32
Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com Governoor Djenderal Von Batavia By Nikolai Gogol Pemain Toean Residen Ny. Residen (Istri Toean Residen) Siti Djoebaidah (Anak Residen) H. Agoes Salim (Pengawas sekolah) Mr. Roeslan (Hakim) Toean Dahlan (Pengawas lembaga sosial) Abdoer Rozak (Kepala Pos) Mat’ Awal (Toean Tanah) Mat’ Akhir (Toeam Tanah) Tengkoe Noerzaim Manaf (is like Governoor Djenderal) Oedin (Osip) Dokter Pratav Sigh (Saoedagar) Rebo (Pelayan Residen) Minche (Pelayan hotel) Sersan Hasan (Polisi 1) Sersan Hoesein (Polisi 2) Para Saoedagar, dan pejabat lainnya. Produksi ke VII Komunitas Berkat Yakin Bandar Lampung 2004

Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Menginginkan file-file penting berkenaan bahasa, sastra dan kesenian?? buka situs ini : http://sastra-indonesiaraya.blogspot.com/

Citation preview

Page 1: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Governoor Djenderal Von Batavia

By Nikolai Gogol

Pemain

Toean Residen Ny. Residen (Istri Toean Residen) Siti Djoebaidah (Anak Residen) H. Agoes Salim (Pengawas sekolah) Mr. Roeslan (Hakim) Toean Dahlan (Pengawas lembaga sosial) Abdoer Rozak (Kepala Pos) Mat’ Awal (Toean Tanah) Mat’ Akhir (Toeam Tanah) Tengkoe Noerzaim Manaf (is like Governoor Djenderal) Oedin (Osip) Dokter Pratav Sigh (Saoedagar) Rebo (Pelayan Residen) Minche (Pelayan hotel) Sersan Hasan (Polisi 1) Sersan Hoesein (Polisi 2) Para Saoedagar, dan pejabat lainnya.

Produksi ke VII Komunitas Berkat Yakin

Bandar Lampung 2004

Page 2: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

BABAK PERTAMA Adegan 1

Sebuah ruangan di rumah Tuan Residen Pengawas lembaga-lembaga sosial, Pengawas sekolah, Hakim, Kapten polisi, Dokter daerah, dan dua orang polisi Residen : Tuan-tuan saya undang ke mari untuk mendengarkan

sebuah berita yang sangat tidak menyenangkan; seorang governoor djenderal akan datang berkunjung kemari.

Mr. Ruslan : Apa, seorang governoor? Tn. Dahlan : Apa, seorang governoor? Residen : Seorang governoor von Batavia incognito. Dengan tugas

Rahasia. Mr. Ruslan : Ini baru namanya celaka. Tn. Dahlan : Seolah-olah beban kita belum cukup berat. H. A. Salim : Ya, Tuhan. Dengan tugas rahasia lagi? Residen : Saya punya firasat. Semalam-malaman aku bermimpi

dua ekor tikus yang besar sekali. Betul, belum pernah saya melihat tikus seperti itu; hitam dan besar bukan alang kepalang. Mereka datang mencium-cium di sana-sini lalu pergi lagi. Dan kini saya akan membacakan sepucuk surat yang ku terima dari Mr. Swandono, yang juga kau kenal, Tuan Dahlan. Begini bunyinya: “Sahabat baik, Bapak angkat dan pelindung,”

(ia menggumam beberapa kalimat dengan cepat, lalu) ….” Dan untuk memberi tahu anda .”

Ah, ini dia. “sambil lalu, saya buru-buru memberi tahu anda, bahwa seorang governoor sudah datang dari Batavia dengan tugas menyelidiki seluruh wilayah, terutama karisidenan kita. (mengangkat jarinya)

Saya mendapat kabar ini dari orang-orang yang paling dapat dipercaya, biarpun ia datang sebagai orang biasa. Karena saya tahu, bahwa seperti orang lain, anda juga punya kelemahan-kelemahan, karena anda adalah seorang yang cerdik dan tidak mau kelepasan segala sesuatu yang berenang ke dalam tangan anda….” (setelah diam sebentar) ini pihak yang bersimpati…”

Saya nasehatkan supaya anda mengadakan persiapan-persiapan, karena ia bisa datang dan menginap dimana saja…

Kemarin saya…” Selanjutnya hanya soal-soal keluarga:

“Misan Fatimah telah datang mengunjungi kami bersama

suaminya; Ahmad sudah besar sekali dan ia tak henti-hentinya main bola….” Dan

sebagainya dan sebagainya. Keadaan ini genting.

Page 3: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Mr. Ruslan : Ya, kegentingan yang luar biasa. Betul-betul luar biasa. Ada udang di balik batu. H. A. Salim : Tapi, Tuan Residen, buat apa? Buat apa seorang

Governoor Djenderal dikirim kemari? Residen : Untuk apa? Jelas ini nasib. (menarik nafas panjang)

sampai saat ini berkat pertolongan Tuhan, mereka cuma mencampuri urusan daerah lain. Tapi kini giliran daerah kita.

Mr. Ruslan : Kukira, Tuan Residen, dalam hal ini ada latar belakang

yang halus dan bersifat politik. Artinya begini: Batavia…Ya… Batavia akan perang. Dan kementerian telah mengirimkan pejabat ini untuk meneliti apa ada penghianatan yang direncanakan.

Residen : Dari mana kau dapat cerita itu? Kau betul-betul pintar. Penghianatan di sebuah kota pedalaman. Apa ini kota perbatasan? Kita bisa berpacu selama tiga tahun dari sini, masih juga akan sampai ke luar negeri ini.

Mr. Ruslan : Tidak, kalian tidak mengerti. . . tidak . . . Batavia punya

fikiran cerdik, biarpun jarak itu jauh, mereka tidak mau nasib-nasiban.

Residen : Betul atau tidak pokoknya tuan-tuan sudah saya

peringatkan. Begini: saya sudah membuat persiapan. Dan kalian saya nasihatkan supaya melakukan hal yang sama. Terlebih kau Tuan Dahlan. Tidak sangsi lagi pejabat yang lewat itu pasti terlebih dulu memeriksa lembaga-lembaga sosial yang berada dibawah pemerintahan kita. Jadi lebih baik kau usahakan supaya semuanya dalam keadaan baik: kopiah-kopiah

tidur harus bersih, dan pasien-pasien yang ada jangan seperti tukang besi, seperti biasanya berada antara sesama mereka.

Tn. Dahlan : Baik, mereka boleh memakai kopiah tidur yang bersih

kalau kau inginkan. Residen : Ya. Dan di atas setiap tempat tidur tulisan dalam

bahasa Belanda, atau bahasa apa yang mirip dengan bahasa itu—itu tugasmu. Syarir – nama dari masing-masing penyakit kalau orang yang menempati kamar itu sakit, beserta tanggal, hari, minggu dan bulan. . . pasien-pasienmu punya kebiasaan buruk untuk menghisap tembakau yang begitu keras hingga kita bersin kalau kita masuk. Ya, dan akan lebih baik kalau jumlah mereka tidak begitu banyak. Orang akan menyalahkan pengawasan yang kurang baik atau dokternya yang kurang cakap.

Tn. Dahlan : Sebegitu jauh, yang menyangkut soal kedokteran,

Syahrir dan aku sudah melakukan tindakan-tindakan makin dekat kita pada alam, makin baik. Kita tidak menggunakan obat-obatan yang mahal. Manusia adalah mahluk yang bersahaja: jika dia harus mati, maka dia akan mati. Jika harus sembuh maka ia akan sembuh dengan sendirinya. Lagi pula buat Syahrir sulit sekali untuk bicara dengan mereka: ia tidak mengerti bahasa Belanda sama sekali.

(Syahrir mengeluarkan suara yang mirip dengan bunyi “i” dan “e”) Residen : Saya juga ingin menasihatkan padamu Mr. Ruslan,

Page 4: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

supaya lebih memberikan perhatian pada gedung pengadilan. Di ruang dimana orang-orang yang mengadu biasanya datang, pegawai penjaga sudah menternakan angsa, dan angsa ini selalu menyeruduk di bawah kaki kita kalau kita lewat. Memang terpuji kalau setiap orang menjaga usaha rumah tangganya dan mengapa seorang penjaga tidak boleh berbuat begitu. Cuma di tempat seperti itu kurang cocok. . . sebetulnya saya sudah lama mau minta perhatian mu untuk itu, tapi saya selalu lupa.

Mr. Ruslan : Baik, nanti saya perintahkan supaya angsa itu dikirim ke

Dapur saya hari ini juga. Kau boleh makan di rumah kalau anda mau.

Residen : Di samping itu, tidak enak dilihat mata, kalau ada

segala macam kotoran berkeringan di ruang sidang. Dan sebuah cambuk perburu tergantung di dekat lemari tempat menyimpan dokumen-dokumen. Saya tahu kau senang berburu, tapi sungguhpun begitu untuk sementara waktu cambuk itu lebih baik anda pindahkan. Kalau Governoor Djenderal itu sudah pergi boleh kau pasang lagi di sana. Dan Panitera mu juga begitu. . . . memang ia orang yang banyak pengetahuan, tapi baunya persis bau orang yang baru datang dari pabrik minuman—itu tidak baik. Sebetulnya saya sudah lama mau menyampaikannya pada mu, tapi entah apa sebabnya, selalu teralih pada soal-soal lain. Ada obat untuk mengatasi bau ini, kalau seperti katanya, bau itu memang bau badan yang asli. Anjurkan ia makan bawang putih atau apa saja. Dalam hal ini Syahrir bisa membantu dengan obat-obatnya.

(Syahrir mengeluarkan suara yang sama) Mr. Ruslan : Tidak, tidak bisa dihilangkan. Katanya, waktu ia masih

kecil inang pengasuhnya telah membenturkan kepalanya dan semenjak itu, ia sedikit berbau vodka.

Residen : Saya hanya minta perhatianmu. Mengenai persiapan-

persiapan intern dan apa yang dikatakan Ja’far kelemahan-kelemahan kecil, saya tidak bisa mengatakan apa-apa, dan kukira juga edan untuk membicarakan itu, karena tidak ada manusia yang tidak punya kelemahan atau kekurangan. Tuhan sendiri sudah menentukan begitu, dan pengikut Voltair telah membuat kesalahan besar dengan mengatakan sebaliknya.

Mr. Ruslan : Menurut anda apa yang dimaksud dengan kelemahan-

kelemahan, Tuan residen? Dosa dan dosa ada bermacam-macam. saya ceritakan pada semua orang dengan terus terang saya menerima sogokan—tapi sogokan macam apa? Anak-anak serigala, itu kan lain

Residen : Baik anak serigala atau apapun—pendeknya itu untuk

sogokan. Mr. Ruslan : Tidak, Tuan Residen kalau sekiranya seorang pejabat

menerima sebuah mantel buru seharga 500 golden atau selendang untuk istrinya. . .

Residen : Dan bagaimana kalau anda menerima kereta kuda

sebagai sogokan. Untuk mengimbanginya anda tidak percaya pada Tuhan. Anda tidak pernah beribadah, tapi anda. . . .Oh, saya kenal anda: kalau anda sudah mulai berbicara tentang penciptaan dunia, bulu tengkukku langsung berdiri.

Mr. Ruslan : Saya memikirkannya sendiri dengan pengetahuan yang saya miliki.

Page 5: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Residen : Kadang-kadang lebih celaka kalau kita punya pengetahuan terlalu banyak dari pada orang bodoh sama sekali. Tapi saya hanya mau menyebut pengadilan distrik. Terus terang saya ragu apa ada orang yang mau mengunjunginya. Tempat itu begitu tidak menyenangkan hingga Tuhan sendiri yang akan menjaganya. Dan anda Tuan Dahlan sebagai pengawas semua lembaga pendidikan, lebih baik memberikan perhatian khusus pada guru-guru. Memang mereka orang terpelajar. Tapi tingkah laku mereka aneh-aneh, dan tentu itu akibat dari bakat terpelajar mereka. Salah seorang dari mereka misalnya, yang bermuka tembam itu…saya tidak ingat lagi namanya…kalau ia naik mimbar ia selalu mengernyit-ngernyit, seperti ini (lalu mengernyit-ngernyikan mukanya) lalu mengurut-ngurut janggutnya dengan tangannya, mulai dari bawah dasinya. Tentu saja kalau ia berbuat begitu depan murid-muridnya tidak akan apa-apa, dan bahkan barangkali memang diperlukan. Tapi coba bayangkan kalau hal itu ia lakukan dengan seorang tamu---itu akan keterlaluan; Governoor General atau tidak perduli siapa akan menganggapnya sebagai penghinaan pribadi. Siapa tahu akibat apa yang akan timbul dari padanya.

H.A. Salim : Ya memang, tapi apa yang harus saya perbuat dengan

dia? Telah berkali-kali soal itu kubicarakan dengan dia. Baru beberapa hari yang lalu waktu ketua kaum bangsawan mampir ke kelasnya ia memperlihatkan muka yang belum pernah kulihat tandingannya. Tentu saja hal itu ia lakukan dengan segala maksud baik, tapi aku dipanggil dan ditanya : “Kenapa,” kata mereka, anak-anak muda kita dibiarkan dihinggapi penyakit punya fikiran semaunya.

Residen : Saya juga merasa perlu untuk menyebut guru

sejarahmu. Kepalanya penuh dengan berbagai macam pengetahuan. Itu jelas. Dan dia mengumpulkan ilmu berton-ton. Cuma kalau ia menjelaskan sesuatu ia begitu bersemangat hingga kita tidak bisa mengerti sama sekali. Aku pernah mendengar dia sekali : waktu dia masih bicara tentang orang Assiria dan Babilonia masih baik. Tapi kala dia sampai pada Iskandar Zulkarnain aku tidak tahu lagi apa yang terjadi dengan dia. Saya mengira ada kebakaran. Ia berlari dari mimbar lalu membanting kursi ke pintu dengan sekuat tenaga. Memang Iskandar Zulkarnain, seorang pahlawan. Tapi buat apa dia sampai membanting kursi? Ini merupakan kerugian buat bendahara.

Mr. Ruslan : Ya, ia memang pemanas. saya sudah beberapa kali

mengatakan padanya…katanya, “Terserah : untuk ilmu, nyawa pun akan saya korbankan.”

Residen : Ya, demikianlah hukum nasib yang tidak bisa dijelaskan. Seorang pintar, atau dia pemabuk atau ia menyeringai-nyeringai begitu rupa, hingga kita terpaksa mengeluarkan ikon-ikon keramat.

Mr. Ruslan : Untunglah kita tidak kerja di bidang pendidikan.

Seseorang takut pada semua orang : semua orang ikut dan semuanya mau memperlihatkan bahwa mereka juga orang terpelajar.

Residen : Tapi ini belum berarti apa-apa---yang sulit soal incognito

terkutuk itu. Ia bisa tiba-tiba muncul dan berkata : “Oh, di sini kalian rupanya, sayang. Siapa hakim disini? Mr. Ruslan. Baik serahkan Mr. Ruslan. Dan siapa yang jadi pengawas lembaga-lembaga sosial? Tuan Dahlan. Bagus, serahkan tuan Dahlan.” Itu tidak bagus!

Page 6: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Adegan 2

Sama tambah Kepala Pos Abd. Rojak : Tolong jelaskan tuan-tuan, pejabat apa yang akan datang dan kenapa? Residen : Apa anda belum tahu? Abd. Rojak : Saya mendengar sedikit dari Mat Akhir. Ia baru

saja mampir ke kantor Pos. Residen : Lalu, bagaimana pendapatmu? Abd. RoJak : Bagaimana pendapat saya? Saya kira kita akan

perang melawan Turki. Mr. Ruslan : Betul. Seperti yang saya kira. Residen : Ya, tapi kalia kedua-duanya omong kosong A. Rojak : Bakal ada perang melawan Turki, orang-orang

Belanda mengacau. Residen : Anda bagaimana Abdoer Rojak? Abd. Rojak : Saya? Anda sendiri bagaimana, Tuan residen? Residen : Kenapa saya? Saya tidak takut; artinya cuma . . .

Saudagar-saudagar dan warga kota membuat saya gelisah. Menurut mereka saya agak kaku, tapi sekiranya saya pernah menerima dari mereka sesuatu dari siapa saja, itu saya lakukan tanpa maksud jahat. saya bahkan merasa (lalu memegang lengannya) saya bahkan merasa ada seseorang mengadukan saya secara pribadi. Kalau bukan begitu kenapa mereka sampai mengirimkan Governoor Djenderal ke mari? Sekarang begini Rojak, untuk kepentingan kita bersama, apa tidak lebih baik kalau anda membuka dan membaca semua surat yang dikirimkan lewat jasa Pos, baik yang keluar maupun yang masuk? Siapa tahu, ada semacam pengaduan. Atau sekedar surat menyurat. Kalau tidak ada surat-surat itu boleh anda lem kembali. Atau, untuk kepentingan itu, tidak ada surat yang kau sampaikan sudah terbuka.

Abd. Rojak : saya tahu, saya tahu. . Saya tak usah diajari. Saya sudah

melakukannya, bukan sebagai pencegahan tetapi hanya karena aku ingin tahu. Saya senang sekali mengetahui apa yang terjadi di dunia ini. Ketahuilah, surat-surat itu bacaan yang menarik sekali. Banyak surat-surat yang pasti akan kau nikmati, ada bagian-bagian begitu jelas. . . . dan mendidik. . . . jauh lebih baik dari Berita Soeara Merdeka

Residen : Apa anda tidak menemui sesuatu tentang Governoor yang datang dari Batavia? Abd. Rojak : Tidak. Tentang orang yang datang dari Teluk Betung

Page 7: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

tidak ada sama sekali, tetapi banyak tentang orang-orang dari Semarang, Banten dan Soerabaya. Sayang sekali bukan kamu yang membaca surat itu. Banyak yang lucu di dalamnya. Belum selang berapa lama seorang letnan menulis surat kepada kawannya dan ia melukiskan sebuah pesta dengan cara yang ringan sekali. . . . betul-betul bagus; “Hidupku, sahabat baik, berlalu dengan besar-besaran, “ katanya ; banyak sekali gadis muda; musik main . . . .” Ia melukiskan semua dengan perasaan yang halus. Surat itu saya simpan dengan sengaja. anda mau dengar?

Residen : Sekarang bukan waktu yang tepat untuk itu. Jadi saya

minta bantuan anda, Rojak. Kalau secara kebetulan anda menemukan keluhan atau pengaduan, tolong tahan surat itu.

Rojak : Dengan senang hati. Mr. Ruslan : Hati-hati anda bisa dibuang ke Digul gara-gara itu. K. Burhan : Ya, Tuhan. Residen : Tidak apa-apa, kalau isi surat itu disiarkan itu lain

perkara; ini Cuma buat kepentingan keluarga. Mr. Ruslan : Ya, sekarang kekekacuan besar lagi dipersiapkan. Terus

terang Tuan Residen saya bermaksud menemui anda untuk memberikan seekor anjing betina . Anjing ini adik anjing yang kau kenal. Saya tentu sudah mendengar bahwa Pratav Sigh, Syarifudin, dan lain-lainnya sedang mempersiapkan sebuah perkara. Hingga saya kini hidup dalam kemewahan; saya berburu menjangan sekali di tanah si anu sekali di tanah milik si fulan.

Residen : Sekarang saya tidak perduli menjangan anda, saya tidak

bisa melupakan incognito terkutuk itu. Tunggu saja sampai pintu terbuka dan tiba-tiba.

Adegan III Sama, tambah Mat Awal dan Mat akhir yang datang terengah-engah Mat Akhir : Kejadian luar biasa. Mata Awal : Berita yang tidak disangka-sangka Semua : Apa? Kenapa? Mat Akhir : Kejadian yang betul-betul tidak dikira-kira. Kami masuk

kesebuah losmen. . . . Mat Awal : (menyela) Mat Awal tunggu dulu, biar saya yang

menceritakan. Mat Akhir : Hei saya sendiri, biar saya . . .biar saya. . . . cara kamu

cerita tidak bagus . . . .

Page 8: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Mat Awal : Tapi kamu akan mengacaukan semua dan lupa semua. Mat Akhir : Saya tidak lupa, saya akan ingat. Cuma jangan disela-

sela, biar saya yang bercerita , jangan mengacau. Tuan-tuan, tolong larang Mat Awal supaya jangan menganggu saya.

Residen : Ya, ceritakanlah apa yang terjadi. Jantung saya

berdebar-debar. Silahkan duduk tuan-tuan, silahkan. Mat Akhir ini kursi untuk kamu. (semua mereka duduk sekeliling Mat bersaudara) nah sekarang, bagaimana?

Mat Akhir : Izinkan saya; saya akan ceritakan semua, satu persatu.

Tidak lama setelah saya meninggalkan kalian, setelah kalian gelisah karena menerima surat – betul – aku mampir di . . . Mat Awal jangan mengacau. Saya sekarang sudah tahu semuanya tuan-tuan, Tuan harus tahu, aku mampir ke rumah Sulaiman, tapi karena Sulaiman tidak ada di rumah saya pergi ke rumah Mustafa, dan krena Mustafa tidak ada, saya langsung ke rumah Abdoer Rojak untuk menyampaikan padanya berita yang baru kalian terima. Lalu waktu saya pergi dari sana saya bertemu dengan Mat Awal . . .

Mat Awal : (menyela) Dekat kios tempat orang menjual kueh daging. Mat Akhir : Dekat kios orang menjual kueh daging. Ya, saya

bertemu Mat Awal, lalu saya berkata kepadanya; “Apa kau sudah terima kabar yang diterima oleh Tuan Residen kita dalam sepucuk surat yang dipercaya?” Tapi Mat Awal sudah mendengarnya dari pengurus rumah tangga anda, Azizah, yang disuruh entah untuk apa ke rumah Barusman.

Mat Awal : (menyela) Untuk minta kendi buat brandy perancis.

Mat Akhir : (munguakkkan tangannya) Untuk minta kendi buat Brandy Perancis. Lalu saya dan Mat Awal pergi ke rumah Barusman . . . kami pergi ke Barusman dan di jalan Mat Awal berkata padaku; “mari kita mampir di losmen,” katanya . “sedari tadi pagi saya makan apa-apa, rasanya perut saya berbunyi-bunyi. . . .” Betul, perut Mat Awal waktu itu. . . .” Orang baru mengantarkan salmon segar ke losmen itu, “katanya, “kita bisa makan sedikit.” Begitu kami masuk ke losmen itu maka tiba-tiba seoarang anak muda yang tampan—

Mat Awal : Tampan dan berpakaian sipil. . . . Mat Akhir : Tampan dan berpakiana sipil, berjalan mondar-mandir

diruangan itu. Di wajahnya kelihatan ia berpikir dan (memegang kening) di sini rupanya penuh macam-macam hal. Saya semacam ada firasat lalu saya berkata pada Mat Awal; “Mesti ada apa-apanya.” Ya, betul. Tapi Mat Awal memberi isyarat padaku dengan jarinya lalu kami memanggil pemilik losmen itu, Rahman. Istrinya dipenjarakan tiga minggu yang lalu. Dia pintar sekali, dia akan menjalankan losmen itu seperti ayahnya. Setelah Rahman kami panggil Mat Awal bertanya padanya bisik-bisik; “Orang itu. . . .” Hei jangan sela, Mat Awal jangan mengacau; kau tidak bisa menceritakannya kau teloh. Aku tahu kau mempunyai gigi di kepalamu yang selalu bersuit. . . “orang muda itu,” katanya, “adalah seorang petinggi.” Betul ia datang dari Batavia,” kata rowena “dan namanya Tengku Nurzaim Manaf; dan ia mau menuju, “ kata Rahman. “karisidenan palembang; dan katanya lagi “ia sangat aneh: dia sudah dua minggu di sini, dia tidak pernah keluar losmen; dia memesan semuanya dengan berhutang; dan dia tidak mau membayar sepeserpun.” Begitu ia selesai bicara saya maklum “Aha!” kata saya pada Mat Awal –

Page 9: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Mat Awal : Bukan Mat Akhir, saya yang berkata “aha!” Mat Akhir : Kamu yang lebih dahulu mengatakannya tapi sesudah

itu saya. Aha!” kata Mata Awal dan saya. Tapi mengapa dia kemari kalau tujuannya ke Medan?” -- Ya, ya. Dia pasti pejabat itu.

Residen : Siapa? Pejabat apa? Mat Akhir : Pejabat yang kedatangannya diberitahukan padamu

dalam surat; Governoor Djenderal Voon Batavia. Residen : (ketakutan) Kamu bicara apa? Tidak mungkin. Mat awal : Ya, dialah orangnya. Ia tidak mau bayar dan tidak mau

keluar. Tidak mungkin orang lain. Dan surat-surat jalannya ditunjukkan untuk Palembang. .

Mat Akhir : Dialah orangnya, pasti. . . .pasti dia teliti sekali; ia

memeriksa segala-galanya. Dia bahkan melihat bahwa Mat Awal dan aku makan ikan salmon, terutama karena Mat Awal, karena perutnya . . . ya, dia sampai-sampai memperhatikan piring kami. Saya betul-betul gemetar karena takut.

Residen : Ya, Tuhan ampunilah dosa kami, dimana dia menginap? Mat Awal : Di kamar nomor lima, di bawah tangga . Mat Akhir : Dalam kamar yang sama di mana perwira yang lagi

bepergian itu berkelahi tahun yang lalu. Residen : Apa ia sudah lama di sana? Mat Awal : Baru dua minggu. Ia datang pada hari raya haji dari

Mesir Residen : (dua minggu) (ke samping) Demi orang-orang suci,

selamatkan kami. Dalam waktu dua minggu ini isteri sersan sudah dipukuli. Tahanan tak diberi makan. Jalan-jalan kotor. Oh, celaka. Malu, malu. (memegangi kepalanya)

Tn Dahlan : Bagaimana Tuan Residen, kita pergi bersama-sama ke

sana? Mr. Ruslan : Jangan, jangan. Biar Tuan Residen ini dulu yang pergi

ke sana, lalu tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, sudah itu saudagar-saudagar—begitu perurutannya menurut buku.

Residen : Tidak, tidak. Serahkan pada saya. Saya pernah

menghadapi keadaan sulit dalam hidupku, tapi semuanya berakhir dengan baik. Orang bahkan sampai berterima kasih padaku. Siapa tahu Tuhan akan menyelematkan kita kali ini. (Balik pada Mat Akhir) katamu ia orang muda?

Mat Akhir : Ya, tidak lebih dari dua puluh lima tahun atau dua

puluh enam tahun.

Page 10: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Residen : Itu lebih baik lagi. Orang muda lebih mudah diselami. Kalau tua itu susah; tapi pada orang muda semuanya bisa kelihatan. Persiapkan urusan masing-masing, tuan-tuan. Saya akan pergi sendiri, mungkin dengan Mat Awal, secara pribadi, untuk jalan-jalan. saya akan tanyakan apakah orang asing yang lagi mampir itu menderita kesusahan. Hey, Hasan, Husein.

Hasan : Ya, Tuan. Residen : Panggil Kapten Burhan sekarang juga--tidak usah, saya

perlu kamu. Suruh orang di luar menjemput dia secepat mungkin. Lalu kembali lagi kemari. (Sersan polisi keluar)

Tn. Dahlan : Mari kita pergi. Mr. Ruslan siapa tahu ada kesulitan. Mr. Ruslan : Ah, apa yang anda takutkan? Pakaikan kopiah tidur

yang bersih pada pasien-pasienmu, lalu hilangkan jejakmu. Tn. Dahlan : Persetan kopiah tidurmu. saya sudah memerintahkan

supaya pada pasien-pasien diberikan bubur jelai, tapi gang-gang di gedung itu busuk bau kubis hingga kita harus menutup hidung.

Mr. Ruslan : Kalau saya, masalahnya mudah siapa yang mau

Meninjau sebuah pengadilan daerah? Tapi kalau kebetulan ia membaca salah satu koran, ia akan kehilangan kegembiraan hidup. Saya sudah lima belas tahun jadi hakim di sini. Sekiranya saya membaca sebuah laporan, saya hanya dapat mengibaskan tangan. Sulaeman sendiri tidak bisa memisahkan mana yang benar mana yang tidak. (hakim, pengawas LSM, Pengawas sekolah, K. Pos ke luar. Di pintu mereka bertemu sersan polisi yang baru kembali)

Adegan IV Residen, Mat Awal, Mat Akhir, dan Sersan Polisi Residen : Apa kereta sudah menunggu? Srs. Hasan : Ya, tuan. Residen : Pergi ke jalan. . .jangan, tunggu dulu. Bawa masuk . . .

Yang lain-lain mana? Cuma kamu sendiri? saya sudah memerintahkan supaya Husein ada di sini. Mana Husein?

Srs. Hasan : Husein sekarang lagi berada di suatu rumah dan tidak

mungkin ditugaskan pada saat ini. Residen : Kenapa tidak? Srs. Hasan : Karena tadi pagi ia terpaksa digotong karena mabuk.

Page 11: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Mereka sudah menyiramnya dengan dua ember air, tapi di belum lagi waras kembali.

Residen : (memegang kepalanya) Ya, Tuhan, ya Tuhan. Cepat

pergi ke jalan. Tunggu, pergi dulu ke kamar saya – kamu dengar? – bawa pedang dan topi baruku kemari. Mat Awal mari kita pergi.

Mat Akhir : Saya juga, saya juga. Biar saya ikut Tuan Residen. Residen : Tidak, tidak bisa. Kau tidak bisa ikut. Pertama tidak sopan, ke dua dalam kereta tidak tempat lagi. Mat Akhir : Tidak apa, saya akan usahakan sendiri. saya akan

mengintip melalui lobang pintu bagaimana tingkah lakunya. . . . .

Residen : (pada polisi yang memberikan pedanganya) Pergi panggil

polisi pengawal dan suruh masing-masing mereka membawa . . . Oh, tokat saya sudah tergores-gores. Pratav Sign, saudagar penipu terkutuk itu: dia tahu Residen cuma punya pedang tua, tapi dia tidak mau mengirimi yang baru. Betul-betul licik semua. Kukira bajingan-bajingan itu sudah siap-siap dengan pengaduannya. Suruh setiap polisi memegang jalan – persetan –maksudku memegang sapu. Suruh mereka membersihkan jalan ke losmen itu. Sapu sampai bersih. . . Mengerti? Hati-hati. Saya kenal kalian. Kalian baik pada semua orang, tapi diam-diam kalian mencuri sendok dan garpu. Awas telinga saya tajam. . . Kamu apakan juragan Mukhtar, ha? Kan sudah dia beri kain 2 yard untuk seragamu, tapi kau ambil semua. Awas. Kau terlalu banyak minta persen. Tidak sesuai dengan jabatanmu. Sekarang kamu pergi.

Adegan V Sama tambah Kapten Burhan Residen : Ah, Kapten Burhan, demi Tuhan dari aman saja kamu Kpt Burhan : Saya ada di luar. Residen : Begini. Kapten Burhan. Ada seorang Governoor

Djenderal dari Batavia. Apa sudah kamu persiapkan? Kpt Burhan : Seperti kamu perintahkan. Aku sudah mengirimkan

sersan Jono bersama anak buahnya untuk membersihkan jalan.

Residen : Tapi Hasan mana? Kpt Burhan : Sersan Husein sudah naik kereta pemadam pembakaran. Residen : Dan Husein sedang mabuk? Kpt Burhan : Ya. Residen : Kenapa sampai kamu biarkan? Kpt Burhan : Saya tidak tahu. Kemarin ada perkelahian dipinggir

Page 12: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

kota. Ia ke sana. Kembalinya dari sana ia sudah mabuk. Residen : Sudahlah dengarkan tugasmu ini; Sersan Husein

orangnya tinggi jadi boleh kau tempatkan di jembatan untuk menjaga ketertiban dan keamanan. Lalu buang pagar tua yang ada di dekat toko sepatu lalu taruh penunjuk jalan dari jerami seolah-olah pengukuran tanah lagi bekerja. Makin banyak pembongkaran dilakukan di sana makin baik. Ini membuktikan bahwa ada kegiatan di gubernuran. Ya Tuhan. Saya lupa. Dekat barangkali empat puluh gerobak sampah. Kota busuk. Kita tidak boleh sama sekali mendirikan monumen atau pagar. Begitu kita dirikan, setan entah darimana datangnya membawa segala macam sampah. (ia menarik nafas) Dan kalau pejabat dalam perjalanan itu bertanya pada orang-orang yang bekerja itu apa mereka puas sekali, suruh mereka mengatakan; “kami puas sekali yang mulia.” Kalau ada yang mengatakan tidak puas, nanti aku akan membuat dia betul-betul tidak puas . . . .Oh, oh, saya ini orang berdosa. Berdosa dalam segala hal, (ia mengambil sebuah kotak topi—mestinya topinya) Ya Tuhan, kabulkanlah supaya semua ini dapat kuselesaikan secepat mungkin. saya berjanji akan menyalakan lilin sebanyak-banyaknya. Aku akan perintahkan setiap saudagar menyumbang sukarela, masing-masing seratus pon lilin. Ya Tuhan, Ya Tuhan.

Kpt Burhan : Tuan Residen, itu kotak topi, bukan topimu. Residen : (melemparkan kotak topi) Kotak, heh? Persetan. Dan

kalau mereka bertanya kenapa gereja depan rumah miskin yang keuangannya sudah dikeluarkan lima tahun yang lalu belum selesai katakan pembangunannya sudah dimulai tapi gedung itu kemudian terbakar. saya bahkan sudah mengirimkan laporan tentang itu. Sungguhpun begitu pasti ada saja orang bebal yang akan lupa dan mengatakan, bahwa gedung itu tidak jadi di bangun. Ya sampai pada Sersan Husein, supaya ia jangan terlalu gampang main tinju. Ia selalu membuat orang pingsan atas nama hukum dan keamanan. Salah atu tidak baginya sama aja. Mari, Ayo Mat Awal.

Adegan VI Nyonya Residen dan Siti Jubaidah, masuk berlari. Ny. Residen : Ke mana mereka? Ya Tuhan. . . . (membuka pintu)

Suami! Residen ku! (pada putrinya, bicara cepat) ini semua gara-gara kamu, semuanya salah kamu. Kamu asyik mencari-cari peniti dan ikat leher. (ia berlari ke jendela lalu berteriak) Suamiku, mau kemana kau? Siapa yang datang? Governoor Djenderal? Pakai kumis. Kumis macam apa.

Suara Residen : nanti ku ceritakan sayang. Ny. Residen : Nanti? Apa yang kau tahu tentang itu. Nanti. Saya

tidak mau menunggu sampai nanti. . . katakan dengan satu kata apa pangkatnya? Kolonel? Ha? (tidak peduli) Dia sudah pergi. Saya tidak akan melupakan perbuatanmu ini. Gadis itu tidak habis-habisnya berkata ; “Ibu, ibu tunggu, saya lagi menyematkan ikat leherku. Saya segera datang.” Ini namanya segera. Kini kita tidak tahu apa-apa. Kau selalu ada-ada saja. Begitu kau dengar Abdur Rojak kemari, langsung kamu mau berkaca dan melagak di depan cermin, meliuk ke sini, meliuk ke sana.

Page 13: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Dia mengira Abdoer Rojak itu lagi jatuh cinta padanya. Tapi begitu dia memunggung, kepala pos itu segera mencibir.

S. Jubaidah : Apa boleh buat, ibu. Kan sama aja. Dalam waktu dua

jam kita akan tahu semua. Ny. Residen : Dua jam. Terima kasih banyak dengan segala

kerendahan hati. Itu jawab yang betul-betul menyenangkan. Kenapa tidak kau katakan saja dalam waktu sebulan kita akan lebih tahu lagi. (bersandar ke jendela) Hey, Avdotya ! Ha? Apa? apa kau dengar ada seorang yang datang?. . . Tidak? Bodoh. Dia menguakan tangannya. Biar kamu tidak bisa tahu. Kepalamu penuh dengan omong kosong - -- yang kau pikirkan cuma pacar-pacarmu. Ha? Mereka pergi tergesa. Kau kan bisa lari di belakang kereta. Pergi cepat. Begini tanyakan ke mana mereka. Cari tahu semuanya. Siapa pendatang baru itu dan bagaiamana pangkatnya, rupanya. Intip, usahakan supaya kamu tahu. Bagaimana matanya; hitam atau tidak. Lalu kembali cepat. Cepat, cepat.

(ia masih berteriak-teriak waktu layar turun. Kedua mereka berdiri di jendela)

Layar Turun

BABAK KEDUA Adegan 1

Sebuah ruang kecil di losmen. Sebuah tempat tidur, sebuah peti. Sebuah botol kosong, sepatu tinggi, ikat baju dan barang-barang lain. Udin (Osip) sendiri. Udin : (sambil berbaring di tempat tidur majikannya) Persetan; saya begitu lapar hingga perut saya

menggerutu terus menerus, seolah-olah sebuah resimen serempak mulai meniup terompet mereka. Barangkali kami tidak akan pernah sampai ke rumah. Terima sajalah. Apa yang harus saya lakukan? Kamu datang kemari dua bulan yang lalu, dari Batavia. Uangmu kau habiskan di jalan, bung, dan kini kau merumuk dan diam. Sebetulnya cukup uang untuk ongkos perjalanan. Tapi tidak, kau merasa perlu untuk berfoya-foya di setiap kota. “Hey, Udin, pergi cari kamar terbaik untukku dan pesan makanan paling enak. Saya tidak bisa makan masakan tidak enak. Saya harus makan masakan yang terbaik.” Sebetulnya tidak apa-apa, kalau dia orang berpangkat. Tapi dia cuma kerani kecil. Dia ketemu musyafir lain. Lalu main kartu. Sebelum dia sadar dia sudah disapu bersih. Bah! Saya betul-betul muak dengan hidup seperti itu. Di pedalaman jauh lebih enak; memang tidak banyak hiburan tapi juga tidak banyak yang harus ditakutkan. Cari istri lalu habiskan umur dengan tidur-tidur di tempat berbaring dekat perdiangan dan makan kue daging. Tentu saja kalau ada yang mau menyangkal dan ingin mendengar yang sebenarnya, hidup di Batavia memang menyenangkan. Kalau kita punya uang hidup bisa enak dan mulus, di sana ada teater yang menunjukkan anjing menari. Pokoknya apa saja. Semua percakapan tinggi dan enak.

Page 14: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Tandingannya cuma kaum bangsawan. Kita jalan ke pasar lalu pegawai di situ berteriak, “Yang Mulia” pada kita. Kalau kita menyeberang naik kapal tambang, kita duduk bersama pejabat. Kalau ingin kawan, masuk saja ke dalam sebuah toko : di sana seorang tentara akan bercerita tentang peperangan, dan menerangkan apa arti setiap bintang sampai sejelas telapak tangan kita. Istri seorang meliter tua akan masuk. Dan pelayan-pelayanperempuan yang cantik-cantik asyik mengintip…tra, la, la. (ia tertawa lalu menggeleng-gelengkan kepalanya) Sikap yang sopan sekali, persetan. Kita tidak akan pernah mendengar kata-kata kasar. Setiap orang menegur kita sebagai orang yang sederajat. Kalau kita lelah berjalan, kita naik kereta lalu duduk bersandar seperti tuan besar. Nah, kalau kita tidak mau membayar sewa kereta, tidak apa. Setiap rumah punya pintu depan dan pintu belakang. Kita bisa menyelinap begitu cepat, hingga iblis pun tidak bisa mengejar kita. Cuma satu hal yang tidak enak : satu hari kita makan enak, tapi besoknya kita merintih karena lapar, seperti sekarang ini, misalnya. Tapi yang salah selalu dia. Mau diapakan dia? Ayahnya akan mengirimkan uang. Tapi aturannya dia hematkan, oh, tidak. Dia berfoya-foya. Ia naik kereta, menonton setiap hari dan pada akhir minggu ia menyuruh aku ke toko pakaian bekas untuk menjual baju barunya. Kadang-kadang ia sampai menjual kemejanya hingga ia cuma punya mantel…demi Tuhan, begitulah yang sebenarnya. Bahan Nederland yang begitu baik. Untuk satu baju saja dia harus bayar seratus lima puluh rupiah, tapi pedagang pakaian bekas itu bisa membelinya dari dia dengan harga dua puluh rupiah. Kalau celana tidak usah kita sebut : sama saja dengan dihadiahkan. Kenapa? Karena dia tidak mau banyak urusan. Aturannya ia pergi kerja, ia malah main kartu. Sekiranya ayahnya sampai tahu---wo, wo, wo, dia tidak akan perduli apa kau pejabat atau tidak, tapi dia akan memegang pinggang jasmu dan kau akan dipukul begitu rupa hingga kau memerlukan empat hari untuk menghilangkan rasa sakitnya. Kalau bekerja, lakukan tugasmu. Itu datang pemilik losmen yang mau mengatakan dia tidak mau lagi memberi kita makan sebelum makanan sebelumnya dibayar. Kalau kita tidak bisa membayar bagaimana? (menarik nafas) Ya Tuhan, sekiranya, aku bisa dapat sepiring sup kubis, enak atau tidak. Kukira aku bisa menelan dunia ini. Ada yang mengetuk pintu; pasti dia yang datang. (ia bangkit cepat-cepat).

Adegan 2 Udin dan Teungku Nurzaim Manaf T.N. Manaf : Ambil ini (ia memberikan topi dan tongkatnya pada Udin)

Kamu tidur lagi di tempat tidurku.

Udin : Buat apa? Saya belum pernah melihat tempat tidur seumur hidup.

T.N. Manaf : Kamu bohong, kamu baru tidur. Lihat semuanya kusut. Udin : Buat apa saya jadikan kusut. Apa tuan kira saya tidak

Page 15: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

tahu apa tempat tidur? Saya punya kaki. Saya tahu bagaimana berdiri. Buat apa tempat tidurmu bagiku.

T.N. Manaf : (jalan bolak balik) Coba lihat, apa ada tembakau di bawah

situ. Udin : Tidak mungkin ada. Yang terakhir sudah anda isap empat

hari yang lalu. T.N. Manaf : (jalan bolak balik lalu mengerutkan bibirnya dengan segala macam cara. Akhirnya dia bicara dengan lantang dan suara yang pasti) Begini…hai, Udin. Udin : Apa yang kamu inginkan? T.N. Manaf : (lantang tapi tak begitu pasti) Turun ke sana. Udin : Ke mana? T.N. Manaf : (lebih lunak dan tanpa kepastian) Ke bawah, suruh mereka mengirimkan makanan. Udin : Hasilnya akan sama saja. Biarpun saya ke sana kita tidak

juga akan dapat makan. Pemilik losmen ini sudah mengatakan, ia tidak akan memberi kita makan lagi.

T.N. Manaf : Dia berani tidak beri kita makan? Omong kosong. Udin : “Saya akan pergi ke Tuan Residen,” katanya, “Tuan itu

sudah tiga minggu tidak membayar apa-apa . kau dan majikanmu adalah penipu,” katanya, “dan majikanmu bajingan. Kami di sini cukup kenal benalu dan bajingan seperti kalian.”

T.N. Manaf : Dan kamu tentu senang sekali dapat menceritakannya

padaku sekarang ini, buaya. Udin : Ia berkata : “Orang seperti itu, kalau dia datang, dia

menumpuk hutang, dan sudah itu kita tidak bisa mengusirnya dia lagi. Saya tidak main-main,” katanya; “Saya akan langsung mengadu. Dan dia akan dibawa ke pos polisi dan sudah itu ke penjara.”

T.N. Manaf : Cukup, dungu. Pergi katakan padanya. Kamu benar- benar binatang busuk.

Udin : Saya kira lebih baik pemiliknya kupanggil kemari. T.N. Manaf : Buat apa pemiliknya kamu panggil? Kamu pergi ke sana

lalu katakan padanya. Udin : Tapi… T.N. Manaf : Persetan. Panggil pemilik itu.

Page 16: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

(Udin keluar)

Adegan III

Tengku Nurzaim Manaf sendiri. T.N. Manaf : Aduh, saya lapar sekali. Kukira dengan jalan-jalan

sebentar selera makanku akan hilang. Tapi tidak sama sekali. Kalau aku tidak berfoya-foya, aku masih punya ongkos pulang. Kapten Infantri itu betul-betul sudah mengait saya. Ia pintar sekali main kartu. Kami main selama seperempat jam dan saya habis dia sapu. Biarpun begitu saya masih ingin melawan dia, tapi kesempatan tidak ada lagi. Kota ini kota busuk. Mereka tidak mau jual barang dengan hutang. Itu betul-betul jahat namanya. (ia mulai bersiul. Mula-mula lagunya masih jelas, makin lama makin kacau) Tidak ada orang yang akan datang.

Adegan IV Teungku Nurzaim Manaf, Udin, dan Pelayan Losmen (Minche) Minche : Pemilik losmen menyuruh saya menanyakan apa tuan

ingin memesan sesuatu. T.N. Manaf : Selamat siang, Oh, ya, Bagaimana? Sehat-sehat saja? Minche : Baik, berkat Tuhan. T.N. Manaf : Bagaimana keadaan losmen? Semuanya beres? Minche : Ya, berkat Tuhan semuanya beres. T.N. Manaf : Banyak tamu? Minche : Cukup; T.N. Manaf : Begini, aku belum lagi dapat makanan. Jadi tolong

suruh mereka mengirimkan makanan secepat mungkin kemari. Soalnya sehabis makan ada yang harus kuurus dengan segera.

Page 17: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Minche : Tapi majikanku mengatakan ia tidak akan mengirimkan

makanan lagi. Dia sudah bermaksud mengadu ke Tuan Residen.

T.N. Manaf : Mengapa dia harus mengadu? Coba pertimbangkan, apa

gunanya? Soalnya, aku hatus makan. Kalau tidak aku bisa kurus. Aku lapar sekali. Aku tidak main-main.

Minche : Betul, tuan. Dia berkata; “aku tidak akan memberi ia

makan sampai yang ia makan ia bayar.” Begitu katanya.

T.N. Manaf : Bicara dengan dia. Yakinkan dengan dia.

Miche : Apa yang harus ku katakan padanya?

T.N. Manaf : Katakan dengan sungguh-sungguh padanya bahwa aku

butuh makan. Soal uang lain . . . . Dia mengira kalau

seorang petani bisa tidak makan satu hari maka orang

lain juga harus bisa. Ada-ada saja.

Minche : Baik. Akan aku sampaikan.

Adegan V

Tengku Nurzaim Manaf sendiri T.N. Manaf : Kalau dia tidak beri aku makan, celaka sekali. Belum

pernah aku selapar ini seumur hidupku. Barangkali aku bisa makan dengan pakaianku. Apa celanaku bisa dijual? Tidak, aku lebih baik lapar daripada kembali ke Batavia tanpa pakaianku. Sayang sekali Tuan itu tidak mau menyewakan keretanya padaku. Enak sekali, dasar jahanam semua, kalu aku bisa naik kereta sebagai orang besar ke pintu pemilik-pemilik tanah yang menjadi tetangga, dengan membawa lentera, dan udin di belakang pakai pakaian kebesaran. Mereka semua akan ribut: “siapa itu? Mau apa dia? Dan seoarang pesuruh masuk (lalu ia mengambil lagak pesuruh yang gagah) “ tengku Nurzaim Manaf dari Batavia; apa tuan sudi menerimanya?” dan mereka orang-orang dungu, bahkan tidak tahu apa arti “sudi menerima.” Kalau ada pemilik tanah yang bodoh yang

Page 18: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

datang berkunjung biasanya ia langsung masuk ke dalam bagai seekor beruang. Aku akan menghampiri seorang puteri yang cantik lalu berkata. “Madam aku gembira sekali. . . . (ia menggosok-gosokkan tangganya) bah. 9meludah) perutku sakit. Aku lapar sekali.

Adegan VI T.N. Manaf, Udin, lalu Minche T.N. Manaf : apa lagi? Udin : mereka mengirimkan makanan. T.N. Manaf : (bertepuk tangan lalu melompat dari kursinya) ha,

mengirimkan makanan. Minche : (membawa piring dan serbet) majikanku mengirimkan

makanan ini untuk terakhir kali. T.N. Manaf : Majikan, majikan . . . . .perduli apa dengan majikanmu.

Apa yang kau bawa? Minche : Sup dan daging panggang. T.N. Manaf : Apa, Cuma dua macam? Minche : Hanya ini tuan. T.N. Manaf : Barang rongsokan apa ini? Aku tidak mau menerima.

Katakan padanya dia sudah melampaui batas. . . .ini tidak cukup.

Minche : Menurut majikanku ini sudah banyak. T.N. Manaf : Kuahnya mana? Minche : tidak ada kuah. T.N. Manaf : kenapa tidak ada? Waktu aku tadi lewat dapur kulihat

mereka lagi memasaknya. Banyak sekali. Dan tadi pagi aku melihat dua laki-laki makan ikan salmon dan makanan lain.

Minche : Ada yang ada, tapi ada juga yang tak ada. T.N. Manaf : Apa maksudmu, tidak ada? Minche : Ya, tidak ada. T.N. Manaf : Dan belida, ikan, dan tulang? Minche : Itu untuk orang laki-laki.

Page 19: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

T.N. Manaf : Keledai. Minche : Ya, tuan. T.N. Manaf : Babi kecil terkutuk, kenapa mereka harus makan

sedangkan aku tidak? Kenapa, kenapa aku tidak bisa berbuat seperti mereka? Apa mereka bukan tamu seperti aku?

Minche : Semua orang tahu; bukan. T.N. Manaf : kalau begitu apa mereka? Minche : orang biasa. Semua orang tahu; mereka membayar

hutang mereka. T.N. Manaf : Aku tidak perlu berdebat dengan kamu, dungu. (ia

mulai makan) Sup apa ini? Ini air selokan; rasanya tidak ada sama sekali. Baunya busuk. Aku tidak mau sup ini. Ambilkan yang lain.

Minche : Baik, biar kubawa kembali tuan. Kata majikanku ; ”kalau dia tidak suka dia tidak perlu memakannya.” T.N. Manaf : (Melindungi makanannya dengan tangannya) Sudahlah,

sudahlah. . . . biarkan di sini dungu. Rupanya kau biasa memperlakukan tamu seperti ini. Aku bukan seperti orang lain. . . .

kunasehatkan, supaya kamu jangan bersikap begitu padaku . . . (ia makan) Oh, ini bukan sup (ia terus makan). Kukira sampai saat ini belum ada orang yang makan sup seperti ini di dunia ini; bukannya gemuk yang ada di dalam tapi bulu ayam. (ia memotong ayam yang ada di sup itu) Oh, oh, ayam apa ini? Berikan daging panggang itu kemari. Udin itu ada sisa sup sediki. Ambillah. (ia mulai makan daging) daging panggang apa ini? Ini bukan daging panggang.

Minche : kalau begitu apa? T.N. Manaf : Cuma iblis yang tahu apa, tapi pasti bukan daging

panggang. Ini bukan daging panggang tapi besi panggang. (ia makan) penipu, bajingan. Bukan main. Begitu aku makan. Rahangku jadi sakit. (ia mengorek giginya dengan jari) Laknat. Tak ubahnya kulit kayu – tidak bisa dikupas. Gigi bisa hitam habis makan ini. Penipu. (menyeka mulautnya dengan sapu tangan) Tidak ada apa-apa lagi?

Minche : Tidak. T.N. Manaf : Bajingan , jembel. Juga tidak ada kuah atau puding?

Tamak mereka betul-betul menguliti tamu disini. (Pelayan dan Udin mengumpulkan piring-piring lalu membawanya keluar)

Adegan VII

Page 20: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

T.N. Manaf, kemudian Udin T.N. Manaf : Betul, aku rasanya seperti tidak makan apa-apa.

Seleraku baru saja timbul. Kalau aku punya uang kecil aku akan membeli kueh.

Udin : (masuk) Residen datang untuk sesuatu kepentingan. Ia

menanya-nanyakan kau. T.N. Manaf : (ketakutan) Nah, ini baru. Ada pemilik losmen kasar itu

sudah mengadu? Bagaimana kalau aku diseret ke penjara. Bagaimana kalau dia lakukan dengan cara yang ramah aku bisa . . . . Tidak, tidak aku tidak mau. Di kota banyak perwira-perwira dan banyak orang melancung. Aku dengan sengaja berlagak kaya dan main mata dengan anak gadis salah seorang saudagar. . . . Tidak, tidak aku tidak mau. . . tapi kenapa dia begitu berani? Dia kira aku apa, saudagar atau pekerja? (ia mengambil sikap yang gagah dan berani) aku akan menemuinya dan berkata, “Berani betul kau? Berani betul. .

(Kunci pintu di putar T.N. Manaf jadi pucat)

Adegan VIII

T.N. Manaf, Residen dan Mat Awal. Setelah masuk ke dalam Residen itu berdiri tegak. Residen dan Tengku Nurzaim Manaf saling berpandangan dengan penuh ketakutan). Residen : (berddiri tegak) Selamat datang T.N. Manaf : Terimakasih Residen : Maaf. . . . . T.N. Manaf : Oh tentu. . . . Residen : Sebagai pejabat tertinggi di propinsi ini aku berkewajiban untuk menjaga jangan sampai ada musyafir atau orang-orang bangsawan yang kesulitan. T.N. Manaf : (mula-mula agak ragu-ragu kemudian dengan lantang) Apa boleh buat. . .bukan salah saya. Saya akan bayar. . . .mereka akan kirimkan uang. (Mat Akhir mengintip di balik pintu) Dia yang harus disalahkan; ia memberi saya daging sekeras kayu. Dan sup – saya tidak tahu apa yang dimasukkan ke dalamnya. Mestinya kubuang keluar jendela. Dan dia membeiarkan saya lapar berhari-hari . . . . dan the yang di berikan; bukan bau the. Kenapa aku harus?. . . .ada-ada saja. Residen : (Kehilangan keberanian) Maaf, saya betul-betul tidak bisa disalahkan. Di pasar kami selalu ada daging baik. Disediakan oleh pedagang-pedagang India. Mereka orang-orang baik dan tidak mabuk. Saya tidak tahu dari mana ia dapat barang seperti yang tuan ceritakan itu. Tapi kalau ada yang tidak menyenangkan. . . .Izinkan saya mengusulkan supaya tuan pindah ke penginapan lain.

Page 21: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

T.N. Manaf : Tidak, saya tidak mau. Aku tahu apa maksud tuan dengan penginapan lain – penjara. Tuan dapat hak darimana? Berani betul tuan. . . .Begini, saya . . . . saya pejabat pemerintah dari Batavia, saya. . . . Residen : (ke samping) Ya, Tuhan, dia marah sekali. Dia sudah tahu segala-galanya. Saudagara-saudagar keparat itu sudah bercerita kepadanya. T.N. Manaf : (lebih berani) Biarpun tuan datang denga seratus resimen saya tidak mau ikut. . . Saya akan langsung menghadap menteri. (memukul meja dengan tangannya) Tuan kira apa? Residen : (menggigil) Ampunilah, jangan hancurkan saya. Saya punya anak dan isteri. . . jangan celakakan saya. T.N. Manaf : Tidak, aku tidak mau pergi. Macam-macam saja. Perduli apa aku? Karena tuan punya anak dan isteri. Jadi saya harus masuk penjara hebat sekali.

Residen : (menggigil) ini semua karena kekurangan pengalaman, betul, karena kurang pengalaman. Pendapatku yang tidak cukup. . .tolong pertimbangkan tuan; gaji resmiku untuk membeli the dan gula tidaj cukup.

Adegan IX

Sama tambah pelayan losmen di bawa oleh Udin. Mat Akhir masih mengintip di belakang pintu. Pelayan : Tuan memanggil saya T.N. Manaf : Ya, bawa rekening Pelayan : Sudah lama saya berikan pada tuan untuk kedua kalinya T.N. Manaf : Aku tak ingat rekening bebalmu itu. Katakan saja;

berapa? Pelayan : Pertama tuan memesan makanan lengkap. Hari kedua

cuma makan sedikit ikan belida. Sudah itu tuan mulai memesan dengan hutang.

T.N. Manaf : Dungu. Ia muali menghitungnya dari awal. Berapa

jumlah semuanya? Residen : Tak perlyu susah-susah. Dia bisa menunggu. (pada

pelayan) Pergilah; nati uangnya dikirimkan ke bawah. T.N. Manaf : Ya, betul. (ia menyimpan uang. Pelayan pergi. Mat Akhir mengintip dari balik pintu)

Page 22: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Adegan X

Residen, Tengku Nurzaim Manaf, Mat Awal. Residen : Barangkali tuan ingin memeriksa beberapa lembaga yang

ada di kresidenan kami. Lembaga-lembaga sosial atau yang lain-lain. T.N. Manaf : Apa saja yang bisa dikunjungi di sini? Residen : Jadi tua dapat melihat bagaimana keadaan kami di sini. . .

ketertiban yang bagaimana.. . . T.N. Manaf : Dengan segala senang hati. Saya akan siap. (Mat Akhir

menjulurkan kepalanya)

Residen : Kalau tuan mau, sesudah itu kita bisa mengunjungi sekolah untuk melihat-lihat bagaimana ilmu pengetahuan diajarkan.

T.N. Manaf : Ya, ya, Residen : Lalu, kalau tuanmau mengunjungi penjara, tuan bisa

melihat bagaiaman kami memperlakukan penjahat-penjahat. T.N. Manaf : Kenapa penjara? Kita lebih baik memeriksa lembaga-

lembaga sosial. Residen : Terserah. Tuan ingin naik apa? Naik kereta tuan sendiri

atau naik keretaku? T.N. Manaf : Lebih baik naik keretamu saja. Residen : (pada Mat Awal) Kalau begitu untukmu tuidak ada tempat Mat Awal? Mat Awal : Tak masalah saya bisa berusaha sendiri. Residen : (berbisik pada Mat Awal) Kau pergi cepat. Antarkan dua

surat; satu buat Tuan Dahlan di rumah sakit dan satu buat isteriku. (pada Tengku Nurzaim Manaf). Apa boleh saya menulis surat sedikit kepada isteriku mengenai kehadiran tuan. Saya mau menyuruh dia bersiap-siap untuk menerima tamu terhormat.

T.N. Manaf : Tentu, tentu. . .ini tinta; kalu kertas, aku tidak tahu. .

bagaimana kalau punggung rekeneng ini bisa dipakai? Residen : Aku akan menulis di situ. (iam menulis sambi bicara)

Sekarang kita bisa lihat apa yang akan terjadi sehabis makan siang. Kami punya medeira hasil daerah kelihatannya tidak begitu menarik, tapi ia sanggup merebahkan gajah besar. Sekiranya aku bisa tahu siapa dia sebenarnya dan berapa jauh dia harus ditakuti. . ..

Page 23: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

(Setelah selesai ia menyerahkan surat itu kepada Mat Awal yang mendekati pintu. Tapi waktu itu pintu lepas dari engselnya dan Mat Akhir yang mengintip di luar jatuh kedalam kamar. Mat Akhir berdiri.) Residen : (pada TN Manaf, setelah membuat gerakan yang

menandakan ia tidak senang pada Mat Akhir) Tidak apa-apa, tuan bagaimana? Kita pergi sekarang. Natyi pelayan tuan ku suruh mengantarkan peti tuan. (Pada Udin) teman pindahkan semua ke rumahku, rumah Residen – semua orang tahu. Silahkan. (ia membiarkan TN Manaf ke luar dulu lalu ia mengikuti dari belakang. Lalu ia berbalim dan memarahi Mat Akhir). Lagi-lagi kau. Apa kau tak bisa jatuh ke tempat lain? Bagus betul kau terkangkang di sana bagai setan. (ia pergi. Mat Akhir ikut).

Layar Turun

BABAK KETIGA Adegan I

Sama; seperti Babak I. Nyonya Residen dan Jubaedah berdiri di depan jendela dengan posisi yang sama. Ny. Residen : Kita sudah sejam menunggu. Semua ini karena kamu

terlalu cerewet dengan bajumu. Kau sudah berpakaian baik, tapi tidak, kau masih saja periksa sini periksa sana. . . . Mestinya dia tidak saya perdulikan, menjengkelkan sekali. Tidak ada satu manusia pun, seolah-olah disengaja. Seolah-olah semuanya sudah mati.

Jubaedah : Ibu, dua menit lagi kita akan tahu semua. Rusli segera

kembali. (Ia menjulurkan kepalanya ke luar jendela lalu berseru) Ibu, ibu. Itu ada orang datang. Di ujung jalan.

Ny. Residen : Mana dia? Kau selalu pikiran yang aneh-aneh. Betul

juga, siapa itu? Tingginya sedang. . .pakai jas. . .siapa ya?! Hah. Ini betul-betul menjengkelkan. Siapa itu?

Jubaedah : Mat Awa, Ibu.

Ny. Residen : Kakakku Mat Awa yang kau lihat macam-macam saja. . . tidak mungkin Mat Awal. (ia melambai-lambaikan sapu

tangannya) Hei, kau cepat kemari. Cepat.

Jubaedah : Betul, ibu, itu Mat Awal.

Page 24: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Ny. Residen : Kau selalu ingin bertengkar denganku. Kataku itu bukan Mat Awal.

Jubaedah : Aha, apa kataku. Betul. Itu Mat Awal. Ny. Residen : Ya, itu Mat Awal. Aku bisa lihat kini—apa yang kau

ributkan? (berteriak) Cepat, cepat. Jalan kau terlalu lambat. Kemana mereka? Ha? Bicara dari sana saja. Apa? Terlalu jauh? Ha? Suamiku ke mana? (bersandar ke luar jendela) Sialan betul; dia tidak mau menceritakan apa-apa sebelum ia sampai ke mari.

Adegan II

Ny. Residen : Sekarang ceritakan. Apa kamu tidak malu? Aku percaya padamu sebagai seseorang yang sopan. Sejak kamu pergi tergesa-gesa, lalu kamu menyusul mereka. Sejak itu aku tidak dapat berita dari siapa pun juga. Apa kau tidak amlu? Aku berikan nama Hamid dan Haliza pada anak mu. Tapi perbuatannmu pada ku seperti ini.

Mat Awal : Saya lari begitu cepat untuk membuktikan kesetiaanku pada anda. Sampai saya kehabisan nafas. Salam Jubaedah.

Jubaedah : Apa kabar, Mat Awal. Ny. Residen : Apa berita yang kau bawa? Ceritakan apa yang terjad dan bagaimana kejadiaanya.

Mat Awal : Tuan Residen mengirimi kamu surat.

Ny. Residen : Seperti apa orang itu? Apa dia jenderal?

Mat Awal : Bukan, dia bukan jenderal. Tapi dalam soal pendidikan dan tatacar dia tidak kurang dari jenderal manapun.

Ny. Residen : Kalau begitu dia orang yang diceritakan dalam surat pada

suamiku. Mat Awal : Memang. Saya yang pertama kali tahu, bersama Mat

Akhir.

Ny. Residen : Sekarang ceritakan apa yang terjadi dan bagaimana kejadiannya.

Mat Awal : Syukurlah semuanya sudah beress. Mula-mula ia mau memperlakukan Residen dengan cara yang agak kasar. Ya, betul. Ia marah dan emngatakan semuanya buruk di losmen itu. Bahwa dia tidak sudi datang keruamhnya, dijuga tidak mau pergi ke penjara. Tapi kemudian setelah ia tahu bahwa Residen tidak bersalah dan bicara lebvih tegas dengannya, ia segera merubah sikapnya, hingga syukur-syukur semuanya berjalan dengan baik. Kini mereka lagi melihat-lihat lembaga sosial. . .Residen yakin bahwa di sana ada orang yang mengadu secara diam-diam. Saya sendiri agak takut.

Page 25: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Ny. Residen : Apa yang perlu kau takutkan? Kau kan bukan pegawai pemerintah.

Mat Awal : Ah, biasakan, kalau orang besar bicara, kita jadi takut. Ny. Residen : Oh, ada-ada saja. .. . Omong kosong. Sekarang ceritakan;

bagaimana rupanya. Apa dia muda atau tua?

Mat Awal : Muda—anak muda berumur 31 – 32 tahun mungkin. Tapi dia bicara bagai orang tua. “Silahkan,” katanya, “ Aku akan ke sana, juga ke sana,. . . . “(mengibaskan tangannya) Dan ia bicara dengan cara yang agung sekali. “Aku senang menulis dan membaca,” katanya, tapi aku tida senang dengan kegelapan kamar ini.”

Ny. Residen : Bagaimana rupanya. Hitam atau putih?

Mat Awal : Lebih mirip buah berangan. Dan matanya cepat bagai binatang-binatang kecil. Betul-betul menggelisahkan.

Ny. Residen : Apa yang dia tulis dalam surat ini? (ia membaca) “Dengan ini saya buru-buru memberi tau kau sayang, bahwa keadaanku menyedihkan; tapi berkat tuhan, barang, dua ketimun asin, dan setengah piring kaviar, dua pulu lima kopek – “ (diam) Aku tidak mengerti. Apa maksudnya ketimun dan kaviar ini?

Mat Awal : Oh, Residen menulis pesannya di atas secarik kertas u untuk menghemat waktu. rupanya semacam rekening makanan.

Ny. Residen : Oh, begitu (melanjutkan pembacaan) “Tapi berkat Tuhan, kelihatannya akan baik semuanya. Cepat sediakan kamar buat seorang tamu penting. Kamar yang diberi kertas kuning. Kau tidak usah bersusah payah menyiapkan makanan karena kami akan makan di rumah sakit bersama Tuan Dahlan, tapi pesan anggur sebanyak mungkin. Suruh Pratav Sign mengirimi anggurnya yang terbaik. Kalau tidak dia lakukan gudang anggurnya akan ku bongkar. Teriring salam sayang untukmu, Salam Residen.’. . . . Kita harus buru-buru. Hei siapa itu? Muslim?

Mat Awal : (berlari ke pintu lalu berseru) Muslim, Muslim, Muslim!!

Ny. Residen : Begini; cepat pergi ke pedagang Pratv Sign . .. tunggu, akan berikan surat. (ia duduk di meja lalu menulis surat sambil bicara terus) Berikan surat ini pada kusir, Sidor dan katakan padanya supaya ia berlari ke rumah Pratav Sign untuk mengambil anggur. Kau sendiri siapkan kamar untuk tamu. Sediakan sediakan tempat tidur, tempat cuci tangan dan sebagainya.

Mat Awal : Kini saya pergi dulu untuk melihat bagaimana jalannya pemeriksaan itu.

Ny. Residen : Pergilah saya tidak menahan kau.

Page 26: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Adegan III

Ny. Residen dan Siti Jubaedah

Ny. Residen : Nah, kita harus fikirkan bagaimana kita harus berpakaian. Dia orang kenes Boitenzorg—bogor. Jangan sampai ada yang ia tertawakan. Yang paling baik untuk kau pakai adalah gaun birumu dengan bacak-bacak kecil itu.

Jubaedah : Masa, yang biru itu ibu? Aku tidak suka. Anak Mr. Ruslan mengenakan gau biru, juga anak Tuan Dahlan. Tidak aku suka memakai bajuku yang berkembang-kembang.

Ny. Residen : yang berkembang-kembang . . . . itu cuma kau lakukan untuk membuat aku jengkel. Bajumu yang lain jauh lebih baik, karena aku mau memakai bajuku yang berwarna jerami. Aku senang sekali warna jerami.

Jubaedah : tidak bagus buat ibu.

Ny. Residen : Tidak bagus buat aku?

Jubaedah : Tidak. Aku bersedia bertaruh apa saja, pokoknya tidak cocok. Mata ibu mestinya hitam biru cocok dengan warna jerami.

Ny. Residen : ini sudah tidak keruan lagi. Apa mataku tidak hitam? Hitam sekali. Dia bicara seenaknya. Tidak bisa lain, kalau saban kali memeriksa nasibku dengan ratu ruit?

Jubaedah : ibu, biasanya dengan Ratu hart.

Ny. Residen : Omong kosong, betul-betul omong kosong. Aku tidak pernah ratu hart. (ia bergegas keluar bersama jubaedah dan terus berbicara sampai di luar panggung) Ada-ada saja yang ia bayangkan. Ratu hart. Apa pula maksudnya.

(setelah mereka keluar pintu terbuka lalu kelihatan Rusli melemparkan kotoran. Lewat pintu lain masuk Udin menjunjung peti)

Adegan IV

Rusli dan Udin

Udin : Kemana?

Rusli : Ke sini, paman ke sini.

Udin : Tunggu, aku bernafas dulu. Nasibku sama dengan anjing. Setiap beban rasanya lebih berat kalau kita kosong.

Rusli : Apa katamu paman? Apa jenderal itu segera akan ke mari?

Udin : Jenderal mana?

Rusli : Majikanmu

Udin : Makjikanku? Dia jenderal

Page 27: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Rusli : apa bukan begitu?

Udin : memang dia semacam jenderal.

Rusli : Apa itu lebih tinggi atau lebih rendah dari jenderal sebenarnya.

Udin : Oh, lebih tinggi, lebih.

Rusli : Tidak, kukira. Itu makanya mereka begitu sibuk.

Udin : Begini, bung kau kulihat orang pintar. Coba carikan makanan untukku.

Rusli : sekarang belum ada, lagi disiapkan untuk kau. Kau kan tidak boleh makan makanan biasa. Tapi nanti kalau majikanmu makan, kau juga akan dapat makanan yang sama.

Udin : makanan biasa apa yang ada sekarang.

Rusli : Sup, kubis, bubur, kue-kue.

Udin : Beri aku sup kubis, bubur dan kue-kue itu. Tidak apa, aku mau makan apa saja. Mari kita bawa peti ini. Apa ada jalan lai ke luar?

Rusli : Ada.

(mereka membawa peti itu ke dalam kamar di sebelah)

ADEGAN IV

Polisi membuka kedua pintu. Tengku Nurzaim Manaf masuk, diikuti Residen, Pengawas lembaga sosial, Pengawas sekolah, Mat Awal dan Mat Akhir. Yang terakhir memakai plester di hidungnya. Residen menunjuk ke secarik kertas di lantai; mereka buru-buru memungutnya hingga mereka melanggar.

T.N. Manaf : Lembaga yang bagus sekali. Aku senang kalian mau memperlihatkan semua pada pengunjung kota ini. Di kota-kota lain mereka tidak mau memperlihatkan apa-apa.

Residen : Di kota-kota lain, kalau aku boleh memberikan penjelasan, residen dan pejabat lainnya hanya memikirkan keuntungan mereka saja. Tapi di sini, aku boleh katakan, tidak ada fikiran lain dari pada menarik perhatian penguasa dengan jalan menjaga ketertiban dan kewaspadaan.

T.N. Manaf : Makanan tadi enak sekali. Aku makan terlalu banyak. Apa setiap hari kalian makan seperti itu?

Residen : hanya khusus buat tamu yang kami sambut.

T.N. Manaf : Aku senang makan. Untuk itu kita hidup; untuk mengecap kesenangan. Apa nama ikan itu?

Page 28: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

Tn. Dahlan : Ikan kod Aberdeen, tuan.

T.N. Manaf : Enak sekali. Di mana kita makan tadi—di rumah sakit?

Tn. Dahlan : Ya, tuan, di rumah sakit amal.

T.N. Manaf : Aku ingat. Ada beberapa tempat tidur di sana. Apa semua pasien sudah sembuh? Saya tidak melihat banyak orang sakit.

Tn. Dahlan : Ada sepuluh yang tinggal, tidak lebih. Yang selebihnya sudah sembuh . begitu kami atur. Semenjak kami mengambil alim pimpinan lembaga itu -- barangkali tuan tidak percaya – tapi semua mereka sembuh seperti lalar. Begitu seorang pasien masuk, begitu ia sembuh. Bukan karena obat-obatnya, tetapi karena pimpinannya dapat diandalkan.

Residen : Kewajiban-kewajiban seorang residen, kalau boleh kujelaskan, betul-betul memusingkan kepala. Segala macam hal harus dia hadapi, soal kesehatan, perbaikan, rekonstruksi,. . . .pendeknya orang yang paling pintar sekalipun bisa sakit kepala. Tapi berkat bantuan Tuhan semuanya berjalan dengan baik. Residen-residen di daerah lain tentu saja hanya memikirkan keuntungan pribadi. Tapi aku—tuan boleh percaya—bahkan waktu aku sudah merebahkan diri untuk tidur aku masih berpikir: “. . . .Ya Tuhan, apa yang harus ku lakukan supaya penguasa menghargai usahaku dan puas dengan hasilnya?”. . . Apa mereka mau memberi aku hadiah atau tidak, itu tentu terserah pada mereka. Tapi setidak-tidaknya aku bisa berdamai dengan hati sanubariku. Kalau dis eluruh kota sudah aman, kalau jalan-jalan sudah disapu bersih, orang-orang tangkapan dirawat dengan baik, dan beberapa pemabuk. . .apa bisa lebih dari itu yang bisa kukerjakan? Secara terus terang, aku tidak mengharapkan pujian. Tentu saja, pujian sangat menyenangkan, tapi kalau dibandingkan dengan kebaikan semuanya itu tidak lebih baik dari debu dan kesombongan.

Tn. Dahlan : (ke samping) Oho, si tamak, bukan main permainannya. Memang dia punya bakat.

T.N. Manaf : Itu betul. Aku sendiri harus akui, aku sekali-kali juga senang berfilsafat: aku mengemukakan hal-hal kadang dalam bentuk prosa kadang-kadang dalam bentuk puisi.

Mat Akhir : (pada Mat Awal) Cocok, semuanya cocok. Mat.

T.N. Manaf : Apa di sini tuan-tuan tidak pernah mengadakan hiburan atau berkumpul bersama-sama—dimana kita misalnya bisa main kartu?

Residen : (ke samping) Oho, bung, kami tahu apa yang kamu cari-cari. (lantang) tidak sama sekali. Bahkan kabar angin tentang adanya perkumpulan bersama tida ada. Dan aku belum pernah memegang kartu di tanganku. Bahkan aku tidak tahu bagaimana caranya main kartu. Aku tidak pernah bisa memperhatikannya dengan tenang. Dan kalau secara kebetulan aku sampai melihat barang seperti raja ret dan sebagainya, aku begitu muak hingga aku terpaksa meludah. Pernah sekali aku menghibur anak-anakku membuat rumah-rumahan dari kartu. Tapi sesudah itu semalam-malaman aku dapat mimpi paling jahat. Terkutuk. Aku tidak mengerti bagaimana orang bisa membuang waktu dengan pekerjaan seperti begitu.

Page 29: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

H. Agus Salim : (ke samping) Tapi kemarin aku kau sapu habis seratus rubel, bajingan.

Residen : Waktu itu lebih baik kumanfaatkan untuk kepentingan negara.

T.N. Manaf : Tuan Menilainya terlalu keras. . . . tergantung bagaimana kita memandangnya. Jika sekiranya kita menyatakan “pas” padahal kita harus menaikan tawaran kita. . .tentu saja. . . tidak, aku tidak sependapat: kadang-kadang main kartu bisa mengasyikan sekali.

ADEGAN VI

Sama tambah Ny. Residen dan Siti Jubaedah

Residen : Izinkan aku memperkenalkan keluargaku: istriku dan anakku.

T.N. Manaf : (membungkuk) Aku beruntung sekali, nyonya, dapat berkenalan dengan dengan nyonya.

Ny. Residen : Bagi kami lebih menyenangkan lagi dapat ketemu tokoh seperti tuan.

T.N. Manaf : Maaf, nyonya, sebaliknya: aku yang lebih senang

Ny. Residen : Bagaimana mungkin, tuan. Tuan berkata begitu untuk memuji. Silahkan duduk.

T.N. Manaf : berdiri di samping anda saja sudah merupakan kebahagiaan tersendiri: tapi kalau itu yang anda inginkan aku akan duduk. Akhirnya aku berbahagia duduk disamping anda.

Ny. Residen : Ah, tuan pujian itu terlalu banyak untukku. . . Kukira, kalau kita datang dari ibu kota, maka perjalanan di pedalaman tidak akan begitu menyenangkan.

T.N. Manaf : sangat tidak menyenangkan. Kalau kita terbiasa dengan, comprenez-vous, dengan pergaulan yang luas, tiba-tiba kita berada di jalan seorang diri: rumah makan yang kotor, kegelapan dari kebodohan . . . . Betul, kalau sekiranya bukan karena kesempatan ini (ia mengerlin pada Ny. Residen) yang telah memberikan imbalan untuk semua kesusahan. . .

Ny. Residen : Memang, buat tuan tentu sangat tidak menyenangkan.

T.N. Manaf : Tapi sekarang ini Nyonya, sangat menyenangkan sekali.

Ny. Residen : Betul begitu, tuan. Kehormatan yang tuan berikan itu terlalu besar. Aku tidak pantas menerimanya.

T.N. Manaf : Kenapa tidak pantas? Anda pantas menerimanya Nyonya.

Ny. Residen : Aku tinggal di pedalaman . . .

T.N. Manaf : Tapi pedalaman juga punya bukit-bukit dan sungai-sungi kecil . . . tentu saja kalau di bandingkan dengan Boitenzorg, ya, . . . . Oh, Boitenzorg. Hidup di sana bukan main. Anda barangkali mengira aku ini kerani biasa. Tapi tidak. Hubunganku erat sekali dengan kepala departemenku. Ia suka menepuk bahuku dan

Page 30: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

berkata: “Mari kita makan sama-sama, kawan!” Aku hanya mampir dua menit ke kantor, cukup untuk emninggalkan pesan bagaimana semuanya harus dikerjakan. Lalu kerani kecil, kasihan dia, mulai menulis dengan penanya. . . Mereka mau mengangkat aku jadi pegawai tingkat delapan, tapi aku pikir-pikir, buat apa? Dan pesuruh-pesuruh berlarian naik tangga membawa sikat: “Tuan Manaf,” katanya, “Izinkan aku menyikat sepatu tuan.” (pada Residen) Kenapa tuan berdiri? Silahkan duduk.

Residen, Dahlan, Agus Salim : Pangkat kami masih rendah, hingga kami biasa berdiri. Biarlah, jangan hiraukan kami.

T.N. Manaf : Mari kita lupakan pangkat. Silahkan duduk

(Residen dan yang lain-lain duduk) Aku tidak suka yang resmi-resmian. Sebaliknya aku selalu berusaha menyelinap tanpa dilihat orang. Tapi adalah suatu hal yang mustahil untuk menyembunyikan diri kita. Mustahil. Begitu aku keluar ada saja yang berkata: “Itu tuan Nurzaim Manaf” malah, sekali, pernah aku mereka kira panglima mereka; serdadu-serdadu berlompatan dari gardu lalu langsung memberi hormat senjata. Sesudah itu seorang perwiran yang ku kenal berkata: “Kawa, kami betul-betul emngira anda panglima kami.”

Ny. Residen : Oh, betul?

T.N. Manaf : Aku kenal artis-artis canting sebab aku suka menulis skets-skets teater . . . aku sering ketemu pengarang-pengarang. Aku bersahabat dengan Pusykin. Aku sering berkata padanya, “Apa kabar Pusykin?” “Ah begitulah,” begitu dia menjawab, “sedang-sedang saja . . . “ dia memang orang besar.

Ny. Residen : Jadi tuan juga pengarang? Alangkah enaknya jadi pengarang. Dan tuan menulis untuk majalah-majalah?

T.N. Manaf : Ya, aku menulis untuk majalah-majalah. Buah karyaku banyak sekali: Pernikahan Figaro, Robert Iblis, Norma. Aku tidak ingat lagi judul-judulnya. Dan semuanya secara kebetulan. Aku tidak ingin menulis, tapi pemimpin-pemimpin teater berkata: “Tolonglah, tuliskan sesuatu untuk kami,” Ya, sudahlah, fikirku, “Jalan terus.” Lalu tiba-tiba, kalau tidak salah pada suatu malam, aku menyelesaikan semuanya hingga semua orang heran. Aku mudah sekali berfikir. Semua yang diterbitkan atas nama Baron Brambues” Kapal harapan dan Telegram Moskow – semuanya aku yang tulis.

Ny. Residen : Oh, kalau begitu, Jadi tuanlah Brambues.

Page 31: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com

T.N. Manaf : Tentu. Aku memperbaiki semua karangan mereka. Smirdin telah membayar aku sebanyak empat ribu rubel untuk pekerjaan itu.

Ny. Residen : Yuri Miloslavsky kukira karya tuan juga.

T.N. Manaf : Ya, itu karya ku.

Ny. Residen : Aku sudah kira.

Jubaedah : Tapi, dikulitny dituliskan, buku itu dikarang tuan Zagoskin.

Ny. Residen : Kau begitu. Aku tahu di sinipun kau akan berdebat.

T.N. Manaf : Ah, betul, betul. Itu buku Zagoskin. Tapi ada Yuri Miroslavsky yang lain. Itu karyaku.

Ny. Residen : Kukira aku sudah membaca karangan tuan. Bagus sekali.

T.N. Manaf :

Page 32: Inspektur Jenderal - Nikolai Gogol

Perpustakaan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung www.sastra-indonesiaraya.blogspot.com