23
1.Anatomi a. Mulut Terdiri dari: 1. Bibir (labium superius dan labium inferius) 2. Cavum oris (rongga mulut) Dibatasi oleh: a. Bagian depan: rima oris b. Bagian belakang: isthmus faucium c. Atap: palatum d. Dasar: diaphragma oris 3. Vestibulum oris (dinding mulut) Terletak antara pipi, bibir, gigi geligi sampai proc. Alveolaris pada kedua rahang. 4. Lingua Terdiri dari:

Jawaban Dk Pemicu 1

  • Upload
    ahmad

  • View
    298

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

1. Anatomia. Mulut

Terdiri dari:

1. Bibir (labium superius dan labium inferius)

2. Cavum oris (rongga mulut)Dibatasi oleh:a. Bagian depan: rima orisb. Bagian belakang: isthmus fauciumc. Atap: palatumd. Dasar: diaphragma oris

3. Vestibulum oris (dinding mulut)Terletak antara pipi, bibir, gigi geligi sampai proc. Alveolaris pada kedua rahang.

4. LinguaTerdiri dari:a. Apex linguab. Dorsum linguac. Radix lingua

b. Esofagus

Esofagus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan faring dengan lambung. Esofagus merupakan organ berbentuk tabung yang memiliki panjang kurang lebih 25 cm, berawal dari laring di vertebra servikal VI dan berada posterior dari trakea. Esofagus berawal dari inferior laringofaring dan melalui mediastinum anterior ke kolumna vertebralis menembus diafragma dan membuat suatu lubang bernama esophageal hiatus, dan berakhir di gaster bagian superior. Terkadang terdapat bagian gaster yang menonjol ke esophageal hiatus yang disebut hiatus hernia.

Daerah konstriksi esophagus: a. Trachea & n.laryngeus, 15 cm dari incisivus b. Arcus aorta, 22 cm dari incisivus c. Bronchus kiri, 27 cm dari incisivus d. Diaphragma hiatus esophagus, 37 cm dari incisivus

Selama tahap faringeal dari proses menelan, lidah terangkat sampai ke palatum, nasofaring tertutup dan laring membuka, epiglotis menutup lring dan bolus melewati esophagus. Selama tahap esophageal dari proses menelan, makanan bergerak melewati esophagus masuk ke dalam lambung melalui gerak peristaltik.

Mukosa dari esophagus terdiri dari epitel gepeng berlapis tanpa keratin, lamina propia (jaringan ikat areolar) dan otot polos. Pada bagian yang dekat dengan lambung, mukosa esophagus juga terdiri atas kelenjar mukosa. Epitel gepeng berlapis tanpa keratin ini berhubungan dengan bibir, mulut, lidah, orofaring, laringofaring dan esophagus menghasilkan perlindungan atau proteksi melawan abrasi. Kelenjar submukosa terdiri dari jaringan ikat areolar pembuluh darah dan kelenjar mukosa.

Esophagus memiliki dua otot sfingter. Sfingter krikofaringeus membatasi esophagus dan faring serta berfungsi untuk mencegah masuknya udara ke esophagus sewaktu inspirasi. Sfingter esogafus bawah terdiri dari otot sirkular di bagian bawah esophagus tepatnya 5 cm di atas perbatasan dengan lambung. Bagian sfingter esophagus bawah (SEB) ini berfungsi untuk menghalangi refluks cairan lambung masuk ke esophagus.

ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG

1. Anatomi Lambung

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah

diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai bentuk J, dan bila penuh, berbentuk

seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 liter. Secara anatomi

lambung terdiri dari :

a. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum kardium

dan biasanya penuh terisi gas.

b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah kurvatura

minor.

c. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot tebal membentuk

spinter pilorus.

d. Kurvatura minor, terdapat disebelah kanan lambung terbentang dari osteum kardiak

sampai pilorus.

e. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri osteum

kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju kanan sampai ke pilorus inferior.

Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.

f. Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana eosofagus bagian abdomen masuk ke

lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.

Lambung tersusun juga atas 4 lapisan , yakni :

a. Tunika Serosa (Lapisan luar)

Merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis

menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang ke

hati membentuk omentum minus. omentum minus adalah tempat yang sering terjadi

penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat penyakit pankreatitis akut.

Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju organ lain disebut

ligamentum. Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bagian bawah membentuk

omentum majus yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron besar.

b. Muskularis

Terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan longitudinal (bagian luar), lapisan sirkular

(bagian tengah), dan lapisan oblik (bagian dalam). Susunan serabut otot yang unik ini

memungkinkan berbagai macam kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan

menjadi partikel – partikel yang kecil, mengaduk, dan mencampur makanan tersebut

dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.

c. Submukosa

Tersusun atas areolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa dengan

lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak peristaltik. Lapisan ini

juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.

d. Mukosa

Tersusun atas lipatan – lipatan longitudinal disebut rugae, yang memungkinkan

terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa kelenjar pada

lapisan ini, yakni :

a. Kelenjar kardia, berada di dekat orifisium kardia dan menyekresiakn mucus.

b. Kelenjar fundus atau gastric,terletak di fundus dan pada hamper seluruh korpus

lambung. kelenjar gastri memiliki tiga tipe utama sel. Sel-sel parietal

menyekresikan HCl dan factor intrinsik. Factor intrinsik diperlukan untuk

absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan factor intrinsic akan

mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan

di leher kelenjar fundus dan menyekresikan mukus.

2. Fisiologi Lambung

Fungsi motorik lambung terdiri atas :

a. Menampung, menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicerna

dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah

tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos, diperantarai oleh nervus vagus dan

dirangsang oleh gastrin.

b. Mencampur, memecahkan makanan menjadi partikel – partikel kecil dan mencampurnya

dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung. Kontraksi

peristaltik diatur oleh suatu irama listrik intrinsik dasar.

c. Pengosongan lambung, diatur oleh pembukaan spinter pilorus yang dipengaruhi oleh

viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik, serta oleh emosi, obat –

obatan, dan olah raga.

Fungsi pencernaan dan sekresi

a. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCl dimulai di sini; pencernaan karbohidrat dan

lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil peranannya.

b. Sintetis dari pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan

antrum, alkalinisasi, dan rangsangan vagus.

c. Sekresi faktor intrinsik

d. Sekresi mukus, membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi

sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.

e. Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya berperan sebagai

barier dan asam lumen dan pepsin.

Getah Cerna Lambung

HCl : untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin, sebagai disinfektan,

serta merangsang pengeluaran sekretin dan kolesistokinin pada usus halus.

Lipase : memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.

Renin : mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu (ASI)

Pepsin : memecah putih telur menjadi asam amino ( albumin dan pepton).

Mukus : untuk melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat asam HCl.

Pengaturan Sekresi Lambung

Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastric, dan intestinal.

a. Fase sefalik, sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk ke lambung, yaitu akibat

melihat, mencium, dan memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai

seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal neurogenik yang

menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebsi atau pusat nafsu makan. Impuls

eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung. Hal ini mengakibatkan

kelenjar gastric terangsang untuk menyekresikan HCl, pepsinogen, dan menambah

mucus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10% dari sekresi lambung normal yang

berhubungan dengan makanan.

b. Fase gastric, dimulai saat makanan mencapai antrum pylorus. Distensi antrum juga dapat

menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-resptor pada dinding

lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medulla melalui aferen vagus dan kembali ke

lambung melalui eferen vagus; impuls ini merangsang pengeluaran hormone gastrin dan

secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas di antrum

dan kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk merangsang

sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh pH alkali, garam empedu di antrum, dan

terutama oleh protein makanan dan alcohol. Membrane sel parietal di fundus dan korpus

lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamine, dan asetilkolin, yang

merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat beraksi dan juga dapat

merangsang pelepasan histamine dari sel enterokromafin dari mukosa untuk sekresi

asam.

Fase sekresi gastric menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi total lambung setelah

makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang

berjumlah sekitar 2.000ml. fase gastric dapat terpengaruh oleh reseksi bedah pada antrum

pylorus, sebab disinilah pembentukan gastrin.

c. Fase intestinal, dimuali oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase sekresi

lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang tercerna

sebagian dalam duodenum merangsang pelepasan gastrin di usus, suatu hormone yang

menyebabkan lambung terus-menerus menyekresikan sejumlah kecil cairan lambung.

Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh pleksus

mienterikus, saraf simpatis, dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan lambung.

Adanya asam (pH kurang dari 2,5), lemak, dan hasil-hasil pemecahan protein menyebabkan

lepasnya beberapa hormone di usus. Sekretin, koleksitokinin, dan peptida pengahambat

gastric, semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.

