Upload
duongdang
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ISSN 1410-2021
,,, & II TA No. I dan lTh.1996/97 ~
Plasma Nutf ah Indonesia Sekilas T entang '''AllTA Plasma Nutf ah Indonesia Penerbitan ini merupakan kelanjutan dari ''Warkat Warta Plasma Nutfah Indonesia" sebagai media komunikasi keplasmanutfahan dan sarana untuk memasyarakatkan pemahaman terhadap plasma nutfah, khususnya plasma nutfah Indonesia. Mulai nomor ini ada beberapa perubahan baik dalam bentuk, susunan redaksi dan sebagian dari isi. Warta terbit secara berkala yaitu Bulan Juli dan Desember setiap tahun. Redaksi menerima dan mengharapkan sumbangan berita dan artikei tentang .kgplasmanutfahan untuk dimuat dalam penerbitan selanjutnya. Jsi dapat dikutip tanpa izin lebih dulu, asal disebut sumbernya.
Daftar lsi EDITORIAL
KEGIATAN PROYEK KNPN 2 J. 20 Tahun Komisi Nasional Plasma 2
Nutfah 2. Pengaturan Plasma Nutfah Ternak 3
lokal Indonesia dalam Perundangundangan
3. Dialog Mengenai Penyelarasan S Sistem Keplasmanutfahan Indonesia dengan Si stem Global FA 0
ARTIKEL 6 1. Keanekaragaman Hayati dan Temak 6 2. Potensi dan Peluang Ekonomi 9
Burung Walet serta Usaha Pelestariannya
WAWANCARA 10 J. Ekoteknologi 10
BERITA II l Pengukuhan Gelar Doktor dibidang 11
Plasma Nutfah Temak Indonesia 2. Pelatihan SJMPI.AS II 3. Seminar PERI?! 11 4. Lomba Menghias Kendi dengan 12
Biji-bijian 5. "Jnteri1ational Tedmica/ Coi?ference on 12
Plant Genetic Rewurce.s" (fIC on PGR)
KOLEKSI KIT A 13 1. Kambing Kosta ll 2. Sapi Bali 14 SERBA-SERBI 15 J. Lamtoro sebagai .S'umber Hijauan 15
Pakan Temak PUBLIKASI 16
EDITORIAL Selama ini pembicaraan dan pembahasan tentang pelestarian plasma
nutfah lebih terfokus pada sumberdaya genetik tanaman. Sedangkan pada hewan, perhatian lebih ditujukan pada satwa liar yang langka dan hampir punah. Di bidang pertanian, pelestarian sumberdaya genetik hewani perlu lebih difokuskan pada temak yang telah dibudidayakan oleh manusia sejak masa lampau, dalan1 kaitannya dengan peran mereka dalam proses produksi pangan, serta . kerabat-kerabatnya yang masih liar. Hal ini memerlukan perhatian yang lebih serius serta adanya prioritisasi dan upaya-upaya terobosan dalam pelestariannya, guna keperluan di masa-masa mendatang.
Kembali pada konsep awalnya, sebenamya apa kepentingan utama kita untuk melakukan konservasi plasma nutfah ? . Hal ini berkaitan erat dengan kepentingan manusia sendiri, khususnya keamanan dalam penyediaan pangan, disamping hal-hal lain yang dapat memperkuat motivasi pelaksanaannya. Manusia dengan segala kemampuannya ingin memperoleh jaminan bahwa kebutuhannya senantiasa dapat tercukupi. Dari sekitar 30 juta spesies mahluk hidup yang ada di dunia ini, hampir 15.000 spesies adalah dari kelas burung dan mama!ia dimana 30 diantaranya telah didomestikasi oleh manusia untuk produksi pangan dan pertanian secara umum. Proses domestikasi ini telah berlangsung sejak 10.000 tahun yang lalu, dan dalam proses ini telah terbentuk jenis-jenis atau bangsa-bangsa yang unik secara genetik dan sesuai dengan iklim maupun kebutuhan masyarakat.
Produksi temak menyumbangkan kira-kira 30% dari total nilai pangan dan pertanian secara global. Sedangkan sumbangan langsung terhadap nilai produksi pangan adalah sekitar 19%, di samping sumbangan-sumbangan dalam bentuk lain terhadap keberadaan manusia. Temak juga menyumbang sebagian besar pupuk yang sangat diperlukan bagi pertanian di negara berkembang, disamping sebagai temak kerja, sarana tran~ort, komponen pengobatan dan kebutuhan-kebutuhan spesifik lain. Tak kalah pentingnya, berbagai spesies temak merupakan komponen penting dari sistem usaha tani campuran. Usaha tani semacam ini mungkin bisa terlanjutkan (sustainable) jika dibanding dengan sistem monokultur.
Seperti halnya pada tanaman, peningkatan efisiensi dalal)1 program pemuliaan temak bersamaan dengan komersialisasi industri petemakan telah menyebabkan hanya beberapa bangsa temak yang memperoleh posisi dominan, dan mendorong bangsa-bangsa lain menjadi minoritas dan bahkan ke tingkat ekstrim yaitu punah. Tujuan utama program pelestarian adalah untuk menghindari kehilangan lebih lanjut bahan-bahan · genetik, yang mungkin tidak mempunyai nilai pasar pada saat ini tetapi mungkin mempunyai nilai lebih tinggi pada suatu saat dikemudian hari .
Dalam nomor ini, Warta mencoba_ mengangkat .hal-hal yang berkenaan dengan plasma nutfah temak I.ndonesia sebagai tema utamanya, disamping beberapa hal lain yang sifatnya umum. Disamping itu, tahun 1996 ini menandai peringatan 20 tahun dibentuknya Komisi Nasional Plasma Nutfahyang telah dengan aktif memasyarakatkan serta menggalakkan program-program pelestarian plasma nutfah di Indonesia. Tak lupa Redaksi Warta mengucapkan Selamat kepada seluruh anggota Komisi.
KEGIAT AN PROYEK KNPN
20 Tahon Komisi Nasional Plasma Nuttah
S eperti telah kita ketahui bersama bahwa Komisi Nasional Plasma Nutfah (KNPN) saat ini telah berumur 20 tahW1. Komisi ini pada awalnya bemama Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional
(KPPNN), didirikan pada tahun 1976. Pada awal pendiriannya telah disepakati bahwa status komisi ini bukan sebagai badan eksekutif (pelaksana), nan1Un sebagai badan yang bersifat koordinatif. Anggota
komisi adalah para pakar yang berasal dari berbagai sektor antara lain pertanian, kehutanan, sektor lingkungan hidup, LIPI, dan dari W1iversitas.
T ugas utama dari komisi ini adalah mengkoordinasi berbagai ha! yang berkaita.n dengan keplasmanutfahan di Indonesia, dan memberikan sumbang saran kepada pengambil keputusan (pemerintah) berupa konsep keputusan pemerintah tentang berbagai ha! yang berkaitan dengan keplasmanutfahan, khususnya mengenai pelestarian dan pengelolaannya. Hal ini bukanlah tugas yang ringan karena sebagaimana diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversity yang memiliki keanekaragan1ai1 hayati yang sai1gat besar, dan dalain menangani pelestaria.n dai1 pengelolaannya melibatkan berbagai sektor antara lain sektor pertanian, kehutanan, pariwisata, industri dan sektor swasta/perorangan dlsb. Tidak kurang dari 28.000 jenis tumbuh-an, 350.000 jenis binatang, dan 10.000 jenis mikroba menghW1i bumi Indonesia, dan itu semua memerlukan penangana.n yang sebaik-baiknya agar
"'AllTA Plasma Nutfah Indonesia
Penanggung Jawah Kusu111a Diwyanto
Staff Redaksi L. Hardi Prasetyo (Ketua) Didik S'udarmadji Wahyuning K. Sejali Anneke Anggraeni Eko Handiwirawan Sri Kurniati
Sekretariat Ko111isi Nasional Pla'>!na Nutfah, Pusat Penelilian dan Penge111hangan Tanaman Pangan. JI. Menlekn No. 1./7 Bogar 16111. Telp. (0251) 327031, 240751 (2-3). Faks. (0251) 24075./, 32295./
plasma nutfah yang berlimpah tersebut tetap lestari di bumi Indonesia.
Dengan segala keterbatasan yang ada selama 20 tahun komisi tetap konsisten mengkoordinir berbagai kegiatan yang bertujuai1 meningkatkan apresias1 masyarakat terhadap pentingnya melaksanakan kegiatai1 pelestarian dai1 pengelolaan plasma nutfah. Pada tahun ai1ggaran 1996/ l 997 ini komisi memperoleh dana dari sektor 10 untuk melaksanakan program kegiatan yang telah direncanakan oleh komisi . Program kegiatan komisi W1tuk tahW1 anggaran 1996/ l 997 diprioritaskai1 pada empat program utama yang masing-masing
terdiri atas beberapa kegiatan dengan dasar pertimbai1gan sebagai berikut.
Indonesia telah diakui sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragan1an hayati yang sangat besar. Kita semua wajib memelihara dan mengembangkan keanekaragaman hayati tersebut demi kesc:jahteraan generasi mendatai1g. Seperti diketahui bahwa keanekaragaman plasma nuftah tersebut merupakan aimgerah yai1g tak ternilai hargai1ya karena plasma nutfah tersebut merupakai1 sumber genetik yang dapat din1anfaatkan W1tuk menciptakan kultivar-kultivar unggul yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat kita. Untuk melindungi keanekaragaman hayati tersebut pemerintah telah mengeluarkai1 beberapa undang-undang, antara lain UndangUndang No.12 tahun 1992 tentang budidaya tanaman dan Undang-Undang No. 6 tahun 1967 tentang petemakan
2 ARTA P I as ma u ah I n don es i a o 1 & 2
dan kesehatan hewan. Undang-undang tentang budidaya tanaman telah pula dilengkapi peraturan pemerintah (PP) antara lain PP no.44 tahun 1995 tentang perbenihan. Dalam implementasinya PP tersebut perlu dilengkapi oleh Keputusan Menteri (Kep-Men) untuk beberapa materi misalnya tentai1g pertukaran plasma nutfah, pembentukan bank plasma nutfah, dan sebagainya. KepMen yang akan keluar nantinya diharapkan dapat operasional di lapangan, dan untuk itu dalam persiapan pembuatannya memerlukan kajian yang sangat mendalam. Komisi sebagai salah satu badan yang bertanggung jawab mengenai perplasmaimtfahan nasional perlu melakukan kaj ian untuk membuat konsep saran w1tuk melengkapi PP tersebut, yang nantinya diharapkan dapat menjadi Kep-Men yang operasional.
