Upload
geralders
View
107
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asf
Citation preview
Jurnal Perinatologi
EFEK SUHU RUANG BERSALIN TERHADAP SUHU AWAL BAYI – BAYI
PREMATUR : SEBUAH PERCOBAAN ACAK TERKONTROL
Objek : Untuk menentukan apakah peningkatan suhu ruang bersalin yang
direkomendasikan oleh World Health Organization akan menghasilkan peningkatan
suhu awal pada bayi – bayi prematur.
Rancangan Penelitian : Membandingkan suhu rektal awal pada bayi – bayi dengan
masa gestasi kurang dari 33 minggu yang baru dilahirkan dalam ruang bersalin
dengan suhu ruangan 24 – 26 0C dengan yang dilahirkan dalam ruang bersalin dengan
suhu ruangan 20 – 23 0C.
Hasil : Bayi – bayi prematur yang baru dilahirkan dalam ruang bersalin dengan rata –
rata suhu ruangan sebesar 25 ± 0.6 0C (n=43) dibandingkan dengan bayi – bayi
prematur yang baru dilahirkan dalam ruang bersalin dengan rata – rata suhu ruangan
sebesar 22.5 ± 0.6 0C (n=48), memiliki angka insidens suhu rektal awal < 36 0C yang
rendah (34.9% banding 68.8%, P < 0.01) dan suhu rektal awal yang lebih tinggi (36.0
± 0.9 0C banding 35.5 ± 0.8 0C, P < 0.01). Perbedaan ini menetap setelah pengaturan
suhu berdasarkan berat badan lahir dan pada APGAR skor menit ke 5.
Kesimpulan : Peningkatan suhu ruang bersalin yang direkomendasikan oleh World
Health Organization menurunkan stress dingin pada bayi prematur yang baru lahir.
Kata kunci : Bayi – bayi prematur; Suhu tubuh; Hipotermia.
PENDAHULUAN
Bayi – bayi baru lahir, khususnya mereka yang lahir prematur, sangat rentan
terhadap stress dingin. Area permukaan tubuh yang lebih luas dibandingkan dengan
berat badan mereka, kulit mereka yang tipis, sedikitnya jumlah lemak subkutaneus
mereka dan respon metabolik yang terbatas terhadap dingin, hal – hal ini dapat
menyebabkan kehilangan panas yang cepat dan penurunan suhu tubuh. Jadi bayi –
bayi prematur tergantung secara besar pada sumber panas eksternal dan pengaturan
termal yang optimal bagi bayi prematur adalah hal yang sangat penting. Selama
resusitasi di dalam ruang bersalin, kehilangan panas sering melebihi produksi panas
pada bayi prematur dengan berat lahir rendah, terlebih lagi pada bayi – bayi dengan
berat lahir sangat rendah. Sebuah penelitian terkini dari sebuah penelitian cohort yang
besar pada bayi – bayi dengan berat lahir sangat rendah pada 15 sentral pendidikan
medis di Amerika menunjukkan bahwa 47% suhu badan awal adalah < 36 0C. Pada
penelitian EPIcure, sebuah penelitian observasi prospektif yang besar di Inggris,
mengevaluasi hasil dari bayi – bayi yang lahir pada ambang batas viabilitas (< 26
minggu masa gestasi) dan menunjukkan bahwa terdapat 40.4% bayi yang sangat
prematur memiliki suhu badan awal < 35 0C. Hipotermia telah diketahui memiliki
potensi konsekuensi metabolik serius pada bayi – bayi dengan berat lahir sangat
rendah dan bayi – bayi dengan hipotermia cenderung untuk berada pada kondisi
asidosis dan berada dalam keadaan yang lebih kritis dibandingkan dengan bayi – bayi
lain yang memiliki suhu normal saat dimasukkan ke dalam Neonatal Intensive Care
Unit (NICU).
