Upload
helltothelaw
View
8
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PKM KELELAWAR
Citation preview
1
A. JUDUL
Keanekaragaman Jenis dan Faktor Pendukung Keberadaan Kelelawar
Penghuni Gua Di Kawasan Karst Batu Tangga, Kabupaten Hulu Sungai
Tengah, Kalimantan Selatan.
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Karst merupakan suatu bentang alam yang rumit dan terbentuk dalam
kurun waktu jutaan tahun. Kerumitan tersebut meliputi yang ada di permukaan
(eksokarst) dan yang ada di dalamnya (endokarst) serta yang lebih rumit lagi
adalah terjadinya interaksi antara keduanya secara fisik, kimia dan biologis.
IUCN (1997) dalam Samodra (2001) menyatakan bahwa bentang karst
memiliki sisi penting dari keragaman bumi.
Kalimantan Selatan sebagai salah satu provinsi yang ada di Pulau
Kalimantan, memiliki wilayah yang terdiri dari dataran rendah berbukit-bukit
dan lahan berawa. Kalimantan Selatan juga memiliki kawasan karst yang
secara geologi tatanannya berbeda dengan kawasan karst di Pulau Jawa.
Kawasan karst di Kalimantan Selatan merupakan batuan sedimen yang secara
geologis berusia muda, termasuk juga batuan pasir, lumpur dan kapur.
Kalimantan Selatan juga memiliki banyak sistem sungai besar. Sungai-sungai
ini memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan distribusi
beberapa jenis mamalia. Sungai-sungai sering menandai batas antara jenis dan
anak jenis mamalia (Payne et al., 2000). Kondisi ini membuat Kalimantan
Selatan mempunyai potensi berupa gua-gua di kawaasan kars yang menjadi
habitat bagi berbagai jenis fauna, sehingga sangat mungkin memiliki tingkat
biodiversitas yang tinggi salah satunya kelelawar penghuni gua. .
Perlu diketahui sejauh ini kawasan karst dianggap hanya memiliki
potensi sebagai bahan galian golongan C saja, sehingga pada akhirnya akan
rusak dan hal yang sama juga terjadi pada kawasan karst di Kalimantan
Selatan. Kawasan karst yang rusak tidak dapat diperbaharui kembali. Hal ini
terjadi karena sangat minimnya pengetahuan mengenai fungsi keberadaan
2
kawasan karst di Kalimantan Selatan, termasuk biodiversitas yang ada di
daerah tersebut, salah satunya adalah kelelawar.
Pemanfaatan kawasan karst yang tidak bijaksana seperti eksploitasi
untuk bahan galian golongan C akan berdampak negatif pada keberadaan
populasi kelelawar penghuni gua, yang pada akhirnya berdampak negatif pula
terhadap keseimbangan lingkungan di kawasan tersebut dan punahnya spesies-
spesies langka, apalagi hingga saat ini di negara kita masih minim data-data
mengenai keanekaragaman dan peranan kelelawar.
Berdasarkan beberapa alasan inilah, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang keanekaragaman jenis dan faktor pendukung
keberadaan kelelawar penghuni gua di kawasan karst Batu Tangga, Kabupaten
Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
C. PERUMUSAN MASALAH
1. Apa saja jenis kelelawar penghuni gua yang ada di kawasan karst Batu
Tangga, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan?
2. Apa saja faktor pendukung keberadaan kelelawar penghuni gua yang ada di
kawasan karst Batu Tangga, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan
Selatan?
D. TUJUAN
1. Mengetahui jenis kelelawar penghuni gua yang ada di kawasan karst Batu
Tangga, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
2. Mengetahui faktor pendukung keberadaan kelelawar di kawasan karst Batu
Tangga, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
E. LUARAN YANG DIHARAPKAN
Luaran yang diharapkan dari program penelitian ini adalah artikel ilmiah
yang memuat data primer kenekaragaman jenis dan dan faktor pendukung
keberadaan kelelawar penghuni gua di kawasan karst Batu Tangga, Kabupaten
Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Hasil penelitian ini juga dapat
3
dijadikan sebagai dasar evaluasi kebijakan pemerintah setempat dalam
pengelolaan kawasan karst, mengingat selama ini kawan karst dianggap hanya
memiliki potensi berupa bahan tambang golongan C saja, padahal kawasan
karst juga memiliki potensi hayati yang memiliki peranan penting dalam
sebuah ekosistem. Luaran ini akan dipublikasikan pada beberapa jurnal ilmiah
maupun seminar-seminar dan diberikan kepada Badan Konservasi Sumber
Daya Alam (BKSDA) setempat dalam bentuk laporan hasil penelitian yang
berisi rekomendasi terkait pengelolaan kawasan karst yang dijadikan sebagai
lokasi penelitian.
