Upload
musa
View
239
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE : DEVELOPMENT OF A TOOL TO
IMPROVE EMERGENY NURSING CARE OF ACUTE STROKE
RINGKASAN JURNAL
a. Pendahuluan
Stroke adalah masalah kesehatan global yang meningkat di masyarakat dan pusat
pelayanan kesehatan. Meskipun insiden stroke menurun dengan adanya peningkatan
kesadaran dan modifikasi gaya hidup dan faktor resiko seperti merokok dan
hipertensi, jumlah total absolute terus meningkat disebabkan oleh populasi yang
menua dan peningkatan harapan hidup.
Banyak pedoman yang digunakan pada keperawatan gawat darurat dalam
menangani stroke akut berfokus pada identifikasi segera apakah pasien memenuhi
syarat untuk trombolisis (rt-PA) waktu pemberian pada pasien yang memenuhi
criteria. Trombolisis bermanfaat bila bisa memilih pasien dengan acute ischemic
stroke dalam waktu 3 jam setelah gejala onset serangan terjadi dan banyak penelitian
terbaru merekomendasikan bahwa trombolisis aman digunakan dalam batas waktu 4,5
jam setelah gejala serangan.
Bagian terpenting dalam manajemen stroke akut dan penurunan stroke yang
menyebabkan kematian adalah mencegah komplikasi dalam waktu 24-48 jam
pertama.
b. Bahan dan Cara Penelitian
Penelitian ini merupakan studi literature yang dilakukan di Deakin university
autralia dengan sampel 6 pedoman manajemen stroke akut. Pedoman yang digunakan
adalah pedoman yang evidence based guidelines yang kurang dari 10 tahun terakhir.
Adapun pedoman yang direview adalah :
1. Victorian department of human service (2007). Stroke care strategy for
Victoria,
2. National stroke foundation (2007). National guidelines for acute stroke
management. Melbourne, National Stroke Foundation
3. American heart association / American stroke association (2007). Guidelines or
early management of adult with ischemic stroke.
4. Institute for clinical system improvement . (2008). Health are guideline :
diagnosis and initial treatment of ischemic stroke.
5. European stroke organization (2008). Guidelines for management of ischemic
stroke and transient ischaemic attack 2008
6. Royal college of physician (2004). National clinical guidelines for stroke.
Hal-hal yang direview adalah triage, evaluasi segera, pengkajian inisial/pertama,
pengkajian dan perujukan pada spesialis / unit stroke, pencegahan komplikasi.
Tujuan dari jurnal ini adalah :
1. Menyelidiki evidence yang berhubungan dengan asuhan keperawatan pada stroke
akut
2. Identifikasi elemen evidence based perawatan stroke akut yang paling mudah
diaplikasikan pada keperawatan gawat darurat
3. Menggunakan rekomendasi evidence based stroke care untuk mengembangkan
pedoman untuk manajemen kegawatdaruratan stroke akut untuk hasil yang
optimal.
c. Hasil Penelitian
Keperawata gawat darurat pada stroke akut harus berfokus pada pengambila
keputusan triase yang optimal, pengamatan/ surveillance fisiologis,manajemen cairan,
manejemen resiko, dan merujuk dengan segera pada spesialis.
KAJIAN TEORI
1. Pengertian
Menurut WHO (1997) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Menurut Sylvia A. Price (1995) pengertian dari stroke adalah suatu gangguan
neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi pada
pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding
pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma,
aneurisma dan kelainan perkembangan.
Menurut Susan Martyn Tucker (1996), definisi Stroke adalah awitan
defisit neurologis yang berhubungan dengan penurunan aliran darah serebral
yang disebabkan oleh oklusi atau stenosis pembuluh darah karena embolisme,
trombosis, atau hemoragi, yang mengakibatkan iskemia otak.
Dari beberapa pendapat tentang stroke diatas, maka ditarik kesimpulan bahwa
pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh
sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau
perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang
timbulnya secara mendadak.
Stroke dibagi menjadi dua :
1) Stroke Non Haemoragik
Yaitu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang
ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau
hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia.
Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan
stroke trombotik.
2) Stroke Haemoragik
Yaitu suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya
perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi
adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal
berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk.
2. Review Anatomi fisiologi
1) Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak
besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon.
(Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-
gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses
dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus
temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan
lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima
informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari
bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks
yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus
dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons
dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks
yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk,
menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai
penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan
hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari
batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf
asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi
subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus
yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada
satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar
seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem
susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
(Sylvia A. Price, 1995)
2) Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi
oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dan
dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan
membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri
serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada
struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula
interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis
dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik.
Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan
frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak
tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri
posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula
oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri
serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon,
sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula
(yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris.
Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.
(Satyanegara, 1998)
3. Etiologi
Penyebab terjadinya stroke adalah :
a) Stroke Non Haemoragik
1) Trombosis
Trombosis merupakan penyebab stroke paling sering. Trombosis
ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh
para ahli patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal
dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis.
2) Embolus
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dan merupakan 5-15% dari
berbagai penyebab utama stroke. Dari penelitian epidemiologi
(community based) didapatkan bahwa sekitar 50% dari semua serangan
iskemia otak, apakah yang permanen atau yang transien, diakibatkan oleh
komplikasi trombotik atau embolik dari ateroma, yang merupakan
kelainan dari arteri ukuran besar atau sedang; dan sekitar 25% disebabkan
oleh penyakit pembuluh darah kecil di intra cranial dan 20% oleh emboli
dari jantung (Lumbantobing, 2001). Penderita embolisme biasanya lebih
muda dibanding dengan penderita trombosis Kebanyakan emboli serebri
berasal dari suatu thrombus dalam jantung, sehingga masalah yang
dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung.
b) Stroke Haemoragik
1) Perdarahan serebri
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab kasus
gangguan pembuluh darah otak dan merupakan persepuluh dari semua
kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh
ruptura arteria serebri.
2) Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka
penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu
aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan
mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995)
3) Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
- Trombosis sinus dura
- Diseksi arteri karotis atau vertebralis
- Vaskulitis sistem saraf pusat
- Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
- Migran
- Kondisi hyperkoagulasi
- Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
- Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
- Miksoma atrium.
Faktor Resiko :
- Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat
keluarga, riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi
atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria.
- Yang dapat diubah : hypertensi, diabetes mellitus, merokok,
penyalahgunaan obat dan alcohol, hematokrit meningkat, bruit
karotis asimtomatis, hyperurisemia dan dislidemia.
4. Patofisiologi
Otak sendiri merupakan 2% dari berat tubuh total. Dalam keadaan istirahat otak
menerima seperenam dari curah jantung. Otak mempergunakan 20% dari oksigen
tubuh. Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada CVA di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif
total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri
karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera
pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1) Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau
penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak
tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan
iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan
nekrosis.
2) Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
kejaringan (hemorrhage).
3) Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
4) Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan
pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui
batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu
arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak
normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha
membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan
awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah
gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit
dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini.
Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi
sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan
darah arteri. Di samping itu reaktivitas serebrovaskuler terhadap PCO2
terganggu. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan
memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan
secara permanen
5. Tanda dan Gejala
a. Vertebro basilaris, sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral :
- Kelemahan salah satu dari empat anggota gerak tubuh
- Peningkatan refleks tendon
- Ataksia
- Tanda babinski
- Tanda-tanda serebral
- Disfagia
- Disartria
- Sincope, stupor, koma, pusing, gangguan ingatan.
- Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralysis satu
mata).
- Muka terasa baal.
b. Arteri Karotis Interna
- Kebutaan Monokular disebabkan karena insufisiensi aliran darah
arteri ke retina
- Terasa baal pada ekstremitas atas dan juga mungkin menyerang
wajah.
c. Arteri Serebri Anterior
- Gejala paling primer adalah kebingungan
- Rasa kontralateral lebih besar pada tungkai
- Lengan bagian proksimal mungkin ikut terserang
- Timbul gerakan volunter pada tungkai terganggu
- Gangguan sensorik kontra lateral
- Dimensi reflek mencengkeram dan refleks patologis
d. Arteri Serebri Posterior
- Koma
- Hemiparesis kontralateral
- Afasia visual atau buta kata (aleksia)
- Kelumpuhan saraf kranial ketiga – hemianopsia, koreo – athetosis
e. Arteri Serebri Media
- Mono paresis atau hemiparesis kontra lateral (biasanya mengenai
lengan)
- Kadang-kadang heminopsia kontralateral (kebutaan)
- Afasia global (kalau hemisfer dominan yang terkena)
- Gangguan semua fungsi yang ada hubungannya dengan percakapan
dan komunikasi
- Disfagia
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum 5 B dengan penurunan kesadaran :
1) Breathing (Pernapasan)
- Usahakan jalan napas lancar.
- Lakukan penghisapan lendir jika sesak.
- Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk.
- Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar.
2) Blood (Tekanan Darah)
- Usahakan otak mendapat cukup darah.
- Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut.
3) Brain (Fungsi otak)
- Atasi kejang yang timbul.
- Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi.
4) Bladder (Kandung Kemih)
- Pasang katheter bila terjadi retensi urine
5) Bowel (Pencernaan)
- Defekasi supaya lancar.
- Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde.
b. Menurunkan kerusakan sistemik.
Dengan infark serebral terdapat kehilangan irreversible inti sentral
jaringan otak. Di sekitar zona jaringan yang mati mungkin ada jaringan
yang masih harus diselamatkan. Tindakan awal yang harus difokuskan
untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik. Tiga unsur yang
paling penting untuk area tersebut adalah oksigen, glukosa dan aliran
darah yang adekuat. Kadar oksigen dapat dipantau melalui gas-gas arteri
dan oksigen dapat diberikan pada pasien jika ada indikasi. Hypoglikemia
dapat dievaluasi dengan serangkaian pemeriksaan glukosa darah.
c. Mengendalikan Hypertensi dan Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Kontrol hypertensi, TIK dan perfusi serebral dapat membutuhkan upaya
dokter maupun perawat. Perawat harus mengkaji masalah-masalah ini,
mengenalinya dan memastikan bahwa tindakan medis telah dilakukan.
Pasien dengan hypertensi sedang biasanya tidak ditangani secara akut.
Jika tekanan darah lebih rendah setelah otak terbiasa dengan hypertensi
karena perfusi yang adekuat, maka tekanan perfusi otak akan turun
sejalan dengan tekanan darah. Jika tekanan darah diastolic diatas kira-kira
105 mmHg, maka tekanan tersebut harus diturunkan secara bertahap.
Tindakan ini harus disesuaikan dengan efektif menggunakan nitropusid.
Jika TIK meningkat pada pasien stroke, maka hal tersebut biasanya terjadi
setelah hari pertama. Meskipun ini merupakan respons alamiah otak
terhadap beberapa lesi serebrovaskular, namun hal ini merusak otak.
Metoda yang lazim dalam mengontrol PTIK mungkin dilakukan seperti
hyperventilasi, retensi cairan, meninggikan kepala, menghindari fleksi
kepala, dan rotasi kepala yang berlebihan yang dapat membahayakan
aliran balik vena ke kepala. Gunakan diuretik osmotik seperti manitol dan
mungkin pemberian deksamethasone meskipun penggunaannya masih
merupakan kontroversial.
d. Terapi Farmakologi
Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragik, meskipun
heparinisasi pada pasien stroke iskemik akut mempunyai potensi untuk
menyebabkan komplikasi haemoragik. Heparinoid dengan berat molekul
rendah (HBMR) menawarkan alternatif pada penggunaan heparin dan
dapat menurunkan kecendrungan perdarahan pada penggunaannya. Jika
pasien tidak mengalami stroke, sebaliknya mengalami TIA, maka dapat
diberikan obat anti platelet. Obat-obat untuk mengurangi perlekatan
platelet dapat diberikan dengan harapan dapat mencegah peristiwa
trombotik atau embolitik di masa mendatang. Obat-obat antiplatelet
merupakan kontraindikasi dalam keadaan adanya stroke hemoragi seperti
pada halnya heparin.
e. Pembedahan
Beberapa tindakan pembedahan kini dilakukan untuk menangani
penderita stroke. Sulit sekali untuk menentukan penderita mana yang
menguntungkan untuk dibedah. Tujuan utama pembedahan adalah untuk
memperbaiki aliran darah serebral.
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah
otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita
beberapa penyulit seperti hypertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskuler yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum
sehingga saluran pernapasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat
dipertahankan.
7. Komplikasi
a. TIK meningkat
b. Aspirasi
c. Atelektasis
d. Kontraktur
e. Disritmia jantung
f. Malnutrisi
g. Gagal napas
8. Tindakan Pencegahan
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
a. Pembatasan makan garam; dimulai dari masa muda, membiasakan
memakan makanan tanpa garam atau makanan bayi rendah garam.
b. Khususnya pada orang tua, perawatan yang intensif untuk mempertahankan
tekanan darah selama tindakan pembedahan. Cegah jangan sampai penderita
diberi obat penenang berlebihan dan istirahat ditempat tidur yang terlalu
lama.
c. Peningkatan kegiatan fisik; jalan setiap hari sebagai bagian dari program
kebugaran.
d. Penurunan berat badan apabila kegemukan
e. Berhenti merokok
f. Penghentian pemakaian kontrasepsi oral pada wanita yang merokok, karena
resiko timbulnya serebrovaskular pada wanita yang merokok dan menelan
kontrasepsi oral meningkat sampai 16 kali dibandingkan dengan wanita
yang tidak merokok dan tidak menelan pil kontrasepsi.
