Upload
phambao
View
220
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
IMPLEMENTASI PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN
NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013
TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI KOTA
TANJUNGPINANG TAHUN 2015
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
ARIKA PERTIWI
NIM :100565201088
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi mahasiswa yang
disebut dibawah ini :
Nama : ARIKA PERTIWI
NIM : 100565201088
Jurusan/ Prodi : Ilmu Pemerintahan
Alamat : Bukit Cermin No.40 Tanjungpinang
Nomor Telp : 0823 8702 9584
Email : [email protected]
Judul Naskah : IMPLEMENTASI PERATURAN KEPALA BADAN
PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN
INFORMASI PUBLIK DI KOTA TANJUNGPINANG
TAHUN 2015
Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah ilmiah dan
untuk dapat diterbitkan.
Tanjungpinang, 23 Agustus 2017
Yang menyatakan,
Dosen Pembimbing I
Kustiawan, M.Pol, Sc
NIDN. 0507097301
Dosen Pembimbing II
Yudhanto Satyagraha Adiputra, M.A
NIDN. 1015068301
2
IMPLEMENTASI PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN
NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013
TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI KOTA
TANJUNGPINANG TAHUN 2015
ARIKA PERTIWI
KUSTIAWAN
YUDHANTO SATYAGRAHA ADIPUTRA
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi
Publik dijelaskan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam
mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik
lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Penelitian ini
berfokus pada Pasal 12 mengenai Kategori Informasi Publik, dimana informasi yang
wajib disediakan setiap saat meliputiProfil Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia meliputi sejarah, kedudukan, struktur organisasi, tugas dan fungsi. Informasi
Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima
oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan
negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya serta informasi
lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Pelayanan
Informasi Publik Tahun 2015 dalam Implementasi Peraturan Kepala Kantor Pertanahan
Kota Tanjungpinang khususnya pada Pasal 12 mengenai Kategori Informasi Publik.
Informan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 6 orang. Analisis data yang di gunakan
dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 Tentang
Pelayanan Informasi Publik dalam Evaluasi Implementasi Peraturan Kepala Kantor
Pertanahan Kota Tanjungpinang belum berjalan baik, sosialisasi belum menyeluruh serta
sumber daya yang masih terbatas.
Kata Kunci : Informasi Publik, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional.
3
A B S T R A C T
Based on Act No. 14 of the year 2008 About the openness of public information
explained that the openness of public information is a means of optimizing public
oversight in the Organization of the State and other public Bodies and everything that
leads to the public interest. This research focuses on article 12 concerning the category
of public information, where the information that must be provided every time the
national land Agency such as profile include history, position, organizational structure,
tasks and functions. Public information is information generated, stored, managed,
delivered, and/or received by a public body relating to the organisers and the
Organization of the country and/or the organizer of conducting of other public bodies
and as well as other information relating to the public interest.
The goal in this research is to know the rules of the head of the national land
Agency of the Republic of Indonesia number 6 by 2013 About Public Information Services
by 2015 in the Implementation Regulation of the Head Office of land especially in
Tanjungpinang City article 12 concerning the category of public information. Informants
in this study is 6 people. The analysis of the data used in this study is the analysis of
qualitative data.
Based on the research results then can be drawn the conclusion that regulation of
the national land Agency Chief of the Republic of Indonesia number 6 by 2013 About
information service of the public in the evaluation of the implementation of the regulation
of the Head Office of land the city of Tanjung Pinang has not been going well, yet
thorough socialization as well as resources are still limited.
Keywords: Public Information, National Land Agency Chief Rules.
4
A. PENDAHULUAN
Desentralisasi pemerintahan mulai
dicanangkan pada tahun 2004. Sistem ini
mendorong pemerintah daerah untuk
memiliki peran serta yang lebih aktif dalam
membangun daerahnya. Disahkannya
Undang-Undang Keterbukaan Informasi
Publik (KIP) pada tahun 2008 dan semakin
maraknya pemanfaatan telepon genggam,
internet, dan media sosial menciptakan
dorongan yang lebih besar dan kuat agar
pemerintah lebih terbuka. Bagi Indonesia,
era baru keterbukaan pemerintah telah tiba.
Pemerintahan yang terbuka (Open
Government) menjadikan pemerintah
semakin cerdas dalam menyelesaikan
masalah dan melayani masyarakat.
Sistem pemerintahan daerah sangat
erat kaitannya dengan otonomi daerah yang
saat ini telah berlangsung di Indonesia.
Sebelum diperkenalkan otonomi daerah,
semua sistem pemerintahan bersifat
sentralisasi atau terpusat. Dengan
pelaksanaan otonomi daerah diharapkan
daerah mampu mengatur sistem
pemerintahannya sendiri dengan
memaksimalkan potensi daerah yang
dimiliki. Walaupun demikian, ada beberapa
hal tetap dikendalikan oleh pemerintah
pusat.
Sistem pemerintahan daerah juga
sebenarnya merupakan salah satu bentuk
penyelenggara pemerintahan yang efektif
dan efisien. Karena pada dasarnya kurang
memungkinkan jika pemerintah pusat
mengatur serta mengelola negara dengan
segala permasalahan yang kompleks.
Sementara itu, pemerintah daerah juga
merupakan training ground serta
pengembangan demokrasi dalam sebuah
negara. Disadari atau tidak, sistem
pemerintahan daerah sebenarnya merupakan
persiapan untuk karir politik lanjutan yang
biasanya terdapat pada pemerintahan pusat.
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah dijelaskan bahwa urusan
pemerintahan menurut undang-undang ini
terbagi menjadi 3 bagian, pertama Urusan
pemerintahan absolut, kedua, urusan
pemerintahan konkuren dan yang ketiga
adalah urusan pemerintahan umum. Ketiga
urusan diatas dibagi menjadi urusan yang
menjadi domain pusat dan domain daerah.
Asas yang digunakan pembagian urusan
pemerintahan terdiri dari asas
desentraslisasi, dekonsentrasi dan asas tugas
pembantuan.
Urusan pemerintahan absolut
adalah urusan pemerintahan yang menjadi
sepenuhnya menjadi kewenangan pusat.
Definisi Pusat jika kita masuk bidang
eksekutif adalah Pemerintah Pusat,
definisinya sendiri adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan Negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden
dan menteri. Cakupan urusan pemerintahan
absolut terdiri dari masalah bidang politik
luar negeri, pertanahan, keamanan, yustisi,
moneter dan fiskal serta agama. Meski
sepenuhnya berada ditangan pusat, urusan
5
pemerintahan absolut bisa dilimpahkan
kepada instansi vertikal yang ada di daerah
berdasarkan asas dekonsentrasi. Instansi
vertikal sendiri adalah perangkat
kementerian dan atau lembaga pemerintah
nonkementerian yang mengurus Urusan
Pemerintahan yang tidak diserahkan kepada
daerah otonom dalam wilayah tertentu
dalam rangka Dekonsentrasi, contoh instansi
vertikal di daerah adalah satuan kerja
perangkat daerah atau SKPD, seperti dinas
dan badan daerah.
Urusan pemerintahan kedua adalah
urusan pemerintahan konkuren. Definisinya
adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi
antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi
dan Daerah kabupaten/kota, urusan yang
diserahkan kepada daerah menjadi dasar
pelaksana otonomi daerah. Pembagian itu
mencangkup berbagai bidang, mulai dari
pertanian, perdagangan, pertambangan,
perikanan dll. Tapi prinsip utama dalam
pembagian urusan pemerintahan konkuren
adalah harus didasarkan pada akuntabilitas,
efisiensi, eksternalitas serta harus
berkepentingan nasional.
