36
MAKALAH KIMIA ORGANIK BAHAN ALAM METODE ISOLASI SENYAWA FENILPROPANOID Oleh : Kelompok III (Tiga) 1. ARHAM (1213141003) 2. DINI PUSPITASARI (1213140011) 3. TRIANITA SARI (1213141001) 4. MERLIN TANDI (1213140010) 5. ROSNI KOTALA (1213140009) 6. RIA IRMAYANI (1213141004)

ISOLASI FENILPROPANOID

Embed Size (px)

DESCRIPTION

isolasi fenil propanoid. metabolit sekunder

Citation preview

MAKALAH

KIMIA ORGANIK BAHAN ALAMMETODE ISOLASI SENYAWA FENILPROPANOIDOleh :

Kelompok III (Tiga)

1. ARHAM

(1213141003)2. DINI PUSPITASARI

(1213140011)3. TRIANITA SARI

(1213141001)4. MERLIN TANDI

(1213140010)5. ROSNI KOTALA

(1213140009)6. RIA IRMAYANI

(1213141004)PROGRAM STUDI KIMIA

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2015

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat taufiq dan hidayah-Nya lah penulisan makalah dengan judul Metode Isolasi Senyawa Fenil Propanoid ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun sebagai pemenuhan salah satu tugas mata kuliah Kimia Organik Bahan Alam. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang.Penulis berharap makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini penulis akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.Makassar, 8 April 2015

Penulis,

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

i

Daftar Isi

ii

Bab I Pendahuluan

1

A. Latar Belakang

1

B. Rumusan Masalah

2

C. Tujuan

2

Bab II Pembahasan

3

A. Pengertian dan Klasifikasi Fenilpropanoid

3

B. Isolasi Senyawa Bahan Alam

7C. Metode Isolasi Fenilpropanoid

15Bab III Penutup

18Kesimpulan

18Daftar Pustaka

19BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman tumbuhan terutama hasil pertanian dan rempah-rempah. Hal ini didukung oleh keadaan geografis Indonesia yang beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata tinggi sepanjang tahun. Setiap tumbuhan memiliki kandungan senyawa tertentu yang disebut sebagai metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder pada suatu tumbuhan dapat mempengaruhi bioaktivitas tumbuhan. Keberadaan senyawa metabolit sekunder oleh beberapa ahli disebutkan sebagai pemikat (attractant), penolak (reppelant), dan pelindung (protectant).Senyawa metabolit sekunder adalah senyawa organik yang merupakan hasil proses metabolisme dalam organisme hidup. Senyawa dari jenis ini disebut juga metabolit. Senyawa metabolit sekunder merupakan molekul kecil yang dihasilkan oleh suatu organisme tetapi tidak secara langsung dibutuhkan dalam mempertahankan hidupnya, tidak seperti protein, asam nukleat, dan polisakarida yang merupakan komponen dasar untuk proses kehidupan. Metabolit sekunder merupakan kelompok metabolit yang sangat luas, dengan perbedaan yang tidak terlalu terlihat, dan dikelompokkan dengan berbagai macam definisi.Studi bahan alam dalam bidang kimia dapat beraspek luas antara lain suatu penelitian terhadap struktur dan biosintesis, isolasi dan identifikasi senyawa- senyawa berkhasiat atau berguna. Penggunaan ekstrak tumbuh- tumbuhan tertentu sebagai ramu- ramuan obat- obatan secara trsdisional dari beberapa jenis tumbuh- tumbuhan dikenal hampir diseluruh Indonesia, bahkan tumbuh- tumbuhan ini telah dibudidayakan oleh sebagian masyarakat tertentu sebagai apotek hidup, dan merupakan sumber bahan obat- obatan secara tradisional. Penggunaan obat- obatan tradisional ini adalah merupakan warisan dari nenek moyang secara turun menurun bagi masyarakat tertentu dan sampai saat ini masih digunakan sebagian masyarakat.Tanaman obat merupakan bahan alam yang mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder mempunyai manfaat yang berbeda-beda tergantung dari jenis senyawanya yaitu dapat sebagai antikanker, antibakteri, antijamur maupun sebagai antioksidan (Megawati, 2014). Senyawa antibakteri merupakan senyawa kimia yang mampu menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Yefrida, 2009).Isolasi bahan alam berbeda dengan cara isolasi makromolekul biologi yang umum karena lebih kecil dan secara kimia lebih beragam daripada protein, asam nukleat, dan polisakarida yang relatif homogen. Sehingga teknik isolasi harus benar-benar diperhatikan. Senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut diantaranya yaitu steroid, fenilpropanoid, alkaloid, terpenoid, flavoinoid, saponin, dan sebagainya.Akhir-akhir ini senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder pada berbagai jenis tumbuhan telah banyak dimanfaatkan sebagai zat warna, racun, aroma makanan, obat-obatan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, mengingat betapa bermanfaatnya senyawa-senyawa hasil metabolit sekunder tersebut bagi umat manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, maka dirasa sangat perlu untuk mengisolasi senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut. Di mana pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai metode-metode yang digunkan pada proses isolasi senyawa metabolit sekunder khususnya senyawa fenilpropanoid.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu :

1. Apakah pengertian fenilpropanoid dan bagaimana klasifikasinya?

2. Bagaimana cara mengisolasi senyawa fenilpropanoid dari suatu bahan alam?C. Tujuan

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk memberikan penjelasan tentang cara mengisolasi senyawa golongan fenilpropanoid dari suatu bahan alam.BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Klasifikasi FenilpropanoidFenilpropanoid merupakan senyawa fenol di alam yang mempunyai cincin aromatik dengan rantai samping terdiri dari 3 atom karbon. Golongan fenilpropanoid yang paling tersebar luas adalah asam hidroksi sinamat, yaitu suatu senyawa yang merupakan bangunan dasar lignin. Empat macam asam hidroksi sinamat banyak terdapat dalam tumbuhan. Keempat senyawa tersebut yaitu asam ferulat, sinapat, kafeat dan p-kumarat (Robby, 2011).Fenilpropanoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa fenol yaitu agak asam, dapat larut dalam basa, dan bersifat polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti metanol, etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida (Mifta, 2010).Senyawa fenilpropanoid merupakan salah satu kelompok senyawa fenol utama yang berasal dari jalur shikimat. Senyawa fenol ini mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari cincin benzena (C6) yang terikat pada ujung rantai karbon propana (C3) (Lenny, 2006).

Gambar 1. Kerangka Dasar FenilpropanoidFenilpropanoid mewakili kelompok besar produk alamiah yang diturunkan dari asam amino fenilalanin dan tirosin atau dalam beberapa kasus, di tengah jalur biosintesisnya melalui biosintesis asam sikimat. Seperti yang terlihat dari namanya, kebanyakan senyawa yang terkandung dalam strukturnya adalah cincin fenil yang terletak dalam tiga sisi rantai karbon propana. Karena kebanyakan fenlipropanoid di alam merupakan fenolik dengan satu atau lebih kelompok hidroksil dalam cincin aromatis, maka sering disebut sebagai tumbuhan fenolik. Berikut adalah klasifikasi dari senyawa fenilpropanoid:1. Kelompok Sinamat

Asam sinamat memiliki rumus kimia C6H5CHCHCOOH atau C9H8O2, berwujud kristal putih, sedikit larut dalam air, dan mempunyai titik leleh 133C serta titik didih 300C. Asam sinamat termasuk senyawa fenol yang dihasilkan dari lintasan asam sikimat dan reaksi berikutnya. Bahan dasarnya adalah fenilalanin dan tirosin sama seperti asam kafeat, asam p-kumarat, dan asam ferulat. Keempat senyawa tersebut penting bukan karena terdapat melimpah dalam bentuk tak terikat (bebas), melainkan karena mereka diubah menjadi beberapa turunan di samping protein. Turunannya termasuk fitoaleksin, kumarin, lignin, dan berbagai flavonoid seperti antosianin. Diklasifikasi sebagai asam karboksilat tak jenuh, ia terjadi secara alami pada sejumlah tanaman. Senyawa ini secara bebas larut dalam pelarut-pelarut organik. Ia berada baik sebagai isomer cis maupun trans, meskipun kemudian lebih umum.Asam sinamat juga merupakan sejenis inhibitor-sendiri yang diproduksi oleh spora jamur untuk mencegah germinasi. Berikut adalah beberapa struktur senyawa turunan sinamat.

