38
7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 1/38 Sintesis Senyawa Bis (1,2 – Difenilfosfino) Etana dalam Pelarut Dietileter Kering (Saur Lumban Raja) 58 SINTESIS SENYAWA BIS (1,2 – DIFENILFOSFINO) ETANA DALAM PELARUT DIETILETER KERING Saur Lumban Raja Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara Jln.Bioteknologi No.1 Kampus USU Medan Abstrak Senyawa bis (1,2- difenilfosfino) etana (DFFE) telah disintesis dari reaksi litiasi kloro difenilfosfina dengan 1,2- dibromo etana dalam pelarut dietileter kering pada suhu ( dry ice – acetone) yaitu -20 o C . Hasilnya direkristalisasi dengan etanol kering yang menghasilkan padatan putih. Titik leburnya 139 0 C. Hasil dikarakterisasi dengan spektrofotometer FT-IR dan 1H-NMR. Semua reaksi dilakukan dalam kondisi gas nitrogen.  Kata kunci : Litiasi , Pelarut Kering, Dry Ice –Acetone PENDAHULUAN Hampir semua reaksi-reaksi yang  penting dalam industri, terutama dalam  bidang petrokimia, dilakukan dengan  bantuan katalis di mana katalis tersebut  biasanya adalah logam-logam transisi ataupun senyawa- senyawanya. Indonesia memiliki sumber gas alam dan minyak bumi yang cukup besar, tetapi masih memiliki nilai ekonomis yang rendah, sehingga perlu dikonversi untuk meningkatkan nilai ekonomisnya, di mana dalam prosesnya diperlukan suatu katalis untuk meningkatkan suatu produk lain yang bernilai guna. Seperti etilena, yang dapatdiubah menjadi α-olefin linier yang lebih tinggi melalui Shell Higher Olefin  Process (SHOP)  yang berguna dalam  pembuatan detergen , minyak pelumas, dan  berbagai produk lainnya (Peuckert, M. dan Keim, W., 1983). Dalam beberapa dekade belakangan ini, banyak penelitian telah dilakukan untuk memanfaatkan logam transisi golongan VIII sebagai katalis dalam proses transformasi senyawa kimia di industri dan  biasanya katalis yang paling aktif adalah deret pertama dan kedua. Selain itu pemakaian senyawa fosfina,  baik sebagai zat pereaksi maupun sebagai katalis dalam berbagai reaksi kimia organik serta sebagai ligan pada kompleks- kompleks anorganik telah lama dipelajari (Wada, M. dan Higashizaki, S., 1984. Senyawa fosfina, PR 3 , banyak digunakan sebagai katalis dalam berbagai reaksi kimia, karena gugus R pada senyawa tersebut sangat mempengaruhi produk reaksi, baik dari segi hasil maupun keselektifan reaksinya, sehingga dengan memvariasikan gugus R akan dapat membentuk senyawa fosfina yang berbeda-  beda (Sembiring, S.B., 1994). Kompleks logam transisi dengan fosfina tersier dapat mengkatalisis berbagai reaksi kima, seperti kompleks [PdCl 2  DFFM] yang telah lama dipakai sebagai katalis untuk oksidasi stirena yaitu  pembentukan senyawa olefin (Bull, 1995). Ligan bis (1,2-difenilfosfino) etana telah berhasil disintesis dengan melitiasi klorodifenilfosfina, PPh 2 Cl, dalam THF kering dengan 1,2 –dibromoetana di mana dibromoetana ini dihasilkan dari reaksi antara etilena glikol, fosfor merah, dan  bromin (Hutapea, E., 2001).

jurnal kimia-sains.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 1/38

Sintesis Senyawa Bis (1,2 – Difenilfosfino) Etana dalam Pelarut Dietileter Kering(Saur Lumban Raja)

58

SINTESIS SENYAWA BIS (1,2 – DIFENILFOSFINO) ETANA

DALAM PELARUT DIETILETER KERING

Saur Lumban RajaDepartemen Kimia FMIPAUniversitas Sumatera Utara

Jln.Bioteknologi No.1 Kampus USU Medan

Abstrak

Senyawa bis (1,2- difenilfosfino) etana (DFFE) telah disintesis dari reaksi litiasi kloro difenilfosfina dengan 1,2-dibromo etana dalam pelarut dietileter kering pada suhu (dry ice – acetone) yaitu -20oC . Hasilnya direkristalisasidengan etanol kering yang menghasilkan padatan putih. Titik leburnya 1390C. Hasil dikarakterisasi denganspektrofotometer FT-IR dan 1H-NMR. Semua reaksi dilakukan dalam kondisi gas nitrogen.

 Kata kunci : Litiasi , Pelarut Kering, Dry Ice –Acetone

PENDAHULUAN 

Hampir semua reaksi-reaksi yang penting dalam industri, terutama dalam bidang petrokimia, dilakukan dengan bantuan katalis di mana katalis tersebut biasanya adalah logam-logam transisi

ataupun senyawa- senyawanya.Indonesia memiliki sumber gas alamdan minyak bumi yang cukup besar, tetapimasih memiliki nilai ekonomis yangrendah, sehingga perlu dikonversi untukmeningkatkan nilai ekonomisnya, di manadalam prosesnya diperlukan suatu katalisuntuk meningkatkan suatu produk lainyang bernilai guna. Seperti etilena, yangdapatdiubah menjadi α-olefin linier yanglebih tinggi melalui Shell Higher Olefin

 Process (SHOP)  yang berguna dalam pembuatan detergen , minyak pelumas, dan berbagai produk lainnya (Peuckert, M. danKeim, W., 1983).

Dalam beberapa dekade belakanganini, banyak penelitian telah dilakukanuntuk memanfaatkan logam transisigolongan VIII sebagai katalis dalam prosestransformasi senyawa kimia di industri dan

 biasanya katalis yang paling aktif adalah

deret pertama dan kedua.

Selain itu pemakaian senyawa fosfina, baik sebagai zat pereaksi maupun sebagaikatalis dalam berbagai reaksi kimiaorganik serta sebagai ligan pada kompleks-kompleks anorganik telah lama dipelajari(Wada, M. dan Higashizaki, S., 1984.Senyawa fosfina, PR 3, banyak digunakan

sebagai katalis dalam berbagai reaksikimia, karena gugus R pada senyawatersebut sangat mempengaruhi produkreaksi, baik dari segi hasil maupunkeselektifan reaksinya, sehingga denganmemvariasikan gugus R akan dapatmembentuk senyawa fosfina yang berbeda-

 beda (Sembiring, S.B., 1994).Kompleks logam transisi dengan

fosfina tersier dapat mengkatalisis berbagaireaksi kima, seperti kompleks [PdCl2 DFFM] yang telah lama dipakai sebagaikatalis untuk oksidasi stirena yaitu

 pembentukan senyawa olefin (Bull, 1995).Ligan bis (1,2-difenilfosfino) etana

telah berhasil disintesis dengan melitiasiklorodifenilfosfina, PPh2Cl, dalam THFkering dengan 1,2 –dibromoetana di manadibromoetana ini dihasilkan dari reaksiantara etilena glikol, fosfor merah, dan

 bromin (Hutapea, E., 2001).

Page 2: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 2/38

Page 3: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 3/38

Sintesis Senyawa Bis (1,2 – Difenilfosfino) Etana dalam Pelarut Dietileter Kering(Saur Lumban Raja)

60

 Gambar 1 Spektrum FT-IR dari Bis (1,2-Difenilfosfino) Etana

Gambar 2 Spektrum 1H-NMR- dari Bis (1,2-Difenilfosfino) Etana

Dari spektrum inframerah (Gambar 1)terlihat adanya pita-pita serapan pada

 bilangan gelombang 3078,2 cm-1; 3057,0 cm-1;1637,5 cm-1; 1593,1 cm-1; 1465,8 cm-1;1485,1 cm-1, dan 694 cm-1  didukung olehspektrum 1H-NMR (Gambar 2) adanya

 pergeseran kimia pada δ  0,9 ppm; δ  1,4 ppm; δ 2,6 ppm; δ 4,0 ppm; δ 4,6 ppm; δ 6,0 ppm; δ7,3 ppm, dan δ 7,9 ppm.

Pita serapan infra merah pada bilangan

gelombang 3078,2 cm-1

  dan 30,57 cm-1

 merupakan serapan khas vibrasi streching  simetris dan asimetris gugus C-H aromatikdan ini didukung pita serapan pada

 bilangan gelombang 694,3 cm-1 (Silverstein,1986). Pita serapan pada bilangangelombang 1637,5 cm-1  dan 1593,1 cm-1 merupakan serapan khas dari vibrasi

 streching   gugus C=C aromatik (Pavia,1979 dan Silverstein, 1986). Pita serapan

 pada bilangan gelombang 1465,8 cm-1

1485,1 cm-1  menunjukkan adanya serapan

inframerah P-C aromatik (Silverstein,1986).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapatdisimpulkan bahwa serapan yang dihasilkan

 jelas mengandung gugus-gugus C-Haromatik, P-CH2 dan P-C aromatik. Semuagugus-gugus tersebut ternyata sesuaidengan gugus-gugus yang terdapat dalam

 bis (1,2-difenilfosfino) etana.Kemudian dari data spektrum 1H-NMR

diketahui bahwa pergeseran kimia padadaerah δ 7,9 ppm; δ 7,3 ppm, dan δ6,0 ppmmenunjukkan proton-proton dari fenil. Halini didukung dengan puncak-puncak yangmenunjukkan puncak yang multiplet(Kemp, W., 1987). Pergeseran kimia padadaerah δ  7,9 ppm disebabkan oleh protonaromatik tersubstitusi H3,4,5. Sedangkan

 pergeseran kimia pada daerah δ  7,3 ppmdan δ  6,0 ppm disebabkan oleh protonaromatik H2,4  (Silverstein, 1986). Namun,

 puncak spektrum dari proton CH2 tersebut

Page 4: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 4/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 58–61

61

seharusnya memberikan puncak doublet,  pada data ini hanya terlihat puncakspektrum singlet  yang relatif lebar. Hal inikemungkinan disebabkan tumpang

tindihnya puncak spektrum dari proton- proton sejenis dan resolusi produk yangkurang sempurna. Kemudian pergeserankimia pada δ 0,9 ppm menunjukkan protondari CH3  (Pavia, 1979). Pergeseran kimia

 pada daerah δ  2,6 ppm dan δ  4,6 ppmmenunjukkan proton dari CH2-OH yang

 berasal dari pelarut alkohol dan dietileteryang digunakan.

Dari keseluruhan uraian di atas, makadapat disimpulkan bahwa bis (1,2-

difenilfosfino) etana telah terbentuk,walaupun hasil yang diperoleh belum

 begitu murni. Hal ini kemungkinandisebabkan oleh pengeringan produk akhiryang kurang sempurna.

KESIMPULAN

Senyawa bis (1,2-difenilfosfino) etanadapat disintesis melalui reaksi litiasiklorodifenilfosfina, PPh2Cl , diikuti dengan

 penambahan 1,2-dibromoetana, (CH2)Br 2 dalam pelarut dietileter kering pada suhu(dry ice-acetone) sekitar -20oC.

DAFTAR PUSTAKA

Bull and Korem (1995). “Catalytic Activities of Pd(II), Pd (i) and Pd (0) diphophine Complexes for Styrene Oxidation”; J.Chem. Soc, 76,201.

Clark, P. W., (1979) “Preparation of Tertiary

 Phosphine Using a Comnenient form Lithium Diphenylphosphine”; Organic Prep. AndPocedures, Inc., 11. 105.

Hutapea, E. B., (2001), “Sintesis Senyawa Bis (1,2- Difenilfosfino) etana”  Skripsi S-1, FMIPA-USU.

Kemp, W., (1987), “Organic Spectroscopy”  secondEdition, Mac Millan Publisher Ltd, London.

Lumban Raja, S., (1998) Sintesis Kompleks Paladium (II) dengan Ligan bis (2,5- Dimetoksifenil) Fenilfosfina”, Tesis PascaSarjana, PPS-USU.

Pavia, D. L., Lampman, G. M. and Kriz, G. S.,“Introduction to Spectroscopy: A Guide for

Students of Organic Chemistry”  SandersCollege, Philadelpia.

Pekert, M. and Keim, W., (1983),

“Orgonometallic”, Mc Graw HillPublishers, Co., New York.

Sembiring, S. B., (1994), “Sintesis Kompleks

 Dimetoksi Toluil Difenil Fosfina dengan Paladium (II) dan Platinium (II)”, LembagaPenelitian USU, Volume 4, Medan, 30.

Silverstein, R. M. Basser, G. C. and Masrill, T. C.,(1991),  “Spectrometric Identification ofOrganic Compound”, Fifth Edition, JhonWiley & Sons, Inc, New York.

Wada, M. and Higashizaki, S., (1994), “ A Highly Basic Triphenyl Phosphine, [2,4,6 –

(MeO)3C 6  H 2 ]3 P”;  J.Chem, Soc. Chem,

Com., 182, 482.

Page 5: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 5/38

Studi Pembuatan Briket Arang dari Cangkang Kemiri dengan Variasi Ukuran Partikel(Junifa Layla Sihombing)

62

STUDI PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI CANGKANG

KEMIRI DENGAN VARIASI UKURAN PARTIKEL

ARANG DAN KONSENTRASI PEREKAT

Junifa Layla Sihombing

Jurusan Kimia FMIPAUniversitas Negeri Medan

Jl. Willem Iskandar, Pasar V, Medan Estate, Medan – 20221

Abstrak

Briket arang dari cangkang Kemiri dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Briket arang dibuat melalui beberapa tahapan yaitu: pengarangan, penggilingan, pengayakan, pencampuran dengan perekat, pencetakan dan pengeringan. Pada pembuatan briket arang dari cangkang kemiri digunakan perekat kanji dengan variasi

konsentrasi 10%, 20%, dan 30% dengan ukuran partikel arang: 20, 40, dan 60 mesh. Karakteristik mutu briketarang yang diamati meliputi nilai kalor dan juga kuat tekan.

