26
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Sering kali kita mengalami kesulitan untuk menentukan kandungan mineral suatu bahan hasil pertanian secara langsung dari bahan aslinya seperti apa yang ada di dalam bahan pangan tersebut. Oleh karena itulah, perlu dicari suatu alternatif untuk menganalisis kandungan mineral yang ada dalam bahan hasil pertanian yaitu dengan cara pengabuan.Pengabuan merupakan suatu proses pemanasan bahan dengan suhu sangat tinggi selama beberapa waktu sehingga bahan akan habis terbakar dan hanya tersisa zat anorganik berwarna putih keabu-abuan yang disebut abu. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran bahan organik. Kadar abu dari suatu bahan dapat menunjukkan kandungan mineral yang ada dalam bahan tersebut. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik sehingga terjadi perubahan radikal organik dan segera terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif. Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Ada dua macam cara pengabuan, yaitu cara kering

Kadar Abu Fix

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kadar Abu Fix

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Sering kali kita mengalami kesulitan untuk menentukan kandungan

mineral suatu bahan hasil pertanian secara langsung dari bahan aslinya seperti

apa yang ada di dalam bahan pangan tersebut. Oleh karena itulah, perlu dicari

suatu alternatif untuk menganalisis kandungan mineral yang ada dalam bahan

hasil pertanian yaitu dengan cara pengabuan.Pengabuan merupakan suatu

proses pemanasan bahan dengan suhu sangat tinggi selama beberapa waktu

sehingga bahan akan habis terbakar dan hanya tersisa zat anorganik berwarna

putih keabu-abuan yang disebut abu. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil

pembakaran bahan organik. Kadar abu dari suatu bahan dapat menunjukkan

kandungan mineral yang ada dalam bahan tersebut.

Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan

anorganik sehingga terjadi perubahan radikal organik dan segera terbentuk

elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif.

Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara

pengabuan yang digunakan. Ada dua macam cara pengabuan, yaitu cara

kering (langsung) dan cara basah (tidak langsung). Kedua cara pengabuan

tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Cara kering

dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu 500-600oC

kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal. Sedangkan cara basah

dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu pada bahan yang diabukan

sepeti gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat.

Penentuan kadar abu total yang dilakukan terhadap bahan hasil pertanian

bertujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan,

mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi

bahan makanan.Oleh karena begitu pentingnya peranan abu untuk

menganalisis kandungan komponen mineral yang terdapat dalam bahan hasil

Page 2: Kadar Abu Fix

pertanian, maka perlu kiranya untuk melakukan kegiatan praktikum penetapan

kadar abu.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui berbagai cara penetapan kadar abu bahan pertanian

Untuk mengukur kadar abu bahan hasil pertanian dengan cara langsung

dan cara tidak langsung

Page 3: Kadar Abu Fix

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metodeb Pengabuan Kering Dan Basah

Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode yang dapat dilakukan, yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara basah).

2.1.1 Pengabuan Kering

Cara kering dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu

500-600oC kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal. Pengabuan cara

kering digunakan untuk penentuan total abu, abu larut, tidak larut air dan tidak

larut asam. Waktu pengabuan lama, suhu yang diperlukan tinggi, serta untuk

analisis sampel dalam jumlah banyak. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan

dalam melakukan pengabuan cara kering, yaitu mengusahakan suhu pengabuan

sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kehilangan elemen secara mekanis karena

penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penguapan

beberapa unsur, seperti K, Na, S, Ca, Cl, dan P.

2.1.2 Pengabuan Basah

Pengabuan cara basah dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu

pada bahan yang diabukan sepeti gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat.

Pengabuan cara basah dilakukan untuk penentuan elemen mineral. Waktu

pengabuan relatif cepat, suhu yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi, untuk analisis

Page 4: Kadar Abu Fix

sampel dalam jumlah sedikit, memakai reagen kimia yang sering berbahaya

sehingga perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan.

Jumlah sampel yang akan diabukan bergantung pada keadaan bahannya.

