Irma Diana Tugas Humaniora Geng Motor

Embed Size (px)

Citation preview

Tugas IndividuMata Kuliah : HumanioraDosen : Haeruddin K, S.S., M.Kes,PUNKKERSDAN GENG-GENG MOTOR DI LINGKUNGAN MASYARAKAT

Nama : Irma DianaNim : 14 3145 301 170Kelas : E

STIKES MEGA REZKY MAKASSARPRODI D-IV BIDAN PENDIDIK2014

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSaat inipunkkersdan geng-geng motortelah menjadi gejala sosial yang sangat meresahkan masyarakat. Kehadiran kelompok-kelompok remaja dengan penampilan khasnya itu identik dengan kekerasan. Melalui tayangan televisi, kita dapat menyimak mereka menjalankan aksi brutal di jalanan. Mereka juga digambarkan sebagai kaum remaja yang sering membuat keributan dan sudah dicap negative oleh kalangan masyarkat umum. Para anggota punk ini sering dikenal degan sebutan Punkers.Dalam bahasa psikoanalisis Sigmund Freud (1856-1939), kaum remaja itu lebih mengikuti kekuatan id (dorongan-dorongan agresif) ketimbang superego (hati nurani). Keberadaan ego (keakuan) mereka gagal untuk memediasi agresivitas menjadi aktivitas sosial yang dapat diterima dengan baik dalam kehidupan sosial (sublimasi).Namun, pendekatan psikologis itu sekadar mampu mengungkap persoalan dalam lingkup individual. Itu berarti nilai-nilai etis yang berdimensi sosial cenderung untuk dihilangkan. Padahal, kehadiran Punkers lebih banyak berkaitan dengan problem sosiologis.Definisi tentang kedua geng itu sendiri sangat jelas identik dengan kehidupan berkelompok. Hanya saja geng memang memiliki makna yang sedemikian negatif. Geng bukan sekadar kumpulan remaja yang bersifat informal. Geng (gank) adalah sebuah kelompok penjahat yang terorganisasi secara rapi. Dalam konsep yang lebih moderat, geng merupakan sebuah kelompok kaum muda yang pergi secara bersama-sama dan seringkali menyebabkan keributan.B. Rumusan MasalahDari latar belakang mengenai Punkers tersebut dapat di rumuskan beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut:1. Mengapa ada sebagian kalangan remaja yang mudah terbujuk untuk mengikutiPunkkersdan geng-geng motor?2. Benarkah seluruh fenomena itu sekadar persoalan psikologis, ataukah justru lebih bercorak sosiologis? Apabila problem sosial itu dilihat dari perspektif psikologistis, maka penilaian yang muncul adalah kaum remaja yang menjadi anggotaPunkkers/geng tersebut sedang melampiaskan hasrat tersembunyinya3. Mengapa sekalipun geng identik dengan pola-pola sosial yang negatif, kaum remaja relatif mudah tergelincir memasuki kelompok sejenis itu? Apabila kita mengikuti pemikiran Jurgen Habermas, kaum remaja yang terlibat dalam kehidupan geng sebenarnya sedang mengalami distorsi komunikasi. Kaum remaja tidak mampu memahami atau sengaja tidak sudi untukmenyepakati aturan-aturan budaya, masyarakat, dan komunitas tempat berfungsinya dengan baik. Padahal, dalam aturan-aturan itu dapat ditelusuri latar belakang sosial dan kultural yang memberikan kemungkinan membayangkan diri kita dalam posisi orang lain.Komunikasi yang terdistorsi itulah, yang menjadikan anggota-anggota geng lebih permisif untuk melakukan kekerasan. Itu disebabkan karena mereka telah kehilangan sensitivitas terhadap kehadiran pihak lain. Bahkan rasa simpati dilenyapkan begitu saja.Tidak aneh, jika anggota-anggota Punkers memiliki preferensi untuk memaksa, dan setidaknya menggertak pihak yang dianggap lebih lemah untuk mengikuti kehendak mereka. Cara-cara kekerasan fisik dan verbal sengaja dilakukan untuk menundukkan pihak yang dipandang tidak sejalan. Itulah yang disebut sebagai praktik bullying yang dapat terjadi di lokasi mana pun, baik di sekolah maupun jalanan. Melalui pemahaman demikian, tampaknya lebih tepat apabila kehadiran Punkers dilihat sebagai gejala deviasi atau penyimpangan sosial.Kaum remaja yang terlibat dalam kehidupan geng sebenarnya sedang mengalami distorsi komunikasi. Kaum remaja tidak mampu memahami atau sengaja tidak sudi untuk menyepakati aturan-aturan budaya, masyarakat, dan komunitas tempat berfungsinya dengan baik.Hal tersebut dikarenakan para anggota Punkers secara sadar melakukan pelanggaran terhadap norma-norma sosial. Perasaan khawatir bahwa geng ini akan merebak atau menular layaknya bahaya patologis pun dapat dimengerti. Sebab, apa yang disebut sebagai kenakalan remaja tidak dapat lahir sendiri.Kenakalan atau penyimpangan sosial remaja, yang terlihat dengan bertumbuhnya geng, ditransmisikan dan dipelajari dari kelompok yang satu kepada kelompok yang lain. Terlebih lagi remaja sangat rentan untuk melakukan tindakan-tindakan peniruan, apalagi terhadap perilaku yang dianggap sebagai mode (fashion) yang menimbulkan heroisme dan rasa bangga.C. TujuanTujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendiskripsikan secara singkat tentang beberapa kenakalan remaja yang saat-saat ini berkembangbiak di masyarakat, terutama bagi kalangan remaja. Karena bagaimanapun remaja memiliki suatu ego yang besar sehingga sulit untuk mengontrol diri dari hal-hal negative. Hal ini desebabkan oleh minimnya penanaman nilai-nilai agama (akhlak) sehingga para remaja tidak memiliki benteng untuk menfilter maupun menghindari hal-hal negative tersebut. Hal ini diperkuat dengan lingkungan yang serba cuek ataupun bahkan memberikan contoh-contoh negative, sehingga semua hal-hal yang berbau negative seakan-akan mendapat pupuk ataupun angin segar untuk berkembangbiak. Karena bagaimanapun yanghaqdan yangbatilitu jelas jadi kita tidak boleh membiarkan yang batil itu berkembangbiak. Pepatah mengatakan janganlah engkau bermain-main dengan api, karena engkau pasti akan terkena percikannya. Dalam makalah ini kami mencoba untuk membahas secara singkat tentangpunkkersdangeng motor.