F. KEGUNAAN
1. Dalam bidang penelitian
Hasil penelitian yang berupa data primer ini dapat dimanfaatkan
sebagai data awal untuk melakukan penelitian lanjutan di kawasan karst
Batu Tangga. Hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai data
pendukung bagi penelitian lain yang berkaitan.
2. Bagi akademisi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran bagi
akademisi untuk menggambarkan betapa pentingnya keberadaan kelelawar
maupun kawasan karst kepada peserta didiknya.
3. Bagi kelembagaan
Terutama yang bergerak dalam bidang lingkungan dapat
memanfaatkan data ini sebagai dasar dalam menentukan arah kebijakan,
langkah yang akan diambil dan pola pengelolaan suatu kawasan dalam
usaha konservasi kelelawar maupun kawasan karst sebagai salah satu
habitatnya.
4
G. TINJAUAN PUSTAKA
1. Kelelawar
a. Sistematika
Kelelawar merupakan takson yang berasal dari kingdom Animalia,
filum Chordata, infrakelas Eutheria, kelas Mammalia, superordo
Laurasiatheria dan ordo Chiroptera, yang digolongkan menjadi dua
subordo, yaitu kelelawar pemakan serangga (Microchiroptera) dan
kelelawar pemakan buah (Megachiroptera). Secara umum, kelelawar
hidup secara berkoloni namun ada juga yang hidup sendiri atau soliter
(Suyanto, 2001).
Di dunia terdapat 18 suku, 192 marga dan lebih dari 977 jenis
kelelawar. Merupakan jumlah jenis terbesar kedua setelah Rodentia di
dalam kelas Mammalia, sekitar 20% dari jumlah total seluruh jenis
mamalia (Nowak, 1999). Sedangkan di Indonesia, terdapat 9 suku, yang
mana di dalamnya terdapat 72 jenis Megachiroptera (sekitar 20% tinggal
di gua) dan 133 jenis Microchiroptera (lebih dari 50% tinggal di gua).
Megachiroptera terdiri dari satu suku yaitu Pteropodidae, mempunyai
ukuran tubuh relatif besar dan di dunia terdapat 163 jenis. Memiliki ciri
yang mudah dikenali, yaitu memiliki moncong mirip anjing dan mata
besar. Microchiroptera terdiri dari 17 suku, memiliki ukuran tubuh relatif
kecil dan di dunia terdapat 814 jenis dengan ciri yang mudah dikenali
bentuk daun hidung dan telinga rumit serta terdapat tragus atau
antitragus pada telinganya (Corbet & Hill, 1992).
b. Peranan
Kelelawar yang tergolong subordo Megachiroptera mengonsumsi
buah, dedaunan, nektar dan serbuk sari, sehingga memiliki peranan
penting sebagai polinator tanaman spesifik dan sebagai agen penyerbuk
tanaman tertentu. Kebanyakan bertengger di tempat terbuka seperti di
ranting pohon atau daun dan terkadang membentuk koloni besar,
sedangkan yang lain bertengger dalam kelompok kecil atau soliter
(Corbet and Hill, 1992).
5
Kelelawar subordo Microchiroptera umumnya berperan sebagai
predator serangga yang tergolong hama tanaman petanian dan
Arthropoda lainnya, tetapi ada juga memakan ikan, katak, kadal, tikus
kecil, kelelawar lainnya dan bahkan penghisap darah. Kebanyakan
bertengger di tempat tertutup dan bervariasi seperti lubang pohon, di
bawah daun, gua, celah batuan, bangunan buatan manusia seperti
pertambangan, bangunan dan jembatan (Corbet and Hill, 1992).
Kelelawar yang area bertenggernya di pohon akan menghasilkan
kotoran kelelawar (guano) yang dapat menjadi pupuk alami, karena
memiliki kandungan amoniak tinggi. Sedangkan untuk kelelawar yang
area bertenggernya di gua, kotoran kelelawar (guano) merupakan sumber
energi utama bagi kehidupan di dalam ekosistem tertutup sebuah gua.
