30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Penyakit Diabetes Mellitus 1. Pengertian Beberapa sumber yang menyebutkan pengertian dari Diabetes Mellitus yaitu sebagai berikut : Engram (1999) menyebutkan bahwa Diabetes Mellitus merupakan gangguan metabolik klinis yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol, yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia karena defisiensi insulin atau ketidakadekuata insulin. Sementara itu Karyadi & Elvina (2002) menyebutkan bahwa Diabetes Mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia atau peninggian kadar gula darah akibat gangguan pada pengeluaran (sekresi insulin), kerja insulin atau keduanya, hiperglikemia kronik nantinya dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang dan gangguan fungsi organ-organ terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif dengan gejala hiperglikemia yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya. Dengan disertai oleh komplikasi kronik penyempitan pembuluh darah dengan akibat terjadinya kemunduran fungsi sampai dengan kerusakan organ-organ tubuh. 9

jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Page 1: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Diabetes Mellitus

1. Pengertian

Beberapa sumber yang menyebutkan pengertian dari Diabetes Mellitus

yaitu sebagai berikut : Engram (1999) menyebutkan bahwa Diabetes Mellitus

merupakan gangguan metabolik klinis yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat

dikontrol, yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia karena defisiensi insulin

atau ketidakadekuata insulin. Sementara itu Karyadi & Elvina (2002)

menyebutkan bahwa Diabetes Mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik

yang ditandai oleh hiperglikemia atau peninggian kadar gula darah akibat

gangguan pada pengeluaran (sekresi insulin), kerja insulin atau keduanya,

hiperglikemia kronik nantinya dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang dan

gangguan fungsi organ-organ terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh

darah.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif

dengan gejala hiperglikemia yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin,

gangguan kerja insulin, atau keduanya. Dengan disertai oleh komplikasi kronik

penyempitan pembuluh darah dengan akibat terjadinya kemunduran fungsi

sampai dengan kerusakan organ-organ tubuh.

9

Page 2: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi etiologi Diabetes Mellitus menurut American Diabetes

Association (ADA, 1997), sesuai anjuran PERKENI adalah :

a. Diabetes Tipe I atau IDDM

Destruksi sel beta umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut melalui

proses immunologis idiopatik.

b. Diabetes Tipe II atau NIDDM

Bervariasi, terutama mulai dari yang dominan resistensi insulin di sertai

defisiensi insulin relatif sampai pada defek sekresi insulin di sertai resistensi

insulin.

c. Diabetes Tipe lain

Defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin

pankreas endokrinopati, karena obat / zat kimia, infeksi, penyebab imunologi

yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitandengan Diabetes.

d. Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional adalah suatu toleransi baik yang ringan maupun yang

berat yang terjadi atau pertama kali diketahui pada saat kehamilan.

3. Etiologi

Beberapa penyebab terjadinya penyakit Diabetes Mellitus menurut Ahani (2008),

yaitu :

a. Genetik atau Faktor Keturunan

Page 3: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan

ditularkan. Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan

lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang

tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan

penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki

menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak

yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.

b. Virus dan Bakteri

Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus

B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini

mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang

melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel

beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bias dideteksi. Namun,

para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.

c. Bahan Toksik atau Beracun

Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah

alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur).

Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong.

d. Nutrisi

Nutrisi berhubungan dengan pola diit. Pola diit yang tidak tepat yang

menyebabkan diabetes adalah diit tinggi lemak, tinggi karbohidrat, tinggi

Page 4: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

kalori (Smeltzer & Bare, 2002). Nutrisi juga berhubungan dengan obesitas.

Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan faktor resiko pertama yang

diketahui menyebabkan DM.

e. Obesitas

Didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak

normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu

kesehatan. Obesitas menyebabkan respon sel beta terhadap glukosa darah

menjadi berkurang. Selain itu reseptor insulin pada target sel di seluruh tubuh

kurang sensitif dan jumlahnya berkurang sehingga insulin dalam darah tidak

dapat dimanfaatkan. Keadaan obesitas ini, meningkatkan resiko penyakit

kardiovaskuler karena keterkaitannya dengan sindrom metabolik / sindrom

resistensi insulin yang terdiri dari resistensi insulin / hiperinsulinemia,

intoleransi glukosa / DM, dislipdemia, hiperuresemia, gangguan fibrinolisin,

hiper-fibrinogenemia dan hipertensi (Soegondo, 2007).