 Kata kunci : Briket Arang, Bahan Bakar, Cangkang Kemiri

PENDAHULUAN

Di Indonesia, tempurung kemiri(Aleurites moluccana Wild ), merupakanhasil samping pengolahan biji kemiri.Limbah pangan ini belum dimanfaatkan

secara optimal. Melihat kesamaanyaterhadap tempurung kelapa, tempurungkemiri diperkirakan dapat dipergunakansebagai bahan baku pembuatan arang danarang aktif. Dalam hal ini sifat kimianyamenyerupai tempurung kelapa, teksturnyakeras dan diduga memiliki kandungan

 bahan kayu seperti lignin, selulosa danhemiselulosa yang tinggi. Tempurungkemiri dapat terbakar pada udara terbukasebagaimana tempurung kelapa.(Reksowardjo, 1999)

Adanya limbah menimbulkan masalah penanganannya yang selama ini dibiarkanmemburuk, ditumpuk dan dibakar yangdampaknya berakibat buruk terhadaplingkungan hidup sehingga penanggulangannya

 perlu dipikirkan. Salah satu jalan yangdapat ditempuh adalah memanfaatkannyamenjadi produk yang bernilai tambahdengan teknologi aplikatif dan kerakyatan

sehingga hasilnya mudah disosialisasikankepada rakyat (Pari, G., 2003).

Arang briket merupakan arang yang berbentuk padat yang terbuat dari arangatau serbuk arang yang direkatkankemudian dimampatkan sambil dipanaskan

 baru selanjutnya diarangkan. Arang yang berbentuk pasat, sifat fisiknya meningkatmisalnya kerapatan, oleh konsumen yangmenginginkan arang dengan kualitas yangtinggi dan sesuai dengan standar ekspor.

Prospek pengembangan industri arang briket di Indonesia sebenarnya cukup baikkarena bahan baku banyak tersedia, baik

 berupa limbah serbuk kayu dari industri penggergajian dan kayu lapis sertaketersediaan kayu dari limbah hasil

 pertanian terutama kelapa dan kelapasawit. (Badan Penelitian dan PengembanganKehutanan, 1994).

BAHAN DAN METODE

Alat

Alat yang digunakan gelas beaker ,cawan, batang pengaduk, lumpang dan alu,ayakan 20, 40, dan 60 mesh, hot plate,

neraca analitis, oven, tungku pembakaran,

Page 6: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 6/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 62–66

63

mesin penekan, alat uji nilai kalor type:tecquipment  MS-61-015, dan alat untuk ujikuat tekan type: MFG SC-2DE.

BahanBahan-bahan yang digunakan adalah

cangkang kemiri, kanji, dan air.

Metode

Pembuatan Arang

1.  Cangkang kemiri yang sudah dikeringkan,dibakar ditungku pembakaran selama8 jam.

2.  Arang cangkang kemiri kemudian

digiling dan diayak dengan ukuran paritikel 20, 40, dan 60 mesh.

Pembuatan Perekat Kanji

1.  Pembuatan perekat kanji dengankonsentrasi (10%, 20% dan 30%)didasarkan pada jumlah keseluruhandari berat campuran yang akan dicetakyaitu 80 g.

2.  Untuk konsentrasi kanji 10% yaitu10% dari 80 g sama dengan 8 gsementara berat arang yang dipergunakanadalah 80 g dikurang dengan 8 g jadisekitar 72 g.

3.  Kemudian kanji tersebut dilarutkandalam air secukupnya lalu dipanaskansambil diaduk sampai terbentuk gel.

4.  Dilakukan hal yang sama untukmembuat perekat dengan konsentrasi20% dan 30%.

Pembuatan Briket Arang1.  Arang cangkang kemiri yang sudahdigiling dengan ukuran partikel 20, 40,60 mesh ditimbang .

2.  Kemudian arang dicampur dengan perekat kanji dengan konsentrasi 10%kemudian diaduk sampai homogen.

3.  Campuran tersebut dimasukkan kedalam alat cetak dan dipampatkan(ditekan) dengan mesin penekandengan kekuatan 100 kg.

4.  Briket arang yang diperolehdikeringkan di bawah sinar matahari.

5.  Dilakukan hal yang sama untuk pembuatan briket arang dengan

konsentrasi perekat 20% dan 30%.

Pengukuran Nilai Kalor

1.  Ditimbang contoh uji briket arangsebanyak 0,15 g dan dimasukkan kedalam cawan silika.

2.  kemudian disiapkan kawat untuk penyala dengan menggulungnya, keduaujungnya dihubungkan dengan batang-

 batang yang terdapat pada bom dan bagian kawat spiral disentuhkan pada

 bagian briket arang yang akan diuji.3.  Kemudian bom ditutup rapat, bom diisi

dengan oksigen perlahan-lahan sampaitekanan 30 atmosfer.

4.  Kemudian bom dimasukkan ke dalamkalorimeter yang telah diisi airsebanyak 1350 ml.

5.  Kemudian ditutup kalorimeter dengan penutupnya.

6.  Dihidupkan pengaduk air pendinginselama 5 menit sebelum penyaladilakukan, lalu dicatat temperatur air

 pendingin.7.  Kemudian kawat dinyalakan dengan

menekan tombol yang paling kanan.8.  Air pendingin terus diaduk selama 5

menit setelah penyalaan berlangsung,kemudian dicatat temperatur akhir

 pendingin.9.  Dari hasil pengukuran perubahan

temperatur air pendingin, maka nilai

kalor dapat dihitung dengan rumussebagai berikut:

 Nilai Kalor (kal/g) = (T2 – T1 – 0,05) xCv x 0,239 kal

Keterangan:T2 = Temperatur air pendingin setelah

 penyalaan (oC)T1 = Temperatur air pendingin sebelum

 penyalaan (o

C)

Page 7: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 7/38

Studi Pembuatan Briket Arang dari Cangkang Kemiri dengan Variasi Ukuran Partikel(Junifa Layla Sihombing)

64

Cv = Panas jenis bom Kalorimeter(73529,6 J / g oC)

Kenaikan temperatur akibat kawat penyala:0,05 oC

Pengujian Kuat Tekan (SNI 03 – 0580 –

1989)

1.  Disiapkan benda uji dengan ukuran 5cm x 2 cm x 2 cm (panjang x lebar xtinggi).

2.  Kemudian diletakkan pada penyanggadengan jarak tumpu 5 cm dan diberi

 beban 100 kg dengan kecepatan 10mm/menit.

3.  Dicatat data yang tertera pada layarmonitor ( Display).

4.  Dari nilai beban patah yang diperoleh,maka kuat tekan ditentukan denganrumus sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

HasilData hasil pengaruh dan kondisi optimum ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Pengaruh Ukuran Partikel Arang dan Persen Perekat terhadap Nilai Kalor dan Kuat Tekan BriketArang dari Cangkang Kemiri

Persen Perekat %

10 20 30UkuranPartikel(mesh)  Nilai

Kalor

(kal/g)

KuatTekan

(kg/cm2

)

 NilaiKalor

(kal/g)

KuatTekan

(kg/cm2

)

 NilaiKalor

(kal/g)

KuatTekan

(kg/cm2

)

20790879088059

43,1518,0328,75

790879087205

46,,0746,0845,80

685466776677

53,4648,7943,05

Jumlah 23 875 89,33 23.021 137,95 20,208 145,30

Rataan 7958,33 29,98 7673,67 45,98 6736 48,43

40 807580758259

31,9131,3237,68

650265026853

69,4058,7560,10

720572057205

53,8542,7945,96

Jumlah 22309 100,91 19857 188,25 20615 142,6Rataan 7436,33 33,64 6618 62,75 7205 47,53

60 650266776677

25,4360,8930,09

579957996150

60,0223,3949,12

615065565259

54,7229,8565,17

Jumlah 19856 116,41 17748 132,53 17965 149.74

Rataan 6618,67 38,80 5916 44,18 5988,30 49,91

Kuat tekan =bd 

 PL

2

32  (kg/cm2)

Page 8: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 8/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 62–66

65

Tabel 2. Kondisi Optimum Briket Arang dari Cangkang Kemiri

Uji Nilai Ukuran Partikel Variasi Perekat

 Nilai Kalor7958,33 kal / g 20 mesh 10 %

Kuat Tekan62,75 kal/ g 40 mesh 20 %

Pembahasan

Dari data pada Tabel 1, maka diperolehhasil analisis sifat fisika dan kimia briketarang dari cangkang kemiri dengan ukuran

 partikel tertentu (20, 40, dan 60 mesh)dengan bahan perekat kanji yang

konsentrasinya ditentukan (10, 20, dan30%). Nilai kalor briket arang semakin

meningkat dengan berkurangnya konsentrasi perekat dan nilai kalor tertinggi terdapat pada briket arang dengan konsentrasi 10%dengan ukuran partikel 20 mesh. Hal inidapat dilihat pada Tabel 2.

Tingginya nilai kalor berhubungandengan persen perekat partikel. Semakinrendah persen perekat akan menyebabkan

naiknya nilai kalor hal ini disebabkankadar abu yang terkandung dalam perekatkanji mempengaruhi nilai kalor briketarang. Semakin rendah konsentrasi

 perekat, maka semakin rendah pula kadarabu yang terkandung dalam perekattersebut. Selain itu dengan adanyatambahan zat yang mudah menguap dari

 perekat kanji akan mempengaruhitinnginya nilai kalor. Semakin besarkonsentrasi perekat yang digunakan, makazat mudah menguap cenderung semakin

 besar sehingga nilai kalor briket arangakan berkurang.

Ukuran partikel juga mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap nilaikalor briket arang, di mana semakin besarukuran partikel (20 mesh) maka nilai kalor

 briket arang juga semakin tinggi,sebaliknya ukuran partikel yang terlaluhalus (60 mesh) menyebabkan nilai kalor

semakin rendah. Hal ini disebabkan karena

ukuran partikel arang yang terlalu halusmenyebabkan pori-pori briket arangsemakin kecil sehingga air yang terdapat didalamnya sukar menguap selama proses

 pengeringan. Menurut Tala, Lusi F. (2003) bahwa kerapatan briket arang sangat

 berpengaruh pada kadar air, semakin tinggikerapatan makin tinggi pula kadar airnya.Menurut Balitbang Kehutanan (1994)

nilai kalor briket arang menurut standarJepang yaitu sebesar 6000 – 7000 kal/g,untuk standar USA yaitu sebesar 6230 kal/gdan standar Inggris yaitu sebesar 7289 kal/gsedangkan menurut SNI briket batubaraterkarbonisasi (SNI-13-4931-1998) yaitusebesar 5500 kal/g.

Kuat tekan briket arang terbesar

terdapat pada briket arang dengankonsentrasi perekat 20% dengan ukuran

 partikel 40 mesh.Proses pencampuran arang dengan

 perekat berpengaruh terhadap kuat tekan briket arang yang dihasilkan. Semakinmerata pencampuran semain tinggi pulakaut tekannya. Kuat tekan briket arangyang dihasilkan juga tergantung pada saat

 pemampatan. Di mana pada saat

 pemampatan perekat telah bercampursecara merata dengan arang yang akanlebih mudah menyebar ke seluruh pori-poridan permukaan briket arang sehingga akanmembantu ikatan-ikatan antara partikel danakan menghasilkan briket arang yang lebih

 padat dan tidak mudah pecah. MenurutTala, Lusi F. (2003) pemampatan pada

 briket arang berfungsi untuk membantumemudahkan penyebaran perekat keseluruh pori-pori arang, peningkatantekanan pemampatan pada batas-batas

Page 9: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 9/38

Studi Pembuatan Briket Arang dari Cangkang Kemiri dengan Variasi Ukuran Partikel(Junifa Layla Sihombing)

66

tertentu cenderung meningkatkan keteguhantekan pada briket arang yang dihasilkan.

Penetapan kuat tekan briket arangsangat penting untuk mengetahui seberapa

 besar daya tahan briket arang yang berpengaruh pada saat pengemasan, pengangkutan dan pemasarannya. Briketarang yang mempunyai kuat tekan yangtinggi akan menandakan briket arangtersebut tidak mudah pecah.

Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian, maka kuat tekan briket arangdari cangkang kemiri sesuai denganstandar Inggris dan SNI tetapi masih di

 bawah standar Jepang dan USA.

KESIMPULAN

Dari hasil pembuatan briket arang daricangkang kemiri dapat diambil kesimpulansebagai berikut:1.  Semakin besar ukuran partikel, maka

semakin tinggi nilai kalor briket arang,tetapi tidak menghasilkan nilai kuattekan briket arang yang besar.

2.  Semakin besar persen perekat yangdigunakan, maka nilai kalor semakinmenurun tetapi menghasilkan nilai kuattekan yang besar.

3.   Nilai kalor dan kuat tekan dipengaruhioleh persen perekat kanji dan ukuran

 partikel.4.  Konsisi optimum dari briket arang

yang dihasilkan adalah pada ukuran partikel 20 mesh dengan persen perekat10%. Pada kondisi ini diperoleh briketarang dengan nilai kalor 7958,33 kal/gdengan kuat tekan 29,98kg/cm2.

SARAN

Berdasarkan apa yang telah dilakukandalam penelitian ini maka perlu disarankanuntuk mempertimbanghkan berbagai faktorlain yang mempengaruhi kuat tekan briketarang agar diperoleh briket arang dengan

kualitas yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,1994, ” Pedomam Pembautan Briket Arang”,Departemen Kehutanan No. 3.

Dellolis, G., 1982, ” Adhesion Theory and Review”,in Charles V. Cangle. Ed., Handbook ofAdhesive Bonding, Mc. Grow-Hill BookCompany, New York.

Gani, Ulum. A., 1995, ” Pengaruh Pembuatan Rang

Ganda terhadap Kualitas Briket Batubara”,Puslitbang Geoteknologi – LIPI,Yogyakarta.

Grover, P. D. dan Misra, 1996, ” Biomass Briquetting Technology and Practicers”,Food and Agriculture Organization ofUnited Natuions, Bangkok.

Pari, G, 2003, ”Teknologi Alternatif Pemampaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu”,Makalah Falsapah Sains, Jakarta.

Reksowardoyo, 1999, ” Menunju Perwujudan Industri Proses dengan Industri Bersih”, ProsidingSeminar Teknik Kimia, ITB, Bandung.

Rudi Harsono, A., Hartono, A. J. dan Hardjanto, D.,1996, ” Memahami Polimer dan Perekat”, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.

Sembiring, M. T. dan Tuti, S.S., 1998,” Arang Aktif Pengenalan dan Proses Pembuatannya”,karya tulis Jurusan Teknik Industri, FakultasTeknik USU, Medan.

Sunanto, H, 1993, ” Budidaya Kemiri”, Komoditas Exoport , Penerbit Kanisius, Yogyakarta.Surya I., dan Sembiring, M., 1990,” Pengaruh Jenis

dan Kadar Bahan Pengikat terhadap KuatTekan Arang Cetak,”  Laporan Penelitian,Fakultas Teknik USU, Medan.

