35
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya kematian seorang individu akan menyebabkan timbulnya serangkaian pengurusan terhadap jenazah, yang perlu dilakukan sampai saatnya jenazah tersebut dikubur atau dikremasi. Termasuk dalam proses pengurusan tersebut adalah pemeriksaan jenazah, penerbitan surat keterangan kematian, autopsi dan pembuatan visum et repertum, serta pengawetan jenazah. 1 Dengan semakin tingginya mobilitas dan penyebaran penduduk ke seluruh penjuru dunia, maka pada kematian salah seorang anggota keluarga ada kemungkinan perlunya dilakukan penundaan penguburan/kremasi untuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di luar kota atau luar negeri. Pada kematian yang terjadi jauh dari tempat asalnya, terkadang perlu dilakukan pengangkutan jenazah dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada kedua keadaan ini diperlukan pengawetan jenazah untuk mencegah pembusukan dan penyebaran kuman dari jenazah ke lingkungan. 1,2 Pengawetan jenazah (embalming) adalah suatu tindakan medis yang dilakukan dengan memberikan bahan kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga penampilan luar jenazah supaya tetap mirip dengan

jadi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: jadi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terjadinya kematian seorang individu akan menyebabkan timbulnya

serangkaian pengurusan terhadap jenazah, yang perlu dilakukan sampai saatnya

jenazah tersebut dikubur atau dikremasi. Termasuk dalam proses pengurusan tersebut

adalah pemeriksaan jenazah, penerbitan surat keterangan kematian, autopsi dan

pembuatan visum et repertum, serta pengawetan jenazah.1

Dengan semakin tingginya mobilitas dan penyebaran penduduk ke seluruh

penjuru dunia, maka pada kematian salah seorang anggota keluarga ada kemungkinan

perlunya dilakukan penundaan penguburan/kremasi untuk menunggu kerabat yang

tinggal jauh di luar kota atau luar negeri. Pada kematian yang terjadi jauh dari tempat

asalnya, terkadang perlu dilakukan pengangkutan jenazah dari satu tempat ke tempat

lainnya. Pada kedua keadaan ini diperlukan pengawetan jenazah untuk mencegah

pembusukan dan penyebaran kuman dari jenazah ke lingkungan. 1,2

Pengawetan jenazah (embalming) adalah suatu tindakan medis yang dilakukan

dengan memberikan bahan kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat

pembusukan serta menjaga penampilan luar jenazah supaya tetap mirip dengan

kondisi sewaktu hidup. Tindakan embalming yang paling terkenal dan menjadi bahan

penelitian di seluruh dunia adalah yang berasal dari Mesir, yaitu pembuatan mumi.

Pembuatan mumi pada zaman mesir kuno sudah menggunakan campuran bahan

kimia seperti sodium bikarbonat, resin, serta campuran beberapa bahan tradisional

yang dioleskan maupun yang dimasukkan ke dalam tubuh mumi. Perkembangan

teknik embalming sudah berkembang pesat di dunia, Pada 1867 kimiawan Agustus

Wilhelm Von Hofmann menemukan formalin, campuran antara alkohol dan garam

arsenik, pengawet yang menjadi dasar metode pembalseman hingga saat ini

menggantikan metode sebelumnya. Di Indonesia sendiri pengawetan jenazah juga

dilakukan pada beberapa daerah, seperti di Toraja, Sumba, NTT, dan beberapa daerah

lain. Bahan yang digunakan merupakan campuran bahan kimia seperti garam, asam

Page 2: jadi

2

cuka, tanaman tradisional, maupun dengan menggunakan formalin. Pada kematian

yang wajar, pengawetan jenazah dapat langsung dilakukan. Akan tetapi, pada

kematian yang tidak wajar, perlu dilakukan otopsi terlebih dahulu sebelum

melakukan pengawetan jenazah.(2)

Seiring dengan berkembangnya zaman dan adanya kebutuhan untuk

mempertahankan keadaan jenazah tetap menyerupai keadaan sewaktu hidup

diperlukan proses embalming.1,2 Bahan yang sering digunakan dalam proses

pengawetan mayat adalah formaldehid.

Dalam sejarah tercatat penggunaan tumbuhan yang didapatkan dari alam untuk

proses pengawetan jenazah. Sumba menggunakan daun tembakau, daun teh dan daun

bidara.4 Mesir menggunakan sari pohon pinus.5

Penggunan formaldehid dan tumbuhan dari alam yang digunakan dalam proses

pengawetan jenazah merupakan hal penting untuk dibahas untuk mengetahui cara

kerja bahan-bahan tersebut dalam proses pengawetan jenazah.

1. 2. Batasan Masalah.

Referat ini akan membahas tentang embalming, khususnya formaldehid dan

tumbuhan dari alam yang dapat digunakan dalam pengawetan jenazah.

1.3. Tujuan penulisan

1. Untuk memenuhi tugas refrat selama berada di kepaniteraan Klinik senior bagian

ilmu kedokteran

2. Menambah pengetahuan tentang embalming, khususnya formaldehid dan

tumbuhan dari alam yang dapat digunakan dalam pengawetan jenazah.

1.4. Manfaat penulisan.

Melalui penulisan makalah ini diharapkan akan bermanfaat dalam

memberikan informasi mengenai kegunaan formaldehid dan tumbuhan dari alam

dalam pengawetan jenazah.