4. Patofisiologi

a. Diabetes tipe I

Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin

karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.

Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh

hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan

dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan

hiperglikemia post prandrial (setelah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam

darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang

Page 5: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

tersaring keluar, akibatnya glukosa keluar bersama urine (glukosuria). Ketika

glukosa yang berlebihan di ekskresikan dalam urine, ekskresi ini akan disertai

pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan

diuresis osmotik sebagai akibat kehilangan cairan yang berlebihan pasien akan

mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)dan rasa haus (polidipsi)

(Smeltzer & Bare, 2002).

Defisiensi insulin juga akan mengganggu metabolisme protein dan

lemak yang yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat

mengalami peningkatan nafsu makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan

kalori, gejala lain mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal

insulin mengendalikan glukoneogenolisis dan glukoneogenesis, namun pada

penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih

lanjut terjadi hiperglikemia. Disamping terjadi peningkatan pemecahan lemak

yang menyebabkan peningkatan produksi keton akan terjadi gangguan

keseimbangan asam basa menyebabkan ketoasidosis (Suyono, 2001).

b. Diabetes tipe II

Permasalahan pada DM tipe II berhubungan dengan resistensi insulin

dan sekresi insulin. Normalnya insulin agar terikat dengan reseptor khusus

pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor

tersebut terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel.

Resistensi insulin pada Diabetes tipe II disertai penurunan reaksi intra sel

sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan

glukosa jaringan (Mansjoer, 2000).

Page 6: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya

glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang

disekresikan. Pada penderita toleransi harus terdapat peningkatan jumlah

insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,

keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin berlebihan dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun demikian

jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan

insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II

(Smeltzer & Bare, 2002).

c. Diabetes Gestasional

Terjadi pada wanita hamil yang tidak menderita Diabetes sebelum

kehamilan. Hiperglikemi terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-

hormon plasenta. Selama kehamilan perlu dilakukan pemantauan kadar

glukosa darah. Setelah melahirkan kadar glukosa darah akan kembali normal

(Rina, 2007).

5. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus

Manifestasi klinik penderita Diabetes terjadi jika konsentrasi glukosa

dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa

yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria).

Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan kedalam urin, ekskresi ini akan

disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini yang

Page 7: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

dinamakan diurisis osmotic. Sebagai akibat kehilangan cairan yang berlebihan,

maka penderita Diabetes akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)

dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme

protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Penderita dapat

mengalami peningkatan selera makan (polifagi) akibat dari menurunnya simpanan

kalori, gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan (Price, 2006).

Manifestasi klinik lainnya juga dapat berupa kelainan vaskuler, biasanya

berupa mikro dan makroangiopati. Lesi mikroangiopati merupakan penebalan

membran kapiler yang manifestasinya dapat berupa retinopati, nefropati, dan

sebagainya. Manifestasi makroangiopati berupa aterosklerosis (Asdie, 2000).

6. Komplikasi

Corwin (2001) menyebutkan komplikasi DM terbagi menjadi dua yaitu

komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang.

a. Komplikasi akut

Komplikasi akut pada DM yang penting dan berhubungan dengan

keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka waktu pendek, komplikasi

tersebut adalah :

1) Diabetes Ketoasidosis (DKA)

Ketoasidosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari

suatu pengalaman penyakit DM. Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh

tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin nyata

(Smeltzer & Bare, 2002).

Page 8: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

2) Koma Hiperosmolar Non Ketotik (KNH)

Koma hiperosmolar non ketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh

hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat

kesadaran. Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak

tepatnya ketosik dan asidosis pada KNH (Smeltzer, 2000).

3) Efek Somogyi

Efek somogyi ditandai oleh penurunan unik kadar glukosa darah pada

malam hari, diikuti oleh peningkatan rebound pada paginya. Penyebab

hipoglikemia malam hari berkaitan dengan penyuntikan insulin pada sore

hari. Hipoglikemia itu sendiri menyebabkan peningkatan glukagon,

katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan, kemudian hormon-

hormon ini yanng merangsang glukoneogenesis sehingga pada pagi

harinya terjadi hiperglikemia (Corwin, 2001).

4) Fenomena Fajar

Merupakan hiperglikemia pada pagi hari (antara jam 5 dan 9) yang tampak

disebabkan oleh peningkatan sirkadian kadar glukosa pada pagi hari.

