Upload
dinhquynh
View
223
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Barat
Triwulan III 2014
Volume 8 Nomor 3
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I
SULAWESI MALUKU PAPUA (SULAMPUA)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Barat
TRIWULAN III 2014
Publikasi ini dan publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi:
Divisi Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I
Sulawesi Maluku Papua (Sulampua)
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 – 3615188/3615189
Faksimili: 0411 – 3615170
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan i
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I – Sulawesi Maluku Papua (Sulampua), mencakup aspek
pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem
pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke
depan. Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam
merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para
stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah
diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Pada triwulan III 2014, ekonomi Sulbar tumbuh diatas rata-ratanya yaitu mencapai 10,02% (yoy) atau mengalami
percepatan dibandingkan triwulan II 2014 yang tumbuh 8,93% (yoy), dengan level pertumbuhan tersebut, ekonomi Sulbar
tumbuh lebih tinggi daripada perekonomian nasional (5,01%; yoy). Sebagai penggerak pertumbuhan adalah sektor
industri pengolahan, sektor LGA, dan sektor jasa-jasa. Peningkatan kegiatan ekonomi pada akhirnya secara positif
berperan pada penurunan tingkat pengangguran. Di sisi lain, laju inflasi Sulbar triwulan III 2014, cenderung melambat
(4,46%; yoy), di bawah angka nasional. Lembaga TPID yang sudah terbentuk di semua enam kabupaten/kota dan provinsi
diyakini makin berperan dalam pengendalian harga-harga umum. Dari sisi kesejahteraan masyarakat, tantangan yang
masih perlu mendapat perhatian adalah ketimpangan pendapatan masyarakat yang semakin lebar dan tingkat kemiskinan
yang masih belum berhasil ditekan.
Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara
langsung yaitu melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada
kesempatan ini, kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa
pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan dari para
pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Makassar, November 2014
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah I - Sulampua
Suhaedi
Direktur Eksekutif
ii Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
VISI BANK INDONESIA
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan
efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan
eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan
dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan
akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta
melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam
rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS
Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen
dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas
Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –
Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan iii
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI III
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 5
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 9
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 10
1.2. SISI PERMINTAAN 10
1.3. SISI PENAWARAN 12
2. KEUANGAN PEMERINTAH 17
2.1. STRUKTUR ANGGARAN 18
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD SULAWESI BARAT 19
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN INSTANSI VERTIKAL DI SULAWESI BARAT 21
2.4. PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH TERHADAP EKONOMI DAERAH 21
3. INFLASI DAERAH 23
3.1. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 24
3.2. DISAGREGASI INFLASI 28
3.3. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 28
4. SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 29
4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 30
4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 32
4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 33
4.4. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 34
5. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 35
5.1. TENAGA KERJA 36
DAFTAR ISI
iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
5.2. PENDUDUK MISKIN 37
5.3. RASIO GINI 38
5.4. NILAI TUKAR PETANI 39
6. PROSPEK PEREKONOMIAN 41
6.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 42
6.2. PROSPEK INFLASI 44
LAMPIRAN 49
DAFTAR BOKS
BOKS 6.A. 46
DAMPAK (RENCANA) KENAIKAN HARGA BBM BERSUBSIDI 46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
Gambaran Umum
Perekonomian Sulawesi Barat
triwulan III 2014 tumbuh tinggi
dengan laju inflasi yang
menurun dari triwulan
sebelumnya.
Pada triwulan III 2014, perekonomian Sulawesi Barat (Sulbar) tumbuh sebesar
10,02% (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2014 (8,93%, yoy). Pertumbuhan ekonomi
Sulbar tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional triwulan III
2014 yang tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan ekonomi terutama bersumber
dari kegiatan konsumsi dan ekspor seiring peningkatan kinerja sektor industri
pengolahan dan beberapa sektor utama lainnya. Tekanan inflasi mengalami penurunan
di triwulan laporan menjadi 4,46% (yoy) dari 6,65% (yoy) di triwulan II 2014. Turunnya
inflasi disebabkan oleh penurunan laju inflasi bahan makanan, tarif transportasi, serta
komoditas dalam kelompok kesehatan. Sektor perbankan masih melanjutkan tren
perlambatan sejak pertengahan tahun 2013, antara lain terkait dengan kebijakan
stabilisasi baik dari sisi moneter maupun makroprudensial. Perlambatan sektor
perbankan tersebut juga searah dengan indikator-indikator keuangan Sulbar yang
relatif melambat dari triwulan sebelumnya. Sebagai tantangan ke depan untuk
menjaga pertumbuhan ekonomi yang tinggi, diperlukan upaya untuk terus mendorong
peningkatan produktivitas sektor utama. Adapun penyesuaian harga BBM bersubsidi
belum lama ini menjadi risiko yang harus diwaspadai dan dikelola bersama oleh seluruh
stakeholders agar tidak memiliki dampak yang berlebihan pada ekspektasi harga
konsumen yang pada gilirannya dapat meningkatkan inflasi lebih tinggi dari perkiraan
dan menggerus daya beli masyarakat.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Konsumsi dan ekspor
mendorong penguatan kinerja
perekonomian Sulbar.