1.5. Metode penulisan.

Page 3: jadi

3

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah tinjauan kepustakaan yang

merujuk pada berbagai literatur.

Page 4: jadi

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Embalming

Embalming adalah proses pengawetan mayat untuk mempertahankan

penampilan mayat dalam, tetap dalam kondisi yang baik untuk jangka waktu lama.

Beberapa hari setelah kematian, tubuh seseorang akan mulai membusuk, agar

pembusukan tersebut tidak terjadi digunakan bahan pengawet kimia yang termasuk

dalam proses embalming. Embalming diperlukan baik untuk tubuh normal maupun

tubuh membusuk dan mayat yang akan diangkut untuk jarak jauh.4

Embalming dalam kebudayaan modern adalah seni dan ilmu untuk menjaga

sementara jasad manusia untuk mencegah pembusukan dan membuat mereka cocok

untuk ditampilkan di muka umum dengan pemakaman.

Empat tujuan embalming adalah sanitasi, konservasi, presentasi, dan restorasi

dari jenazah. Pada embalming Mesir kuno, bertujuan agar jiwa yang telah meninggal

kembali pada tubuh mereka.

Orang yang melakukan tindakan embalming disebut embalmer. Embalmer

adalah seorang individu yang memenuhi syarat untuk disinfeksi atau memelihara

jenazah dengan suntikan atau aplikasi eksternal antiseptik, desinfektan atau cairan

pengawet, mempersiapkan jenazah untuk transportasi dalam kasus dimana kematian

disebabkan oleh penyakit menular atau infeksi.5,6

2.2 Sejarah

Embalming telah menjadi suatu tradisi sejak zaman dahulu di peradaban kuno

di dunia. Salah satu peradaban yang terkenal dengan embalming adalah peradaban

Mesir kuno. Orang Mesir melakukan embalming karena adanya suatu kepercayaan

bahwa orang mati memerlukan tubuh mereka untuk memasuki kehidupan sesudah

kematian. Orang Mesir kuno melakukan embalming dengan cara mencuci tubuh

jenazah terlebih dahulu lalu organ-organ dalam akan dikeluarkan dan ditempatkan

Page 5: jadi

5

pada kotak khusus sedangkan otak akan dikeluarkan melalui hidung. Rongga–rongga

di tubuh yang kosong akan diisi dengan menggunakan sodium bikarbonat sedang

rongga di kepala akan diisi dengan menggunakan resin. Setelah proses tersebut,

jenazah akan didiamkan selama 40 hari lalu, setelah itu tubuh akan diberi parfum dan

dibungkus menggunakan daun-daunan dan kain linen. Tubuh yang sudah dibungkus

tersebut akan dimasukkan ke dalam peti.3

Gambar 1. Jenazah Ramses I

Embalming di Mesir dilakukan dengan dua alasan:

Religius: mereka percaya bahwa orang mati tidak akan

meninggalkan tubuh mereka selama tubuh mereka tetap utuh. Oleh

sebab itu dibutuhkan embalming agar jiwa mereka dapat kembali ke

tubuh mereka setelah 3000 tahun menjalani siklus kemudian hidup

bersama dengan para dewa selamanya.

Sanitasi: orang Mesir mengawetkan jenazah mereka karena, bila

mereka mengubur jenazah di lembah Sungai Nil, mereka khawatir

jenazah tersebut akan tergenang sehingga akan menyebabkan

kondisi yang tidak sehat dan dapat menyebabkan lebih banyak

kematian.

Page 6: jadi

6

Embalming dilakukan di suatu lokasi yang dipagari dinding, yang dinamakan

Necropolis. Proses pengerjaan tersebut melibatkan semua petugas yang berkaitan

dengan embalming, seperti pembuat sarkofagus dan petugas pengawet jenazah.3

Proses pengawetan mayat modern dimulai saat terjadinya perang saudara di

Amerika. Keluarga para tentara yang meninggal yang jauh dari daerah peperangan

menginginkan agar anggota keluarga yang meninggal tersebut diawetkan, sehingga

dapat dikirim ke daerah masing–masing dalam keadaan masih baik. Dr. Thomas

Holmes, sebagai korps medis angkatan darat, ditugaskan untuk mengawetkan jenazah

para tentara tersebut. Dr. Thomas Holmes mengawetkan jenazah dengan cara

menyuntikkan arsenik dicampur dengan air ke dalam arteri. Sejak saat itu, Dr.

Thomas Holmes dikenal sebagai bapak embalming modern.6

Namun sekarang, proses embalming yang menggunakan arsenik akhirnya

dilarang karena diduga dapat mencemari sumber air dan mengaburkan bukti akibat

pembunuhan dengan arsenik.

Proses pengawetan jenazah pada umumnya membutuhkan waktu beberapa

jam, namun, jika jenazah terkena trauma atau telah dilakukan proses otopsi,

pengawetan memerlukan waktu lebih lama. Saat ini, pengawetan jenazah hampir

selalu dilakukan untuk menunda pembusukan sebelum pemakaman. Jika pengawetan

dilakukan untuk jangka waktu lama, maka dibutuhkan berbagai macam teknik.

