Upload
ronald-rumajar
View
760
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan kadang menghasilkan
dampak terhadap lingkungan. Dampak tersebut dapat berupa dampak positif
maupun negatif. Salah satu dampak negatif akibat aktivitas manusia adalah
turunnya kualitas lingkungan hidup. Sebagai contoh turunnya kualitas tanah
akibat pencemaran limbah yang dihasilkan oleh manusia, baik limbah rumah
tangga, industri, maupun pertanian. Salah satu faktor pencemaran tanah yang
paling penting adalah limbah logam berat.
Logam yang menyebabkan keracunan adalah jenis logam berat. Logam ini
ada yang termasuk logam essensial seperti Cu, Zn, Se dan yang non essensial
seperti Hg, Pb, Cd, dan As. Terjadinya keracunan logam paling sering disebabkan
pengaruh pencemaran lingkungan oleh logam berat. Toksisitas logam pada
mahluk hidup kebanyakan terjadi karena logam berat non essensial, walaupun
tidak menutup kemungkinan adanya keracunan logam essensial yang melebihi
dosis (Darmono, 1995).
Pangan yang dikonsumsi sehari-hari merupakan hasil pertanian. Pangan
seharusnya memenuhi kriteria ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Salah satu
parameter tersebut, yaitu Aman, termasuk dalam masalah mutu. Mutu dan
keamanan pangan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat dan
perkembangan sosial. Makanan yang bermutu baik dan aman diperlukan untuk
meningkatkan kesehatan, kesejahteraan individu dan kemakmuran masyarakat
(Widaningrum dkk, 2007).
1
Menurut Subowo et al. (1999) adanya logam berat dalam pertanian dapat
menurunkan produktifitas pertanian dan kualitas hasil pertanian selain dapat
membahayakan kesehatan manusia melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari
tanah yang tercemar logam berat tersebut.
Sayuran merupakan sumber pangan yang mengandung banyak vitamin dan
mineral yang secara langsung berperan meningkatkan kesehatan. Oleh karena itu,
higienitas dan keamanan sayuran yang dikonsumsi menjadi sangat penting agar
tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Namun banyak jenis sayuran yang
beredar dimasyarakat tidak terjamin keamanannya karena diduga telah
terkontaminasi logam-logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), atau
merkuri (Hg). Menurut Astawan (2005), logam-logam berat tersebut bila masuk
ke dalam tubuh lewat makanan akan terakumulasi secara terus-menerus dan dalam
jangka waktu lama dapat mengakibatkan gangguan sistem syaraf, kelumpuhan,
dan kematian dini serta penurunan tingkat kecerdasan anak-anak.
Jumlah Pb minimal didalam darah yang dapat menyebabkan keracunan
berkisar antara 60-100 mikro gram per 100 ml darah. Pada keracunan akut
biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam asam atau
menghirup uap Pb tersebut. Gejala-gejala yang timbul berupa mual, muntah, sakit
perut hebat, kelainan fungsi otak, anemia berat, kerusakan ginjal bahkan kematian
dapat terjadi dalam 1-2 hari. (Eddy, 2010).
Kangkung (Ipomea) tergolong sayur yang sangat populer, karena banyak
peminatnya, yang mudah tumbuh ditempat berair ataupun di dekat sungai.
Seregeg dkk (1995) melakukan penelitian bahwa kangkung termasuk salah satu
tanaman yang mudah menyerap logam berat dari media tumbuhnya. Suatu
2
penelitian yang dilakukan Kohar dkk (2005) menunjukkan adanya Pb yang tinggi
dalam tanaman kangkung yang tumbuh pada media yang terkontaminasi Pb secara
terus menerus. Akumulasi Pb yang terbesar terjadi pada akar tanaman kangkung.
Bahkan suatu penelitian yang dilakukan oleh Verloo (1993) dalam
Notohadiprawiro (2006) menyatakan bahwa Pb dilonggokkan paling sedikit,
namun Pb tidak kalah berbahaya daripada yang lain mengingat kadar gawat Pb
yang rendah.
Desa Titi Papan merupakan salah satu daerah sentra sumber sayur kota
Medan. Masyarakat di desa ini sebagian besar menggantungkan hidup mereka dari
hasil kebun sayur yang mereka miliki. Komoditi sayuran pada daerah ini cukup
beragam, mulai dari sayur kangkung darat, beberapa jenis sayur sawi seperti sawi
manis, sawi putih, sawi pahit, dan lain-lain. Hasil pertanian dari daerah ini
dipasarkan ke pusat pasar kota Medan atau yang lebih di kenal dengan nama pajak
pusat yang kemudian dipasarkan diberbagai pasar yang ada di kota Medan.
Desa Tanjung Rejo merupakan bagian dari kecamatan Sunggal kota
Medan. Wilayah ini tergolong dalam wilayah pemukiman. Namun ada masyarakat
yang memanfaatkan lahan kosong yang belum dibangun rumah untuk dijadikan
lahan pertanian. Lahan kosong tersebut pada saat ini dikelola menjadi kebun sayur
kangkung air. Sumber air lahan kangkung air ini berasal hujan dan dari aliran air
parit (got) yang merupakan aliran pembuangan limbah rumah tangga yang berada
disekeliling lahan tersebut. Hasil panen kangkung air dari lahan ini dipasarkan ke
pasar pagi atau lebih dikenal dengan pajak pagi yang berada tidak jauh dari lahan
kangkung air ini. Selain itu, beberapa restoran yang berada di wilayah Tanjung
Rejo ini langsung membeli sayur dari lahan pertanian kangkung air ini.
3
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti penjajakan
kadar logam berat timbal (Pb) pada tanaman kangkung darat
(Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan Deli dan kangkung air
(Ipomea aquatica Forsk) asal kecamatan Sunggal, kota Medan.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
- Penjajakan kadar logam berat Pb pada tanaman kangkung darat
(Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan Deli dan kangkung air
(Ipomea aquatica Forsk) asal kecamatan Sunggal kota Medan.
- Membandingkan kadar logam berat timbal (Pb) tanaman kangkung darat
(Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan Deli dan kangkung air
(Ipomea aquatica Forsk) asal kecamatan Sunggal kota Medan dengan
batas maksimum cemaran logam berat timbal (Pb) yang telah ditetapkan
oleh Badan Standardisasi Nasional yaitu SNI (Standar Nasional Indonesia)
dan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai bahan masukan dan informasi untuk mengetahui apakah sayur
kangkung darat (Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan Deli dan
kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) asal kecamatan Sunggal kota
Medan, bebas dari logam berat dan layak untuk dikonsumsi atau tidak.
- Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen
Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
4
TINJAUAN PUSTAKA
Logam Berat
Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar
dari 5 g/cm3, antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb
dinamakan sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi logam
beracun bagi makhluk hidup (Subowo dkk, 1999).
Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar
rendah logam berat pada umumnya sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan,
termasuk manusia. Termasuk logam berat yang sering mencemari habitat ialah
Hg, Cr, Cd, As, dan Pb (Am.geol. Inst., 1976).
Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat
didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh
manusia melalui makanan, air minum, atau udara. Logam berat seperti tembaga,
selenium, atau seng dibutuhkan tubuh manusia untuk membantu kinerja
metabolisme tubuh. Akan tetapi, dapat berpotensi menjadi racun jika konsentrasi
dalam tubuh berlebih. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem
bioakumulasi, yaitu peningkatan konsentrasi unsur kimia didalam tubuh mahluk
hidup (Anonimous, 2008).