9. Dampak Masalah
a. Bagi Individu
1) Biologis
Penderita akan mengalami gangguan pernapasan akibat hilannya reflek
batuk dan penurunan kesadaran hingga terjadi akumulasi secret. Nyeri
kepala akibat infark serebri yang luas, penurunan kesadaran, gangguan
kognitif, disorientasi, mual dan muntah, gangguan menelan, tidak bisa
menjalin komunikasi karena klien aphasia, terjadi konstipasi akibat tirah
baring dan kurangnya mobilisasi, dan dekubitus akibat tirah baring yang
lama.
2) Psikologis
Cemas sedang akibat hemiparese, terutama pada penderita yang
mempunyai beban tanggung jawab pada keluarganya. Penderita dapat
mengalami depresi disamping rasa rendah diri yang bisa dipahami
sebagai suatu reaksi emosional terhadap kemunduran kualitas dan
keberadaannya.
3) Sosial
Apabila keadaan sakitnya sampai terjadi kelumpuhan dan gangguan
komunikasi, klien akan mengalami kesulitan untuk mengadakan interaksi
dengan keluarga maupun masyarakat. Mungkin juga klien akan menarik
diri dari interaksi sosial karena merasa harga dirinya rendah dan merasa
tidak berguna.
4) Spiritua
Penderita mungkin akan mengalami kesulitan didalam melakukan
kewajiban kepada Tuhan Yang Maha Esa karena keterbatasannya.
Mungkin juga penderita akan merasa bahwa Tuhan tidak adil kepada
dirinya akibat dari depresi. Penderita juga mengingkari dan menolak
keberadaan dari Yang Maha Kuasa.
b. Bagi keluarga
Penderita akan menjadikan beban bagi keluarga, karena keluarga yang
sehat berupaya untuk mencarikan biaya pengobatan, membantu
memberikan perawatan, karena penderita sendiri sangat tergantung dalam
memenuhi kebutuhannya sendiri. Keluarga akan merasa cemas mengenai
keadaannya. Apabila penderita suami atau isteri mungkin menghadapi
resiko depresi dan perubahan emosional.
PEMBAHASAN
1. Triage :
Pasien dengan suspect stroke akut harus ditriage dengan pioritas yang sama dengan
pasien dengan acute myocardial infarction atau trauma serius berhubungan dengan
beratnya defist yang bisa terjadi. Waktu triage kurang dari 10 menit.
2. Evaluasi segera
Yang meliputi stroke scale scoring, brain imaging, mobilisasi ke tim stroke atau spesialis
stroke.
AHA /ASA 2007 merekomendasikan bahwa pemeriksaan lengkap dan pengambilan
keputusan untuk pengobatan harus dilaksanakan dalam waktu 60 menit sejak pasien tiba
di IGD.
National institute of neurological disorder merekomendasikan bahwa pemeriksaan CT
kepala harus dilakukan dalam 25 menit dan diinterpretasikan dalam waktu 45 menit sejak
kedatangan di IGD.
Royal college of physician menyatakan bahwa pemeriksaan kepala harus dilaksanakan
dalam waktu 24 jam setelah serangan. Tetapi pemeriksaan brain imaging cyto harus
dilaksanakan bila pasien :
1. Menggunakan antikoagulan atau ada kecenderungan untuk mengalami perdarahan
2. Mengalami penurunan kesadaran
3. Mengalami gejala progresif atau gejala khusus seperrti kaku kuduk, demam, sakit
kepala hebat
4. Bila trombolisis atau antikoagulan adalah pilihan penanganan.
National stroke foundation dan the European stroke organization merekomendasikan
pemeriksaan CT kepala sesegera mungkin kurang dari 24 jam.
3. Pengkajian inisial :
Initial assessment mengguakan primary survey yang meliputi:
1) Airway
Pengkajian jalan nafas meliputi mengkaji tingkat kesadaran, kemampuan berbicara,
dan nil orally status. Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, lakukan airway
support dengan endotracheal intubation. Gangguan menelan meningkatkan kematian
akibat stroke sehingga pasien dengan gangguan menelan harus dipertahankan nil
orally sampai aman saat menelan.
2) Breathing
Pengkajian breathing meliputi respiratory rate, usaha bernapas, saturasi oksigen,dan
auskultasi dada. Mengkaji saturasi oksigen penting pada pasien stroke akut. Saturasi
oksigen yang menurun dapat meningkatkan injury cerebral akibat stroke.
Suplementasi oksigen hanya direkomendasikan bila saturasi oksigen perifer tubuh
lebih rendah dari 92%-95%. Pengunaan oksigen tambahan pada pasien stroke tidak
direkomendasikan karena tidak ada evidence manfaat dari oksigen pada pasien
stroke non hypoxia dan beberapa evidence hyperoksia meningkatkan injury serebral.