Fenomena ini dipengaruhi oleh hormon kortisol dan hormon pertumbuhan,

dimana keduanya merangsang glukoneogenesis (Corwin, 2001).

b. Komplikasi Jangka Panjang (komplikasi kronis)

Komplikasi kronis pada Diabetes disebabkan oleh tingginya konsentrasi

glukosa darah dan berperan menyebabkan morbiditas dan mortalitas penyakit.

Page 9: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

Komplikasi tersebut adalah komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler

(Corwin, 2001).

1) Komplikasi Mikrovaskuler

Diabetes Mellitus kronik yang menyebabkan terjadinya kerusakan

mikrovaskuler di arteriol, kapiler dan venula serta kerusakan

makrovaskuler yang terjadi di arteri besar dan sedang.

a) Penyakit ginjal (nefropati diabeticum)

Salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan mikrovaskuler

adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal, bila kadar glukosa

dalam darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan

mengalami stres yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam

urine (Smeltzer & Bare, 2002). Kelainan yang terjadi pada ginjal

penyandang Diabetes dimulai dengan adanya mikroalbuminuria, dan

kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut

dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan

keadaan gagal ginjal yang memerlukan pengelolaan dengan

pengobatan (Waspadji, 2007).

b) Penyakit mata (retinopati diabeticum)

Penderita Diabetes Mellitus akan mengalami gejala penglihatan

sampai kebutaan, keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan

neuropati. Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang

Page 10: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

berkepanjangan, menyebabkan pembengkakan pada lensa dan

kerusakan lensa (Smeltzer & Bare, 2002).

c) Neuropati

Neuropati diabetes disebabkan oleh hipoksia kronik sel-sel saraf,

termasuk komponen sensorik dan motorik divisi somatik dan otonom.

Sel-sel penunjang saraf menggunakan metode alternatif untuk

menangani beban peningkatan glukosa kronik, yang menyebabkan

demielinisasi segmental saraf-saraf perifer. Demielinisasi

menyebabkan perlambatan hantaran saraf dan berkurangnya

sensitivitas (Corwin, 2001).

2) Komplikasi Makrovaskuler

a) Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat Diabetes Mellitus maka

terjadi penurunan kerja jantung untuk memompa darahnya keseluruh

tubuh sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang menumpuk

dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri

(aterosklerosis) dengan resiko PJK atau stroke (Corwin, 2001).

b) Pembuluh darah kaki

Timbul karena adanya anesthesi fungsi saraf-saraf sensorik, keadaan

ini menyebabkan gangren infeksi dimulai dari celah-celah kulit yang

mengalami hipertropi, pada sel-sel kuku kaki yang menebal dan halus,

Page 11: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

demikian juga pada daerah-daerah yang terkena trauma (Corwin,

2001).

c) Pembuluh darah ke otak

Komplikasi mikrovaskuler pada pembuluh darah otak dapat terjadi

penyumbatan sehingga suplai darah ke otak menurun (Long, 1999).

7. Penatalaksanaan

Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala-gejala, mengusahakan keadaan

gizi dimana berat badan ideal dan mencegah terjadinya komplikasi.

Smeltzer dan Bare (2002) menyebutkan secara garis besar pengobatannya

dilakukan dengan cara :

a. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan

diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk

mencapai tujuan berikut ini :

1) Memberikan semua unsur makanan esensial (misal : vitamin dan mineral).

2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.

3) Memenuhi kebutuhan energi.

4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan

mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal.

5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat dengan cara

perencanaan makan.

Page 12: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

Smeltzer dan Bare (2002) menyebutkan bahwa perencanaan makan pada

penderita DM meliputi perencanaan kebutuhan kalori, protein dan lemak

a) Kebutuhan kalori

Tujuan yang paling penting adalah pengendalian asupan kalori total

untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang sesuai dan

pengendalian kadar glukosa darah. Rencana makan bagi penyandang diabetes

juga memfokuskan presentase kalori yang berasal dari karbohidrat, protein

dan lemak.

Tujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks

(khususnya yang berserat tinggi) seperti roti, gandum, nasi beras tumbuk,

sereal, pasta atau mie yang berasal dari gandum yang masih mengandung

bekatul. Karbohidrat sederhana seperti buah yang manis dan gula tetap harus

dikonsumsi dalam jumlah yang tidak berlebihan dan lebih baik jika dicampur

kedalam sayuran atau makanan lain daripada dikonsumsi secara terpisah.