Menurut Darmono (1995), faktor yang menyebabkan logam berat
termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam
berat yang tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi.
Organisme pertama yang terpengaruh akibat penambahan polutan logam
berat ke tanah atau habitat lainnya adalah organisme dan tanaman yang tumbuh
5
ditanah atau habitat tersebut. Dalam ekosistem alam terdapat interaksi antar
organisme baik interaksi positif maupun negatif yang menggambarkan bentuk
transfer energi antar populasi dalam komunitas tersebut. Dengan demikian
pengaruh logam berat tersebut pada akhirnya akan sampai pada hierarki rantai
makanan tertinggi yaitu manusia. Logam-logam berat diketahui dapat mengumpul
didalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh untuk jangka waktu
lama sebagai racun yang terakumulasi (Saeni, 1997).
Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia
(pupuk dan pestisida), asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, pupuk
organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan pertambangan
(Alloway, 1990).
Tabel 1. Kisaran umum konsentrasi Logam Berat Pada Pupuk, Pupuk Kandang, Kapur, dan Kompos (mg/kg).
Unsur Pupuk Fosfat
Pupuk Nitrat
Pupuk Kandang
Kapur Kompos
B 5 – 115 - 0.3 – 0.6 10 -Cd 0.1 – 170 0.05 – 8.5 0.1 – 0.8 0.04 – 0.1 0.01 – 100Co 1 – 12 5.4 – 12 0.3 – 24 0.4 – 3 -Cr 66 – 245 3.2 – 19 1.1 – 55 10 – 15 1.8 – 410Cu 1 – 300 - 2 – 172 2 – 125 13 – 3580Hg 0.01 – 1.2 0.3 – 2.9 0.01 – 0.36 0.05 0.09 – 21Mn 40 – 2000 - 30 – 69 40 – 1200 -Mo 0.1 – 60 1 – 7 0.05 – 3 0.1 – 15 -Ni 7 – 38 7 – 34 2.1 – 30 10 – 20 0.9 – 279Pb 7 – 225 2 – 27 1.1 – 27 20 – 1250 1.3 – 2240Sb < 100 - - - -Se 0.5 - 2.4 0.08 – 0.01 -
U 30 – 300 - - - -
V 2 – 1600 - - 20 -Zn 50 – 1450 1 – 42 15 - 566 10 - 450 82 – 5894
Sumber : Alloway 1995
6
Soepardi (1983) dalam Brachia, 2009 menyatakan kisaran logam berat
timbal (Pb) sebagai pencemar dalam tanah adalah 2-200 ppm dan kisaran logam
berat timbal (Pb) dalam tanaman adalah 0.1-10 ppm.
Tabel 2. Kisaran Logam Berat Sebagai Pencemar Dalam Tanah dan Tanaman
UnsurKisaran Kadar Logam Berat
Tanah Tanaman ppm As 0,1-40 0,1-5 B 2-100 30-75 F 30-300 2-20 Cd 0,1-7 0,2-0,8 Mn 100-4000 15-200 Ni 10-1000 1 Zn 10-300 15-200 Cu 2-100 4 -15 Pb 2-200 0,1-10
Sumber : Soepardi (1983) dalam Brachia, 2009.
Babich dan Stotzky (1978) mengemukakan bahwa berbagai faktor
lingkungan berpengaruh terhadap logam berat yaitu keasaman tanah, bahan
organik, suhu, tekstur, mineral liat, kadar unsur lain dan lain-lain. pH adalah
faktor penting yang menentukan transformasi logam. Penurunan pH secara umum
meningkatkan ketersediaan logam berat kecuali Mo dan Se
(Klein dan Trayer, 1995).
Reaksi tanah (pH) berperan dalam mengontrol sifat-sifat kimia logam dan
proses lainnya didalam tanah. Tingkat ketersediaan logam berat tergantung pada
pH lingkungan dimana logam tersebut berada. Pada pH rendah ketersediaan
beberapa logam berat meningkat (Taberima, 2004).
Terserapnya logam berat timbal (Pb) dan kadnium (Cd) ke tanaman di
pengaruhi oleh pH tanah yang rendah dan KTK tanah yang rendah.
7
Supardi (1983) dalam Charlena (2004) menjelaskan bahwa Pb dan Cd tidak akan
larut ke dalam tanah jika tanah tidak terlalu masam.
Bahan organik (BO) adalah salah satu komponen terpenting didalam
tanah. Berperan dalam perkembangan struktur tanah dan mengatur perpindahan
polutan dan bahan pencemar didalam tanah, dan berperan penting didalam siklus
perputaran serta penyimpanan hara dan air (Taberima, 2004). Senyawa humat
juga berperan dalam membentuk ikatan kompleks dengan logam-logam. Adanya
pembentukan kompleks mempengaruhi kereaktifan dan efek toksik dari logam
(Matagi et al., 1998)
Logam Berat Timbal (Pb)
Penyebaran logam timbal di bumi sangat sedikit. Jumlah timbal yang
terdapat diseluruh lapisan bumi hanyalah 0,0002 % dari jumlah seluruh kerak
bumi. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kandungan
logam berat lainnya yang ada di bumi (Palar, 2008). Selain dalam bentuk logam
murni, timbal dapat ditemukan dalam bentuk senyawa inorganik dan organik.
Semua bentuk timbal (Pb) tersebut berpengaruh sama terhadap toksisitas pada
manusia (Darmono, 2001).
Timbal adalah logam lunak kebiruan atau kelabu keperakan yang lazim
terdapat dalam kandungan endapan sulfit yang tercampur mineral-mineral lain
terutama seng dan tembaga. Penggunaan Pb terbesar adalah dalam industri baterai
kendaraan bermotor seperti timbal metalik dan komponen-komponennya. Timbal
digunakan pada bensin untuk kendaraan, cat dan pestisida. Pencemaran Pb dapat
terjadi di udara, air, maupun tanah. Pencemaran Pb merupakan masalah utama,
8
tanah dan debu sekitar jalan raya pada umumnya telah tercemar bensin bertimbal
selama bertahun-tahun (Sunu, 2001).
Sifat-sifat khusus logam Pb, yaitu :
a) Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan
menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat di bentuk dengan
mudah.
b) Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat
sehingga logam Pb dapat digunakan sebagai bahan coating.
c) Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-
logam biasa kecuali emas dan merkuri.
d) Mempunyai titik lebur yang rendah, 327,5 oC
e) Merupakan penghantar listrik yang tidak baik.
(www.diskusiskripsi.com, 2010).
Timbal sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun,
batang dan akar, dan akar umbi-umbian (bawang merah). Perpindahan Pb dari
tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah, serta KTK. Konsentrasi
timbal yang tertinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik
pada proses fotosintesa dan pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman
bila konsentrasi tinggi (anonimous, 1998). Tanaman dapat menyerap logam Pb
pada saat kondisi kesuburan tanah, kandungan bahan organik, serta KTK tanah
rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan
berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu
menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman
(Charlena, 2004).
9
Menurut Badan Standardisasi Nasional yaitu SNI (Standar Nasional
Indonesia) tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan
(ICS 67.220.20) pada tahun 2009 menyatakan bahwa batas maksimum kandungan
logam berat timbal (Pb) pada buah dan sayur serta hasil olahnya adalah 0.5
mg/kg. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.06.1.52.4011 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan
kimia dalam makanan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 2009
juga menyatakan bahwa batas maksimum kandungan logam berat timbal (Pb)
dalam buah olahan dan sayur olahan adalah 0.5 ppm atau mg/kg.