Suganal dan Yuyun, B, 1992, ” Briket BatubaraOmbilien”, Pertambangan dan Energi, No. 2, Jakarta.

Tala, Lusi, F., 2003, ” Pengaruh Persen Perekat Kanji dan Ukuran Partikel terhadap Mutu

 Briket Arang dari Cangkang Kelapa Sawit”,Laporan Penelitian FMIPA, USU, Medan.

Tono, E, 1997, ” Pedoman Membuat PerekatSintesis”,  Cetakan Pertama, PenerbitRieneka Cipta, Jakarta.

Page 10: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 10/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 67–72

67

PENGARUH PENAMBAHAN KITIN PROTEIN SEBAGAI ZAT

ADITIF PADA MAKANAN TERNAK UNTUK MENINGKATKAN

PERTUMBUHAN AYAM BROILER

Hendri Faisal, Harry Agusnar

Departemen Kimia FMIPAUniversitas Sumatera Utara

Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Penelitian tentang pengaruh penambahan kitin protein sebagai zat aditif pada pakan ternak telah dilakukan. Kitin protein dibuat melalui proses demineralisasi dengan larutan HCl 2M. Penambahan kitin protein pada pakanternak dalam batas 0.5 – 1.5% (b/b) menunjukkan perubahan pada berat badan ayam broiler. Data yang diperoleh

dianalisis secara statistik dengan analisa variansi (ANAVA). Hasil penelitian menunjukkan persentase kenaikan pada penambahan kitin protein 1.0% (b/b) dan 1.5% (b/b) adalah sebesar 7.2% dan 29%. Pada penambahan kitin protein 0.5% (b/b) tidak terjadi kenaikan.

 Kata kunci : Kitin Protein, Zat Aditif, Pakan Ternak, Ayam Broiler

PENDAHULUAN

Prinsip daur ulang adalah pemanfaatanlimbah suatu industri menjadi bahan bakuoleh industri lain dan menghasilkan suatu

 produk baru. Timbulnya kesadaran dalammengelola sumber daya alam yang

 berkelanjutan menimbulkan minat untukmemanfaatkan bahan-bahan alam yangdapat diaplikasi secara komersial.Sebaiknya bahan-bahan alam ataupun

 proses daur ulang tersebut tidak bersifatracun, mampu terdegradasi secara alamisehingga merupakan produk yang ramahlingkungan. Bahan-bahan polimer alam

 banyak didapati pada fungi, insekta, kulitudang, kulit kepiting, kulit blangkas, dan

 berbagai jenis hewan berangka luar(Oguntimein, et al ., 2002).

Di Propinsi Sumatera Utara padaumumnya dan Kota Medan khususnya,limbah kulit udang belum dimanfaatkansecara maksimal, hanya sebahagian sajayang diolah menjadi berbagai produkseperti campuran terasi, kerupuk, dan

 pakan ternak (Yunizal, et al., 2001).

Proses ekstraksi kulit udang menjadikitin merupakan proses yang sangatsederhana (Alimuniar dan Zainuddin,1992). Kitin adalah ikatan 1,4 dari polimer

 N-asetil β –D-glukosamin, dan kitosan

adalah N-deasetilasi dari kitin. Keduanyaadalah polisakarida yang dihidrolisis dari Crustacea, serangga, moluska, jamur,diperkirakan mencapai ratusan juta ton pertahun di bumi (Hirano, et al., 1993).

Kitin protein diperoleh dengan pemberianasam klorida encer pada kulit udangselama satu hari dan kemudian dicucidengan air hingga bersih.

Menurut penelitian Mohammad AmbanYarmo et al.  (2000) telah menggunakankitin protein sebagai zat aditif padamakanan ternak untuk pertumbuhan ayamdengan konsentrasi penambahan kitin

 protein antara 0,25 – 0,75% di mana penelitiantersebut tidak memberikan perubahan yangsignifikan terhadap pertumbuhan berat

 badan ayam.Berdasarkan uraian di atas peneliti

ingin melihat pengaruh penambahan kitin protein pada pakan ternak ayam broiler

untuk meningkatkan pertumbuhannya.

Page 11: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 11/38

 Pengaruh Penambahan Kitin Protein sebagai Zat Aditif pada Makanan Ternak(Hendri Faisal, Harry Agusnar)

68

BAHAN DAN METODA

Bahan

Bahan yang digunakan dalam

 penelitian adalah HCl pekat, akuades, kulitudang, pakan ternak, Selenium, H2SO4 

 pekat, NaOH solid, H3BO3 solid, Indikatormetil merah, indikator metil biru, dan anakayam broiler berumur 1 hari.

Metode

Kitin protein diperoleh denganmenggunakan metode Hackman, 1954.Kandungan kalsium karbonat dibuang dengan

 penambahan HCl 2M ke dalam kulit udang.

Biarkan selama 24 jam dengan pengadukansekali-sekali. Kemudian dicuci beberapa kalidengan air bersih sampai pH netral dandikeringkan. Kitin protein dianalisis gugusfungsinya dengan spektroskopi FT-inframerah dan dianalisa kandungan proteinnyadengan metode Kjeldahl. Pencampuranmakanan ayam dan kitin protein dilakukandengan metode fisik dengan menggunakan

 blender yang kering yaitu denganmencampurkan 100 gram pakan ternakdengan kitin protein 0,5% (b/b), 1,0% (b/b),1,5% (b/b).

Pembuatan Kitin Protein (Hackman,

1954)

-  Sampel kulit udang dicuci laludikeringkan.

-  Direndam dalam larutan HCl 2 Mselama 24 jam dengan pengadukan

 berkali-kali.-  Dicuci dengan air bersih sampai pH

netral.-  Dikeringkan pada suhu kamar.-  Kitin protein yang dihasilkan dianalisa

gugus fungsinya dengan instrumentasispektrofotometri infra merah dandianalisa kadar proteinnya.

Analisa Kadar Protein

-  Ditimbang 0,1 g sampel dan dimasukkan

ke dalam labu Kjeldahl.

-  Setelah itu ditambahkan 0,3 g seleniumdan 2,5 mL H2SO4 pekat.

-  Sampel didekstruksi dalam tabungreaksi menggunakan Kjeldahl term

 pada suhu 400o

C sehingga larutan yangada di dalam tabung menjadi jernih.

-  Ditambahkan 50 mL akuades,dipindahkan sampel tersebut ke dalamtabung destilasi, ditambahkan 3 tetesindikator fenolftalein dan juga 5 mL

 NaOH 40%.-  Disediakan penampung hasil destilat

 berupa labu erlenmeyer yang berisi 5mL H3BO3  3% yang telah dicampurindikator tashiro dan ditambah 30 mL

akuades.-  Dipasang tabung destilasi pada alat

destilasi, kemudian diletakkan penampung destilat pada tempatnya.

-  Lalu dilakukan destilasi sampaidiperoleh destilat berwarna hijau muda.

-  Destilat dititrasi dengan HCl 0,01 Nsampai terbentuk warna merahlembayung.

-  Dicatat volume titran dan ditentukan % N. 

Penyediaan Pakan

- Untuk pakan bercampur 0,5% (b/b) kitin protein: Ditimbang pakan sebanyak100 g dan ditambahkan dengan 0,5 gkitin protein lalu dicampurkan sampaihomogen.

- Untuk pakan bercampur 1,0% (b/b) kitin protein: Ditimbang pakan sebanyak100 g dan ditambahkan dengan 1 g kitin

 protein lalu dicampurkan sampai homogen.- Untuk pakan bercampur 1,5% (b/b) kitin

 protein: Ditimbang pakan sebanyak100 g dan dicampurkan dengan 1,5 gkitin protein lalu dicampurkan sampaihomogen.

Penimbangan Berat Badan Ayam

-  Ayam broiler berumur 1 hari ditimbang berat awal.

-  Diberi pakan yang ditambah kitin

 protein 0,5% (b/b).

Page 12: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 12/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 67–72

69

-  Ditimbang beratnya 3 hari sekali selama30 hari.

-  Lakukan hal yang sama untuk ayamyang diberi pakan + kitin protein 1,0%

(b/b), pakan + kitin protein 1,5% (b/b),dan pakan 100% (blanko).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Data hasil pengukuran dan pengaruh penambahan zat aditif ditunjukkan padaTabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Kadar Protein (%)

 pada Kitin Protein, Pakan, dan PakanDitambah Kitin Protein

Kadar Protein (%)Sampel

I II III

Rata-rata(%)

ABCDE

53,5020,5520,6520,8521,24

52,5020,4520,6520,8521,10

53,0020,5720,7520,8620,99

53,0020,5220,7020,8621,11

Keterangan:A = Kitin protein

B = Pakan ternakC = Pakan + kitin protein 0,5% (b/b)D = Pakan + kitin protein 1,0% (b/b)E = Pakan + kitin protein 1,5% (b/b)

Penyediaan Kitin Protein

Penyediaan kitin protein dalam penelitian ini berdasarkan metodeHackman (1954). Kulit udang yang bersihdan kering direndam dengan larutan HCl2M selama 24 jam. Perendaman dengan

HCl 2M bertujuan untuk menghilangkankandungan kalsium karbonat, kitin protein basah yang diperoleh segera dilakukan pencucian dengan air bersih sampai pHnetral dan dikeringkan pada suhu kamar.Sedangkan penambahan NaOH tidakdilakukan karena penambahan NaOH akanmenyebabkan terjadinya proses deproteinasiyang mengakibatkan hilangnya kandungan

 protein pada kitin tersebut.

Analisis Spektrum FT IR dari Kitin

Protein

Hasil analisis spektrofotometri inframerah kitin protein diperoleh puncak

sebagai berikut:Serapan yang berada di daerah

3406,60 cm - 1menunjukkan adanya gugushidroksil (-OH). Adanya puncak di daerah2924,35 cm-1 menunjukkan adanya ikatan

 –CH alifatis. Serapan yang terdapat didaerah 1643,50 cm-1  menunjukkan pitaserapan gugus C=O suatu amida (-NHCO).Adanya pita yang terdapat di daerah1383,09 cm-1 menunjukkan adanya ikatanmetil (-CH3) bending dan pita serapan di

daerah 1074,45 cm-1  menunjukkan adanyaikatan metilen (-CH2). Berdasarkan hasilspektrofotometri ini adanya gugus (-OH),(-CH2), (-CH3), dan (-C=O) menunjukkanadanya kitin dalam sampel kitin proteintersebut

Gambar 1. Spektrum FTIR Kitin Protein

Pengaruh Penambahan Kitin Protein

sebagai Zat Aditif pada Pakan Ternak

terhadap Pertumbuhan Berat Badan

Ayam Boiler

Pengujian pengaruh penambahan kitin protein sebagai zat aditif dalam makananternak untuk meningkatkan berat badan ayam

 broiler dilakukan dengan mencampurkan pakan (standar) dengan kitin protein dalam batas 0,5% - 1,5% (b/b).

Page 13: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 13/38

 Pengaruh Penambahan Kitin Protein sebagai Zat Aditif pada Makanan Ternak(Hendri Faisal, Harry Agusnar)

70

  Dari hasil penelitian yang dilakukanterjadi peningkatan pertumbuhan berat

 badan ayam boiler yang diberi makandengan pakan ditambahkan kitin protein

khususnya yang ditambahkan kitin protein1,0% dan 1,5% (b/b) jika dibandingkandengan yang diberi pakan tanpa penambahankitin protein. Berat badan ayam yangmengkonsumsi pakan tanpa penambahankitin protein adalah 736,67 g (sebagaistandar), sedangkan berat badan ayamyang mengkonsumsi pakan ditambahkankitin protein 1,0% dan 1,5% (b/b) adalah950 g (terjadi kenaikan sebesar 29%) dan

790 g (terjadi kenaikan sebesar 7,2%).Sedangkan pada ayam yang diberi pakanditambahkan kitin protein 0,5% (b/b) tidakterjadi peningkatan berat badan. MohammadA. Yarmo, et al. (2000) melaporkan dalam

 penelitiannya penambahan kitin proteindalam makanan ternak komersial pada

 batas 0,25 – 0,75% (b/b) sebagai zat aditif bahwa tidak menunjukkan perubahan yangsignifikan pada berat badan, jumlah telur,

angka kematian, dan konsumsi makanan.Kenaikan terbesar adalah pada pertumbuhan ayam yang diberi pakanditambahkan kitin protein 1,0% (b/b). Halini disebabkan karena persentase protein

 pada pakan tersebut telah terpenuhi dan juga kitin merupakan polimer rantai panjang dari N-asetil D-glukosamin yangdapat berfungsi sebagai pemacu

 pertumbuhan dan dapat meningkatkandaya cerna. Kitin juga dapat membantudalam mencerna pakan sehingga menjadinutrien yang mudah diserap oleh ayam.

Dari kurva pertumbuhan berat badanayam broiler yang diberi makanan dengan

 pakan tanpa ditambahkan kitin protein, pakan ditambahkan kitin protein 0,5%(b/b), pakan ditambahkan kitin protein1,0% (b/b), dan pakan ditambahkan kitin

 protein 1,5% (b/b) yang terdapat padaKurva 1 terlihat bahwa pada hari yang

sama dan jumlah konsumsi pakan yang

sama, pertumbuhan berat badan ayamyang diberi pakan dengan penambahankitin protein menunjukkan kenaikan berat

 badan yang signifikan dibandingkan

dengan pertumbuhan berat badan ayamyang mengkonsumsi pakan tanpa

 penambahan kitin protein, khususnya pada penambahan kitin protein 1,0% (b/b).

0

40

80

120

160

200

240

280

320

360

400

440

480

520

560

600

640

680

720760

800

840

880

920

960

1000

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30

Hari

   B

   e   r   a   t   b

   a   d   a   n     (

   g    )

0,5% K

1,5% K

1,0% K

Blanko

 Kurva.1. Pertumbuhan Berat Badan Ayam Broiler

dengan Variasi Pakan Ternak terhadapWaktu (Hari)

Hasil Analisis Variansi (ANAVA)

Dari daftar ANAVA dapat dilihat bahwa:Fhitung  sebesar 203,10 adalah lebih besardari Ftabel 0,05  sebesar 2,16 sehingga Hoditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkanadanya pengaruh penambahan kitin proteinsebagai zat aditif pada pakan ternak untukmeningkatkan pertumbuhan berat badanayam broiler.