Penelitian yang dilakukan oleh Silverman dkk pada tahun 1958 menunjukkan
bahwa pengaturan suhu badan melalui kontrol panas lingkungan secara signifikan
menurunkan mortalitas pada bayi – bayi dengan berat lahir rendah dan pengaturan
panas pada bayi prematur menjadi sebuah landasan dalam neonatologi. Usaha – usaha
untuk meminimalkan kehilangan panas pada bayi – bayi baru lahir merupakan hal
yang penting pada stabilisasi awal dan resusitasi di dalam ruang bersalin. Seperti yang
tercatat secara terperinci pada Neonatal Resuscitation Program (NRP) dari American
Academy of Pediatrics dan American Heart Association, perawatan termal rutin
termasuk menempatkan bayi dibawah sebuah pemancar penghangat dan segera
mengeringkan bayi; kain pembungkus yang basah harus segera disingkirkan. Pada
data dasar yang diamati oleh Knobel dkk dari sebuah analisis post hoc, peningkatan
suhu di dalam ruang bersalin (jika hal ini memungkinkan untuk dilakukan) sebagai
antisipasi persalinan prematur juga direkomendasikan dalam NRP. Mirip dengan hal
ini, World Health Organization (WHO) juga menganjurkan pemeliharaan suhu dalam
ruang bersalin yaitu pada 25 0C. Rekomendasi ini didukung oleh data dari sebuah
analisis retrospektif bayi – bayi prematur dengan masa gestasi ≤ 31 minggu. Akan
tetapi dengan adanya anggapan bahwa sebuah penghangat yang diletakkan diatas
kepala bayi akan dapat memberikan suhu yang adekuat bagi bayi, rekomendasi
mengenai suhu ruang bersalin ini sering kali diabaikan dan ruang bersalin serta ruang
operasi di negara – negara berkembang biasanya memiliki suhu ruangan yang diatur
dan dipertahankan pada suhu yang relatif dingin (< 23 0C) untuk kenyamanan proses
persalinan ibu, kenyamanan ahli bedah dan paramedis yang harus menggunakan
pakaian pelindung yang berlapis – lapis. Lebih lanjut lagi, bukti langsung dari sebuah
percobaan acak dengan kontrol, masih kurang mengenai apakah peningkatan suhu
ruang bersalin menurunkan insidens hipotermia pada bayi prematur saat bayi
dimasukkan ke dalam NICU.
Seorang bayi kehilangan panas tubuh melalui evaporasi, konveksi, radiasi dan
konduksi. Segera setelah bayi dilahirkan, transmisi dari lingkungan yang hangat
intrauterin ke lingkungan yang dingin menyebabkan kehilangan panas yang
signifikan. Kami berhipotesis bahwa peningkatan suhu ruang bersalin akan
menurunkan kehilangan panas selama proses resusitasi awal dan stabilisasi dilakukan,
dan oleh karena itu perlu peningkatan suhu awal saat masuk NICU dan penurunan
insidens hipotermia pada bayi dengan masa gestasi ≤ 32 minggu yang baru lahir.
Untuk menguji hipotesis ini, kami melakukan sebuah percobaan klinis prospektif acak
terkontrol dengan membandingkan suhu awal bayi di dalam NICU dari bayi prematur
yang dilahirkan dalam ruang yang hangat dengan suhu yang berada pada 24 – 25 0C
dibandingkan dengan bayi prematur yang dilahirkan dalam ruang bersalin biasa
dengan suhu ruang yang diatur pada 20 – 23 0C.
METODE
Sejak 1 Maret 2010 sampai 28 Februari 2011, kami mengadakan sebuah
percobaan prospektif acak terkontrol di rumah sakit tingkat dua (the Second Affliliated
Hospital) dan rumah sakit anak Yuying (Yuying Children’s Hospital) fakultas
kedokteran Wenzhou, sebuah pusat perinatal yang terletak di daerah Cina timur yang
memiliki lebih dari 7000 kelahiran per tahun. 90 tempat perawatan bayi level III di
NICU pada rumah sakit ini juga menjadi pusat rujukan di daerah Cina timur, dimana
terdapat lebih dari 8 juta orang hidup di wilayah ini. Protokol penelitian ini telah
disetujui oleh kedua intitusi ini yaitu oleh institusi komite etik pada rumah sakit
tingkat dua (the Second Affliliated Hospital) dan rumah sakit anak Yuying (Yuying
Children’s Hospital) fakultas kedokteran Wenzhou dan juga oleh program
perlindungan subjek manusia fakultas kedokteran Mount Sinai di New York.