Timbal adalah racun bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat global.
Penyebab terjadinya keracunan timbal bersifat lokal, bervariasi dalam komunitas
dan negara yang berbeda. Penelitian menunjukkan bahwa timbal yang banyak
terserap oleh anak, walaupun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan gangguan
pada fase awal pertumbuhan fisik dan mental yang kemudian berakibat pada
fungsi kecerdasan dan kemampuan akademik (www.diskusiskripsi.com, 2010).
Dalam jangka lama Pb terakumulasi pada gigi, gusi dan tulang. Jika
konsentrasi Pb meningkat, akan terjadi anemia dan kerusakan fungsi otak serta
kegagalan fungsi ginjal (www.diskusiskripsi.com, 2010).
Keracunan Pb pada orang dewasa ditandai dengan gejala seperti pucat,
sakit dan kelumpuhan. Bila pada keracunan kronik, awalnya tidak menyebabkan
gangguan kesehatan yang tampak, tetapi semakin lama efek toksik itu menumpuk
hingga akhirnya terjadi gejala keracunan. Keracunan timbal kronik ditandai
dengan depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu dan sulit
tidur. Sedangkan keracunan akut dapat terjadi bila timbal yang masuk kedalam
10
tubuh seseorang lewat makanan atau menghirup uap timbal dalam waktu yang
relatif pendek dengan dosis atau kadar yang relatif tinggi. Gejala yang timbul
berupa mual, muntah, sakit perut hebat, kelainan fungsi otak, anemia berat,
kerusakan ginjal, bahkan kematian. Pada perempuan yang sedang hamil, timbal
yang tertimbun dalam tulang akan masuk ke janin dan asupan timbal dapat
menyebabkan keguguran. Kadar timbal dalam ASI (Air Susu Ibu) dari ibu-ibu
yang bertempat tinggal di kota-kota jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ASI
dari ibu-ibu yang bertempat tinggal di pedesaan. Yakni masing-masing
1-30 mikrogram per kilogram dan 1-2 mikrogram per kilogram
(www.diskusiskripsi.com, 2000).
Tanaman Kangkung
Kedudukan tanaman kangkung dalam tatanama (sistematika) tumbuhan
diklasifikasikan kedalam :
Divisio : Spermatophyta
Sub-divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomea aquatica Forsk (Kangkung air),
Ipomea reptans Poir (Kangkung darat)
(Rukmana, 1994).
Bagian tanaman kangkung yang paling penting adalah batang muda dan
pucuk-pucuknya sebagai bahan sayur-mayur. Berbagai jenis masakan yang dapat
11
diolah dari bahan baku kangkung adalah: pencampur lotek, pecel, sayur tumis,
lalap masak, oseng-oseng, cah, asam-asam, semur, sayur bening, sayur asam,
sayur bobor, sayur podomoro, setup, dan pelecing kangkung (Rukmana, 1994).
Kandungan gizi dalam sayuran kangkung dapat disimak pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan gizi dalam tiap 100 gram sayuran kangkung segar.
Komposisi giziBanyaknya Kandungan Gizi
(1) (2)KaloriProteinLemakKarbohidratSeratKalsiumFosforZat besiNatriumKaliumVitamin AVitamin B1Vitamin B2Vitamin CNiacinAir
30,00 cal3, 90 gr0,60 gr4,40 gr1,40 gr
71,00 mg67,00 mg3,20 mg
49,00 mg458,00 mg
4825,00 S.I0,09 mg0,24 mg
59,00 mg1,30 mg
-
29,00 kal3,00 gr0,30 gr5,40 gr
-73,00 mg50,00 mg2,50 mg
--
6300,00 mg0,07 mg
-32,00 mg
-89,70 mg
Sumber : 1. Food and Nutrition Center Hand-book No.1, Manila, (1964). 2. Direktorat Gizi Depkes R.I. (1981).
Jenis kangkung yang sudah umum dibudidayakan terdiri dari dua macam,
yaitu:
1. Kangkung air (I. aquatica Forsk)
Ciri-cirinya: bentuk daun panjang dengan ujung agak tumpul, berwarna hijau-
kelam, dan bunganya berwarna putih kekuning-kuningan atau kemerah-
merahan.
2. Kangkung darat (I. reptans Poir)
Ciri-cirinya: bentuk daun panjang dengan ujung meruncing, berwarna keputih-
putihan, dan bunganya berwarna putih.
12
(Rukmana, 1994)
Gambar 1. Kangkung air (I. aquatica Forsk) asal desa Tanjung Rejo, kecamatan Sunggal kota Medan.
Keterangan : titik-titik pengambilan sampel tanah yang selanjutnya akandikompositkan untuk dianalisis di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
13
Gambar 2. Kangkung darat (I. reptans Poir) asal desa Titi Papan, kecamatan Medan Deli kota Medan.
Keterangan : titik-titik pengambilan sampel tanah yang selanjutnya akandikompositkan untuk dianalisis di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Syarat Tumbuh Tanaman Kangkung
Kangkung mempunyai daya adaptasi cukup luas terhadap kondisi iklim di
daerah tropis, sehingga dapat ditanam (dikembangkan) diberbagai daerah atau
wilayah di Indonesia. Prasyarat tumbuh yang harus diperhatikan dalam
perencanaan budidaya kangkung antaralain jumlah curah hujan dan temperatur
udara. Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman kangkung
berkisar antara 500-5.000 mm per tahun, sedangkan temperatur udara dipengaruhi
oleh ketinggian tempat. Setiap naik 100 meter tinggi tempat, maka temperatur
udara turun 1 oC. Di permukaan laut temperatur rata-rata sekitar 28 oC dan di
14
dataran tinggi (pegunungan) ± 2.000 meter dari permukaan laut (dpl) sekitar
18 oC (Rukmana, 1994).
Mekanisme Penyerapan Logam Berat Pada Tumbuhan
Tumbuhan memiliki kemampuan untuk menyerap ion-ion dari
lingkungannya kedalam tubuh melalui membran sel. Dua sifat penyerapan ion
oleh tumbuhan adalah (1) faktor konsentrasi, yaitu kemampuan tumbuhan dalam
mengakumulasi ion sampai tingkat konsentrasi tertentu, bahkan dapat mencapai
beberapa tingkat lebih besar dari konsentrasi ion didalam mediumnya; dan
(2) perbedaan kuantitatif akan kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis
tumbuhan (Fitter dan Hay, 1991).
Logam berat terserap kedalam jaringan tanaman melalui akar, yang
selanjutnya akan masuk kedalam siklus rantai makanan (Alloway, 1990). Logam
akan terakumulasi pada jaringan tubuh dan dapat menimbulkan keracunan bagi
manusia, hewan, dan tumbuhan apabila melebihi batas toleransi.
Proses absorpsi racun, termasuk logam berat menurut Soemirat (2003)
dapat terjadi lewat beberapa bagian tumbuhan, yaitu : (1) akar, terutama untuk zat
anorganik dan zat hidrofilik; (2) daun, bagi zat yang lipofilik; dan (3) stomata
untuk memasukkan gas. Adapun proses absorpsinya sendiri terjadi seperti pada
hewan dengan berbagai mekanisme difusi, hanya istilah yang digunakan berbeda,
yakni translokasi. Transpor ini terjadi dari sel ke sel menuju jaringan vaskuler
agar dapat didistribusikan keseluruh bagian tumbuhan. Difusi katalitis terjadi
dengan ikatan benang sitoplasma yang disebut dengan plasmadesmata. Misalnya
15
transpor zat hara dari akar ke daun dan sebaliknya transpor makanan atau hidrat
karbon dari daun ke akar.