Dengan pesatnya laju pembangunan
fisik dan laju pertambahan penduduk.
maka kecepatai1 pengikisan (erosi) genetik juga makin cepat. Hal ini perlu diatasi antara lain dengan mengemba.ngkai1 strategi pengainai1an pl.asma nutfah
secara nasional, dalam upaya mem
pertahankai1 plasma nutfah yang telah
dikoleksi secara ex-situ, mencagarkan untuk pencadangan plasma nutfah in
situ, serta menyiapkan teknologi pe
nyunpanai1 plasma nutfah secara modem.
Konservasi plasma nutfah saat ini sudah menjadi isu global, dan konvensi mengenai berbagai ha! yang berkaitan dengan plasma nutfah juga telah disepakati antara lain Konvensi tentang
Keanekaragaman Hayati clan Konvensi tentang UPOV. Dengan telah diratifikasinya Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati, konsekuensi bagi Indonesia adalah untuk menyelaraskan sistem yang ada di Indonesia dengan sistem global, tanpa harus mengorbankan kepentingan nasional. Untuk itu komisi perlu mengantisipasinya dengan membuat kajian tentang penyelarasan sistem nasional terhadap sistem global tersebut.
Pengetahuan masyarakat tentang
pentingnya pelestarian plasma nutfah masih sangat terbatas, padahal dunia ini semakin memperhatikan masalah tersebut. Dengan demikian Komisi menganggap perlu untuk segera melakukan tindakan pemasyarakatan pengetahuan tentang perplasmanutfahan, baik terhadap masyarakat ilmiah maupun masyarakat awam.
Dalam mengantisipasi berbagai hal tersebut pada tahun 1996/ 1997 rincian program yang disusw1 oleh komisi adalah sebagai berikut.
Program pertan1a adalah kajian peraturan/perW1clangan Indonesia yang berkaitan dengan perplasmanutfahan.
Program ini terdiri atas empat kegiacin yaitu ( l) kajian Peraturan Pemerintah no. 44 tahun 1995 tentang perbenihan, (2) penyempumaan unclang-unclang No.6 tahun 1967 tentarig kehewanan; (3) penyusunan pedoman tentang keamanan hayati (bio-safety), clan (4) pedoman penyusunan penghargaan kepada petani pelestari plasma nutfah (farmers ' rights).
Program kedua adalah pengembangan strategi pembangunan plasma nutfah nasional yang meliputi empat kegiatan berturut-turut (1) pelestarian in-situ plasma nutfah pertanian, (2) pelestarian ex-situ plasma nutfa11 pertanian, (3) pelestarian in vitro plasma nutfah pertanian, clan (4) koordinasi pemanfaatan plasma nutfah pertanian.
Program ketiga adalah pengembangan sistem nasional konservasi plasma nutfah yang terdiri atas empat kegiatan yaitu ( l) penelusuran clan penelaahan sistem konservasi plasma nutfah nasional yang selaras dengan sistem global FAO, (2) penyusunan sistem konservasi berkaitan dengan pemanfaatan plasma nutfah di bidang pangan, (3) koordinasi dan pengevaluasian sistem Janngan konservasi plasma nutfah nasional, regional, dan intemasional, dan ( 4)
pertemuan reguler anggota Komisi Nasional Plasma Nutfah.
Program keempat adalah peningkatan apresiasi terhadap plasma nutfah, pemasyarakatannya, clan evaluasi terhadap pengelolaannya yang terdiri atas empat kegiatan berturut-turut (1) pemasyarakatan makna plasma nutfah untuk kepentingan manusia termasuk pemasyarakatan CoP II melalui saresehan, (2) pemasyarakatan pentingnya plasma nutfah bagi masyarakat ilmiah (mahasiswa) melalui studiwn generale, (3) pelatihan tentang pengembangan sistem aplikasi pendataan clan jaringan informasi plasma nutfah, ( 4) temu lapang dalam rangka pemasyarakatan plasma nutfah.
Program kelima menerbitkan publikasi yang berkaitan dengan plasma nutfah antara lain penerbitan warta plasma nutfah clan buletin plasma nutfah pertanian.
(Didik Sudarmadji)
Pengaturan Plasma Nuttah Ternak lokal Indonesia Dalam Perundang-Undangan
D alam menghadapi tantangan globalisasi, pemanfaatan swnber
daya alarni secara optimal perlu dilakukan untuk menghasilkan produk yang dapat bersaing dalam perdagangan bebas. Sebagai konsekuensinya, diperlukan peningkatan produktivitas dengan cara memanfaatkan teknologi tepat guna baik dengan cara konvensional maupun modern. Hal ini dapat berakibat eksploitasi temak secara berlebihan yang pada gilirannya akan mengancarn keragaman swnber genetik yang ada.
Indonesia merupakan "tuan rumah" dari flora dan fauna dunia, dimana l 0 persen spesies tanan1an, 12 persen spesies mamalia, 16 persen spesies amphibi dan reptil, 17 persen spesies burung dan tak kurang dari 15 persen jenis serangga dunia dijwnpai di tanah air kita. Sementara ini di Indonesia, khusus untuk temak budidaya, belwn semua ragan1 genetik temak diketahui, karena untuk melakukannya diperlukan biaya dan swnber daya manusia yang tidak kecil serta waktu yang panjang.
Mengingat hal-hal tersebut dia~, maka diperlukan kiat-kiat untuk melestarikan plasma nutfah temak lokal di Indonesia agar kita tidak sampai kehilangan temak dengan sifat genetik yang spesifik, unik clan bernilai ekonomis tinggi .
Plasma nutfah yang ada perlu dikembangkan clan dimanfaatkan untuk menciptakan varietas w1ggul yang kompetitif dalam menghadapi persaingan pasar bebas di masa yang akan datang. Disamping itu, keamanan untuk manusia (bio-safety) diperlukan untuk me-
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No.1 &2Th. 1996/97 3
ngurangi risiko akibat basil rekayasa dan pengembangan bioteknologi, atau-pun penggunaan bahan-bahan sintetis yang kurang bersahabat terhadap lingkungan. Salah satu keunggulan komparatif dari plasma nutfah di Indonesia adalah ketahanannya terhadap kondisi alam tropis dan penyakit. Untuk pengamanan
"clari kepunahan plasma nutfah temak lokal asli Indonesia diperlukan aturan dalam bentuk undang-undang yang dapat
. . .
11
Dalam kesempatan tersebut Dr. Kusuma Diwyanto dan Ir. Bambang Setiadi, MS. dari Balai Peneltian Temak menyampaikan pokok-pokok pembicaraan dengan tema Pelestarian Insitu Plasma Nu(fah Ternak Lokal Indonesia. Hasil dalam diskusi panel dapat disarikan sebagai berikut:
1. Diperlukan inventarisasi plasma nutfah temak lokal dari masingmasing propinsi sehingga diperoleh · · iri ro insi untuk temak
2. Penyempumaan yang dilakukan seyogyanya meliputi substansi, tata urutan materi dan tata bahasanya, disesuaikan dengan keadaan petemakan saat ini serta mampu mengantisipasi perkembangan permasalahan dimasa yang akan datang.
3. Rumusan butir-butir penyempumaan Undang-Undang dimaksud, memerlukan ka.ian an cermat,
ngurangi risiko akibat basil rekayasa clan pengembangan bioteknologi, atau-pun penggunaan bahan-bahan sintetis yang kurang bersahabat terhadap lingkungan. Salah satu keunggulan komparatif dari plasma nutfah di Indonesia adalah ketahanannya terhadap kondisi alam tropis clan penyakit. Untuk pengamanan
'-dari kepunahan plasma nutfah temak lokal asli Indonesia diperlukan aturan dalam bentuk unclang-unclang yang dapat menjamin kelestarian sun1ber daya alam yang ada.
Berdasarl<an pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka dilaksanakan
kegiatan "Konsep pelestarian in-situ plasma nutfah temak lokal runlinansia di
Indonesia" clan masukan untuk "Pe
nyempumaan Unclang-unclang No.6
tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan
pokok petemakan clan kesehatan hewan"
yang berkaitan dengan plasma nutfah
temak. Kegiatan ini dibiayai oleh proyek
pemanfaatan clan pelestarian plasma
nutfah pertanian untuk tahun anggaran
1996/97 yang dilaksanaka.n secara
simultan melalui beberapa tahapan.
Tahap pertanla dilakukan Lokakarya
sehari dengan memanfaatkan ajang
Penas IX di Matararn, Lombok, Nusa
Tenggara Barat guna memperoleh
masukan dari utusan 27 propinsi peserta
Penas IX. Kegiatan lokakarya yang
bertemakan Pengaturan Plasma Nutfah Ternak dalam Perundang-undangan clan
Pelestarian In-situ Plasma Nutfah Ternak Lokal Indonesia telah
dilaksanakan pada bulan Juli l 996 di
Gedung Perpustakaan Universitas
Mataram, JI. Majapahit, Mataram, Nusa
Tenggara Barat dengan junilal1 peserta
sekitar 65 orang. Dari 27 propinsi yang
ada di Indonesia, temyata 8 propinsi
tidak mengirimkan wakilnya. Sekitar 60
persen dihadiri oleh Kepala Dinas
Petemakan Dati I atau yang mewakili,
sedangkan sekitar 40 persen peserta
berasal dari Direktorat Jenderal
Petemakan, Perguruan Tinggi clan Badan
Litbang Pertanian.