Tabel Kerja Gastrin

Kerja Makna Fisiologis

Merangsang sekresi asam dan pepsin

Merangsang sekresi factor intrinsic

Merangsang sekresi enzim pancreas

Merangsang peningkatkan aliran empedu

hati

Merangsang pengeluaran insulin

Merangsang motilitas lambung dan usus

Mempermudah relaksasi resepitif lambung

Meningkatkan tonus istirahat sfingter

esophagus bagian bawah

Menghambat pengosongan lambung

Mempermudah pencernaan

Mempermudah absorbs vitamin B12 dalam

usus halus

Mempermudah pencernaan

Mempermudah pencernaan

Mempermudah metabolism glukosa

Mempermudah pencampuran dan

pendorongan makanan yang telah ditelan

Lambung dapat menambah volumenya

tanpa tanpa meningkatkan tekanan

Meningkatkan refluks lambung waktu

pencampuran dan pengadukan

Memungkinkan pencampuran seluruh isi

lambung sebelum diteruskan ke usus

II. KONSEP PENYAKIT

A. DEFINISI

1. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik difus, atau

lokal dengan karakteristik anoreksia, rasa penuh, tidak enak pada epigastrium, mual dan

muntah.

2. Gastritis merupakan sutau keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang

dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.

3. Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster.

4. Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan

berkembang dipenuhi bakteri.

B. KLASIFIKASI

1. Gastritis Akut

Definisi

Proses peradangan mukosa akut, biasanya bersifat transien.

Peradangan superficial akibat terpapar oleh zat iritant seperti alcohol, aspirin, steroid,

asam empedu atau terinfeksi oleh Helicobacter Pylori.

Peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa

lambung dan setelah terpapar pada zat iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot lambung.

Klasifikasi

a. Gastritis stress akut

yaitu disebabkan akibat pembedahan besar, luka, trauma, luka bakar atau infeksi berat

yang menyebabkan gastritis serta perdarahan pada lambung.

b. Gastritis erosife hemoragik difus

Biasanya terjadi pada peminum berat dan pengguna aspirin, dan dapat menyebabkan

perlunya reseksi lambung. Penyakit yang serius ini akan dianggap sebagai ulkus akibat

stress, karena keduanya memiliki banyak persamaan.

Etiologi

- Kesembronoan diit, misalnya: makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan makanan yang

terlalu banyak bumbu, atau makanan yang terinfeksi

- Alkohol

- Aspirin

- Refluks empedu

- Terapi radiasi

- Gastritis akut yang lebih parah disebabkan oleh asam kuat atau alkali, yang dapat

menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi

Manifestasi Klinis

1. Dapat terjadi ulserasi superficial dan mengarah pada hemoragi

2. Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual, dan anoreksia.

Mungkin terjadi muntah dan cegukan

3. Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik

4. Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi

malah mencapai usus

5. Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun napsu makan mungkin akan

hilang selama 2 sampai 3 hari

2. Gastritis Kronis

Definisi

Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun.

Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang

berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh bakteri

Helicobacter pylori.

Etiologi

Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa

lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan

terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan

sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intrinsik lainnya akan menurun dan

dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa

terjadi perdarahan serta formasi ulser.

Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel

permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronis

pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme

pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan

sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga

berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltic tetapi karena

sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa

nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga

akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini

akan menimbulkan perdarahan.

a. Gastritis tipe A:

- Dihubungkan dengan penyakit autoimun, misalnya anemia pernisiosa.

b. Gastritis tipe B:

- Dihubungkan dengan bakteri Helicobacter pylori.

- Faktor diet, seperti minum panas dan pedas.

- Penggunaan obat

- Alkohol

- Merokok

- Refluks isi usus ke lambung

Manifestasi klinis

- Bervariasi dan tidak jelas

- Perasaan penuh, anoreksia

- Distress epigastrik yang tidak nyata

- Cepat kenyang

- Mual dan muntah

- Nyeri epigastrium setelah makan

- Rasa pahit pada mulut

Klasifikasi

Klasifikasi gastritis kronis berdasarkan :

1. Gambaran histopatology

- Gastritis kronik superficial

- Gastritis kronik atropik

- Atrofi lambung

- Metaplasia intestinal

- Perubahan histology kalenjar mukosa lambung menjadi kalenjar-kalenjar

- mukosa usus halus yang mengandung sel goblet.

2. Distribusi anatomi

- Gastritis kronis korpus ( gastritis tipe A).

Sering dihubungkan dengan proses autoimun dan berlanjut menjadi anemia pernisiosa

karena terjadi gangguan absorpsi vitamin B12 dimana gangguan absorpsi tersebut

disebabkan oleh kerusakan sel parietal yang menyebabkan sekresi asam lambung

menurun.

- Gastritis kronik antrum (gastritis tipe B)

Paling sering dijumpai dan berhubungan dengan kuman Helicobacter pylori.