PENDAFTARAN DAN PENGACAKAN
Kami mengatur dan menetapakan suhu 24 – 26 0C pada sebuah ruang bersalin
dan pada sebuah ruang pembedahan persalinan, dimana kedua ruangan ini ditetapkan
sebagai ruangan hangat. Kami juga mengatur dan menetapakan suhu 20 – 23 0C pada
sebuah ruang bersalin dan pada sebuah ruang pembedahan persalinan, dimana kedua
ruangan ini ditetapkan sebagai ruangan kontrol. Semua wanita hamil yang
diperkirakan akan menjalani persalinan prematur, dimana akan melahirkan bayi
dengan masa gestasi ≤ 32 minggu, memenuhi persyaratan untuk dimasukkan dalam
penelitian ini. Setelah mendapat penjelasan medis dan memperoleh persetujuan
(informed consent), pasien kemudian ditetapkan secara acak untuk menjalani proses
persalinan di ruang bersalin maupun ruang pembedahan persalinan hangat atau di
ruang bersalin maupun ruang pembedahan persalinan kontrol. Proses pengacakan ini
dicapai melalui proses pengambilan amplop tertutup yang berisi kategori ruang hangat
atau ruang kontrol. Pengacakan ini akan dibatalkan jika terjadi sebuah permasalahan
dalam penetapan jenis ruang persalianan, dimana jika hal ini terjadi, maka pasien
tersebut tidak akan dimasukkan ke dalam penelitian. Penelitian ini bukan merupakan
sebuah blinded trial, karena perbedaan temperatur pada kedua kriteria ruangan ini
telah diketahui secara jelas oleh ibu dan staf medis yang menangani pasien.
Data pendahuluan dikumpulkan pada penelitian ini untuk menunjukkan bahwa
bayi – bayi yang lahir pada sebuah ruang bersalin hangat memiliki rata – rata suhu
awal sebesar 1.1 ± 1.4 0C (rata – rata ± s.d) lebih tinggi dibandingkan dengan bayi –
bayi yang lahir pada sebuah ruang bersalin normal. Kami menganggap bahwa
besarnya perbedaan ini akan memberikan perbedaan klinis yang signifikan. Dengan
tujuan untuk menunjukkan perbedaan ini menggunakan sebuah α sebesar 0.05 (dua
batas bawah) dan sebuah 90% power, maka kami membutuhkan 42 bayi dalam setiap
kelompok yang ada (kelompok ruang hangat dan kelompok ruang kontrol).
KRITERIA INKLUSI
Bayi – bayi dari ibu yang didaftarkan dan diacak dalam penelitian ini harus
memenuhi kriteria yang ada dalam analisis ini, yaitu : (a) lahir pada rumah sakit
tingkat dua (the Second Affliliated Hospital) atau rumah sakit anak Yuying (Yuying
Children’s Hospital) fakultas kedokteran Wenzhou dan dimasukkan hidup ke dalam
NICU rumah sakit anak Yuying (Yuying Children’s Hospital), (b) Suhu bada ibu < 38 0C saat proses persalinan berlangsung, (c) Persalinan berlangsung pada saat masa
gestasi ≤ 32 minggu, (d) Tidak terdapat anomali kongenital mayor, dan (e) adanya
kehadiran seorang staf spesialis neonatologi untuk melakukan resusitasi awal dan
stabilisasi di ruang bersalin maupun di ruang pembedahan persalinan.
PENGUMPULAN DATA, ANALISIS DAN STATISTIK
Setelah proses persalinan, semua bayi diresusitasi dan distabilkan dalam ruang
bersalin yang dilengkapi dengan penghangat (Ningbo David Medical Device, Ningbo,
Cina). Resusitasi dalam ruang bersalin dilakukan oleh staf spesialis neonatalogi kami
berdasarkan pedoman NRP. Dalam penelitian ini, tidak ada perubahan yang dilakukan
dalam proses penanganan kelahiran pada ruang bersalin dan proses resusitasi.
Tambahan pada pencatatan semua informasi yang diperlukan saat pada saat prosedur
rutin dilakukan dalam ruang bersalin yaitu : untuk bayi yang dilahirkan prematur, staf
dalam ruang bersalin juga harus mencatat suhu aktual ruangan saat bayi dilahirkan
berdasarkan suhu yang tertera termometer dinding kaca yang telah dipasang secara
khusus dalam ruang bersalin untuk penelitian ini. Setelah penanganan awal di ruang
bersalin, bayi kemudian dipindahkan ke NICU dengan menggunakan sebuah heated
transport isolate (Atom Medical International, Jepang). Semua bayi yang dimasukkan
ke NICU mendapat perawatan rutin yang dilakukan oleh spesialis neonatologi.