Dalam kesempatan tersebut Dr. Kusuma Diwyanto clan Ir. Bambang Setiadi, MS. dari Balai Peneltian Temak menyampaikan pokok-pokok pembicaraan dengan tema Pelestarian Insitu Plasma Nu(fah Ternak Lokal Indonesia. Hasil dalam diskusi panel dapat disarikan sebagai berikut:
l. Diperlukan inventarisasi plasma nutfah temak lokal dari masmgmasing propinsi sehingga diperoleh jati diri propinsi untuk temak lokal, seperti: rusa Sambar, aya.m Nunukan, burung Punai, Bea clan Cucak Rawa dari Kalimantan Timur; kerbau Lumpur, sapi Grati, domba Ekor Gemuk dari Jawa Tinmr; kerbau Pampangan, ayam Merawang, itik Pegagan dari Sumatera Selatan, clan sebagainya.
2. Kegiatan pelestarian plasma nutfah temak diharapkan dapat melibatkan masyarakat luas dengan menitikberatkan pada nilai-nilai ekonomis plasma nutfah temak lokal yang ditunjang dengan promos1 dari sektor pariwisata.
3. Temak-temak lokal yang dilestarikan tersebut hendaknya memberikan manfaat kepada masyarakat luas; disamping sebagai sumber protein hewani asal temak juga mempunyai dan1pak lingkungan yang cukup berarti, serta nilai sosial yang tinggi.
Berdasarkan paparan pembicara Dr. Kusuma · Diwyanto clan Dr. Andi Djajanegara dalam session kedua dengan tema Pengaturan Plasma Nu(fah Ternak dalam Perundang-undangan dalam diskusi panel dapat disarikan beberapa basil sebagai berikut:
I. Jangka waktu dari penerbitan Unclang-Undang No.6/67 sampa1 sekarang telah mencapai hampir 30 tahun dimana situasi petemakan Indonesia telah berubah baik dari
aspek ekonomis, teknis maupun kebijaksanaan clan peran serta masyarakat, sehingga UU No. 6 tahun 1967 dipanclang perlu untuk disempumakan.
2. Penyempumaan yang dilakukan
seyogyanya meliputi substansi, tata urutan materi clan tata bahasanya. disesuaikan dengan keadaan pe
temakan saat ll11 serta mampu
mengantisipasi perkembangan permasalahan di.masa yang akan datang.
3. Rumusan butir-butir penyempumaan Unclang-Unclang dimaksud, memerlukan kajian yang cermat
diskusi clan pembahasan yang mantap dengan melibatkan pihakpihak terkait, sehingga dapat menampung aspirasi semua pihak yang berkepentingan secara adil dan
seimbang.
4. Substansi mengenai perlindungan terhadap plasma nutfah petemakan dipanclang perlu diatur dalam Unclang-Unclang dalam rangka
penyempumaan UU no.6 tahun 1967 secara · global, dengan tetap memperhatikan peraturan yang masih berlaku.
5. Dalam kaitan dengan konservasi
plasma nutfah temak, diperlukan
ketegasan substansi/materi tentang pewilayahan temak, larangan w1tuk
melakukan persilangan terhaQm2
temak asli Indonesia, larangan
ekspor temak hidup dan materi
genetik lainnya, disamping
antisipasi terhadap adanya gen yang
telah mengalami rekayasa genetik.
6. Perlu ketegasan sanksi terhadap pelanggar atas larangan-larangan yang ditewpkan Unclang-Undang. disamping pengaturan dalam Peraturan Pemerintah (PP) sebagai
tindak lanjutnya.
7. Masukan tertulis atas kuesioner
barn diterinm sebanyak 30 persen,
yang mencakup saran perubahan/
pencantuman substansi konservasi
plasma nutfah temak, dengan
catatan perlu ditangani pula aturanaturan perlindungan untuk satwa liar
4 WARTA Plasma Nu ti ah Indonesia, No.1 &2Th.1996/97
Taliap berikutnya direncanakan akan dilaksanakan senunar pada · bulan
November 1996 di Cisarua, Bogor yang
merupakan kerjasama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Peter
nakan dengan KNPN. Pada seminar ini akan diundang pembicara dari berbagai
instansi, antara lain biro hukum Depar
temen Perta.nian, Komisi Nasional Plasma Nutfah, Direktorat Perbibitan
Direktorat Jenderal Peternakan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Perta.nian. Seminar ini akan ditindak
lanjuti dengan panel diskusi pada malam hari atau bari berikutnya guna mem
peroleh hasil yang lebih . kongkrit.
Konsep dan usulan tentang pengaturan
plasma nutfah temak dalam rangka
memberi masukan sebagai bahan pe
nyempumaan Undang-Undang no.6
tahun 1967 dan konsep baru tentang
metcxla pelestarian in-situ dan berbagai
bentuk modifikasinya merupakan keluar
an atau basil yang diharapkan dari kegiatan tersebut diatas.
(Atien Priyanti)
Dialog Mengenai Penvelarasan Sistem Keplasmanutfahan Indonesia Dengan Sistem Global FAO
Pada tanggal 31 Juli 1996
bertempat di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan,
Komisi Nasional Plasma Nutfah telah
menyelenggarakan dialog mengena1
''Penyelarasan Sistem Keplasmanutfahan
Indonesia dengan sistim global FAO".
Tujuan dan lingkupan dialog ini yaitu
pengkajian terbadap sistem global FAO,
Convention on Biological Diversity dan
penyelarasan sistem keplasmanutfahan
Indonesia dengan sistem-sistem global
cersebut dengan mengingat ketentuan
perundangan yang berlaku serta
kedaulatan negara. Penyelarasan llll
ditekankan pada segi-segi teknis dan
legislatif
Dialog dilakukan dalam bentuk
diskusi panel, dengan panelis Gandi
SUharto SH, Kepala Biro Huktun
Departemen Perta.nian dan Drs. Effendi
A Suhardja MSc, Asisten Menteri II
Menteri · Negara Lingkungan Hidup.
Bertindak sebagai moderator dalam
dialog ini yaitu Dr. H. Pasril Wahid,
Kapuslitbangtri/Sekretaris I KNPN.
Peserta dialog terdiri atas peneliti dan
praktisi dala.m kegiatan keplasma-
nutfahan dan/atau yang berkecimpung
dalam bidang legislatif perta.nian dan
kebutanan.
Perumusan rekomendasi basil dialog
dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus
1996 di Balai Penelitian Temak, Ciawi.
Beberapa butir basil dialog sebagaimana
ditemakan dengan Penelusuran dan
penelaal1an sistem konservasi dan
pemanfaatan plasma nutfah yang selaras
dengan sistem global FAO adalal1
sebagai berikut:
I. Prioritas Dalam Penvelarasan Rencana Aksi Global
Dalam rangka penyelarasan sistem
keplasmanutfahan Indonesia dengan sis
tem global FAO, kiranya perlu ditentu
kan prioritas kegiatan di dalam negeri
agar antara kesepakatan intemasional
dengan kondisi lokal tidak terjadi
benturnn kepentingan. Hal ini dipandang
sangat penting karena dala.m ke-
sepakatan global tentang plasma nutfah
tidaklal1 barus mengorbankan ke
pentingan di dalam negeri. Justru di
barapkan agar dalam rangka pe
nyelarasan ini kepentingan kita barus
dapat dilindungi dengan peraturan atau
undang-undang yang mempunyai ke
kuatan bukurn.
Dua pulub kegiatan utama dalan1
rencana aksi global telah dikelompok
kan ke dalam empat group, yaitu:
(a) Konservasi dan pengembangan in
situ, (b) Konservasi ex-situ, (c)
Pemanfaatan, dan (d) Institusi dan
peningkatan kapasitas. Dari hasil diskusi
temyata disarankan perlu dilakukan pe
nyesuaian prioritas agar cocqk dengan
kondisi kita, yaitu sebagai berikut:
1. Institusi dan peningkatan kapasitas
2. Konservasi dan pengembangan msitu
3. Konservasi ex-situ
4. Pemanfaatan
Sebagai salah satu pertimbangan
adalah kesepakatan global tersebut lebih
cenderung mementingkan keperluan
negara maju yang nota bene tidak
WARTA PI as ma Nut fa h Indonesia, No. 1 & 2 Th. 1996/97 5
memiliki sumber-sumber plasma nutfah, sementara itu kesepakatan tersebut kurang memperhatikan masalah clan kendala ~ negara-negara berkembang yang justru memiliki sebagian besar sumber daya plasma nutfah.
II. P11dldlka1 Dal Pa1vuluha1
Pendidikan clan penyuluhan merupakan salah satu kunci yang sangat menentukan untuk menjamin keberhasilan program konservasi plasma nutfah di Indonesia, serta dalarn rangka pemaharnan clan penyelarasan dengan
sistem global FAO. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengetahui akan kepentingan program konservasi dan mematuhi kesepakatan global yang sebagian diantaranya sudah diatur dengan peraturan clan unclang-unclang.
Untuk mengoptirnalkan keberhasilan program pendidikan clan penyuluhan (DIKLUH) ini kiranya perlu ditentukan target grupnya serta metoda yang akan digunakan untuk masing-masing target group. Dalarn hal ini target DIKLUH adalah seluruh lapisan masyarakat, antara lain:
1. Pengarnbil kebijakan (pemerintah) dari tingkat pusat sarnpai daerah (desa).
2. Peneliti clan pendidik.
3. Swasta/pengusaha yang memanfaatkan.
4. Organisasi profesi clan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
5. Masyarakat umum.
Dengan mengetahui target group dari DIKLUH tersebut, kita dapat menentukan metoda yang akan dipergunakan, baik yang bersifat formal maupun informal, untuk semua jenjang usia, pendidikan clan tingkat sosial ekonomi masyarakat. Metoda yang akan dipergunakan juga tidak dapat digeneralisir, karena masalah yang ada adalah lokal spesifik yang sangat
tergantung dari kondisi, geografi, ekologi dan sosial budaya setempat. Oleh karena itu perlu disusun suatu program kerja jangka panjang, menengah maupun pendek, untuk mempelajari masalah yang ada clan menentukan metoda clan materi yang tepat.