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

Kenakalan remaja (Punkker danGeng motor) dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang.Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan.Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988,26), mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang.Masalah sosial perilaku menyimpang dalam tulisan tentang Punkers danGeng motorDalam Kehidupan Remaja bisa melalui pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual melalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan sosialisasi, perilaku akan diidentifikasi sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati belajar sosial (sosialisasi). Tentang perilaku disorder di kalangan anak dan remaja (Kauffman , 1989 : 6) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya. Ketidak berhasilan belajar sosial atau kesalahan dalam berinteraksi dari transaksi sosial tersebut dapat termanifestasikan dalam beberapa hal.Proses sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap. Salah satu variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi tindakan kriminal oleh karena lokasi tersebut mempunyai karakteristik tertentu, misalnya (Eitzen, 1986 : 400), mengatakan tingkat kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota pada umumnya berada pada bagian wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan di bawah standar, overcrowding, derajat kesehatan rendah dari kondisi serta komposisi penduduk yang tidak stabil Sutherland dalam (Eitzen,1986) beranggapan bahwa seorang belajar untuk menjadi kriminal melalui interaksi. Apabila lingkungan interaksi cenderung devian, maka seseorang akan mempunyai kemungkinan besar untuk belajar tentang teknik dan nilai-nilai devian yang pada gilirannya akan memungkinkan untuk menumbuhkan tindakan kriminal.Mengenai pendekatan sistem, yaitu perilaku individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari sistem sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber masalah. Dikatakan oleh (Eitzen, 1986:10) bahwa seorang dapat menjadi buruk/jelek oleh karena hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pada masyarakat yang mengalami gejala disorganisasi sosial, norma dan nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilaku. Di dalam masyarakat yang disorganisasi sosial, seringkali yang terjadi bukan sekedar ketidak pastian dan surutnya kekuatan mengikat norma sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidak memperoleh sanksi sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar.