Jumlah asupan karbohidrat untuk pasien DM dalam sehari adalah tidak boleh

lebih dari 55-56% dari total energi sehari atau tidak boleh lebih dari 70% jika

dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal

(MUFA : Mono Unsaturated Fatty Acids) (FKUI, 2006).

b) Lemak

Pembatasan asupan total kolesterol dari makanan hingga ≤ 300 mg/hr

untuk membantu mengurangi faktor resiko, seperti kenaikan kadar kolesterol

serum yang berlebihan dengan proses terjadinya penyakit koroner yang

Page 13: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

menyebabkan kematia pada penderita Diabetes. Adapun jumlah asupan lemak

untuk pasien DM dalam sehari adalah 20-25% per hari (FKUI, 2006).

c) Protein

Makanan sumber protein nabati (misal : kacang-kacangan dan biji-

bijian yang utuh) dapat membantu mengurangi asupan kolesterol serta lemak

jenuh. Jumlah asupan protein harian bagi penderita DM adalah 10-15% dari

total kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan

pembatasan asupan protein sampai 40 gram per hari, maka perlu ditambahkan

pemberian suplementasi asam amino esensial (FKUI, 2006).

b. Olahraga

Olahraga dan latihan fisik sangat penting dalam penatalaksanaan

Diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan

mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar

glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan

memperbaiki pemakaian insulin, sirkulasi darah dan tonus otot (Smeltzer dan

Bare, 2002).

Latihan ini sangat bermanfaat pada penderita Diabetes karena dapat

menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress dan mempertahankan

kesegaran tubuh. Mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar

High Density Lipoprotein (HDL) dan menurunkan kadar kolesterol total serta

trigliserida.

Page 14: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

Meskipun demikian penderita Diabetes dengan kadar glukosa > 250

mg/dl (14 mmol/dl) dan menunjukkan adanya keton dalam urine tidak boleh

melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urine memperlihatkan hasil

negatif dan kadar glukosa darah telah mendekati normal (Smeltzer & Bare,

2002).

Olahraga merupakan salah satu kerangka utama dalam

penatalaksanaan Diabetes selain penyuluhan dan perencanaan pola makan

serta pemberian obat hipoglikemik. Olahraga yang dilaksanakan teratur yang

mengikuti program dan persyaratan tertentu, bagi penderita Diabetes akan

dapat meningkatkan kepekaan insulin sehingga kadar gula darah dalam tubuh

bisa turun mendekati normal dan terkontrol. Olahraga ini hendaknya bersifat

kontinyu, ritmis, interval, progresif dan latihan daya tahan. Olahraga ini juga

harus mengikuti takaran yang ditentukan agar dapat memberikan manfaat

yang diharapkan (Asdie, 1999). Aktifitas yang rutin dan teratur juga dapat

mencegah terjadinya DM.

c. Pemberian obat

1) Obat Hipoglikemik Oral

a) Golongan Sulfonylurea / Sulfonyl Ureas

Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan dengan

obat golongan lain, yaitu biguanid inhibitor alfa glukosidase atau

insulin. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan

Page 15: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

produksi insulin oleh sel-sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan

utama para penderita DM tipe-2 dengan berat badan berlebih.

b) Golongan Binguanad / Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati,

memperbaiki pengambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer)

dianjurkan sebagai obat tunggal pada pasien kelebihan berat badan

c) Golongan Inhibitor Alfa Glikosidase

Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula disaluran

pencernaan sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.

Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.

2) Pemberian Insulin

a) Indikasi insulin

Pada DM tipe-1 Human Monocomponent Insulin (40 UI dan 100

UI/ml injeksi) yang beredar adalah actrapid. Injeksi insulin dapat

diberikan kepada penderita DM tipe-2 yang kehilangan berat badan

secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat-obatan

anti DM dengan dosis maksimal atau mengalami kontra indikasi

dengan obat-obatan tersebut. Bila mengalami ketoasidosis,

hiperosmolar asidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik,

pasien operasi berat, wanita hamil dengan gejala DM yang tidak dapat

dikontrol dengan pengendalian diet (Smeltzer dan Bare, 2002).