Pembagian urusan konkuren itu
kemudian diperinci dalam tatananan
teritorial atau wilayah, seperti contohnya
dalam lokasi, pusat berwenang pada lokasi
lintasi Negara ataupun lintas daerah
provinsi, sedang provinsi berada pada lintas
kota/ kabupaten, sedang untuk tingkat kota/
kabupaten berada pada area dalam kota/
kabupaten.
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan
Informasi Publik dijelaskan bahwa
keterbukaan informasi publik merupakan
sarana dalam mengoptimalkan pengawasan
publik terhadap penyelenggaraan negara dan
Badan Publik lainnya dan segala sesuatu
yang berakibat pada kepentingan publik.
Informasi Publik adalah informasi yang
dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan
atau diterima oleh suatu badan publik yang
berkaitan dengan penyelenggara dan
penyelenggaraan negara dan atau
penyelenggara dan penyelenggaraan badan
publik lainnya yang sesuai dengan Undang-
Undang ini serta informasi lain yang
berkaitan dengan kepentingan publik.
Menurut Bab IV informasi yang wajib
disediakan dan diumumkan sesuai dengan
pasal 9, 10 dan 11 berdasarkan UU Nomor
14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik ( KIP ) ada tiga jenis
informasi publik yang dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Informasi yang terbuka mencakup
informasi yang wajib disediakan
dan diumumkan secara berkala
yaitu Informasi tentang profil
badan publik, yang meliputi
Informasi tentang kedudukan atau
domisili beserta alamat lengkap,
ruang lingkup kegiatan, maksud
dan tujuan, tugas dan fungsi badan
publik serta unit-unit dibawahnya.
Struktur organisasi, gambaran
umum tiap satuan kerja, profil
6
singkat pejabat. Ringkasan
informasi tentang program dan/atau
kegiatan yang sedang dijalankan
dalam lingkungan badan publik,
Informasi tentang kinerja dalam
lingkup badan publik berupa narasi
realisasi program dan kegiatan yang
telah maupun sedang dijalankan.
2. Informasi publik yang wajib
diumumkan secara serta merta yaitu
dalah informasi yang dapat
mengancam hajat hidup orang
banyak dan ketertiban umum antara
lain Informasi tentang bencana
alam, Informasi tentang keadaan
bencana non-alam seperti
kegagalan industri atau teknologi,
dampak industri, ledakan nuklir,
pencemaran lingkungan dan
kegiatan keantariksaan; Bencana
sosial seperti kerusuhan sosial,
konflik sosial antar kelompok atau
antar komunitas masyarakat dan
teror; Informasi tentang jenis,
persebaran dan daerah yang
menjadi sumber penyakit yang
berpotensi menular; Informasi
tentang racun pada bahan makanan
yang dikonsumsi oleh masyarakat;
atau Informasi tentang rencana
gangguan terhadap utilitas publik.
3. Informasi publik yang wajib
tersedia setiap saat adalah
sekurang-kurangnya terdiri atas:
Daftar Informasi Publik, Pejabat
atau unit/satuan kerja yang
menguasai informasi,
Penanggungjawab pembuatan atau
penerbitan informasi. Seluruh
informasi lengkap yang wajib
disediakan dan diumumkan secara
berkala tentang organisasi,
administrasi, kepegawaian, dan
keuangan, antara lain: Pedoman
pengelolaan organisasi,
administrasi, personil dan keuangan
Profil lengkap pimpinan dan
pegawai yang meliputi nama,
sejarah karir atau posisi, sejarah
pendidikan, penghargaan dan
sanksi berat yang pernah diterima
Anggaran Badan Publik secara
umum maupun anggaran secara
khusus unit pelaksana teknis serta
laporan keuangannya
Keterbukaan informasi publik di
BPN diatur dalam peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional mengeluarkan
peraturan Nomor 6 Tahun 2013 yang
mengatur tentang keterbukaan informasi
publik, dimana ada beberapa hal yang diatur
dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional yang harus diinformasikan kepada
publik. Berdasarkan Peraturan tersebut
dijelaskan bahwa dalam rangka menjalankan
kewajiban menyediakan Informasi Publik
yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan,
Badan Publik harus membangun dan
mengembangkan sistem informasi dan
dokumentasi untuk mengelola Informasi
Publik secara baik dan efisien sehingga
dapat diakses dengan mudah oleh setiap
orang. Badan Pertanahan Nasional
melaksanakan tugas dan wewenang Badan
7
Pertanahan Nasional Republik Indonesia
secara transparan dan akuntabel, perlu
dilaksanakan pemenuhan hak atas informasi
bagi publik.
Penelitian ini berfokus pada Pasal
12 mengenai Kategori Informasi Publik:
1. Informasi yang wajib disediakan
setiap saat meliputi Profil Badan
Pertanahan Nasional Republik
Indonesia meliputi sejarah,
kedudukan, struktur organisasi,
tugas dan fungsi. Informasi Publik
adalah informasi yang dihasilkan,
disimpan, dikelola, dikirim,
dan/atau diterima oleh suatu badan
publik yang berkaitan dengan
penyelenggara dan
penyelenggaraan negara dan atau
penyelenggara dan
penyelenggaraan badan publik
lainnya serta informasi lain yang
berkaitan dengan kepentingan
publik.
2. Informasi yang wajib disediakan
dan diumumkan secara berkala
meliputi : Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN);
Laporan Penerimaan Gratifikasi;
Formasi pegawai meliputi
penerimaan pegawai dan
pengangkatan CPNS menjadi PNS;
Formasi penerimaan Diploma I,
Diploma IV dan kejuruan lainnya;
Formasi penerimaan dan
pengangkatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah; Pejabat Penilai Tanah
yang mendapat lisensi dari Badan
Pertanahan Nasional Republik
Indonesia; Informasi perkembangan
penanganan laporan kasus
pertanahan kepada pihak yang
terkait; Rekap jumlah penyelesaian
penanganan kasus pertanahan
kepada para pihak yang terkait;
Jumlah dan tipologi kasus
pertanahan; Hasil penelitian dan
pengembangan pertanahan,
meliputi Paper Kebijakan,
Diseminasi Penelitian, Jurnal Iptek
Pertanahan, Jurnal Pertanahan,
Buletin dan Media Audio Visual;
Laporan Akuntabilitas Kinerja; dan
Kegiatan Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia yang
bersifat strategis setiap tahun.
3. Informasi yang disediakan atas
permintaan yang berkepentingan
diberikan setelah mendapat
persetujuan PPID, antara lain
meliputi: Ringkasan laporan
keuangan; dan Ringkasan.
Kemudian dalam pasal 12 juga
menjelaskan Informasi yang
dikecualikan Pemberhentian dalam
Jabatan Struktural/Fungsional
dengan tidak hormat;
Perselisihan/Sengketa
Kepegawaian; Hasil
pengujian/pemeriksaan kesehatan;
SK Hukuman Jabatan/Hukuman
Disiplin PNS; Penelitian di bidang
pertanahan yang sedang dalam
proses; Buku tanah, surat ukur, dan
8
warkahnya; Daftar Isian Pelaksana
Anggaran (DIPA) dan Petunjuk
Operasional Kegiatan (POK);
Berita Acara Gelar Perkara
Internal, terbatas di lingkungan
Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia; memorandum,
disposisi, dan nota dinas yang
menurut sifatnya dirahasiakan; dan
Informasi Publik lainnya yang
harus dikecualikan atau
dirahasiakan berdasarkan pengujian
oleh Tim Pertimbangan Pelayanan
Informasi.