Gambar 2. Senyawa-Senyawa Turunan SinamatAsam sinamat mempunyai berat molekul 148,16 gr mol1, dengan densitas 1,2475 gr/cm3. Asam sinamat mendidih pada suhu 300C, (572F), dengan titik leleh 133C, (271F). Dapat larut dalam sampai 500 mg/liter, dengan keasaman (pKa) 4,44. Asam sinamat mempunyai titik nyala pada suhu >100 C (212F). Asam sinamat digunakan sebagai penyedap, indigo sintetik, dan produk farmasi tertentu. Kegunaan utama ialah dalam pembuatan metil, etil dan benzil ester untuki industri minyak wangi. Asam sinamat merupakan prekursor, zat pendahulu untuk pemanis aspartam melalui aminasi yang dikatalisis-enzim menjadi fenilalanin.2. Kelompok KumarinKumarin merupakan senyawa metabolit sekunder berupa minyak atsiri yang terbentuk terutama dari turunan glukosa non-atsiri saat penuaan atau pelukaan. Skopoletin adalah kumarin beracun yang tersebar luas pada tumbuhan dan sering dijumpai dalam kulit biji. Skopoletin merupakan salah satu senyawa yang diduga menghambat perkecambahan biji tertentu, menyebabkan dormansi sampai senyawa tersebut tercuci (misalnya, oleh hujan yang cukup lebat sehingga kelembapannya cukup bagi pertumbuhan kecambah). Jadi peranannya adalah sebagai penghambat alami perkecambahan biji.Berikut adalah beberapa struktur senyawa turunan kumarin.

(a) (b)

(c) Gambar 3. (a) Kumarin, (b) Umbeliferon, dan (c) Eskuletin3. Kelompok Alil Fenol dan Propenil FenolSenyawa alilfenol dan propenil fenol adalah jenis senyawa fenilpropanoid yang berkaitan satu sama lainnya. Keduanya sama-sama berasal dari jalur biosintesa shikimat. Senyawa-senyawa ini umumnya ditemukan bersama-sama dalam minyak atsiri dari tumbuhan umbeliferae atau tumbuhan lain yang digunakan sebagai rempah-rempah. Misalnya eugenol adalah komponen utama dari minyak cengkeh dan miristin terdapat dalam minyak pala. Senyawa alilfenol dan propenil fenol ini mempunyai gugus hidroksil atau gugus ester pada C4, kadang-kadang diikuti oleh gugus metoksil atau metilendioksida yang lain. Perbedaan kedua senyawa tersebut berada pada ikatan rangkap C-C yang mengalami reaksi penataan ulang (rearrangement).

(a)

(b)Gambar 4. (a) Senyawa Turunan Alilfenol, (b) Senyawa Turunan Propenil FenolB. Isolasi Senyawa Bahan AlamIsolasi merupakan suatu cara untuk mengambil suatu senyawa aktif tertentu yang terdapat di dalam tumbuhan. Untuk dapat melakukan isolasi harus melalui berbagai tahapan yang cukup panjang hingga dapat diperoleh suatu senyawa murni yang berkhasiat dalam tumbuhan tersebut. Teknik isolasi di berbagai negara juga berbeda seperti di Indonesia dan jepang tapi prinsip yang digunakan tetap sama (Patria, 2011).Sebelum melakukan isolasi terhadap suatu senyawa kimia yang diinginkan dalam suatu tumbuhan maka perlu dilakukan identifikasi pendahuluan kandungan senyawa metabolit sekunder yang ada pada masing-masing tumbuhan, sehingga dapat diketahui kandungan senyawa yang ada secara kualitatif dan mungkin juga secara kuantitatif golongan senyawa yang dikandung oleh tumbuhan tersebut.Secara umum, untuk melakukan isolasi harus melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Skrinning fitokimiaSkrinning fitokimia atau uji pendahuluan merupakan tahap pendahuluan dalam penelitian isolasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebagian besar metodenya merupakan reaksi pengujian warna dengan suatu pereaksi warna. Metode yang digunakan atau dipilih untuk melakukan skrining fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain sederhana, cepat, dapat dilakukan dengan peralatan minimal, bersifat semikuantitatif yaitu memiliki batas kepekaan untuk senyawa yang bersangkutan, selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari, dan dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya senyawa tertentu dalam dari golongan senyawa yang dipelajari (Noerono, 1994).Senyawa fenilpropanoid termasuk dalam senyawa fenol. Oleh karena itu digunakan uji senyawa fenol. Cara uji fenol yaitu serbuk sampel kering dengan berat tertentu dipanaskan dengan metanol atau etanol. Selanjutnya disaring untuk mengambil filtratnya. Filtrat selanjutnya ditambahkan dengan aquadest dan larutan FeCl3, selanjutnya dilihat perubahan warna filtrat yang terjadi. Sampel dinyatakan positif mengandung senyawa fenol (fenilpropanoid) jika warna filtrat berubah menjadi hijau, merah, ungu, biru, atau hitam yang kuat (Harborne, 1987).Ion Fe3+ bereaksi dengan beberapa senyawa organik golongan fenol membentuk senyawa kompleks dengan warna yang kuat. Warna dari senyawa kompleks yang terbentuk bervariasi.Persamaan reaksi antara fenol dengan Fe3+ :