Page 14: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 14/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 67–72

71

Tabel 2. Rancangan Acak Kelompok Pengaruh Penambahan Kitin Protein sebagai Zat Aditif pada Pakan Ternak

KelompokHari

Pakan100%

Pakan+kitin protein 0.5%

Pakan+kitin protein 1.0%

Pakan+kitin protein 1.5%

Jumlah(TP j)

Rerata(YP j)

1 41.67 40 41.67 43.33 166.67 41.674 63.33 65 71,67 68,33 268.33 67.087 105 125 150 98.33 478.33 119.5810 168.33 188.33 226.67 175 758.33 189.5813 233.33 268.33 333.33 258.33 1093.32 273.3316 323.33 368.33 423.33 348.33 1463.32 365.8319 413.33 466.67 526.67 470 1876.67 469.1722 486.67 536.67 616.67 560 2200.01 550.0125 573.33 640 766.67 646.67 2626.67 656.6728 666.33 673.33 900 710 2950 737.5030 736.67 730 950 790 3206.67 801.67Jumlah 3811.66 4101.66 5006.68 4168.32 17088.32 388.37

Tabel 3. Daftar Anava

SumberKeragaman

Derajat Bebas Jumlah Kuadrat KuadratTengah

F Hitung F Tabel 5%

Kelompok 3 71948,45 23982,82 16,31Perlakuan 10 2986021,01 298602,10 203,10** 2,16Galat 30 44105,77 1470,19 -Total 43

Ket : **) = nyata

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukandapat diperoleh kesimpulan bahwa berat

 badan ayam yang diberi pakan ternak tanpa penambahan kitin protein adalah 736,67 g,sedangkan berat badan ayam yang diberi

 pakan ternak ditambahkan kitin protein0,5% (b/b), 1,0% (b/b), dan 1,5% (b/b)adalah 730 g, 950 g, dan 790 g.Penambahan kitin protein sebagai zat aditif

 pada pakan ternak memberikan pengaruhterhadap pertumbuhan berat badan ayam

 broiler dengan kenaikan sebesar 29%.

DAFTAR PUSTAKA

Alimuniar, A. dan Zainuddin. 1992.  An EconimicalTechnique for Producing Kitosan Advances

 Integration Chitin and Chitosan. London:Elseiver.

Charles, J. B. 1973.  Introduction Chitin aComplishment and Pharmacaotical Products. New Jersey: Division.

Cho Kyun Rha. 1973. Chitosan as a Biomaterial

 Biotechnology Integrasi The MarineScience. Massachussets: MassachussetsInstitute of Technology.

Hackman, R. H. 1954.  Enzyme Degradation ofChitin and Chitosan. Ester J. BiologyScience.

Hirano, S., Inui, H. Kosaki, H. Uno, Y. dan Toda,T. 1993. ” Biotecnology and Bioactive

 Polymers”, Dalam Gebelin C. G. andCavraher, C. E. Jr. (eds.) hal. 43 – 54. NewYork: Plenum Press.

Muzzarelli, R. A. A. 1973. Chitin. Oxford: PergamonPress.

Milton L., Scott, Malden C. Nesheim and Robert J.Young. 1976.  Nutrition of the Chicken.Ithaca. New York:M.L. Scott & Associates.

Oguntimein, G., B. Aladejana.Vand Payne. G.2002.  Potential application of chitosan inwaste water treatment . AgriculturalBiotechnology. http://www.Aiche.org/confrences/

techprogram/paperdetail.asp.Diakses tanggal12-06-2006.

Page 15: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 15/38

 Pengaruh Penambahan Kitin Protein sebagai Zat Aditif pada Makanan Ternak(Hendri Faisal, Harry Agusnar)

72

Robert, G. A. F. 1992. Chitin Chemistry. London:The MacMillan Press.

Rudall, K M., and Kenchington. 1973. The ChitinSystem Biology.Review.

Yarmo, Mohammad Ambar et al . 2000. Study on

the Effect of Protein Chitin as a ChickenFeed Additive.Malaysia: UniversityKebangsaan Malaysia.

Yumizal, N. Indriati. Murdinah, T. Wikana. 2001. Pemanfaatan Kulit Udang sebagai Bahan Baku Makanan. J. Agritech.Vol 21:3.

Zikakis, J. P. 1984. Chitin Chitosan and Related Enzymes. New York: Academic Press.

Page 16: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 16/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 73–75

73

ISOLATION OF ANVERENE FROM THE ANTARCTIC PENINSULA

RED ALGAE (Plocamium cartilaginium) 

Albert PasaribuDepartemen Kimia

Universitas Sumatera UtaraJl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstract

An Anverene (1) was isolated from the chloroform extract of the Antarctic red algae Plocamium cartilagium.Structural studies of this compound were conducted using contemporary NMR and mass spectral techniques. Inthis paper, the contribution of compound 1 to pharmacological effect will be discussed.

 Keywords: Anverene, Plocamium cartilagium, NMR, Pharmacological

INTRODUCTION

Trainor described algae as “photosynthetic,nonvascular plants that contain chlorophylla  and have simple reproductive structures(Trainor, 1978).

Marine macroalgae, commonly referredto as seaweed. Seaweeds are the largest

forms of algae and live to solid substrata between below tide marks. They are primarily found in three major habitats:rocky intertidal zones, tropical reefs, andkelp forests. Together with phytoplankton,seaweeds are the primary producers inoceans.

Macroalgae are organized in threedivisions: Chlorophyta (green algae, 13%marine), Rhodophyta (red algae, 98%marine), and Phaeophyta (brown algae,99% marine) (Dawes, 1998). Within thesedivisions, there are approximately 10,000species of seaweed. Compounds frommacroalgae are characteristic of their

 biological origin: red algae (Rhodophyceae) produce largely polyhalogenated monoterpenes,sesquiterpenes, and acetogenins (Faulkner,2001). As with green and brown algae,metabolite diversity in red algae may

 provide protection against a wider range of

consumers than if a single metabolite were

 produced; perhaps as partial compensationfor the high metabolic cost involved, some

 plants appear not to be chemically defended.Recent work on the fimbrolides has led tothe unraveling of their antifouling rolewhich stems from their interference with

 bacterial signaling processes involvingacylated homoserine lactones (De Nys et

al ., 1995).Investigations of macroalgae from

 polar waters surrounding Antarctica havefocused largely on red algae but includeseveral studies of brown algae (Amsler et

al ., 2001).Macroalgae are the dominant biomass

in shallow waters along the western side ofthe Antarctic Peninsula, including at sitesnear Palmer Station (64o 46’ S, 64o 03’ W)

and therefore play a key role in local benthic ecology (Quartino et al ., 2001).Our interest in studying Antarctic

Peninsula area macroalgae was to ascertainthe role of chemical ecology in structuringthe near-shore Antarctic benthos. We haveconducted chemical investigations of redalgae that displayed bioactivity and reportherein the major chemical components and

 pharmacological activity.

Page 17: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 17/38

 Isolation of Anverene from The Antarctic Peninsula Red Algae (Plocamium cartilaginium)(Albert Pasaribu)

74

EXPERIMENTAL SECTION

General Experimental Procedures

A Rudolf Instruments Autopol IV

 polarimeter was used to acquire opticalrotations using a sodium lamp at 25 oC. AHewlet-Packard 8452A diode array UV-VIS spectrometer was used to measureultraviolet/visible spectra. Infrared spectrawere recorded as KBr pellets using a

 Nicolet Avatar 320 FT-IR. 1H and 13C NMR, HMQC, HMBC, and 1H-1H COSYspectra were obtained on either a VarianInova 500 instrument operating at 500MHz for 1H NMR and 125 MHz for 13C or

a Bruker Avance 250 instrument operatingat 250 MHz for 1H and 62.5 MHz for 13C,using residual protonated solvent as 1Hinternal standard or 13C absorption lines ofsolvent for 13C internal standard. 2D NMRtechniques were optimized as followed:HMQC,  J =  120 Hz HMBC,  J   = 7 Hz;COSY, J  = 7 Hz. Low and High resolutionEI and CI mass measurements were takenon a Micromass 70-VSE spectrometer.QTOF mass measurements were made on aMicromass Q-ToF Ultima Flashchromatography utilized EM Science silicagel 60, 230-400 mesh, and TLC wascarried out on Whatman Partisil K6F silicagel 60 Å plates with 0.25 mm thickness orKC18F silica gel 60 Å plates with 0.20 mmthickness. HPLC analyses were conductedwith either a Shimadzu SPD-10A UV-VISabsorbance detector and/or an AlltechELSD 2000 evaporative light-scattering

detector, or a Waters 6000 pump interfacedto a Waters 486 UV detector. Separationswere achieved with either a YMC-PackODS-AQ (10 mm x 25 cm) or a WatersDelta-Pak C18 (25 mm x 30 cm) forreversed-phase or Phenomenex Sphereclone(10 mm x 25 cm) for normal-phase.

Plant Material

Algal biomass was collected fromamong the islands in the vicinity of Palmer

Station, Antarctic (64o

 46’

S, 64o

 03’

 W) by

scuba diving during the year 2000 and2001, and kept frozen until workup.

Extraction and Isolation

 Plocamiun cartilagineum. Freshly thawedalga (1.3 kg wet weight) was extractedsequentially with CHCL3  and CH3-OH(three times each). The combined CHCl3

extracts were filtered and concentrated toyield 6.3 g of liphophilic extract, whichwas fractionated by silica gel flashchromatography to generate six fractionsof increasing polarity. The second fraction,eluting with 9:1 hexanes /EtOAc (610 mg),

was subjected to additional silica gel flashcolumn chromatography using hexaneswith traces of ethyl acetate. A terpene-enriched fraction (131.7 mg) was thensubjected to repeated reversed-phaseHPLC using 2:8 H2O/CH3CN to yieldanverene (36 mg, 0.0028%).

RESULTS AND DISCUSSION

Anverene (1): colorless crystals: [α]25D – 

12 (c 0.25, CHCl3); IR  νmax 2912, 2840 cm-

1; UV λ max 198 nm (log ε 4.74); 1H NMR(500 MHz, CDCl3) δ  (integration,  J   (Hz),assignment) 6.58 (1H, d, 13.5, H-1), 6.40(1H, d, 13.5, H-2), 4.39 (1H, dd, 10.7, 1.7,H-4), 4.33 (1H, dd, 10.7, 1.7, H-6), 2.62(2H, m, H2-5), 1.92 (3H, s, H3-9), 1.81(3H,s,H3-8), 1.81 (3H, s, H3-8), 1.81 (3H,s, H3-10); 13C NMR (62.5 MHz), CDCl3 δ (multiplicity, assignment) 139.9 (CH,C-2),

109.7 (CH,C-1), 71.9 (C, C-3), 69.2 (CH,C-6), 66.3 (C, C-7), 59.8 (CH, C-4, 39.2(CH2, C-5), 33.4 (CH3, C-9), 28.8 (CH3, C-8), 25.5 (CH3, C-10); LRCIMS m/z

407/409/411/413/415  (13:42:50:24:4) [M-HCl]+; 327/329/331 (1:2:1) [M-2HCl-HBr]+; HRCIMS 410.8 [M-HCl]+.

Page 18: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 18/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 73–75

75

H3C

Br 

Br 

CH3

1

3

H3C   Cl

8

7

Cl   Br   Anverene (1)

Two mutually coupled trans-disubstituted olefenic protons were atobserved in the low-field portion of the 1H

 NMR spectrum of anverene (1) δ 6.58 and6.40 ( J 1,2  = 13.5 Hz ). Two additionalmethines, bearing heteroatom based ontheir chemical shift, were observed at δ 

4.39 and 4.33. The high-field region of the1H NMR spectrum displayed a methylenegroup (δ  2.62, m), a singlet indicative ofcoincident methyl groups at δ  1.81. Thelow-field shift of all three methyl groupssuggested they were attached to a carbon

 bearing a heteroatom. Broadband andDEPT 13C NMR data identified 10 carbonsignals for anverene (1). Connectivity inanverene (1) was established by 2D NMRtechniques, including COSY, HMQC, and

HMBC (Figure 1). Mutually coupledolefenic methines described aboveestablished a terminus from which toelaborate the remaining connectivity.Thus, the olefenic methane at δ 6.40 (H-2)could be shown by HMBC (Figure 1) to beadjacent to the heteroatom-bearingquaternary center at δ  71.9 (C-3). Furtherconnectivity from C-4 could be achievedfrom COSY correlations of the twoheteroatom-bearing methines at δ 4.39 (H-4) and 4.33 (H-6) to the methylene protonsat δ  2.62 (H2-5), which established thecentral portion of the molecule (Figure 1).

H3C

Br 

CH2

Br 

CH3

1

H3C   ClH

HBr HHCl

57

 Figure 1. Key HMBC (→) and COSY (↔)

correlations for anverene (1).

We have noted evidence of bioactivityin  Plocamium  terpenes. Anverene (1) hasmodest but selective antibiotic activitytoward VREF (8 mm zone of inhibition; no

activity against MRSA, MSSA,  E .coli norC.albicans). In field studies, anverene wassignificantly deterrent (57 % anverene-treated pellets eaten vs 73 % of controlseaten;  p  = 0.013) toward feeding by theamphipod Gondogeneia Antarctica at threetimes the concentration it was isolatedfrom the alga; given the imprecision ofchemical isolation, this level of bioactivityis likely to be ecologically relevant.

CONCLUSION

Anverene, isolated as colorless crystals(36 mg), gave rise to a mass spectrum(CIMS) indicative of thedehydrochlorination product ([M-HCl]+],displaying a five-line pattern beginning atm/z 407 and with relative intensitiessuggestive of three bromine atoms and onechlorine atom, thus securing a molecularformula of C10H15Br 3Cl2 for anverene. Thehalogenated monoterpenes have becomecharacteristic of red algae, and some havedisplayed significant bioactivity.

REFERENCES

Amsler, C. D., Iken, K. B., McClintock, J. B.,Baker, B. J., 2001,  In Marine Chemical Ecology, Mcclintock, J.B., Baker, J. B., Eds.CRC Press Boca Raton, Fl, pp. 195-226.

Dawes, C. J., 1998,  Marine Botany, 2nd  edition,

John Wiley & Sons, New York, pp. 1-5.De Nys, R., Steinberg, P. D., Willemsen, P.,Dworjanyn, S. A., Gabelish, C. L., and King,R. J., 1995,  Broad spectrum effects of secondary metabolites from the red alga

 Delisea pulchra in antifouling assays, Bifouling. 8: 259.

Faulkner, D. J., 2001, Nat. Prod. Rep.18: 1-49.Quartino, M. L., Kloser, H., Schloss, I. R.,

Wiencke, C., 2001, Polar Biol. 24: 349-355.Trainor, F. R., 1978,  Introductory Phycology, John

Wiley & Sons, New York, pp. 1-12.

Page 19: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 19/38

Sintesis Senyawa N-Ftaloyl Kitosan Melalui Reaksi Amidasi Antara Kitosan dengan Ftalat Anhidrida(Misdawati)

76

SINTESIS SENYAWA N-FTALOYL KITOSAN MELALUI REAKSI

AMIDASI ANTARA KITOSAN DENGAN FTALAT ANHIDRIDA

MisdawatiStaf Pengajar Fak Teknik UNIVA

Abstrak

Reaksi amidasi antara kitosan dengan ftalat anhidrat dapat mengasilkan N-Ftaloyl kitosan. Amidasi dilakukandalam pelarut DMF melalui pemanasan selama 10 jam pada suhu 130 oC. Proses penghilangan pelarut dilakukanmelalui destilasi vakum pada suhu 60 oC tekanan 20 mmHg diikuti pencucian dengan dietil eter untukmendapatkan N-Ftaloyl kitosan. Hasil reaksi senyawa N-Ftaloyl kitosan selanjutnya dilakukan pengujian melaluianalisis spektroskopi FT-IR.

 Kata kunci : N-Ftaloyl Kitosan, Amidasi

PENDAHULUAN

Kitin adalah sejenis polisakaridaturunan selulosa yang memiliki gugus N-asetil pada posisi atom C-2 mempunyairumus umum n NO H C  )( 5138   dengan nama

kimia Poli [β-(1 4)-2-asetamido-2-deoksi-D-glukopiranosa]. Senyawa ini

 banyak terdapat pada kulit luar hewaninvertebrata seperti antropoda, moluska,dan annelida. Kitin juga terdapat padadinding sel tumbuhan kelas rendahterutama pada sel fungi. Kulit-kulitcrustaceae  seperti kulit udangmengandung 20 – 30% kitin dan kulitkepiting mengandung 15 – 20% kitin dan

 juga kulit cumi-cumi 100% (Alimuniar, A.dan Zainuddin, R., 1992).

Kitosan adalah jenis polimer alami

yang mempunyai rantai bercabang danmempunyai rumus umum (C6H11 NO4)n atau disebut sebagai Poli [β-(1 4)-2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa]. Kitosanmerupakan turunan utama dari kitin, dimana untuk mendapatkan kitosan yang

 baik tergantung dari kitin yang diperolehdan kelarutannya dalam suatu alkali sertawaktu yang digunakan dalam deasetilasi(Mat, B. Z., 1995).

Kitosan memiliki gugus NH2  bebas

yang terdapat pada atom C nomor 2, di

mana gugus NH2 yang bebas tersebut dapatdibuat suatu percabangan denganmenambahkan suatu ligan untuk menambahsuatu gugus fungsi yang baru sehinggadapat mengubah porositas dari kitosan.

Pada tahun 1986, Kurita telah berhasil mereaksikan antara kitosandengan nikotinat anhidrat dalam pelarutasam asetat dan metanol menghasilkansenyawa N-nikotinoyl kitosan.

Kemudian di tahun 1993, Kurita berhasil mendeasetilasi kitin denganmenggunakan NaOH 40% pada suhu 60oCmenghasilkan kitin dan kitosan. Selanjutnyahasil yang diperolehnya tersebut direaksikankembali di tahun 1994 dengan melakukan

 N-asetilasi dengan menggunakan asetatanhidrat dalam pelarut metanol pada suhu40oC menghasilkan kitin murni.

Di tahun yang sama kembali dia berhasil melakukan tosilasi terhadap kitindengan menggunakan tosiloyl klorida(TsCl) dalam pelarut piridine menghasilkantosiloyl kitin dan kitin.

Selain melakukan reaksi di atas ditahun itu dia juga kembali berhasilmelakukan tritilasi terhadap kitin denganmenggunakan tritiloyl klorida (TrCl)dalam pelarut piridin menghasilkantritiloyl kitin dan kitin.

Page 20: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 20/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 76–79

77

Dari reaksi yang telah berhasildilakukan Kurita terhadap kitin dankitosan, juga peneliti tertarik untukmembuat membran N-Ftaloyl kitosan

dengan mereaksikan senyawa kitosandengan ftalat anhidrida dalam pelarut DMFdi mana diharapkan dengan penambahanligan ftalat yang mempunyai gugus C=O,n-bond dan π-bond dapat membuat suatu

 percabangan pada gugus NH2  bebas darikitosan yang diharapkan nantinyamengubah porositas dari kitosan dengan

 bantuan pelarut aprotik DMF di manasenyawa yang terbentuk diharapkan dapatdigunakan sebagai membran dan pembuluh

darah buatan yang memiliki fungsi antaralain menarik ion logam.

BAHAN DAN METODA

Alat-Alat

Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, labu alas, pengaduk magnet, pendingin bola, tabungcacl2, pemanas, termometer, oven, statifdan klem, neraca analitis, corong saring,desikator, spatula, dan alat spektroskopiFT-IR Shimadzu 8201 DC.

Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kitosan, kertas saringWhatman, DMF, dietil eter, natrium sulfatanhidrat, ftalat anhidrat berderajat p.a dariE’Merck.

Metoda Pembuatan Membran N-Ftaloyl Kitosan

Sebanyak 0,5 g kitosan dimasukkan

ke dalam labu alas bulat volume 250

ml. Labu dihubungkan dengan pengaduk

magnetik dan pendingin bola yang

ujungnya dilengkapi tabung CaCl2. Kedalam labu ditambahkan sebanyak 0,444 gftalat anhidrat dan 25 ml DMF. Campurankemudian direfluks selama ± 10 jam padasuhu 130oC. Hasil reaksi diuapkan melalui

destilasi vakum pada suhu 60o

C dengan

tekanan 20 mmHg sampai pelarut DMFyang digunakan habis menguap. Residuyang diperoleh dicuci dengan dietil eterkemudian dimasukkan dalam oven pada

suhu 40o

C selama 2 jam. Kristal yangdiperoleh dikeringkan dalam desikator danditimbang, kemudian dilakukan pengujianmelalui analisis spektroskopi FT-IR.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kitosan

Kitosan yang digunakan dalam

 penelitian ini merupakan produk dari hasilisolasi yang diperoleh dari kulit kepiting.Dari 0,5 g kitosan yang digunakan untukreaksi amidasi dengan ftalat anhidridadiperoleh 0,37 g membran N-Ftaloylkitosan. Dari data spektroskopi FT-IRkitosan memberikan puncak-puncakspektrum dengan serapan pada daerah

 bilangan gelombang (cm-1) 3439,39;2918,56; 2851,05; 1558,62; 1398,52, dan1111,10.

Ftalat Anhidrida

Ftalat anhidrida yang digunakan dalam penelitian ini merupakan produk E’Merck. Spektrum FT-IR ftalat anhidrida memberikan

 puncak-puncak serapan kimia pada daerah bilangan gelombang (cm-1) 3090,24;2654,29; 2364,94; 2013,87; 1851,83;1763,10; 1695,58; 1170,90; 1109,17;1070,59; 1006,93.

Page 21: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 21/38

Sintesis Senyawa N-Ftaloyl Kitosan Melalui Reaksi Amidasi Antara Kitosan dengan Ftalat Anhidrida(Misdawati)

78

 

Hasil Reaksi Amidasi dari Kitosan

dengan Ftalat Anhidrida

Membran N-Ftaloyl kitosan merupakan

membran amida yang dibuat denganmereaksikan 0,5 g kitosan dengan 0,444 gftalat anhidrida dalam 25 ml pelarut DMFdirefluks selama 12 jam pada suhu 130oCdi mana selanjutnya hasil refluks yangdiperoleh setelah dilakukan didestilasivakum untuk menghilangkan pelarut yangdiikuti pencucian dengan dietil eter dandikeringkan di mana hasil kristal amida.

Membran N-Ftaloyl kitosan yangdiperoleh setelah ditimbang sebesar 0,37 gyang selanjutnya dianalisa secara spektroskopiFT-IR.

Hasil analisis secara spektroskopi FT-IR memberikan spektrum dengan puncak-

 puncak serapan pada daerah bilangangelombang (cm-1) 3301,9; 2927,7; 2862,2;2503,4; 2326,0; 2272,0; 1674,1; 1504,4;1438,8; 1388,7; 1091,6; 906,5.

Pembahasan

Reaksi antara Kitosan dengan Ftalat

Anhidrida

Reaksi kitosan dengan ftalat anhidridamenghasilkan membran amida yangmerupakan Membran N-Ftaloyl kitosan.

Reaksi diperkirakan adalah sebagai berikut:

O

H

O

 NH2

H

H

H

OHHO

OH

n

+ O

O

O

DMF

130oCO

H

O

 NH

H

H

H

OHHO

OH

n

Kitosan   Ftalat Anhidrida

CO

C

O

OH

 N-Ftaloyl Kitosan

 Membran N-Ftaloyl Kitosan yang

diperoleh merupakan hasil dari reaksiamidasi antara kitosan dengan ftalatanhidrida dalam pelarut DMF dengankondisi refluks.

Berdasarkan HSAB, amidasi kitosandengan ftalat anhidrida dapat menghasilkan

 N-Ftaloyl kitosan di mana H+  dari gugus NH2  pada kitosan merupakan asam keras(hard acid ) yang mudah berikatan denganO dari ftalat anhidrida yang merupakan

 basa keras (hard base) dan NH-  darikitosan merupakan basa lunak ( soft base)yang selanjutnya akan bereaksi dengangugus asil R-C+-O dari ftalat yangmerupakan asam lunak ( soft acid ).Berdasarkan dukungan teori ini makamekanisme reaksi amidasi antara kitosan

dengan ftalat anhidrat dapat digambarkansebagai berikut:

O

H

O

 NH

H

H

H

OHH  O

OH

n

+ O

O

O

DMF130oC

O

H

O

 NH

H

H

H

OHHO

OH

n

Kitosan   Ftalat Anhidrat

CO

C

O

OH

+

-

H+

-

 N-Ftaloyl Kitosan

 

Page 22: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 22/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 76–79

79

Dari hasil analisis spektroskopi FT-IRmemberikan spektrum dengan puncak-

 puncak serapan pada daerah bilangangelombang (cm-1) 3301,9; 2927,7; 2862,2;

2503,4; 2326,0; 2272,0; 1674,1; 1504,4;1438,8; 1388,7; 1091,6; 906,5.  Puncakserapan pada daerah bilangan gelombang3301,9 cm-1  menunjukkan adanya gugus

 N-H dan gugus OH, hal ini didukungdengan munculnya serapan pada daerah

 bilangan gelombang 1674,1 cm-1. Bilangangelombang 2927,7 dan 2862,2 cm-1 merupakan serapan khas dari vibrasi

 stretching  C-H sp3 yang didukung denganvibrasi bending C-H sp3  pada daerah

 bilangan gelombang 1438,8 cm-1  yangmenunjukkan adanya vibrasi bending  C-Hsp3. Spektrum yang menunjukkan puncakvibrasi pada daerah bilangan gelombang2503,4; 2326,0; 2272,0 cm-1 adalah daerahsidik jari dari senyawa aromatis. Vibrasigugus C=O (karbonil) muncul pada daerah

 bilangan gelombang 1674,1 cm-1  yangmerupakan gugus khas dari C=O amida.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yangdilakukan dapat diambil kesimpulansebagai berikut:1.  Kitosan 0,5 g yang direaksikan dengan

ftalat anhidrida 0,444 g (0,003 mol)dalam pelarut DMF pada suhu 130oCselama 10 jam dapat menghasilkan0,37 g membran N-Ftaloyl kitosanyang merupakan membran amida.

2.  Membran amida yang dihasilkanmerupakan senyawa N-Ftaloyl kitosanyang belum dilakukan pengujiannyaapakah merupakan membran yangdapat digunakan sebagai pembuluhdarah buatan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, (1976), ”The Merck Index” , Merckand Co.Inc , New Jersey , USA.

Billenstein, S; Blaschke, G., (1984), ” Industrial

 Production of Fatty Amine and Their

 Derivaties”, J. Am. Oil. Chem. Soc., 74,847.

Brahmana, H. R., (1994), ” Sintesis Alkil Ester

dari Ester Selulosa Turunan Asam Lemak Kelapa Sawit (CPO) dan Inti Kelapa Sawit

(CPKO) dengan Natrium Selulosa Pinus

 Merkusi ” Laporan Penelitian Hibah Bersaing,Medan.

Fessenden, R. J. Fessenden, J. S., (1986), “Kimia

Organik“  , Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta:Erlangga.

Fieser, L. F., Williamson, K. L., (1978), “Organic

 Experiments” ,  Sixth Edition, D.C. Heathand Company, USA.

Harold H., (1990), “ Kimia Organik ”, CetakanKedua, Erlangga, Jakarta.

Manskaya, S. M., Drodzora, T. V., (1968), “Geochemistryof Organic Substance”, Pergamon Press,Oxford.

Mat, B. Z., (1995), “Chitin and Chitosan”, University Kebangsaan Malaysia.

Miranda, K. S., (2003), “ Sintesis N-Steroyl

Glutamida Melalaui A midasi Asam Stearat

dengan Asam Glutamat ”, Skripsi,Departemen Kimia FMIPA USU, Medan.

Morrison, T. R., (1992), ”Organic Chemistry”,

Sixth Edition, New York University,Prentice Hall, USA.

Muzzarelli, R. A. A., (1997), ”Chitin”, Pergamon,

Oxford.Muzzarelli, R. A. A., Jeuniaux, C., and Gooday, G. W.,

(1986), ”Chitin in Nature and

Technology”, Plenum Press, New York.Reck, R. A., (1984), “ Marketing and Economics

of Oleochemicals to the Plastic Industry”, J.Am. Oil Chem. Soc.

Riawan, S., (1990), ” Kimia Organik ”, CetakanPertama, Binarupa Aksara, Jakarta.

Rismana, E., (2000), “ Langsing dan Sehat Lewat

 Limbah Perikanan”, Peneliti di P3Teknologi Farmasi dan Medika BadanPengkajian dan Penerapan Teknologi,

Jakarta.Robert, G. A. F., (1992), ”The Aplication of

Chitin and Chitosan”, Merck and Co.Inc, New Jersey, USA.

Smith, M. B., (1994), “Organic Chemistry”, SixthEdition, Jhon Wiley & Sons, New York.