Kemudahan akses terhadap
informasi yang diinginkan oleh setiap orang,
khususnya yang berkaitan dengan ranah
publik menjadi begitu penting karena
dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, salah
satunya yaitu dengan adanya kemudahan
akses dan keterbukaan terhadap informasi
publik memungkinkan terjadinya perubahan
pelayanan publik menuju terciptanya good
governance. Keterbukaan informasi
merupakan bagian dari akuntabilitas, yaitu
tentang integritas dan transparansi
pemerintahan. Akuntabilitas menjadi sebuah
kebutuhan, karena masyarakat diarahkan
menuju ke tata pemerintahan yang baik.
Selain itu, dengan adanya akuntabilitas,
masyarakat mendapat jaminan hak asasi
manusia.
Pemerintahan yang terbuka (open
government) merupakan salah satu fondasi
sebagai akuntabilitas demokrasi. Dalam
pemerintahan yang terbuka, keterbukaan
informasi publik adalah salah satu keharusan
karena dengan adanya keterbukaan
informasi publik, pemerintahan dapat
berlangsung secara transparan dan
partisipasi masyarakat terjadi secara optimal
dalam seluruh proses pengelolaan
pemerintahan. Salah satu elemen penting
dalam mewujudkan penyelenggaraan negara
yang terbuka adalah hak publik untuk
memperoleh informasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Hak atas
Informasi menjadi sangat penting karena
makin terbuka penyelenggaraan negara
untuk diawasi publik, penyelenggara negara
tersebut makin dapat di
pertanggungjawabkan. Hak setiap orang
untuk memperoleh informasi juga relevan
untuk meningkatkan kualitas partisipasi
masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan publik. (Adinda : 2014 : 3)
Pelaksanaan tugas dan wewenang
Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia dituntut untuk bekerja secara
transparan dan akuntabel, perlu dilaksanakan
pemenuhan hak atas informasi bagi publik.
Setiap Informasi Publik di lingkungan
Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia bersifat terbuka dan dapat diakses
oleh setiap Pengguna Informasi Publik.
meningkatkan pelayanan Informasi Publik
oleh Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia untuk menghasilkan layanan yang
berkualitas di lingkungan Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia, menjamin
pemenuhan hak warga negara untuk
memperoleh Informasi Publik di lingkungan
Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia, dan menjamin terwujudnya
9
tujuan penyelenggaraan keterbukaan
Informasi Publik.
Berdasarkan hasil penelitian
Adinda (2014) Analisis Implementasi
Kebijakan Tentang Keterbukaan Informasi
Publik Studi Kasus Pada Kementerian
Pertanian bahwa saat ini keterbukaan
informasi masih menjadi hal yang asing bagi
sebagian besar aparatur pemerintah, baik di
pusat maupun di daerah. Padahal,
keterbukaan informasi merupakan bagian
dari akuntabilitas, yaitu tentang integritas
dan transparansi pemerintahan.
Akuntabilitas menjadi sebuah kebutuhan,
karena masyarakat diarahkan menuju ke tata
pemerintahan yang baik. Selain itu, dengan
adanya akuntabilitas, masyarakat mendapat
jaminan hak asasi manusia.
Dalam penelitian terdahulu Bigel
(2013) berjudul Implementasi Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010
Tentang Standar Pelayanan Dan Pengaturan
Pertanahan Terkait Biaya dan Waktu dalam
Pelayanan Konversi Hak atas Tanah untuk
Peningkatan Pelayanan Publik (Studi Kasus
Di Kantor Pertanahan Kota Malang)
diketahui bahwa permasalahan yang ada,
yaitu Faktor Penghambat Kantor Pertanahan
Kota Malang adalah Masih adanya Budaya
grativikasi, dengan adanya grativikasi atau
hal-hal lain yang ada dilingkungan aparatur
Kantor Pertanahan Kota Malang, Budaya
grativikasi juga dilakukan oleh PPAT dan
masyarakat, Tenaga dari Kantor pertanahan
masih minim. Menyikapi hal-hal tersebut di
atas, maka sudah selayaknya Peningkatan
Penegakan hukum atas Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 Tentang
Standar Pelayanan dan Pengaturan
Pertanahan
Informasi merupakan kebutuhan
pokok setiap orang bagi pengembangan
pribadi dan lingkungan sosialnya serta
merupakan bagian penting bagi ketahanan
nasional. Hak memperoleh informasi
merupakan hak asasi manusia dan
keterbukaan informasi publik merupakan
salah satu ciri penting negara demokratis
yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
untuk mewujudkan penyelenggaraan negara
yang baik.
Namun fenomena yang terjadi adalah di
Kantor Pertanahan Kota Tanjungpinang
peraturan ini belum menjalankan informasi
secara terbuka, kantor ini belum
menginformasikan standar operasional
prosedur pelayanan pertanahan seperti
persyaratan waktu dan biaya padahal
menurut Peraturan Kepala BPN Nomor 6
Tahun 2013 hal tersebut harus ada disetiap
kantor Badan Pertanahan. Kemudian
Penanganan pengaduan masyarakat juga
belum dijalankan di kantor Menurut
Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 6 Tahun 2013 di setiap
kantor BPN Kota/Kabupaten harus memiliki
e-library. E-library adalah suatu
kumpulan/koleksi artikel-artikel dan laporan
yang tersedia untuk bacaan on line atau
download hal ini berguna untuk masyarakat
10
memperoleh informasi tentang pertanahan
dan aturan-aturan yang berlaku.
Kemudian setiap kantor harus
memiliki Peta online. Peta Online adalah
Peta yang menunjukkan posisi relatif
sebaran bidang-bidang tanah mulai dari
informasi letak, batas, bentuk dan luas
bidang tanah dengan keterangan di dalam
sertifikat, namun kenyataannya di BPN Kota
Tanjungpinang hal ini belum dipenuhi, BPN
Kota Tanjungpinang memiliki website
sendiri yaitu http://kot-
tanjungpinang.bpn.go.id/ yang awalnya
bertujuan untuk melakukan pelayanan secara
elektronik hanya saja website ini tidak
berfungsi dengan baik karena hanya
menginformasikan tentang visi misi, tugas
pokok dan fungsi, dan kepegawaian, tentang
pelayanan seperti pada bagian layanan
pertanahan seperti tentang program kantor
pertanahan, kemudian syarat biaya tidak
diinformasikan dengan baik bahkan dalam
bagian ini kosong tidak ada penjelasan
apapun.
B. LANDASAN TEORI
1. Kebijakan Publik
Kebijakan publik berasal dari
terjemahan public policy, berikut kami akan
jelas apa yang dimaksud public dan policy.
Islamy (2002:1.7) menerjemahkan kata
publik kedalam bahasa Indonesia sangat
susah misalnya diartikan masyarakat, rakyat,
umum dan negara. Namun kebanyakan
penulis buku menerjemahkannya sebagai
“publik” saja seperti terjemahan Public
Policy yaitu kebijakan publik. Kata public
mempunyai dimensi arti yang agak banyak,
secara sosiologi kita tidak boleh
menyamakannya dengan masyarakat.
Perbedaan pengertiannya adalah masyarakat
di artikan sebagai sistem antar hubungan
sosial dimana manusia hidup dan tinggal
bersama-sama. Di dalam masyarakat
tersebut terdapat norma-norma atau nilai-
nilai tertentu yang mengikat dan membatasi
kehidupan anggota-angotanya. Dilain pihak
publik diartikan sebagai kumpulan orang-
orang yang menaruh perhatian, minat atau
kepentingan yang sama. Tidak ada
norma/nilai yang mengikat/membatasi
perilaku public sebagaimana halnya pada
masyarakat, karena public sulit dikenali
sifat-sifat kepribadiannya (indentifikasinya)
secara jelas. Satu yang menonjol adalah
mereka mempunyai perhatian atau minat
yang sama (Islamy, 2002:1.6).