Diperlukan larutan lebih kuat dan suntikan lebih banyak pada tubuh jenazah. Proses

ini biasanya dilakukan untuk pengawetan jenazah pada cadaver untuk pembelajaran

anatomi.4

2.3. Bahan Kimia Embalming

2.3.1. Formaldehida

Senyawa kimia formaldehida (metanal), merupakan aldehida berbentuk gas

dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida dihasilkan dari pembakaran bahan yang

mengandung karbon. Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai

metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia. 7,8

Page 7: jadi

7

a. Sifat Formaldehida

Dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut

dalam air (biasanya dijual dalam kadar 37% menggunakan merk dagang 'formalin'

atau 'formol'). Formalin bersifat asam karena mengandung asam formiat akibat

oksidasi formaldehida. Oleh sebab itu larutan formalin 10% harus dibuat netral atau

sedikit alkalis dengan menggunakan larutan dapar fosfat dengan pH 7,2 sebagai

pelarut, atau dengan menambahkan kalsium asetat. Formaldehida bisa membentuk

trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier polioksimetilena.7,8

b. Produksi

Larutan dapar formalin yang sering digunakan adalah :8

1. Formal Calcium

2. Neutral Buffered Formalin

3. Buffered Formalin Sucrose

c. Kegunaan

Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri,

sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet.

Sebagai disinfektan, formaldehida dikenal juga dengan nama formalin dan

dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, pembersih kapal, gudang dan pakaian.8

Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit,

misalnya mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida sering dipakai dalam

embalming untuk mematikan bakteri serta untuk mengawetkan mayat.8 Formaldehida

diabsorbsi di jaringan dengan baik, tetapi relatif lambat. Formalin adalah pengawet

yang banyak digunakan dan tidak ada jaringan yang dirusaknya. Bau formalin yang

menusuk hidung membuat formalin sangat dikenal oleh banyak pihak, sehingga

cukup berhati-hati dalam menggunakannya.9

d. Efek terhadap kesehatan

Pemaparan formaldehid dapat menyebabkan efek samping, dari gejala ringan

sampai yang mengancam nyawa. Pemaparan yang akut memiliki efek samping jangka

Page 8: jadi

8

pendek dan biasanya mudah untuk diantisipasi. Pada manusia Beberapa efek samping

akut paparan formaldehid adalah iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan. Ketika

dipaparkan pada senyawa ini dengan jangka waktu yang cukup lama tenggorokan

menjadi kering dan sakit. Pada beberapa penelitian ditemukan bukti bahwa paparan

formaldehid yang konstan dapat meningkatkan resiko untuk menderita beberapa jenis

kanker.10

2.3. 2 Indikasi dan Kontraindikasi Embalming

A. Indikasi Embalming

Pengawetan jenazah perlu dilakukan pada keadaan:13

Adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam: Hal ini penting

karena di Indonesia yang beriklim tropis, dalam 24 jam mayat sudah mulai

membusuk, mengeluarkan bau, dan cairan pembusukan yang dapat mencemari

lingkungan sekitarnya.13

Jenazah perlu dibawa ke tempat lain: Untuk dapat mengangkut jenazah dari suatu

tempat ke tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut aman, artinya tidak

berbau, tidak menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama proses

pengangkutan. Dalam hal ini perusahaan pengangkutan, demi reputasinya dan

untuk mencegah adanya gugatan di belakang hari, harus mensyaratkan bahwa

jenazah akan diangkut telah diawetkan secara baik, yang dibuktikan oleh suatu

sertifikat pengawetan.13

Jenazah meninggal akibat penyakit menular: Jenazah yang meninggal akibat

penyakit menular akan lebih cepat membusuk dan potensial menulari petugas

kamar jenazah, keluarga serta orang-orang di sekitarnya. Pada kasus semacam ini,

walaupun penguburan atau kremasinya akan segera dilakukan, tetap dianjurkan

dilakukan embalming untuk mencegah penularan kuman/ bibit penyakit ke

sekitarnya.13

B. Kontraindikasi

Embalming di Indonesia tidak dapat dilakukan pada kematian tidak wajar

sebelum dilakukan autopsi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan

Page 9: jadi

9

penyidikan karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan

karenanya dapat dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti berdasarkan

pasal 233 KUHP. Oleh karena itu setiap kematian tidak wajar menjadi kontra indikasi

embalming.14,15

Setiap kematian yang terjadi akibat kekerasan atau keracunan termasuk

kematian yang tidak wajar. Cara kematian pada kematian tidak wajar adalah

pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan. Pada kasus kematian tidak wajar, kasusnya

hendaknya segera dilaporkan ke penyidik, sesuai dengan pasal 108 KUHAP. Adapun

yang termasuk dalam kategori kasus yang harus dilaporkan ke penyidik adalah: 14,15

1. Kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara

2. Kematian terjadi bukan karena penyakit dan bukan karena hukuman mati

3. Adanya penemuan mayat dimana penyebab dan informasi mengenai kematiannya

tidak ada

4. Keadaan kematiannya menunjukkan bahwa kemungkinan kematian akibat

perbuatan melanggar hukum.

5. Orang tersebut melakukan bunuh diri atau situasi kematiannya mengindikasikan

kematian akibat bunuh diri.