Perekonomian Sulbar pada triwulan III 2014 mampu bertumbuh lebih cepat dari
triwulan II 2014. Akselerasi pertumbuhan ekonomi Sulbar pada triwulan laporan
didukung oleh faktor musiman yang mendorong aktivitas konsumsi serta adanya
peningkatan kinerja ekspor. Membaiknya ekspor Sulbar terutama didorong oleh
perkembangan industri pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) yang masih tumbuh
tinggi pada triwulan laporan. Hal ini mengantarkan angka pertumbuhan ekonomi
Sulbar pada triwulan III 2014 menjadi 10,02% (yoy) dari 8,93% (yoy) pada triwulan lalu.
Keuangan Pemerintah
Realisasi keuangan pemerintah
untuk APBD maupun instansi
vertikal, relatif masih rendah
hingga triwulan III 2014.
Persentase realisasi pendapatan berdasarkan APBD Sulbar tercatat telah melampaui
target meski penyerapan anggaran untuk belanja masih belum optimal. Dari sisi
pendapatan, target pendapatan daerah pada triwulan III 2014 yang setidaknya
mencapai 75% telah terlampaui. Angka persentase realisasi tercatat sebesar 75,45%
RINGKASAN EKSEKUTIF
2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
terutama karena membaiknya pendapatan komponen retribusi daerah. Sementara dari
sisi belanja, realisasi belanja APBD Provinsi maupun instansi vertikal di Sulbar juga lebih
baik dari triwulan II 2014, meskipun penyerapannya masih tergolong rendah (di bawah
60%). Realisasi belanja modal pada APBD Provinsi masih sangat rendah (37,6%)
sementara pada instansi vertikal di Sulbar belanja modal justru menjadi komponen
belanja terbesar dengan realisasi 59,1% pada triwulan III 2014.
Inflasi Daerah
Inflasi Sulbar pada triwulan III
2014 mengalami penurunan
seiring turunnya inflasi bahan
makanan dan transpor.
Inflasi Sulbar pada triwulan III 2014 mengalami penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, yaitu dari 6,65% (yoy) menjadi 4,46% (yoy). Turunnya inflasi
dipengaruhi oleh kembali normalnya harga bahan makanan dan tarif angkutan pasca
perayaan Lebaran. Adanya kenaikan inflasi yang signifikan pada triwulan yang sama
tahun 2013 akibat penyesuaian harga BBM bersubsidi turut memengaruhi penurunan
inflasi yang terjadi karena faktor base-effect. Adapun dibandingkan dengan nasional,
inflasi tahunan Sulbar masih relatif lebih rendah dari inflasi nasional pada triwulan III
2014 yang tercatat sebesar 4,53% (yoy).
Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran
Kinerja sistem keuangan
melambat namun risiko kredit
tetap terjaga dalam batas
aman...
… disertai deselerasi pada
kegiatan transaksi nontunai.
Kinerja sistem keuangan Sulbar pada triwulan III 2014 tumbuh melambat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Indikator utama perbankan seperti aset,
penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), dan penyaluran kredit pada triwulan laporan
tercatat tumbuh melambat. Melambatnya kredit turut memengaruhi penurunan peran
intermediasi perbankan yang menurun pada triwulan laporan. Perlambatan kredit
dimaksud terutama terjadi pada penyaluran kredit untuk rumah tangga maupun kredit
UMKM. Secara keseluruhan, kredit yang disalurkan perbankan di Sulbar masih memiliki
kualitas yang baik seiring rasio Non Performing Loans (NPL) yang masih di bawah 5%.
