59
PLENO PEMICU 2 KELOMPOK DK 3 MODUL TUMBUH KEMBANG 2013

Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

PLENO PEMICU 2KELOMPOK DK 3

MODUL TUMBUH KEMBANG2013

Page 2: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Farah Muthia I11111035Muhammad Subhan I11111074Dina Fitri Wijayanti I11112007Furqan Rachman I11112010

Dodi Novriadi I11112014Ivo Afiani I11112017

Siska I11112019Adela Brilian I11112020Dwi Lestiana Putri I11112034

Woris Christoper I11112056David Aron Mampan P. I11112065Ridhallah I11112079

Reni Marselia I11112080Dea Erica I11112081

NAMA KELOMPOK DK 3

Page 3: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

PENDAHULUAN

Page 4: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

PEMICU 2Seorang bayi laki-laki berusia 6 bulan dibawa

ibunya kedokter karena belum bisa tengkurap. Ia bahkan belum dapat mengangkat kepala. Pasien lahir cukup bulan, berat lahir 2300 gram. Kenaikan berat badan selama ini cukup. Lingkar kepala 39 cm (mikrosefali). Pada pemeriksaan didapatkan khorioretinitis. Titer antibodi terhadap toxoplasma positif. Selama hamil ibu senang makan-makanan yang dimasak tidak sempurna seperti lalapan dan sate.

Page 5: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

1. Khorioretinitis: Peradangan retina yang menyerang tempat apa saja di retina

2. Toxoplasma: Penyakit yang disebabkan oleh toxoplasma gondii yang ditularkan melalui daging dan kotoran hewan yang terinfeksi

3. Mikrosefali: Tidak tumbuhnya jaringan otak untuk lingkar kepala lebih dari standar deviasi

4. Titer antibodi: Test laboratorium yang berfungsi untuk mengukur keberadaan dan jumlah antibodi di dalam darah

KLARIFIKASI DAN DEFINISI MASALAH

Page 6: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

KATA KUNCI

• Belum bisa tengkurap

•Mikrosefali

• Bayi laki-laki

• Toxoplasma positif

• Khorioretinitis

Page 7: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

RUMUSAN MASALAH

Bayi laki-laki berusia 6 bulan belum bisa tengkurap, belum dapat mengangkat kepala 39 cm dan berat lahir 2300 gram dengan hasil titer antibodi toxoplasma positif.

Page 8: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

ANALISIS MASALAH

Page 9: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

HIPOTESIS

Bayi laki-laki mengalami toxoplasmosis kongenital yang disebabkan oleh toxoplasma gondii yang terdapat pada sayur dan sate yang dimasak tidak sempurna ditransmisikan ke bayi melalui plasenta ibu. Sehingga terjadi keterlambatan tumbuh kembang pada bayi tersebut.

Page 10: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

PERTANYAAN DISKUSI1. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang?

2. Berapa ukuran normal lingkar kepala bayi dari umur 0-12 bulan?

3. Bagaimana cara mengukur lingkar kepala?

4. Apa saja yang termasuk dalam aspek perkembangan?

5. Milestone pertumbuhan dan perkembangan anak dari 0 sampai dengan 12 bulan?

6. Apa yang Menyebabkan Keterlambatan Perkembangan Motorik?

7. Bagaimana penatalaksanaan anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang?

Page 11: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

PERTANYAAN DISKUSI8. Apa saja faktor yang

mempengaruhi berat bayi lahir rendah?

9. Upaya pencegahan gangguan tumbuh kembang pada saat janin sampai lahir?

10. Upaya preventif infeksi intra uterin?

11. Siklus Hidup Toxoplasma gondii?

12. Toksoplasmosis

a. Definisi

b. Etiologi

c. Epidemiologi

d. Patologi

e. Patogenesis

f. Manifestasi klinis

g. Diagnosis

h. Tata laksana

i. Prognosis

Page 12: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

PERTANYAAN DISKUSI13. Khorioretinitis

a. Definisi

b. Etiologi

c. Pengaruh terhadap penglihatan bayi

14. Apa saja infeksi intrauterine yang mempunyai gejala klinik mikrosefali dan khorioretinitis?

15. Apakah ada hubungan antara toksoplasmosis dengan gangguan keterlambatan tumbuh kembang?

Page 13: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

16. Apakah ada hubungan antara mikrosefali dengan keterlambatan tumbuh kembang bayi?

17. Bagaimana toksoplasmosis mengganggu perkembangan mata?

18. Bagaimana perkembangan penglihatan bayi yang terinfeksi toxoplasma gondii?

19. Apa hubungan toksoplasmosis dengan khorioretinitis?

PERTANYAAN DISKUSI

Page 14: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

PEMBAHASAN

Page 15: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

Faktor-faktor tumbuh kembang, antara lain:

• Infeksi/Penyakit;1,2

• Genetik;2

• Hormonal;3

• Obat-obatan; 4 dan

• Makanan/Gizi.3

1. S. Sumarmo, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis: Infeksi Intra Uterin. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2010. h. 277-284.2. Sadler TW. Embriologi Kedokteran Langman: Gametogenesis. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2010. h. 20-24.3. Lauralee Sheerwood. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem: Endokrinologi. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2011. h. 474-476.4. Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik: Berbagai Topik Khusus. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2010. h. 1018.