Fenol

Kompleks Fenol

Senyawa fenol yang awalnya bening ketika ditetesi FeCl3 akan berubah menjadi warna tertentu sesuai dengan jenis senyawa fenolnya. Hal ini menunjukkan bahwa telah terbentuk senyawa kompleks dari Fe3+ dengan fenol. Fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus hidroksil yang terikat pada karbon tak jenuh, sehingga dapat bereaksi dengan besi (III) klorida menghasilkan larutan berwarna.Menurut Jones (2006), jika reaksi antara suatu senyawa organik dengan pereaksi FeCl3 menyebabkan larutan berubah warna menjadi biru tua, biru kehitaman, atau hijau kehitaman maka hal itu menunjukkan adanya senyawa polifenol dan tanin.2. Preparasi sampel/simplisiaSimplisia adalah bahan baku dalam proses pembuatan ekstrak, baik sebagai obat maupun suatu produk lain. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau senyawa nabati lainnya dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (DepKes RI, 2000).

Simplisia merupakan sampel yang digunakan dalam identifikasi suatu senyawa. Bahan baku/sampel biasanya berupa daun yang dijadikan serbuk, atau dapat berupa ekstrak kental yang selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap senyawa yang dikandungnya. Dilakukan pemisahan kotorankotoran atau bahanbahan asing lainya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahanbahan seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotor lainya harus dibuang. Hal ini disebut sebagai sortasi basah. Pencucian simplisia selanjutnya dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air dari sumur atau air PAM.Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk memperbesar permukaan bahan sehingga mempermudah proses pengeringan dan ekstraksi. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan dengan cara diangin-anginkan. Pengeringan dengan cara diangin-anginkan mempunyai suhu yang lebih rendah dibandingkan pengeringan di bawah sinar matahari sehingga dapat mencegah menguapnya senyawa yang bersifat tidak stabil terhadap panas. Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan bendabenda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkandan pengotorpengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.

Tahap terakhir yaitu penumbukkan atau penghalusan bahan sehingga dinding sel yang terdapat pada bahan menjadi rusak dan senyawa yang ada di dalam tumbuhan akan dapat mudah ditarik oleh pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi.3. EkstraksiEkstraksi merupaka proses penarikan atau pemisahan suatu komponen bahan dengan menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi dengan pelarut dilakukan dengan mempertemukan bahan yang akan diekstrak dengan dengan pelarut selama waktu tertentu yang diikuti dengan pemisahan filtrate terhadap residu bahan yang diekstrak. Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi dapat berlangsung bila terdapat kesamaan dalam sifat kepolaran antara senyawa yang diekstrak dengan senyawa pelarut. Suatu zat memiliki kemampuan terlarut yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat telarut dengan pelarut. Senyawa polar akan larut pada pelarut polar juga, begitu juga sebaliknya (Ansel, 1989).

Selama proses ekstraksi terdapat gaya yang bekerja akibat adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan cairan ekstraksi di luar sel. Bahan pelarut yang mengalir ke dalam ruang sel akan menyebabkan protoplasma membengkak dan bahan yang terkandung di dalam sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya (Voight 1994).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara dingin ataupun panas bergantung pada sifat senyawa dari tanaman tersebut. Apabila senyawa yang akan diisolasi adalah termostabil ekstraksi dengan cara dingin ataupun panas tidak akan bermasalah. Namun apabila senyawa yang akan diisolasi adalah senyawa termolabil maka cara panas tidak boleh dilakukan karena dapat merusak senyawa tersebut. Jadi ekstrasi yang dilakukan harus mengikuti berbagai pertimbangan dari sifat senyawa yang akan diisolasi. Metode ekstraksi panas berupa soxhletasi sedangkan metode ekstraksi dingin berupa maserasi.Ekstraksi menggunakan Soxhlet dengan pelarut cair merupakan salah satu metode yang paling baik digunakan dalam memisahkan senyawa bioaktif dari alam. Cara ini memiliki beberapa kelebihan dibanding yang lain antara lain sampel kontak dengan pelarut yang murni secara berulang, kemampuan mengekstraksi sampel lebih tanpa tergantung jumlah pelarut yang banyak. Metode sokletasi merupakan suatu metode dengan pemanasan, pelarut yang digunakan akan mengalami sirkulasi (Ichwan, 2014).

Maserasi merupakan metode ekstraksi konvensional yang dilakukan dengan merendam serbuk kasar simplisia dengan cairan pengekstraksi selama 4-10 hari dan disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna). Keuntungan dari maserasi adalah hasil ekstraksi banyak serta dapat menghindarkan perubahan kimia terhadap senyawa-senyawa tertentu karena tidak terjadi pemanasan namun demikian proses maserasi membutuhkan waktu yang relatif lama. Kerugian cara maserasi adalah penyarian kurang sempurna karena terjadi kejenuhan cairan penyari dan membutuhkan waktu yang lama (Hargono, 1986). Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Walaupun demikian, maserasi merupakan proses ekstraksi yang masih umum digunakan karena cara pengerjaan dan peralatannya sederhana dan mudah (Noerono, 1994).Ekstraksi partisi adalah pemisahan senyawa yang terkandung dalam suatu tanaman berdasarkan tingkat kepolaran dari pelarut yang digunakan. Contohnya n-heksan (non polar), etil asetat (semi polar), air (polar) sehingga senyawa dapat terpisah berdasarkan kepolarannya. Ekstraksi partisi merupakan metode pemisahan dengan menggunakan dua cairan pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga senyawa tertentu terpisahkan menurut kesesuaian sifat dengan cairan pelarut (prinsip solve dissolve like). Proses partisi ini dilakukan dengan menggunakan corong pisah untuk memisahkan senyawa-senyawa yang terkandung. Dimulai dari senyawa non polar terlebih dahulu, dimasukkan n-heksan ke dalam corong pisah yang berisi ekstrak, dilakukan pengocokan lalu fraksi n-heksan (bagian atas) ditampung. Hal ini dilakukan terus hingga ekstrak n-heksan tidak berwarna/ jernih. Setelah jernih dilakukan pergantian pelarut dari n-heksan ke etil asetat dan dilakukan hal yang sama seperti n-heksan. Ketika ekstrak etil asetat selesai maka akan didapatkan 3 ekstrak yaitu fraksi n-heksan, etil asetat dan air. Untuk melanjutkan ke tahap berikutnya yaitu kromatografi dilakukan uji dahulu terhadap ekstrak yang didapatkan apakah ada aktivitas terhadap suatu penyakit yang diperkirakan. Lalu dilakukan kromatografi terhadap ekstrak yang memiliki aktifitas terhadap penyakit tersebut (Farmasea, 2015).4. Pemisahan SenyawaKromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran dimana cuplikan berkesetimbangan di antara dua fasa, fasa gerak yang membawa cuplikan dan fasa diam yang menahan cuplikan secara selektif. Bila fasa gerak berupa gas, disebut kromatografi gas, dan sebaliknya kalau fasa gerak berupa zat cair, disebut kromatografi cair (Hendayana, 1994).Kromatografi Cair Vakum (KCV) merupakan salah satu metode fraksinasi yaitu dengan memisahkan ekstrak kasar menjadi fraksi-fraksinya yang lebih sederhana. Pemisahan tersebut memanfaatkan kolom yang berisi fasa diam dan aliran fasa geraknya dibantu dengan pompa vakum. Fasa diam yang digunakan dapat berupa silika gel atau alumunium oksida.Kromatografi kolom cair dapat dilakukan pada tekanan atmosfer atau pada tekanan lebih besar dari atmosfer dengan menggunakan bantuan tekanan luar misalnya gas nitrogen. Untuk keberhasilan praktikan di dalam bekerja dengan menggunakan kromatografi kolom vakum cair, oleh karena itu syarat utama adalah mengetahui gambaran pemisahan cuplikan pada kromatografi lapis tipis (Harris, 1982).Adapun KCV ini merupakan pemisahan fraksi berdasarkan pelarutnya. Agar fraksi tertentu turun, maka harus ditingkatkan kepolarannya dari non polar, sedikit polar, semi polar, agak polar sampai 100% polar, hal ini dikarenakan didalam sampel itu terdapat senyawa yang berbeda kepolarannya. Untuk meningkatkan kepolaran pelarut dilakukan perbandingan campuran pelarut, pada mulanya pelarut non polar dicampur dengan pelarut semi polar dengan perbandingan tertentu, dan sampai nanti pelarut semipolar dicampur dengan pelarut polar dengan perbandingan tertentu. Sampel atau fraksi yang turun itu sesuai dengan kepolaran pelarut yang digunakan. Bila pelarut yang digunakan adalah n-heksana (non polar) maka fraksi yang akan turun adalah senyawa non polar, sedangkan senyawa polar tidak turun karena tidak larut dengan pelarut n-heksana (Andy, 2014). Gambar 5. KKCVKeuntungan dari kromatografi kolom vakum cair yaitu proses terjadi secara cepat karena adanya bantuan vakum dan proses elusi terjadi secara sempuna. Tetapi juga memiliki kerugian yaitu proses pemisahan senyawa tidak sempurna karena prosesnya yang cepat dan prosesnya membutuhkan biaya yang mahal.Sebelum difraksinasi, ekstrak kental dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan berbagai eluen dan berbagai perbandingan untuk mengetahui jenis pelarut yang sesuai pada kromatografi kolom cair vakum. Ekstrak kental yang terdiri dari beberapa komponen tersebut difraksinasi dengan metode kromatografi kolom cair vakum. Hasil fraksinasi di KLT dengan eluen yang sama, kemudian yang sama nilai Rfnya digabungkan.Fraksi gabungan dianalisis kembali dengan kromatografi lapis tipis dan diuapkan dengan maksud menentukan fraksi yang akan dimurnikan lebih lanjut melalui metode kromatografi kolom flash. Gambar 6. Kolom FlashKromatografi kolom flash merupakan kromatografi yang teratur dengan tekanan rendah (pada umumnya < 20 psi) yang digunakan sebagai kekuatan bagi proses elusi bahan pelarut melalui suatu ruangan atau kolom dengan proses yang lebih cepat. Karena kolomnya lebih ramping dibandingkan kolom KCV sehingga jumlah fase diam dan fase geraknya juga lebih sedikit.5. PemurnianPemurnian senyawa dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan rekristalisasi, uji tiga eluen yang berbeda kepolarannya, serta uji titik leleh senyawa tersebut. Pemilihan pelarut tersebut didasarkan pada prinsip rekristalisasi yaitu sampel yang tidak larut dalam suatu pelarut pada suhu kamar tetapi dapat larut dalam pelarut pada suhu kamar. Jadi rekristalisasi meliputi tahap awal yaitu melarutkan senyawa yang akan dimurnikan dalam sedikit mungkin pelarut atau campuran pelarut dalam keadaaan panas atau bahkan sampai suhu pendidihan sehingga diperoleh larutan jernih dan tahapan selanjutnya yaitu mendinginkan larutan yang akan dapat menyebabkan terbentuknya kristal, lalu dipisahkan melalui penyaringan (Agusti, 2011).Fraksi gabungan yang diperoleh kemudian di KLT sistem tiga eluen dengan menggunakan larutan pengembang atau eluen yang sesuai. Jika hasil KLT memperlihatkan noda tunggal, maka senyawa tersebut telah murni.6. Identifikasi