Sedangkan Kebijakan yang
dimaksud disepadankan dengan kata policy
yang dibedakan dengan kebijaksanaan
(wisdom) maupun kebajikan (virtues).
Winarno (2008 : 16) dan Wahab (2010:1-2)
sepakat bahwa istilah „kebijakan‟ ini
penggunaannya sering dipertukarkan dengan
istilah-istilah lain seperti tujuan (goals),
program, keputusan, undang-undang,
ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan
grand design. Bagi para policy makers
(pembuat kebijakan) dan orang-orang yang
menggeluti kebijakan, penggunaan istilah-
istilah tersebut tidak menimbulkan masalah,
11
tetapi bagi orang di luar struktur
pengambilan kebijakan tersebut mungkin
akan membingungkan.
Konsep public policy dapat
dipelajari secara sistematik pertama kali
digambarkan oleh John Dewey di dalam
bukunya Logic: The Theory of Inquiry,
Dewey memberikan perhatian terhadap sifat
eksprimen dari cara mengukur
kebijaksanaan (policy). Pengertian-
pengertian policy seperti dikutipkan di atas
kiranya dapat dipergunakan sebagai dasar
pemahaman dari public policy. bahwa policy
dilakukan baik oleh pemerintah maupun
yang melaksanakan dengan menekankankan
adanya perilaku yang konsisten dan
berulang. Maka Thomas R. Dye meragukan
hal semacam itu.
Winarno (2008:16) mengingatkan
bahwa berkenaan dengan definisi kebijakan
ini, dalam mendefinisikan kebijakan
haruslah melihat apa yang sebenarnya
dilakukan daripada apa yang diusulkan
mengenai suatu persoalan. Alasannya adalah
karena kebijakan merupakan suatu proses
yang mencakup pula tahap implementasi dan
evaluasi, sehingga definisi kebijakan yang
hanya menekankan pada apa yang diusulkan
menjadi kurang memadai. Salah satu definisi
mengenai kebijakan publik diberikan oleh
Robert Eyeston sebagaimana yang dikutip
oleh Winarno (2008:17). Eyeston
mengatakan bahwa „secara luas‟ kebijakan
publik dapat didefinisikan sebagai
“hubungan suatu unit pemerintah dengan
lingkungannya”.
Definisi yang sama juga
dikemukakan oleh Jones. Definisi Jones
tentang kebijakan publik tersebut oleh
Wahab (2010:4) digunakan untuk
memberikan definisi kebijaksanan negara.
Konsep yang ditawarkan ini mengandung
pengertian yang sangat luas dan kurang pasti
karena apa yang dimaksud dengan kebijakan
publik dapat mencakup banyak hal.
Wahab (2010:4) mengajukan
definisi dari W.I Jenkis yang merumuskan
kebijaksanaan publik sebagai “a set of
interrelated decisions taken by a political
actor or group of actors concerning the
selection of goals and the means of
achieving them within a specified situation
where these decisions should, in prinsciple,
be within the power of these actors to
achieve” (serangkaian keputusan yang saling
berkaitan yang diambil oleh seorang aktor
politik atau sekelompok aktor politik
berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih
beserta cara-cara untuk mencapainya dalam
suatu situasi dimana keputusan-keputusan
itu pada prinsipnya masih berada dalam
batas-batas kewenangan kekuasaan dari para
aktor tersebut).
Pendapat yang lain dikemukakan
Chief J.O Udoji dalam Wahab (2010:5).
Udoji mendefinisikan kebijakan publik “an
sanctioned course of action addressed to a
particular problem or group of related
problems that affect society at large” (suatu
tindakan bersanksi yang mengarah pada
suatu tujuan tertentu yang saling berkaitan
yang mempengaruhi sebagian besar
12
masyarakat). Definisi kebijakan yang oleh
Wahab (2010:5) dan Winarno (2008:20)
dianggap lebih tepat dibanding definisi
lainnya adalah yang dikemukakan James
Anderson yang diartikan sebagai kebijakan
yang dikembangkan atau dirumuskan oleh
instansi-instansi serta pejabat-pejabat
pemerintah. Dalam kaitan ini, aktor-aktor
bukan pemerintah (swasta) tentu saja dapat
mempengaruhi perkembangan atau
perumusan kebijakan publik.
Berdasarkan beberapa pendapat
para ahli kebijakan publik tersebut diatas,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Kebijakan publik yaitu suatu agenda
kebijakan yang telah dirumuskan oleh
Pemerintah yang merupakan tanggapan
(responsiveness) terhadap lingkungan atau
masalah publik.
Untuk membantu melakukan hal
ini, para ahli kemudian mengembangkan
sejumlah kerangka untuk memahami proses
kebijakan (policy process) atau seringkali
disebut juga sebagai siklus kebijakan (policy
cycles). Sejumlah ahli yang
mengembangkan kerangka pemahaman
tersebut diantaranya adalah Thomas R. Dye
(2005) dan James E. Anderson (2003).
Menurut Dye (2005, 31), bagaimana sebuah
kebijakan dibuat dapat diketahui dengan
mempertimbangkan sejumlah aktivitas atau
proses yang terjadi didalam sistem politik.
Terkait hal ini, dalam pandangan Dye (2005,
31-32), pembuatan kebijakan sebagai sebuah
proses akan meliputi sejumlah proses,
aktivitas, dan keterlibatan peserta
Merupakan langkah pertama dari
siklus kebijakan publik, yang terdiri dari tiga
tahap kegiatan yaitu :
(1) penyusunan agenda,
(2) pencarian legitimasi, dan
(3) pernyataan kebijakan.
1. Policy Implementation :
Implementasi kebijakan merupakan
salah satu tahapan yang amat
penting dari keseluruhan proses
kebijakan publik. Implementasi
kebijakan merupakan serangkaian
kegiatan (tindakan) setelah suatu
kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu
kegiatan implementasi, maka suatu
kebijakan yang telah dirumuskan
akan menjadi sia-sia. Implementasi
kebijakan dengan demikian meru-
pakan rantai yang menghubungkan
formulasi kebijakan dengan hasil
(outcome) kebijakan .
2. Policy Monitoring : Agar upaya
mewujudkan tujuan kebijakan
publik sesuai dengan isi kebijakan
publik, maka implementasi
kebijakan publik tersebut perlu
dipantau (monitoring). Pemantauan
ini bertujuan agar setiap tindakan
dalam proses implementasi tersebut
sesuai dengan isi dan tujuan
kebijakan publik.
3. Policy Evaluation : Selanjutnya
guna menguji dan mengetahui
kemampuan suatu kebijakan publik
dalam mengatasi masalah publik,
13
kebijakan publik tersebut perlu
dievaluasi. Evaluasi kebijakan ini
misalnya dilakukan dengan
menghitung outcome dan dampak
kebijakan atau program. Hasil
evaluasi ini selanjutnya dapat
memberikan informasi tentang
keberhasilan dan/atau kegagalan
suatu kebijakan, yang nantinya
berguna sebagai sumber informasi
bagi formulasi kebijakan publik
selanjutnya
2. Implementasi Kebijakan
Implementasi (pelaksanaan) kebijakan
merupakan suatu bagian yang tidak bisa
dipisahkan dari perumusan kebijakan (public
formulation), penetapan kebijakan (policy
adaption) dan evaluasi kebijakan (policy
evoluation). Setelah kebijakan ditetapkan
secara sah dan mempunyai kekuatan hukum
(legitimasi), maka kebijakan tersebut harus
segera di implementasikan sebab, kebijakan
itu baru mempunyai arti bila kebijakan di
implementasikan melalui jalan yang sesuai
dan sebagaimana seharusnya untuk
kepentingan.