Dalam hal ini, kandungan abunya dan kadar air bahan. Bahan-bahan yang kering

biasanya 2-5 gram, seperti biji-bijian dan pakan ternak. Untuk bahan yang

kandungan airnya tinggi, jumlah bahan yang diabukan adalah cukup tinggi sekitar

10-50 gram karena saat dipanaskan maka air dalam bahan akan menguap dan

bahan menjadi mengalami susut berat sehingga apabila sampel yang dianalisis

terlalu sedikit, kemungkinan sisa zat tertinggal yang akan ditimbang tidak ada

sehingga analisis bisa terganggu.

Bahan yang mengandung kadar air tinggi perlu dioven terlebih dahulu

sebelum diabukan agar proses pengabuan tidak berlangsung terlalu lama. Bahan

yang berlemak banyak dan mudah menguap harus diabukan menggunakan suhu

mula-mula selama beberapa saat lalu baru dinaikkan ke suhu pengabuan agar

komponen volatil bahan tidak cepat menguap dan lemak tidak rusak karena

teroksidasi. Sedangkan untuk bahan yang dapat membuih perlu dikeringkan dalam

oven terlebih dahulu dan ditambahkan zat antibuih, seperti olive atau parafin lalu

bisa mulai diabukan. Hal ini dilakukan karena timbulnya banyak buih dapat

menimbulkan potensi ledakan yang cukup membahayakan (Apriantono, 1989).

Bahan yang akan diabukan dimasukkan ke dalam wadah yaitu krus baik

dari porselen, quartz, silika ataupun nikel. Penggunaan wadah bergantung pada

jenis bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Ukuran wadah mulai dari 15mL

sampai 100mL. Dengan demikian, bahan-bahan yang banyak mengandung

senyawa-senyawa yang bersifat asam sangat dianjurkan menggunakan wadah

yang terbuat dari porselen yang dilapisi silika bagian pernukaan dalam wadah,

seperti saat menganalisis kadar abu buah-buahan.

Untuk mengetahui kandungan abu yang dapat larut dan tidak dapat larut,

perlu dilakukan tindakan berupa melarutkan sisa pengabuan dalam aquades,

Page 5: Kadar Abu Fix

kemudian disaring. Endapan yang terdapat di kertas saring merupakan abu yang

tidak dapat larut. Sedangkan yang ada dalam air merupakan abu yang mudah

larut. Untuk mengetahui jenis mineral yang terkandung di dalamnya, dapat

dilakukan dengan menggunakan metode titrasi atau serapan panjang gelombang

dengan spektrofotometer ( Fauzi, 1994: 8).

2.2 Bahan Baku Yang Digunakan

2.2.1 Tepung Tapioka

Tepung tapioka merupakan salah satu produk hasil olahan singkong yang banyak

digunakan sebagai bahan baku utama maupun bahan penolong dalam beberapa

produk pangan baik di rumah tangga maupun industri. Salah satu penggunaan

tepung tapioka dalam industri pangan adalah sebagai penyalut pada produk

kacang salut. Penyalut pada produk tersebut diharapkan memiliki tingkat

pengembangan dan kerenyahan yang baik, namun dalam aplikasinya penggunaan

jenis tepung tapioka yang berbeda akan menghasilkan mutu penyalut yang

berbeda pula. Perbedaan mutu produk kacang salut yang dihasilkan dapat

dipengaruhi oleh sifat atau karakteritik tepung tapioka yang digunakan, namun

belum ada penelitian yang memberikan informasi tentang sifat atau karakteristik

tepung tapioka yang diperlukan bagi suatu penyalut kacang.

Menurut Radley (1976), fungsionalitas pati pada produk pangan ataupun

nonpangan tergantung dari sifat fisik pati. Sifat fisik pati tersebut dipengaruhi oleh

dua komponen utama dalam pati yaitu amilosa dan amilopektin. Menurut Matz

(1992), tingkat pengembangan dan tekstur dari makanan ringan (snack)

dipengaruhi oleh rasio dari amilosa dan amilopektin. Menurut Balagopalan et al.

(1988), tekstur pada produk berbahan dasar pati diperoleh dari hasil perubahan

pati selama dan setelah pemasakan. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekstur

produk antara lain gelatinisasi, daya kembang, viskositas, dan retrogradasi. Faktor

pH pada pati juga dapat mempengaruhi mutu produk berbahan dasar pati.