BAB IIIDiskusi Permasalahan Dan Pembahasan

BERITA tentang perilakupunkkersdangeng motorakhir-akhir ini bisa dianggap sudah sangat meresahkan masyarakat, sehingga dapat dikategorikan sebagai kondisi patologi sosial, penyakit masyarakat yang perlu segera diobati.Lembaga kepolisian sampai mempermaklumkan akan menembak di tempat anggotaPunkkersmaupungeng motoryang melakukan kebrutalan.Perang antarPunkkersdan geng kerap menimbulkan korban luka hingga korban jiwa. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, saat ini aksi Punkers sudah bukan tawuran antarPunkkerslagi, namun sudah melibatkan masyarakat umum sebagai korban mereka.Subkultur geng anak muda, kata kriminolog Cloward dan Ohlin, akan tumbuh subur tergantung pada tipe atau cara pertentangan di mana mereka tinggal. Ada tiga tipe geng:1) geng pencurian (thief gangs), mereka berkelompok melakukan pencurian yang mula-mula hanya untuk menguji keberanian anggota kelompok.2) geng konflik (conflict-gangs) kelompok ini suka sekali mengekpresikan dirinya melalui perkelahian berkelompok supaya tampak gagah dan pemberani.3) geng pengasingan (retreats gangs), kelompok geng ini sengaja mengasingkan dirinya dengan kegiatan minum minuman keras, atau napza yang kerap dianggap sebagai suatu cara pelarian dari alam nyata.Tetapi bisa saja sebuah geng memiliki lebih dari satu macam tipe.Dalam geng acapkali tumbuh subkultur kekerasan (subculture of violence). Munculnya subkultur itu disebabkan oleh adanya sekelompok orang yang memiliki sistem nilai yang berbeda dengan kultur dominan.Masing-masing subkultur memiliki nilai dan peraturan berbeda-beda yang kemudian mengatur anggota kelompoknya. Nilai-nilai itu terus berlanjut karena adanya perpindahan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya.Berlatar belakang pengetahuan tentang berbagai jenis geng, kini perlu diteliti secara objektif keberadaan komunitas Punk di Indonesia. Dari hasil penelitianpunkkersmaupungeng motordapat diidentifikasi bercirikan: punya identitas (nama, ornamen pembeda, lambang, dsb). Kelompok ini identik dengan minuman keras, obat-obatan terlarang (ganja,sabu-sabu,ektasi,etc), freesexs, berkendaraan,bergerombol, dengan penampilan khasnya yang terlihat urak-urakan; dan memiliki semacam daerah kekuasaan, dan musuh berupa Punkers lainnya.1. Karakteristik keanggotaanKarakteristik anggotaPunkkersmaupungeng motoradalah sebagai berikut: usia antara 14-32 tahun; kebanyakan berjenis kelamin laki-laki; sangat bangga dengan statusnya sebagai salah satu anggota Punkers; agresif dan menantang bahaya; tingkat pendidikan antara SMP sampai dengan perguruan tinggi; menjadi anggota Punkers atas ajakan rekan sekolah maupun lingkungan.Apabila geng mereka diekspos di media massa, mereka merasa sangat bangga, sehingga semakin berlomba-lomba untuk lebih banyak melakukan perilaku yang mereka anggap menimbulkan sensasi yang akan dipublikasikan oleh media.Kadang-kadang mereka tidak menyadari bahwa perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan kriminal. Misalnya merampas milik orang lain, melakukan tindak kekerasan, tawuran antargeng, dan melakukan pembunuhan terhadap anggota geng lain . Namun setelah kami melakukan interview langsug pada komunitas geng tersebut(Punkkers Gresik), semua realita diatas tidak sesuai dengan tujuan utama terbentuknyaPunkkersdan geng-geng tersebut. Karena tujuan utama pendirian kelompok tersebut merupakan upaya (expresi) penolakan terhadap benyaknya peraturan-paraturan dalam masyarakat yang banyak membatasi kegiatan (aktivitas) mereka.Menurut