Streitwieser, A., C. H. Heathcock., E. M. Kosower.,(1992), “Intoduction to Organic Chemistry”,Fourth Edition, Macmillan PublishingCompany, New York.

Page 23: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 23/38

 Penggunaan Membran Kitin dan Turunannya dari Tulang Rawan Cumi-Cumi(Harry Agusnar)

80

PENGGUNAAN MEMBRAN KITIN DAN TURUNANNYA DARI

TULANG RAWAN CUMI-CUMI UNTUK MENURUNKAN

KADAR LOGAM Co

Harry Agusnar

Departemen Kimia FMIPAUniversitas Sumatera Utara

Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Kitin yang digunakan untuk menghasilkan kitosan dalam penelitian ini diperoleh dari pengolahan kimia basah.Kitosan disediakan dengan cara deasetilasi kitin dan menghasilkan 70,8%. Kitosan dicampur dengan LiCl 10%untuk meningkatkan harga konduktivitas film dari membran sedangkan (NH4)2CO3 10% sebagai pemplastis dan

 pelarut untuk imersi adalah NaOH, kemudian diimersikan kembali dengan akuades sehingga diperoleh membranyang transparan pada plat kaca. Proses pengeringan membran dilakukan pada suhu kamar dan ketebalan diukurdengan mikrometer dan dianalisis dengan menggunakan spektroskopi FTIR. Jumlah penyerapan ion logamkobalt 0.6 ppm sebesar 100%.

 Kata kunci : Membran , Kitin, Kitosan

PENDAHULUAN

Kitin adalah sejenis polisakarida yangmemiliki gugus N-asetil pada atom C-2dan jika diasetilasi akan menghasilkan

turunan utama yaitu kitosan. Kitosanadalah polimer alam yang mempunyairantai bercabang dengan rumus umum(C6H11 NO4)n. Penambahan garam-garamanorganik seperti litium klorida padamembran kitin tersebut akan meningkatkansifat-sifat konduktivitas.

Konduktivitas membran dapatditingkatkan dengan menambahkan sejumlahlogam tertentu ke dalam kitin atau kitosan.Ada dua cara yang dilakukan untukmenambah kekuatan pada membran yaitudengan cara didop langsung dan cara

 perendaman. Membran kitosan lebih mudahdiperoleh dibandingkan dengan membuatmembran kitin karena sifat kelarutannya yangtinggi terhadap asam asetat. Kekuatanmembran tidak begitu nyata dan perlu

 penambahan sedikit sifat pemplastik agarmudah dibentuk. Adanya penambahan padamembran dapat mempengaruhi sifat-sifat

maupun daya serapan.

Kitin tersebar luas di alam danmerupakan turunan selulosa kedua yangsangat melimpah di bumi. Senyawa ini

 banyak terdapat pada kulit luar hewan

golongan invertebrata, beberapa jenisserangga dan jamur, seperti: antropoda,moluska, dan anneleida. Kitin juga terdapat

 pada dinding sel tumbuhan kelas rendahterutama pada sel fungi. Kulit-kulit crustaceaeseperti kulit udang mengandung 20 – 40%kitin, cangkang kepiting mengandung 15 –35% kitin, dan tulang rawan cumi-cumimengandung 97,20% kitin.

Struktur kitin hampir sama denganselulosa hanya berbeda pada gugus yangterikat pada atom karbon nomor-2 dan halini menyebabkan sifat kimia kitin berbedadengan selulosa di mana secara umumkitin kurang reaktif dibandingkan denganselulosa (Muzarelli, R. A. A., 1977).

Kegunaan kitin lebih terbatasdibandingkan dengan kitosan maupunselulosa, akan tetapi kitin sangat berpotensidigunakan dalam pembuatan membranyang dibuat dengan cara melarutkan kitin

dalam sistem pelarut tertentu. Walaupun

Page 24: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 24/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 80–85

81

kitin di berbagai bidang sudah semakin banyak digunakan seperti di bidangindustri, khususnya bidang kesehatanterutama sebagai bahan untuk mempercepat

 penyembuhan luka dan sudah banyakdigunakan sebagai membran. Untukmelarutkan kitin tidak mudah, sehingga

 perlu disesuaikan kedua pelarut dan perluhati-hati dalam pencampurannya karenahomogen pelarut sangat menentukan untukmelarutkan kitin (Robert G., 1992).

Turunan utama kitin adalah kitosanyang mempunyai struktur kimia yangmengandung pasangan elektron d-orbital

 pada ion logam. Kitosan sebagai biopolimer

mempunyai berbagai keistimewaan yaitu bersifat ramah lingkungan, dapat terdegradasidan tidak bersifat racun. Efektivitas kitosandalam mengikat logam dalam mengikatlogam berat dipengaruhi oleh ukuran

 partikel, pH larutan, konsentrasi ion logam,reaksi, temperatur, dan jumlah kitosanyang digunakan (Schmuchl, et al., 2001).

Pada kitosan didapati mempunyai satugugus amina linear untuk setiap unitglukosa. Pada gugus amina ini mempunyai

sepasang elektron yang mampu berkoordinasiatau membentuk ikatan dengan kationlogam.

Kompleks polielektrolit dibentukmelalui reaksi suatu polielektrolit dengan

 polielektrolit lain yang berbeda muatannyadalam suatu larutan Cane (1998).

BAHAN DAN METODA

Bahan

Tulang rawan cumi-cumi, asam sulfat,asam asetat, asam nitrat, asam klorida,isopropanol, metanol, aseton, NaOH, asamglioksilat, natrium borohidrat, asammonokloroasetat, asam trikloroasetat, dan1,2-dikloroetana.

Metoda

Penyediaan Kitin

Tulang rawan cumi-cumi dicuci bersih- bersih dan direndam dengan larutan NaOH

2M selama 1 hari. Kemudian dicuci

dengan aquadest . Kemudian direndamkembali dengan HCl 2M selama 1 hari,setelah itu dicuci dengan air hingga bersih.Jemur hingga kering pada suhu kamar

(Alimuniar, A. dan R. Zainuddin, 1992).

Penyediaan Kitosan

Timbang serbuk kitin sebanyak 500 gdan tambahkan NaOH 40% dan dibiarkanselama 4 hari dan cuci bersih. Jemurhingga kering pada suhu kamar(Alimuniar, A. dan R. Zainuddin., 1992).

Pembuatan membran kitosan:1.  Timbang 3 g kitosan dan larutkan

dalam asam asetat 1%

2.  Ditambahkan litium klorida 10% dan3.  0,5 g (NH4)2CO3 dan diaduk sampai

larut sempurna4.  Diimersikan dengan air selama 15 – 30

menit dan dikeringkan pada suhukamar

5.  Lapisan tipis yang terbentuk dituangkanke plat kaca dan keringkan sampaiterbentuk menbran tipis

6.  Membran tipis tersebut diimersikandengan NaOH dan air suling

7.  Dikeringkan pada suhu kamar dandikarakterisasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyediaan Kitin dan Kitosan

Penyediaan kitin dan kitosan dilakukan berdasarkan metoda Alimuniar dan Zainuddin(1992). Kitin yang diproses dari kulitudang didapat dengan hasil 30,60%.

Kitosan dihasilkan melalui prosesdeasetilasi kitin dengan menggunakanlarutan alkali. Hasil kitin dan kitosanselengkapnya dapat ditunjukkan padaTabel 1.

Pada kitin didapati hasilnya lebih baik jika dibandingkan dengan hasil yangdiperoleh Hackman (1954) yaitu sebesar17%. Ini menunjukkan bahwa proses

 penyediaan kitin dengan metode Alimuniardan Zainuddin (1992) sudah sesuai dengan

 prosedur. Kitosan yang diperoleh sekitar71,35%.

Page 25: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 25/38

 Penggunaan Membran Kitin dan Turunannya dari Tulang Rawan Cumi-Cumi(Harry Agusnar)

82

Tabel 1. Hasil Kitin dan Kitosan

 No Sampel (g) Berat Sampel (g) Berat Hasil (g) Hasil (%)12

Kulit UdangKitin

50001200

1530850

Kitin 30,6Kitosan 70,8

Tabel 2. Kadar Abu dan Kadar Air pada Kitin dan Kitosan

 No. Sampel Kadar Abu (%) Kadar Air (%)

12

KitinKitosan

0,300,20

12,2010,20

Tabel 3. Analisis Unsur (C, H, N) Kitin dan Kitosan

 No Sampel (g) C (%) H (%) N (%)

12

KitinKitosan

46,640,3

6,85,2

6,57,4

Penentuan Kadar Abu dan Kadar Air

Penentuan kadar abu pada kitosandidapati masih tinggi, ini disebabkan pada

 proses pengeringan dilakukan pada udaraterbuka tetapi data yang diperoleh 0,30tidak jauh berbeda seperti yang dilaporkanMuzzarelli (1977).

Kadar air didapati juga masih tinggi

karena proses pengeringan dilakukan padaudara terbuka di dalam ruangan. Hasilselengkapnya dapat ditunjukkan padaTabel 2.

Analisis Unsur (C, H, N) Kitin dan

Kitosan

Hasil analisis unsur (karbon, hidrogendan nitrogen) didapati tidak jauh berbedaseperti yang dilaporkan oleh Muzzarelli(1977), seperti yang ditunjukkan padaTabel 3.

Penentuan Derajat Deasetilasi KitosanDerajat deasetilasi kitosan diukur

 berdasarkan Hukum Lambert-Beer darihasil spektrum FT IR (Gambar 1) pada

 bilangan gelombang 1654,8 cm-1 dan3386,8 cm-1  dengan perhitungan sebagai

 berikut:

Gambar 1. Spektrum FTIR Kitosan

Page 26: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 26/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 80–85

83

 A 1654,8 = log P 

 Po  = log

3,5

9,7 = 0,1734

A3386,8 = log

 P 

 Po  = log

4,1

4,9 = 0,8269

 N-deasetilasi = 1 -8,3386

9,1596

 A

 A x

33,1

1  x 100%

= 1 - ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡75,0

8269,0

1734,0 x  x 100%

= 1 - [ ]75,0209,0  x  x 100% = 1 – 0,1573 x 100%

= 84,27%

Jadi hasil derajat deasetilasi kitosanadalah 84,27% dan menurut Numazaki &Kito (1975) derajat deasetilasi yangdiperoleh masih berada pada range (80–95%).

Penyediaan Membran Kitosan

Pembuatan membran kitosan dilakukandengan melarutkan kitosan dalam pelarut

campuran asam tasetat dan air sulingdengan konsentrasi 1,0% dan didapatimenghasilkan membran/film yang sangat

 baik. Menurut Tokura (1994) membranyang baik didapati merupakan film tipisyang trasnparan dan tidak mudah koyak inididapati pada konsentrasi 1,0%, di manamembran yang dihasilkan sesuai denganlaporan Tokura (1994). Hasil membrantipis dianalisa dengan FTIR dan merupakan

 bandingan untuk membran basa polielektrolit.

Pembuatan Membran Kitosan sebagai

Basa pada Elektrolit

Pembuatan membran kitosan dilakukandengan melarutkan kitosan dengan asamasetat 1% dan amonium karbonat 0,5 g dandiaduk sampai melarut seluruhnya.

Penambahan litium klorida 1% adalahuntuk meningkatkan konduktivitas.

Menurut Brime dan Austin (1994)adanya litium klorida akan dapat bersifatsebagai penghantar listrik jika berikatandengan logam. Sifat pemplastik darimembran kitosan didapati dari

 penambahan ammonium karbonat agarelestisitas dapat terpenuhi. Setelah

terbentuk membran yang tipis kemudiandiinversikan dengan NaOH agar membrantersebut membran basa yang bersifat

 polielektrolit. Membran kitosan yangterbentuk dikeringkan di dalam ruang agar

 pada membran tidak terdegradasi dari pengaruh suhu. Analisis dengan FTIRditunjukkan pada Gambar 2.

Pengujian Membran Kitosan sebagai

Basa Polielektrolit untuk Menurunkan

Kadar Logam Co

Membaran kitosan yang terbentukdimasukkan ke dalam kolom dan dilaluilarutan logam Co dengan konsentrasidivariasi 2 ppm hingga 10 ppm. Hasil

 pengukuran dilakukan pengujian denganspektrofotometer serapan atom  (AAS) dan data hasil pengujian ditunjukkan

 pada Tabel 4.

Page 27: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 27/38

Page 28: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 28/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 80–85

85

dan (NH4)2CO3 10% pada membran adalahuntuk menghasilkan membran kitosanyang merupakan basa polimer elektrolitdan didapati mampu menyerap logam Co

dengan konsentrasi 0,6% sebesar 100%.

DAFTAR PUSTAKA

Alimuniar, A. dan R. Zainuddin. 1992. AnEconomical Technique for ProductChitosan.  In: Advances in Chitin and

Chitosan.  Brine, C.J., P.A. Sanford, J.P.Zikakis (Eds). Elsevier Applied Sciences,London, PP. 627 – 638.

Caner, C. P., Vergano. J. and Wiles L. 1998.Chitosan film mechanichal and permeation

 properties as affected by Acid, Plasticizerand Storage. J. Food Science. Vol 63: 6. pp.1049 – 1053.

Muzzarelli, R. A. A., 1997. Chitin. Pergamon pressLtd. Oxford, England.

Roberts, G. A. F. 1992. Chitin Chemistry. TheMacmillan Press Ltd., London.

Chang, K. L. B., J. Lee, W. R. Fu. 2000. HPLC Analysis of N-acetyl-chito-oligosaccharidesduring the acid hydrolysis of chitin. J. Foodand Drug Analysis. Vol 8: 2. pp. 75 – 83.

Peberdy, J. F. 1999.  Biotechnologycal approaches

to the total utilisation of crustacean shellfish

and shellfish waste.  biologycal science.University of Nottingham. http:/www.Agricta.org/pubs/std/vol.2/pdf/343.pdf. Tanggal 12-10-2004.

Shahidi, F., J. K. V. Arachcho and Y. Jeon. 1999. Food Applications of chitin and shitosan. In: Trends in Food Science and Technology.Vol. 10. pp. 37 – 51.