Page 16: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Ukuran Normal Lingkar Kepala Bayi dari Umur 0-12 Bulan5

5. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Perkembangan dan Perilaku Pediatri. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010. h. 9-11.

Page 17: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Ukuran Normal Lingkar Kepala Bayi dari Umur 0-12 Bulan (2)5

5. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Perkembangan dan Perilaku Pediatri. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010. h. 9-11.

Page 18: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Cara Mengukur Lingkar Kepala6

1 Bebaskan kepala bayi/anak dari topi, ikat rambut dan sebagainya

2 Alat pengukur dilingkarkan pada kepala anak melewati dahi, menutupi alis mata, diatas kedua telinga, dan bagian belakang kepala yang paling menonjol, tarik agak kencang

3 Baca angka pada pertemuan dengan angka 0

4 Tanyakan tanggal lahir bayi/anak, hitung umur bayi/anak

5 Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkaran kepala menurut umur dan jenis kelamin anak/bayi

6 Buat garis yang menghubungkan antara ukuran lalu dengan ukuran sekarang

7 Penilaian lingkaran kepala anak berada dilakukan dengan menandai ukuran lingkar kepala bayi/anak sesuai umur dan jenis kelamin pada kurve lingkar kepala Nellhaus

6. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis Pada Anak: Beberapa Cara Pengukuran. Edisi 2. Jakarta: PT Sagung Seto; 2003. h. 180.

Page 19: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Aspek Perkembangan

Aspek-aspek perkembangan, yaitu5:

•Motorik Kasar

•Motorik Halus-Adaptif

• Bahasa

• Personal-Sosial

5. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Perkembangan dan Perilaku Pediatri. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010. h. 9-11.

Page 20: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Milestone Perkembangan Anak dari 0-12 Bulan

Page 21: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Motorik Kasar Berikut garis besar skrining perkembangan motorik kasar menurut Denver II:5

• Gerakan Seimbang (sejak lahir hingga 0,5 bulan)

• Mengangkat Kepala (20 hari - belum genap sebulan).

• Duduk dengan Kepala Tegak (1,5 bulan - 3 bulan 3 minggu)

• Menumpu Badan pada Kaki (1,2 bulan - 4 bulan 3 minggu)

• Dada Terangkat Bertumpu pada Lengan (2,5 bulan - mendekati 5 bulan)

• Tengkurap Sendiri (1 bulan 3 minggu - 5,5 bulan)

• Ditarik untuk Duduk Kepala Tegak (2 bulan 3 minggu - 6 bulan)

• Duduk Tanpa Pegangan (5 bulan 1 minggu - 7 bulan)5. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Perkembangan dan Perilaku Pediatri. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010. h. 9-11.

Page 22: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Aspek Komunikasi Bicara5

• Bulan 1,5 3: mengoceh ‐

• Bulan 3,5 8: menoleh ke arah suara ‐

• Bulan 9 13: bicara Mama atau Dada ‐

• Bulan 14 24: Kombinasi 2 kata berbeda ‐

• Bulan 21 36: Menggunakan kata majemuk ‐

5. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Perkembangan dan Perilaku Pediatri. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010. h. 9-11.

Page 23: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Aspek Sosial Emosional• Pada usia 0-1 bulan kita dapat melihat hal ini pada bayi:

Mereka lebih suka digendong dan diayun-ayun, mereka mulai menunjukkan karakter awal kepribadiannya, dan mereka mulai mengenali siapa yang sering mengasuhnya.5

• Pada usia 1-4 bulan kita dapat melihat hal ini pada bayi:

Bayi mulai merespon senyum orang yang tersenyum kepadanya, mereka sudah mulai dapat diajak bermain, misalkan permainan cilukba. Ajaklah mereka bermain, meskipun responnya minimal, tetapi permainan itu sangat penting untuk mereka, mereka menyukai digelitik, dan Suara yang mereka kenali (terutama dari pengasuh utamanya) dapat menenangkannya ketika mereka menangis. 5

5. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Perkembangan dan Perilaku Pediatri. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010. h. 9-11.