3) Circulation
Pengkajian sirkulasi meliputi mengkaji heart rate, tekanan darah, dan cardiac
rhythm dengan cardiac monitoring dan 12 lead EKG. Pada pasien dengan hipotensi
akan menurunkan perfusi cerebral dan potensial meningkatkan luasnya infark
sehingga perlu cairan intravena yang agresif dan atau pengobatan. Hipertensi
umumnya diikuti dengan kejadian akut stroke sebagai respon fisiologis peningkatan
perfusi jaringan serebral karena keadaan iskemia serebral dan peningkatan tekanan
intra kranial. Penurunan tekanan darah yang agresif tidak direkomendasikan karena
untuk kompromi dalam mempertahan perfusi jaringan serebral. Hipertensi bisa
disebabkan karena nyeri, muntah, retensi urin dan hal ini harus ditangani terlebih
dahulu.
Beberapa pedoman merekomendasikan penanganan pada hipertensi berat (TD
sistolik >220 mmhg atau TD diastolic > 120 mmhg) menggunakan pengobatan
intravena yang dititrasi. Penggunaan obat oral dan sublingual tidak
direkomendasikan karena penggunaannya dapat menyebabkan penurunan tekanan
darah yang cepat dan tidak terkontrol.
Pasien dengan hipertensi yang boleh mendapat pengobatan trombolisis adalah
dengan tekanan darah sistolik ≤185 mmhg dan Td diastolic ≤ 110 mmhg sebelum
trombolisis.
ECG diindikasikan pada pasien stroke untuk mengidentifikasi sumber emboli
kardiogenik seperti atrial fibrillation atau AMI dan gejala penyakit jantung
sebelumnya. Ketidaknormalan gambaran Eck terjadi pada 60% pasien dengan
cerebral infarction dan 50% pada pasien dengan intracerebral haemorragic. ECG
dengan gelombang T inversion dapat terjadi pada 75% pasien dengan stroke akut
dan cardiac arrytmia sebagai hasil dari peningkatan tonus simpatik, penurunan tonus
parasimpatik dan pengeluaran katekolamin.
Beberapa pedoman merekomendasikan ECG untuk memonitor terjadinya atrial
fibrillation.
Bila terjadi hipertermi pada awal akut stroke akan meningkatkan kematian dan
luasnya infark, sehingga sangat penting perawat emergency melakukan monitor suhu
dan memanajemen hipertermia.
Pengkajian gula darah juga penting dilakukan untuk mengeksklusi adanya
hipoglikemi sebagai gejala mimic stroke. Kedua diabetes adalah faktor yang
signifikan terjadinya stroke. Dan banyak sekali pasien dengan DM tipe 2 tidak
terdiagnosa. Ketiga Hiperglikemia diasosiasikan dengan peningkatan luasnya ifark
serebral dan outcome pasien yang buruk.
Beberpa komplikasi akibat stroke yaitu DVT (deep vein thrombosis) 25%-50%,
PE (pulmonary embolism), dan VTE (venous tromboembolism). Pencegahan VTE
dilakukan dengan mobilisasi awal, hidrasi secara adekuat, pemberian antitrombolitik,
antiplatelet pada pasien ischemic stroke).
Meskipun elemen pedoman stroke biasanya merupakan refleksi dari keperawatan
gawat darurat, penting juga untuk mengenali tingginya level perpindahan atau
pertukaran staff (staff keperawatan, lulusan keperawatan dan mahasiswa
keperawatan) yang memberikan pelayanan keperawatan pada pasien sroke akut.
Rekomendasi pada perawatan di rawat inap adalah berfokus pada monitor tanda-
tanda vital, observasi status neurologi dan control gula darah; manajemen cairan,
manajemen resiko (VTE, decubitus, kemampuan menelan yang aman, perawatan
ekstremitas)
Dalam mengembangkan menejemen keperawatan gawat darurat pada pasien
stroke, jurnal ini merekomendasikan instrument yang dikembangkan pada bulan Juni
2007 dan direvisi Januari 2009 yaitu “Emergency Nursing Management of Acute
Stroke’. Instrument ini menjelaskan bahwa triage adalah kunci utama dalam memulai
pelayanan gawat darurat. Pasien dengan stroke akut didahulukan seperti pada pasien
dengan myocardial infraction. Evaluasi komplit dan ketegasan penanganan
seharusnya dilakukan 60 menit dimulai saat pasien masuk UGD. Perawat gawat
darurat memiliki peranan dalam menurunkan kematian akibat stroke yaitu dengan
pencegahan komplikasi pada 24-48 jam pertama setelah stroke. Pasien dengan
suspek atau stroke akut seharusnya ditriase sebagai kategori ke 2 TIA menggunakan
criteria ‘FAST’ untuk mengidentivikasi stroke:
Fàfacial weakness: dapatkah pasien tersenyum?