Koordinator penelitian mengumpulkan data dari setiap bayi yang didaftarkan dengan
mengisi sebuah lembaran data khusus yang dirancang untuk penelitian ini.
Hasil yang terlebih dahulu dinilai adalah suhu rektal, dimana suhu rektal ini
secara rutin diukur pada saat bayi masuk di NICU dan diukur bersamaan dengan
pengukuran tanda vital lainnya dalam satu jam pertama masa kehidupan bayi. Suhu
rektal diukur dengan menggunakan sebuah termometer air raksa standard an dicatat
pada catatan medis bayi oleh perawat di NICU yang tidak tahu mengenai kelompok –
kelompok dalam penelitian ini. Tanda vital, kadar glukosa serum dan kekurangan atau
kelebihan basa dari darah arteri pertama diamati dari rekam medis oleh koordinator
penelitian. Seperti yang dijgambarkan oleh Parry dkk, lima point dari Clinical Risk
Indexfor Babies (CRIB) II score dihitung dari berat lahir, usia gestasi, jenis kelamin,
suhu awal dan kelebihan basa.
Student’s t-test digunakan sebagai pembanding dari dua kelompok untuk
semua distribusi data numerik normal; X2-test digunakan untuk data kategorial.
Regresi linear simple digunakan untuk mengidentifikasi faktor – faktor potensial yang
dapat mempengaruhi suhu awal dan kemudian sebuah model regresi linear multi
variabel digunakan untuk mengidentifikasi faktor – faktor utama yang bisa berdiri
sendiri pada suhu awal. Semua analisis statistik dilakukan dengan menggunakan
PASW Statistic 18 (SPSS, IBM, Armonk, NY, USA).
HASIL
Selama periode 1 tahun penelitian, kami mendaftarkan sebanyak 96 orang ibu,
91 orang diantaranya memiliki bayi baru lahir yang memenuhi kriteria inklusi dan
dimasukkan untuk analisis data. Dari 91 bayi – bayi prematur ini, 43 bayi lahir di
dalam ruang bersalin hangat dan dimasukkan ke dalam kelompok hangat; 48 bayi
lainnya lahir di dalam ruang bersalin normal dan kemudian dimasukkan ke dalam
kelompok kontrol. Jangkauan (range) suhu aktual ruangan pada ruang hangat adalah
24 – 25 0C dengan rata – rata suhu 25.1 ± 0.6 0C, dimana keadaan ini secara signifikan
lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan suhu ruang normal, dimana jangkauan
(range) suhu aktual ruangan pada ruang normal ialah 20 – 23 0C dengan rata – rata
suhu 22.5 ± 0.6 0C (P < 0.001). Batas dasar karakteristik klinis dari kedua grup ini
mirip dan dapat dilihat pada tabel 1.
Rata – rata suhu rektal awal pada saat bayi dimasukkan ke NICU pada bayi
prematur dengan masa gestasi ≤ 32 minggu yang dilahirkan pada ruang bersalin
hangat secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan bayi lainnya yang
dilahirkan pada ruang bersalin normal (tabel 2). Peningkatan suhu ruang bersalin dari
rata – rata suhu normal sekitar 22.5 0C menjadi 25.1 0C memiliki keterkaitan dengan
peningkatan rata – rata suhu rektal awal sebesar 0.5 0C dan penurunan insidens
hipotermia dari 68.8% menjadi 34.9% (hipotermia ditentukan berdasarkan suhu rektal
yang kurang dari 36 0C). Tidak terdapat perbedaan diantara kedua kelompok ini
(kelompok hangat dan kelompok kontrol) dalam jumlah insidens hipotermia berat
(hipotermia berat ditentukan berdasarkan suhu rektal yang kurang dari 35 0C),
kelebihan basa ataupun insidens hipoglikemia (hipoglikemia ditentukan berdasarkan
kadar glukosa serum yang kurang dari 40 mg/dl) pada saat awal dimasukkan ke
NICU.
Untuk menentukan secara lebih lanjut apakah suhu ruang bersalin merupakan
sebuah keadaan yang bisa memprediksi secara signifikan suhu awal bayi saat
dimasukkan ke NICU, maka kami melakukan sebuah analisis regresi linear multiple.