Menurut Winarno (2008:144)
Implementasi dipandang secara luas
mempunyai makna pelaksanaan undang-
undang dimana berbagai aktor, organisasi,
prosedur dan teknik bekerja bersama-sama
menjalankan kebijakan dalam upaya untuk
meraih tujuan-tujuan kebijakan.
Implementasi pada sisi yang lain merupakan
fenomena yang kompleks yang mungkin
dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu
keluaran (output) maupun sebagai suatu
dampak (outcome).
Ripley dan Franklin (dalam Winarno,
2008 : 145) berpendapat bahwa
implementasi adalah apa yang terjadi setelah
undang-undang ditetapkan yang
memberikan otoritas program, kebijakan,
keuntungan dan benefit. Sementara itu ,
Grindle (dalam Winarno 2008:146) juga
memberikan pandangannya tentang
implementasi dengan mengatakan bahwa
secara umum, tugas implementasi adalah
membentuk suatu kaitan yang memudahkan
tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan
sebagai dampak dari suatu kegiatan
pemerintah.
Dari beberapa pendapat di atas dapat
kita ketahui bahwa implementasi menunjuk
pada sejumlah kegiatan yang mengikuti
pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan
program dan hasil-hasil yang diinginkan
oleh para pejabat pemerintah. Implementasi
mencakup tindakan-tindakan oleh berbagai
aktor, khususnya para birokrat yang
dimaksud untuk membuat program berjalan.
Van Meter dan Van Horn (dalam
Winarno 2008:146) mengatakan bahwa :
“implementasi kebijakan sebagai tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh individu-
individu (atau kelompok-kelompok)
pemerintah maupun swasta yang diarahkan
untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan dalam keputusan-keputusan
kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan
ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah
14
keputusan-keputusan menjadi tindakan-
tindakan operasional dalam kurun waktu
tertentu maupun dalam rangka melanjutkan
usaha-usaha untuk mencapai perubahan-
perubahan besar dan kecil yang ditetapkan
oleh keputusan-keputusan kebijakan”.
Lester dan Steward (dalam Nugroho
2007:216) pelaku dalam implementasi
kebijakan meliputi birokrasi, legislaitf,
lembaga-lembaga pengadilan, kelompok-
kelompok penekan, dan komunitas
organisasi. Implementasi kebijakan haruslah
berhasil, malahan tidak hanya
implementasinya saja yang berhasil, akan
tetapi tujuan (goal) yang terkandung dalam
kebijakan itu haruslah tercapai yaitu
terpenuhinya kepentingan masyarakat.
Menurut Edward III (dalam Winarno,
2007:174) ada 4 faktor atau variabel krusial
yang menentukan keberhasilan suatu
kebijakan :
1. Komunikasi
Tanpa adanya komunikasi maka
pelaksanaan kebijakan tidak bisa
berjalan dengan efektif. Dengan
komunikasi para pelaksana akan
lebih mudah melaksanakan tujuan-
tujuan atau maksud dari kebijakan.
2. Sumber – Sumber
Sumber-sumber layak mendapat
perhatian dalam melaksanakan
kebijakan baik itu sumber daya
manusia, sarana dan prasarana serta
sumber dana. Tanpa adanya
sumber-sumber maka kebijakan
yang telah dirumuskan mungkin
hanya akan menjadi rencana saja
tanpa adanya realisasi.
3. kecenderungan-kecendrungan
Kecenderungan dari para
pelaksanan kebijakan merupakan
faktor yang mempunyai
konsekuensi-konsekuensi penting
bagi implementasi kebijakan yang
efektif. jika para pelaksana
bersikap baik terhadap suatu
kebijakan tertentu, dan hal ini
berarti adanya dukungan,
kemungkinan besar mereka
melaksanakan kebijakan sesuai
dengan yang diinginkan pembuat
kebijakan awal. Demikian pula
sebaliknya, bila tingkah laku para
pelaksana berbeda dengan para
pembuat keputusan, maka proses
pelaksanaan suatu kebijakan akan
menjadi semakin sulit.
4. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah satu
badan yang paling sering bahkan
secara keseluruhan menjadi
pelaksana kebijakan. Kerja sama
yang baik dalam birokrasi dan
struktur yang kondusif akan
membuat pelaksanaan kebijakan
efektif.
Berdasarkan beberapa
pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan
implementasi kebijakan publik adalah suatu
tindakan pejabat pemerintah atau lembaga
15
pemerintah dalam menyediakan sarana
untuk melaksanakan progam yang telah
ditetapkan sehingga program tersebut
dampak menimbulkan dampak terhadap
tercapainya tujuan. Mazmanian dan Sabatier
(dalam Wahab, 1997:68-69) merumuskan
“Proses implementasi kebijaksanaan negara
dengan lebih rinci: “Implementasi adalah
pelaksanaan keputusan kebijakan dasar,
biasanya dalam bentuk undang-undang
namun dapat pula berbentuk perintah-
perintah atau keputusan keputusan eksekutif
yang penting atas keputusan badan
peradilan. Lazimnya keputusan tersebut
mengidentifikasi masalah yang ingin di
atasi, menyebut secara tegas tujuan/sasaran
yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk
menstruktur/mengatasi proses
implementasinya”.
Proses ini berlangsung setelah
melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya
diawali dengan tahapan pengesahan undang-
undang, kemudian output kebijakan dalam
bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan
(instansi) pelaksanaan, kesediaan
dilaksanakannya keputusan-keputusan
tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran,
dampak nyata maupun yang dikehendaki
atau tidak dari output tersebut, dampak
keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-
badan penting (atau upaya untuk melakukan
beberapa perbaikan) terhadap undang–
ndang / peraturan yang barsangkutan.
C. METODE PENELITIAN
Sugiyono (2012:11) menyatakan bahwa :
“Penelitian deskriptif Kualitatif adalah
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
variabel mandiri, baik satu variabel atau
lebih tanpa membuat perbandingan atau
menghubungkan antara satu variabel dengan
variabel yang lain”. Lebih lanjut dikatakan
oleh Denzin dan Lincoln (dalam Moleong
2004:5) bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menggunakan latar alamiah,
dengan maksud menafsirkan fenomena yang
terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang ada.
Adapun kaitannya dengan penelitian ini
adalah untuk mengetahui serta
mengemukakan berbagai gambaran dan
permasalahan dalam Implementasi Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013
Tentang Pelayanan Informasi Publik Di
Lingkungan Badan Pertanahan Nasional
Kota Tanjungpinang
Adapun lokasi penelitian ini adalah di
Kantor BPN Kota Tanjungpinang. Alasan
peneliti Mengambil lokasi masih
terdapatnya gejala permasalahan yang sudah
di paparkan pada latar belakang yang dapat
menghambat Implementasi Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 Tentang
Pelayanan Informasi Publik Kota
Tanjungpinang, yaitu :
a. Kantor Pertanahan Kota
Tanjungpinang merupakan kantor
yang melayani secara langsung
16
dokumen-dokumen penting
kepemilikan tanah masyarakat
b. Kemudian dalam rangka
pelaksanaan tugas dan wewenang
Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia secara
transparan dan akuntabel, perlu
dilaksanakan pemenuhan hak atas
informasi bagi publik.
c. Masih ada permasalahan berkaitan
dengan sering terjadi permasalahan
sengketa tanah, belum terbukanya
prosedur pengurusan sertifikat baik
waktu maupun biaya serta pejabat
yang berwenang.