Page 24: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

• Pada usia 4-8 bulan bayi akan merasakan hal ini:

Bayi memiliki ikatan yang sangat kuat dengan mereka yang sering mengasuhnya, bayi lebih menyukai pengasuh utamanya, baik itu bundanya ataupun bibi yang mengasuh mereka, mereka mengenali pengasuh utamanya, keluarganya, dan bayangan mereka di cermin, mereka sudah mengerti ketika mereka terpisah dari pengasuhnya, mereka akan merasa cemas dan sedih sampai akhirnya menangis, mereka mulai menunjukkan kecemasan ketika mereka berada di tengah-tengah orang dewasa yang tidak mereka kenali, dan mereka akan marah jika mainan yang dipegangnya direbut.5

• Pada usia 8-12 bulan bayi akan merasakan hal ini:

Bayi sebisa mungkin akan selalu menempatkan pengasuh utamanya dalam pandangan mereka, jika pengasuhnya tidak terlihat maka mereka akan cemas dan sedih, bayi mulai memiliki mainan favorit dan terikat dengan itu, bayi sudah mulai memiliki ketegasan atas apa yang mereka inginkan, mereka sudah dapat mendorong pengasuhnya dan berteriak kepada pengasuhnya jika mereka marah, mereka mulai berbagi barang kepunyaan dengan bayi yang lain karena sesama bayi juga ada interaksi, dan mereka mengerti arti kata “tidak”.5

Aspek Sosial Emosional

5. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Perkembangan dan Perilaku Pediatri. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010. h. 9-11.

Page 25: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Penyebab Keterlambatan Perkembangan Motorik

7. Bale JF, Bonkowsky JL, Filloux FM, Hedlund GL, Larsen PD, Nielsen DM. Pediatric Neurology: Disorders of development. London: Manson Publishing Ltd; 2012. h. 84-85.

Page 26: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Tata laksana Anak yang Mengalami Gangguan Tumbuh Kembang

a. Hidrosefalus8

• Tindakan pembedahan (operasi)

• Kontrol rutin

b. Autis8

• Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan/perjalanan gangguan autis, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik.

• Terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi sosial & komunikasi.

• Terapi perilaku, terapi wicara, terapi okupasi, sensori integrasi (pengorganisasian informasi melalui semua indera), latihan integrasi pendengaran.

• Terapi biomedis untuk gangguan saluran cerna pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yg menimbulkan alergi (kasein, gluten), pemberian suplemen vitamin, pengobatan terhadap jamur & bakteri di dinding usus.

8. Sunartyo N. Panduan Merawat Bayi dan Balita Agar Tumbuh Sehat dan Cerdas: Gangguan Tumbuh Kembang. Yogyakarta: Diva Press; 2005. h. 25-26.

Page 27: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

c. Retardasi Mental8

• Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau dektrukstif.

• Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum ialah mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada, memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial, dan mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah kelak.

• Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi latihan rumah, latihan sekolah, latihan teknis, dan latihan moral

d. Down Sindrom8

• Penanganan tergantung dari gejala penyakit yang menyertainya antara lain gangguan Tiroid, gangguan pendengaran, penyakit jantung bawaan, gangguan penglihatan, kejang, gangguan sistem tulang-otot-syaraf, leukemia, dsb. Gangguan tiroid dan kejang dapat diatasi dengan obat-obatan, penyakit jantung jika memungkinkan dapat dioperasi. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit yang riskan diderita seperti infeksi saluran napas kronik, Infeksi telinga tengah (otitis media), Tonsilitis rekuren , dan pneumonia.

Tata laksana Anak yang Mengalami Gangguan Tumbuh Kembang (2)

8. Sunartyo N. Panduan Merawat Bayi dan Balita Agar Tumbuh Sehat dan Cerdas: Gangguan Tumbuh Kembang. Yogyakarta: Diva Press; 2005. h. 25-26.

Page 28: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Faktor yang Mempengaruhi Berat Bayi Lahir Rendah

Perkembangan janin yang tidak optimal dapat disebabkan oleh beberapa faktor potensial yang terbagi dalam beberapa kategori, yaitu:

• faktor genetik meliputi ras/etnik, haemoglobinopathies, gangguan kelainan genetik lainnya dan thrifty genes hypothesis. 9

• faktor nutrisi yang berpengaruh, terdiri dari keseimbangan energi, komposisi tubuh, kenaikan berat badan, anemia, antioksidan, pola dan pemberian asam amino, diet lipids, dan hypertropi plasenta.9

9. Rao BT, Aggarwal AK, Kumar R. Dietary intake in third trimester of pregnancy and prevalence of LBW. Vol. 32. indian journal of comunity medicine. 2007; h. 272-276.

Page 29: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Upaya Pencegahan Gangguan Tumbuh Kembang pada Saat Janin-Lahir

1. Upaya Promotif

Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan jalan memberikan penyuluhan kesehatan masyarakat Peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan perseorangan, pemeliharaan kesehatan lingkungan, olahraga secara teratur, rekreasi, dan pendidikan seks.10

2. Upaya Preventif

Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat melalui kegiatan imunisasi massal terhadap bayi, balita serta ibu hamil, Pemeriksaan kesehatan secara berkala dan pemberian vitamin A dan yodium melalui Posyandu, Puskesmas ataupun di rumah serta pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan menyusui.10

10. Hardjono S, Moersintowati BN. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja buku ajar II: Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit. Edisi 1. Jakarta: Sagung Seto; 2005. h. 3-4.