- Gastritis tipe AB

Anatominya menyebar ke seluruh gaster dan penyebarannya meningkat seiring

bertambahnya usia.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. pylori

dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan

bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien

tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia,

yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat gastritis.

b. Pemeriksaan pernapasan. Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh

bakteri H. pylori atau tidak.

c. Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam feses atau

tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga

dilakukan terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya

pendarahan pada lambung.

d. Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidak

normalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X.

Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel

(endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan bagian atas

usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimati-rasakan (anestesi) sebelum

endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini.

Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan

mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan

dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20

sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai,

tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau

dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah

rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.

e. Ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda

gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan

barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan ini akan melapisi saluran

cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di ronsen.

D. KOMPLIKASI

1. Gastritis akut

Komplikasi yang dapat timbul pada gastritis akut adalah hematemesis atau melema.

2. Gastritis kronis

Pendarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia karena gangguan

absorpsi vitamin B12 (anemia pernisiosa).

E. PENDIDIKAN KESEHATAN

Makan dengan porsi sedikit tapi sering.

Jika pasien merasa lapar, jangan langsung minum – minuman yang mengandung kafein

seperti teh, tapi digantikan dengan air putih hangat.

Bila maag kambuh karena terlambat makan, jangan langsung makan – makanan berat

misalnya nasi, tapi digantikan dengan makanan ringan seperti crackers.

Makan secara benar, hindari makan – makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan

yang pedas dan asam

Makan dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.

Mengunyah makanan sampai benar – benar lumat.

Minum air putih yang banyak atau dapat digantikan dengan minuman ber-ion.

Meminum obat sesuai dengan anjuran dokter.

Menjaga kebersihan lingkungan seperti alat – alat makan, tempat tidur,dll.

Hindari untuk meminum alkohol,karena alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan

mukosa dalam lambung serta dapat mengakibatkan peradangan dan perdarahan.

Hindari untuk merokok, karena dapat mengganggu kerja lapisan pelindung lambung.

Lakukan olahraga secara teratur, misalnya senam aerobik. Senam aerobik dapat

meningkatkan kecepatan jantung dan pernafasan juga dapat menstimulasi aktivitas otot

usus sehingga  membantu mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.

Menghindari pemakaian aspirin saat merasa tidak enak badan, digantikan dengan istirahat

yang cukup.

Hindari pemakaian obat gabungan, untuk mengurangi efek negatif obat.

Hindari stress yang berlebihan.

Selalu memperhatikan pola makan pasien.

Membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya untuk mengurangi rasa stress.

Memperhatikan pemakaian obat dan efek sampingnya.

G. PENATALAKSANAAN

Gastritis Kronik

1. Eradikasi Helicobacter pyroli

Dapat mengembalikan gambaran histopatologi menjadi normal.

2. Eradikasi dikombinasikan dengan penghambat pompa proton dan antibiotik.

Antibiotik dapat berupa tetrasiklin, metronidasol, klaritromisin, dan amoksisilin.

Untuk hasil pengobatan yang lebih baik dapat digunakan lebih dari satu macam

antibiotik.

3. Antagonis H2 (seperti ranitidine) dikombinasikan dengan penghambat pompa proton

Dapat menurunkan sekresi asam lambung.

4. Pemberian vitamin B12 melalui parenteral

Untuk memperbaiki keadaan anemianya.

Gastritis Akut

1. Pemberian antasida

Mengatasi perasaan bengah (penuh) dan tidak enak di abdomen dan menetralisir

asam lambung dengan meningkatkan pH lambung sekitar 4-6.

2. Gastrektomi

Pembedahan gaster dengan indikasi yang absolut.

Untuk klien dengan keluhan mual dan muntah dianjurkan untuk bedrest dengan status

NPO (nothing per oral), pemberian antimietik, dan pemasangan infus untuk

mempertahankan cairan tubuh.

o Bila muntah berlanjut, maka dipertimbangkan pemasangan NGT (Nasogastric

Tube)

o Klien yang mengalami anemia pernisiosa, maka diberikan injeksi intravena

cobalamin.

o Klien yang merupakan pengguna aspirin atau antiinflamasi nonsteroid dapat

dicegah dengan misoprostol, suatu derivat prostaglandin mukosa.

Daftar Pustaka

Perry Potter. 2005. Fundamental of Nursing.

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jilid I. Jakarta: FKUI.

Sistem Gastrointestinal. Jakarta: TIM

Sylvia Price. 2005. Edisi 6 Vol 1 Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta: EGC

Diane C. Baughman & Joann C. Hackley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:

EGC

LM, Wilson, Dkk.1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses Penyakit. Jakarta :

EGC

Setiadi. 2007. Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu

Price, and Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :

EGC.

Hirlan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi Ketiga. Jakarta: EGC.