b) Jenis insulin

Page 16: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

Insulin terdiri dari tiga jenis yaitu insulin kerja cepat, kerja sedang da

kerja lambat. Insulin kerja cepat jenisnya adalah regular insulin

cristalin zink dan semilente. Insulin kerja sedang jenisnya adalah NPH

(Netral Protamine Hagerdon). Sedangkan insulin kerja lambat

jenisnya adalah PZI (Protamine Zink Insulin)

d. Pemantauan gula darah secara mandiri

Dengan melakukan pemantauan gula darah secara mandiri atau Self

Monitoring of Blood Glucose (SMBG ), penderita DM kini dapat mengatur

terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini

memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia dan

berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan

akan mengurangi komplikasi jangka panjang.

e. Pendidikan Kesehatan

Perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan sebagai dampak yang

besar bagi pendidikan dan pelatihan diabetes. Berbagai skema untuk

mengelola dan memberikan prioritas dari berbagai informasi yang harus

diajarkan kepada penderita diabetes.

Pendekatan umum untuk mengelola pendidikan diabetes adalah

dengan membagi informasi dan ketrampilan menjadi dua tipe utama :

1) Ketrampilan serta informasi yang bersifat dasar (basic)

Page 17: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

Informasi ini harus diajarkan kepada setiap pasien yang baru didiagnosa

sebagai penderita DM tipe I atau tipe II dan mendapatkan terapi insulin

untuk pertama kalinya. Informasi yang diberikan mencakup :

a) Patofisiologi sederhana, berupa: definisi DM (dengan kadar glukosa

darah tinggi), batas-batas kadar glukosa darah, efek terapi insulin dan

latihan (penurunan kadar glukosa darah), efek makanan dan stres yang

mencakup keadaan sakit dan infeksi (peningkatan kadar glukosa

darah) dan dasar pendekatan terapi

b) Cara-cara terapi, berupa: cara pemberian insulin, dasar-daasar diet

(misalnya, kelompok makanandan jadwal makan) dan pemantauan

kadar glukosa darah, keton urin

c) Pengenalan, penanganan dan pencegahan komplikasi akut seperti

penanganan hipoglikemia dan hiperglikemia

d) Informasi yang pragmatis yaitu mengenai dimana membeli dan

menyimpan insulin, spuit, alat-alat untuk memantau kadar glukosa

darah serta kapan dan bagaimana cara menghubungi dokter

2) Pendidikan tingkat lanjut

Pendidikan ini mencakup pengajaran yang lebih rinci tentang ketrampilan

bertahan hidup (seperti modifikasi diet serta insulin dan persiapan untuk

perjalanan). Disamping pendidikan tentang tindakan preventif untuk

menghindari komplikasi diabetes jangka panjang. Tindakan preventif

tersebut mencakup : a) Perawatan kaki, b) Perawatan mata, c) Higiene

umum (misal : perawatan kulit, kebersihan mulut), d) Penanganan faktor

Page 18: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

resiko berupa pengendalian tekanan darah dan kadar lemak darah serta

menormalkan kadar glukosa darah (Smeltzer dan Bare, 2002).

B. Konsep Pola Hidup

1. Pengertian

Pola hidup adalah pengelolaan hidup yang dilakukan dengan atau tidak

melihat nilai kesehatan yang disadari untuk mengoptimalkan kehidupan yang

sedang berlangsung (Breslow, 2007). Sedangkan pola hidup sehat yang

diharapkan untuk mencegah penyakit Diabetes Mellitus yaitu segala upaya untuk

menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan

menghindari kebiasaan buruk yang dapat mencegah DM (Fardian, 2007).

2. Macam - macam Pola Hidup Pencegahan Diabetes Mellitus

Pola hidup yang dapat mencegah DM antara lain istirahat yang cukup dan teratur,

mengkonsumsi makanan yang sehat seimbang, melakukan latihan fisik (olahraga)

secara teratur dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan teratur

(Fardian, 2007).

a. Pola tidur

Tidur malam hari yang baik membantu menurunkan risiko

perkembangan diabetes tipe 2. Para peneliti di University of Buffalo New York

menemukan bahwa tidur kurang dari 6 jam per malam akan meningkatkan

resiko penyakit Diabetes.

Page 19: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

Menurut penelitian yang dipresentasikan di American Heart Association

tahun 2003, orang yang tidurnya rata-rata kurang dari 6 jam selama hari kerja

selama periode setahun menunjukkan hampir 5 kali kemungkinan mengalami

penyakit Diabetes dibandingkan yang tidur rata-rata 6 sampai 8 jam.

Penelitian Rafalason (2003) mendukung bukti bahwa ketidakcukupan tidur

berhubungan dengan masalah gangguan kesehatan. (NFA, 2009).