Page 30: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Upaya Preventif Infeksi Intra UterinBeberapa infeksi yang terjadi selama masa intra uterine dapat dicegah misalnya11:

• Toksoplama dapat dicegah dengan cara mencuci bersih sayuran dan buah yang akan dikonsumsi dan menghindari makan daging yang dimasak tidak matang ;

• Infeksi Rubella dapat dicegah dengan memberikan vaksin pada ibu sebelum memasuki kehamilan;

• Infeksi Herpes simplex dapat dicegah dengan melakukan skrining infeksi TORCH sebelum dan selama kehamilan;

• Menghindari persalinan melalui jalan lahir untuk ibu yang menderita herpes genitalis dan juga menghindari kontak dengan penderita penyakit tersebut.

• Sitomegalo virus dapat dicegah dengan tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mencegah transfusi darah dari donor dan melakukan skrining dengan pemerikasaan infeksi TORCH sebelum dan selama kehamilan.

11. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi: Penyakit dan Genetik Anak. Edisi 7. Vol. 1. Jakarta: EGC; 2007. h. 272-273.

Page 31: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Siklus Hidup Toxoplasma gondii

13. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi Kedokteran di Tinjau dari Organ Tubuh yang Diserang: Penyakit Parasit pada Organ Reproduksi. Jakarta: EGC; 2009. h. 237.

Page 32: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Toksoplasmosis

Definisi

Toksoplasmosis adalah penyakit hewan dan manusia yang akut atau kronis, tersebar luas disebabkan oleh Toksoplasma gondii dan ditularkan oleh ookista dalam kotoran kucing.14

14. Dorland WAN. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta: EGC; 2011. h. 1107.

Page 33: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Etiologi 12

• Pada toksoplasmosis kongenital transmisi toxoplasma kepada janin terjadi in utero melalui plasenta, bila ibunya mendapat infeksi primer waktu hamil.

• Pada toksoplasmosis akuisita infeksi dapat terjadi, bila makan daging mentah atau kurang matang (misalnya sate), kalau daging tersebut mengandung kista jaringan atau takizoit toxoplasma. Pada orang yang tidak makan dagingpun dapat terjadi infeksi bila ookista yang dikeluarkan dengan tinja kucing tertelan.

• Infeksi juga dapat terjadi di laboratorium pada orang yang bekerja dengan binatang percobaan yang diinfeksi T. gondii, melalui jarum suntik dan alat laboratorium lain yang terkontaminasi dengan T. gondii. Ibu hamil tidak dianjurkan bekerja dengan T. gondii yang hidup. Infeksi dengan T. gondii juga pernah terjadi waktu mengerjakan otopsi.

• Infeksi dapat terjadi dengan transplantasi organ dari donor yang menderita toksoplasmosis laten.

• Transfusi darah lengkap juga dapat menyebabkan infeksi.

12. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran: Protozologi. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2008. h. 162-165.

Page 34: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

12. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran: Protozologi. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2008. h. 162-165.15. Gangneux FR, Darde ML. Epidemiology of and Diagnostic Strategies for Toxoplasmosis. Clinical Microbiology Reviews; 2012. h. 264-96.

Epidemiologi

• 25-30% populasi manusia di dunia terinfeksi oleh toxoplasma. Negara-negara tropis dengan iklim hangat dan lembab memiliki tingkat kejadian infeksi toxoplasma yang lebih tinggi dibandingkan Negara-negara yang kering atau suhu yang lebih dingin. Tingkat kejadian infeksi toxoplasma yang rendah ada di Negara-negara amerika utara, asia tenggara, eropa utara dengan persentase kejadian sekitar 10-30%. Negara-negara eropa tengah dan selatan dikategorikan ke dalam tingkat kejadian sedang dengan persentase 30-50%. Sedangkan amerika latin dan Negara-negara tropis di afrika masuk ke dalam kategori tinggi.15

• Prevalensi toksoplasmosis kongenital di beberapa negara diperkirakan sebagai berikut: Belanda 6.5 dari 1000 kelahiran hidup, New York 1.3 dari 1000 kelahiran hidup, Paris 3 dari 1000 kelahiran hidup, dan Vienna 6-7 dari 1000 kelahiran hidup.12

Page 35: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Patologi

Setelah invasi yang biasanya terjadi di usus, maka parasit memasuki sel berinti atau difagositosis. Sebagian besar parasit mati setelah difagositosis, sebagian lain berkembang biak dalam sel, menyebabkan sel hospes pecah dan menyerang sel-sel lain. Dengan adanya parasit di dalam makrofag dan limfosit, maka penyebaran secara hematogen dan limfogen ke seluruh tubuh mudah terjadi. Parasitemia berlangsung selama beberapa minggu. T. gondii dapat menyerang semua organ dan jaringan tubuh hospes, kecuali sel darah merah (tidak berinti).11

Kista jaringan dibentuk bila sudah ada kekebalan dan dapat ditemukan di berbagai alat dan jaringan, mungkin untuk seumur hidup. Kerusakan yang terjadi pada jaringan tubuh, tergantung pada12:

1. Umur, pada bayi kerusakan lebih besar daripada orang dewasa;

2. Virulensi strain Toxoplasma;

3. Jumlah parasit; dan

4. Organ yang diserang.

12. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran: Protozologi. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2008. h. 162-165.