Identifikasi dilakukan untuk mengetahui jenis golongan senyawa yang telah diisolasi seperti fenilpropanoid, steroid, terpenoid, flavonoid, dan lain sebagainya.Beberapa gram isolat padat ditempatkan pada plat tetes lalu ditetesi dengan pereaksi FeCl3. Terbentuknya warna biru, hijau atau hitam yang kuat menunjukkan bahwa isolat padat tersebut positif senyawa fenolik (fenilpropanoid).

Beberapa gram isolat padat ditempatkan pada plat tetes lalu ditetesi dengan pereaksi wagner. Terbentuknya endapan cokelat menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung alkaloid. Beberapa gram isolat juga diteteskan pada plat tetes lain lalu ditetesi dengan pereaksi Dragendroff. Terbentuknya warna merah bata menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung alkaloid.

Beberapa gram isolat padat ditempatkan pada plat tetes lalu ditetesi dengan pereaksi Liebermann Buchard. Terbentuknya warna merah hingga ungu menunjukkan bahwa ekstrak tersebut positif terpenoid, jika terbentuk warna biru hingga hijau maka isolat padat tersebut positif steroid. C. Metode Isolasi Fenilpropanoid

1. Persiapan Bahan dan EkstraksiSampel bahan terlebih dahulu kemudian dikeringkan bukan dibawah sinar matahari namun dengan cara diangin-anginkan. Pengeringan dengan cara diangin-anginkan mempunyai suhu yang lebih rendah dibandingkan pengeringan di bawah sinar matahari. Luximon-Ramma (2002), menyatakan bahwa perbedaan kandungan fenol antara ekstrak yang berasal dari sampel segar dan kering disebabkan akibat proses pengeringan. Senyawa fenol memiliki sifat mudah teroksidasi dan sensitif terhadap perlakuan panas, sehingga dengan adanya proses pengeringan dengan sinar matahari dapat menurunkan kandungan senyawa fenol.Suhu optimum pengeringan untuk mendapat kadar total fenol maksimum adalah 600C. Pengeringan lebih tinggi dari 600C setelah 4 menit maka fenol akan rusak dan kadarnya cenderung menurun (Sari, 2012). Peningkatan konsentrasi flavonoid seiring dengan penurunan suhu dan intensitas radiasi (Schmidt, 2009). Hal inilah yang menyebabkan kandungan total fenol pada pengeringan dibawah sinar matahari paling sedikit dibandingkan dengan pengeringan mengunakan oven dan kering angin. Chu (1997) menyatakan bahwa kadar total fenol meningkat dengan menurunnya suhu pengeringan karena fenol tersebut tidak mengalami penguapan yang disebabkan oleh pemanasan.Bahan yang telah kering kemudian dihaluskan menggunakan blender. Serbuk sampel kemudian dimaserasi dengan metanol. Maserasi merupakan salah satu jenis ekstraksi padat-cair. Penggunaan metode maserasi dikarenakan senyawa fenilpropanoid yang merupakan senyawa fenol sehingga jika menggunakan metode soxhletasi senyawa fenol tersebut akan teroksidasi dan dapat menurunkan kandungan senyawa fenol yang akan diisolasi. Adapun penggunaan metanol sebagai pelarut dikarenakan senyawa fenol bersifat polar sehingga digunakan pelarut yang bersifat polar pula.Ekstrak yang diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator sampai kira-kira tinggal seperempat dari volume awal (ekstrak kental). Selanjutnya dilakukan uji pendahuluan terhadap ekstrak kental metanol yang diperoleh dengan berbagai pereaksi diantaranya pereaksi Liebermann-Burchard (terpenoid dan steroid), FeCl3 1% (uji fenol), Dragendroff (alkaloid), dan Wagner (alkaloid).Ekstrak kental yang diperoleh dipartisi (ekstraksi cair-cair) dengan satu atau