Informan menurut Moleong (2006 : 132)
adalah orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan
kondisi latar penelitian. Jadi, dia harus
mempunyai banyak pengalaman tentang
latar penelitian. Untuk melakukan penelitian
ini, penulis menggunakan sampling
purposif. Menurut Krisyanto (2007 : 154)
sampling purposif yaitu teknik yang
mencakup orang-orang yang diseleksi atas
dasar kriteria, sedangkan orang-orang dalam
populasi yang tidak sesuai dengan kriteria
tersebut tidak dijadikan sampel. Adapun
informan dalam penelitian ini adalah 6 orang
kepala seksi pada Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Provinsi Kepulauan Riau.
Diambilnya orang-orang tersebut atas
pertimbangan bahwa, mereka adalah orang-
orang yang secara langsung menjadi
implementor dalam kebijakan ini, mereka
juga yang diharapkan mengetahui tentang
peraturan yang telah dibuat kepala Badan
Pertanahan Nasional agar dapat lebih
transparan dalam memberikan pelayanan.
Jenis data yang di kumpulkan dalam
penelitian ini adalah:
1. Data primer yaitu data yang
diperoleh langsung dari informan
yang menjadi sasaran penelitian
melalui wawancara yang meliputi
data tentang Implementasi
Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2013 Tentang
Pelayanan Informasi Publik di
Lingkungan Badan Pertanahan
Nasional Provinsi Kepulauan Riau
2. Data sekunder yaitu data yang
diperoleh melalui dokumen-
dokumen dari Kantor Badan
Peratanahan Nasional Kota
Tanjungpinang, buku dan
dokumen-dokumen tentang
kebijakan Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Provinsi Kepulauan
Riau Nomor 6 Tahun 2013 serta
struktur organisasi dan biografi
kantor wilayah Badan Pertanahan
Provinsi kepulauan Riau.
Teknik Pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
a. Observasi.
Menurut
Sugiyono (2012:166) teknik
observasi merupakan suatu proses
yang komplek dan sulit, yang
tersusun dari berbagai proses
17
biologis dan proses psikologis
diantaranya yang terpenting adalah
pengamatan dan ingatan. Dalam
penelitian ini, observasi yang
digunakan yaitu observasi
terstruktur yang telah dirancang
secara sistematis, tentang apa yang
diamati, kapan dan dimana
tempatnya, dengan alat pengumpul
data yaitu Check list.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan
dengan cara tanya jawab secara
langsung terhadap informan
dengan berpedoman kepada daftar
pertanyaan yang telah disusun
sedemikian rupa mengenai
Implementasi Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2013 Tentang Pelayanan
Informasi Publik Di Kota
Tanjungpinang. Alat yang
digunakan adalah pedoman
wawancara.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu.
Menurut Sugiono (2012: 240)
dokumen bisa dalam bentuk
tulisan, gambar atau karya-karya
monumental dari seseorang. Dari
pendapat ini penulis
menyimpulkan dokumen
merupakan cara memperoleh data
dengan mempelajari atau mencatat
dari dokumen-dokumen dan arsip
yang berhubungan dengan objek
penelitian
Dalam rangka memberikan gambaran yang
jelas, logis dan akurat mengenai hasil
pengumpulan data, maka teknik analisis data
yang digunakan adalah teknik analisa data
Deskriptif Kualitatif. Analisis data kualitatif
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan
data dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.
Jadi teknis analisis kualitatif pada
penelitian ini adalah teknis analisis yang
digunakan untuk mengetahui Implementasi
Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2013 Tentang Pelayanan Informasi
Publik di Kota Tanjungpinang yang
dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan
gambar.
D. PEMBAHASAN
1. Adanya tujuan dan sasaran kebijakan
Sebuah kebijakan yang diambil oleh
pembuat kebijakan haruslah mengandung
konten yang jelas dan konsisten. Kebijakan
dengan isi yang jelas akan memudahkan
sebuah kebijakan dan akan menghindarkan
distorsi atau penyimpangan dalam
pengimplementasiannya. Hal ini
dikarenakan jika suatu kebijakan sudah
memiliki isi yang jelas maka kemungkinan
penafsiran yang salah oleh implementor
akan dapat dihindari dan sebaliknya jika isi
suatu kebijakan masih belum jelas atau
18
mengambang, potensi untuk salah paham
akan menjadi besar.
Agar implementasi berjalan efektif,
siapa yang bertanggungjawab melaksanakan
sebuah keputusan harus mengetahui apakah
mereka dapat melakukannya. Sesungguhnya
implementasi kebijakan harus diterima oleh
semua staff dan harus mengerti secara jelas
dan akurat mengenahi maksud dan tujuan
kebijakan. Untuk itu perlu adanya kejelasan
dalam sebuah kebijakan baru kemudian
dapat diimplementasikan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Dapat dianalisa bahwa untuk Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nomor 6 Tahun
2013 tentang keterbukaan informasi publik
baik isi maupun tujuannya sudah sangat
jelas. Dimana dalam kebijakan ini jelas
bahwa tujuannya adalah untuk keterbukaan
informasi publik. Hal yang sama dipaparkan
oleh pegawai mengatakan bahwa isi dari
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nomor
6 Tahun 2013 tentang keterbukaan informasi
publik sudah jelas. Tujuan dari kebijakan ini
adalah adalah untuk menyelamatkan
masalah-masalah seperti Korupsi dan lain
sebagainya.
Menurut Winarno (2005:128) Faktor-
faktor yang mendorong ketidakjelasan
informasi dalam implementasi kebijakan
publik biasanya karena kompleksitas
kebijakan, kurangnya konsensus mengenai
tujuan-tujuan kebijakan publik, adanya
masalah-masalah dalam memulai kebijakan
yang baru serta adanya kecenderungan
menghindari pertanggungjawaban kebijakan.
Komunikasi yang efektif menuntut proses
pengorganisasian komunikasi yang jelas ke
semua tahap tadi. Jika terdapat pertentangan
dari pelaksana, maka kebijakan tersebut
akan diabaikan dan terdistorsi. Untuk itu,
Winarno (2005:129) menyimpulkan:
”semakin banyak lapisan atau aktor
pelaksana yang terlibat dalam implementasi
kebijakan, semakin besar kemungkinan
hambatan dan distorsi yang dihadapi”.
Bahwa secara keseluruhan isi dan
tujuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nomor 6 Tahun 2013 tentang keterbukaan
informasi publik sudah jelas. Hal ini
didukung dari pernyataan para pegawai
bahwa sebagian pegawai mengetahui serta
memahami kebijakan tersebut. Hanya saja
memang kebijakan ini belum memiliki
kebijakan turunan. Sebaiknya ada kebijakan
turunan agar lebih memperjelas isi dari
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nomor
6 Tahun 2013 tentang keterbukaan informasi
publik.
Keberhasilan suatu implementasi
kebijakan, membutuhkan adanya
pemahaman standart dan tujuan kebijakan
dari masing-masing individu yang
bertanggung jawab melaksanakannya. Oleh
karena itu standard dan tujuan kebijakan
harus dikomunikasikan dengan jelas agar
tidak menimbulkan distorsi implementasi.