Page 36: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Patogenesis• Dalam sel epitel usus kecil kucing berlangsung daur aseksual (skizogoni) dan daur seksual

(gametogoni, sporogoni) yang menghasilkan ookista immatur yang dikeluarkan bersama tinja.

• Ookista immatur yang bentuknya lonjong dengan ukuran 12,5 akan mengalami maturasi selama μbeberapa hari menjadi matang menghasilkan 2 sporokista yang masing-masing mengandung 4 sporozoit.

• Bentuk kista ini dapat bertahan hidup selama beberapa bulan sampai dengan beberapa tahun. Bila ookista ini tertelan oleh mamalia lain atau burung (hospes perantara), maka pada berbagai jaringan hospes perantara ini dibentuk kelompok-kelompok tropozoit yang membelah secara aktif/ cepat dan disebut takizoit, fase ini disebut fase infeksi akut.

• Akibat adanya respon imun tubuh yang efektif kecepatan takizoit toksoplasma berkurang secara berangsur dan terbentuklah kista yang mengandung bradizoit (bentuk yang membelah perlahan); masa ini adalah masa infeksius klinis menahun (fase infeksi kronik) yang biasanya merupakan infeksi laten.

• Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual, tapi dibentuk stadium istirahat, yaitu kista jaringan (bradizoit).17

17. Gandahusada S, Ilahude HD. Parasitologi kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. h.153-8.

Page 37: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Manifestasi klinis a. Toksoplasmosis kongenital

• Kebanyakan infeksi ada ibu tidak bergejala. Pada wanita yang terinfeksi selama kehamilan, 40-60% melahirkan bayi yang terinfeksi.20

• Janin yang terkena dengan berat akan lahir mati. Pada bayi, penyakit dapat terjadi pada saat lahir dan dimanifestasikan dengan nafsu makan yang buruk, demam, ruam, petekie, limfadenopati, hepatomegali, ikterus, hidrosefalus atau mikrosefali, mikroftalmia, kejang, kalsifikasi serebral, dan korioretinitis.20

• Pada 67-75% bayi yang tidak bergejala pada saat lahir, defek selanjutnya, seperti korioretinitis, retardasi, dan ketidakmampuan neurologis, akan berkembang beberapa tahun sesudah lahir.20

Page 38: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Manifestasi klinis (2)b. Toksoplasmosis didapat (akuisita)

• Toksoplasmosis didapat biasanya merupakan infeksi yang tidak bergejala.20

• Infeksi bergejala ditandai sebagai sindrom mononukleosis heterofil-negatif yang meliputi limfadenopati, demam, dan hepatosplenomegali. Infeksi diseminata, termasuk miokarditis, pneumonia, dan ensefalitis lebih umum pada pasien imunosupresi, terutama pengidap AIDS.20

• Limfadenopati terlokalisasi yang sukar dibedakan dengan penyakit Hodgkin merupakan salah satu dari manifestasi toksoplasmosis yang lebih umum. Toksoplasmosis SSP ditemukan pada pasien sesudah transplantasi sel induk atau yang lain.20

20. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Penyakit Infeksi. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010. h. 501-502.

Page 39: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Diagnosis

• Pada toksoplasmosis yang mengenai SSP, parasit dapat ditemukan pada CSS dengan preparat cytocentrifuge atau dengan pertumbuhan pada bayi tikus yang diinokulasi.20

• Histopatologi atau kista khas dapat diidentifikasi dalam spesimen biopsi paru, otak, atau kelenjar getah bening yang terkena.20

• Diagnosis serologis dapat ditegakkan dengan beberapa uji antibodi yang berbeda. Kenaikan empat kali lipat titer antibodi atau serokonversi dari negatif ke positif menunjukkan adanya infeksi.20

20. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Penyakit Infeksi. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010. h. 501-502.

Page 40: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Diagnosis (2)

Pemeriksaan Ig G dan Ig M13

• Ig G (+) dan Ig M (-) pasien sudah terinfeksi sebelum hamil sehingga memiliki resiko pada janin dan perlu pengobatan

• Ig G (+) dan Ig M (+) lakukan uji ulang 3 minggu kemudian, bila titer tidak naik, maka beresiko pada janin dan perlu pengobatan

• Ig G (-) dan Ig M (-) kemungkinan untuk terinfeksi ada, namun perlu uji ulang setiap 4-6 minggu sekali, apabila terinfeksi saat hamil, maka janin beresiko tinggi dan perlu pengobatan.

13. Samiruddin M. TORCH: T. gondii. Jakarta: Sagung Seto; 2006. h. 10.

Page 41: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Tata Laksana

• Toksoplasmosis akuisita yang asimtomatik tidak perlu diberi pengobatan.

• Pirimetamin dan sulfonamid bekerja secara sinergistik, maka dipakai sebagai kombinasi selama 3 minggu atau sebulan. Karena pirimetamin bersifat teratogenik, maka obat ini tidak dianjurkan untuk wanita hamil.