Perkembangan sistem pembayaran cenderung mengikuti arah pertumbuhan
indikator perbankan yang mengalami perlambatan pada triwulan III 2014. Transaksi
nontunai menggunakan Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) mengalami kontraksi
yang lebih dalam pada triwulan laporan. Baik transaksi yang keluar maupun yang
masuk ke dalam sistem perbankan Sulbar mengalami penurunan kinerja pada triwulan
III 2014 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran dan
kesejahteraan mengalami
peningkatan.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat pada Agustus 2014 sebesar
2,08% atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya 1,60% (Agustus 2013). Struktur
ketenagakerjaan di Sulbar belum menunjukkan adanya pergeseran yang berarti terkait
porsi tenaga kerja di sektor primer, sekunder, maupun tersier. Lebih lanjut, tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK) Sulbar pada Agustus 2014 tercatat sebesar 71,06%,
lebih tinggi dari Agustus 2013 yang tercatat 66,83%. Adapun tingkat kemiskinan baik di
kota maupun desa tercatat masih mengalami peningkatan.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 3
Prospek Perekonomian
Pada triwulan IV 2014,
perekonomian Sulbar
diperkirakan tumbuh lebih kuat
walaupun disertai inflasi tinggi,
dampak kenaikan harga BBM
bersubsidi.
Perekonomian Sulbar pada triwulan IV 2014 dan untuk keseluruhan tahun 2014,
masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 10,3% - 11,3% (yoy) dan 9,2%
- 10,2% (yoy). Dibandingkan dengan kondisi perekonomian nasional, kinerja ekonomi
Sulbar memang diperkirakan lebih baik. Hal ini akan didukung oleh kegiatan konsumsi
dan investasi optimalisasi belanja fiskal daerah. Di sisi penawaran, sektor pertanian
diperkirakan tumbuh cukup stabil sementara sektor industri akan tetap meningkat
karena adanya kenaikan kapasitas industri pengolahan.
Laju inflasi akhir 2014 diprakirakan akan meningkat, didorong oleh kenaikan harga
bahan bakar minyak bersubsidi. Dengan adanya perkembangan penetapan kenaikan
harga BBM bersubsidi tersebut, inflasi diperkirakan meningkat dalam kisaran 6,7% -
7,9%, atau di atas sasaran inflasi nasional. Namun demikian, pasokan bahan makanan
dinilai cenderung memadai sedangkan harga emas internsional memiliki potensi untuk
melanjutkan tren penurunan yang sedang terjadi.
RINGKASAN EKSEKUTIF
4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
PERTUMBUHAN Tabel Indikator Ekonomi
A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
I II III IV I II III IV I II III
MAKRO
Indeks Harga Konsumen
-Sulawesi Barat 134.57 134.98 137.56 138.24 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28 112.54
-Sulawesi Selatan 132.89 133.44 135.69 136.14 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71 111.72
-Sulawesi Utara 128.11 129.75 131.57 133.73 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28 110.90
-Gorontalo 134.65 136.07 137.85 139.32 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32 109.62
-Papua 126.38 127.28 129.07 132.71 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54 112.66 114.05
-Papua Barat 144.28 149.65 152.64 152.79 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41 109.26 113.93
-Maluku 137.57 142.05 142.03 140.74 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38 111.97 112.31
-Sulawesi Tengah 135.20 137.53 141.14 142.34 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64 115.12
-Sulawesi Tenggara 137.27 138.93 141.02 141.15 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 108.71 111.72
-Maluku Utara 133.20 134.73 135.68 136.87 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16 114.28 117.01
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
-Sulawesi Barat 3.81 3.24 3.71 3.28 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65 4.46