Urutan pertama regresi pada suhu awal seperti sebuah fungsi suhu ruang bersalin dan
faktor potensial lainnya yang tercantum pada tabel 3. Hasil – hasil ini menunjukkan
bahwa penggunaan suhu ruang bersalin, berat lahir dan APGAR skor dapat sebagai
faktor – faktor dalam sebuah model prediksi suhu rektal saat bayi masuk NICU.
Seperti yang tampak dalam tabel 3, suhu ruang bersalin, berat lahir dan 5 menit
APGAR skor, masing – masing berkontribusi terhadap suhu awal bayi – bayi
prematur saat dimasukkan ke NICU. Meskipun tidak terdapat sebuah perbedaan
signifikan dalam kelebihan basa diantara bayi – bayi yang lahir di ruang bersalin
hangat dengan bayi – bayi yang lahir di ruang bersalin normal, namun kelebihan basa
memiliki hubungan yang signifikan dengan suhu awal. Kelebihan basa tidak
digunakan dalam model penelitian ini karena keadaan ini cenderung adalah efek dari
bayi yang kedinginan dan bukan sebagai penyebab hipotermia. 1 menit APGAR skor
tidak digunakan dalam penelitian ini, karena hal 1 menit APGAR skor tidak memiliki
sebuah efek signifikan dibandingkan dengan 5 menit APGAR skor. Koefisien ruang
bersalin sebesar 0.23 dalam model multi variabel mengindikasikan sebuah
peningkatan sebesar 0.23 0C pada suhu awal saat dimasukkan ke NICU untuk
peningkatan satu derajat dari suhu ruang bersalin.
DISKUSI
Hipotermia pada kondisi awal saat bayi dimasukkan kedalam bagian neonatal
merupakan sebuah masalah lintas iklim yang dihadapi oleh seluruh dunia, secara
khusunya untuk bayi – bayi kecil dan bayi – bayi yang lahir prematur. Meminimalisir
kehilangan panas pada bayi – bayi prematur selama dilakukan proses stabilisasi dan
resusitasi awal dalam ruang bersalin merupakan hal yang penting untuk meningkatkan
hasil dari bayi – bayi ini. Dalam penelitian saat ini, kami menunjukkan bahwa
peningkatan suhu ruang bersalin (yang dilakukan dengan tujuan untuk mengantisipasi
persalinan prematur) dapat meningkatkan secara signifikan suhu awal pada bayi –
bayi prematur. Sebuah peningkatan pada suhu ruang bersalin yang mencapai rata –
rata 25.1 0C dari sebuah ruang bersalin kontrol yang memiliki suhu rata – rata sebesar
22.5 0C ternyata memiliki hubungan dengan nilai rata – rata suhu rektal awal bayi di
NICU yang berkisar lebih tinggi 0.5 0C dan penurunan insidens hipotermia pada bayi
- bayi prematur dengan masa gestasi ≤ 32 minggu, dimana insidens hipotermia ini
turun dari 68.8% menjadi 34.9%. penelitian kami menyediakan bukti yang kuat
bahwa suhu lingkungan di ruang bersalin memiliki sebuah dampak langsung terhadap
hilangnya panas pada bayi – bayi prematur dan kami menyimpulkan bahwa
pengaturan model ruang bersalin dengan suhu ruangan yang lebih tinggi akan
menurunkan insidens hipotermia pada neonatal. Penelitian klinis prospektif acak
terkontrol ini menyediakan bukti langsung untuk mendukung rekomendasi NRP dan
WHO untuk peningkatan suhu ruang bersalin sebagai sebuah antisipasi bagi
persalinan prematur.
Upaya – upaya besar telah dilakukan untuk mencegah hipotermia pada bayi –
bayi prematur. Sebagai tambahan terhadap perawatan termal rutin, teknik – teknik
menggunakan batasan untuk mencegah kehilangan panas seperti menyelimuti bayi
dengan pembungkus plastik telah terbukti efektif untuk bayi – bayi prematur dalam
ruang bersalin dengan masa gestasi < 28 minggu. Teknik ini direkomendasikan oleh
NRP dan oleh Komite Resusitasi Internasional (International Committee on
Resucitation) bagi proses persalinan bayi – bayi prematur dengan masa gestasi < 28
minggu. Meskipun hanya terdapat sekitar 10% persalinan prematur dengan masa
gestasi < 28 minggu dari persalinan prematur yang kami catat di dalam penelitian ini
atau berat lahir < 1000 gram, kami tidak menggunakan pembungkus plastik pada bayi
– bayi yang kami daftar selama masa penelitian. Jelas bahwa 34.9% insidens
hipotermia dalam kelompok hangat kamitetap tidak bisa diterima pada kebanyakan
unit neonatal di negara – negara berkembang.
