3
Inervasi pada Rahang dan Gigi Nervus sensori pada rahang dan gigi berasal dari cabang nervus cranial ke-V ata trigeminal pada maksila dan mandibula. Persarafan pada daerah orofacial, selain trigeminal meliputi saraf cranial lainnya, seperti saraf cranial ke-VII, ke-XI, NERVUS MAKSILA Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila, palatum, d gingiva di maksila. elan!utnya cabang maksila nervus trigeminus ini akan bercab men!adi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris superior ini kemudian akan lagi men!adi tiga, yaitu nervus alveolaris superior anterior, nervus alveolaris dan nervus alveolaris superior posterior. Nervus alveolaris superior anterior me gingiva dan gigi anterior, nervus alveolaris superior medii mempersarafi gingiva premolar serta gigi molar I bagian mesial, nervus alveolaris superior posterior gingiva dan gigi molar I bagian distal serta molar II dan molar III. NERVUS MANDIBULA Cabang a"al yang menu!u ke mandibula adalah nervus alveolar inferior. Nervus alv inferior terus ber!alan melalui rongga pada mandibula di ba"ah akar gigi molar s tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah merupakan sebuah cabang be merupakan dua atau tiga cabang yang lebih besar yang membentuk ple#us dimana cab pada inferior ini memasuki tiap akar gigi. elain cabang tersebut, ada !uga cabang lain yang berkonstribusi pada persarafan Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada mukosa pipi, saraf ini !uga m cabang yang biasanya di distribusikan ke area kecil pada gingiva buccal di area pertama. Namun, dalam beberapa kasus, distribusi ini meman!ang dari caninus sam molar ketiga. Nervus lingualis, karena terletak di dasar mulut, dan memiliki cab pada beberapa area mukosa lidah dan gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat melan!utkan per!alanannya pada permukaan ba"ah otot mylohyoid dan memasuki mandi melalui foramen kecila pada kedua sisi midline. Pada beberapa individu, nervus i berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral dan ligament periodontal.

Inervasi Pada Rahang Dan Gigi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

untuk yang stase gigi dan mulut

Citation preview

Inervasi pada Rahang dan Gigi

Nervus sensori pada rahang dan gigi berasal dari cabang nervus cranial ke-V atau nervus trigeminal pada maksila dan mandibula. Persarafan pada daerah orofacial, selain saraf trigeminal meliputi saraf cranial lainnya, seperti saraf cranial ke-VII, ke-XI, ke-XII.

NERVUS MAKSILACabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila, palatum, dan gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus ini akan bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris superior ini kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris superior anterior, nervus alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris superior posterior. Nervus alveolaris superior anterior mempersarafi gingiva dan gigi anterior, nervus alveolaris superior medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar serta gigi molar I bagian mesial, nervus alveolaris superior posterior mempersarafi gingiva dan gigi molar I bagian distal serta molar II dan molar III.

NERVUS MANDIBULACabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior. Nervus alveolaris inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah akar gigi molar sampai ke tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah merupakan sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga cabang yang lebih besar yang membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini memasuki tiap akar gigi.Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada persarafan mandibula. Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada mukosa pipi, saraf ini juga memiliki cabang yang biasanya di distribusikan ke area kecil pada gingiva buccal di area molar pertama. Namun, dalam beberapa kasus, distribusi ini memanjang dari caninus sampai ke molar ketiga. Nervus lingualis, karena terletak di dasar mulut, dan memiliki cabang mukosa pada beberapa area mukosa lidah dan gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat melanjutkan perjalanannya pada permukaan bawah otot mylohyoid dan memasuki mandibula melalui foramen kecila pada kedua sisi midline. Pada beberapa individu, nervus ini berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral dan ligament periodontal.

Sumber : Stanley J. Nelson and Major M. Ash. Wheelers Dental Anatomy, Physiology, and Occlusion. 9thEd. Missouri : Saunders Elsevier. 2010:256-8

Kategori obat

- Kategori A:Adalah obat-obat yang telah banyak digunakan oleh wanita hamil tanpa disertai kenaikan frekuensi malformasi janin atau pengaruh buruk lannya (ex: parasetamol, penisilin, eritromisin, glikosida jantung, isoniazid serta bahan-bahan hemopoetik seperti besi dan asam folat.)

- Kategori B:Meliputi obat-obat yang pengalaman pemakainya pada wanita hamil masih terbatas, tetapi tidak terbukti meningkatkan frekuensi malformasi atau pengaruh buruk lainnya pada janin.B1: Dari penelitian pada hewan tidak terbukti meningkatnya kejadian kerusakan janin (fetal damage). Contoh simetidin, dipiridamol, dan spektinomisin.B2: Data dari penilitian pada hewan belum memadai, tetapi ada petunjuk tidak meningkatnya kejadian kerusakan janin. Contoh ikarsilin, amfoterisin, dopamin, asetilkistein, dan alkaloid belladonna.B3: Penelitian pada hewan menunjukkan peningkatan kejadian kerusakan janin, tetapi belum tentu bermakna pada manusia. Contoh adalah karbamazepin, pirimetamin, griseofulvin, trimetoprim, dan mebendazol.

- Kategori C:Merupakan obat-obat yang dapat memberi pengaruh buruk pada janin tanpa disertai malformasi anatomik semata-mata karena efek farmakologiknya. Umumnya bersifat reversibel (membaik kembali). Contoh analgetik-narkotik, fenotiazin, rifampisin, aspirin, antiinflamasi non-steroid dan diuretika.

- Kategori DObat-obat yang terbukti menyebabkan meningkatnya kejadian malformasi janin pada manusia atau menyebabkan kerusakan janin yang bersifat ireversibel (tidak dapat membaik kembali). Obat-obat dalam kategori ini jugamempunyai efek farmakologik yang merugikan terhadap janin. Misalnya: androgen, fenitoin, pirimidon,fenobarbiton, kinin, klonazepam, valproat, steroid anabolik, dan antikoagulansia.

- Kategori XObat-obat yang masuk dalam kategori ini adalah yang telah terbukti mempunyai risiko tinggi terjadinya pengaruh buruk yang menetap (irreversibel) pada janin jika diminum pada masa kehamilan. Obat dalam kategori ini merupakan kontraindikasi mutlak selama kehamilan. Sebagai contoh adalah isotretionin dan dietilstilbestrol.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang pemberian obat selama kehamilan antara lain (MIMS, 1998):1. Tidak ada obat yang dianggap 100% aman bagi perkembangan janin.2. Obat diberikan jika manfaatnya lebih besar daripada resikonya baik bagi ibu maupun janin. Jika mungkin, semua obat dihindari pada tiga bulan pertama kehamilan (trimester I), karena saat ini organ tubuh janin dalam masa pembentukan.3. Metabolisme obat pada saat hamil lebih lambat daripada saat tidak hamil, sehingga obat lebih lama berada dalam tubuh.4. Pengalaman penggunaan obat terhadap wanita hamil sangat terbatas, karena uji klinis obat saat hendak dipasarkan tidak boleh dilakukan pada wanita hamil