Page 29: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 29/38

 Pengaruh Ukuran Partikel dan Berat Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi terhadap Sifat Kuat Sobek(Darwin Yunus Nasution)

86

PENGARUH UKURAN PARTIKEL DAN BERAT ABU SEKAM PADI

SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP SIFAT KUAT SOBEK,

KEKERASAN DAN KETAHANAN ABRASI KOMPON

Darwin Yunus Nasution

Departemen Kimia FMIPAUniversitas Sumatera Utara

Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Abu sekam padi yang mengandung silika sekitar 80–90% dapat digunakan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan kompon karet. Abu sekam padi diperoleh dengan pirolisa sekam padi pada temperatur 350oC selama24 jam, kemudian dipanaskan selama 48 jam pada temperatur 700oC. Abu sekam padi dihaluskan dan diayak

dengan ukuran bervariasi. Kemudian abu sekam padi dicampur dengan kompon (merupakan campuran : karetSIR-20 100 g, seng oksida 5 g, asam stearat 2 g, CBS (N-Sikloheksil-2-benzthiazol sulphenamida) 1,1 g, dutrexA-737 4 g, dan sulfur 2 gram) dan digiling sampai homogen dan dimasak pada suhu 170oC. Selanjutnyadilakukan pengukuran kuat sobek kompon karet dengan menggunakan alat tensometer yang mengacu padastandar ASTM D 624-00, pengukuran kekerasan menggunakan alat durometer berdasarkan acuan ASTM D-1415dan pengukuran ketahanan abrasi dengan menggunakan alat akron abrasion. Hasil menunjukkan bahwa ukuran partikel dan berat abu sekam padi sangat berpengaruh terhadap nilai kekerasan, ketahanan abrasi, dan nilai kuatsobek kompon karet. Lisis dengan menggunakan spektroskopi FTIR. Jumlah penyerapan ion logam kobalt0.6 ppm sebesar 100%.

 Kata kunci : Abu Sekam Padi, Bahan Pengisi, dan Kompon Karet

PENDAHULUAN

Beras yang merupakan salah satu bahan pangan pokok dihasilkan dari proses penggilingan padi. Dalam proses penggilingan padi, selain dihasilkan beras juga dihasilkan hasil samping berupasekam padi yang jumlahnya cukup besar.Disebutkan bahwa sekitar 78% dari berat

 padi adalah beras dan sisanya 22% adalahsekam. Berdasarkan hasil penelitian danliteratur disebutkan bahwa abu mengandungsekitar 85% - 90% senyawa silika (SiO2)

 bentuk amorf (www.ricehuskash.com).Pada proses pembuatan kompon karet

ditambahkan bahan pengisi untuk meningkatkankuat sobek, kekerasan, ketahanan gesekdan sifat-sifat lainnya. Salah satu bahan

 pengisi yang digunakan secara komersialadalah jenis bahan pengisi  semi-aktifseperti clay, kaolin, silika, dan kalsium

karbonat.

Produksi beras di Indonesia cukup besar sekitar 30,95 juta ton per tahun(www.tempointeraktif.com) tentu saja akanmenghasilkan hasil samping berupa sekam

 padi sebanyak 6.677 ton. Sekam padi iniadalah merupakan sumber silika yang

 potensial untuk digunakan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan kompon. Atasdasar inilah, dilakukan penelitian penggunaanabu sekam padi yang kaya akan silikasebagai bahan pengisi dalam kompon yangdiharapkan dapat menggantikan bahan

 pengisi seperti clay, kaolin, dan silika. 

BAHAN DAN METODA

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah SIR 20, sekam padi,zinc oksida, dutrex oil A-737, asam stearat,sulfur, dan N-Sikloheksil-2-benzthiazol

sulphenamida (CBS). 

Page 30: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 30/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 86–91

87

Pengabuan Sekam Padi

Sekam padi dicuci dengan air dandikeringkan. Ditimbang 500 g sekam padidalam cawan, lalu dibakar pada suhu

350oC dalam tanur selama 24 jam.Kemudian, dilanjutkan pengabuan padasuhu 700oC selama 48 jam. Abu sekam

 padi yang diperoleh didinginkan dalamdesikator.

Penggilingan dan Pengayakan Abu

Sekam Padi

Abu sekam padi yang diperoleh,digiling (dihancurkan). Kemudian diayakdengan ayakan ukuran 50 mesh, 100 mesh,150 mesh, dan 200 mesh. Hasil ayakan

 pada tiap mesh disimpan.

Pembuatan Kompon

Ditimbang karet SIR-20 sebanyak 100 g,lalu digiling dengan gilingan open mill

sambil dibolak-balik sampai permukaan rolgilingan tertutup rata oleh karet. Setelahrata, ditambahkan seng oksida sebanyak 5 gdan asam stearat sebanyak 2 g ke dalam

adonan SIR-20 tersebut. Kemudiandigiling sambil dibolak-balik sampaihomogen atau rata. Setelah itu dimasukkanabu sekam padi ukuran 50 mesh sebanyak30 g ke dalam adonan karet dan digilingsambil dibolak-balik sampai homogendengan menambahkan sedikit demi sedikitdutrex oil yang telah ditimbang sebanyak4 g. Setelah campuran homogen, dimasukkanCBS sebanyak 1,1 g dan sulfur sebanyak2 g ke dalam adonan kompon tadi, dandigiling sambil dibolak-balik sampaihomogen. Setelah homogen, kompon digulungdan digiling kembali lalu digulung kembali(dilakukan sebanyak 3 kali). Kemudiankompon dibentuk menjadi lembaran ( sheet )dengan tebal 2–3 mm. Dilakukan prosedur

 pencampuran yang sama dengan variasi berat abu sekam padi 40 g; 50 g dan 60 guntuk setiap ukuran partikel abu sekam

 padi.

Pengukuran Kuat Sobek

Kompon yang telah selesai dicampurdipotong dengan ukuran panjang 14 cmdan lebar 14 cm, kemudian dimasukkan ke

dalam cetakan (mold )  slab standard . Laludimasak selama 10 menit dengan suhu170oC. Setelah masak,  slab  didinginkan

 pada temperatur kamar. Kemudian  slab dipotong dengan  shapper   yang sesuaistandar uji tipe Dumb-Bell menjadi bentukspesimen uji. Setelah itu, ditentukan nilaikuat sobek dari spesimen itu denganmenggunakan Tensometer INSTRON 5565.Dilakukan prosedur pengujian yang samauntuk variasi berat abu sekam padi  40 g;

50 g dan 60 g untuk setiap ukuran partikelabu sekam padi.

Pengukuran Kekerasan

Slab kompon yang telah dimasak untuk pengujian kuat sobek diambil sebagianuntuk diukur nilai kekerasan. Pengukurandengan menggunakan alat durometer yaitudengan menekan alat durometer pada

 permukaan  slab  yang rata dan dibacanilainya pada saat jarum skala alat tersebut

 berhenti. Dilakukan prosedur pengujianyang sama untuk variasi berat abu sekam

 padi 40 g; 50 g dan 60 g untuk setiapukuran partikel abu sekam padi.

Pengukuran Ketahanan Gesek

Kompon yang telah selesai dicampurdipotong dan dibentuk menjadi gulungandengan panjang 4 cm, lebar 5 cm, dan tebal2,5 cm. Kemudian dimasukkan ke dalam

cetakan roda standar dan dimasak selama18 menit dengan temperatur 170oC.Setelah masak, roda didinginkan padatemperatur kamar. Setelah dingin, rodatersebut dipasang ke alat Akron AbrasionTester yang telah diberi beban 1000 g dandiset kemiringannya 15o dengan putaranyang telah diset ke-0, lalu diuji abrasinyasampai tercapai 500 putaran. Setelahselesai, roda kompon itu digosok sampai

 permukaannya halus dan ditimbang

 beratnya dan dicatat sebagai berat awalnya.

Page 31: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 31/38

 Pengaruh Ukuran Partikel dan Berat Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi terhadap Sifat Kuat Sobek(Darwin Yunus Nasution)

88

Kemudian dilanjutkan pengujian abrasinyasampai tercapai 1000 putaran di manasebelumnya skalanya telah diset ke-0kembali. Setelah selesai, roda kompon itu

digosok lagi sampai permukaannya halusdan ditimbang. Kemudian dilanjutkan

 pengujian abrasi sampai tercapai 3000 putaran. Setelah selesai, roda tersebutdigosok sampai permukaannya halus danditimbang. Selisih berat dari masing-masing tahapan pengujian 1000 putarandan 3000 putaran dibagi dengan berat jeniskompon itu dan hasilnya merupakan nilaiketahanan abrasi kompon tersebut.

Dilakukan prosedur pengujian yang samauntuk variasi berat abu sekam padi 40 g;50 g dan 60 g untuk setiap ukuran partikelabu sekam padi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengukuran kuat sobek,kekerasan, dan ketahanan abrasi dari karetalam tervulkanisasi dengan penggunaanabu sekam padi sebagai bahan pengisi

menunjukkan nilai yang lebih bagusdibandingkan hasil vulkanisasi karet alamtanpa penggunaan bahan pengisi. Hasil

 pengukuran kuat sobek dengan bahan pengisi abu sekam padi diperoleh minimum36,11 N/mm dan maksimum 42.61 N/mm,sedangkan pengukuran kuat sobek tanpa

 bahan pengisi adalah 25.86 N/mm. Untuk pengukuran kekerasan dengan bahan pengisi diperoleh hasil minimum sebesar

43 shore A dan maksimum sebesar 74 shoreA, sedangkan pengukuran kekerasan tanpa bahan pengisi adalah sebesar 35 shore A.Kemudian untuk pengukuran ketahananabrasi dengan bahan pengisi abu sekam

 padi diperoleh hasil minimum sebesar2.45 cm3/3000x dan hasil maksimum sebesar2.28 cm3/3000x, sedangkan pengukuranketahanan abrasi tanpa bahan pengisiadalah 3.55 cm3/3000x. Untuk hasilselengkapnya dapat dilihat dari tabel di

 bawah ini.

Tabel 1. Data Pengukuran Kuat Sobek Kompondengan Bahan Pengisi Abu Sekam Padi

Kuat SobekBerat

(g)

50

mesh(N/mm)

100

mesh(N/mm)

150

mesh(N/mm)

200

mesh(N/mm)

30 40.72 38.07 37.10 36.1140 41.35 39.37 39.01 37.9950 42.61 41.09 40.21 39.78

60 41.97 40.55 39.17 38.98

Tabel 2. Data Pengukuran Kekerasan Kompondengan Bahan Pengisi Abu Sekam Padi

Kekerasan

Berat(g)

50 mesh(Shore

A)

100mesh(Shore

A)

150mesh(Shore

A)

200mesh(Shore

A)30 43 47 49 5240 51 53 55 5950 60 62 65 7060 67 69 71 74

Tabel 3. Data Pengukuran Ketahanan AbrasiKompon dengan Bahan Pengisi AbuSekam Padi

Ketahanan Abrasi (cm3/3000x)Berat(g) 50

mesh100

mesh150

mesh200

mesh30 2.45 2.40 2.37 2.3140 2.42 2.38 2.34 2.3050 2.41 2.36 2.33 2.2860 2.44 2.38 2.35 2.31

Tabel 4. Data Pengukuran Kuat Sobek, Kekerasan,dan Ketahanan Abrasi Bahan ElastomerKaret Alam Tervulkanisasi Tanpa PenggunaanBahan Pengisi

UjiKuat

Sobek(N/mm)

Kekerasan(Shore)

Ketahanan Abrasi(cm3/3000x)

25.86 35 3.55

Untuk pengukuran kuat sobekdiperoleh bahwa nilai kuat sobek

 bertambah tinggi sebanding dengan pertambahan berat abu sekam padi sampai pada berat 50 gram. Kemudian mengalami

 penurunan mulai pada saat penambahan

Page 32: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 32/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 86–91

89

abu sekam padi sebesar 60 gram. Dari data pengukuran kuat sobek yang terdapat padaTabel 1 dapat terlihat bahwa nilai kuatsobek berbanding lurus dengan ukuran

 partikel abu sekam padi. Nilai kuat sobekmaksimum diperoleh pada penggunaan abusekam padi sebesar 50 gram dengan ukuran

 partikel 50 mesh yaitu 42.61 N/mm.Kemudian hasil pengukuran kuat sobektanpa bahan pengisi diperoleh 25.86 N/mm.

Gambar 1. Grafik Kuat Sobek-Vs-Berat

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0 30 40 50 60

Berat (g)

   K  u  a   t   S  o   b  e   k   (   N   /  m  m   )  Abu sekam padi

50 mesh (N/mm)

 Abu sekam padi

100 mesh (N/mm)

 Abu sekam padi

150 mesh (N/mm)

 Abu sekam padi

200 mesh (N/mm)

 

Gambar 2. Grafik Kuat Sobek-Vs-Ukuran

Partikel

32

34

36

38

40

42

44

50 100 150 200

Ukuran Partikel (Mesh)

   K  u  a   t   S  o   b  e   k   (   N   /  m  m   )  Abu Sekam Padi

Berat 30 gram

 Abu Sekam Padi

Berat 40 gram

 Abu Sekam Padi

Berat 50 gram

 Abu Sekam Padi

Berat 60 gram

 Untuk pengukuran kekerasan diperoleh

 bahwa nilai kekerasan semakin bertambahsebanding dengan pertambahan berat abusekam padi walaupun data pengukuran kuatsobek dan ketahanan Abrasi menunjukkan

 penurunan pada saat penambahan abu

sekam padi sebesar 60 gram. Hal ini

dikarenakan interaksi silika-silika dalamcampuran cenderung meningkatkankekakuan campuran. Dari data pengukurankekerasan yang terdapat pada Tabel 2

dapat terlihat bahwa nilai kekerasan bertambah besar dengan semakin kecilnyaukuran partikel abu sekam padi yangdigunakan. Nilai kekerasan maksimumdiperoleh pada penggunaan abu sekam

 padi sebesar 60 gram dengan ukuran partikel 200 mesh yaitu 74 shore A dan inicocok digunakan dalam pembuatan solsepatu dan conveyor belt   yang umumnyamemerlukan kekerasan sekitar 60 sampai70 shore A. Kemudian hasil pengukuran

kekerasan tanpa bahan pengisi diperoleh35 shore A.