hasil analisis kami, hal ini terjadi karena mereka tidak sadar bahwa ada kemungkinan terbuka peluang bagi para penjahat yang menyusup ke dalampunkkersmaupungeng motor, sehingga masyarakat menganggap perilaku kriminal tersebut dilakukan oleh para remaja yang sebenarnya tidak berniat untuk melakukan tindak kriminal. Penyusupan tersebut sulit untuk diidentifikasikan, karena jumlah Punkers di kota-kota sangat banyak.Dan ketika melakukan operasi, mereka menggunakan penutup yang menutupi seluruh wajah.Jadi sulit sekali mengidentifikasi pelaku.Inilah yang membuat polisi melakukan tindakan represif dan mempermaklumkan tindakan tembak di tempat untuk para pelaku kekerasan darigeng motor. Namun demikian, polisi harus berhati-hati menumpas perilaku kriminal tersebut, sehingga masyarakat tidak resah, terutama bagi para orang tua yang kebetulan anak remajanya terlibat dalamPunkkersmaupungeng motor. Polisi harus benar-benar bekerja keras untuk menyisir mana remaja yang delinquent dan mana para kriminal yang berkedokgeng motoratupunpunkkersjuga provokator.Membubarkan atau melarang tumbuhnya Punkers bukan merupakan jalan keluar yang baik, bahkan akan jadi bumerang bagi penegakan hukum. Karena akan melahirkan masalah sosial yang baru; remaja akan kehilangan ruang publik untuk berekspresi diri, dan mencari kegiatan lain yang boleh jadi lebih patologis wujudnya, misalnya kebut-kebutan di jalan.2. Faktor Kenakalan RemajaBerdasarkan perkembangan zaman saat ini adapun yang menjadi faktor-faktor penyebab kenakalan remaja saat ini adalah:a) Faktor internFaktor internadalah faktor yang datangnya dari dalam tubuh remaja sendiri. Faktor intern ini jika mendapatkan contoh-contoh yang kurang mendidik dari tayangan televisi akan menimbulkan niat remaja untuk meniru adegan-adegan yang disaksikan pada isi program televisi tersebut. Khususnya menyangkut masalah pergaulan remaja di zaman sekarang yang makin berani mengedepankan nilai-nilai budaya luar yang tidak sesuai dengan adat budaya bangsa. Akhirnya keinginan meniru tersebut dilakukan hanya sekedar rasa iseng untuk mencari sensasi dalam lingkungan pergaulan dimana mereka bergaul tanpa batas dan norma agar dipandang oleh teman-temannya dan masyarakat sebagai remaja yang gaul dan tidak ketinggalan zaman.Timbulnya minat atau kesenangan remaja yang memang gemar menonton acara televisi tersebut dikarenakan kondisi remaja yang masih dalam tahap pubertas. Sehingga rasa ingin tahu untuk mencontoh berbagai tayangan tersebutyang dinilai kurang memberikan nilai moral bagi perkembangan remaja membuat mereka tertarik. Dan keinginan untuk mencari sensasipun timbul dengan meniru tayangan-tayangan tesebut, akibat dari kurangnya pengontrolan diri yang dikarenakan emosi jiwa remaja yang masih labil.b) Faktor eksternFaktor eksternadalah faktor yang datangnya dari luar tubuh remaja. Faktor ini dapat disebut sebagai faktor lingkungan yang memberikan contoh atau teladan negatif serta didukung pula oleh lingkungan yang memberikan kesempatan.Hal ini disebabkan karena pengaruh trend media televisi saat ini yang banyak menampilkan edegan-adegan yang bersifat pornografi, kekerasan, hedonisme dan hal-hal yang menyimpang dari nilai moral dan etika bangsa saat ini. sepertinya media televisi telah memaksa remaja untuk larut dalam cerita-cerita yang mereka tampilkan seolah-olah memang begitulah pergaulan remaja seharusnya saat ini. Yang telah banyak teradopsi oleh nilai-nilai budaya luar yang kurang dapat mereka seleksi mana yang layak dan yang tidak layak untuk ditiru.