-Sulawesi Selatan 4.06 3.84 4.48 4.41 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92 3.72
-Sulawesi Utara 0.95 3.73 5.23 6.04 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26 4.00
-Gorontalo 5.91 5.95 5.40 5.31 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82 3.59
-Papua 1.94 1.80 2.94 4.52 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57 7.40 4.51
-Papua Barat 2.07 4.11 5.52 5.07 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77 5.27 5.32
-Maluku 8.65 6.25 7.07 6.73 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95 8.87 2.79
-Sulawesi Tengah 2.50 4.99 6.78 5.87 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37 5.46
-Sulawesi Tenggara 5.10 4.65 2.03 5.25 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.21 1.83
-Maluku Utara 4.54 4.30 3.87 3.29 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80 9.75 5.40
PDRB Penawaran- Harga Konstan (Rp Miliar)
1. Pertanian 718 678 605 588 738 706 650 640 794 728 680
2. Pertambangan dan Penggalian 10 12 16 17 13 14 15 18 14 15 16
3. Industri Pengolahan 118 127 129 133 134 137 134 138 174 230 234
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 7 7 8 8 7 9 9 9 9 9 10
5. Konstruksi/ Bangunan 48 56 70 91 52 62 78 100 57 65 81
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 169 174 177 191 182 188 197 205 201 202 206
7. Angkutan dan Komunikasi 46 46 51 50 48 51 56 55 53 54 59
8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 84 91 93 95 92 99 102 106 97 105 105
9. Jasa-jasa 208 221 265 299 244 251 268 305 245 248 270
PDRB Permintaan- Harga Konstan (Rp Miliar)
1. Konsumsi 1238 1288 1336 1378 1321 1366 1414 1455 1391 1429 1485
2. Investasi 203 192 141 157 213 205 156 181 262 251 181
3. Ekspor 240 240 259 269 268 270 274 289 305 329 336
4. Impor 272 307 323 335 292 324 333 349 314 350 341
Total PDRB (Rp Miliar) 1408 1414 1413 1470 1511 1517 1510 1575 1645 1657 1661
Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 15.56 8.94 4.03 8.16 7.30 7.29 6.85 7.20 8.85 9.29 10.29
Catatan:
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007
**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
INDIKATOR2012* 2013* 2014**
TABEL INDIKATOR EKONOMI
6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI KC/KCP) DAN TRANSAKSI RTGS)
I II III IV I II III IV I II III
BANK UMUM
ASET (Rp Miliar) 3,089 3,399 3,578 3,706 3,860 4,122 4,440 4,291 4,417 4,552 4,208
DPK (Rp Miliar) 2,224 2,572 2,726 2,622 2,224 2,572 2,726 2,622 2,985 3,226 3,154
Giro 619 718 899 474 619 718 899 474 829 932 981
Tabungan 1,395 1,626 1,628 1,949 1,395 1,626 1,628 1,949 1,943 1,964 1,855
Deposito 210 228 199 199 210 228 199 199 213 330 318
Kredit (Rp Miliar) 2,889 3,095 3,237 3,364 3,452 3,625 3,751 3,870 3,966 4,118 4,208
Modal Kerja 1,136 1,427 1,208 1,214 1,246 1,270 1,295 1,334 1,359 1,448 1,466
Investasi 269 271 286 299 313 407 409 416 426 373 394
Konsumsi 1,483 1,397 1,744 1,851 1,893 1,948 2,046 2,120 2,181 2,297 2,348
LDR 129.89% 120.32% 118.78% 128.28% 155.23% 140.92% 137.61% 147.57% 132.87% 127.63% 133.43%
Kredit (Rp Miliar) 2,889 3,095 3,237 3,364 3,452 3,625 3,751 3,870 3,966 4,118 4,208
Pertanian 134 147 167 168 169 196 205 217 229 224 241
Pertambangan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3
Industri pengolahan 28 39 38 38 41 33 33 36 37 43 44
Listrik, Gas dan Air 0 0 0 0 0 1 1 1 1 3 3
Konstruksi 45 47 52 16 37 44 48 46 48 41 44
Perdagangan 908 1,245 1,046 1,055 1,078 1,241 1,236 1,268 1,280 1,338 1,365
Pengangkutan 4 5 5 7 7 6 6 7 8 9 10
Jasa Dunia Usaha 39 39 39 69 40 64 64 59 55 58 43
Jasa Sosial Masyarakat 110 98 77 69 85 91 109 114 125 84 107
Lain-lain 1,618 1,472 1,810 1,940 1,993 1,948 2,046 2,120 2,181 2,314 2,348
Kredit Usaha Mikro (Rp Miliar) 479 463 501 489 486 536 533 545 580 645 616
Modal Kerja 384 378 411 394 407 429 442 455 474 543 499
Investasi 95 85 91 95 79 107 92 90 106 101 117
Kredit Usaha Kecil (Rp Miliar) 668 823 799 838 885 934 972 1,018 1,015 1,021 1,087
Modal Kerja 524 672 620 649 670 662 688 724 732 794 857
Investasi 144 151 179 189 216 272 284 294 283 227 230
Kredit Usaha Menengah (Rp Miliar) 74 198 67 76 80 108 127 118 127 140 125
Modal Kerja 60 185 61 67 68 84 97 89 93 101 87
Investasi 14 13 6 9 13 24 31 29 33 39 38
NPL Total (Gross %) 3.72% 3.74% 3.68% 2.55% 4.56% 4.46% 4.19% 3.81% 4.68% 4.59% 4.59%
NPL UMKM (Gross %) 7.31% 6.67% 6.86% 4.04% 4.86% 5.34% 4.74% 3.94% 5.93% 8.79% 8.79%
BANK UMUM SYARIAH
ASET (Rp Miliar) 174 204 202 210 222 239 249 264 260 230 235
DPK (Rp Miliar) 56.98 67.32 68.62 86.06 56.98 67.32 68.62 86.06 94.91 97.35 119.43
Giro 0.68 2.85 4.33 10.63 0.68 2.85 4.33 10.63 9.58 9.63 13.61
Tabungan 47.86 51.94 51.02 59.33 47.86 51.94 51.02 59.33 69.42 73.69 88.75
Deposito 8.44 12.53 13.27 16.10 8.44 12.53 13.27 16.10 15.91 14.03 17.07
Pembiayaan (Rp Miliar) 164.63 188.65 194.39 199.90 212.32 223.02 235.20 244.92 246.20 250.15 253.19
Modal Kerja 80.57 87.17 83.31 79.62 74.77 71.53 66.13 62.56 60.42 63.96 68.32
Investasi 11.51 14.45 20.20 25.12 35.91 43.28 53.82 63.29 68.84 9.58 11.30
Konsumsi 72.54 87.03 90.88 95.15 101.64 108.22 115.25 119.07 116.94 176.61 173.58
FDR Lokasi Bank 288.94% 280.23% 283.30% 232.27% 372.64% 331.28% 342.77% 284.59% 259.40% 256.97% 212.00%
I II III IV I II III IV I II III
TRANSAKSI RTGS
Ingoing (Rp Miliar) 712.04 835.7 956.15 918.78 894.45 973.12 1474.24 1454.4 1164.2 789.08 764.595
Outgoing (Rp Miliar) 400.56 532.89 562.18 883.58 292.41 387.58 497.27 740.60 406.16 558.63 510.594
INDIKATOR2012 2013
INDIKATOR2012 2013
2014
2014
TABEL INIDKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 7
C. GRAFIK INDIKATOR
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014
Rasio PDRB Sulampua terhadap PDB Nasional
Rasio PDRB Sulbar terhadap PDB Nasional
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014
Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
Pertumbuhan Ekonomi Sulbar(yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
-3%
-1%
1%
3%
5%
7%
9%
11%
13%
15%
17%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014
Pertanian Pertambangan PHR
Industri Pengolahan Komunikasi dan Transportasi Lainnya
PDRB
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi
Perubahan Stok Net Ekspor PDRB
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumbangan Sektor Ekonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulbar Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulbar
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014
Inflasi Nasional (yoy)
Inflasi Sulbar (yoy)
BI Rate
100%
110%
120%
130%
140%
150%
160%
170%
180%
190%
200%
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
(Rp Triliun)Aset
DPK Lokasi Bank Pelapor
Kredit Lokasi Bank
LDR - Skala Kanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulbar
0%
1%
1%
2%
2%
3%
3%
4%
4%
5%
5%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2009 2010 2011 2012 2013 2014
(Ribu Orang)Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan
Jumlah Penduduk
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
130
135
140
145
150
155
160
165
2009 2010 2011 2012 2013 2014
(Ribu Orang) % Penduduk Miskin - Skala KananJumlah Penduduk Miskin
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin
TABEL INDIKATOR EKONOMI
8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 9
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Perekonomian Sulawesi Barat (Sulbar) pada triwulan III 2014 tumbuh
10,02% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 8,93% (yoy).
Dari sisi permintaan, penguatan perekonomian Sulbar pada triwulan III
2014 terutama berasal dari kenaikan komponen ekspor dan masih tingginya
tingkat investasi (PMTB). Pada sisi penawaran, penguatan perekonomian
terutama karena membaiknya kinerja sektor industri pengolahan, Listrik Gas
dan Air Bersih, dan Jasa-jasa.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Pada triwulan III 2014, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat (Sulbar) tumbuh 10,02% (yoy), jauh lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya karena keberhasilan komponen investasi (PMTB) dan peningkatan ekspor dan
penurunan impor. Pertumbuhan ekonomi Sulbar pada triwulan III 2014 mencapai 10,02% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
periode sebelumnya yang tercatat mencapai 8,93% (yoy) (Grafik 1.1). Dari sisi sektoral, penguatan pertumbuhan
didukung oleh peningkatan kinerja sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel & restoran, serta sektor jasa-jasa.
Sumber: BPS Sumber: BPS
Grafik 1.1. Perkembangan PDRB Sulbar Grafik 1.2. Struktur Ekonomi Sulbar
1.2. Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan, penguatan ekonomi Sulbar pada triwulan III 2014 terutama didorong oleh peningkatan konsumsi
rumah tangga dan ekspor. Konsumsi rumah tangga tumbuh lebih besar dibandingkan periode sebelumnya, dimana pada
triwulan II 2014 tercatat sebesar 5,87% (yoy) menjadi 6,21% (yoy)di triwulan III 2014 (Tabel 1.1). Peningkatan konsumsi
rumah tangga tersebut berkaitan dengan rangkaian event besar seperti Idul Fitri, hari kemerdekaan, dan Idul Adha. Selain
itu penguatan ekonomi di periode laporan juga ditunjang oleh peningkatan kinerja ekspor.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran
I II III IV I II III IV I II III
11.40 8.75 6.03 6.38 8.02 6.77 6.06 5.85 5.57 6.04 5.30 4.57 5.07
8.97 8.13 4.71 3.18 6.16 3.98 5.41 5.05 5.50 4.99 6.01 5.87 6.21
19.27 10.38 9.43 14.37 13.02 15.04 7.74 7.82 5.73 8.72 3.38 1.28 2.34
9.54 4.02 0.27 0.41 3.24 0.26 6.91 8.04 15.48 7.94 14.98 6.99 4.33
-40.08 -3.13 42.49 3.16 -1.04 -25.49 -17.97 -6.95 -8.07 -13.07 -62.88 -75.84 -91.33
22.02 8.96 0.30 0.22 6.83 11.92 12.26 5.46 7.47 9.15 13.71 19.36 22.65
8.80 6.10 6.53 0.79 5.28 7.53 5.72 3.01 4.41 5.06 7.49 3.39 2.33
15.56 8.94 4.03 8.16 9.01 7.30 7.29 6.85 7.20 7.16 8.85 8.93 10.02
2014**Pertumbuhan Komponen
Penggunaan (%; yoy)20132012
2013**2012*
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Motor pertumbuhan ekonomi Sulbar di triwulan III 2014 berasal adalah sektor konsumsi rumah tangga dan ekspor.
Sektor rumah tangga memberikan sumbangan pertumbuhan terbesar di triwulan III 2014 yaitu sebesar 4,11% (yoy).
Sektor lain yang signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di periode pelaporan ini adalah ekspor yang memberikan
andil 4,10% (yoy).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 11
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.3. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Komponen Pengeluaran
1.2.1 Konsumsi
Kegiatan konsumsi pada triwulan III 2014 tumbuh meningkat dibandingkan triwulan II 2014, disebabkan oleh
percepatan konsumsi pemerintah dan rumah tangga. Konsumsi secara keseluruhan tercatat tumbuh sebesar 5,07% (yoy)
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 4,57% (yoy). Dilihat dari sisi pelakunya, percepatan
terutama terjadi pada konsumsi rumah tangga yang disebabkan oleh adanya dua event di sepanjang periode pelaporan
(Idul Fitri dan Hari Kemerdekaan) dan persiapan menjelang Idul Adha di awal triwulan IV 2014.
Konsumsi rumah tangga tumbuh lebih tinggi karena rangkaian event besar seperti Idul Fitri, hari kemerdekaan, dan
persiapan Idul Adha. Pada moment perayaan seperti ini, konsumsi masyarakat baik makanan maupun non makanan
cenderung meningkat tajam. Pada triwulan III 2014 konsumsi rumah tangga tumbuh menjadi 6,21% (yoy) dibandingkan
periode sebelumnya yang tercatat sebesar 5,87% (yoy). Laju pertumbuhan sektor ini memberikan sumbangan terbesar,
yaitu mencapai 4,11%.
Pada sisi lain, komponen konsumsi pemerintah juga tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya seiring
dengan meningkatnya daya serap anggaran, baik anggaran dari pemerintah pusat maupun daerah. Pada triwulan
pelaporan sektor ini tercatat sebesar 2,33% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 1.27%
(yoy). Laju pertumbuhan sektor ini memberikan sumbangan sebesar 0,64% (yoy) dari total pertumbuhan PDRB di triwulan
III 2014.
1.2.2 Investasi
Pada triwulan III 2014, investasi dalam bentuk PMTB tumbuh melambat dan lebih rendah dari capaian pada triwulan
sebelumnya. Komponen PMTB Sulbar tercatat tumbuh 4,33% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II 2014 yang
tumbuh sebesar 6,99% (yoy). Pertumbuhan masih didorong oleh kelanjutan proyek-proyek investasi jangka panjang dan
mega proyek (pembangunan jalan Mamuju Multy Mood Acces Road to Port Belang-Belang, PLTU, Rumah Sakit Sulbar,
Depo Pertamina dan jalan strategis nasional) di Sulbar tahun 2014. Pembangunan jalan Mamuju Multy Mood Acces Road
to Port Belang-Belang dirancang sepanjang 102 kilometer dengan lebar jalan 30 meter (Rp800 miliar). Kemudian
pembangunan PLTU berkapasitas 2x25 megawatt di Mamuju oleh PT Rekayasa Industri dengan investasi sekitar USD100
juta (dana berasal dari pinjaman bank lokal sebesar 70% dan internal perusahaan 30%). Kemudian untuk pembangunan
rumah sakit bekerja sama dengan Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Rumah sakit tersebut akan dibangun bertipe B dengan
kualitas pelayanan internasional. Di sisi lain, perlambatan pertumbuhan investasi tercermin pertumbuhan kredit investasi
yang negatif. Pertumbuhan negatif pada kredit investasi tercatat sebesar -0,26% (yoy) (Grafik 1.5).
Masih bergulirnya proyek investasi dalam rangka pembangunan kawasan industri di Sulbar juga masih menjadi
penopang pertumbuhan komponen PMTB. Berbagai proyek pembangunan serta investasi barang modal yang ditujukan
untuk memajukan kinerja sektor riil tersebut merupakan realisasi dari terpilihnya Sulbar sebagai daerah percepatan
pembangunan industri nasional yang antara lain ditujukan bagi subsektor pengolahan minyak kelapa sawit, minyak
goreng, kakao, serta rotan.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.4. Penyaluran Kredit Investasi
1.2.3 Ekspor dan Impor
Neraca perdagangan Sulbar pada triwulan III 2014 menunjukan perbaikan meskipun masih defisit. Perbaikan neraca
perdagangan ini dikarenakan peningkatan ekspor yang signifikan, selain itu nilai impor pada triwulan pelaporan juga
mengalami penurunan. Sumbangan ekspor terhadap PDRB tumbuh dari 3,45% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 4,10%
(yoy). Disisi lain sumbangan impor terhadap PDRB tercatat menurun menjadi 0,51% (yoy) pada periode pelaporan, lebih
rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 0,72% (yoy).
Ekspor Sulbar pada triwulan III 2014 tercatat tumbuh sebesar 22,65% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
(19,4%; yoy). Hal tersebut dinilai merupakan dorongan dari tingkat produksi sektor tradable, khususnya sektor pertanian
yang menghasilkan komoditas unggulan Sulbar seperti kakao, kopi, kelapa sawit, dan jagung yang tumbuh menguat pada
triwulan laporan. Adapun penguatan ekspor didorong oleh peningkatan produksi CPO yang menjadi produk olahan
unggulan dari Sulbar, seiring mulai meningkatnya hasil pengolahan CPO yang dimulai sejak awal 2014
Di sisi lain, impor Sulbar mengalami perlambatan di trwulan pelaporan. Pada triwulan III 2014 impor Sulbar tercatat
2,32% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 3,39% (yoy). Menurunnya pemintaan
masyarakat pada triwulan pelaporan menjadi faktor penyebab turunnya impor karena sebagian besar barang yang
dikonsumsi masyarakat masih berasal dari luar daerah.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.5. Perkembangan Net Ekspor
1.3. Sisi Penawaran
Pada sisi penawaran, perekonomian Sulbar tumbuh menguat di triwulan III 2014, terutama didukung oleh semakin
membaiknya kinerja sektor industri pengolahan, listrik-gas-air (LGA), dan sektor jasa-jasa. Di sisi lain sektor ekonomi
yang mencatat perlambatan pertumbuhan yaitu sektor pertanian, pertambangan, bangunan, perdagangan-hotel-
restoran, angkutan-komunikasi, dan keuangan-persewaan-jasa perusahaan. Sumbangan sektor industri pengolahan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 13
menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Sulbar. Sementara itu sektor pertanian yang triwulan sebelumnya
merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi Sulbar, pada triwulan pelaporan mengalami penurunan.