Dr. Stanley seorang pakar tidur dari Norfolk and Norwich University

Hospital mengatakan ada sejumlah bukti yang menghubungkan kurang tidur

dengan kondisi seperti diabetes. Akan tetapi masih belum jelas, walaupun ada

kemungkinan bahwa kurang tidur berisiko meningkatkan berat badan, yang

pada akhirnya bisa meningkatkan risiko Diabetes (Hertianto, 2009).

Menurut riset University of Chicago, Amerika Serikat, terkait dengan

pola tidur yaitu keseimbangan metabolisme terganggu bila begadang minimal

3 hari. Dampaknya sekresi hormon insulin tidak sempurna, berkurang 25%,

sehingga gula yang mestinya diubah menjadi energi menumpuk dalam darah.

Tingginya kadar gula dalam darah itulah yang disebut diabetes mellitus. Eve

(2008) juga menyebutkan bahwa tidur lelap penting bagi kesehatan.

Hubungannya adalah perubahan nafsu makan, ketidaknormalan metabolime,

obesitas, dan risiko diabetes.

b. Pola makan

Pola makan adalah suatu bentuk kebiasaan konsumsi makanan yang

dilakukan oleh seseorang dalam kegiatan makannya sehari-hari (Sugito,

2006). Kebiasaan makan menurut Lahmuadi (1989) adalah tingkah laku

Page 20: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makanan

meliputi sikap, keturunan, kepercayaan. kebiasaan makan dikalangan

masyarakat digolongkan menjadi dua yaitu kebiasaan makan yang benar dan

kebiasaan makan yang salah (Almatsier, 2005).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perilaku pola makan yang

salah akan menyebabkan masalah Diabetes Mellitus dan perilaku makan

tersebut dipengaruhi oleh aneka faktor sosial, ekonomi, budaya dan

ketersediaan pangan. Analisis menggunakan data Susenas menunjukkan

adanya kecenderungan perilaku konsumsi makanan jadi (termasuk minuman)

yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi makanan yang

berasal dari terigu seperti roti, mie, kue kering dan konsumsi kue basah serta

minuman es merupakan bagian dari makanan tradisional yang cenderung

menurun (Surbakti, 1997).

Berikut ini beberapa anjuran gizi seimbang yang berkaitan dengan

pencegahan diabetes menurut Rosalin (2008) antara lain :

1) Makanlah aneka ragam makanan

Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi

yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat dan produktif. Oleh

karena itu setiap orang termasuk penyandang DM perlu mengonsumsi

aneka ragam makanan. Makan makanan yang beraneka ragam akan

menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan

zat pengatur.

2) Makanlah untuk memenuhi kecukupan energi.

Page 21: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

Agar dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari seperti bekerja,

belajar, berolahraga dan kegiatan lain setiap orang perlu makan yang

cukup energi, tidak kekurangan dan berlebihan. Kecukupan energi

ditandai dengan berat badan yang normal. Mempertahankan berat badan

normal atau ideal sesuai dengan umur dan tinggi badan yang dipelukan

untuk pencegahan penyakit Diabetes. Kebutuhan energi tergantung pada

usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan dan kegiatan fisik, keadaan

penyakit dan pengobatannya.

3) Makanlah makanan sumber karbohidrat.

Makanlah makanan sumber karbohidrat sebagian dari kebutuhan energi

(pilihlah karbohidrat kompleks dan serat, batasi karbohidrat sederhana

yang (refined)). Terdapat 3 kelompok karbohidrat yaitu kompleks,

sederhana dan serat.

a) Karbohidrat kompleks

Makanan sumber karbohidrat kompleks adalah padi-padian (beras,

jagung, gangum), umbi-umbian (singkong, ubi jalar, singkong), sagu

dll. Makanan tersebut mengandung zat gizi lain selain karbohidrat.

Proses pencernaan dan penyerapan karbohidrat kompleks di dalam

tubuh berlangsung lebih lama dari karbohidrat sederhana, sehingga

dengan mengkonsumsi karbohidrat kompleks orang tidak segera lapar.

b) Karbohidrat sederhana

Karbohidrat sederhana alamiah terdapat pada buah, sayuran dan susu.

Bahan makanan tersebut selain mengandung karbohidrat, mengandung

Page 22: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

gizi lain yang sangat bermanfaat. Karbohidrat sederhana yang diproses

seperti gula, madu, sirup, bolu, selai dll langsung diserap dan

digunakan tubuh sebagai energi, sehingga cepat menimbulkan rasa

lapar. Gula tidak mengandung zat gizi lain, hanya karbohidrat.