Sel-sel akar tumbuhan umumnya mengandung konsentrasi ion yang lebih
tinggi daripada medium disekitarnya (Fitter dan Hay, 1991). Beraneka ragam
unsur dapat ditemukan didalam tubuh tumbuhan, tetapi tidak berarti bahwa
seluruh unsur-unsur tersebut dibutuhkan tumbuhan untuk kelangsungan hidupnya.
Unsur hara dapat kontak dengan permukaan akar melalui 3 cara, yakni : 1) secara
difusi dalam larutan tanah; 2) secara pasif oleh aliran tanah, dan 3) akar tumbuh
kearah posisi hara dalam matrik tanah. Serapan hara oleh akar dapat bersifat
akumulatif, selektif, satu arah (unit directional), dan tidak dapat jenuh.
Penyerapan hara dalam waktu yang lama menyebabkan konsentrasi hara dalam sel
jauh lebih tinggi, ini disebut sebagai akumulasi hara (Lakitan, 2001).
Menurut Eddy (2010) kangkung merupakan salah satu tanaman yang
memiliki kemampuan yang disebut dengan hiperakumulator, yaitu relatif tahan
terhadap berbagai macam bahan pencemar dan mengakumulasikannya dalam
jaringan dengan jumlah yang cukup besar. Salah satu bahan pencemar tersebut
adalah timbal (Pb). Tanaman kangkung mampu mentranslokasikan bahan
pencemar timbal (Pb) dengan konsentrasi sangat tinggi ke pucuk tanpa membuat
tanaman tumbuh dengan tidak normal dalam arti kata tidak kerdil dan tidak
mengalami fitotoksisitas.
16
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di desa Titi Papan, kecamatan Medan Deli, dan
desa Tanjung Rejo, kecamatan Sunggal, kota Medan serta Laboratorium Riset dan
Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada
ketinggian 25 m di atas permukaaan laut dengan estimasi mulai dari bulan Juni
2010 sampai dengan selesai.
Bahan dan Alat
Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah sampel tanah yang berasal dari desa
Titi Papan, kecamatan Medan Deli, dan desa Tanjung Rejo, kecamatan Sunggal,
kota Medan, sebagai objek penelitian, tanaman kangkung darat
(Ipomea reptans Poir) dan kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) sebagai objek
penelitian, sampel air yang digunakan untuk menyiram tanaman sebagai objek
penelitian, dan bahan-bahan kimia untuk kebutuhan analisa di laboratorium,
Alat
Adapun alat yang digunakan adalah AAS (Atomic Absorption Spectroscopy)
untuk mengukur kadar logam berat Pb pada sampel tanah, tanaman dan air, GPS
(Global Position System) untuk mengetahui koordinat tempat yang akan diambil
tanah, tanaman dan airnya sebagai sampel, cangkul untuk mengambil dan
mengkompositkan sampel tanah dari lapangan, bor tanah untuk mengebor tanah,
spidol untuk memberi tanda, label nama untuk memberi tanda pada masing-
17
masing sampel percobaan, ayakan 10 mesh (2 mm) untuk menyaring tanah, dan
kantong plastik sebagai tempat sampel tanah.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa Titi Papan, kecamatan Medan Deli, dan
desa Tanjung Rejo, kecamatan Sunggal kota Medan serta Laboratorium Riset dan
Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan
menggunakan dua (2) kali ulangan berdasarkan metode deskriptif analitik.
Penjajagan logam berat pada tanah, tanaman dan air dilakukan
berdasarkan analisis kadar logam berat timbal (Pb) pada tanah, tanaman dan air.
Analisis logam berat Pb pada tanah, tanaman dan air dilakukan dengan
menggunakan alat AAS (Atomic Absorption Spectroscopy).
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan
Tahap persiapan meliputi diskusi dengan dosen pembimbing,
pengumpulan data dalam bentuk deskripsi mengenai daerah penelitian,
pengumpulan tinjauan literatur, dan persiapan bahan dan alat yang akan
digunakan.
Kegiatan dilapangan
Pengambilan sampel tanah, tanaman, dan air diambil dari lahan pertanian
desa Titi Papan, kecamatan Medan Deli, dan desa Tanjung Rejo, kecamatan
Sunggal kota Medan. Tanah diambil secara komposit, kemudian
dikeringudarakan, dihaluskan dan diayak dengan ayakan 10 mesh, kemudian
18
dimasukkan kedalam plastik sampel tanah. Sampel air diambil dari air sumur bor
dan aliran air parit yang digunakan oleh petani untuk menyiram dan mengairi
lahan kangkung darat (Ipomea reptans Poir) dan kangkung air
(Ipomea aquatica Forsk) dengan menggunakan botol sampel air.
Sampel tanaman diambil sebanyak 100 gram, kemudian dicuci dengan air
mengalir untuk menghilangkan tanah yang melekat pada tanaman kemudian
dimasukkan kedalam amplop sampel. Masing-masing sampel dianalisis
kadar logam berat timbal (Pb) dengan menggunakan alat
AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) di Laboratorium Riset dan Teknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Analisis Laboratorium
Analisis laboratorium yang diamati adalah :
a. Pada sampel tanah
- Kadar logam berat timbal (Pb) dengan menggunakan metode ekstraksi
HNO3 dan HClO4.
- pH tanah H2O dengan metode Elektrometri untuk mengetahui tingkat
kemasaman tanah dengan kriteria pada tabel 4.
Tabel 4. Kriteria Penilaian pH Tanah
Kriteria pH H2OSangat Masam
MasamAgak Masam
NetralAgak Alkalis
Alkalis
< 4.54.5-5.55.6-6.56.6-7.57.6-8.5> 8.5
19
- Analisis C-Organik tanah dengan metode Walkley and Black untuk
mengetahui % karbon (C) dalam tanah dengan kriteria pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria Penilaian Bahan Organik Tanah
Kandungan C (Karbon) dalam % Kriteria< 1.00
1.00-2.002.01-3.003.01-5.00
> 5.00
Sangat RendahRendahSedangTinggi
Sangat Tinggi Sumber : 1. Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983.
2. BPP Medan, 1982.
b. Pada sampel tanaman
1. Kadar logam berat timbal (Pb) pada akar tanaman dengan menggunakan
metode ekstraksi HNO3 dan HClO4.
2. Kadar logam berat timbal (Pb) pada batang tanaman dengan menggunakan
metode ekstraksi HNO3 dan HClO4.
3. Kadar logam berat timbal (Pb) pada daun tanaman dengan menggunakan
metode ekstraksi HNO3 dan HClO4.
c. Pada sampel air
- Kadar logam berat timbal (Pb) dengan menggunakan metode ekstraksi
HNO3 dan HClO4.
Analisis Data
Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat yang sebenarnya, maka
digunakan rumus :
K sebenarnya (mg/kg) = K AAS (mg/l) x Vol. Pelarut (L)
Berat Sampel (mg)
20
Analisis Deskriptif
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan
acuan yang ditetapkan oleh SNI (Standar Nasional Indonesia) tentang batas
maksimum cemaran logam berat dalam pangan (ICS 67.220.20 tahun 2009) dan
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Nomor
HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009) tentang penetapan batas maksimum cemaran
mikroba dan kimia dalam makanan (disajikan dalam lampiran 2) untuk tanaman
kangkung darat (Ipomea reptans Poir) dan kangkung air (Ipomea aquatica Forsk).