Ill. Keterpaduan
Konservasi clan sistem keplasmanutfahan adafah suatu kegiatan yang mempunyai cakupan sangat luas, baik ditinjau dari segi materinya, masyarakat yang terlibat, ekologi dan geografi, serta
perangkat lunak maupun perangkat keras yang diperlukan. Di dalarn rangka penyelarasan dengan sistem global tidak tertutup kemungkinan akan terjadi benturan kepentingan clan ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu untuk memperoleh basil yang maksimal dalarn upaya penyelarasan dengan sistem global FAO perlu dilakukan suatu koordinasi clan
keterpaduan program antar sektor clan subsektor.
Ditinjau dari departemen/instansi yang akan terlibat misalnya, terlihat banyak sekali instansi yang bertanggung jawab, seperti Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Departemen
Kehutanan, Departemen Pertanian,
Departemen Dalarn Negeri, Departemen Kehakiman, Departemen Luar Negeri, Departemen Pendidikan . dan Kebudayaan, Departemen Transmigrasi clan Perambah Hutan, dan lain sebagainya.
Sementara itu lapisan masyarakat yang terlibat juga .sangat luas, seperti: perambah - hutan, petani-peternak
nelayan, konsumen, pengusaha, LSM, peneliti, pendidik, pemerintah, clan lainlain. Dengan demikian agar diperoleh basil yang maksimal dalarn upaya penelusuran clan penyelarasan sistem konservasi clan pemanfaatan plasma nutfah yang selaras dengan sistem global FAO perlu dilakukan pendalarnan materi clan pemasyarakatan program secara terpadu clan terkoordinasi dengan pihak
pihak yang terkait.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah perlunya tenaga-tenaga teknis yang menguasai biclang keplasmanutfahan untuk diperbantukan dalam "Biro Hukum" atau sebaliknya memperbantukan tenaga hukum pada lembagalembaga teknis. Demikian pula kerja
sarna antara Departemen Luar Negeri
dengan Departemen & Instansi yang
terkait dengan kegiatan keplasmanutfahan perlu terus ditingkatkan.
(K. DiWJanto/ A.Priy anti/ A.Anggraeni)
6 WARTA Plasma Nutfah lndone-Sia, No.1 &2Th.1996/97
ARTIKEL
Keanekaragaman Havati Dan Ternak V eanekaragaman hayati meliputi ~eragaman antar clan di dalam
bentuk-bentuk kehidupan clan ekosistem
pada hal mana bentuk-bentuk kehidupan
tersebut berperan. Sementara proporsi terbesar dari keanekaragaman hayati dapat ditemukan dalam sistem alarni,
I
suatu bagian relatif kecil dari tanaman
clan hewan membentuk landasan bagi
sistem pertanian tradisional clan modem guna memenuhi kebutuhan manusia secara berkelanjutan. Sekitar 40 spesies hewan tercatat sebagai penghasil temak
terbesar dunia 1 •2
. Meskipun berdasar jwnlah, spesies temak-temak utama (major livestock) merupakan suatu bagian kecil dari total keanekaragaman hayati, sumber utama dari keanekaragaman genetik yang dimilikinya terdiri
dari berbagai bangsa clan populasi temak clan unggas. Kondisi demikian men
ciptakan sumber daya genetik hewan
yang penting dalam mendukung produksi
pangan clan pertanian baik pada masa
kini maupun masa yang akan datang. Konservasi terhadap sumber daya genetik temak dan unggas sebagai bagian dari komponen keanekaragaman hayati merupakan hal esensial dalam
memenuhi pangan, serat, bahan bakar,
tenaga kerja clan kebutuhan-kebutuhan
lain dalam perturnbuhan sosial
masyarakat.
Keanekaragaman menjadi hal yang laitis untuk memperoleh kepastian pangan bagi populasi dunia yang mengalarni perturnbuhan secara cepat. Keanekaragaman genetik penting untuk :
I Pada konteks diatas batasan temak dimaksudkan species temak besar dan 101ggas.
1 Hal ini s~~ dicatat baJrna jika semua h<MW1 }Wig berguna W1tuk manusia sebagai fX111gan, perlanian atau W1tuk tujuan-tujuan lain, angka ini menjadi paling tidak dua kali lebih besar.
• Keberlanjutan dan peningkatan produksi pangan
• Memaksimalkan produktivitas lahan clan sumberdaya pertanian
• Pencapaian suatu pertanian berkelanjutan guna memberikan keuntungan bagi generasi masa kini clan generasi yang akan datang
• Pemenuhan secara konsisten keanekaragaman baik yang telah maupun yang belum diketahui manfaatnya pada kehidupan sosial masyarakat.
Besamya tantangan ini diperhitungkan melalui estirnasi berdasarkan laju pertumbuhan saat ini, sedangkan dalam dekade kedua dari abad mendatang populasi dunia akan mengkonsurnsi sejwnlah pangan setara dengan total produksi pertanian pada 10.000 tahun yang lalu.
A. Keunlkan sumberdava Genetik Hewanl
Berikut ini diuraikan aspek biologis dan teknologi dari sumber daya genetik hewani jika dibandingkan dengan sumber daya genetik tanaman.
8/o/og/s
l. Semua hewan temak adalah diploid clan berkembangbiak secara seksual.
2. Kerabat yang liar maupun prirnitif saat ini tidak berperan dalam per
baikan bangsa temak.
3. Jumlah spesies atau bangsa yang digunakan sebagai hewan temak
adalah sangat terbatas. Terdapat kecenderungan untuk mengguna-
kan sistem monokultur (seperti halnya pada sapi perah, babi dan
ayam) pada kondisi industri,
khususnya dengan pengembangan
clan penggunaan secara universal
dari hanya satu atau sedikit bangsl:l. Hal ini berakibat pada menyusutnya koleksi plasma nutfah dan mempercepat penggantian dan menghilangnya lebih banyak sumberdaya
genetik.
4. Bangsa-bangsa temak telah di
kembangkan terutama oleh pemulia
swasta dengan ' saran dari Jembaga
pemerintah. Sedangkan varitas
tanaman dikembangkan terutama oleh lembaga pemerintah clan dilepas ke petani melalui perusaha
an atau penyuluh.
5. Evaluasi genetik tanaman clan bangsa temak menggunakan alat yang sama, namun peubah-peubah dalam sistem data sangat berbeda karena sifat-sifat biologis yang ber-·
beda. Perlu dicatat bahwa sekarang
temak-temak dievaluasi g~netis
secara intemasional, tetapi evaluasi tanaman masih tergantung pada lingkungan alarni di dalam masingmasmg negara.
6. Status kesehatan/karantina jauh lebih penting pada temak karena biaya per hewan yang lebih mahal.
7. Perlu perhatian yang lebih besar
terhadap konsekuensi dari introduksi dan resiko ekologis, baik untuk temak maupun hewan air.
8. Perlu dipertirnbangkan kemungkinan keterpaduan antara konservasi tanaman, temak dan hewan air, jika sistem pertanian terpadu dianggap yang paling produktif clan berkelanjutan.
WARTA Plasma Nutfah Indonesia , No. 1 &2Th. 1996/97 7
T1knologJ
1. Pilihan untuk konservasi temak adalah konservasi temak hidup atau kryopreservasi dari sel/jaringan/ embrio/DNA, seperti halnya konse.-Vasi in-situ dan ex-situ pada tanaman.
2. Kendala-kendala konservasi temak hidup:
a) Memerlukan pengelolaan yang
sangat aktif, jika dibandingkan dengan tanaman.
b) Memerlukan input sumberdaya
yang tinggi jika diba.ndingkan dengan tanan1an.
c) Ne (ukuran efektif populasi) a.dala.h pertimba.nga.n yang lebih penting dan juga kendala sumber <la.ya ma.najemen yang lebih besa.r dibandingka.n tanaman.
3. Kenda.la.-kenda.la. kryopreserva.si temak:
a) Teknologi penyunpanan set spenna tersedia. hanya. pada beberapa spesies. Perlu di.ca.tat bahwa mungkin terdapat tekanan seleksi yang sangat besa.r terha.dap keman1puan bertahan dari sel-sel spenna.
b) Bel um tersedia teknologi pe
nyimpana.n set telur untuk ke
banyakan spesies temak.
c) Teknologi embrio. Adakah tekanan seleksi terhadap kemampuarr bertahan ?
d) Set jaringan embrionik, suatu bidang penelitian yang sangat baru.
e) Teknologi peny1mpanan DNA dan kultur jaringan telah tersedia, tetapi tidak mungkin menghasilkan temak hidup .
4. Jumlah sampel yang dikonservasi secara global adalah sangat kecil jika dibandingkan dengan tanaman.
5. lnfom1asi yang dapat dipercaya w1tuk kecepatan punah, eros1 keanekaragan1an adala.h sanga.t terbatas baik untuk temak ma.upun tan.a.man.
6. Keberhasilan dengan biaya yang efektif n1emerlukan pemanfaatan temak yang dikonservasi secara ja.ngka pendek, ha.I ll1I kaitannya dengan tingginya · biaya pemeliharaan temak.
B. Keanekaragaman Ternak Dan Nilai Ekonominva
Argumentasi ekonomis bagi konservasi keanekaragaman bangsa-bangsa temak dapat berperan sangat efektif dalan1 membina dukungan politis da.n masyarakat bagi keanekaragaman temak. Analisis ekonomi dapat memberi dukungan penting pada penetapan prioritas, dan lebih lanjut, instrumen ekonomis dapat merupakan ca.ra efektif dalam melaksanakan upaya-upaya konservasi di bawah strategi nasiona.J dan rencana kegiatan. Konvensi keanekaragaman ha.ya.ti menekankan pada kepentingan insentif ekonomis dan pemanfaatan secara . berkela.njutan. Semua pendapat tersebut untuk meyakinkan bahwa program FAO melibatkan suatu komponen ekonomi yang kokoh denga.n elemen awal yang mungkin meliputi:
I. Pengkajian sumbangan ekonomis din1ana bangsa-bangsa temak menghasilkan berbagai kondisi sosial. Penetapan terscbut seharusnya dibuat sespesifik mungkin, u.ntuk memberikan pengertian dengan jelas tenta.ng bagaimana peran ekonomis
temak yang berbeda antar negara dan wila.yah. Sebagai contoh, swnbangan ekonomi dari yaks memberikan peranan vital di wilayah dataran tinggi di Nepal, tetapi nila.inya tidak begitu penting dalam ska.la dunia..