Berbagai faktor berperan dalam perkembangan hipotermia pada bayi – bayi
prematur yang dimasukkan ke dalam NICU. Konsisten dengan literatur yang ada,
hasil dari analisis regresi linear multiple kami mengindikasikan bahwa sebagai
tambahan terhadap suhu ruang bersalin, berat lahir yang rendah dan APGAR skor
menit ke 5 yang rendah merupakan variabel – variabel mandiri yang berhubungan
dengan hipotermia pada awal bayi – bayi prematur dimasukkan ke NICU. Telah
ditetapkan bahwa kontrol suhu merupakan sesuatu yang vital bagi perjuangan masa
neonatal dan perpanjangan penurunan suhu awal pada saat bayi – bayi prematur
dimasukkan ke NICU akan berkaitan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas.
Dengan menggunakan analisis multivariable, Laptook dkk menunjukkan bahwa untuk
setiap penurunan 1 0C pada suhu awal saat masuk NICU, maka kemungkinan sepsis
dengan onset lambat meningkat sebesar 11% dan kemungkinan untuk meninggal
meningkat sampai 28% pada bayi – bayi dengan berat lahir sangat rendah. Suhu awal
merupakan salah satu dari lima point (usia gestasi, berat lahir, jenis kelamin, suhu
awal dan kelebihan basa) pada sistem skoring CRIB II. Skor CRIB II (Skor CRIB II
telah dikembangkan sebagai sebuah instrument yang valid dan beresiko sederhana
untuk menilai kualitas perawatan bagi setiap individu yang dirawat di NICU) lebih
baik daripada usia gestasi saja ataupun berat lahir saja dalam memprediksikan
kematian dan abnormalitas serebral mayor. Akan tetapi, meskipun suhu awal lebih
tinggi secara signifikan pada kelompok hangat, tidak terdapat perbedaan dalam hasil
sekunder yang diamati pada kelompok hangat dan kelompok kontrol (hasil kedua
yang diamati adalah defisit basa, kadar glukosa serum awal dan CRIB score II).
Terdapat banyak kemungkinan alasan untuk hal ini, termasuk fakta bahwa penelitian
ini tidak ditujukan untuk mengamati hasil sekunder ini dan kemungkinan bahwa
peningkatan marginal pada suhu awal terlalu kecil untuk bisa memiliki efek terhadap
parameter – parameter ini. Lebih lanjut, hasil klinis mayor seperti kematian,
perdarahan intraventrikular, sepsis neonatal onset lambat, chronic lung disease dan
lamanya masa perawatan, bukan merupakan bagian dari rancangan awal karena
perawatan bayi – bayi prematur di NICU pada daerah Cina tidak semaju seperti pada
negara – negara yang telah berkembang lainnya. Faktor – faktor non medis seperti
permasalahan sosio-ekonomi masih tetap memiliki peranan yang sangat penting
dalam menetukan pemilihan perawatan dan oleh karena itu banyak bayi – bayi dengan
berat lahir sangat rendah di negara – negara yang tengah berkembang.
Sebagai kesimpulan, peningkatan – peningkatan yang tengah berlangsung
dalam hasil dari bayi – bayi prematur akan tergantung pada sebuah peningkatan
pendekatan yang agresif terhadap semua aspek perawatan neonatal rutin, dimana
kontrol suhu merupakan hal yang penting. Percobaan klinis acak terkontrol saat ini
menunjukkan bahwa bayi – bayi prematur yang lahir pada ruang bersalin dengan suhu
ruangan yang diatur pada 24 – 26 0C memiliki kemungkinan hipotermi yang sedikit
pada saat bayi dimasukkan ke NICU dibandingkan dengan bayi – bayi yang lahir di
ruang bersalin dengan suhu ruangan yang diatur pada 20 – 23 0C. Hal ini mendukung
rekomendasi WHO untuk suhu ruang bersalin sebagai bagian dari sebuah strategi
perawatan termal untuk proses persalinan prematur. Hal ini tampaknya akan
menentukan jika perubahan ini dapat memberikan perbedaan yang nyata pada hasil
klinis untuk bayi – bayi prematur.