Gambar 3. Grafik Kekerasan-Vs-Berat

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0 30 40 50 60

Berat (g)

   K  e   k  e  r  a  s  a  n   (   S   h  o  r  e   A   )

Kekerasan 50

mesh (Shore A)

Kekerasan 100

mesh (Shore A)

Kekerasan 150

mesh (Shore A)

Kekerasan 200

mesh (Shore A)

 

Gambar 4. Grafik Kekerasan-Vs-Ukuran

Partikel

0

10

20

30

40

50

60

70

80

50 100 150 200

Ukuran Partikel (Mesh)

   K  e   k  e  r  a  s  a  n   (   S   h  o  r  e   A   )  Abu Sekam Padi

Berat 30 gram

 Abu Sekam Padi

Berat 40 gram

 Abu Sekam Padi

Berat 50 gram

 Abu Sekam Padi

Berat 60 gram

 

Page 33: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 33/38

 Pengaruh Ukuran Partikel dan Berat Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi terhadap Sifat Kuat Sobek(Darwin Yunus Nasution)

90

  Untuk bertambah baik sebandingdengan penambahan berat abu sekam padisampai pada berat 50 gram pengukuranketahanan abrasi diperoleh bahwa sifat

ketahanan abrasi. Lalu juga mengalami penurunan mulai pada saat penambahanabu sekam padi sebesar 60 gram. Dari data

 pengukuran ketahanan abrasi yang terdapat pada Tabel 3 sampai Tabel 6 dapat terlihat bahwa sifat ketahanan abrasi semakin baikdengan semakin kecilnya ukuran partikelabu sekam padi yang digunakan. Sifatketahanan abrasi paling bagus diperoleh

 pada penggunaan abu sekam padi sebesar50 gram dengan ukuran partikel 200 mesh

yaitu 2.28 cm3/3000x. Kemudian hasil pengukuran ketahanan abrasi tanpa penggunaan bahan pengisi diperoleh hasil3.55 cm3/3000x.

Gambar 5. Grafik Ketahanan Abrasi-Vs-Berat

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

0 30 40 50 60

Berat (g)

   K  e   t  a   h  a  n  a  n   A   b  r  a  s   i   (  c  c   /   3   0   0

   0  x   )

Ketahanan Abrasi

50 mesh (Shore

 A)

Ketahanan Abrasi

100 mesh (Shore

 A)

Ketahanan Abrasi

150 mesh (Shore

 A)

Ketahanan Abrasi

200 mesh (Shore

 A)

 

Gambar 6. Grafik Ketahanan Abrasi-Vs-Ukuran Partikel

2.15

2.2

2.25

2.3

2.35

2.4

2.45

2.5

50 100 150 200

Ukuran Partikel (mesh)

   K  e   t  a   h  a  a  a  n   A   b  r  a  s   i

   (  c  c   /   3   0   0   0  x   )

 Abu Sekam Padi

Berat 30 gram

 Abu Sekam Padi

Berat 40 gram

 Abu Sekam Padi

Berat 50 gram

 Abu Sekam Padi

Berat 60 gram

 

Dari semua data pengukuran baik kuatsobek, kekerasan, dan ketahanan abrasi

menunjukkan penurunan sifat atau kualitas

mulai saat penggunaan abu sekam padisebesar 60 gram. Hal ini dikarenakan

 perbandingan jumlah bagian abu sekam padi lebih besar dari total keseluruhan

komposisi campuran, sehingga interaksi(gaya Van der Waals dan gaya adsorpsi)yang terjadi antara partikel karet denganabu sekam padi tidak seimbang lagi,didominasi oleh partikel abu sekam padi dimana umumnya didominasi oleh partikelkaret (Hofmann, W., 1989). Sedangkan

 pemakaian ukuran partikel semakin kecilakan menyebabkan dispersi dan homogenitas

 partikel abu sekam padi lebih meratadalam matriks karet sehingga sifat kuat

fisika dan mekanis bahan elastomer karetalam tervulkanisasi juga lebih bagus(Stern, H. J., 1967).

Walaupun, hasil uji kuat sobek,kekerasan, dan ketahanan gesek pemakaianabu sekam lebih rendah bila dibandingkandengan penggunaan carbon black , akantetapi abu sekam padi ini dapat digunakansebagai bahan pengisi dalam pembuatanconveyor belt  dan sol sepatu.

KESIMPULAN

Semakin kecil ukuran partikel abusekam padi maka semakin besar nilaikekerasan dan ketahanan abrasi. Sebaliknya,semakin kecil ukuran partikel abu sekam

 padi, semakin kecil nilai kuat sobekkompon karet. Selanjutnya berat abusekam padi yang digunakan berbandinglurus dengan sifat kuat sobek, kekerasandan ketahanan abrasi. Akan tetapi mengalami

 penurunan sifat mulai pada saat penggunaamabu sekam padi sebesar 60 gram.

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro D. D. 2005.  Aktivitas dan Pemodelan Katalis Silikat dari Abu Sekam Padi untuk Konversi Heksana.  www.tekim.ft.undip.ac.id/jreaktor. Diakses tanggal 29 November2006.

Ascroft, K. dan Robinson, K. J. 1969.  A ComparisonStudy of Vulcanization of Natural Rubberwith Various Sulphur-Donor Systems. New

Delhi. India Rubber Institute Corp.

Page 34: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 34/38

Jurnal Sains Kimia Vol. 10, No.2, 2006: 86–91

91

Bhowmick, A. K. 1982. The Effect of Carbon Black-Vulcanization System Interction on

 Natural Rubber Network Structures and Properties. New York. RCT Corp.

 Dispersible Silica Particulates and Reinforcement

of Elastomer-Rubber Matrices Therewith.http://freepatentsonline.com/55475502.html.Diakses tanggal 5 Desember 2006.

Dispergum 24. 1980.  A High Effisient Mastication Agent . Hamburg. DOC Publisher.

Faizal, M. Ade Ilham. 2002.  Penghasilan AbuSekam Menggunakan Tanur Termodifikasi.http://pkukmweb.ukm.my/jurutera/reading/jurnal/j14-2002.html. Diakses tanggal 30 November 2006.

Hepburn, C. dan Reynold, R. J. W. 1979. Elastromers:Criteria for Engineering Design. England.Applied Science Publishers Limited.

Harry, L. 1985.  Basic Compounding and Processingof Rubber.  New Jersey. Rubber DivisionLtd.

Hofmann, W. 1985.  New Highly-Efficient Non Blooming Accelerator Systems for Sulphur

Cure of EPDM . Kyoto. IRC Corp.Hofmann, W. 1989. Rubber Technology Book. New

York. Hanser Publisher.http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2006/11

/14/brk.20061114-87650.id.html. Diakses tanggal16 Desember 2006.

India Rubber Institute. 1998.  Rubber Engineering . New Delhi. Tata McGraw-Hill Limited.

Lewis, P. M. 1984. High Temperature Resistance of Natural Rubber . Birmingham. RCT Corp.

Lindsay, P. B. 1982. Fatique Resistence of Natural Rubber in Compression. New York. RCTCorp.

Ludwig, L. E. 1944.  Plasticizers, Stabilizers and Fillers. New Delhi. India Rubber World.

 Method of Producing Avtive Rice Husk Ash..www.freepatentsonline.com/5329867.html.Diakses tanggal 30 November 2006.

Morrison, N. J. 1983. The Thermal Stability of Monosulfide Crosslinking in Natural Rubber . New York. RCT Corp.

Philiple, K. 1985.  Rubber Processing and Production Engineering . New York. Plenum Press.

Prasetyoko, D. 2001.  Pengoptimuman Sintesa Zeolit Beta Daripada Silika Sekam Padi. Tesis. Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam.Universitas Teknologi Malaysia.

 Rice Husk Ash.  www.ricehuskash.com/detail.html.Diakses tanggal 30 November 2006.

Rodrigues, C. D. S. 2006.  Effects of Rice Husk Ashon Properties of Bamboo Pulp ReinforcedCement Composites. http://biblioteca.universia.net. Diakses tanggal 29 November2006.

Sopyan, I. 2000.  Kimia Polimer . Kebalen. PradnyaParamita.

Spillane, J. J. 1989.  Komoditi Karet dan Perannyadalam Perekonomian Indonesia. Cetakan pertama. Yogyakarta. Kanisius.

Stern, H. J. 1967.  Rubber Natural and Synthetic.Second edition. New York. PalmertonPublishing Corp.

Thomas, A. G. 1982.  Measurement of TensileStrength of Natural Rubber Vulcanization at Elevated Temperature.  New York. RCTCorp.

Tim Penulis PS. 1999.  Karet Strategi PemasaranTahun 2000 Budidaya dan Pengolahan.Bogor. Penebar Swadaya.

Vulcanization. http://en.wikipedia.org/wiki/vulcanization.Diakses tanggal 5 Desember 2006.

Page 35: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 35/38

 

SAINS KIMIAVolume: 10, 2006 ISSN: 1410 – 5152

AUTHORS-CO AUTHOR INDEX

Agusnar, Harry, 35, 67, 80Alfian, Zul, 46Bangun, Hakim, 10Barus, Diana, 4Christiani S., Evi, 4Daniel, 10Dawolo, Asteria K., 10Faisal, Hendri, 67Ginting, Mimpin, 51Kaban, Jamaran, 10Lumban Raja, Saur, 58Misdawati, 78

 Nasution, Darwin Yunus, 27, 86  Nasution, Emma Zaidar, 17, 40Pasaribu, Albert, 73Sebayang, Firman, 20Sembiring, Manis, 4Siregar, Irman Marzuki, 35Sitepu, Mimpin, 4Sihotang, Herlince, 51Sihombing, Junifa Layla, 62Sudiati, 4Suryanto, Dwi, 31Zuhra, Cut Fatimah, 1

JURNAL

(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE) 

Page 36: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 36/38

 

SAINS KIMIAVolume: 10, 2006 ISSN: 1410 – 5152

INDEX OF SUBJECT

Abu Sekam Padi, 86Adsorpsi, 35Alginat, 10Amidasi, 76Analisis, 46Anverene, 73Asam Benzoat, 27Asam Lemak, 1Asam Lemak Bebas, 46Ayam Broiler, 67Bahan Bakar, 62Bahan Pengisi, 86Briket Arang, 62Bromelin, 20Cangkang Kemiri, 62Crude Palm Olein, 46Degradasi, 27Difusi, 10Dry Ice –Acetone, 58Ekstraksi, 1, 51

Etanolisis, 1Fotokatalitik, 27Ganoderma, 31Gliserolisis, 51Growth Inhibition, 31Hidrolisa, 40Imobilisasi, 20Isolasi, 20

Kappa Karagenan, 20Kitin, 80Kitin Protein, 67Kitosan, 10, 35, 80Koefisien Serapan, 4Kompon Karet, 86Kromatografi Kolom, 51Kromatografi FT-IR, 51Limbah Padat, 17Litiasi, 58Membran, 10, 80Minyak Sawit Mentah, 17

 N-Ftaloyl Kitosan, 76 NMR, 73Pakan Ikan, 40Pakan Ternak, 67Papan Komposit, 4Pelarut Kering, 58Pelet, 40Pemucatan, 17

Perisai Radiasi, 4Pharmacological, 73Plocamium cartilagium, 73Serat Ijuk, 4Spektrofotometri Serapan Atom, 35TiO2, 27 

Zat Aditif, 67 

JURNAL

(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE) 

Page 37: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 37/38

 

SAINS KIMIAVolume: 10, 2006 ISSN: 1410 – 5152

Daftar Isi

Volume 10 Nomor 1

Etanolisis Minyak Dedak Padi yang Diekstraksi Secara PerendamanCut Fatimah Zuhra .................................................................................. 1–3

Modifikasi Serat Ijuk dengan Radiasi Sinar- γ  Suatu Studi untuk Perisai Radiasi Nuklir

Mimpin Sitepu .......................................................................................... 4–9

Pembuatan Membran Kompleks Polielektrolit Alginat KitosanJamaran Kaban........................................................................................ 10–16

Studi Minyak Sawit Mentah yang Terdapat pada Limbah Padat sebagai Akibat

Proses PemucatanEmma Zaidar Nasution ........................................................................... 17–19

Pengujian Stabilitas Enzim Bromelin yang Diisolasi dari Bonggol Nanas SertaImobilisasi Menggunakan Kappa Karagenan

Firman Sebayang...................................................................................... 20–26

Pengaruh Waktu Irradiasi dan Laju Alir terhadap Degradasi Fotokatalitik LarutanAsam Benzoat dengan Titanium Dioksida (TiO2) sebagai Katalis

Darwin Yunus Nasution........................................................................... 27–30

Uji Bioaktivitas Penghambatan Ekstrak Metanol Ganoderma spp. terhadapPertumbuhan Bakteri dan Jamur

Dwi Suryanto ............................................................................................ 31–34

Kegunaan Kitosan sebagai Penyerap terhadap Unsur Kobalt (Co2+) MenggunakanMetode Spektrofotometri Serapan Atom

Harry Agusnar.......................................................................................... 35–39

Studi Pembuatan Pakan Ikan dari Campuran Ampas Tahu, Ampas Ikan, Darah SapiPotong, dan Daun Keladi yang Disesuaikan dengan Standar Mutu Pakan Ikan

Emma Zaidar Nasution ........................................................................... 40–45

JURNAL

(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE) 

Page 38: jurnal kimia-sains.pdf

7/21/2019 jurnal kimia-sains.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-kimia-sainspdf 38/38

 

Volume 10 Nomor 2

Perbandingan Hasil Analisis Beberapa Parameter Mutu pada Crude Palm Olein yang Diperoleh dari Pencampuran CPO dan RBD Palm Olein terhadap Teoretis

Zul Alfian .................................................................................................. 46–50

Pembuatan Monogliserida Melalui Gliserolisis Minyak Inti Sawit MenggunakanKatalis Natrium Metoksida

Herlince Sihotang ..................................................................................... 51–57

Sintesis Senyawa Bis (1,2 – Difenilfosfino) Etana dalam Pelarut Dietileter KeringSaur Lumban Raja................................................................................... 58–61

Studi Pembuatan Briket Arang dari Cangkang Kemiri dengan Variasi UkuranPartikel Arang dan Konsentrasi Perekat

Junifa Layla Sihombing........................................................................... 62–66

Pengaruh Penambahan Kitin Protein sebagai Zat Aditif pada Makanan Ternakuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Ayam Broiler

Hendri Faisal ............................................................................................ 67–72

Isolation of Anverene from The Antarctic Peninsula Red Algae ( Plocamium

cartilaginium)Albert Pasaribu ........................................................................................ 73–75

Sintesis Senyawa N-Ftaloyl Kitosan Melalui Reaksi Amidasi antara Kitosandengan Ftalat Anhidrida

Misdawati.................................................................................................. 76–79

Penggunaan Membran Kitin dan Turunannya dari Tulang Rawan Cumi-Cumi untukMenurunkan Kadar Logam Co

Harry Agusnar.......................................................................................... 80–85

Pengaruh Ukuran Partikel dan Berat Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisiterhadap Sifat Kuat Sobek, Kekerasan dan Ketahanan Abrasi Kompon

Darwin Yunus Nasution........................................................................... 86–91