6. Kematian yang terjadi tanpa kehadiran dokter.

7. Kematian yang disaksikan dokter tetapi ia tidak dapat memastikan penyebab

kematiannya.14,15

2.4. Embalming Modern

2.4.1 Definisi Embalming Modern

Metode modern embalming didefinisikan sebagai desinfeksi dan pelestarian

tubuh yang sudah mati. Proses embalming modern dirancang untuk menghambat

dekomposisi jaringan untuk periode waktu yang diperlukan sebagaimana yang

diinginkan oleh keluarga agar jenazah berada dalam kondisi yang baik. Embalming

modern telah terbukti mampu menjaga tubuh utuh selama beberapa dekade.16

Embalming merupakan sebuah "fiksasi" kimia protein sel. Secara prinsip

formaldehida pada dasarnya bereaksi dengan albumin. Formaldehid larut dalam sel

Page 10: jadi

10

dan mengkonversinya menjadi untuk albuminoids atau gel, saat yang sama, bakteri

dihancurkan, sehingga menghentikan atau setidaknya menunda dekomposisi pada

jenazah. Setelah embalming selesai, tubuh hanya dapat diserang oleh udara yang

membawa bakteri dan jamur yang pada akhirnya dapat menghancurkan tubuh dengan

terpapar udara dan kelembaban yang cukup untuk mendukung hadir pertumbuhan

bakteri dan jamur.16

Embalming modern dilakukan dengan menggunakan cairan embalming yang

bersifat disinfektan dan pengawet. Cairan embalming disuntikkan ke dalam sistem

peredaran darah tubuh dengan pompa listrik, sementara darah dikeluarkan dari tubuh

dan dibuang. Sehingga posisi darah di tubuh diganti dengan disinfektan dan cairan

pengawet.16

2.4.2 Tujuan Embalming

Ada tiga alasan mengapa dilakukannya modern embalming,16 yaitu:

1. Desinfeksi.

Saat seseorang meninggal, beberapa patogen akan ikut mati, namun sebagian

besar masih dapat bertahan hidup karena memiliki kemampuan untuk

bertahan hidup dalam jangka waktu lama dalam jaringan mati. Orang yang

datang dan kontak langsung dengan tubuh jenazah yang tidak embalming

dapat terinfeksi serta ada kemungkinan menjadi lalat atau agen lain

mentransfer patogen untuk manusia dan menginfeksi mereka.16

2. Pelestarian

Pelestarian, yaitu upaya pencegahan pembusukan dan dekomposisi jenazah,

sehingga jenazah di dikuburkan, dikremasikan tanpa bau atau hal-hal yang

tidak menyenangkan lainnya.16

3. Restorasi

Restorasi, yaitu upaya untuk mengembalikan keadaan tubuh jenazah kembali

seperti masih hidup.16

2.4.3 Proses pada embalming modern

A. Arterial embalming

Page 11: jadi

11

Arterial embalming melibatkan injeksi bahan kimia ke dalam pembuluh darah,

biasanya melalui arteri karotis dextra dan darah dikeluarkan dari vena jugularis.

Bahan kimia disuntikkan melalui pompa mekanis atau dengan memanfaatkan gaya

gravitasi. Pijatan embalmer pada mayat untuk memastikan distribusi yang tepat dari

cairan embalming. Dalam kasus sirkulasi yang buruk, titik injeksi lain dapat

digunakan, yaitu iliaka atau arteri femoralis, pembuluh subklavia atau aksila.4

Gambar 1. Arterial embalming12

B. Cavity embalming

Hisap cairan rongga tubuh mayat dan injeksi bahan kimia ke dalam rongga

tubuh, menggunakan aspirator dan trocar. Embalmer membuat sayatan kecil tepat di

atas pusar dan mendorong trocar di rongga dada dan perut untuk menusuk organ

berongga dan aspirasi cairannya. Kemudian rongga tubuh diisi dengan bahan kimia

yang mengandung formaldehid terkonsentrasi.4

Page 12: jadi

12

Gambar 2. Cavity embalming12

C. Hypodermic embalming

Hypodermic embalming merupakan metode tambahan dimana injeksi bahan

kimia pengawet ke dalam jaringan dengan menggunakan jarum dan suntik

hipodermik yang biasanya digunakan pada kasus dimana area yang tidak memiliki

aliran arterial yang baik setelah dilakukan injeksi arteri.4

D. Surface embalming

Surface embalming merupakan metode tambahan yang menggunakan bahan

kimia pengawet untuk mengawetkan area langsung pada permukaan kulit dan area

superfisial lainnya dan juga area yang rusak, seperti pada kecelakaan lalu lintas,

penbusukan, pertumbuhan kanker, atau donor kulit.2

2.4.4. Kelebihan Embalming Modern

Embalming modern memberikan beberapa keuntungan, antara lain:

1. Jenazah Menjadi Lebih Wangi

Untuk menghindari bau yang tidak menyenangkan pada jenazah dan juga

untuk mendapatkan bau yang wangi, maka dibutuhkan campuran beberapa zat kimia,

seperti campuran formaldehid dengan deodoran dan juga pemberian aroma terapi.17,18

2. Tidak ditemukan rigor mortis pada jenazah

Page 13: jadi

13

Rigor mortis terjadi karena serabut otot mengandung Aktin dan Miosin yang

mempunyai sifat untuk berkontraksi dan relaksi dengan adanya suatu konsentrasi dari

ATP dan kalium klorida. Kelenturan dapat dipertahankan karena adanya metabolisme

sel yang menghasilkan energi. Energi ini untuk mengubah ADP menjadi ATP.