Konsumsi gula yang berlebih dapat mengurangi peluang terpenuhinya

zat gizi lain. Menurut penelitian tidak ada hubungan langsung antara

asupan gula dengan timbulnya Diabetes tipe II. Namun demikian

makanan dengan kandungan gula tinggi sering juga mengandung

lemak yang tinggi sehingga mengakibatkan kegemukan.

c) Serat

Serat adalah bagian karbohidrat yang tidak dapat dicerna. Kelompok

ini banyak terdapat pada buah, sayuran, padi-padian dan produk sereal.

Susu, daging dan lemak tidak mengadung serat.

Serat terdiri dari 2 jenis yaitu serat larut (pembentuk gel) seperti pectin

dan guargum serta serat tidak larut seperti selulosa dan bran. Kedua

jenis serat ini banyak terdapat pada padi-padian, kacang-kacangan,

tempe, sayuran serta buah.

4) Batasi konsumsi lemak, minyak dan santan sampai seperempat kecukupan

energi.

Lemak dan minyak dalam makanan berguna untuk memenuhi

kebutuhan energi, membantu penyerapan vitamin A,D,E dan K serta

menambah lezatnya makanan. Bagi kebanyakan penduduk Indonesia

khususnya yang tinggal di pedesaan konsumsi lemaknya masih sangat

Page 23: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

rendah sehingga perlu ditingkatkan sedangkan konsumsi lemak pada

penduduk perkotaan sudah perlu diwaspadai karena cenderung berlebihan.

Mengurangi asupan lemak jenuh dapat menurunkan resiko

penyakit Diabetes. Beberapa contoh asupan lemak jenuh adalah makanan

yang dimasak dengan banyak minyak, mentega ataupun santan, lemak

hewan, susu penuh (whole milk) dan cream.

c. Pola aktivitas

Pola aktivitas erat kaitannya dengan diabetes, karena dengan

melakukan aktivitas seperti olahraga, senam khusus diabetes, berjalan kaki,

bersepeda, berenang dan lain sebagainya, efeknya dapat menurunkan kadar

glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan

menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa

oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin, sirkulasi darah dan tonus otot.

Olahraga juga dapat secara efektif mengontrol diabetes, dengan

berolahraga merupakan salah satu cara efektif mengurangi berat badan,

menurunkan kadar gula darah, dan mengurangi stres. Latihan yang dilakukan

secara teratur dapat menurunkan tekanan darah, kolesterol, dan risiko terkena

serangan jantung, serta memacu pengaktifan produksi insulin dan

membuatnya bekerja lebih efisien (Soegondo, 2007).

d. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan teratur

Page 24: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

Melakukan pemeriksaan secara rutin dan teratur merupakan

pencegahan awal untuk mendeteksi apakah seseorang terkena penyakit antara

lain yaitu diabetes. Sebelum seseorang menderita Diabetes Mellitus, hampir

selalu melewati keadaan yang disebut pradiabetes. Pradiabetes adalah jika

kadar gula darah seseorang lebih tinggi dari normal, tetapi tidak cukup tinggi

untuk dapat didiagnosis diabetes.

Terdapat dua macam pemeriksaaan yang dapat dilakukan untuk

mengetahui apakah seseorang mengalami pradiabetes., yaitu Gula Darah

Puasa (GDP) dan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Seseorang yang akan

melakukan pemeriksaan GDP, perlu puasa pada malam harinya. Pada

pemeriksaan GDP, gula darah diukur pada pagi harinya sebelum makan. Pada

pemeriksaan TTGO gula darah diukur setelah puasa dan kemudian dua jam

setelah mengonsumsi minuman tinggi gula.

Setelah dilakukan pemeriksaan tersebut, kadar gula darah akan dicek

untuk melihat apakah seseorang memiliki metabolisme normal, pradiabetes,

atau diabetes. Jika kadar GDP abnormal maka disebut sebagai gula darah

puasa terganggu. Sedangkan jika hasil TTGO abnormal maka disebut sebagai

toleransi glukosa terganggu. Seseorang disebut sebagai pradiabetes jika kadar

GDP mencapai 100 mg/dl s/d <126 mg/dl atau hasil TTGO 140 mg/dl s/d

<200 mg/dl. Pada diabetesi pemeriksaan gula darah dilakukan seminggu

sekali. Untuk seseorang yang disebut sebagai pradiabetes pemeriksaan gula

darah dilakukan sebulan sekali yang bertujuan untuk mengetahui kadar gula

dalam darah (Anonim, 2008).