• Klindamisin efektif untuk pengobatan toksoplasmosis, tetapi dapat menyebabkan colitis pseudomembranosa atau colitis ulserativa, maka tidak dianjurkan untuk pengobatan rutin pada bayi dan wanita hamil.

• Toksoplasmosis kongenital harus diberikan pengobatan selama sedikitnya 1 tahun.

• Spiramisin adalah antibiotika macrolide, yang tidak menembus plasenta, tetapi ditemukan dengan konsentrasi tinggi di plasenta. Obat ini dapat diberikan pada wanita hamil yang mendapat infeksi primer, sebagai obat profilaktik untuk mencegah transmisi T.gondii ke janin dalam kandungannya.24

24. Gandahusada S. Parasitologi Kedokteran: Protozologi. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. h. 202-204.

Page 42: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Prognosis

• Toksoplasmosis akuisita biasanya tidak fatal. Gejala klinis dapat dihilangkan dengan pengobatan adekuat. Parasit dalam kista jaringan tidak dapat dibasmi dan dapat menyebabkan eksaserbasi akut bila kekebalan menurun.

• Bayi yang dilahirkan dengan toksoplasmosis kongenital yang berat biasanya meninggal atau tetap hidup dengan infeksi menahun dan gejala sisa yang sewaktu-waktu dapat mengalami eksaserbasi akut. Pengobatan spesifik tidak dapat menghilangkan gejala sisa, hanya mencegah kerusakan lebih lanjut.

• Seorang ibu yang melahirkan anak dengan toksoplasmosis kongenital untuk selanjutnya akan melahirkan anak normal, oleh karena ibu tersebut sudah mempunyai zat anti.16

16. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran: Protozologi. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2008. h. 170.

Page 43: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Definisi Khorioretinitis

Khorioretinitis adalah peradangan koroid dan retina. Khorioretinitis bisa berkaitan dengan semua bentuk, tetapi biasanya merupakan sekuele lambat penyakit kongenital.25

25. Dorland WAN. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta: EGC; 2011. h. 221.

Page 44: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Etiologi

a. Penyakit Infeksi

Virus, Bakteri, Fungi, dan Parasit

b. Penyakit Non Infeksi

-Autoimun, Keganasan, dan Etiologi tak diketahui26

26. Mirza A, Guinazu DE. Pediatric Infectious Diseases: Chorioretinitis Etiology. Florida: University of Florida College of Medicine Jacksonville; 2009. h. 147.

Page 45: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Pengaruh Terhadap Penglihatan Bayi

• Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Roizen et al mengenai hubungan chorioretinitis toxoplasmosis dengan gangguan fungsi kognitif pada anak, didapatkan bahwa gangguan penglihatan akibat chorioretinitis toxoplasmosis merupakan penyebab utama dari gangguan fungsi kognitif yang terjadi.

• Gangguan penglihatan dapat mempengaruhi aspek-aspek lain dalam pengujian kognitif yang merupakan penilaian dari perkembangan anak.27

27. Roizen N, Kasza K, Karrison T, Mets M, Noble AG, Boyer K, Swisher C, Meier P, Remington J, Jalbrzikowski J, McLeod R. Impact of Visual Impairment on Measures of Cognitive Function for Children With Congenital Toxoplasmosis: Implications for Compensatory Intervention Strategies. Pediatrics. 2006 Aug;118(2):e379-e390.

Page 46: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Infeksi Intra Uterine yang Mempunyai Gejala Klinik Mikrosefali dan Khorioretinitis

Infeksi TORCH dikelompokkan karena kelompok infeksi ini memunculkan gejala klinis dan patologi yang serupa yang meliputi demam, ensefalitis, khorioretinitis, hepatosplenomegali, pneumonitis, miokarditis, anemia hemolitik, dan lesi pada kulit.17

17. Gandahusada S, Ilahude HD. Parasitologi kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. h.153-8.

Page 47: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Hubungan Toksoplasmosis dengan Gangguan Keterlambatan Tumbuh Kembang

a. Trimester I

Kematian fetus dan abortus terjadi karena pada sel yang terinfeksi toxoplasma akan dihasilkan interferon yang berfungsi untuk mengontrol multiplikasi parasit. Di lain pihak, terlalu γbanyak interferon dapat menyebabkan kematian fetus yang diakibatkan reaksi imunopatologis. Hal γini terjadi pada saat pembentukan fetus. Biasanya terjadi pada masa awal gestasi.28

b. Trimester II

Dapat terjadi kelainan neurologis seperti : hidrosefalus, mikrosefali, kejang dan retardasi mental, di mana pada minggu ke 5–10 kehamilan adalah proses terbentuknya bagian-bagian otak dan wajah. Di mana pada bulan 2–5 masa kehamilan terjadi proses migrasi neuron dari germinal ke korteks. Retardasi mental dapat disebabkan gangguan perkembangan akibat mutasi DNA. Trisomi 21, Trisomi 18, Trisomi 9, 13, 15, namun perlu diingat bahwa kelainan kromosom ini meningkat seiring dengan meningkatnya usia ibu.28

28. Ernawati. Toxoplasmosis, Terapi dan Pencegahannya: Makanan Tambahan Untuk Bayi dan Anak. Jurnal Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Vol. Edisi Khusus; Desember 2011. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya; 2011. h. 2-3.