2. Karst Batu Tangga
Karst merupakan istilah dalam bahasa Jerman yang diturunkan dari
bahasa Slovenia (kras) yang berarti lahan gersang berbatu. Istilah ini di
negara asalnya sebenarnya tidak berkaitan dengan batu gamping dan proses
pelarutan, namun saat ini istilah karst telah diadopsi untuk istilah bentuk
lahan hasil proses perlarutan (Adji & Haryono, 2004).
Ekosistem karst pegunungan Meratus merupakan kawasan
pegunungan yang membelah Provinsi Kalimantan Selatan menjadi dua,
membentang sepanjang ± 600 km² dari arah tenggara dan membelok ke
arah utara hingga perbatasan Kalimantan Timur. Secara geografis kawasan
Pegunungan Meratus terletak di antara 115°38’00" hingga 115°52’00" BT
dan 2°28’00" hingga 20°54’00" LS. Pegunungan ini menjadi bagian dari 10
kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu: Hulu Sungai Tengah
(HST), Hulu Sungai Utara (HSU), Hulu Sungai Selatan (HSS), Tabalong,
Kotabaru, Tanah Laut, Banjar, Tapin, Balangan dan Tanah Bumbu (Al
Fatah & Tio, 2004). Salah satu bagian dari dari bentangan karst Meratus
adalah karst Batu Tangga yang terdapat di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Satuan morfologi ini penyebarannya memanjang hampir barat daya
sampai timur laut menempati hampir sekitar 15% dari luas daerah
6
penyelidikan dengan ketinggian berkisar dari 100 – 275 meter di atas
permukaan air laut dengan puncak-puncaknya antara lain adalah G.
Batulaki (275 m), G. Palangpitu (200 m), G. Pagettalangit dan G. Talikur
(182 m). Batuan penyusunnya didominasi oleh batu gamping dari Formasi
Berai yang sebagian telah mengalami kristalisasi. Ciri khas dari satuan
morfologi ini dengan bentuk tofografi berupa karst yang kasar dan terjal
dan ditemukannya aliran-aliran sungai bawah permukaan (Triono &
Mulyana, 2006).
3. Faktor Pendukung Keberadaan Kelelawar Penghuni Gua di
Kawasan Karst.
Beberapa faktor pendukung keberadaan kelelawar penghuni gua
adalah vegetasi di sekitar gua, serangga yang menjadi makanan kelelawar
subordo Microchiroptera, mikroklimat gua dan karakteristik kawasan karst.
Menurut Whitten, et al. (2000) berdasarkan perbedaan parameter
lingkungan di dalam gua, maka lorong gua dibedakan menjadi tiga bagian.
Pertama, merupakan zona peralihan (twilight zone) terletak di derah sekitar
mulut gua, yang memungkinkan mendapat cahaya matahari secara
langsung pada siang hari. Pada zona ini memiliki kelimpahan organisme
yang cukup tinggi. Zona berikutnya adalah zona tengah (middle zone) yang
di cirikan dengan adanya daerah gelap total, terdapat fluktuasi temperatur
dan kelembaban udara antara siang dan malam hari. Zona ini mendapat
cahaya secara tidak langsung melalui pantulan. Terakhir adalah zona gelap
total (totally dark zone) yang dicirikan dengan daerah gelap total abadi,
secara alami tidak ada cahaya yang dapat masuk. Temperatur dan
kelembaban udara relatif konstan sepanjang tahun dan kalaupun terdapat
variasi parameter fisik yang terukur akan mempunyai fluktuasi yang kecil
(Poulson & White, 1969). Pada zona tengah kelimpahan lebih sedikit
dibandingkan dengan zona peralihan. Sedangkan zona gelap total dari segi
kelimpahannya lebih sedikit dari kedua zona tersebut namun, memiliki
tingkat endemisitas yang tinggi.
7
Karakteristik kawasan karst yang menjadi faktor pendukung
keberadaan kelelawar penghuni gua tergantung pada curah hujan dan iklim,
jenis dan sifat litologi, pengaruh struktur geologi, waktu, kemampuan
batuan dalam menyerap air, menyimpan dan mengatur pengeluaran air pada
musim kemarau, kerapatan vegetasi penutup, tebal tipisnya lapisan tanah
serta campur tangan manusia dalam mengelola lahan (Samodra, 2001).