Aàarm weakness: dapatkah pasien mengngkat kedua tangannya?
Sàspeech difficulty: dapatkah pasien berbicara jelas dan mengerti apa yang
dikatakan?
Tàtime to act: should be seen <10 menit
4. Pengkajian dan Merujuk ke Stroke unit / spesialis
Merujuk ke tenaga kesehatan lain untuk pengkajian menelan, hidrasi dan nutrisi
dan mobilitas penting dilakukan dalam 24-48 jam setelah stroke terjadi.disfasgia terjadi
pada 50% pasien stroke akut dan menyebabkan komplikasi seperti aspirasi, pneumonia,
dehidrasi dan malutrisi.
Dehidrasi pada stroke akut terjadi karena status pasien yang dipuasakan sampai
pengkajian kemampuan menelan selesai, gangguan menelan dan imobilitas dan status
nutrisi pasien yang buruk akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Mobilisasi awal (<48 jam) mencegah komplikasi yang berhubungan dengan imobilitas
(deep vein thrombosis /DVT, joint disorder, kontraktur dan decubitus). Mobilisasi awal
meningkatkan outcome kesehatan yang positif pada pasien. Mobilisasi awal juga
menurunkan komplikasi karena imobilitas seperti pneumonia, DVT, emboli paru dan
decubitus.juga ada evidence bahwa mobilisasi awal setelah stroke menurunkan
morbiditas dan mortalitas dan memperbaiki proses penyembuhan fisiologis dengane
menurunkan depresi dan ansiety.
Inkontinesia feses dan urin dapat terjadi karena kerusakan yang disebabkan stroke
misalnya kelemahan, kerusakan kognitif dan penurunan mobilitas.
Inkontinensia dapat dihubungkan dengna komplikasi stroke lainnya yaitu depresi yang
dapat mencetuskan terjadinya jatuh atau penyembuhan yang lama.pengkajian penyebab
inkontinensia sangat vital untuk target dan intervensi yang sesuai. Penggunaan kateter
indwelling sebagai manajemen inisial harus dihindari. 63% pemasangan kateter di IGD
tidak memadai dan penggunaan kateter menempatkan pasien pada resiko untuk terjadinya
infeksi nasokomial sepsis
5. Pencegahan komplikasi:
Beberapa minggu pertama setelah stroke pasien beresiko mengalami DVT dan
PE. PE adalah penyebab ketiga penyebab kematian setelah stroke.faktor resiko DVT
adalah penurunan mobilitas, stroke severity, usia, dehidrasi, dan prophylaksis VTE yang
terlambat. strategi untuk mencegah VTE setelah stroke adalah mobilisasi awal, hidrasi
yang adekuat, antitrombotic stocking dan pemberian anti platelet therapy pada pasien
dengan ischemic stroke.
KESIMPULAN
Peran perawat gawat darurat pada perawatan stroke akan meningkat dan penting bagi perawat
yang berada dalam situasi gawat darurat untuk menggunakan perawatan stroke yang evidence
based untuk mendapatkan hasil yang optimal.peran perawat juga sangat penting dalam
mengidentifikasi apakah pasien memenuhi criteria untuk mendapatkan terapi trombolisis atau
tidak. Pedoman dan instrument pengambilan keputusan harus diterapkan dan mempunyai level
yang tinggi untuk dapat diaplikasikan dalam lingkungan kerja dengan kesibukan
tinggi.penanganan stroke pada 24 jam pertama potensial dapat memperbaiki keperawatan gawat
darurat pada pasien dengan stroke akut.
IMPLIKASI KEPERAWATAN
“Format manajemen keperawatan gawat darurat pada pasien dengan stroke akut:”
Nama pasien :
Definisi :
Serangan gejala neurologis mendadak yang dapat berlangsung lebih dari 24 jam behubungan
dengan blockade pada pembuluh arteri otak atau perdarahan di dalam atau di sekitar otak
Triage :
Stroke adalah medical emergency (memerlukan penanganan dan pengobatan dengan
segera)
Pasien dengan suspected atau actual stroke harus ditriage dengan ATS (Australia triage
scale ) kategori 2
Menggunakan criteria FAST untuk mengidentifikasi stroke
Fàfacial weakness: dapatkah pasien tersenyum?
Aàarm weakness: dapatkah pasien mengngkat kedua tangannya?
Sàspeech difficulty: dapatkah pasien berbicara jelas dan mengerti apa yang dikatakan?
Tàtime to act: should be seen <10 menit
Pasien dengan gejala TIA memanjang (>60 menit) harus ditriase sebagai stroke
menggunakan stratifikasi resiko ABCD2 untuk mengidentifikasi pasien dengan TIA
dengan resiko tinggi stroke.