Page 48: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

c. Trimester III

Dapat terjadi retinokoroiditis ( okuler toxoplasmosis ), namun biasanya bermanifestasi setelah beberapa tahun kemudian tergantung dari terapi. Secara patologis terjadi lesi inflamasi fundus yang terdiri dari sel-sel mononuclear, limfosit makrofag, epiteloid dan sel-sel plasma. Hal ini mengakibatkan retinal vaskulitis yang menyebabkan rupturnya barrier pembuluh darah retina sehingga fungsi retina menurun dimana terjadi destruksi dan penipisan selaput retina. Mikroftalmia juga dapat terjadi pada ibu dengan toxoplasmosis dimana ukuran mata terlalu kecil dan volume bola mata berkurang sampai dengan ⅔dari normal dan biasanya disertai cacat mata lainnya.28

Hubungan Toksoplasmosis dengan Gangguan Keterlambatan Tumbuh Kembang (2)

28. Ernawati. Toxoplasmosis, Terapi dan Pencegahannya: Makanan Tambahan Untuk Bayi dan Anak.Jurnal Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Vol. Edisi Khusus; Desember 2011. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya; 2011. h. 2-3..

Page 49: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Hubungan Mikrosefali dengan Keterlambatan Tumbuh Kembang Bayi

Mikrosefali merupakan manifestasi beberapa kelainan yang terjadi di dalam otak seperti infeksi TORCH, disgenesis serebral atau anomali otak lainnya yang mengganggu pertumbuhan dan maturasi otak. Berdasarkan penelitian Suwarba dkk di RSCM Jakarta periode Januari 2006 – Juli 2008, didapatkan bahwa karakteristik klinis terbanyak yang ditemukan pada pasien keterlambatan perkembangan global adalah mikrosefali.30

30. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil Klinis dan Etiologi Pasien Keterlambatan Perkembangan Global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri; 2008 Desember;10(4):255-61.

Page 50: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Hubungan Toksoplasmosis dengan Gangguan Perkembangan Mata

Lesi pada susunan saraf pusat dan pada mata biasanya bermanifestasi lebih berat dan bersifat permanent sebab jaringan – jaringan tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan regenerasi. Kelainan – kelainan pada Susunan Saraf Pusat umumnya berupa nekrosis yang disertai dengan kalsifikasi. Infeksi yang bersifat akut pada retina akan mengakibatkan reaksi peradangan fokal dengan oedema dan infiltrasi leucocyte yang dapat menyebabkan kerusakan total pada mata serta pada proses penyembuhannya akan terjadi cicatrix. Akibat dari pembentukan cicatrix ini maka akan dapat terjadi atrophi retina dan coroid disertai pigmentasi.24

24. Gandahusada S. Parasitologi Kedokteran: Protozologi. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. h. 202-204.

Page 51: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Perkembangan Penglihatan Bayi yang Terinfeksi

• Hampir pada semua individu dengan infeksi kongenital yang tidak diobati akan berkembang lesi korioretina pada masa dewasa, dan sekitar 50% akan menderita gangguan penglihatan berat.

• T. gondii menyebabkan retinitis nekrotisasi setempat pada individu dengan infeksi kongenital.

• Kontraktur dapat terjadi dengan pelepasan retina. Setiap bagian retina dapat terlibat, unilateral atau bilateral, termasuk makula. Saraf optikus mungkin terlibat, dan lesi toxoplasma yang melibatkan proyeksi jalur visual dalam otak atau korteks visual juga dapat menyebabkan gangguan penglihatan.

• Dalam kaitannya dengan lesi retina dan vitritis, uvea anterior dapat sangat meradang. Menyebabkan eritema pada mata luar.31

31. Arvin BK. Ilmu Kesehatan Anak Nelson: Penyakit Infeksi. Edisi 15. Jakarta: EGC; 2000. h.1208.

Page 52: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

Hubungan Toksoplasmosis dengan Khorioretinitis

Toksoplasmosis dapat menimbulkan lesi pada mata. Manifestasi klinis pada mata yang sering terjadi adalah khorioretinitis. Penyakit ini disebabkan parasit protozoa yang berkembang biak di dalam sitoplasma sel, akhirnya memecah dan menyebarkan isi atau membentuk kista.32

32. Jegaratnam J, Koh D. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja: Gangguan Mata. Edisi 1. Jakarta: EGC; 2009. h. 275.

Page 53: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

KESIMPULAN

Page 54: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

HIPOTESIS DITERIMA :

Bayi laki-laki mengalami toxoplasmosis kongenital yang disebabkan oleh toxoplasma gondii yang terdapat pada sayur dan sate yang dimasak tidak sempurna ditransmisikan ke bayi melalui plasenta ibu. Sehingga terjadi keterlambatan tumbuh kembang pada bayi tersebut.