Sedangkan batas maksimum logam berat dalam tanah belum ditetapkan, sehingga
sebagai acuan digunakan kisaran logam berat sebagai pencemar dalam tanah yang
dikemukakan oleh Soepardi (1983) dalam Barchia, 2009. Dan untuk kualitas air
digunakan baku mutu lingkungan yang terdapat dalam PP. No. 82 Th. 2001
(disajikan dalam lampiran 4).
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lingkungan Lahan Pertanian Kangkung (pH tanah, C-Organik tanah, Temperatur Udara, Curah Hujan)
Kondisi lingkungan (pH tanah, C-organik tanah) lahan pertanian kangkung
berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan hasil yang berbeda antara
lokasi I (kangkung darat (Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan Deli kota
Medan) dan lokasi II (kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) asal kecamatan
Sunggal kota Medan). Untuk lebih jelasnya masing-masing pengukuran pH tanah
dan C-organik tanah disajikan pada tabel 6. dibawah ini :
Tabel 6. Analisis pH tanah dan C-organik tanah.Lokasi Sampel pH (H2O) Tanah C-Organik Tanah (%)
I 6.17* 1.08+
II 7.02** 0.54++
Keterangan : *(agak masam) **(netral) +(rendah) ++(sangat rendah)
Berdasarkan hasil diatas, dapat dilihat pH H2O pada lokasi sampel I
(kangkung darat (Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan Deli kota Medan)
lebih masam dibandingkan dengan pH H2O pada lokasi sampel II (kangkung air
(Ipomea aquatica Forsk) asal kecamatan Sunggal kota Medan). Hal ini sesuai
dengan kriteria BPP (1982) yang menyatakan bahwa pH lokasi sampel I (6,17)
tergolong agak masam dan pH lokasi sampel II (7,02) tergolong dalam kriteria
netral.
Pada tabel 6. berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap
kandungan c-organik dalam tanah, dapat dilihat bahwa persen (%) kandungan
c-organik tanah pada lokasi sampel I (kangkung darat (Ipomea reptans Poir) asal
kecamatan Medan Deli kota Medan) lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi
22
sampel II (kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) asal kecamatan Sunggal kota
Medan). Meskipun demikian persen (%) kandungan c-organik pada kedua lokasi
sampel tersebut masih tergolong rendah menurut kriteria BPP (1982), dimana
kandungan c-organik dalam tanah pada lokasi sampel I (1.08 %) masuk dalam
kategori rendah, sedangkan kandungan c-organik dalam tanah pada lokasi
sampel II (0.54 %) masuk dalam kategori sangat rendah.
Kondisi lingkungan (temperatur udara dan curah hujan) lahan pertanian
kangkung berdasarkan hasil pengamatan BMG (Badan Meteorologi dan
Geofisika) stasiun Sampali, menunjukkan hasil yang berbeda antara lokasi I
(kangkung darat (Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan Deli kota Medan)
dan lokasi II (kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) asal kecamatan Sunggal kota
Medan). Untuk lebih jelasnya masing-masing hasil pengamatan temperatur udara
dan curah hujan disajikan pada tabel 7. dibawah ini :
Tabel 7. Temperatur Udara dan Curah Hujan.Lokasi Sampel Temperatur Udara (oC) Curah Hujan (mm/tahun)
I 26.7 138.29
II 27.06 205.74
Sumber : BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) stasiun Sampali.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BMG (Badan Meteorologi dan
Geofisika) diketahui bahwa temperatur udara pada lokasi sampel I (kangkung
darat (Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan Deli kota Medan) adalah
26.7 oC dan temperatur udara pada lokasi sampel II (kangkung air
(Ipomea aquatica Forsk) asal kecamatan Sunggal kota Medan) adalah 27.06 oC.
Temperatur udara pada lokasi sampel I dan II ini menurut Rukmana (1994)
23
kurang sesuai, karena syarat tumbuh kangkung yang baik berada pada temperatur
rata-rata sekitar 28 oC.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BMG (Badan Meteorologi dan
Geofisika) diketahui bahwa Curah Hujan (mm/tahun) pada lokasi sampel I
(kangkung darat (Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan Deli kota Medan)
adalah 138.29 mm/tahun dan curah hujan (mm/tahun) pada lokasi sampel II
(kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) asal kecamatan Sunggal kota Medan)
adalah 205.74 mm/tahun. Curah Hujan (mm/tahun) pada lokasi sampel I dan II ini
menurut Rukmana (1994) kurang sesuai, karena syarat tumbuh kangkung yang
baik berada pada curah hujan rata-rata berkisar antara 500-5.000 mm/tahun.
Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Tanah dan Air
Berdasarkan hasil pengukuran kandungan logam berat timbal (Pb) pada
tanah yang diperoleh dari kedua lokasi sampel, menurut Soepardi (1983) dalam
Barchia, 2009 masih berada dibawah nilai batas maksimum. Hasil yang diperoleh
tersebut berdasarkan interval 2 - 200 ppm, masuk dalam kategori sangat rendah.
Tabel 8. dibawah ini menunjukkan hasil analisis kandungan logam berat
timbal (Pb) pada tanah yang diperoleh dari lokasi sampel I (kangkung darat
(Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan Deli kota Medan) dan lokasi sampel
II (kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) asal kecamatan Sunggal kota Medan).
24
Tabel 8. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Tanah.
Lokasi SampelKandungan Timbal (Pb)
Pada Tanah (ppm) Rata2 Kriteria*(2-200 ppm)
Ulangan 1 Ulangan 2
I
II
0.94
0.78
0.96
0.76
0.95
0.77
Sangat Rendah
Sangat Rendah*Sumber : Soepardi (1983) dalam Barchia, 2009.
Pada tabel 8. juga dapat dilihat bahwa kandungan rata-rata logam berat
timbal (Pb) pada tanah yang diperoleh dari lokasi sampel I lebih tinggi yaitu
0.95 ppm dibandingkan dengan kandungan rata-rata logam berat timbal (Pb) pada
tanah yang diperoleh dari lokasi sampel II yaitu 0.77 ppm. Ini didukung dengan
kandungan pH tanah pada lokasi sampel I yang tergolong agak masam (6.17)
sedangkan pH tanah pada lokasi sampel II tergolong netral (7.02). Hal ini sesuai
pernyataan Babich dan Stotzky (1978) yang mengemukakan bahwa salah satu
faktor lingkungan yang mempengaruhi logam berat adalah keasaman tanah dan
pernyataan Klein dan Trayer (1995) yang menyatakan bahwa penurunan pH
secara umum meningkatkan ketersediaan logam berat. Selain itu, Taberima (2004)
juga menyatakan bahwa tingkat ketersediaan logam berat tergantung pada pH
lingkungan dimana logam berat tersebut berada dan pada pH rendah ketersediaan
beberapa logam berat meningkat.
Pada tabel 8. lokasi sampel I didapat kandungan rata-rata logam berat
timbal (Pb) pada tanah 0.95 ppm dan pada lokasi sampel II didapat kandungan
rata-rata logam berat timbal (Pb) pada tanah yaitu 0.77 ppm dimana kedua sampel
ini memiliki kriteria sangat rendah. Hal ini kurang sesuai dengan nilai kandungan
C-organik tanah pada lokasi sampel I dan lokasi sampel II yaitu 1.08 % dan
0.54 % yang memiliki kriteria rendah dan sangat rendah, dimana seharusnya
dengan nilai C-organik yang rendah kandungan logam berat timbal (Pb) akan
25
lebih tinggi seperti yang tertulis pada literatur Taberima (2004) yang menyatakan
bahan organik (BO) adalah salah satu komponen terpenting didalam tanah.
Berperan dalam perkembangan struktur tanah dan mengatur perpindahan polutan
dan bahan pencemar didalam tanah, dan berperan penting didalam siklus
perputaran serta penyimpanan hara dan air, dan juga pernyataan Matagi et al
(1998) yang menyatakan senyawa humat juga berperan dalam membentuk ikatan
kompleks dengan logam-logam. Adanya pembentukan kompleks mempengaruhi
kereaktifan dan efek toksik dari logam. Hal ini dapat terjadi dikarenakan nilai pH
yang lebih mempengaruhi kandungan logam berat timbal (Pb) dibandingkan nilai
C-organik pada lokasi sampel I dan lokasi sampel II.
Kandungan logam berat timbal (Pb) pada air yang diperoleh dari lokasi
sampel I (kangkung darat (Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan Deli kota
Medan) dan lokasi sampel II (kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) asal
kecamatan Sunggal kota Medan) menurut PP. No. 82 Th. 2001, masih berada
dalam ambang batas maksimum yang diperbolehkan dalam air yang digunakan
untuk keperluan pertanian yakni golongan IV (air untuk pertanian, usaha
perkotaan, industri dan PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air)). Untuk lebih
jelasnya, hasil analisis kandungan logam berat timbal (Pb) dalam air disajikan
pada tabel 9. dibawah ini :
Tabel 9. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Air.
Lokasi SampelKandungan Timbal (Pb)
Pada Air (ppm) Rata2 Kriteria*(1 ppm)
Ulangan 1 Ulangan 2
I
II
0.10
0.11
0.11
0.11
0.10
0.11
Rendah
Rendah*Sumber : PP. No. 82 Th. 2001.
26
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa rata-rata kandungan logam
berat timbal (Pb) pada air yang diperoleh dari kedua lokasi sampel masuk dalam
kriteria rendah, dimana nilai ambang batas maksimum menurut
PP. No. 82 Th. 2001 adalah 1 ppm. Selisih kandungan rata-rata logam berat
timbal (Pb) pada air di kedua lokasi sampel hanya berbeda tipis yaitu 0.1 ppm.
Kandungan logam berat timbal (Pb) pada air di lokasi sampel II lebih tinggi yaitu
0.11 ppm dibandingkan dengan kadar logam berat timbal (Pb) pada air di lokasi
sampel I yaitu 0.10 ppm.
Hal ini disebabkan karena air yang digunakan untuk mengairi lahan
pertanian kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) asal kecamatan Sunggal kota
Medan (lokasi sampel II) merupakan air aliran dari saluran air limbah rumah
tangga (parit/got) yang ada disekeliling lahan pertanian kangkung air tersebut.
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Alloway (1995), yang
menyatakan bahwa salah satu pemasok logam berat dalam tanah pertanian adalah
buangan limbah rumah tangga. Sedangkan rendahnya kandungan logam berat
timbal (Pb) dalam air pada lokasi I (kangkung darat (Ipomea reptans Poir) asal
kecamatan Medan Deli kota Medan) dibandingkan dengan lokasi sampel II
(kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) asal kecamatan Sunggal kota Medan)
disebabkan karena air yang digunakan untuk menyiram lahan pertanian kangkung
darat (Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan Deli kota Medan (lokasi
sampel II) tersebut adalah air yang berasal dari sumur bor yang dibuat oleh petani
dan lokasi lahan pertanian kangkung darat yang cukup jauh dari buangan limbah
rumah tangga.
27
Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Tanaman (Akar, Batang, Daun)
Para peneliti sebelumnya telah melakukan penelitian terhadap kandungan
logam berat timbal (Pb) pada tanaman kangkung dengan menjadikan Keputusan
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan No 03725/B/SK/VII/89 sebagai acuan
batas maksimal yang diperbolehkan dalam sayur dan hasil olahannya adalah
2 mg/kg. Namun, Badan Standardisasi Nasional Indonesia (BSNI) mengeluarkan
keputusan baru mengenai hal ini dengan menyatakan batas maksimal yang
diperbolehkan dalam sayur dan hasil olahannya adalah 0.5 mg/kg pada
tahun 2009. Hal ini juga dikuatkan dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 pada tanggal
28 Oktober 2009 dengan menyatakan hal yang sama dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI). Oleh karena itu peraturan baru inilah yang dijadikan sebagai
acuan dalam pendeskripsian kandungan logam berat timbal (Pb) pada tanaman
(akar, batang, daun).
Berdasarkan analisis logam berat timbal (Pb) pada tanaman (Akar, Batang,
Daun) yang telah dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan dua kali ulangan
pembacaan alat AAS (Atomic Absorption Spectroscopy), dapat diketahui bahwa
sayuran kangkung, baik itu kangkung darat (Ipomea reptans Poir) maupun
kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) yang berasal dari kedua lokasi sampel
terbukti mengandung logam berat timbal (Pb) dengan kandungan yang bervariasi
di masing-masing bagian tanaman. Hal ini didukung dengan pernyataan yang
dikemukakan oleh Anonimous (1998) yang menyatakan bahwa logam berat
28
timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang,
dan akar.
Selain itu, adanya kandungan logam berat khususnya logam berat
timbal (Pb) pada tanaman sayuran kangkung ini sudah cukup membuktikan bahwa
organisme pertama yang terpengaruh akibat adanya kandungan logam berat di
tanah atau habitat lainnya adalah organisme dan tanaman yang tumbuh di tanah
atau habitat tersebut (Saeni, 1997), serta sifat-sifat logam berat selain tidak dapat
terurai (non degradable) adalah mudah diabsorbsi (Darmono, 1995).
Kandungan logam berat timbal (Pb) pada tanaman (akar, batang, daun)
di kedua lokasi lahan pertanian sayuran kangkung sudah melebihi batas
maksimum kadar logam berat timbal (Pb) dalam sayuran yang ditetapkan oleh
Badan Standardisasi Nasional yaitu SNI (Standar Nasional Indonesia) tentang
batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan (ICS 67.220.20 tahun 2009)
adalah 0.5 mg/kg dan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang penetapan batas maksimum
cemaran mikroba dan kimia dalam makanan pada tahun 2009 yaitu 0.5 ppm atau
mg/kg.
Untuk lebih jelasnya kandungan logam berat timbal (Pb) pada tanaman
(akar, batang, daun), disajikan pada tabel 10.
29
Tabel 10. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Tanaman (Akar, Batang, Daun)
Lokasi Sampel
SampelKandungan Logam Berat
Timbal (Pb) Rata2Kriteria*
SNI & BPOM (0.5 ppm)Ulangan 1 Ulangan 2
I
Akar
Batang
Daun
3.05
0.55
1.70
3.20
0.65
1.75
3.12
0.6
1.72
Sangat Tinggi
Sedang
Tinggi
II
Akar
Batang
Daun
7.91
0.95
1.70
8.80
0.90
1.65
8.35
0.92
3.35
Sangat Tinggi
Sedang
Tinggi
Sumber : Kriteria* = SNI (ICS 67.220.20 tahun 2009) dan BPOM Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009.