lebih jenis pelarut menggunakan corong pisah, selanjutnya ekstrak-ekstrak hasil partisi dipisahkan dari residunya dengan menggunakan evaporator. Selanjutnya dilakukan uji pendahuluan terhadap ekstrak n-heksan yang diperoleh dengan berbagai pereaksi diantaranya pereaksi Liebermann-Burchard, FeCl3 1%, Dragendroff, dan Wagner.2. FraksinasiSebelum difraksinasi, beberapa jenis ekstrak kental yang dihasilkan dari ekstraksi partisi dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan berbagai macam eluen pada berbagai perbandingan untuk mengetahui jenis pelarut dan perbandingan yang sesuai pada kromatografi kolom cair vakum.

Ekstrak kental yang terdiri dari beberapa komponen tersebut selanjutnya difraksinasi dengan metode kromatografi kolom cair vakum menggunakan silika gel sebagai fasa diam, sedangkan eluennya menggunakan eluen dari hasil KLT. Hasil fraksinasi kromatografi kolom cair vakum selanjutnya dianalisis dengan KLT dan fraksi-fraksi yang mempunyai nilai Rf yang sama digabung. Fraksi gabungan dianalisis kembali dengan kromatografi lapis tipis dan diuapkan dengan maksud menentukan fraksi yang akan dimurnikan lebih lanjut melalui metode kromatografi kolom flash.Fraksi gabungan terpilih yang telah diuapkan dianalisis kembali menggunakan kromatografi lapis tipis untuk mendapatkan eluen yang sesuai untuk kromatografi kolom flash. Tujuan dari kromatografi kolom flash adalah untuk memisahkan senyawa yang diperoleh yang berasal dari fraksinasi kromatografi kolom cair vakum sehingga lebih murni. Fraksi-fraksi yang diperoleh dianalisis menggunakan KLT dengan silika gel G 60 F254 sebagai fase diamnya dan eluen yang sesuai sebagai fase geraknya. Fraksi-fraksi yang mempunyai nilai Rf yang sama digabung kemudian diuapkan hingga diperoleh padatan.3. PemurnianIsolat padat yang diperoleh direkristalisasi secara berulang. Kemurnian senyawa yang diperoleh ditentukan dengan melakukan KLT sistem tiga eluen dengan menggunakan larutan pengembang atau eluen yang sesuai, Jika hasil KLT memperlihatkan noda tunggal, maka senyawa tersebut telah murni. Tahap pemurnian yang lain yakni dengan melakukan uji titik leleh. Senyawa tersebut dianggap murni apabila titik leleh senyawa menunjukkan trayek titik leleh yang tajam.4. IdentifikasiIsolat padat yang diperoleh diuji menggunakan pereaksi Liebermann-Burchard (terpenoid dan steroid), FeCl3 1% (uji fenol), Dragendroff (alkaloid), dan Wagner (alkaloid) untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya pereaksi. Identifikasi lebih lanjut dilakukan uji spektroskopi dengan menggunakan spektrofotometer inframerah dan spektrofotometer massa untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa tersebut.BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan makalah, maka dapat disimpulkan bahwa:1. Fenil propanoid merupakan senyawa fenol di alam yang mempunyai cincin aromatik dengan rantai samping terdiri dari 3 atom karbon.2. Klasifikasi senyawa fenil propanoid terdiri dari kelompok sinamat, kelompok kumarin, alil fenol,dan propenil fenol.3. Isolasi senyawa fenilpropanoid dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu persiapan bahan, proses ekstraksi (ekstraksi padat dan cair-cair), fraksinasi, pemurnian, dan identifikasi.DAFTAR PUSTAKAAgusti P. 2012. Dua senyawa mangostin dari ekstrak n-heksana pada kayu akarmanggis (garcinia mangostana, linn.) Asalkab. Tugas Akhir.