2. Pengkajian dampak (ba.ik dan buruk) dari pemberian insentif pertanian terhadap keanekaragaman hewan temak. Pa.da tahun 1992
lembaga pertanian OECD mendukung pendanaan total sebanyak AS $ 322 miliar, dan negara-negara berkembangjuga. menyediakan dana secara nyata untuk mendukung sektor pertanian. FAO seyogyanya mengkaji dampak pembayaran tersebut terhadap keanekaragaman hewan temak dan menganjurkan pemilihan orientasi subsidi perta.nian sehingga pada gilirannya mereka lebih mendukung keanekaragaman daripada menghabiskannya..
3. Pengka.jian keefektifan biaya terhadap berbagai tindakan yang mungkin diambil untuk melindungi keanekaraga.man temak, dan pengemba.ngan pendekatan-pendekata.n mendasa.r dalam kegunaan berbagai cara dalan1 penetapan prioritas. Sebagai contoh, investasi dalam penentuan jarak genetik antar bangsa nampaknya memberikan biaya yang efektif karena ha.I ini akan memungkinkan bagi konservasi untuk memperoleh keuntu.ngankeuntu.ngan lebih besar.
4. Pengembangan suatu kisaran argumentasi ekonomis untuk memba.ntu mengeva.lua.si bia.ya dan keuntu.ngan dari konversi keanekaraga.man didasarkan pada nilai penggwman dan non-pengguna.an; ha.I ll1I dapat melibatka.n nilai-nila.i kontingensi, nilai pemilihan, nilai penjanlina.n, nilai keberadaan, dan la.in-lain.
8 WARTA Pla sm a Nutfah Indone sia , No. 1 &2Th. 1996/97
5. Pemberian insentif ekonomis untuk mendukung konservasi oleh petani secara perorangan. Beberapa petani mungkin lebih menyukai bangsa: lokal atau tradisional, terutama apabila bangsa lokal tersebut mempunyai adaptasi pada lingkungan atau karakteristik
produksi tertentu, dan mungkin
dapat ditingkatkan dengan me
lestarikan bangsa-bangsa yang dimilikinya secara in-situ jika mereka menerima insentif nominal
ekonomi. Kerangka peraturan yang
dibuat untuk mempertahankan
program FAO mungkin lebih efektif jika diberi insentif ekonomi .
6. Pengkajian sumbangan ekonomis
dari upaya-upaya pelestarian
kerabat liar temak. Di Asia sebagai
contoh, domba dan kambing
nampaknya merupakan ha! penting
untuk Asia Barat: yaks, unta
Bactrian dan kuda untuk Cina; dan
babi untuk daerah Asia Tropis .
7. Pengkajian bahwa proyek wilayah yang dikembangkan melibatkan pertimbangan yang sesuai dengan masalah ekonomi.
(Diterjemahkan dari buku Implications of the Convention on Biological
Diversity - Management of Animal Genetic Resources and the
Conservation of Domestic Animal Diversity oleh MS. Strauss sebagai
editor. FAO Roma, Maret 1994)
(L. Hardi Prasetyo)
Potensi Dan Peluang Ekonomi Burung Walet Serta usaha Pelestariannva
Burung walet (Collocalia spp.) sebagai salah satu plasma
nutfah nasional, temyata memiliki potensi ekonomi tinggi dan dapat me
ningkatkan kesejahteraan masyarakat,
namun belurn terkelola secara optimal. Sarang burung walet (SBW) di Indonesia merupakan komoditas ekspor strategis yang menghasilkan devisa sebesar USD 250 juta sampai 500 juta per tahun, dengan pangsa sekitar 60 - 80 % di pasar intemasional. Jwnlah tersebut berasal dari ekspor sebesar 120 - 150 ton
SBW olahan, yang diperoleh dari
produksi kotor 85 ton SBW walet rurnah dan 287 ton SBW walet Goa. Produksi ini dihasilkan oleh 2833 unit rurnah dan 1470 unit Goa yang terdapat di Jawa, Surnatera, Kalimantan, NTB, dan Maluku. Tenaga kerja yang terlibat dalam produksi, diluar pelaku tataniaga, diperkirakan mencapai 40.000 orang (8500 terlibat dalam budidaya dan 5.700 pencuci SBW rurnah, 11.130 pemetik dan 11 .840 pencuci SBW Goa, serta 2.870 pencuci SBW dengan mesin).
Usaha "budidaya" burung walet tergolong tradisional dan masih sangat bergantung pada alam, serta bersifat agak "tertutup". Kegiatan budidaya belurn mampu mengatur reproduksi secara penuh, karena usaha untuk membuat burung "terikat" dengan rumahnya dan untuk menyediakan pakan yang dibutuhkan belurn sepenuhnya berhasil dilakukan. Selain itu, mutu SBW yang dihasilkan sangat beragam, dengan kisaran harga jual yang sangat besar (USD 375 - 2.050/kg). Hal ini terutama dipengaruhi oleh spesies walet, asal SBW (rumah/Goa), gebgrafis/ habitat dan teknologi pengolahan. Berbagai usaha "budidaya" telah dilakukan, na.mun secara urnurn masih sendiri-sendiri dan/atau berdasarkan tradisi, dan tidak ada teknologi baku yang ditunjang oleh data ilmiah, sehingga usaha yang dilakukan belurn tentu repeatable. Usaha-usaha penetasan, baik secara alarni maupun dengan mesin tetas telah diupayaka.n, namun tingkat keberhasilan dan/atau kemampuan
hidup burung tetasan masih rendah. Disamping itu, ketersediaan pakan yang digunakan ("kroto"/larva semut) dan cara pemberiannya sangat menyulitkan. Modifikasi teknologi penetasan pada telur unggas dan penggunaan pakan buatan yang sesuai mungkin cla:pat menjadi altematif pemecahan masalah tersebut.
Masalah non-teknis utanm dalam perdagangan SBW akhir-akhir ini adalah ancaman dibatasinya ekspor SBW. Status kelestarian yang berhubunga.11 dengan pemanfaatan dalam perdagangan intemasional diusulkan agar diturunkan dari non-appendix I tanpa pembatasan menjadi Appendix II I dibatasi dengan kuota. Dengan alasan eksploitasi berlebihan pada SBW akan menyebabkan terganggunya konservasi dan bahkan kepunahan burung walet, terutama yang berada di alan1. Hal ini menyebabkan manajemen konservasi burung walet diangkat dalam forum intemasional, yaitu pada sidang CITES (Convention on International Trade of
WARTA Plasma Nutfah Indone sia, No. 1 &2Th.1996/97 9
Endangered Species of Fauna and Flora) ke IX di Amerika (1994). Sidang menyarankan agar masalah tersebut dibahas dalam suatu sidang khusus, clan pemerintah Indonesia diminta untuk menyelenggarakan workshop, serta hasilnya disajikan dalam sidang CITES ke X di Zimbabwe bulan Juni 1997. Workshop internasional tersebut akan diselenggarakan di Surabaya 4 - 7 November 1996, dipandu oleh Sekretariat CITES dengan partisipan dari berbagai "range countries" yang menghasilkan SBW.
Dengan melihat potensi clan prospek
serta ancaman yang timbui, sudah
selayaknya manajemen konservasi clan pemanfaatan basil burung walet. mem
peroleh perhatian yang sen us.
Manajemen yang berkait dengan pen
ciptaan teknologi yang ramah
lingkungan, yang melibatkan masyarakat
pengelola clan _instansi terkait menuju
peningkatan konservasi clan produk
tivitas basil dalam konsep agribisnis/
agroforestry perlu disusun secara
terkoordinasi
Salah satu upaya yang dapat dilakukan (selain berbagai usaha manajemen pemanenan), adalah dengan
memperbaiki teknis budidaya dengan
WAWANCARA
Ekoteknologi Pada tanggal 4-8 Februari 1996 lokakarya singkat mengenai "ASIAN
REGIONAL WORKSHOP ON ECOTECHNOLOGY AND SHAPING 1HE FlJI1JRE" telah diselenggarakan di Madras, India. Lokakarya ini diselenggarakan bersamasama oleh UNESCO, MS Swaminathan Research Foundation dan The Cousteau Society. Peserta berasal dari negara Asia, Amerika Utara dan Eropa.
"Ecotechnie" yang berasal dari bahasa Yunani oikos clan tehne merupakan suatu pendekatan baru bagi para pengambil keputusan yang memadukan ilmu-ilmu ekonorni, teknologi, ilmu alam
dan sosial dalam suatu upaya untuk
memperhitungkan altematif manajemen dan konsekuensi jangka panjang dari suatu program pembangunan.
Kurikulum mengenai "Ecotechnie" dicetuskan pada pertemuan kornisi ilrniah dari The Cousteau Society di New York pada tahun 1986, yang ditindaklanjuti dengan pertemuan pertama di "Free University of Brussels, Belgia" clan semenjak itu menyebar ke perbagai · perguruan tinggi, dari · Rumania sampai ke Brasilia.
Konsep "Ecotechnie" bertitik tolak pada kenyataan bahwa kerusakan lingkungan sebagian besar disebabkan oleh ulah manusia, antara lain terlihat dari berkurangnya keragaman biologis, erosi dan keasaman tanah, perubahan komposisi atmosfer burni clan meluasnya polusi di lautan. Perlu ditambahkan bahwa pembangunan jangka panjang di negara maju maupun negara berkembang perlu mempertimbangkan peningkatan jumlah penduduk rnaupun pendekatan geopolitis di masa mendatang. Oleh karena itu perlt~ dibentuk jaringan kerja sama (network) dengan nama "ASIAN ECOTECHNOLOGY NETWORK" (AEN). Dengan sasaran para pengambil keputusan, network ini akan membentuk program pendidikan,
tujuan meningkatkan keberhasilan penetasan. Dengan usaha ini berarti populasi akan meningkat, yang dikombinasikan dengan "pengembaliannya" (restocking) ke alam, mungkin akan dapat menangkal ancaman dihentikannya ekspor tersebut.
(Y. C. Rahardjo)
pelatihan clan penelitian yang mernadukan aspek-aspek ekologi, ekonorni, teknologi clan ilmu sosial.