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 10. kandungan rata-rata logam berat
timbal (Pb) pada tanaman (akar, batang, daun) di kedua lokasi sampel tergolong
dalam kriteria sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Hal ini berdasarkan kriteria batas
maksimum kandungan logam berat timbal (Pb) dalam sayuran yang ditetapkan
oleh Badan Standardisasi Nasional Indonesia yaitu SNI (Standar Nasional
Indonesia) tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan
(ICS 67.220.20 tahun 2009) dan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang penetapan batas
maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan pada tahun 2009.
Hal ini menunjukkan bahwa kangkung darat (Ipomea reptans Poir) asal
kecamatan Medan Deli kota Medan (lokasi sampel I) dan kangkung air
(Ipomea aquatica Forsk) asal kecamatan Sunggal kota Medan (lokasi sampel II)
sudah tidak aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat kota Medan sebagai bahan
pangan karena mengandung logam berat timbal (Pb) yang tinggi. Hal ini didukung
oleh Subowo et all (1999) dalam pernyataannya yang mengemukakan bahwa
30
adanya logam berat dalam pertanian dapat membahayakan kesehatan manusia
melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari tanah yang tercemar logam berat
tersebut dan pernyataan yang dikemukakan oleh Alloway (1990) yang
menyatakan bahwa logam berat terserap kedalam jaringan tanaman melalui akar,
yang selanjutnya akan masuk kedalam siklus rantai makanan.
Apabila sayuran tersebut dikonsumsi dan tetap terus dikonsumsi oleh
masyarakat kota Medan, maka dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
kesehatan atau keracunan timbal (Pb). Hal ini disebabkan logam berat timbal (Pb)
merupakan salah satu jenis logam berat berbahaya bagi tubuh manusia, dimana
jumlah minimal Pb minimal didalam darah yang dapat menyebabkan keracunan
berkisar antara 60-100 mikro gram per 100 ml darah (Eddy, 2010) dan logam
berat timbal (Pb) apabila terserap oleh anak walaupun dalam jumlah kecil, dapat
menyebabkan gangguan pada fase awal pertumbuhan fisik dan mental yang
kemudian berakibat pada fungsi kecerdasan dan kemampuan akademik
(www.diskusiskripsi.com, 2010) serta pada perempuan yang sedang hamil, timbal
(Pb) yang tertimbun dalam tulang akan masuk kejanin dan asupan timbal dapat
menyebabkan keguguran (www.diskusiskripsi.com, 2000). Bahkan dalam jangka
waktu lama timbal (Pb) terakumulasi pada gigi, gusi dan tulang. Jika konsentrasi
Pb meningkat, akan terjadi anemia dan kerusakan fungsi otak serta kegagalan
fungsi ginjal (www.diskusiskripsi.com, 2010).
Berdasarkan hasil data analisis diatas juga dapat diketahui bahwa
kandungan rata-rata logam berat tertinggi pada tanaman (akar, batang, daun),
terdapat pada lokasi sampel II (kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) asal
kecamatan Sunggal kota Medan) dibandingkan dengan kandungan rata-rata logam
31
berat pada tanaman (akar, batang, daun) yang terdapat pada lokasi sampel I
(kangkung darat (Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan Deli kota Medan).
Hal ini dapat dilihat dari kandungan rata-rata logam berat timbal (Pb) pada
tanaman (akar, batang, daun) yang diperoleh dari lokasi II pada bagian akar
8.35 ppm, batang 0.92 ppm, daun 3.35 ppm; sedangkan kandungan rata-rata
logam berat timbal (Pb) pada tanaman (akar, batang, daun) yang diperoleh dari
lokasi I pada bagian akar 3.12 ppm, batang 0.6 ppm dan daun 1.72 ppm. Hal ini
didukung dengan lebih tingginya kandungan logam berat timbal (Pb) pada air
yang diperoleh dari lokasi sampel II yaitu 0.11 ppm dibandingkan dengan
kandungan logam berat timbal (Pb) pada air yang diperoleh dari lokasi sampel I
yaitu 0.10 ppm.
Tingginya kandungan logam berat timbal (Pb) pada tanaman yang
diperoleh dari lokasi sampel II (kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) asal
kecamatan Sunggal kota Medan) dibanding dengan lokasi sampel I (kangkung
darat (Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan Deli kota Medan) dinilai wajar
karena tanaman kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) yaitu lokasi sampel II
hidup di air yang berasal dari saluran air limbah rumah tangga (parit/got) yang
berada disekeliling lahan pertanian kangkung air (Ipomea aquatica Forsk)
tersebut. Hal ini dilakukan oleh petani kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) desa
Tanjung Rejo kecamatan Sunggal kota Medan untuk mengairi lahan pertaniannya
dengan asumsi bahwa kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) yang ditanam oleh
petani tersebut tidak akan mendapat suplai air yang cukup jika hanya
mengandalkan atau mengharapkan air hujan saja.
32
Berdasarkan data yang dipaparkan pada tabel 10. dapat diketahui bahwa
akumulasi kandungan logam berat timbal (Pb) pada tanaman (akar, batang, daun)
tertinggi terdapat bagian akar tanaman kangkung, baik itu tanaman kangkung
darat (Ipomea reptans Poir) yaitu lokasi sampel I (akar 3.12 ppm) dan kangkung
air (Ipomea aquatica Forsk) yaitu lokasi sampel II (akar 8.35 ppm). Hal ini
disebabkan logam berat terserap kedalam jaringan tanaman melalui akar, yang
selanjutnya akan masuk kedalam siklus rantai makanan (Alloway, 1990). Hal ini
juga didukung dengan suatu penelitian yang dilakukan oleh Kohar dkk (2005)
yang memperoleh hasil bahwa akumulasi Pb yang terbesar terjadi pada akar
tanaman kangkung.
Tingginya kandungan logam berat timbal (Pb) yang diperoleh pada bagian
akar tanaman kangkung baik itu tanaman kangkung darat (Ipomea reptans Poir)
dan kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) sesuai dengan tiga cara unsur hara
dapat kontak dengan permukaan akar, yaitu : 1) secara difusi dalam larutan tanah;
2) secara pasif oleh aliran tanah, dan 3) akar tumbuh kearah posisi hara dalam
matirk tanah. Serapan hara oleh akar dapat bersifat akumulatif, selektif, satu arah
(unit directional), dan tidak dapat jenuh. Penyerapan hara dalam waktu yang lama
menyebabkan konsentrasi hara dalam sel jauh lebih tinggi, ini disebut sebagai
akumulasi hara (Lakitan, 2001). Hal ini juga didukung dengan pernyataan yang
dikemukakan oleh Fitter dan Hay (1991) yang menyatakan bahwa sel-sel akar
tumbuhan umumnya mengandung konsentrasi ion yang lebih tinggi daripada
medium disekitarnya.
