5
JANGAN BICARA GIZI BURUK Antun Rahmadi, SKM,MPH Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang Setiap tanggal 25 Januari diperingati sebagai Hari Gizi Nasional. Seperti hari peringatan lain, biasanya hanya berupa kegiatan seremonial untuk menunjukkan eksistensinya saja, karena itu meskipun ada yang memperingatinya dengan rasa optimis tetapi tidak sedikit yang merasa pesimis. Betapa tidak, karena sampai hari ini masih sering (kalau tidak mau dibilang banyak) ditemukan kasus gizi buruk di masyarakat. Seharusnya, semakin intens sosialisasi tentang gizi buruk melalui berbagai cara termasuk acara peringatan akan lebih memberikan tenaga untuk menekan timbulnya masalah gizi buruk di masyarakat. Gizi buruk merupakan masalah yang banyak mendapat perhatian dari berbagai pihak bahkan kadangkala dijadikan salah satu komoditas untuk kepentingan politis. Hal itu menunjukkan adanya kepedulian sekaligus menegaskan bahwa gizi buruk merupakan masalah multifaktorial. Sayangnya kenyataan itu belum sepenuhnya disadari oleh semua pihak yang mestinya terlibat sehingga dalam melakukan penanggulangan masih terkesan berjalan sendiri-sendiri. Lebih celaka lagi kalau ada pihak yang sebenarnya tidak melakukan perannya justru menyalahkan pihak lain yang sudah banyak berbuat meskipun belum optimal. 1

Jangan Bicara Gizi Buruk

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nutrition

Citation preview

Page 1: Jangan Bicara Gizi Buruk

JANGAN BICARA GIZI BURUK

Antun Rahmadi, SKM,MPHJurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang

Setiap tanggal 25 Januari diperingati sebagai Hari Gizi Nasional. Seperti hari

peringatan lain, biasanya hanya berupa kegiatan seremonial untuk menunjukkan

eksistensinya saja, karena itu meskipun ada yang memperingatinya dengan rasa

optimis tetapi tidak sedikit yang merasa pesimis. Betapa tidak, karena sampai hari ini

masih sering (kalau tidak mau dibilang banyak) ditemukan kasus gizi buruk di

masyarakat. Seharusnya, semakin intens sosialisasi tentang gizi buruk melalui

berbagai cara termasuk acara peringatan akan lebih memberikan tenaga untuk

menekan timbulnya masalah gizi buruk di masyarakat.

Gizi buruk merupakan masalah yang banyak mendapat perhatian dari berbagai

pihak bahkan kadangkala dijadikan salah satu komoditas untuk kepentingan politis.

Hal itu menunjukkan adanya kepedulian sekaligus menegaskan bahwa gizi buruk

merupakan masalah multifaktorial. Sayangnya kenyataan itu belum sepenuhnya

disadari oleh semua pihak yang mestinya terlibat sehingga dalam melakukan

penanggulangan masih terkesan berjalan sendiri-sendiri. Lebih celaka lagi kalau ada

pihak yang sebenarnya tidak melakukan perannya justru menyalahkan pihak lain

yang sudah banyak berbuat meskipun belum optimal.

Gizi buruk bukan produk jadi tetapi terbentuk melalui proses yang kompleks karena

dipengaruhi berbagai faktor. Faktor utamanya tentu saja karena asupan gizi yang

kurang dan adanya infeksi penyakit. Faktor itu secara langsung dipengaruhi oleh

ketersediaan pangan dalam keluarga, perawatan kesehatan, dan kondisi

perumahan. Sedangkan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keadaan sosial

ekonomi secara tidak langsung ikut andil pada terjadinya gizi buruk. Banyaknya

faktor yang berhubungan dengan terjadinya gizi buruk menuntut banyak pihak yang

harus berperan untuk menanggulanginya. Mulai dari peran keluarga, masyarakat

sekitar dan lembaga atau institusi baik pemerintah maupun swasta. Banyaknya

pihak yang terkait tentunya menimbulkan tantangan tersendiri khususnya dalam

1

Page 2: Jangan Bicara Gizi Buruk

koordinasi dan pembagian peran untuk mencapai tujuan yang sama yaitu terbebas

dari gizi buruk.