Page 25: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

3. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang Dalam Pengelolaan Pola

Hidup

Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat

dalam pengelolaan hidup sehat untuk mencegah DM yaitu faktor predisposisi,

faktor pemungkin, faktor penguat (Green, 1980, dalam Notoatmodjo, 2005).

a. Faktor- faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat

pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor –faktor ini

terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering

disebut faktor pemudah.

b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan

sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan

sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas,

rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan

praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat

memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakikatnya

Page 26: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka

faktor-faktor ini disebut faktur pendukung atau faktor pemungkin.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh

agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.

Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat

maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku

sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap

positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh

(acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih

para petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk

memperkuat perilaku masyarakat tersebut.

Menurut Skiner (1938, dalam Notoatmodjo, 2005) perilaku kesehatan

adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang

berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan,

dan minuman serta lingkungan. Seorang ahli lain Becker (1979, dalam

Notoatmodjo, 2005), mengemukakan tentang perilaku kesehatan yaitu

perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk

mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku kesehatan ini

antara lain mencakup perilaku hidup sehat, perilaku sakit dan perilaku peran

sakit.

a. Perilaku hidup sehat

Page 27: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

Adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang

untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya, antara lain meliputi :

makan dengan menu seimbang (appropriate diet), olahraga teratur, tidak

merokok, tidak minum minuman keras dan narkoba, istirahat yang cukup,

mengendalikan stress dan perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi

kesehatan misalnya : penyesuaian diri dengan lingkungan.

b. Perilaku sakit (illness behavior)

Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan

penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : penyebab dan

gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)

Dari segi sosiologi, orang sakit mempunyai peran yang mencakup hak-

hak orang sakit dan kewajiban sebagai orang sakit. Hak dan kewajiban ini

harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama

keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick

role). Perilaku ini meliputi :

1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

2) Mengenal / mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan / penyembuhan

penyakit yang layak

3) Mengetahui hak (misalnya : hak memperoleh perawatan, pelayanan

kesehatan, dsb) dan kewajiban orang sakit (memberitahukan penyakitnya

Page 28: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

kepada orang lain terutama dokter / petugas kesehatan, tidak menularkan

penyakitnya kepada orang lain, dsb).

C. Kerangka Teori

Diabetes Mellitus

Penyebab DM yang bisa diubah : 1. Diit 2. Aktifitas 3. Obesitas

Penyebab DM yang tidak bisa diubah : 1. Genetik / Keturunan 2. Virus dan Bakteri 3. Bahan toksik / Beracun 4. Nutrisi

Page 29: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

Keterangan:

Pengaturan pola hidup : 1. Pola tidur 2. Pola makan 3. Pola aktivitas 4. Melakukan pemeriksaan

kontrol gula darah

Faktor yang mempengaruhi perilaku pengelolaan pola hidup: 1. Predisposing factors :

pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai, dsb

2. Enabling factors : ketersediaan sumber / fasilitas

3. Reinforcing facors : sikap dan perilaku petugas

Pencegahan DM

: Faktor pencegahan pengaturan pola hidup secara tidak langsung juga

mempengaruhi perubahan perilaku

: Pengaturan pola hidup dapat mempengaruhi pencegahan DM

Skema 2.1 Kerangka Teori Sumber : Modifikasi L. Breslow (2007), Smeltzer dan Bare (2002), serta Green (1980)

D. Kerangka Konsep

Variabel bebas (dependent)

Tidak terjadi Diabetes Mellitus

.

Pengaturan pola hidup : 1. Pola tidur 2. Pola makan 3. Pola aktivitas 4. Pemeriksaan gula darah rutin

Variabel terikat (independent)

Skema 2.2 Kerangka Konsep

Page 30: jtptunimus-gdl-ahmadsurya-5183-3-bab2 (1)

Dalam penelitian ini variabel yang diteliti hanya satu variabel yaitu variabel

bebas (dependent), Variabel bebas merupakan suatu variabel yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya suatu variabel dependen (terikat) dan bebas dalam

mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2003).

E. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah pengaturan pola

hidup yang meliputi : pola tidur, pola makan, pola aktivitas dan melakukan

pemeriksaan kontrol gula darah.