3. Minimnya perhatian dari Orang Tua dan LingkunganHal tersebut memberikan dampak buruk pula bagi remaja untuk mudah larut dalam hal-hal negatif.Baik dari tayangan televisi maupun dari pergaulan teman-temannya. Kurangnya perhatian orang tua banyak para remaja mencari perhatian didunia luar. Mereka cenderung melakukan atau mencari kesenangan di lingkungan pergaulannya. Ikut-ikutan dan tak lagi dapat membedakan yang mana baik dan buruk.Rasa takut hilang karena menganggap banyak temannya yang melakukan hal keliru tersebut. Hingga akhirnya ketergantungan dan mereka terus melakukannya berulang kali seperti halnya biasa dan membentuk sebuah budaya yang tak bisa lepas dari hidup mereka. Seperti mengkonsumsi minuman keras, narkoba dan kegiatan lain yang dinilai dapat memberikan kesenangan sesaat. Dan dampak dari kegiatan tersebut akan menciptakan orang-orang yang hedonis.Faktor lain yang juga ikut berperan menjadi alasan mengapa remaja saat ini memilih bergabung dengangeng motoradalah kurangnya sarana atau media bagi mereka untuk mengaktualisasikan dirinya secara positif. Begitu juga dengan keterlibatannya menjadi anak-anak punk.Remaja pada umumnya, lebih suka memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Namun, ajang-ajang lomba balap yang legal sangat jarang digelar. Padahal, ajang-ajang seperti ini sangat besar manfaatnya, selain dapat memotivasi untuk berprestasi, juga sebagai ajang aktualisasi diri. Karena sarana aktualisasi diri yang positif ini sulit mereka dapatkan, akhirnya mereka melampiaskannya dengan aksi ugal-ugalan di jalan umum yang berpotensi mencelakakan dirinya dan orang lain.

4. PengendalianDalam literatur sosiologi (Paul B Horton dan Chester L Hunt, 1964: 140-146, dan Alex Thio, 1989: 176-182), ada tiga cara yang dapat dikerahkan untuk mengatasi deviasi sosial.yaitu:1) Internalisasi atau penanaman nilai-nilai sosial melalui kelompok informal atau formal. Lembaga-lembaga sosial, seperti keluarga dan sekolah, adalah kekuatan yang dapat membatasi meluasnyapunkkersataupungeng motor. Mekanisme pengendalian itu lazim disebut sebagai sosialisasi.Dalam proses sosialisasi itu, setiap unit keluarga dan sekolah memiliki tanggung jawab membentuk, menanamkan, dan mengorientasikan harapan-harapan, kebiasaan-kebiasaan, serta tradisi-tradisi yang berisi norma-norma sosial kepada remaja. Bahkan, hal yang harus ditegaskan adalah sosialisasi yang bersifat informal dalam lingkup keluarga jauh lebih efektif. Sebab, dalam domain sosial terkecil itu terdapat jalinan yang akrab antara orang tua dengan remaja.2) penerapan hukum pidana yang dilakukan secara formal oleh pihak negara. Dalam kaitan itu, aparat penegak hukum, seperti kepolisian, pengadilan, dan lembaga pemenjaraan, digunakan untuk mengatasigeng motormaupunpunkkers.Keuntungannya adalah penangkapan dan pemberian hukuman kepada anggota-anggotageng/punkkersyang melakukan tindakan kriminal mampu memberikan efek jera bagi anggota-anggota atau remaja lain. Kerugiannya, aplikasi hukum pidana membatasi kebebasan pihak lain yang tidak berbuat serupa. Bukankah dalam masyarakat ada kelompok-kelompok pengendara sepeda motor yang memiliki tujuan-tujuan baik, misalnya untuk menyalurkan hobi automotif? Selain itu bukankah ada juga pembentukan kelompok-kelompok yang bertujuan untuk positif? Seperti kelompok peduli lingkungan dan hutan Indonesia, etc.3) dekriminalisasi yang berarti bahwa eksistensi geng-geng motorataupunpunkkersjustru diakui secara hukum oleh negara. Tentu saja, dekriminalisasi bukan bermaksud untuk melegalisasi kejahatan, kekerasan, dan berbagai pelanggaran norma-norma sosial yang dilakukan remaja. Dekriminalisasi memiliki pengertian sebagai kejahatan yang tidak memiliki korban. Prosedur yang dapat ditempuh adalah pihak pemerintah dan masyarakat membuka berbagai jenis ruang publik yang dapat digunakan kaum remaja untuk mengekspresikan keinginannya, terutama dalam menggunakan kendaraan bermotor. Lapangan terbuka atau arena balap bisa jadi merupakan jalan keluar terbaik. Kehadirangeng motordanpunkkersmerupakan fenomena sosial yang harus direspons secara proporsional. Menanggapi kemunculan mereka dengan lagak sok moralistis atau menunjukkan sikap sebagai aparat negara dan orang tua yang sedemikian histeris, justru dengan mudah memancing kaum remaja menjadi semakin sinis.