Selama ATP masih ada serabut aktin dan miosin berkontraksi. Bila cadangan

glikogen habis maka energi tidak terbentuk sehingga aktin dan miosin otot berubah

menjadi massa seperti jeli yang kaku sehingga terjadi suatu rigiditas. Perubahan-

perubahan kimia juga terjadi di dalam otot-otot pada waktu yang sama seperti

meningkatnya asam laktat akibat proses glikogenolisis secara anaerob, perubahan pH

jaringan dan lain-lain.19

Rigor mortis biasanya terjadi 2-4 jam sesudah kematian dan berlangsung

selama 36-72 jam. Rigor mortis akan mempengaruhi proses embalming. Oleh karena

itu, rigor mortis harus dihilangkan terlebih dahulu dengan menetralkan pH atau

merubah keadaannya menjadi alkali. Hal tersebut dapat dilakukan dengan

memberikan senyawa berupa amonia. Dengan pemberian amonia, asam laktat akan

ternetralisir sehingga serat otot akan kembali dapat berkontraksi dan proses

pembusukan segera dimulai. Pada kondisi seperti inilah proses embalming dapat

dilakukan.2,19

3. Hiperemis atau tidak pucat

Untuk mendapatkan jenazah yang tidak pucat, maka dibutuhkan campuran

formaldehid dengan lanolin atau humektan.16

2.5. Embalming Tradisional

2.5.1 Definisi Embalming Tradisional

Embalming tradisional dalah proses pengawetan mayat yang menggunakan

bahan-bahan yang berasal dari alam sekitar seperti tumbuhan dan garam garaman.

2.5.2 Bahan-bahan alam yang digunakan dalam Embalming Tradisional

2.5.2.1 Daun Widara

Bidara atau widara (Ziziphus mauritiana) adalah sejenis pohon kecil

penghasil buah yang tumbuh di daerah kering. Tanaman ini dikenal pula dengan

Page 14: jadi

14

berbagai nama daerah seperti widara (sunda,jawa) atau dipendekkan

menjadi dara (Jawa.); bukol (madura); bĕkul (Bali);ko (Sawu); kok (Rote); kom,kon 

(Timor); bĕdara (Alor); bidara (Makasar., Bugis.); rangga(Bima);serta kalangga

(sumba).

Sebutan di negara-negara lain di antaranya: bidara, jujub,

epalsiam (Malaysia);manzanitas(Filipina) zeepen (Burma); putrea (Kamboja); than 

(Laos); phutsaa,matan (Thai); tao,tao nhuc (Vietnam)2]. Dalam bahasa

Inggris dikenal sebagai Jujube, Indian Jujube, Indian plum, atau Chinese Apple;

serta Jujubier dalam bahasa Prancis.

Gambar 3. Daun bidara

Daun-daun penumpu berupa duri, sendirian dan lurus (5–7 mm), atau

berbentuk pasangan dimorfis, di mana yang kedua lebih pendek dan melengkung,

kadang-kadang tanpa duri.

Daun-daun tunggal terletak berseling. Helai daun bundar telur menjorong atau

jorong lonjong, 2–9 cm x 1.5–5 cm; bertepi rata atau sedikit menginggit; gundul dan

mengkilap di sisi atas, dan rapat berambut kempa keputihan di sisi bawahnya; dengan

tiga tulang daun utama yang nampak jelas membujur sejajar; bertangkai pendek 8–15

mm.

Page 15: jadi

15

Perbungaan berbentuk payung menggarpu tumbuh di ketiak daun, panjang 1–

2 cm, berisi 7–20 kuntum. Bunga-bunga berukuran kecil, bergaris tengah antara 2–3

mm, kekuningan, sedikit harum, bertangkai 3–8 mm; kelopak bertaju 5 bentuk delta

(menyegitiga), berambut di luarnya dan gundul di sisi dalam; mahkota 5, agak seperti

sudip, cekung dan melengkung.

Buah batu berbentuk bulat hingga bulat telur, hingga 6 cm × 4 cm pada

kultivar-kultivar yang dibudidayakan, namun kebanyakan berukuran jauh lebih kecil

pada pohon-pohon yang meliar; berkulit halus atau kasar, mengkilap, tipis namun liat,

kekuningan, kemerahan hingga kehitaman jika masak; daging buahnya putih,

mengeripik, dengan banyak sari buah yang agak masam hingga manis rasanya,

menjadi menepung pada buah yang matang penuh. Biji terlindung dalam tempurung

yang berbingkul dan beralur tak teratur, berisi 1–2 inti biji yang coklat bentuk jorong.

Daun pokok bidara selalu digunakan ketika memandikan jenazah bagi

orang Islam. Selepas menghilangkan najis dari tubuh mayat, jenazah akan

dimandikan tiga kali. Mandian pertama ialah dengan air yang dicampur daun bidara.

Penggunaan daun bidara itu bukan merupakan kepercayaan tradisi sebaliknya sunah

daripada Rasulullah sendiri.2

Daun bidara dapat digunakan untuk mengawetkan jenazah karena

kandungannya yang berperan sebagai antimikroba dan antifungal. Pada suatu

penelitian didapatkan bahwa ekstrak daun bidara memiliki efektifitas dalam

menghambat Stapyhlococus aureus, Micrococcus luteus, Escerechia coli,

Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter.

Penggunaan daun bidara di Indonesia sebagai pengawet jenazah ditemukan

pada prosesi pemakaman suku Sumba.