H. METODE PENELITIAN
1. Variabel Penelitian
Jenis vegetasi di sekitar kawasan karst Batu Tangga dan jenis
serangga yang menjadi makanan kelelawar subordo Microchiroptera dan
terdapat di kawasan karst Batu Tangga serta kondisi mikroklimat gua
(suhu, kelembaban dan intensitas cahaya).
2. Instrumen
a. Alat
Global Position System (GPS), jaring tangan, jaring kabut, alat
tulis, buku identifikasi kelelawar, kantong blacu, thermometer,
higrometer, luxmeter, jangka sorong, injektor/suntikan (syringe),
pakaian pelindung (wearpack), helm, senter sepatu bot, kantong plastik,
ember plastik, toples kaca, toples plastik, pisau bedah (scalpel), pinset,
pita dymo, benang, jarum, kamera SLR dan handycamp.
b. Bahan
Formalin 8%, alkohol 70%, kloroform, air dan kapas.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Koleksi
1) Eksplorasi
Eksplorasi dilakukan untuk mengetahui area bertengger
kelelawar dari mulut sampai ujung gua. Eksplorasi juga dilakukan
untuk menghitung jumlah individu kelelawar dengan menggunakan
metode blok dan mengambil data mikroklimat gua pada masing-
masing zona (zona terang, remang dan gelap) dimana ditemukan area
8
bertengger kelelawar yang meliputi suhu udara, kelembaban udara
dan intensitas cahaya.
2) Pengambilan sampel dengan jaring tangan
Jaring tangan digunakan untuk menangkap kelelawar langsung
pada lorong gua yang dijadikan sebagai area bertenggernya.
3) Pengambilan sampel dengan jaring kabut
Jaring kabut yang digunakan memiliki ukuran 4 x 1,75 m dan
mesh 30 mm. Jaring ini dipasang melintang pada mulut gua atau
lorong-lorong yang memungkinkan, sehingga kelelawar yang sedang
terbang melintas akan terjebak di jaring kabut.
b. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati jenis-jenis kelelawar yang
ditemukan, pemilihan tempat dan cara bertengger kelelawar di gua-gua
yang sudah ditentukan.
4. Analisis Data
Pengolahan dan pemaknaan data yang diperoleh saat melakukan
penelitian di lapangan, laboratorium serta data tambahan berupa hasil
wawancara, studi literatur dan lain-lain menggunakan analisis deskriptif.
I. JADWAL KEGIATAN
1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
a. Pengambilan data lapangan
Dilaksanakan pada bulan ke-I sampai bulan ke-II (Februari – Maret
2012) di beberapa gua yang terdapat di kawasan karst Batu Tangga,
Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Pengambilan data
di lapangan terdiri dari pengambilan sampel kelelawar, identifikasi
(morfometri dan mengamati morfologi tiap jenis kelelawar) dan
pengawetan sementara menggunakan formalin 8%.
b. Pengolahan data dan identifikasi lanjutan
Dilaksanakan mulai bulan bulan ke-II sampai bulan ke-IV (Maret –
Mei 2012) di laboratorium Zoologi Biologi UNY dan laboratorium
9
mamalia Puslit-Biologi LIPI. Pengolahan dan pemaknaan data
menggunakan analisis deskriptif. Proses di laboratorium terdiri dari
identifikasi lanjutan terdiri (melihat struktur gigi dan tengkorak) dan
pengawetan permanen menggunakan alkohol 70%.