Andy F. A. KCV. http://www. http://floaloronza.blogspot.com. Diakses diMakassar pada tanggal 11 April 2015.

Ansel. 1989. Pengatur Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.Chu, D.C. dan L.R. Juneja.1997. General Chemical Composition of Green Teaand Its Infusion.Chemistry and Applications of Green Tea. CRC PressLLC. USA. hal 13-21.Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.Erniwati. 2005. Isolasi Kumarin Dari Daun Kayu Racun (Rhinacantus nasutus).[Tesis]. Prodi Kimia Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang.

Farmasea. 2015. Contoh Isolasi Senyawa Dari Tumbuhan.http://www.farmasea.undip.ac.id. Diakses di Makassar pada tanggal 11April 2015.

Hargono, D., 1997, Obat tradisional dalam Zaman Teknologi, Majalah KesehatanMasyarakat No. 56, Hal: 3-5.Harris, et.al. 1982. An Introduction To Chemical Analysis, SavdersCollege Publishing Philadelpia : Holt-Savders Japan.Hendayana, Sumar, dkk. 1994. KIMIA ANALITIK INSTRUMENTASI IKIPSemarang Press: Semarang.

Hoa, C.H.L. Cacacea, J.E. dan Mazza, G., (2007), Extraction of lignans, proteinsand carbohydrates from flaxseed meal with pressurized low polaritywater, LWT, 40, hal 16371647.Ichwan R. R., 2012. Ekstraksi Andrografolid Dari Andrographis Paniculata(Burm.F.) Nees Menggunakan Ekstraktor Soxhlet. Jurnal Pharmaciana.Vol. 4, No. 1.

Jones, W. P., A. D. Kinghorn. 2006. Extraction of Plant Secondary Metabolites.In: Sarker, S. D., Latif, Z. and Gray, A. I., eds. Natural Products Isolation.2nd Ed. New Jersey: Humana Press. P.341-342.Lenny, Sovia. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida, dan Alkaloida.Medan: USU.

Luximom R., A., T. Bahorun, M.A. Soobrate, O.I. Aruoma. 2002. AntioxidantActivities of Phenolic, Proanthocyanidin, and Flavonoid Components inExtract of Cassia fistula. J.Agric.Food Chem. 50:5042-5047.Mifta. 2010. Senyawa Flavonoid. http://miftachemistry.blogspot.com. Diakses diMakassar pada tanggal 8 April 2015.

Patria A. 2011. Isolasi Senyawa dari Suatu Tanaman.http://patriaardhi.blogspot.com. Diakses di Makassar pada tanggal 8 April2015.

Rashamuse, T. J. 2008. Studies Towards The Synthesis of Novel, Coumarin-basedHIV-1 Protease Inhibitors. [Thesis]. Department of chemistry RhodesUniversity. Grahamstown.

Robby. 2011. Makalah Fenolik.http://robbyputrakapuasbloggmasboy.blogspot.com. Diakses di Makassarpada tanggal 8 April 2015.

Salas, P.G., Aranzazu M. S., Antonio S. C., Alberto F.G. 2010. PhenolicCompound-Extraction Systems for Fruit and Vegetable Samples.Molecules, 15, pp. 8813-8826 Noerono, Soendani. 1994. Buku PelajaranTeknologi Farmasi. UGM Press. Jogjakarta.

Sari, D.K., D.H. Wardhani, A. Prasetyaningrum. 2012. Pengujian KandunganTotal Fenol Kappahycus alvarezzi Dengan Metode Ekstraksi UltrasonicDengan Variasi Suhu dan Waktu. Prosiding SNST ke-3 tahun 2012.Schmidt S, M Zietz, M Schreiner, S Rohn, LW Kroh, A. Krumbein. 2009.Genotypic and Climatic Influences on the Concentration and Compositionof Flavonoids in Kale (Brassica oleracea var. sabellica). FoodChemistry.119 : 12931299.Voight R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gajah MadaUniversitas press.

Wikipedia asam sinamat Ansarikimia.2013 Asam Sinamat Bahan Untuk Parfum.https://wawasanilmukimia.wordpress.com. Diakses pada tanggal 13 Maret2015.

ii