5. Penanaman Nilai-nilai AgamaSebagai upaya preventif terhadap peningkatan jumlah anggotageng motordanpunkkersdi kemudian hari, perlu dilakukan penanaman nilai-nilai agama sejak dini. terutama tentang akhlaq (moral dan etika).Dengan begitu anak akan mengetahui mana yang layak dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Sehingga pada saat mereka sudah mulai berinteraksi dengan masyarakat mereka tahu batasan-batasan dan aturan yang harus dipatuhi.Salah satu solusi yang bisa memperbaiki keadaan mereka secara efektif adalah peran; kepedulian; dan kasih sayang orang tua mereka sendiri.Solusi ini akan lebih efektif, mengingat penyebab utama mereka memilihgeng motordanpunkkerssebagai bagian kehidupannya adalah karena mereka merasa jauh dari kasih sayang orang tua. Dalam menterapi anaknya yang sudah terlanjur terlibat anggotageng motor, orang tua bisa bekerja sama dengan psikolog yang mereka percayai. Sehingga secara pasikologis sedikit demi sedikit anak akan mendapatkan kembali kenyamanan berada dalam kasih sayang orang tua selain itu kita sebagai mahluk Allah swt juga berkewajiban memasukkan nilai-nilai religius kepada para anak didik kita. Karena bagaimanapun kita harus mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetepkan oleh sang pencipta, selain itu yang menjadi benteng paling efektif untuk mencegah nilai-nilai negatif yang sudah dijelaskan diatas hanyalah agama.Contoh Kasus : Berikut daftar korban tewas aksi geng motor dalam beberapa bulan terakhir di Makassar:

20 Juni 2014Alfandi Ramadhan (15), warga BTN Bumi Bosowa Indah Gunung Sari Kecamatan Rappocini, tewas dipanah anggota geng motor di Jalan Veteran Selatan, Kelurahan Mandala, Kecamatan Mamajang, Makassar.

27 Juni 2014Fandi Alamsyah Fujaya, 15 tahun, warga Jalan Nuri Kecamatan Mariso, tewas setelah dikeroyok geng motor di dekat rumahnya.

6 September 2014Muhammad Riswan (22), warga Jalan Salodong Kelurahan Bulurokeng, tewas dipanah anggota geng motor 6 September. Riswan tewas pada 9 September.

7 September 2014Wahyudi (22) tewas setelah dipanah di bagian kepala belakang telinga sebelah kiri, bagian leher, serta di atas kemaluannya