Page 16: jadi

16

Gambar 4. Jenazah yang sudah diawetkan menggunakan cara tradisional masyrakat

sumba.

Kaum bangsawan Sumba mempunyai tradisi untuk menyimpan mayat

bertahun-tahun di rumah adat. Agar mayat tetap awet membutuhkan pangawet.

Dewasa ini kebanyakan orang menggunakan zat pengawet kimia atau formalin. Bagi

orang Sumba, formalin hanya merupakan tambahan dan baru dikenal dalam satu

dasawarsa terakhir. Sebelum mengenal formalin, orang Sumba biasa menggunakan

metode pengawetan tradisional. Pengawetan tradisonal itu bermacam-macam. Ada

yang menggunakan kapur sirih dicampur tembakau atau daun teh. Tetapi, yang sering

digunakan adalah kapur sirih dan tembakau. Untuk lebih bertahan lama, mayat

ditambah daun bidara atau dalam bahasa setempat disebut daun kom. Ada juga yang

hanya menyelimuti mayat dengan ratusan lembar kain adat. Menurut beberapa tokoh

adat Sumba, kain adat Sumba yang menggunakan zat pewarna asli dari tumbuh-

tumbuhan sudah mengandung pengawet alami. Jadi, bau mayat akan terserap oleh

kain yang dibungkuskan pada jenazah.

Untuk pengawetan metode pertama, dilakukan dengan cara menyiram kapur

sirih di atas kain yang digunakan sebagai alas mayat atau pembungkus mayat. Setelah

kain pertama yang ditabur kapur sirih dan tembakau, dilapisi lagi kain kedua. Kapur

Page 17: jadi

17

sirih dan tembakau ini yang akan menyerap bau, bahkan membuat jenazah kering.

Setelah dibaringkan di atas lapisan yang ditabur kapur sirih, pusar jenazah ditutupi

dengan cairan daun kom atau bidara yang sudah dikunyah.

Tidak sembarang orang bisa mengunyah daun kom yang akan ditaruh di pusar

jenazah. Jika yang meninggal adalah lelaki tua, maka daun kom harus diambil dan

dikunyah oleh perempuan muda. Cara mengambil daun kom juga menggunakan

mulut seperti kambing. Daun kom itu dikunyah sampai halus dan diletakan di pusar

jenazah. Demikian juga sebaliknya jika yang meninggal perempuan tua, maka yang

mengambil dan mengunyah daun kom atau bidara adalah lelaki muda, dan sebaliknya

apa bila yang meninggal lelaki muda, maka yang mengunyah daun kom atau bidara

adalah perempuan tua, apabila yang meninggal permpuan muda yang menguyah daun

kom atau daun bidara lelaki tua. Secaral logika memang tidak ada hubungannya.

Namun, pengalaman telah membuktikan metode tersebut berhasil.

Cara itu selama ini sering digunakan untuk mengawetkan mayat. Jika ingin

awet lebih lama, bisa juga ditambahkan dengan air garam dan cuka nira. Caranya,

rebus cuka nira, campur dengan garam sebanyak-banyaknya setelah itu diminumkan

ke mayat dengan cara mengangkat kepala jenazah kemudian menuangkan air cuka

campur garam ke dalam mulut mayat, kepala jenazah dibaringkan lagi. Ini dilakukan

berulang-ulang hingga satu gelas air cuka campur garam habis. Namun sebelum air

garam cuka diminumkan ke jenazah, jenazah harus dalam keadaan bersih. Yang

dimaksud bersih adalah bersih dari seluruh kotoran yang ada dalam perut jenazah.

2.5.2.2 Sari Pohon Pinus

Manusia yang mati pasti jasadnya akan segera dimakan oleh berbagai mikroba

tanah. Pembusukan pada tubuh zat yang mati tersebut karena adanya aktifitas kerja

bakteri yang menghasilkan enzim yang dapat merusak dan menghancurkan tubuh.

Bakteri yang biasa ada dalam tanah yaitu Clostridium botulinum, Clostridium

pasteurianum, Klebsiella pneumoniae, dan Enterobacter aerogenes.Bakteri-bakteri

tersebut akan memecah protein yang ada dalam tubuh mayat.

Page 18: jadi

18

Proses pemecahan protein oleh mikroorganisme sering disebut dengan

putrefaksi, dimana terjadi dekomposisi asam amino. Enzim-enzim intraseluler akan

memecah protein di dalam sel, menghasilkan senyawa-senyawa yang lebih sederhana

yang menimbulkan bau busuk. Clostridium khususnya, akan memecah protein secara

anaerobic menghasilkan senyawa-senyawa sulfur berbau busuk seperti merkaptan dan

hidrogen sulfida, disamping terbentuk pula indol, hidrogen, ammonia, fenol, dan

karbondioksida.

Sebuah tim peneliti Jerman menyatakan telah mengungkap rahasia

pengawetan mumi Mesir kuno. Masyarakat Mesir kuno saat itu menggunakan sari

pohon pinus salju sebagai bahan pengawet. Melalui percobaan kimiawi pinus salju

pada potongan daging babi segar, peneliti mendapati bahwa zat kimia ini memiliki

efek antimikroba yang sangat kuat, dan tidak mengakibatkan efek negatif terhadap

susunan tubuh.