Page 55: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

DAFTAR PUSTAKA

• DAFTAR PUSTAKA

1. S. Sumarmo, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis: Infeksi Intra Uterin. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2010. h. 277-284.

2. Sadler TW. Embriologi Kedokteran Langman: Gametogenesis. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2010. h. 20-24.

3. Lauralee Sheerwood. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem: Endokrinologi. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2011. h. 4476.

4. Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik: Berbagai Topik Khusus. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2010. h. 1018.

5. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Perkembangan dan Perilaku Pediatri. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010. h. 9-11.

6. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis Pada Anak: Beberapa Cara Pengukuran. Edisi 2. Jakarta: PT Sagung Seto; 2003. h. 180.

7. Bale JF, Bonkowsky JL, Filloux FM, Hedlund GL, Larsen PD, Nielsen DM. Pediatric Neurology: Disorders of development. London: Manson Publishing Ltd; 2012. h. 84-85.

8. Sunartyo N. Panduan Merawat Bayi dan Balita Agar Tumbuh Sehat dan Cerdas: Gangguan Tumbuh Kembang. Yogyakarta: Diva Press; 2005. h. 25-26.

Page 56: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

9. Rao BT, Aggarwal AK, Kumar R. Dietary intake in third trimester of pregnancy and prevalence of LBW. Vol. 32. indian journal of comunity medicine. 2007; h. 272-276.

10. Hardjono S, Moersintowati BN. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja buku ajar II: Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit. Edisi 1. Jakarta: Sagung Seto; 2005. h. 3-4.

11. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi: Penyakit dan Genetik Anak. Edisi 7. Vol. 1. Jakarta: EGC; 2007. h. 272-273.

12. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran: Protozologi. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2008. h. 162-165.

13. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi Kedokteran di Tinjau dari Organ Tubuh yang Diserang: Penyakit Parasit pada Organ Reproduksi. Jakarta: EGC; 2009. h. 237.

14. Dorland WAN. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta: EGC; 2011. h. 1107.

15. Gangneux FR, Darde ML. Epidemiology of and Diagnostic Strategies for Toxoplasmosis. Clinical Microbiology Reviews; 2012. h. 264-96.

16. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran: Protozologi. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2008. h. 170.

17. Gandahusada S, Ilahude HD. Parasitologi kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. h.153-8.

18. Schwartzman JD. Toxoplasmosis. Dalam: Gillespie SH, Pearson RD, editor. Principles and practice of clinical parasitology. Chichester: John Wiley and Sons Ltd.; 2001. h. 113-38.

19. Male D, Brostoff J, Roth D, Roitt I. Immunology. Edisi ke-7th ed. Canada: Mosby Elsevier; 2006. h. 247-298.

Page 57: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

• 20. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Penyakit Infeksi. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010. h. 501-502.

• 21. Stanley J. Essentials of immunology and serology. Australia: Delmar Thomson Learning; 2002. h. 406-16.

• 22. Montoya JG, Remington JS. Management of Toxoplasma gondii Infection during Pregnancy. Clinical Infectious Diseases. 2008; 47:554–66.

• 23. Sensini A. Toxoplasma gondii infection in pregnancy: opportunities and pitfalls of serological diagnosis. Clin Microbiol Infect. 2006;12:504-12.

• 24. Gandahusada S. Parasitologi Kedokteran: Protozologi. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. h. 202-204.

• 25. Dorland WAN. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta: EGC; 2011. h. 221.

• 26. Mirza A, Guinazu DE. Pediatric Infectious Diseases: Chorioretinitis Etiology. Florida: University of Florida College of Medicine Jacksonville; 2009. h. 147.

• 27. Roizen N, Kasza K, Karrison T, Mets M, Noble AG, Boyer K, Swisher C, Meier P, Remington J, Jalbrzikowski J, McLeod R. Impact of Visual Impairment on Measures of Cognitive Function for Children With Congenital Toxoplasmosis: Implications for Compensatory Intervention Strategies. Pediatrics. 2006 Aug;118(2):e379-e390.

Page 58: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

28. Ernawati. Toxoplasmosis, Terapi dan Pencegahannya: Makanan Tambahan Untuk Bayi dan Anak. Jurnal Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Vol. Edisi Khusus; Desember 2011. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya; 2011. h. 2-3.

29. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 2 Edisi 15. Jakarta: EGC; 1999. h.1206- 1214.

30. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil Klinis dan Etiologi Pasien Keterlambatan Perkembangan Global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri; 2008 Desember;10(4):255-61.

31. Arvin BK. Ilmu Kesehatan Anak Nelson: Penyakit Infeksi. Edisi 15. Jakarta: EGC; 2000. h.1208.

32. Jegaratnam J, Koh D. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja: Gangguan Mata. Edisi 1. Jakarta: EGC; 2009. h. 275

Page 59: Pleno DK Pemicu 2 Tumbang

TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA