen penting

kepemilikan tanah masyarakat

b. Kemudian dalam rangka

pelaksanaan tugas dan wewenang

Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia secara

transparan dan akuntabel, perlu

dilaksanakan pemenuhan hak atas

informasi bagi publik.

c. Masih ada permasalahan berkaitan

dengan sering terjadi permasalahan

sengketa tanah, belum terbukanya

prosedur pengurusan sertifikat baik

waktu maupun biaya serta pejabat

yang berwenang.

Informan menurut Moleong (2006 : 132)

adalah orang yang dimanfaatkan untuk

memberikan informasi tentang situasi dan

kondisi latar penelitian. Jadi, dia harus

mempunyai banyak pengalaman tentang

latar penelitian. Untuk melakukan penelitian

ini, penulis menggunakan sampling

purposif. Menurut Krisyanto (2007 : 154)

sampling purposif yaitu teknik yang

mencakup orang-orang yang diseleksi atas

dasar kriteria, sedangkan orang-orang dalam

populasi yang tidak sesuai dengan kriteria

tersebut tidak dijadikan sampel. Adapun

informan dalam penelitian ini adalah 6 orang

kepala seksi pada Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Provinsi Kepulauan Riau.

Diambilnya orang-orang tersebut atas

pertimbangan bahwa, mereka adalah orang-

orang yang secara langsung menjadi

implementor dalam kebijakan ini, mereka

juga yang diharapkan mengetahui tentang

peraturan yang telah dibuat kepala Badan

Pertanahan Nasional agar dapat lebih

transparan dalam memberikan pelayanan.

Jenis data yang di kumpulkan dalam

penelitian ini adalah:

1. Data primer yaitu data yang

diperoleh langsung dari informan

yang menjadi sasaran penelitian

melalui wawancara yang meliputi

data tentang Implementasi

Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia

Nomor 6 Tahun 2013 Tentang

Pelayanan Informasi Publik di

Lingkungan Badan Pertanahan

Nasional Provinsi Kepulauan Riau

2. Data sekunder yaitu data yang

diperoleh melalui dokumen-

dokumen dari Kantor Badan

Peratanahan Nasional Kota

Tanjungpinang, buku dan

dokumen-dokumen tentang

kebijakan Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Provinsi Kepulauan

Riau Nomor 6 Tahun 2013 serta

struktur organisasi dan biografi

kantor wilayah Badan Pertanahan

Provinsi kepulauan Riau.

Teknik Pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

a. Observasi.

Menurut

Sugiyono (2012:166) teknik

observasi merupakan suatu proses

yang komplek dan sulit, yang

tersusun dari berbagai proses

17

biologis dan proses psikologis

diantaranya yang terpenting adalah

pengamatan dan ingatan. Dalam

penelitian ini, observasi yang

digunakan yaitu observasi

terstruktur yang telah dirancang

secara sistematis, tentang apa yang

diamati, kapan dan dimana

tempatnya, dengan alat pengumpul

data yaitu Check list.

b. Wawancara

Wawancara dilakukan

dengan cara tanya jawab secara

langsung terhadap informan

dengan berpedoman kepada daftar

pertanyaan yang telah disusun

sedemikian rupa mengenai

Implementasi Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 6

Tahun 2013 Tentang Pelayanan

Informasi Publik Di Kota

Tanjungpinang. Alat yang

digunakan adalah pedoman

wawancara.

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan

peristiwa yang sudah berlalu.

Menurut Sugiono (2012: 240)

dokumen bisa dalam bentuk

tulisan, gambar atau karya-karya

monumental dari seseorang. Dari

pendapat ini penulis

menyimpulkan dokumen

merupakan cara memperoleh data

dengan mempelajari atau mencatat

dari dokumen-dokumen dan arsip

yang berhubungan dengan objek

penelitian

Dalam rangka memberikan gambaran yang

jelas, logis dan akurat mengenai hasil

pengumpulan data, maka teknik analisis data

yang digunakan adalah teknik analisa data

Deskriptif Kualitatif. Analisis data kualitatif

adalah upaya yang dilakukan dengan jalan

bekerja dengan data, mengorganisasikan

data dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain.

Jadi teknis analisis kualitatif pada

penelitian ini adalah teknis analisis yang

digunakan untuk mengetahui Implementasi

Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia Nomor 6

Tahun 2013 Tentang Pelayanan Informasi

Publik di Kota Tanjungpinang yang

dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan

gambar.

D. PEMBAHASAN

1. Adanya tujuan dan sasaran kebijakan

Sebuah kebijakan yang diambil oleh

pembuat kebijakan haruslah mengandung

konten yang jelas dan konsisten. Kebijakan

dengan isi yang jelas akan memudahkan

sebuah kebijakan dan akan menghindarkan

distorsi atau penyimpangan dalam

pengimplementasiannya. Hal ini

dikarenakan jika suatu kebijakan sudah

memiliki isi yang jelas maka kemungkinan

penafsiran yang salah oleh implementor

akan dapat dihindari dan sebaliknya jika isi

suatu kebijakan masih belum jelas atau

18

mengambang, potensi untuk salah paham

akan menjadi besar.

Agar implementasi berjalan efektif,

siapa yang bertanggungjawab melaksanakan

sebuah keputusan harus mengetahui apakah

mereka dapat melakukannya. Sesungguhnya

implementasi kebijakan harus diterima oleh

semua staff dan harus mengerti secara jelas

dan akurat mengenahi maksud dan tujuan

kebijakan. Untuk itu perlu adanya kejelasan

dalam sebuah kebijakan baru kemudian

dapat diimplementasikan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Dapat dianalisa bahwa untuk Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nomor 6 Tahun

2013 tentang keterbukaan informasi publik

baik isi maupun tujuannya sudah sangat

jelas. Dimana dalam kebijakan ini jelas

bahwa tujuannya adalah untuk keterbukaan

informasi publik. Hal yang sama dipaparkan

oleh pegawai mengatakan bahwa isi dari

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nomor

6 Tahun 2013 tentang keterbukaan informasi

publik sudah jelas. Tujuan dari kebijakan ini

adalah adalah untuk menyelamatkan

masalah-masalah seperti Korupsi dan lain

sebagainya.

Menurut Winarno (2005:128) Faktor-

faktor yang mendorong ketidakjelasan

informasi dalam implementasi kebijakan

publik biasanya karena kompleksitas

kebijakan, kurangnya konsensus mengenai

tujuan-tujuan kebijakan publik, adanya

masalah-masalah dalam memulai kebijakan

yang baru serta adanya kecenderungan

menghindari pertanggungjawaban kebijakan.

Komunikasi yang efektif menuntut proses

pengorganisasian komunikasi yang jelas ke

semua tahap tadi. Jika terdapat pertentangan

dari pelaksana, maka kebijakan tersebut

akan diabaikan dan terdistorsi. Untuk itu,

Winarno (2005:129) menyimpulkan:

”semakin banyak lapisan atau aktor

pelaksana yang terlibat dalam implementasi

kebijakan, semakin besar kemungkinan

hambatan dan distorsi yang dihadapi”.

Bahwa secara keseluruhan isi dan

tujuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nomor 6 Tahun 2013 tentang keterbukaan

informasi publik sudah jelas. Hal ini

didukung dari pernyataan para pegawai

bahwa sebagian pegawai mengetahui serta

memahami kebijakan tersebut. Hanya saja

memang kebijakan ini belum memiliki

kebijakan turunan. Sebaiknya ada kebijakan

turunan agar lebih memperjelas isi dari

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nomor

6 Tahun 2013 tentang keterbukaan informasi

publik.

Keberhasilan suatu implementasi

kebijakan, membutuhkan adanya

pemahaman standart dan tujuan kebijakan

dari masing-masing individu yang

bertanggung jawab melaksanakannya. Oleh

karena itu standard dan tujuan kebijakan

harus dikomunikasikan dengan jelas agar

tidak menimbulkan distorsi implementasi.

Jika standart dan tujuan tidak diketahui

dengan jelas oleh pihak-pihak yang terlibat

dalam implementasi kebijakan, dapat

menimbulkan salah pengertian yang dapat

19

menghambatimplementasi kebijakan. Dalam

kejelasan informasi biasanya terdapat

kecenderungan untuk mengaburkan tujuan-

tujuan informasi oleh pelaku kebijakan atas

dasar kepentingan sendiri dengan cara

menginterpretasikan informasi berdasarkan

pemahaman sendiri-sendiri. Cara untuk

mengantisipasi tindakan tersebut adalah

dengan membuat prosedur melalui

pernyataan yang jelas mengenai persyaratan,

tujuan, menghilangkan pilihan dari multi

intrepetasi, melaksanakan prosedur dengan

hati-hati dan mekanisme pelaporan secara

terinci.

2. Adanya aktivitas atau kegiatan

pencapaian tujuan

a. Adanya biaya yang disediakan untuk

menyediakan fasilitas keterbukaan

informasi publik

Dalam sebuah kebijakan dibutuhkan

sumber daya model. Sumber daya modal

Sumber daya modal, yaitu adanya anggaran

khusus untuk menjalankan keterbukaan

informasi publik di wilayah kantor

pertanahan Kota Tanjungpinang. Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nomor 6 Tahun

2013 tentang keterbukaan informasi publik

dalam pelaksanaannya juga membutuhkan

sumber daya modal dan sesuai dengan isi

dari kebijakan tersebut bahwa seharusnya

anggran harus diberikan untuk mendukung

terlaksananya Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nomor 6 Tahun 2013 tentang

keterbukaan informasi publik tersebut.

Wawancara dilakukan dengan beberapa

informan guna memperoleh informasi

tentang sumber daya modal untuk

pelaksanaan keterbukaan informasi publik

Menurut Van Meter dan Horn (dalam

Subarsono, 2006:98), “dukungan sumber

daya ekonomi dapat mendukung

keberhasilan implementasi kebijakan dan

dalam lingkungan politik dukungan elite

politik sangat diperlukan dalam mendukung

keberhasilan implementasi kebijakan”.

Sejalan dengan kutipan di tersebut maka

menurut Lester dan Stewart yang dikutip

oleh Winarno, bahwa implementasi adalah

Implementasi kebijakan dipandang dalam

pengertian luas merupakan alat administrasi

hukum dimana berbagai aktor, organisasi,

prosedur dan teknik yang bekerja bersama-

sama untuk menjalankan kebijakan guna

meraih dampak atau tujuan yang diinginkan

(Lester dan Stewart dalam Winarno,

2005:101-102).

Dianlisa bahwa sudah ada dana yang

jelas dalam melaksanakan Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nomor 6 Tahun 2013

tentang keterbukaan informasi publik.

Kemudahan akses terhadap informasi yang

diinginkan oleh setiap orang, khususnya

yang berkaitan dengan ranah publik menjadi

begitu penting karena dilatarbelakangi oleh

beberapa alasan, salah satunya yaitu dengan

adanya kemudahan akses dan keterbukaan

terhadap informasi publik memungkinkan

terjadinya perubahan pelayanan publik

menuju terciptanya good governance.

Pemerintahan yang terbuka (open

government) merupakan salah satu fondasi

20

sebagai akuntabilitas demokrasi. Dalam

pemerintahan yang terbuka, keterbukaan

informasi publik adalah salah satu keharusan

karena dengan adanya keterbukaan

informasi publik, pemerintahan dapat

berlangsung secara transparan dan

partisipasi masyarakat terjadi secara optimal

dalam seluruh proses pengelolaan

pemerintahan.

b. Adanya sarana prasarana pendukung

dalam Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nomor 6 Tahun 2013 di

Kantor Badan Pertanahan Kota

Tanjungpinang seperti gedung yang

memadai, dan alat-alat kantor seperti

komputer.

Fasilitas seperti sarana dan prasana

yang dimiliki dalam mendukung Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nomor 6 Tahun

2013 di Kantor Badan Pertanahan Kota

Tanjungpinang.

Dalam Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nomor 6 Tahun 2013 di Kantor

Badan Pertanahan Kota Tanjungpinang jelas

mengatakan bahwa harus ada fasilitas

penunjang dalam melaksanakan kebijakan

ini.

Menurut Edward III dalam Agustino

(2006: 159) “Fasilitas fisik merupakan

faktor penting dalam implementasi

kebijakan. Implementor mungkin

mempunyai staf yang mencukupi, kapabel

dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas

pendukung (sarana dan prasarana) maka

implementasi kebijakan tersebut tidak akan

berhasil. Dari hasil wawancara yang

dilakukan kepada seluruh responden maka

dapat dianalisa bahwa masih belum

memadai sarana dan prasarana yang di

siapkan oleh kantor pertanahan untuk

mendukung Kepala Badan Pertanahan

Nomor 6 Tahun 2013 di Kantor Badan

Pertanahan Kota Tanjungpinang. Ada

beberapa sarana dan prasarana yang

disiapkan seperti website yang belum dapat

berjalan dengan baik

3. Adanya hasil kegiatan

Keberadaan peraturam Keterbukaan

Informasi Publik memberikan pencerahan

dalam pelaksanaan penyelenggaraan Negara

atau pemerintahan. Pelaksanaan keterbukaan

informasi publik dalam penyelenggaraan

negara atau pemerintahan merupakan

perwujudan tata pemerintahan yang baik

(Good Governance), dan jaminan kepastian

hukum terhadap hak masyarakat untuk

mendapatkan informasi yang dibutuhkan

serta untuk turut serta dalam mengontrol

penyelenggaraan negara atau pemerintahan.

Pemerintah harus menyiapkan sarana

prasarana, sumber daya manusia yang punya

kemampuan (skill) dan kemauan serta

komitmen dari seluruh penyelenggara

pemerintahan atau badan publik dan aparat

atau komponennya, untuk melaksanakannya.

Agar apa yang diharapkan dapat diwujudkan

dengan baik. Untuk mendukung pelaksanaan

undang-undang tersebut diperlukan adanya

penegakan hukum yang berkeadilan serta

21

dukungan penegak hukum yang profesional

dan yang menjunjung tinggi keadilan

Dengan adanya transparansi atas

informasi publik tentang kinerja pemerintah

dalam melaksanakan penyelenggaraan

negara atau pemerintahaannya, membuat

masyarakat dapat ikut berpartisipasi aktif

mengontrol setiap langkah dan kebijakan

yang diambil pemerintah. Sehingga

penyelenggaraan pemerintahan dapat

dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

Sebagai langkah mewujudkan tata

pemerintahan yang baik (good governance)

sekaligus mewujudkan bentuk konkrit

perlindungan hak asasi manusia maka

diperlukan landasan atau instrumen yuridis

yang kuat untuk mengatur keterbukaan

informasi yang transparan, terbuka,

partisipatoris dalam seluruh proses

pengelolaan sumberdaya publik mulai dari

proses pengambilan keputusan, pelaksanaan

serta evaluasi (dalam bentuk Undang-

Undang, Peraturan Pelaksanaan maupun

kebijakan-kebijakan, dan juga Peraturan

Daerah), serta instrumen yang lainnya, yakni

instrumen materiil (sarana prasarana), dan

instrumen kepegawaian (sumberdaya

manusia).

Kualitas pelayanan BPN juga

meningkat. Pelaksanaan akan fungsi

pemerintahan dilakukan dengan cara

mendayagunakan instrumen-instrumen

pemerintahan, yang dapat diklasifikasikan

menjadi: Instrumen yuridis, meliputi:

peraturan perundangundangan (wet en

regeling), peraturan kebijaksanaan

(beleidsregel), rencana (het plan), dan

instrumen hukum keperdataan; Instrumen

materiil; Instrumen personil atau

kepegawaian; Instrumen keuangan negara.

Penggunaan instrumen pemerintahan dalam

rangka pelaksanaan fungsi pemerintahan

harus bertumpu pada prinsip-prinsip Negara

Hukum dan asas-asas yang mendasari

masing-masing instrumen tersebut (W.

Riawan Tjandra, 2008:24). UU KIP,

merupakan instrumen yuridis dalam rangka

pelaksanaan fungsi pemerintah, khususnya

dalam rangka menyediakan informasi

publik.

Dalam pengaturan pada Pasal 2 UU

KIP diatur tentang penyelenggaraan

informasi publik yakni: Pada dasarnya

informasi publik bersifat terbuka dan dapat

diakses oleh setiap pengguna informasi,

kecuali untuk informasi yang dirahasiakan

sebagaimana diatur oleh undang-undang,

kepatutan dan kepentingan umum yang

didasarkan pada pengujian tentang

konsekuensi yang timbul apabila suatu

informasi diberikan kepada masyarakat serta

setelah dipertimbangkan dengan

pertimbangan untuk melindungi kepentingan

yang lebih besar. Setiap informasi publik

harus dapat diperoleh oleh setiap pemohon

informasi publik dengan cepat, tepat waktu,

biaya ringan dan cara sederhana. Adapun

yang dimaksud informasi publik adalah

berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU KIP, yaitu

informasi yang dihasilkan, disimpan,

dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh

suatu badan publik yang berkaitan dengan

22

penyelenggaraan dan penyelenggaraan

negara dan/atau penyelenggara dan

penyelenggaraan badan publik lainnya yang

sesuai dengan undang-undang ini, serta

informasi lain yang juga berkaitan dengan

kepentingan publik.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU KIP:

yang dimaksud dengan informasi adalah

keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-

tanda yang mengandung nilai, makna, dan

pesan, baik data, fakta, maupun

penjelasannya yang dapat dilihat, didengar,

dan dibaca yang disajikan dalam berbagai

kemasan dan format sesuai dengan

perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi secara elektronik ataupun

nonelektronik

E. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian maka

dapat diambil kesimpulan bahwa

Implementasi Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 6 Tahun 2013 khususnya pasal 12

khususnya kategori informasi publik dalam

Pelayanan Informasi Publik dalam Evaluasi

Implementasi Peraturan Kepala Kantor

Pertanahan Kota Tanjungpinang berjalan

baik, hal ini dapat dilihat dari beberapa

indikator yaitu : sarana dan prasarana yang

di siapkan oleh kantor pertanahan untuk

mendukung Kepala Badan Pertanahan

Nomor 6 Tahun 2013 di Kantor Badan

Pertanahan Kota Tanjungpinang belum

memadai. Ada beberapa sarana dan

prasarana yang disiapkan seperti website

yang belum dapat berjalan dengan baik.

Kemudian sumber daya modal atau

dana yang dialokasikan khusus untuk

keterbukaan informasi publik memang

sudah ada. Sesuai dengan kebijakan tersebut,

dimana pemerintah daerah dalam hal ini

pemerintah Pusat dan Kantor pertanahan

Kota wajib mengalokasikan dananya untuk

mendukung Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nomor 6 Tahun 2013 tentang

keterbukaan informasi publik ini.

Kemudian sumber daya modal atau

dana yang dialokasikan khusus untuk

keterbukaan informasi publik memang

sudah ada. Sesuai dengan kebijakan tersebut,

dimana pemerintah daerah dalam hal ini

pemerintah Pusat dan Kantor pertanahan

Kota wajib mengalokasikan dananya untuk

mendukung Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nomor 6 Tahun 2013 tentang

keterbukaan informasi publik ini. pegawai

sudah mentaati peraturan yang berlaku. Saat

ini masyarakat dapat berpartisipasi secara

langsung dalam berbagai aspek

pembangunan. Salah satu yang perlu

dibanggakan adalah diterbitkannya undang

undang yang mewajibkan penyelenggara

negara untuk lebih bersikap transparan

kepada warganya, dimana telah diatur di

dalamnya hak rakyat untuk mengetahui dan

memperoleh informasi sesuai dengan

peraturan perundang-undangan tidak hanya

itu pengawasan sudah dilakukan dalam

Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia Nomor 6

Tahun 2013 Tentang Pelayanan Informasi

Publik agar apa yang dijelaskan menjadi

tujuan kebijakan dapat tercapai

23

Adapun saran yang dapat disampaikan

adalah sebagai berikut :

1. Seharusnya dilakukan sosialisasi

kepada masyarakat tentang

keterbukaan informasi publik, agar

masyarakat memahami tentang

manfaat pelayanan terbuka oleh

kantor pertanahan

2. Seharusnya kebijakan ini juga

dilengkapi dengan sarana prasarana

yang memadai agar dapat

mendukung pelaksanaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan

Publik. Jakarta : Yayasan Pancur

Siwah.

Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar

Kebijakan Publik. Bandung : CV

Alfabetha

Arikunto. Suharsini. 2006. Prosedur

Penelitian suatu pendekatan

praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Dunn, William, N. 2003, Pengantar Analisis

Kebijakan Publik. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Pres,

Yogyakarta

Islami, M. Irfan. 2002. Pengantar Analisis

Kebijakan Publik. Yogyakarta:

Gajah Mada University.

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi

Penelitian Kualitatif. Bandung :

PT.Remaja Rosdakarya.

Nugroho, Riant D. 2007. Kebijakan Publik

Formulasi Implementasi dan

Evaluasi. Jakarta : PT.Elex Media

Komputindo.

Ndraha, Talidziduhu. 2005. Metodologi Ilmu

Pemerintahan. Jakarta : CV. Rineka

Cipta.

Syafei, Abdul. 2005 Pengantar Ilmu

Pemerintahan. Jakarta : Bumi Aksara

Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan Publik.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiono. 2005. Metode Penelitian

Administrasi. Bandung: Alfa Beta.

Wahab. Solichin Abdul. 2010. Analisis

Kebijaksanaan: dari Formula ke

Implementasi Kebijaksanaan

Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik,

Teori dan Proses. Jakarta: PT.

Buku Kita.

Dokumen-Dokumen :

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan

informasi publik

Keputusan Menteri Komunikasi dan

Informatika Nomor 117 Tahun 2010 tentang

Organisasi Pengelola Informasi dan

Dokumentasi

24

Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia Nomor 6

Tahun 2013 tentang Pelayanan Informasi

Publik Di Lingkungan Badan Pertanahan

Nasional Provinsi Kepulauan Riau

Penelitian Terdahulu :

Adinda Permatasari Rahadian. 2014.

Analisis Implementasi

Kebijakan Tentang

Keterbukaan Informasi Publik

Studi Kasus Pada Kementerian

Pertanian.

le:///C:/Users/user/Downloads/

analisis-implementasi-

kebijakan-tentang-

keterbukaan-

informas%20(4).pdf.

www.stiami.ac.id/

Brigel Wibisono.2013. Implementasi

Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun

2010 Tentang Standar

Pelayanan Dan Pengaturan

Pertanahan Terkait Biaya dan

Waktu dalam Pelayanan

Konversi Hak atas Tanah

untuk Peningkatan Pelayanan

Publik (Studi Kasus Di Kantor

Pertanahan Kota Malang).

JURNAL ILMIAH.

.portalgaruda.org

Jurnal :

Andi Muhammad Irvan L, Andi Alimuddin

Unde, Muhammad Iqbal Sultan (2014)

Strategi Komunikasi Badan Pertanahan

Nasional Dalam Menyelesaikan

Konflik Pertanahan Di Kabupaten

Maros. Jurnal Komunikasi. Vol. 3,

No.1

Endang Retnowati (2013) Keterbukaan

Informasi Publik Dan Good

Governance (Antara Das Sein Dan Das

Sollen). http://ejournal.

uwks.ac.id/myfiles/

201303262718521985/6.pdf

Rini Ayu Kurniasari (2015) Teknik-teknik

sosialisasi program larasita yang

dilakukan oleh badan pertanahan

nasional kabupaten maros. Vol. 4 / No.

2. page :12 – 21