2.6. Embalming ditinjau dari sudut medikolegal

Dalam praktek sehari-hari seorang dokter mungkin diminta untuk melakukan

embalming. Embalming pada umumnya dilakukan untuk menghambat pembusukan,

membunuh kuman, serta mempertahankan bentuk mayat. Pada prinsipnya embalming

hanya boleh dilakukan oleh dokter pada mayat yang meninggal secara wajar (natural

death), sedangkan pada mayat yang meninggal tidak wajar (akibat pembunuhan,

bunuh diri, serta kecelakaan) embalming baru boleh dilakukan setelah proses

pemeriksaan forensik selesai dilakukan.

Embalming sebelum otopsi dapat menyebabkan perubahan serta hilangnya

atau berubahnya beberapa fakta forensik. Dokter yang melakukan hal tersebut dapat

diancam hukuman karena melakukan tindak pidana menghilangkan barang bukti

berdasarkan pasal 233 KUHP. (Barang siapa dengan sengaja menghancurkan,

merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan

untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang,

akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus-

menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang

Page 19: jadi

19

pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana

penjara paling lama empat tahun).

Di Inggris pengawetan jenazah dilakukan oleh orang yang mempunyai

sertifikat sebagai embalmer setelah yang bersangkutan mengikuti pendidikan selama

3 tahun. Di Indonesia, sampai saat ini tidak ada institusi pendidikan yang khusus

mendidik seorang untuk menjadi embalmer. Dalam pendidikan S1 kedokteran tidak

ada pelajaran mengenai pengawetan jenazah, sehingga dokter pada umumnya tidak

menguasai tehnik melakukan pengawetan jenazah. Dalam pendidikan S2, spesialisasi

kedokteran forensik adalah satu-satunya program pendidikan yang mencantumkan

pelajaran mengenai pengawetan jenazah dalam kurikulumnya. Atas dasar itulah,

maka dalam konteks hukum di Indonesia, maka pengawetan jenazah sebaiknya

dilakukan oleh orang yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu, yaitu

dokter spesialis forensik.

Adapun alasannya adalah sbb:

a. Indonesia tidak menganut sistim koroner atau medical examiner yang

bertugas memilah kasus kematian wajar dan tidak wajar, maka tugas memilah kasus

seringkali justru ada pada embalmer yang menjadi orang pertama yang memeriksa

jenazah.

b. Embalmer di Indonesia, yang secara sengaja maupun tidak sengaja

melakukan embalming pada kasus kematian tidak wajar sebelum dilakukan otopsi,

dapat menyebabkan terjadinya kesulitan penyidikan karena adanya bukti-bukti tindak

pidana yang hilang atau berubah dan karenanya dapat dikenakan sanksi pidana

penghilangan benda bukti berdasarkan pasal 233 KUHP.

c. Jika pada kasus ini dilakukan juga gugatan perdata, maka pihak rumah

duka pun dapat saja ikut dilibatkan sebagai pihak tergugat. Sebagaimana telah

dibahas sebelumnya, kewenangan dan keahlian untuk melakukan embalming ada

pada dokter spesialis forensik. Sertifikat embalming yang dibuat oleh dokter spesialis

forensik diterima di seluruh dunia. Sertifikat adalah tanda pengakuan bahwa

seseorang adalah ahli dan berwenang dan telah melakukan embalming sesuai standar

Page 20: jadi

20

internasional dan berani menjamin bahwa hasil pengawetannya bagus dan siap untuk

mempertanggungjawabkan hal tersebut. Atas dasar itu, tentu dapat dimengerti

mengapa beberapa embalmer yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan untuk

melakukan embalming, hanya berani melakukan pengawetan, tetapi tidak berani

memberikan sertifikat. Oleh karena itu, karena telah dilakukan pengawetan tanpa

sertifikat dan hasilnya jelek dan merugikan keluarga, maka pihak rumah duka sebagai

pihak yang yang memfasilitasi pengawetan tersebut dapat turut digugat secara perdata

berdasarkan Pasal 1365 KUHPer (Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan

membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan

kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut).

BAB III

Page 21: jadi

21

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

Embalming adalah proses pengawetan mayat untuk mempertahankan

penampilan mayat dalam, tetap dalam kondisi yang baik untuk jangka waktu

lama.

Embalming hanya boleh dilakukan oleh dokter pada mayat yang meninggal

secara wajar (natural death), sedangkan pada mayat yang meninggal tidak

wajar (akibat pembunuhan, bunuh diri, serta kecelakaan) embalming baru

boleh dilakukan setelah proses pemeriksaan forensik selesai dilakukan.

Modern embalming didefinisikan sebagai desinfeksi, pelestarian tubuh dan

mengembalikan keadan jenazah menyerupai keadaannya sewaktu hidup.

Proses embalming terdiri dari arterial embalming, cavity embalming,

hypodermic embalming(jika dibutuhkan) dan surface embalming.

Modern embalming memberikan beberapa kelebihan, yaitu berupa: jenazah

menjadi lebih wangi, tidak ditemukan rigor mortis, wajah kemerahan dan kulit

tidak pucat.

Embalming tradisional menggunakan bahan-bahan yang tersedia di alam

untuk mengawetkan jenasah.

Beberapa bahan alam yang digunakan dalam embalming tradisinal di

antaranya daun widara dan sari pohon pinus.