Berikut ini adalah basil wawanqira dengan Dr. Kusuma Diwyanto yang pada kesempatan tersebut hadir untuk mewakili Dr. Setijati D. Sastrapraja yang juga anggota AEN, berkaitan dengan segala sesuatunya mengenai jaringan kerjasama ini :
T : Apakah tujuan berdirinya jaringan
kerjasama ini ?
J : Secara garis besar, AEN didirikan
untuk dapat ( 1) membangun
kapasitas, kemampuan bekerjasama
antara berbagai disiplin ilmu rnau
pun antar kolega yang ber
kecimpung dalam bidang ekotekni,
(2) menciptakan lapangan pekerjaan
yang berhubungan dengan bidang
ekologi, (3) pertukaran informasi
dalam bentuk seminar-seminar,
10 WARTA Plasma Nutfah Indonesia , No.1&2Th.1996/97
media elektronik seperti internet
maupun media masa lainnya.
T : Bagaimana cara penyebarluasan · infonnasi mengenai ekotekni di Indonesia, dan apa saja yang dapat dikerjakan?
J : Wawancara ini merupakan salah satu upaya untuk memasyarakatkan ekotekni. Selain itu penyampaian dalam seminar maupun penyebarluasan pada saat lqkakarya ataupun panel diskusi merupakan upaya memasyarakatkan ekotekni.
T : Apakah prioritas program kerja dari AEN itu?
J : PBB menc'anangkan tahun 1996 ini sebagai tahun International dalam penghapusah kerniskinan. Seperti diketahui lebih dari 50% orangorang rniskin terdapat di negaranegara Asia, oleh karena itu memperbanyak kesempatan bagi orangorang rniskin untuk memperbaiki hidupnya dengan paket teknologi bersifat komplemen dengan menyertakan aparat Pemerintah, merupakan salah satu sasaran utama dariAEN.
T : Bagaimana struktur kerja dari AEN?
J : AEN yang berpusat di MS Swaminathan Research Foundation, Madras, India akan menyelenggara-
kan dan menyiapkan database tentang ekoteknologi yang akan disebarluaskan melalui AEIS (Asia Ecotechnology Information Service) dan melalui keanggotaan di UCEP. Sedikit dana tersedia untuk membentuk network . di masing-masing negara anggotanya yang kemudian bergabung dalam suatu payung organisasi yaitu FNEN (Federation of National Ecotechnology Networks) .
T : Bagaimanakah realisasi kegiatan AEN di Indonesia ?
J : Diharapkan dapat dibentuk perwakilan AEN di negara-negara yang ikut aktif dalam lokakarya di Madras, Februari 1996, termasuk Indonesia. Karena realisasi kegiatan AEN baru bisa diharapkan pada akhir tahun 1996 ini, maka tampaknya pemasyarakatan merupakan kegiatan awal yang perlu clilakukan sebagai persiapan ke arah AEN y~gbaik.
Demikianlah informasi ringkas tentang terbentuknya ekotekni yang dapat disampaikan. Walaupun AEN sendiri baru dapat direalisir akhir tahun ini akan tetapi ada beberapa usulan aktivitas AEN untuk tahun 1996-1997, yaitu :
1. Menentukan instansi yang akan mewakili AEN di masing-masing negara anggota.
BE RITA
Pengukuhan Gelar Doktor di Bidang Plasma Nutfah
Pada tanggal 13 Agustus 1996 bertempat di ruang sidang gedung rektorat IPB Darmaga, Dudung Muliadi, MS. staf pengajar Fakultas Peternakan Universitas Pajajaran berhasil meraih gelar Doktor dengan predikat Sangat Memuaskan dari Program Pasca Sarjana IPB setelah berhasil mempertahankan disertasinya berjudul Sifat Penotipik
Domba Priangan di Kabupaten Pandeglang dan Garut. Bertindak · sebagai ketua kornisi pembimbing adalah Prof. Dr. H. Harimurti Martojo, dengan pe-nguji luar kornisi Dr. Kusuma Diwyanto, Kepala Balai Penelitian Ternak Ciawi dan Prof. Dr. H. Paggi, Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Pajajaran.
2. Mengembangkan kurikulwn mengenai ekotekni.
3. Mempromosikan part1s1pasi perkembangan ekoteknologi melalui konsep "biovillages" dan pengenalan biosplier.
4. Menciptakan lapangan pekerjaan yang berhubungan dengan ekoiogl di pedesaan, perkotaan, tennasuk ekosistem pantai dan bahari.
5. Menyelenggarakan dua lokakarya yang . ditujukan untuk pejabat pengambil keputusan maupun oleh pihak yang berkecimpung di mass media dengan rnateri mengenai halhal yang berkaitan dengan ekoteknologi ( dapat dalam bentuk studi kasus) .
Bagi anda yang ingin mengetahui danmendapatkan informasi yang lebih dalam mengenai topik tersebut di atas dapat berhubungan dengan media elektronik kepada MS Swarninathan Research Foundation, Email :
l . MSSRF. Madras @ SM8. Sprintrpg. sprint.com
2. MDSAAA5 l @ giasmdO 1. vsnl.ret.in
(Bess Tiesnamurti)
Aspek bahasan utama disertasi meliputi pengkajian perbedaan sifat penotipik kuantitati( kualitatif, perbedaan bentuk morfologis dan protein darah, serta pemantapan ciri-ciri khas domba Lokal dan Priangan dengan memanfaatkan analisis Komponen Utama dan analisis Pengelompokan. Ringkasan hasil disertasi direncanakan akan dapat di-publikasikan pada terbitan Warta Plasma Nutfah Indonesia nomor edisi berikutnya.
Segenap staf warta ikut mengucapkan selarnat ! (AA)
WARTA Plasma Nu ti ah Indonesia, No.1 &2Th.1996/97 II
Pelatihan SIMPLAS Komisi Nasional Plasma Nutfah
(KNPN) bekerjasama dengan beberapa Pusat Penelitian lingkup Badan Litbang
Pertanian telah menyelenggarakan se
buah pelatihan mengenai pendokumen
tasian plasma nutfah pertanian. KNPN
menyadari bahwa kegiatan dokumentasi
dalam pengelolaan plasma nutfah
merupakan salah satu aspek yang perlu
mendapat perhatian oleh karena dari berbagai informasi diperoleh kesirnpulan
bahwa titik terlemah sistem pengelolaan
plasma nutfah di Indonesia berada pada
penyelenggaraan dokumentasi llll.
Pelatihan ini oleh panitia penyelenggara
yang diketuai oleh Dr. Didik Sudarmadji
diberi nama "Pengembangan dan
Pelatihan Sistem Aplikasi Pendataan
dan Jaringan Inf ormasi Plasma
Nutfah 11• Pelatihan diselenggarakan
selama tiga hari dari tanggal 28 sampai 30 Agustus 1996, bertempat di Balai
Biotek Perkebunan Bogor dilanjutkan
dengan kunjungan lapang ke Herbarium
Bogoriensis Bogor. Peserta yang meng
ikuti pelatihan berjumlah tidak kurang
dari 25 orang, yang terdiri dari para
kurator/pemulia yunior atau teknisi
pemulia senior dari Pusat Penelitian dan
Balai Penelitian dalam lingkup Badan
Litbang Pertanian, UPI dan beberapa
Perguruan Tinggi Negeri (IPB dan
UGM).
Dalam pelatihan peserta diperkenalkan dengan suatu sistem pendokumentasian plasma nutfah menggunakan perangkat lunak komputer (software) yang diberi nama SIMPLAS (Sistem Aplikasi Manajemen Plasma Nutfah). Program tersebut mempunyai fasilitas untuk melakukan pertukaran data koleksi, baik antar kurator pada komoditas yang sama maupun komoditas yang berbeda. Komunikasi dapat dilakukan antar komputer satu dengan yang lain (PC to PC) melalui jalur telepon.
Tujuan pelatihan dima.ksudkan untuk meningkatkan pengetahuan kurator plasma nutfah pertanian tentang pengelolaan data koleksi sehingga terjadi penyeragaman sistem pendataan dan memudahkan proses pertukaran data tersebut. Selain itu juga w1tuk mengirnplementasikan program SIMPLAS bagi pengembangan modul yang dapat diguna.kan untuk jenis plasma nutfah lainnya.
SIMPLAS yang ada dan diguna.kan sebagai ujicoba saat lll1 adalah SIMPLAS Ver 1.0. Pada akhir pelatihan disepa.kati bahwa setiap peserta pelatihan menjadi anggota Kelompok Kerja (POKJA) Pengembangan SIMPLAS, yang rencananya setelah melalui beberapa tahap rencana pengembangan a.kan dilepas program SIMPLAS Ver 2.0. (EH)
Seminar PERIPI Seminar dengan tema "Peran Pemulia
an dalam Menumbuhkan Industri Perbenihan Memasuki Abad ke-21" yang diselenggarakan di Bandung tanggal 16 Juni 1996 oleh Perhirnpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI) menghasilkan rumusan antara lain:
1. Guna mendorong pengembangan industri perbenihan swasta dalam menghasilkan varietas unggul baru, perlu peran serta sektor perbankan untuk melancarkan penyaluran dana masyara.kat.
2. Peningkatan peran serta sektor swasta dimungkinkan bila tercipta iklirn usaha yang kondusif melalui pemberian ha.k eksklusif temuantemuannya, yang diatur dalam "Breeder Right" atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Perlindungan Varietas Tanaman (PVT).
3. Penyusunan rancangan PVT harus didasarkan atas kepentingan nasional. Sehubungan dengan itu, semua piha.k yang terkait diharap dapat memberikan sumbang saran agar konsepkonsep yang terl<andung dalam urxlangundang dapat mengantisipasi era globalisasi dan agresivitas industri bioteknologi negara-negara maju.