Jika standart dan tujuan tidak diketahui
dengan jelas oleh pihak-pihak yang terlibat
dalam implementasi kebijakan, dapat
menimbulkan salah pengertian yang dapat
19
menghambatimplementasi kebijakan. Dalam
kejelasan informasi biasanya terdapat
kecenderungan untuk mengaburkan tujuan-
tujuan informasi oleh pelaku kebijakan atas
dasar kepentingan sendiri dengan cara
menginterpretasikan informasi berdasarkan
pemahaman sendiri-sendiri. Cara untuk
mengantisipasi tindakan tersebut adalah
dengan membuat prosedur melalui
pernyataan yang jelas mengenai persyaratan,
tujuan, menghilangkan pilihan dari multi
intrepetasi, melaksanakan prosedur dengan
hati-hati dan mekanisme pelaporan secara
terinci.
2. Adanya aktivitas atau kegiatan
pencapaian tujuan
a. Adanya biaya yang disediakan untuk
menyediakan fasilitas keterbukaan
informasi publik
Dalam sebuah kebijakan dibutuhkan
sumber daya model. Sumber daya modal
Sumber daya modal, yaitu adanya anggaran
khusus untuk menjalankan keterbukaan
informasi publik di wilayah kantor
pertanahan Kota Tanjungpinang. Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nomor 6 Tahun
2013 tentang keterbukaan informasi publik
dalam pelaksanaannya juga membutuhkan
sumber daya modal dan sesuai dengan isi
dari kebijakan tersebut bahwa seharusnya
anggran harus diberikan untuk mendukung
terlaksananya Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nomor 6 Tahun 2013 tentang
keterbukaan informasi publik tersebut.
Wawancara dilakukan dengan beberapa
informan guna memperoleh informasi
tentang sumber daya modal untuk
pelaksanaan keterbukaan informasi publik
Menurut Van Meter dan Horn (dalam
Subarsono, 2006:98), “dukungan sumber
daya ekonomi dapat mendukung
keberhasilan implementasi kebijakan dan
dalam lingkungan politik dukungan elite
politik sangat diperlukan dalam mendukung
keberhasilan implementasi kebijakan”.
Sejalan dengan kutipan di tersebut maka
menurut Lester dan Stewart yang dikutip
oleh Winarno, bahwa implementasi adalah
Implementasi kebijakan dipandang dalam
pengertian luas merupakan alat administrasi
hukum dimana berbagai aktor, organisasi,
prosedur dan teknik yang bekerja bersama-
sama untuk menjalankan kebijakan guna
meraih dampak atau tujuan yang diinginkan
(Lester dan Stewart dalam Winarno,
2005:101-102).
Dianlisa bahwa sudah ada dana yang
jelas dalam melaksanakan Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nomor 6 Tahun 2013
tentang keterbukaan informasi publik.
Kemudahan akses terhadap informasi yang
diinginkan oleh setiap orang, khususnya
yang berkaitan dengan ranah publik menjadi
begitu penting karena dilatarbelakangi oleh
beberapa alasan, salah satunya yaitu dengan
adanya kemudahan akses dan keterbukaan
terhadap informasi publik memungkinkan
terjadinya perubahan pelayanan publik
menuju terciptanya good governance.
Pemerintahan yang terbuka (open
government) merupakan salah satu fondasi
20
sebagai akuntabilitas demokrasi. Dalam
pemerintahan yang terbuka, keterbukaan
informasi publik adalah salah satu keharusan
karena dengan adanya keterbukaan
informasi publik, pemerintahan dapat
berlangsung secara transparan dan
partisipasi masyarakat terjadi secara optimal
dalam seluruh proses pengelolaan
pemerintahan.
b. Adanya sarana prasarana pendukung
dalam Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nomor 6 Tahun 2013 di
Kantor Badan Pertanahan Kota
Tanjungpinang seperti gedung yang
memadai, dan alat-alat kantor seperti
komputer.
Fasilitas seperti sarana dan prasana
yang dimiliki dalam mendukung Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nomor 6 Tahun
2013 di Kantor Badan Pertanahan Kota
Tanjungpinang.
Dalam Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nomor 6 Tahun 2013 di Kantor
Badan Pertanahan Kota Tanjungpinang jelas
mengatakan bahwa harus ada fasilitas
penunjang dalam melaksanakan kebijakan
ini.
Menurut Edward III dalam Agustino
(2006: 159) “Fasilitas fisik merupakan
faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Implementor mungkin
mempunyai staf yang mencukupi, kapabel
dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas
pendukung (sarana dan prasarana) maka
implementasi kebijakan tersebut tidak akan
berhasil. Dari hasil wawancara yang
dilakukan kepada seluruh responden maka
dapat dianalisa bahwa masih belum
memadai sarana dan prasarana yang di
siapkan oleh kantor pertanahan untuk
mendukung Kepala Badan Pertanahan
Nomor 6 Tahun 2013 di Kantor Badan
Pertanahan Kota Tanjungpinang. Ada
beberapa sarana dan prasarana yang
disiapkan seperti website yang belum dapat
berjalan dengan baik
3. Adanya hasil kegiatan
Keberadaan peraturam Keterbukaan
Informasi Publik memberikan pencerahan
dalam pelaksanaan penyelenggaraan Negara
atau pemerintahan. Pelaksanaan keterbukaan
informasi publik dalam penyelenggaraan
negara atau pemerintahan merupakan
perwujudan tata pemerintahan yang baik
(Good Governance), dan jaminan kepastian
hukum terhadap hak masyarakat untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan
serta untuk turut serta dalam mengontrol
penyelenggaraan negara atau pemerintahan.
Pemerintah harus menyiapkan sarana
prasarana, sumber daya manusia yang punya
kemampuan (skill) dan kemauan serta
komitmen dari seluruh penyelenggara
pemerintahan atau badan publik dan aparat
atau komponennya, untuk melaksanakannya.
Agar apa yang diharapkan dapat diwujudkan
dengan baik. Untuk mendukung pelaksanaan
undang-undang tersebut diperlukan adanya
penegakan hukum yang berkeadilan serta
21
dukungan penegak hukum yang profesional
dan yang menjunjung tinggi keadilan
Dengan adanya transparansi atas
informasi publik tentang kinerja pemerintah
dalam melaksanakan penyelenggaraan
negara atau pemerintahaannya, membuat
masyarakat dapat ikut berpartisipasi aktif
mengontrol setiap langkah dan kebijakan
yang diambil pemerintah. Sehingga
penyelenggaraan pemerintahan dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Sebagai langkah mewujudkan tata
pemerintahan yang baik (good governance)
sekaligus mewujudkan bentuk konkrit
perlindungan hak asasi manusia maka
diperlukan landasan atau instrumen yuridis
yang kuat untuk mengatur keterbukaan
informasi yang transparan, terbuka,
partisipatoris dalam seluruh proses
pengelolaan sumberdaya publik mulai dari
proses pengambilan keputusan, pelaksanaan
serta evaluasi (dalam bentuk Undang-
Undang, Peraturan Pelaksanaan maupun
kebijakan-kebijakan, dan juga Peraturan
Daerah), serta instrumen yang lainnya, yakni
instrumen materiil (sarana prasarana), dan
instrumen kepegawaian (sumberdaya
manusia).
Kualitas pelayanan BPN juga
meningkat. Pelaksanaan akan fungsi
pemerintahan dilakukan dengan cara
mendayagunakan instrumen-instrumen
pemerintahan, yang dapat diklasifikasikan
menjadi: Instrumen yuridis, meliputi:
peraturan perundangundangan (wet en
regeling), peraturan kebijaksanaan
(beleidsregel), rencana (het plan), dan
instrumen hukum keperdataan; Instrumen
materiil; Instrumen personil atau
kepegawaian; Instrumen keuangan negara.
Penggunaan instrumen pemerintahan dalam
rangka pelaksanaan fungsi pemerintahan
harus bertumpu pada prinsip-prinsip Negara
Hukum dan asas-asas yang mendasari
masing-masing instrumen tersebut (W.