3.2 Saran

Proses embalming dan bahan bahan yang digunakan dalam embalming baik

embalming modern dan tradisional merupakan hal yang seharusnya dipelajari dan

dikuasai oleh embalmer. Untuk itu materi embalming modern dan tradisional sudah

seharusnya diajarkan dalam kurikulum pendidikan dokter spesialis forensik.

Daftar Pustaka

Page 22: jadi

22

1. Mayer RG. An introduction to the American society of embalmers. [Accessed on

2 Desember 2011] Available from:

http://www.amsocembalmers.org/html/intro.html.

2. Kathy hawkins. What is embalming?. 2011 [Accessed on 3 Desember 2011]

http://www. wisegeek.com/what-is-embalming.htm.

3. Atmadja DS. Pengawetan jenazah dan aspek medikolegalnya. Majalah kedokteran

Indonesia. 2002; 52(8): 293-7. [diakses pad 3 Desember 2011] diunduh dari:

http://isjd.pdii.lipi.go.id

4. (Prosesi pemakaman suku Sumba. Available at:

http://nasional.kompas.com/read/2008/08/07/0823467/)

5. Mengapa Bakteri Anti Mumi? Available at:

http://annisa52.wordpress.com/2012/05/23/mengapa-bakteri-anti-mumi/

6. Ezugworie J, Anibeze C, Ozoemena F. Trends in the development of embalming

methods. The internet journal of alternative medicine. 2009; 7(2). [Accessed on 3

Desember 2011] Available from:

http://www.ispub.com/journal/the_internet_journal_of_ alternativ

e_medicine/volume_7_number_2_21/article/trends-in-the-development-of-embal

ming-methods.html.

7. Employment development department. California occupational guide :

embalmers. 2005. [Accessed on 3 Desember 2011] Available from:

http://www.calmis.ca.gov/file/occ guide /embalmer.pdf.

8. Edmund G, Brown JR. Information and instructions for embalmer licensure.

2011. [Accessed on 3 Desember 2011] Available from: http://www.cfb.ca.gov.

9. Bedino JH. Embalming chemistry : glutaraldehyde versus formaldehyde.

Expanding encyclopedia of mortuary practices. 2003; 649. [Accessed on 3

Desember 2011] Available

from:http://www.champion-newera.com/CHAMP.PDFS/encyclo649.pdf.

Page 23: jadi

23

10. Departement of health and ageing NICNAS. Formaldehyde. Australia:

Commonwealth of Australia. 2006. [Accessed on 3 Desember 2011] Available

from

:http://www.nicnas.gov.au/publication/car/pec/pec28/pec_28_full_report_pdf.pdf.

11. Zulham. Penuntun praktikum histoteknik. Medan: Departemen histologi FKUSU.

2009. 1-32.

12. Tatum M. What are the effect of formaldehyde exposure. 2001. [Accessed on 3

desember 2011] Available from: http://www.wisegeek.com/what-are-the-effects-

of-formaldehyde-exposure.htm.

13. Mao C, Woskie S. Formaldehyde use reduction in mortuaries. University of

Massachusetts Lowell. 1994. [Accessed on 3 Desember 2011] Available from:

http://www.turi.org.

14. Paak funeral. Shipment & embalming. 2011. [Accessed on 3 Desember 2011]

Available from: https://paakfuneral.com/body-shipping.

15. Atmadja DS. Tatacara dan pelayanan pemeriksaan serta pengawetan jenazah pada

kematian wajar. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI /

RSUPN Cipto Mangunkosumo. 2002. [diakses pada 3 Desember 2011] diunduh

dari: http://www.tatacaraembalming.com.

16. Atmadja DS. Pengawetan jenazah dan aspek medikolegalnya. Majalah kedokteran

Indonesia. 2002; 52(8): 293-7. [diakses 3 Desemeber 2011] diunduh dari:

http://isjd.pdii.lipi.go.id.

17. Tim Permata Press. Kitab undang-undang hukum pidana dan Kitab undang-

undang hukum acara pidana. Jakarta: Permata Press. 2008

18. Wyoming Funeral Directors Association. Embalming history. [Accessed on 2

Desember 2011] Available from: http://www.wyfda.org/basics_3.html

19. Chew JA, Laframboise R. Applied embalming. [Accessed on 3 Desember 2011]

Available from: http://www.embalmers.com/applied.html

20. Bedino JH, Chemist. A failure to evolve: formaldehyde-driven archaism and

obsolescence in embalming. [Accessed on 3 Desember 2011] Available from:

http://www.themodernembalmer.com/archaicformaldehyde.html

Page 24: jadi

24

21. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta : Bagian

Kedokteran Forensik FKUI. 1997.

22. Kitab undang-undang hukum perdata. Buku kesatu. [diakses 2 Desember 2011].

Diunduh dari: http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kolonial_kuh_perdata.pdf.

23. Wikipedia. Embalming.2011. [Assecced on 3 Desember 2011] Available from:

http://www.wikipedia.com

24. Rumililawati. Pegawetan mayat guna penelitian ilmiah menurut hukum islam.

Jambi: Badan Pengembangan dan Penelitian Daerah Provinsi Jambi. 2002. ISBN

979-9203-28-7.

25. Lawler P. is embalming a big, anti cristian deal?. 2011. [Accessed on 3 Desember

2011]. Available from:

http://www.firstthings.com/postmodernconservative/2011/01/15/is-embalming-a-

big-anti-christian-deal/