Ada tiga kegiatan yang perlu dilakukan secara terpadu agar kejadian gizi buruk

berkurang (kalau tidak bisa dihilangkan) yaitu menemukan semua kasus gizi buruk,

memulihkannya dan mencegah terjadinya kasus baru. Untuk menemukan kasus gizi

buruk diperlukan usaha bersama antara pemerintah dan masyarakat. Caranya bisa

bermacam-macam tetapi yang penting menggunakan kriteria yang sama sehingga

gizi buruk yang ditemukan masyarakat benar-benar gizi buruk menurut terminologi

kesehatan. Disinilah pentingnya memberikan edukasi dan perangkat sederhana

yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk menilai status gizi. Selama ini upaya

penemuan kasus gizi buruk masih bertumpu pada Posyandu sehingga bagi mereka

yang tidak berposyandu akan terlewat untuk dipantau status gizinya dan biasanya

baru ketahuan sudah terlanjur gizi buruk ketika kontak dengan petugas kesehatan

pada saat mencari pengobatan akan penyakit yang dideritanya. Keberadaan dan

aktivitas posyandu memang efektif dalam mendeteksi gizi buruk apalagi kalau mau

memperluas jaringan misalnya ke kelompok arisan atau pengajian, tentu akan dapat

menjaring lebih banyak kasus gizi buruk. Masalahnya adalah bisakah pimpinan

suatu wilayah menerima dengan lapang dada bahwa di wilayahnya terdapat banyak

gizi buruk?

Setelah semua gizi buruk ditemukan langkah selanjutnya adalah memulihkan

keadaan gizinya. Pada tahap ini peranan institusi kesehatan (Puskesmas dan rumah

sakit) terlihat sangat nyata khususnya dalam menangani gizi buruk dengan

komplikasi penyakit penyerta. Pemulihan kasus gizi buruk biasanya membutuhkan

waktu yang lama karena itu akan menghabiskan biaya yang relatif besar.

Pemerintah (daerah) biasanya kurang tertarik untuk membiayai kegiatan yang tidak

secara langsung mendatangkan profit. Disisi lain petugas kesehatan kurang mampu

meyakinkan birokrat bahwa perbaikan gizi merupakan investasi yang dalam jangka

panjang akan dapat menghemat pengeluaran untuk pembiayaan kesehatan yang

bersifat kuratif dan rehabilitatif.

Pemulihan gizi buruk yang tidak disertai gejala klinis sebenarnya dapat dimitrakan

bersama masyarakat. Adalah wajar jika pemerintah yang lebih dulu mengeluarkan

2

Page 3: Jangan Bicara Gizi Buruk

anggaran sebelum akhirnya mengajak masyarakat/swasta untuk ikut berpartisipasi

dalam pembiayaan untuk kepentingan sosial ini. Peran pemerintah lebih pada

pembimbingan teknis dan pembiayaan sedangkan mayasarakat dapat diberdayakan

untuk mengelola dan merawat gizi buruk di masyarakat. Jika dibicarakan dengan

terbuka masih adakah yang menolak untuk diajak ke surga?

Mencegah merupakan kegiatan yang paling strategis dalam rangkaian proses

eliminasi gizi buruk. Gizi buruk tidak terjadi secara tiba-tiba tetapi melalui proses

secara bertahap. Balita yang normal (berat badannya sesuai dengan tinggi

badannya) jika tidak mendapat asupan gizi yang memadai dalam jangka waktu

tertentu akan menjadi gizi kurang (berat badannya tidak sesuai lagi dengan tinggi

badannya). Kalau keadaan ini berlanjut terus barulah keadaannya menjadi gizi

buruk (berat badannya sangat tidak sesuai dengan tinggi badannya). Mencegah

seharusnya dimulai dari awal, tidak menunggu kondisi memburuk. Justru disinilah

titik lemah penanggulangan gizi buruk. Masing-masing sektor sebenarnya telah

berbuat sesuatu untuk mencegah gizi buruk. Beberapa contoh yang dapat

disebutkan misalnya penyediaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI),

pemberian suplemen gizi (vitamin A dan zat besi), dan pemberian obat cacing. Agak

lebih kedepan ada gerakan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi), promosi gizi seimbang

dan ASI eksklusif. Lebih ke depan lagi, ada upaya peningkatan pendidikan,

ketahanan pangan, pemberdayaan ekonomi, sampai pada pengentasan kemiskinan.

Semua kegiatan itu kalau disinergikan dalam satu visi tentu akan lebih dahsyat

dibandingkan dengan hasil kerja sektoral.

Merubah pola pikir dan perilaku memang tidak mudah. Diperlukan usaha yang

ekstra keras dan terus menerus dalam menyuarakan pentingnya kerjasama dalam

menanggulangi masalah yang komplek seperti gizi buruk ini. Yang paling penting

adalah jangan menjadikan gizi buruk hanya sebagai bahan pembicaraan saja. Tidak

mengapa kalau maksudnya untuk mengajak peduli, tetapi akan menjadi kontra

produktif jika hanya sekedar menyampaikan kabar buruk apalagi tanpa didukung

data yang benar. Sekaranglah saatnya menyatukan tujuan dalam bentuk tindakan

nyata. Jangan bicara, melainkan sambil bekerja.

3