Page 6: Kadar Abu Fix

Menurut Taggart (2004), asam dapat mengganggu ikatan hidrogen yang terdapat

dalam pati, sehingga menyebabkan granula pati lebih mudah untuk mengembang.

2.2.2 Kopi

Kopi dapat digolongkan sebagai minuman psikostimulant yang akan

menyebabkan orang tetap terjaga, mengurangi kelelahan, dan membuat perasaan

menjadi lebih bahagia. Oleh karena itu, tidak mengherankan di seluruh dunia kopi

menjadi minuman favorit, terutama bagi kaum pria. Senyawa kimia yang ada

didalam kopi terdiri dari senyawa volatile dan non-volatil. Senyawa volatile

berpengaruh pada aroma kopi, sedangkan senyawa non-volatil akan berpengaruh

terhadap mutu kopi, seperti kafein yang merupakanalkaloid xanthin. Selain kafein,

di dalam kopi juga terdapat chlorogenic acid, yaitu salah satu jenis senyawa

polyphenol yang menjadi antioksidant kuat di dalam kopi. Kopi jenis robusta

kandungan senyawa polyphenolnya lebih tinggi dibandingkan kopi arabika

ataupun tanaman lain (Johnston, 2003).

Kadar kafein di dalam kopi dipengaruhi oleh tempat tumbuhnya dan cara kopi

disajikan (Daglia M, 2000). Efek kafein di dalam tubuh ialah menghambat

reseptor adenosine sehingga kurang baik untuk tubuh (Lanchare M.P, 2006).

Akan tetapi selain bekerja pada reseptor adenosin kafein juga bekerja pada

respetor lain secara tidak spesifik, hal ini tentu saja dapat menyebabkan efek yang

bisa menguntungkan untuk tubuh (Akio Ohta, 2008). Kadar kafein pada saliva

merupakan index nyata dari kadar kafein plasma, 65-85 % kafein plasma. Kadar

puncaknya kurang lebih 0,25-2 mg/l bila dosis secangkir kopinya 0,4-2,5 mg/kg.

Untuk dosis kurang dari 10 mg/kg

2.3 Prinsip Analisa Pengabuan Kering Pada Praktikum

Pengabuan cara kering dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada

suhu 500-600oC kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal. Prosedur

kerja dimulai dari langkah pertama yaitu menyiapkan wadah berupa krus

Page 7: Kadar Abu Fix

porselen . Digunakan krus porselen karena cepat mencapai berat konstan dan

murah biayanya walaupun mudah pecah. Langkah selanjutnya adalah mengoven

krus porselen selama15’. Tujuannya adalah menghilangkan (menguapkan) air

yang terdapat atau menempel pada krus porselen sehingga tidak mengganggu

ketepatan analisis. Lalu didinginkan dalam eksikator selama 30’. Penggunaan

eksikator bertujuan untuk menyeimbangkan kelembapan relatif (RH) krus dengan

kelembapan udara/lingkungan sehingga krus tidak mudah menarik air dari

udara/lingkungan yang nantinya akan dapat mengganggu ketepatan analisis. Hal

ini perlu dilakukan karena krus yang baru saja dioven, pori-porinya akan

membesar/bersifat porous sehingga akan bersifat higroskopis (mudah menarik air

dari lingkungan) dan akan dapat mempengaruhi berat saat penimbangan.

Akibatnya data yang diperoleh tidak akurat. Setelah itu krus porselen ditimbang

sebagai a gram (sebagai berat krus porselen kosong). Setelah itu, ditambahkan a

gram bahan sampel yang akan dianalisis ke dalam krus porselen. Untuk bahan

kering, maka bahan langsung dapat dimasukkan ke dalam krus porselen,

sedangkan jika bahan mengandung kadar air lebih dari 30%, maka bahan harus

dioven terlebih dahulu agar saat bahan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan

tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk menjadi abu (bahan cepat

menjadi abu). Lalu krus yang berisi sampel ditimbang sebagai b gram (sebagai

berat bahan awal). Kemudian krus berisi sampel dimasukkan ke dalam tanur

pengabuan selama 3 jam. ( Fauzi, 1994: 8).

Proses pengabuan di dalam tanur berlangsung dalam dua tahapan, yaitu

tahap I berlangsung pada suhu 300oC dan tahap II berlangsung pada suhu 800oC.

Pada tahap I yang berlangsung pada suhu 300oC terjadi penguapan bahan-bahan

organik sekaligus kandungan airnya. Tahap ini berlangsung sampai asap habis.

Pada tahap II yang berlangsung pada suhu 800oC terjadi proses pengabuan semua

bahan-bahan organik sehingga dihasilkanlah bahan anorganik sisa pembakaran

yaitu abu yang berwarna putih keabu-abuan. Tahap ini berlangsung sampai tanda

alarm berbunyi dan alarm segera dimatikan karena porses sudah selesai. Setelah

itu bahan dibiarkan dalam tanur selama sehari agar suhu abu stabil, pembentukan

Page 8: Kadar Abu Fix

abu bisa berlangsung lebih sempurna dan menurunkan suhu yang terlalu tinggi

agar abu tidak bersifat terlalu higroskopis. Kemudian krus berisi abu dimasukkan

ke dalam eksikator selam 30’. Hal ini bertujuan untuk menyeimbangkan

kelembapan relatif (RH) krus dengan kelembapan udara/lingkungan sehingga krus

tidak mudah menarik air dari udara/lingkungan yang nantinya akan dapat

mengganggu ketepatan analisis. Hal ini perlu dilakukan karena krus yang baru

saja dioven, pori-porinya akan membesar/bersifat porous sehingga akan bersifat

higroskopis (mudah menarik air dari lingkungan) dan akan dapat mempengaruhi

berat saat penimbangan. Akibatnya data yang diperoleh tidak akurat. Setelah itu

krus porselen berisi abu ditimbang sebagai c gram (sebagai berat bahan setelah

dieksikator). Penentuan kadar abu (% abu) dilakukan dengan perhitungan berat

abu dibagi berat bahan lalu dikalikan 100%. ( Fauzi, 1994: 8).

2.4 Pentingnya Pengabuan Bagi Sebagian Produk

Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara

pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar

mineral dalam bahan tersebut. Ada dua macam garam mineral yang terdapat

dalam bahan, yaitu:

1. Garam organik : garam asam malat, oksalat, asetat, pektat

2. Garam anorganik : garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat

Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam

bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga perlu

dilakukan dengan menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral bahan

Page 9: Kadar Abu Fix

tersebut. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan

anorganik sehingga terjadi perubahan radikal organik dan terbentuk elemen logam

dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif (Anonim, 2008:10).

Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya

suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan

parameter nilai gizi bahan makanan.

AB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

Kurs porselen 6 buah

Oven

Eksikator

Neraca analitik

Tanur

Penjepit

Spatula

2.1.2 Bahan

Page 10: Kadar Abu Fix

Kopi fermentasi

Kopi tanpa fermentasi

Kadar abu

2.2 Skema Kerja

Kurs porselen

Oven 15 menit

Eksikatior 5 menit

Timbang (a gram)

Masukkan tanur

Atur suhu pada skala 30-40

Selama 1 jam / samapi asapnya hilang

Naikkan suhu pada skalan 60-80 selama 4 jam

Timbang (c gram)

Timbang 3 gram bahan 3x (b gram)

Page 11: Kadar Abu Fix

BAB 4. HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Perhitungan

4.1.1 Kopi Sangrai Tanpa Fermentasi

Pengulangan Berat Kurs

Porselin (gr)

Berat Bahan

(gr)

Berat Kurs

Porselin + Bahan

(gr)

Berat Kurs Porselin +

Bahan Setelah

Pengabuan (gr)

Berat Bahan Setelah

Pengabuan (gr)

Kadar abu

(g/100 g, %bb)

1 18,240 3,007 21,247 18,369 0,129 4,289

2 11,842 3,035 14,877 11,967 0,125 4,118

3 8,532 3,001 11,533 8,666 0,134 4,465

Rata - rata 4,291

SD 0,1735

RSD 3,885

4.1.2 Kopi Sangrai Dengan Fermentasi

Page 12: Kadar Abu Fix

Pengulangan

Berat Kurs

Porselin (gr)

Berat Bahan

(gr)

Berat Kurs

porselin + Bahan

(gr)

Berat Kurs Porselin +

Bahan Setelah

Pengabuan (gr)

BeratBahan Setelah

Pengabuan (gr)

Kadar abu (g/100 g,

%;bb)

1 10,702 3,021 13,723 10,851 0,149 4,932

2 10,972 3,043 14,015 11,116 0,144 4,732

3 7,994 3,039 11,033 8,142 0,148 4,870

Rata – rata 4,844

SD 0,1024

RSD 2,113

4.1.3 Tepung Tapioka

Pengulangan (1, 2, 3)

Berat Kurs

Porselin (gr)

Berat Bahan

(gr)

Berat Kurs

porselin + Bahan

(gr)

Berat Kurs Porselin +

Bahan Setelah

Pengabuan (gr)

Kadar abu (%, bb)

Kadar abu (%;bk)

1 13,871 3,016 16,887 13,872 0,0331 % 0,0387 %

2 12,952 3 15,952 12,953 0,0333 % 0,0389 %

3 14,825 3,012 17,837 14,827 0,0641 % 0,0749 %

Rata – rata 13,882 3,009 16,892 13,884 0,0435 % 0,0508 %

SD0,936 %

0,008

%0,942 % 0,937 0,0178 % 0,0208 %

Page 13: Kadar Abu Fix

RSD6,742 %

0,265

%5,576 % 6,748 40,9195 % 40,9448 %

4.2 Pembahasan

Pada praktikum anaisa kadar abu yang telah dilakukan terdapat prosedur-

prosedur (tahapan) yang harus dilakukan selama analisa dilakukan. Dari

serangkaian tahapan tersebut diperolehlah data pengamatan seperti yang telah

dipaparkan pada data pengamatan. Dibawah ini pembahasan dari masing-masing

analisa kadar abu terhadap beberapa bahan.

4.2.1 Kopi Sangrai Tanpa Fermentasi

Pada praktikum analisa kadar abu dengan sempel kopi sangrai tanpa

fermentasi dengan 3 kali pengulangan didapatkan nilai rata-rata 4,291 % berat

(bb). Nilai rata-rata ini menunjukkan jumlah kandungan mineral yang terdapat

dalam bahan kopi sangrai tanpa fermentasi sebesar 4,291 g/100. Dengan nilai

RSD sebesar 3,885%., angka ini menunjukkan bahwa praktikumyang dilakukan

mendapatkan dat yang akurat, dengan nilai RSD dibawah 5. Jumlah kandungan

mineral dalam pengabuan kopi sangrai tanpa fermentasiini menunjukkan bahawa

kopi ini memiliki kualitas yang baik karena kandungan mineral yang diinginkan

pada kopi hanya sedikit sekitar 5%.

4.2.2 Kopi Sangrai Fermentasi

Pada praktikum analisa kadar abu dengan sempel kopi sangrai fermentasi

dengan 3 kali pengulangan didapatkan nilai rata-rata 44,844% berat (bb). Nilai

rata-rata ini menunjukkan jumlah kandungan mineral yang terdapat dalam bahan

kopi sangrai tanpa fermentasi sebesar 4,844g/100. Dengan nilai RSD sebesar

2,113 %., angka ini menunjukkan bahwa praktikumyang dilakukan mendapatkan

dat yang akurat, dengan nilai RSD dibawah 5. Jumlah kandungan mineral dalam

pengabuan kopi sangrai fermentasi ini menunjukkan bahawa kopi ini memiliki

Page 14: Kadar Abu Fix

kualitas yang baik karena kandungan mineral yang diinginkan pada kopi hanya

sedikit sekitar 5%.

4.2.3 Tepung Tapioka

Pada praktikum yang telah dilakukan pada analisa kadar abu dengan

menggunakan sampel bahan tepung tapioka diperoleh data nilai rata-rata kadar

abu sebesar 0,0508%. Dimana data ini menunjukan kandungan mineral yang

terdapat pada tepung tapioka ialah 0,0508%

Sedangkan

Nilai RSD yang didapatkan pada praktikum aanalisa kadar abu dengan sempel

tepung tapiokadidapatkan Nilai RSD yang sangat besar yaitu dengan nilai

40,94%. Dimana dengan nilai RSD yang sebesar itu dapat ditarik kesimpulan

bahwa data pengamatan yang telah diperoleh memiliki tingkat keakurasian yang

sangat buruk. Hal ini dikarenakan nilai RSD yang sangat jauh melebihi 5%.