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

Tindak kekerasan yang dilakukangeng motordanpunkkersini merupakan cermin kondisi masyarakat yang sedang sakit dan tengah mengalami krisis multidimensi yang berkepanjangan.Penanganangeng motordanpunkkerssendiri tidak dapat dilakukan secara represif karena anggota-anggotanya kebanyakan berasal dari kalangan remaja. Hukum memang harus ditegakkan, tetapi tetap harus dipilah-pilah.Di tengah kondisi masyarakat yang sedang mengalami patologi, sanksi yang bersifat represif bukanlah obat yang mujarab. Bentuk sanksi yang bersifat represif seperti ancaman tembak di tempat maupun ancaman dikeluarkan dari sekolah, tidak tepat.Pasalnya sanksi represif justru tidak akan membuat anggotageng motordanpunkkersmenjadi jera. Justru dikhawatirkan remaja yang menjadi anggota-anggotanya menjadi penjahat besar.Untuk anggotageng motordanpunkkersyang masih remaja, sebaliknya dilakukan pendekatan secara psikologis dan sosiologis. Penanganannya tetap perlu melibatkan masyarakat secara luas, terutama melibatkan peran orang tua secara aktif. Orang tua menjadi ujung tombak penting.Membubarkangeng motorjuga bukan solusi yang tepat. hal itu malah menimbulkan tindak kriminalitas baru.Penanganan terhadapgeng motordanpunkkerstak hanya sebatas dengan cara-cara hukum. Polisi tetap mengedepankan cara-cara lain dengan melibatkan orang tua, guru dan masyarakat secara luasBagi anggotageng motordanpunkkersyang terbukti melakukan tindak kriminal, polisi tetap memberikan sanksi hukum.Sanksi hukum diharapkan dapat menjadi efek jera. berharap penanganan yang dilakukan dapat menjadi obat yang tepat. Sebab, jika obat tersebut keliru, dikhawatirkan di masa mendatang fenomenageng motordanpunkkersdengan aksi kekerasannya justru semakin marak.Jika melihat kenakalan remaja yang dilakukan olehgeng motordanpunnkers, makasaranyang dapat diajukan adalah:1) sebaiknya masalah tindak pidana yang dilakukan oleh kelompok tersebut diatas diatur secara khusus dalam sebuah peraturan daerah (perda) yang tentu saja secara yuridis harus mengacu pada perundang-undangan yang lebih tinggi. Isi perda memuat ketentuan penanganan masalah kejahatan remaja yang meliputi empat unsur, yaitu unsur preventif, unsur represif, unsur kuratif, dan unsur koordinatif.Ketentuan sanksinya dibuat lebih tegas, tidak hanya terhadap pelaku tetapi juga kepada anggota kelompok geng lainnya yang mempengaruhi untuk melakukan tindak kejahatan. Dan yang sangat penting pula adanya penyuluhan hukum kepada anggotageng motordanpunnkersagar mereka melek hukum.2) penanganan masalah tindak pidana yang dilakukangeng motordanpunnkersharus melibatkan berbagai pihak dalam masyarakat. Upaya pembinaan dilakukan tidak hanya terhadap pelaku tindak pidana juga terhadap semua unsur dalam masyarakat, yaitu aparat penegak hukum, instansi terkait, dan masyarakat luas. Karena adanya aparat penegak hukum yang profesional mutlak diberlakukan dalam upaya penegak hukum.Begitu juga pada masyarakat, dengan dilakukannya pembinaan tersebut, diharapkan terjadi peningkatan kesadaran hukum masyarakat untuk mematuhi peraturan yang ada, tidak melakukan ejekan dan sangkaan buruk terhadap remaja yang tergabung dalam kelompok geng bermotor. Terutama peran pihak keluarga remaja diperlukan agar dapat lebih memperhatikan kebutuhan dan kasih sayang yang seharusnya didapatkan oleh para remaja seusianya, serta memberikan bimbingan yang lebih baik terhadap apa yang mereka lakukan.3) untuk remaja sendiri diperlukan sikap mawas diri dalam melihat kelemahan dan kekurangan diri sendiri dan melakukan introspeksi dan koreksi terhadap kekeliruan yang telah dilakukan. Sebaliknya, orang tua dan para pembina remaja harus memperbanyak kearifan, kebaikan, dan keadilan, agar orang dewasa dapat dijadikan panutan bagi anak-anak muda demi perkembangan dan proses kultivasi generasi muda penerus bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Faizah, S.Ag, M.A dan H. Lalu Muchsin Effendi, Lc., M.A.Psikologi Dakwah.Jakarta : Kencana, 2006. Walgito,Bimo. Prof. Dr. (R004)Pengantar Psikolagi Umum. Yogyakarta :Andi Ofset

Kartono, Kartini,Psikologi Umum. (Bandung: Mandar Maju,1996)

Irwanto, Drs.dkk.Psikologi Umum.Jakarta, 2002. http://www.tempo.co/read/news/2014/09/11/058606017/Daftar-Korban-Kekejaman-Geng-Motor-Makassar