A : age à≥ 60 tahun
B : blood pressure à tekanan darah sistolik >140 mmhg atau tekanan darah diastolic ≥ 90
mmhg
C : clinical Hx à kelemahan unilateral, gangguan berbicara
D : duration à > 10 menit
D : diabetes
Initial assessment (pengkajian inisial/awal)
AIRWAY
Kesadaran umum, dipuasakan.
BREATHING
Frekuensi pernapasan, usaha bernapas, SpO2 (berikan oksigen tambahan bila SpO2 <92%),
auskultasi dada
CIRCULATION
Heart rate (pols), tekanan darah, EKG 12 lead
Pertimbangkan untuk monitor jantung bila ada aritmia/ ketidaknormalan EKG
Pemasangan IV line (pertimbangkan pemberian infuse bila ada tanda klinis dehidrasi/
mempertahankan cairan bila tidak ada masukan cairan per oral (dipuasakan) diskusikan dengan
dokter.
DISABILITY
Observasi neurologis (GCS dan pupil)
Kadar gula darah
OTHER
Suhu
Parameter yang dilaporkan dengan segera pada dokter:
Airway/ breathing:
Stridor/ ancaman pada jalan napas
RR <8 atau <30 kali per menit
SpO2 <90% pada pemberian O2 10 L/menit
Circulation :
HR <40 atau >150 kali per menit
TD sistolik >210 mmhg
TD diastolic >120 mmhg
TD sistolik <90 mmhh
Disability :
GCS <13 atau penurunan GCS >2 point
Aktivitas kejang’
Kadar gula darah >8 mmol/L
Temperature >37,8° C
Perawatan lanjutan
rekomendasi rasional
Vital sign (HR,RR, TD, Spo2, suhu) Semua diobservasi setiap jam selama 4 jam pertama ( 2 jam bila normal) Lapor bila ada ketidaknormalan Lanjutkan observasi tiap jam bila ada ketidaknormalan
Observasi neurologis:
Tiap 30 menit pada 2 jam pertama Tiap jam pada 2 jam kedua Tiap 4 jam selama 24 jam Bila ada masalah dalam GCS à observasi neurologis tiap 30 menit dan
laporr dokter Kadar gula darah:
Tiap 4 jam (bahkan pada pasien bukan dengan Diabetes) Laporkan bila terjadi ketidaknormalan
Manajemen cairan:
Pertahankan infuse (IVFD) bila tidak ada pemasukan per oral Tangani denhidrasi bila ada tanda klinis Tujuan untuk mempertahankan normovolemia dan tidak kelebihan cairan Pertahankan lembar observasi balance cairan
Hypoxia meningkatkan injury serebral Hipertermia pada stroke akit meningkatkan resiko hasil yang buruk,
kematian dan infark size (luasnya infark) Identifikasi dan tangani penyebab lain dari hipertensi (nyeri, muntah da
retensi urin)
Hiperglikemia diasosiasikan dengan peningkatan mortalitas dan penurunan hasil fungsional
Kadar gula darah >8 mmol/L diketahui sebagai predictor mortalitas Haemoconcentration merusak aliran pembuluh darah otak
Cairan yang adekuat diperlukan untuk mencegah atau mengatasi dehidrasi
Venous – thrombo – embolism prophylaksis Sesuai dengan kebijakan RS atau IGD
Pressure area assessment and prophylaksis
Sesuai dengan kebijakan RS atau IgD Dipuasakan :
Sampai ada pengkajian kemampuan dalam menelan Perawatan ekstremitas:
Cegah shoulder subluxation (support sangga tangan yang terkena dengan bantal, tidak menarik bahu, pertimbangkan untuk penggunaan collar dan cuff.