Riawan Tjandra, 2008:24). UU KIP,
merupakan instrumen yuridis dalam rangka
pelaksanaan fungsi pemerintah, khususnya
dalam rangka menyediakan informasi
publik.
Dalam pengaturan pada Pasal 2 UU
KIP diatur tentang penyelenggaraan
informasi publik yakni: Pada dasarnya
informasi publik bersifat terbuka dan dapat
diakses oleh setiap pengguna informasi,
kecuali untuk informasi yang dirahasiakan
sebagaimana diatur oleh undang-undang,
kepatutan dan kepentingan umum yang
didasarkan pada pengujian tentang
konsekuensi yang timbul apabila suatu
informasi diberikan kepada masyarakat serta
setelah dipertimbangkan dengan
pertimbangan untuk melindungi kepentingan
yang lebih besar. Setiap informasi publik
harus dapat diperoleh oleh setiap pemohon
informasi publik dengan cepat, tepat waktu,
biaya ringan dan cara sederhana. Adapun
yang dimaksud informasi publik adalah
berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU KIP, yaitu
informasi yang dihasilkan, disimpan,
dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh
suatu badan publik yang berkaitan dengan
22
penyelenggaraan dan penyelenggaraan
negara dan/atau penyelenggara dan
penyelenggaraan badan publik lainnya yang
sesuai dengan undang-undang ini, serta
informasi lain yang juga berkaitan dengan
kepentingan publik.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU KIP:
yang dimaksud dengan informasi adalah
keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-
tanda yang mengandung nilai, makna, dan
pesan, baik data, fakta, maupun
penjelasannya yang dapat dilihat, didengar,
dan dibaca yang disajikan dalam berbagai
kemasan dan format sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi secara elektronik ataupun
nonelektronik
E. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian maka
dapat diambil kesimpulan bahwa
Implementasi Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2013 khususnya pasal 12
khususnya kategori informasi publik dalam
Pelayanan Informasi Publik dalam Evaluasi
Implementasi Peraturan Kepala Kantor
Pertanahan Kota Tanjungpinang berjalan
baik, hal ini dapat dilihat dari beberapa
indikator yaitu : sarana dan prasarana yang
di siapkan oleh kantor pertanahan untuk
mendukung Kepala Badan Pertanahan
Nomor 6 Tahun 2013 di Kantor Badan
Pertanahan Kota Tanjungpinang belum
memadai. Ada beberapa sarana dan
prasarana yang disiapkan seperti website
yang belum dapat berjalan dengan baik.
Kemudian sumber daya modal atau
dana yang dialokasikan khusus untuk
keterbukaan informasi publik memang
sudah ada. Sesuai dengan kebijakan tersebut,
dimana pemerintah daerah dalam hal ini
pemerintah Pusat dan Kantor pertanahan
Kota wajib mengalokasikan dananya untuk
mendukung Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nomor 6 Tahun 2013 tentang
keterbukaan informasi publik ini.
Kemudian sumber daya modal atau
dana yang dialokasikan khusus untuk
keterbukaan informasi publik memang
sudah ada. Sesuai dengan kebijakan tersebut,
dimana pemerintah daerah dalam hal ini
pemerintah Pusat dan Kantor pertanahan
Kota wajib mengalokasikan dananya untuk
mendukung Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nomor 6 Tahun 2013 tentang
keterbukaan informasi publik ini. pegawai
sudah mentaati peraturan yang berlaku. Saat
ini masyarakat dapat berpartisipasi secara
langsung dalam berbagai aspek
pembangunan. Salah satu yang perlu
dibanggakan adalah diterbitkannya undang
undang yang mewajibkan penyelenggara
negara untuk lebih bersikap transparan
kepada warganya, dimana telah diatur di
dalamnya hak rakyat untuk mengetahui dan
memperoleh informasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan tidak hanya
itu pengawasan sudah dilakukan dalam
Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2013 Tentang Pelayanan Informasi
Publik agar apa yang dijelaskan menjadi
tujuan kebijakan dapat tercapai
23
Adapun saran yang dapat disampaikan
adalah sebagai berikut :
1. Seharusnya dilakukan sosialisasi
kepada masyarakat tentang
keterbukaan informasi publik, agar
masyarakat memahami tentang
manfaat pelayanan terbuka oleh
kantor pertanahan
2. Seharusnya kebijakan ini juga
dilengkapi dengan sarana prasarana
yang memadai agar dapat
mendukung pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan
Publik. Jakarta : Yayasan Pancur
Siwah.
Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar
Kebijakan Publik. Bandung : CV
Alfabetha
Arikunto. Suharsini. 2006. Prosedur
Penelitian suatu pendekatan
praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Dunn, William, N. 2003, Pengantar Analisis
Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Pres,
Yogyakarta
Islami, M. Irfan. 2002. Pengantar Analisis
Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Gajah Mada University.
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung :
PT.Remaja Rosdakarya.
Nugroho, Riant D. 2007. Kebijakan Publik
Formulasi Implementasi dan
Evaluasi. Jakarta : PT.Elex Media
Komputindo.
Ndraha, Talidziduhu. 2005. Metodologi Ilmu
Pemerintahan. Jakarta : CV. Rineka
Cipta.
Syafei, Abdul. 2005 Pengantar Ilmu
Pemerintahan. Jakarta : Bumi Aksara
Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiono. 2005. Metode Penelitian
Administrasi. Bandung: Alfa Beta.
Wahab. Solichin Abdul. 2010. Analisis
Kebijaksanaan: dari Formula ke
Implementasi Kebijaksanaan
Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik,
Teori dan Proses. Jakarta: PT.
Buku Kita.
Dokumen-Dokumen :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan
informasi publik
Keputusan Menteri Komunikasi dan
Informatika Nomor 117 Tahun 2010 tentang
Organisasi Pengelola Informasi dan
Dokumentasi
24
Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2013 tentang Pelayanan Informasi
Publik Di Lingkungan Badan Pertanahan
Nasional Provinsi Kepulauan Riau
Penelitian Terdahulu :
Adinda Permatasari Rahadian. 2014.
Analisis Implementasi
Kebijakan Tentang
Keterbukaan Informasi Publik
Studi Kasus Pada Kementerian
Pertanian.
le:///C:/Users/user/Downloads/
analisis-implementasi-
kebijakan-tentang-
keterbukaan-
informas%20(4).pdf.
www.stiami.ac.id/
Brigel Wibisono.2013. Implementasi
Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun
2010 Tentang Standar
Pelayanan Dan Pengaturan
Pertanahan Terkait Biaya dan
Waktu dalam Pelayanan
Konversi Hak atas Tanah
untuk Peningkatan Pelayanan
Publik (Studi Kasus Di Kantor
Pertanahan Kota Malang).
JURNAL ILMIAH.
.portalgaruda.org
Jurnal :
Andi Muhammad Irvan L, Andi Alimuddin
Unde, Muhammad Iqbal Sultan (2014)
Strategi Komunikasi Badan Pertanahan
Nasional Dalam Menyelesaikan
Konflik Pertanahan Di Kabupaten
Maros. Jurnal Komunikasi. Vol. 3,
No.1
Endang Retnowati (2013) Keterbukaan
Informasi Publik Dan Good
Governance (Antara Das Sein Dan Das
Sollen). http://ejournal.
uwks.ac.id/myfiles/
201303262718521985/6.pdf
Rini Ayu Kurniasari (2015) Teknik-teknik
sosialisasi program larasita yang
dilakukan oleh badan pertanahan
nasional kabupaten maros. Vol. 4 / No.
2. page :12 – 21