Kesalahan ini bisa disebabkan oleh 2 faktor, kesalahan praktikum atau bahan

yang mutunya sudah tidakbaik.

BAB 5. PEMBAHASAN5.1 Kesimpulan

Page 15: Kadar Abu Fix

Kadar  abu  dalam bahan pangan sangat  mempengaruhi  kualitas dan daya

simpan dari bahan pangan tersebut.

Proses   untuk   menentukan   jumlah   mineral   sisa   pembakaran   disebut

pengabuan.

Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam bahan

tersebut.

Ada dua macam garam mineral yang terdapat dalam bahan, yaitu:

1. Garam organik : garam asam malat, oksalat, asetat, pektat

2. Garam anorganik : garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat

Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya

suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta

dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan

5.2 Saran

Pada praktikum ini harusnya dilakukan dengan sangat teliti karena

analisa kadar abu dapat untuk mengetahui baik buruknya bahan pangan, apabila

terjadi kesalahanmaka akan membahayakan konsumen dan mutu

LAMPIRAN

Perhitungan tepung tapioca

Page 16: Kadar Abu Fix

1. Kadar Abu (%, bb)

(Berat kurs porselen + bahan setelah pengabuan – berat kurs porselen) / berat

bahan x 100%

- Pengulangan I : rata-rata X =

0,0331+0,0333+0,0641/3

13,872 – 13,871/3,016 x 100% = 0,0331% = 0,0435 %

- Pengulangan II :

12,953 – 12,952/3 x 100% = 0,0333 %

- Pengulangan III :

14,827 – 14,825/3,012 x 100% = 0,0641 %

2. Kadar Abu (%, bk)

(Kadar abu %bb) / (100-kadar air bb) x 100%

- Pengulangan I :

0,0331 / (100 – 14,5) x 100% = 0,0387 % rata-rata X =

0,0387+0,0389+0,0749/3

- Pengulangan II : = 0,0508%

0,0333 / (100 – 14,5) x 100% = 0,0389 %

- Pengulangan III :

0,0641 / (100 – 14,5) x 100% = 0,0749 %

Kadar abu (%bb)

SD = √(0,0331-0,0435)2 + (0,0333-0,0435) 2 + (0,0641-0,0435) 2

2

Page 17: Kadar Abu Fix

= √0,00031828 = 0,0178 %

RSD = SD/ X x 100

= 0,0178/ 0,0435 x 100 = 40,9195 %

Kadar abu (%bk)

SD = √ (0,0387-0,0508)2+(0,0389-0,0508)2+(0,0749-0,0508)2

2

= √0,000434415 = 0,0208 %

RSD = SD/ X x 100

= 40,9448 %

Page 18: Kadar Abu Fix

DAFTAR PUSTAKA

Apriantono, Fardiaz dan Puspitasari. 1989. Analisa Pangan. Bogor: IPB.

Balagopalan, C., Padmaja, G., Nanda, S.K., dan Moorthy, S.N. 1988. Cassava in

Food, Feed, and Industry. CRC Press, Baco Raton, Florida

Fauzi, Mukhammad. 1994. Analisa Hasil Pangan (Teori dan Praktek). Jember:

UNEJ

Johnston K.L, Clifford M.N, Morgan L.M. 2003. Coffee Acutely Modifies

Gastrointestinal Hormon Secretion and Glucose Tolerance in Human:

Glycemic Effect of Chlorogenic Acid and Caffeine. Am J Clin Nutr.

Lanchare M.P. 2006. The Pharmacology and Toxicology of Caffeine. J Food

Savety.

Page 19: Kadar Abu Fix

Matz, S.A. 1992. Bakery Technology and Engineering 3rd Ed. Pan-tech

International Inc., Texas

Radley, J.A. 1976. Starch Production Technology. Applied Science Publishers,

London.