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 10. dapat diketahui bahwa sayuran
kangkung, baik itu kangkung darat (Ipomea reptans Poir) maupun kangkung air
33
(Ipomea aquatica Forsk) yang berasal dari kedua lokasi sampel mampu menyerap
dan mengakumulasikan logam berat dari media tumbuhnya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan yang dikemukakan oleh Seregeg dkk (1995) melalui penelitian bahwa
kangkung termasuk salah satu tanaman yang mudah menyerap logam berat dari
media tumbuhnya. Hal ini juga sesuai dengan dua sifat penyerapan ion oleh
tumbuhan adalah (1) faktor konsentrasi, yaitu kemampuan tumbuhan dalam
mengakumulasi ion sampai tingkat konsentrasi tertentu, bahkan dapat mencapai
beberapa tingkat lebih besar dari konsentrasi ion didalam mediumnya; dan
(2) perbedaan kuantitatif akan kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis
tumbuhan (Fitter dan Hay, 1991)
Berdasarkan hasil data analisis diatas juga dapat diketahui bahwa sayuran
kangkung, baik itu kangkung darat (Ipomea reptans Poir) maupun kangkung air
(Ipomea aquatica Forsk) yang berasal dari kedua lokasi sampel relatif tahan
terhadap bahan pencemar yaitu logam berat timbal (Pb) dan
mengakumulasikannya tanpa membuat tanaman tumbuh dengan tidak normal dan
tidak mengalami fitotoksisitas. Hal ini terbukti dari hasil panen tanaman
kangkung yang diproduksi cukup tinggi, dimana hasil panen kangkung darat
(Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan Deli kota Medan (lokasi sampel I)
mampu menghasilkan ± 200 ikat/bedeng (ukuran bedeng ± 1 x 20 m) dan hasil
panen kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) desa Tanjung Rejo kecamatan
Sunggal kota Medan (lokasi II) mampu menghasilkan hingga 300 ikat per harinya.
Hal ini sesuai pernyataan yang dikemukakan oleh Eddy (2010) yang menyatakan
bahwa kangkung merupakan salah tanaman yang memiliki kemampuan yang
disebut dengan hiperakumulator, yaitu relatif tahan terhadap berbagai macam
34
bahan pencemar dan mengakumulasikannya dalam jaringan dengan jumlah yang
cukup besar. Salah satu bahan pencemar tersebut adalah timbal (Pb). Tanaman
kangkung mampu mentranslokasikan bahan pencemar timbal (Pb) dengan
konsentrasi sangat tinggi ke pucuk tanpa membuat tanaman tumbuh dengan tidak
normal dalam arti kata tidak kerdil dan tidak mengalami fitotoksisitas.
35
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kandungan rata-rata logam berat timbal (Pb) tanaman kangkung air
(Ipomea aquatica Forsk) asal kecamatan Sunggal kota Medan lebih tinggi
daripada kangkung darat (Ipomea reptans Poir) asal kecamatan Medan
Deli kota Medan. Masing-masing dalam kangkung air dan kangkung darat,
yaitu pada akar (8.35 - 3.12) ppm, pada batang (0.92 - 0.6) ppm, dan pada
daun (3.35 - 1.72) ppm.
2. Kandungan rata-rata logam berat timbal (Pb) kangkung darat
(Ipomea reptans Poir) dan kangkung air (Ipomea aquatica Forsk) sudah
melebihi batas maksimum kadar logam berat timbal dalam sayuran.
3. Tanaman kangkung darat (Ipomea reptans Poir) dan kangkung air
(Ipomea aquatica Forsk) terbukti sangat kuat menyerap dan
mengakumulasikan logam berat timbal (hiperakumulator) tanpa membuat
tanaman tumbuh dengan tidak normal dan tidak mengalami fitotoksisitas,
hal ini sesuai dengan pendapat Eddy (2010).
Saran
Sebaiknya lahan pertanian kangkung darat (Ipomea reptans Poir) asal
kecamatan Medan Deli kota Medan dan kangkung air (Ipomea aquatica Forsk)
asal kecamatan Sunggal kota Medan diganti dengan sayuran lain yang daya serap
dan akumulasi logam beratnya rendah.
36
DAFTAR PUSTAKA
Alloway, B.J., 1990. Heavy Metal in Soils. John Willey and Sons inc., New York.
_______, B.J., 1995. Heavy Metal in Soils. 2nd Edition. Blackie Academic and Professional-Chapman and Hall. London-Wenheim-New York. Tokyo-Melbourne-Madras.
American Geological Instiude. 1976. Dictionary of Geological Terms. Revised Edition. Anchor Books. New York. Viii + 472 h.
Anonimous, 1998. Timbal Pada Tanah dan Tanaman. http://www.dikusiskripsi.com. Diakses tanggal 16 Agustus 2010.
_________, 2000. Efek Logam Berat Bagi Kesehatan. http://www.diskusiskripsi.com. Diakses tanggal 16 Agustus 2010.
_________, 2008. Bahaya Logam Berat Dalam Air. Dalam majalah Adinfo Bogor. http://adinfobogor.blogspot.com/2008...am-air_31.html. diakses tanggal 17 Juli 2010.
_________, 2010. Logam Berat Timbal (Pb). http://www.diskusiskripsi.com. Diakses tanggal 16 Agustus 2010.
Astawan, Made. 2005. Awas Koran Bekas! Kompas Cyber Media. http://www.kompas.com. Diakses tanggal 27 Oktober 2010.
Babich, H dan G. Stotzky. 1978. Effects of Cadnium On The Biota : Influences of Environmental Factors. Edv. Appl. Microbiol.
Barchia, M. F., 2009. Sumber Polutan dan Logam Berat. http://www.faizbarchia.blogspot.com/.../sumber-polutan-dan-logam-berat.html. Diakses 20 September 2010.
Charlena., 2004. Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadnium (Cd) pada Sayur-sayuran. Program Pascasarjana / S3 / Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Darmono., 1995. Logam dalam Sistem Biologi. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
_______., 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
37
Direktorat Gizi Depkes R.I 1981. Dalam: Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Eddy, Syaiful, 2010. Pemanfaatan Tehnik Fitoremediasi Pada Lingkungan TercemarTimbal(Pb).http://blog.unsri.ac.id/userfiles/posting20%blog.doc. Diakses 15 Mei 2010.
Fitter, A. H dan Hay, R. K. M., 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Klein, D. A dan J. S. Trayer. 1995. Interactions Between Soil Microbial Community and Organometallic Compaunds. Marcell Dekker, inc. New York and Basel.
Kohar, I., Poppy Hartatie Hardjo, dan Imelda Inge Lika, 2005. Studi Kandungan Logam Pb dalam Tanaman Kangkung Umur 3 dan 6 Minggu yang Ditanam di Media yang Mengandung Pb. Makara Sains vol. 9 No.2 November 2005 : 56-59.
Lakitan, B., 2001. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Palar, H., 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Cet: 4. Rineka Cipta, Jakarta.
Matagi, S. V., Swai, D., and Mugabe, R., 1998. Heavy Metal Removal Mechnisms in Wetlands. Afr. J. Trop. Hidrobiol. Fish. 8 : 23-35.
Notohadiprawiro, T., 2006. Logam Berat Dalam Pertanian. Ilmu Tanah Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Rukmana, R., 1994. Kangkung. Seri Budi Daya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Saeni., 1997. Penentuan Tingkat Pencemaran Logam Berat Dengan Anilisis Rambut. Orasi Ilmiah. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor.
Seregeg, I. G., Saeni, M. S, 1995. Media Litbangkes V 18.
Subowo, Mulyadi S., Widodo, dan Asep Nugraha, 1999. Status dan Penyebaran Pb, Cd, dan Pestisida pada Lahan Sawah Intensifikasi di Pinggir Jalan Raya. Prosiding. Bidang Kimia dan Bioteknologi Tanah, Puslittanak, Bogor.
Sunu, P., 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Penerbit PT. Grasindo, Jakarta.
38
Taberima, S., 2004. Peranan Mikroorganisme Dalam Mengurangi Efek Toksik Pada Tanah Terkontaminasi Logam Berat. Program Pascasarjana / S3 / Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Widaningrum, Miskiyah, dan Suismono, 2007. Bahaya Kontaminasi Logam Berat Dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan Cemarannya. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian vol. 3 2007.
39