2. Tahapan Pelaksanaan/Jadwal Faktual Pelaksanaan
KegiatanBulan ke-
I II III IV V
Persiapan
Survey lokasi
Pengembangan instrumen
Pengambilan data lapangan
Pengolahan dan analisis
data
Penyusunan laporan
kemajuan perkembangan
Seminar kemajuan
perkembangan (monev)
Penyusunan laporan akhir
Penggandaan dan
pengiriman laporan
J. RANCANGAN BIAYA
1. Peralatan dan Bahan
a. Sewa Global Position System (GPS)……………….. Rp 800.000,00
b. Formalin 8% 2 liter x @ Rp 95.000,00……………. Rp 190.000,00
c. Alkohol 70% 2 liter x @ Rp 30.000,00……………. Rp 60.000,00
d. Kloroform 500 ml …………………………………… Rp 80.000,00
Rp 1.130.000,00
2. Transportasi
a. Yogyakarta – Banjarmasin (PP)
10
Pesawat terbang : Rp 700.000,00 x 3 orang………… Rp 2.100.000,00
b. Transportasi ke Kabupaten Hulu Sungai Tengah
Sewa mobil dan sopir : Rp 500.000,00 x 2 (pp)……… Rp 1.000.000,00
c. Akomodasi selama kegiatan…………………………... Rp 4 00.000,00
Rp 3.500.000,00
3. Konsumsi
3x 30 hari x 3 org x Rp 5.000,00…............................. Rp 1.350.000,00
4. Administrasi
a. Proposal print, jilid & kirim (permohonan bantuan) Rp 100.000,00
b. Proposal print & jilid (PKM)………………………..... Rp 100.000,00
c. Pembuatan dan pengiriman laporan penelitian…… .. Rp 100.000,00
d. Laporan kemajuan print dan jilid (UNY & Dikti)……..Rp 100.000,00
e. Laporan akhir print dan jilid……………………….. Rp 12 0.000,00
Rp 520.000,00
Jumlah Rp 6.500.000,00
K. DAFTAR PUSTAKA
Adji CN, Haryono E. 2004. Pengantar geomorfologi dan hidrologi karst. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
Al Fatah Y, Tio B. 2004. Intip hutan. Jakarta: Balai Konservasi Sumberdaya Alam.
Corbet GB, Hill JE. 1992. The mammals of the Indomalayan region: a systematic revie. 1st Ed. Oxford: Natural History Museum Publications and Oxford University press. P.54 – 161.
Ford D, Williams P. 1992. Karst geomorphology and hydrology. London: Chapman and Hall.
Nowak L. 1999. Walker’s mammals of the world, Vol. I. London : John Hopkins University Press.
Payne J, Francis CM, Phillipps K, Kartikasari SN. 2000. Panduan lapangan mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam. Jakarta: Prima Centra.
11
Poulson TL, White WB. 1969. The cave environment. Science. P.165, 971 – 981.
Samodra H. 2001. Nilai strategis kawasan karst di Indonesia: pengelolaan dan perlindungannya. Bogor: Puslitbang Geologi.
Summerfield. 1991. Global geomorphology. New York: John Wiley and Sons.
Suyanto A. 2001. LIPI, Seri Panduan Lapangan: Kelelawar di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI.
Triono U, Mulyana. 2005. Eksplorasi bitumen padat dengan out crops drilling daerah Malutu dan sekitarnya, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan. Banjarmasin: Sub Direktorat Batubara, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral.
Whitten T, Soeriaatmadja RH, Affif SA. 2000. Caves. The Ecology of Indonesian Series, Vol. II: The Ecology of Java and Bali. Singapore: Dalhousie University.
L. LAMPIRAN
1. Biodata Ketua serta Anggota Kelompok
Ketua Kelompok
a. Nama Lengkap : David Pebri Kosnendar
b. NIM : 09308141027
c. Fak./ Program Studi : MIPA/ Biologi
d. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Yogyakarta
Mengetahui,
(David Pebri K) NIM. 09308141041
Anggota Kelompok
a. Nama Lengkap : Muhammad Luthfi Azis
b. NIM : 09308141007
c. Fak./ Program Studi : MIPA/ Biologi
d. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Yogyakarta
12
Mengetahui,
(Muhamamad Luthfi A) NIM. 09308141007
Anggota Kelompok
a. Nama Lengkap : Kumalasari Anjas M.
b. NIM : 10304241005
c. Fak./ Program Studi : MIPA/ Pendidikan Biologi
d. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Yogyakarta
Mengetahui,
(Kumalasari A. M.) NIM. 10304241005
Anggota Kelompok
a. Nama Lengkap : Adryanto Trlaksono
b. NIM : 09308141040
c. Fak./ Program Studi : MIPA/ Pendidikan Biologi
d. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Yogyakarta
Mengetahui,
(Adryanto T) NIM. 09308141040
2. Biodata Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap : Satino, M.Si.
b. NIP : 19650831 199802 1 001
c. Golongan/ Pangkat : III/a
d. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
e. Fak./ Program Studi : MIPA/ Pendidikan Biologi
f. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Yogyakarta
g. Bidang Keahlian : Ekologi, Biologi Laut, Biologi Invertebrata
13
Mengetahui,
(Satino, M.Si.) NIP.19650831 199802 1 001