4. Dalam peningkatan kualitas • dan kuantitas swnber daya manusia di bidang pemuliaan dan perbenihan, peiguruan tinggi ditimtut n'alingkat:kan kemampuannya dalam menghasilkan lulusan yang mampu menghadapi tantangan masa depan. (Ni)
Lomba Menghias Kendi dengan Biji-bijian Dalam rangka memperingati ulang
tahun Komisi Nasional Plasma Nutfah (KNPN) ke-20 tahun 1996 ini, Komisi mengaja.k pelajar Sekolah Dasar wilayah Bogor dan sekitamya untuk mengikuti lomba menghias kendi dengan biji-bijian. Tujuannya adalah untuk memupuk rasa kecintaan pelajar terhadap kekayaan plasma nutfah kita sebagai penghasil biji-bijian yang digunakan sebagai bahan
penghias kendi. Poster mengenai lomba menghias kendi ini disebarkan ke sekolah dasar di wilayah Bogar dan sekitamya. Peserta yang memasukkan karyanya temyata sebagian besar berasal dari sekolah dasar di wilayah Kabupaten Bogar, dengan jumlah peserta yang mengirin1kan hasil karyanya sebanya.k 26. Dari hasil karya tersebut telah terpilih enam peserta yang hasil karyanya
dinyata.kan terbaik oleh dewan juri dan diurutkan dari juara I, II dan III, serta juara harapan I, II dan III. Menurut rencana kepada setiap peserta a.kan dibagikan sertifikat. Kepada keenam pemenang juga akan dibagikan sejumlah uang sebagai hadiahnya. (DS)
12 WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No.1 &2Th.1996/97
" International Technical Conference on Plant Genetic Resources" (ITC on PGR)
Konferensi diselenggarakan di Leipzig, Jerman pada tanggal 17-23 Juni 1996 clan delegasi yang mewakili Indonesia terdiri dari lima orang yaitu Dr. Faisal Kasryno (Ketua), Dr. H.A Soedarsan, Prof. Kasumbogo Untung, Dr. Sumpeno Putro clan Sdr. Taufik Roydhi sebagai anggota. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Bapak Sarwono Kusumaatmadja juga hadir sebagai Presiden CoP II, dan beliau didampingi ,oleh Konjen RI di Berlin, Bapak Indra Maela Damanik.
Materi yang dibahas dalam konferensi ITC on PGR adalah (1) Global Plan of Action (GPA) on Plant Genetic Resources, dan (2) Penyusunan Deklarasi Leizig. Pembahasan mengenai masalah GPA yang telah disusun dan dikemukakan pada sidang istimewa FAO bulan April 1996 disetujui, dan urutan prioritas kegiatan GPA untuk setiap
negara diserahkan sepenuhnya pada negara bersangkutan disesuaikan dengan pennasalahan yang dihadapinya. Namun diingatkan bahwa jaringan kerja sama dalam negeri, regional maupun global diharapkan dapat ditingkatkan sehingga setiap kegiatan dapat diselesaikan secara utuh. Masalah hak kepemilikan petani/ HKP (farmers ' rights) juga dibahas, namun karena pedoman HKP secara tertulis belum ada maka kesimpulannya adalah bahwa1 HKP tersebut perlu penjabaran yang lebih jelas, seperti pada Plant Breeders' Rights (Hak Kepemilika.n Pemulia). Dalam sidang ITC on PGR juga telah dapat diterima laporan mengenai "The State of The World's Plant Genetic Resources".
Dalam sidang tersebut juga berhasil dikeluarkan Deklarasi Leipzig. Pada siclang luar biasa FAO bulan April 1996
KOLEKSI KITA
Kam bing Kost a
Kan1bing Kosta merupakan kambing yang pemah ber
kembang di masa lampau, yang pada saat ini sudah langka ditemukan. Penyebaran kambing kosta ini diketahui di sekitar Jakarta dan di wilayah eks Karesidenan Banten. Kehilangan jejak plasma nutfah temak asli ini merupakan kerugian yang cukup besar nilainya. Oleh karena itu sebagai langkah pelestarian plasma nutfah temak Indonesia, telah dilakukan penelitian pendahuluan untuk menelusuri keberadaan kanlbing Kosta yang pemah ada di masa-masa lampau.
Dari gambaran umum yang diperoleh, kanlbing Kosta diduga merupa-
kan persilangan antara kan1bing Kacang dengan kambing Kashmir. Menurut riwayatnya, kambing Kashmir merupakan salah satu . bangsa kambing yang diimpor dari India oleh Pemerintah pada waktu pendudukan Belanda pada periode tahun 1908 - 1927.
Ciri-ciri kambing Kosta tubuh sedang besamya, hidung rata clan kadangkadang ada yang melengkung, tanduk pendek clan bulunya pendek. Wama tubuh dominan kanlbing Kosta adalah coklat tua sampai hitam dengan didominasi wama putih pada belangnya. Tipe telinga kanlbing Kosta adalah setengah menggantung dengan panjang telinga pada kanlbing dewasa 3 - 14 cm.
penyusunan deklarasi tersebut mengalami kendala yaitu berupa desakan dari negara maju untuk menambahkan kata "forestry" di belakang kalimat "for Food and Agriculture" . Pada akhimya kendala tersebut dapat diatasi dengan tetap mempertahankan kalimat tersebut tanpa memasukkan kata "forestry". Hal lain yang · dibahas dalam konferensi tersebut adalah undangan dari delegasi India ter-hadap negara Asia Pasifik termasuk Indonesia untuk hadir dalam pertemuan di India pada bulan November guna merumuskan kerjasama regional untuk melaksanakan GPA yang telah disusun dalam ITC on PGR seperti tersebut di atas. Dalam hal ini Indonesia mengusulkan agar pertemuan tidak dilaksanakan pada bulan November karena berbagai kesibukan Indonesia antara lain untuk mempersiapkan keikutsertaan Indonesia dalam Sidang Tingkat Tinggi di Roma mengenai Pangan. (DS)
Bentuk kualitatif kanlbing kosta · dewasa adalah seperti baji. Bentuk baji yang dimaksud adalah dalam pinggul lebih besar dibanding dalan1 dada. Bentuk badan yang demikian tidak sama dengan bentuk umum kambing Kacang, yakni relatif sama antara badan bagian depan dengan bagian belakang. Ukuran pennukaan tubuh kambing Kosta lebih besar dan lebih panjang dibanding kanlbing Kacang. Terdapat bulu yang agak panjang dan halus di bagian paha. Bulu tersebut tidak terdapat pada kambing Kacang. Ambing pada kambing Kosta dewasa betina relatif lebih besar dibanding pada kanlbing I}.acang. Pada temak yang telah dewasa rataan panjang badan berkisar 51 - 65 cm dengan tinggi pundak 53 - 60 cm, dalam dada 26 - 33 cm, lingkar dada 63 - 85 cm dan tinggi pinggul 54 - 61 cm. Karnbing betina
WARTA Plasma Nutfah Indonesia, No.1 &2Th.1996/97 13
dewasa mempunyai bobot badan berkisar 20,0 - 46,5 kg. Tanduk kambing Kosta berbentuk melengkung dan agak spiral. Tanduk bertambah panjang dengan beitambahnya umur ternak.
Dilihat dari produktivitasnya, kambing Kosta juga relatif lebih baik dibanding kambing Kacang. Hal ini terlihat dari lebih tingginya rataan jumlah anak sekelahiran dan bobot sapih. Namun bila dilihat dari populasinya yang tinggal sedikit serta penyebaran atau lokasi dimana kambing Kosta berada yang baru diketahui di beberapa tempat saja, maka sebagai upaya pelestarian plasma nutfah perlu adanya evaluasi lebih lanjut. Hal ini karena kemungkinan masih terdapat bias dalam pengambilan data dimana karakterisasi ternak hanya didasarkan pada ternak dewasa, sedangkan identifikasi pada ternak muda atau anak
Sap i S api Bali adalah salah satu ke
kayaan plasma nutfah ternak asli
Indonesia yang cukup penting dewasa
ini. Sapi Bali diketahui merupakan keturunan langsung dari Banteng (Bos sondaicus) yang telah menjalani proses domestikasi (penjinakan). Proses dan tempat ternak ini didomestikasi tidak diketahui secara pasti akan tetapi
diperkirakan telah terjadi berabad-abad yang lalu. Banteng liar saat ini masih
dapat ditemukan hidup secara bebas di
hutan lindung Blauran Jawa Timur dan
Ujung Kulon Jawa Barat.
Daerah-daerah di Indonesia dengan populasi sapi Bali yang terbesar adalah Pulau Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan. Pemerintah telah menetapkan daerah
daerah tersebut sebagai daerah sumber
bibit dan wilayah peternakan murni sapi
Bali dengan tugas melaksanakan pro
gram pemurnian dan peningkatan mutu
sapi Bali. Dari daerah sumber bibit
kemungkinan dapat tercampur dengan kambing Kacang. Untuk itu selain karakteristik morfologik, juga diperlukan evaluasi darah, sifat biokimia dan sitogenetiknya.
Ba Ii tersebut sejumlah sapi Bali telah
disebarkan ke daerah-daerah lain di
Indonesia untuk dicoba dikembangkan. Penyebaran sapi Bali bahkan telah sampai ke luar negeri seperti Australia, Malaysia, Thailand dan Filipina serta kemungkinan Taiwan.
Warna sapi Bali pada saat muda
adalah merah bata/coklat keemasan, pada yang betina warna tersebut tidak berubah sampai dewasa. Pada yang
jantan warna merah bata/coklat keemas
an tersebut berangsur-angsur akan ber
ubah menjadi coklat gelap kemudian hitam pada saat dewasa. Selain warna tersebut di atas, tanda-tanda khusus sapi Bali murni adalah sebagai berikut:
• Warna putih pada bagian belakang paha (pantat), pada pinggiran bibir atas dan pada kaki bawah mulai tarsus dan carpus sampai batas pinggir atas kuku.
• Warna bulu pada ujung ekor hitam.
(Sumber: Laporan penelitian Balai Penelitian Ternak, 1994-1995)
(Wahyuning K. S.)
• Warna bulu pada bagian dalam telinga putih.
.. • Terdapat garis belut (garis hitam)
yang jelas pada bagian atas punggung.