Continence care:
Hindari penggunaan indwelling catheter sebagai manajemen inisial pada penanganan inkontinensia
CT kepala:
Cek CT kepala setelah pada saat di iGD atau setelah keluar dari igd ( lebih awal bila ada indikasi klinis)
Aspirin:
300 mg oral / NGT jika tidak ada perdarahan’ Pertimbangkan untuk penggunaan clopidogrel bila alergi terhadap aspirin
Resiko DVT setelah stroke 25-50%
Resiko decubitus berhubungan dengan mobilitas yang kurang
Gangguan menelan diasosiasikan dengan peningkatan mortalitas setelah stroke
Perawatan anggota gerak (ekstremitas) yag kurang dapat menyebabkan
joint subluxation, nyeri bahu, penurunan fungsi kegunaan
Keteter urinaria diasosiasikan dengan tingginya angka infeksi nasokomial
Aspirin < 48 jam dari serangan stroke akut menurunkan kematian awal dan kekambuhan stroke
Rujukan ke tenaga kesehatan lain :
tanggal
1. Speech pathology _______pengkajian reflek gag bukan indikator yang efektif untuk
mengkaji menelan
2. Ahli gizi _______________nutrisi yang kurang diasosiasikan dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas setelah stroke
3. Fisioterapis ____________________mobilisasi awal dan perawatan ekstremitas yang
baik dapat menccegah komplikasi (DVT, gangguan persendian, kontraktur dan
decubitus)
Catatan :
Subluksasi sendi bahu pendertita strok hemiparesis biasanya terjadi pada stadium flaccid, dimana
gaya gravitasi lengan menyebabkan tarikan terhadap sendi bahu. Hal ini harus ditangani sedini
mungkin untuk mencegah timbulnya nyeri bahu, cedera otot rotator cuff, cedera saraf, frozen
shoulder dan shoulder hand syndrome.
Impilkasi keperawatan yang dapat diterapkan dari jurnal ini adalah :
1. Bahwa penanganan stroke akut harus ditangani dengan segera dan dipandang sebagai
suatu kegawatdaruratan. Prosedur dan pedoman yang bisa diterapkan sudah terlampir
diatas.
2. Perawat bertanggung jawab dalam melacak hasil pemeriksaan CT kepala dan menemani
dan mengantar pasien menjalani pemeriksaan T kepala
3. Perawat yang menangani kasus gawat darurat pada stroke mempunyai peran penting
dalam menurunkan mortalitas yang disebabkan stroke dengan mencegah komplikasi
pada 24-48 jam setelah stroke.
4. Pemberian oksigen sering dikelola oleh perawat dalam situasi gawat darurat. Penggunaan
oksigen rutin pada stroke akut tanpa mempertimbangkan saturasi oksigen kemungkinan
berbahaya. Penting sekali untuk memasukkan protap penggunaan oksigen pada stroke
akut.
5. Monitor tanda-tanda vital merupakan tanggung jawab perawat
6. Identifikasi dan manajemen masalah lain yang bisa menyebabkan hipertensi seperti nyeri,
muntah dan retensi urin adalah tanggung jawab perawat.
7. Sangat penting bagi perawat untuk memonitor suhu dan menangani hipertemia pada
stroke akut karena dampak hipertemia yang dapat meningkatkan kematian dan luasnya
infark pada stroke akut. Perawat harus mempertimbangkan dan menangani penyebab
hipertermia misalnya infeksi, tromboembolism dan kemungkinan pemberian atipiretik
pada pasien stroke akut yang demam.
8. Monitor gula darah dan kolaborasi dalam penanganan hiperglikemia adalah tanggung
jawab perawat karena hiperglikemia dapat sangat mempengaruhi outcome pasien yang
buruk.
9. Perawat harus bisa menentukan criteria kapan pemasangan kateter urinaria diperlukan
dan mengetahui resiko intervensi. Selain itu perawat juga harus mempertahankan teknik
steril dalam pemasangan kateter di ruangan rawat inap.
10. Peran perawat juga sangat penting dalam mencegah DVT dengan mobilisasi awal dan
mempertahankan balance cairan yang adekuat.
ANALISIS PICO
PICO
PICO singkatan yang digunakan untuk menggambarkan empat elemen dari pertanyaan klinis
yang baik.
P–Patient
I–Intervention
C–Comparison
O–Outcome
Elemen pertanyaan klinis Patient
Intervention (or cause, prognosis)What is the main intervention or therapy you wish to consider?Including an exposure to disease, a diagnostic test, a prognostic factor, a treatment, a patient perception, a risk factor, etc.
Comparison (optional)Is there an alternative treatment to compare?Including no disease, placebo, a different prognotic factor, absence of risk factor, etc.
OutcomeWhat is the clincial outcome, including a time horizon if relevant?
analisis
Pasien dengan stroke akut,
Triage, evaluasi segera, pengkajian inisial, rujuk ke unit sroke atau spesialis, mencegah komplikasi.Triage dengan FAST atau ABCD2Initial assessment dengan airway, breathing, circulation, diability, other.Mencegah komplikasi dengan mobiliasasi awal dan mempertahankan hidrasi cairan yang adekuat dan kolaborasi pemberian antiplatelet terapi. none
Mencegah komplikasi dan menurunkan morbiditas dan mortalitas karena stroke.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth,2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC; Jakarta
Joko , 2008. Asuhan keperawatan pada pasien
stroke.http://jokosp.blogspot.com/2008/02/asuhan-keperawatan-pada-klien-stroke.html
This entry was posted in JOURNALS OF NURSING on August 18, 2011.