Sapi Bali memiliki daya adaptasi yang sangat tinggi terhadap lingkungan yang sangat kritis. Oleh karena memiliki sifat yang menguntungkan ini, sapi Bali sering digunakan sebagai ternak pionir di daerah baru, seperti di daerah transmigrasi, dan hasil sementara boleh dikatakan cukup berhasil. Keunggulan lain adalah kemampuan adaptasinya dengan pakan yang kurang baik dan mempunyai respon yapg baik terhadap pemberian pakan yang lebih baik.
Disamping kelebihan-kelebihan tersebut, sapi Bali memiliki kelemahan yaitu mudah sekali terserang penyakit Jembrana, Bali Ziekte dan penyakit lngus Jahat/MCF (Malignant Catarrhal Fever). Penyakit MCF sering ditularkan dari ternak domba, sehingga di daerah dengan populasi domba yang tinggi, sapi Bali tidak dapat berkembang dengan baik.
14 WARTAPlasma Nutfah Indonesia, No.1&2Th.1996/97
Bobot badan sapi Bali dewasa jantan berkisar antara 300 sampai 500 kg sedangkan yang betina mempunyai bobot badan antara 200 sampai 300 kg. Laju pertambahan bobot badan sapi Bali dari berbagai hasil penelitian menunjukkan variasi yang cukup besar. Manajemen
pemberian pakan nampaknya merupakan faktor yang lebih banyak berpengaruh terhadap variasi tersebut. Laju pertambahan bobot badan sapi Bali apabila hanya diberi pakan hijauan rumput lapangan berkisar antara 0, 13 sampai 0,24 kg/hari, dengan pemberian konsentrat
SER BA SERB I
laju pertambahan bobot badannya dapat meningkat 0,41sampai0,71 kg/hari .
Sapi Bali tergolong sapi yang cepat mencapai dewasa kelamin. Umur dewasa kelamin pada sapi Bali berkisar antara 18 sampai 24 bulan dan pada urnurnnya beranak pertama pada urnur 30 sampai 36 bulan, dengan lama kebuntingan antara 279 sampai 287 hari .
Fertilitas sapi Bali banyak dilaporkan para peneliti cukup tinggi, yaitu berkisar 82 sampai 86 %, jauh lebih baik dibanding sapi eksotik dari Eropah yang hanya berkisar 50 sampai 70 %. Dalam kondisi normal sapi Bali dapat beranak antara 1 sampai 1,5 tahun sekali. Data penelitian di atas memperlihatkan bahwa sapi Bali merniliki sifat-sifat reproduksi yang cukup baik dan tergolong subur. Plasma nutfah temak kita yang temyata mempunyai potensi produksi yang baik ini seyogyanya dapat dikelola dengan baik agar dapat memberikan manfaat yang optimal.
(Disarikan dari beberapa sumber)
(E. Handiwirawan)
Lamtoro Sebagai Sumber Hijauan Pakan Ternak
Lamtoro Sudah Ratusan Tahun Turnbuh di Indonesia dengan
fungsi yang bermacam-macam, antara lain sebagai penaung beberapa komoditas perkebunan seperti kakao, kopi dan teh, daunnya untuk surnber hijauan pakan temak, batang dan cabangnya untuk surnber bahan bakar dan sumber bahan baku pulp kertas serta untuk bahan bangunan. Dengan demikian lamtoro di Indonesia dan di tempat lain di dunia ini dikenal sebagai tanaman multi-guna.
Lamtoro di indonesia kembali mencuat ke permukaan sebagai akibat hancurnya sebagian besar populasi lamtoro oleh
serangan hama baru kutu loncat, yang
masuk ke Indonesia pada bulan Maret
1986. Beberapa bulan setelah itu tanan1an lan1toro di seluruh wilayah Indonesia sebagian besar rusak berat oleh serangan han1a baru tersebut. Pada waktu itu pemerintah bekerja keras
untuk mengatasinya antara lain dengan
membentuk tirn kerja nasional yang bertugas memberi saran kcpada Menteri
mengenai penanganan masalah tersebut.
Salah satu saran adalah dengan mengintroduksikan musuh alami dari Hawaii
dan membuat koleksi lamtoro dari dalam dan dari luar negeri. Sampai saat ini di
Indonesia telah dapat dikoleksi 8 dari 13 spesies lamtoro yang ada di dunia. Kedelapan spesies tersebut pertama kali
ditanam di Kebun Percobaan (KP) Ciomas Bogar pada tahun 1987, kemu
dian dibuatkan duplikatnya di KP Pondok
Gede, Cibadak-Sukabumi. Selanjutnya
KP terakhir ini beralih kepernilikannya,
namun sebelurn peralihan berlangsung secara penuh, telah dibuat lagi duplikatnya di Jember, Jawa Timur.
Dari struktur anatorni dan komposisi , nutrisi yang terkandung di dalam daun, · temyata lamtoro cukup sesuai sebagai hijauan pakan temak karena daun
WARTA Plasma Nutfah Indone sia , No.1 &2Th.1996/97 IS
lamtoro mengandung asam amino potensial, karbohidrat dan lemak serta vitamin dan inineral yang cukup memadai. Namun demikian di dalam daun lamtoro terkandung juga metabolit sekunder mimosin yang seringkali meracuni ternak, khususnya domba yang diimpor dari Australia. Untungnya temak yang sudah lama berdomisili di Indonesia tahan terhadap senyawa sekunder tersebut sehingga temak kita sama sekali tidak terpengaruh oleh mimosin yang diketahui dapat meracuni temak impor dengan akibat · timbulnya kerontokan bulu dan turunnya tingkat kesuburan temak tersebut. Keuntungan utama dari penggunaan lamtoro sebagai sumber hijauan pakan ternak adalah
P I a s m a N u t ·f a h Ambrose, M.J., 1994. The role of gene
banks in dealing with exotic germplasm and its development. Sveriges Utsa-desforenings Tidskrift. v. 104 (4). p. 195 - 200; 12 ref. Abstrak dari artikel ini membicarakan beberapa ha1 utama berkaitan dengan suatu bank gena untuk dilibatkan terhadap plasma benih eksotik, dan pertimbanganpertimbangan operasional bagi perkembangan selanjutnya, dengan melalui survei mengenai hal-hal pokok yang menyertainya. Kajian terutama mengenai pengumpulan secara exsitu bagi spesies tanaman dan J<erabat liamya.
Brush S.B. 1995. In situ conservation of landraces in centers. of crop diversity. Crop Science. v. 35 (2), p. 346-354
Campbell K.W.; B. Fraleigh., B.E. Coulman. 1995. The Canadian plant germplasm system. Symposium on plant gene resources, St. John's, l'.'l"ew-foundlan~ E:anada, 19 August 1993. Canadian- Journal of Plant Science. v. 175 (1). p. 5-7.
Chen SP. 1995 . . Conservation research and prospects of crop germplasm
bahwa tanaman ini tahan kekeringan dan sangat tahan pangkasan sehingga pada setiap waktu akan tersedia sumber hijauan pakan temak bahkan di tengahtengah musim kemaraupun masih dapat diperoleh hijauan pakan temak dari daun lamtoro.
Dari 8 spesies lamtoro yang terkoleksi di Indonesia telah berhasil dikembangkan menjadi ribuan nomor lamtoro. Semula sebagai sumber hijauan pakan temak diambil dari spesies lamtoro Leucaena glauca dan L. leucocephala. Namun . karena kedua spesies itu sangat rentan terhadap kutu loncat, mulailah para peneliti tanaman mencari spesies lain yang tahan kutu loncat dengan komposisi nutrisi yang
PUBLIKASI
resources oU'.:hina. Journal of plant re-sources and environment. v. 4 (1). p. 7-13.
Crouch, ffi.; BG. Lewis. ~ DJ. Lydiate.; R. Mithen. 1995. Genetic diversity of wild, weedy and cultivated forms of Brassica rapa. Heredity. v. 74 (5). p. 491-496.
Esquivel, N.; L. Castineiras, T. Shagarodsky, V. Moreno, J. Perez, 0 . Barrios, M.Z. Fundora, V.R. Martinez, and M. A Mendez, 1994. Conservation and study of plant genetic resources in the 90 years of the Agronomic Experimental Station of Santiago de Las Vegas. 90 anos de las Estacion Experimental Agronomica de Santiago de las Vegas. p. 91-115, 9pp ofref. Artikel ini memaparkan sejarah kerja stasiun berkaitan dengan introduksi tanaman dan koleksi plasma benih, konservasi, karakterisasi, dan evalu~L awal, studi etnobotanik dan cjokmrientasi.
Guarino L.; V.R. Rao; R. reid. 1995. Collecting _plant genetic diversity:
sesuai untuk pakan temak. Dari basil penelitian diatas diperoleh lamtoro yang tahan kutu loncat yaitu dari spesies Leucaena diversifolia. Dari enam nomor L. diversifolia berturut-turut PG 62, PG 63, PG 64, PG 65, PG 66 dan PG 79, yang diteliti temyata PG 64 dan PG 65 mempunyai potensi besar sebagai sumber hijauan pakan temak ditinjau dari produksi biomasa tanaman dan komposisi nutrisi yang terkandung di dalam daun.
(Disarikan dari beberapa sumber)
(Didik Sudarm_§dji)
technical guidelines. Cab. International, Wallington; U.K.
Kannenberg L.W.; D.E. Falk; B.E: Coulman. 1995. Models for activation of plant genetic. resm\rces for · crop breeding programs. Symposium on plant gene resources, St. John's, Newfoundland, Canada, 19 August 1993. Canadian Journal of Plant Science. v. 75 {l). p. 45-53
Mycock D.J.; Wisley Smith J. ; P.Berjak. • 1995. Cryopreservation of somatic embryos of four species with and without cryoprotectant pretreatment. Annual of Botany. v. 75 (4). p. 331-336
Shands H.L. and B.E. Coulman. 1995. The U.S. National plant germplasm system. Sym-posium on plant gene resources; St. John's, New-foundland, Canada, 19 August 1993. Canadian Journal of Plant Science. 1\t. 75 (1). p. 9-15
Wood D. 1995. Conserved to death. Are tropical forests being over-protected from people?. Land Use Policy. v. 12 (2), p. 115 - 135.
16 WAR"TA Plasma Nutfah Indonesia , No.1 &2Th.1996/97