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi
I II III IV I II III IV I II III
1. Pertanian 22.95 8.05 -3.00 0.36 6.94 2.71 4.06 7.56 8.89 5.60 7.59 6.63 4.51
2. Pertambangan & Penggalian -9.84 1.41 22.99 29.98 11.77 24.62 13.96 -0.84 10.06 10.60 7.57 8.05 3.97
3. Industri Pengolahan 3.54 4.17 3.16 11.45 5.57 14.01 7.38 3.69 3.05 6.84 29.67 47.42 74.49
4. Listrik,Gas & Air Bersih 12.72 18.59 19.07 14.60 16.23 6.61 16.72 15.90 22.28 15.58 27.19 10.90 11.30
5. Bangunan 7.44 3.87 10.64 10.85 8.62 8.79 10.68 10.80 10.65 10.36 9.60 4.78 3.96
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 5.78 5.53 4.89 12.91 7.31 7.99 8.17 11.48 7.68 8.82 10.14 7.10 4.80
7. Angkutan & Komunikasi 9.26 2.09 8.10 3.40 5.64 4.47 10.85 9.36 9.88 8.69 10.16 5.86 5.12
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 0.73 8.61 6.68 8.81 6.25 9.68 8.68 10.47 11.59 10.13 6.06 6.14 2.98
9. Jasa - jasa 20.04 21.92 18.16 20.24 20.00 17.24 13.58 1.09 2.01 7.53 0.38 -1.45 0.75
15.56 8.94 4.03 8.16 9.01 7.30 7.29 6.85 7.20 7.16 8.85 8.93 10.02
2014**2013
2012*2012
2013**Pertumbuhan Sektor Ekonomi
(%; yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.6. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Sektor Ekonomi
1.3.1 Sektor Pertanian
Pada triwulan III 2014, sektor pertanian tumbuh melambat yang disebabkan antara lain oleh musim kemarau yang
lebih panjang. Dampak musim kemarau yang lebih panjang, pergeseran musim tanam di periode sebelumnya juga masih
berdampak pada penurunan kinerja sektor pertanian. Sektor pertanian tercatat tumbuh sebesar 4,51% (yoy) setelah pada
triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 6,63% (yoy). Hal ini terkonfirmasi dari Indeks NTP yang lebih rendah dari periode
yang sama tahun sebelumnya dan juga pertumbuhan NTP pada triwulan III 2014 yang masih negatif (Grafik 1.7). Meski
demikian, sektor pertanian Sulbar diharapkan masih dapat tumbuh tinggi sehubungan dengan upaya pemerintah Sulbar
untuk meningkatkan produksi padi hingga mencapai 1 (satu) juta ton per tahun dengan cara melakukan perluasan areal
tanam padi dan peningkatan sarana pertanian (sarana irigasi, pemupukan berimbang, dan pemanfaatan benih unggul
bermutu).
Sumber: BPS
Grafik 1.7. Nilai Tukar Petani
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
1.3.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor pertambangan dan penggalian mengalami perlambatan. Pada triwulan pelaporan sektor ini tercatat mengalami
pertumbuhan sebesar 3,97% (yoy) lebih rendah dari triwulan II 2014 yang tercatat sebesar 8,05% (yoy). Pertumbuhan
masih dimotori oleh kegiatan di subsektor penggalian yang melanjutkan eksplorasi dan pekerjaan di luar eksplorasi masih
terus memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan Sulbar. Kedepannya diharapkan sektor ini akan
meningkat lebih tinggi karena setidaknya masih terdapat tiga blok migas yang masih pada tahap eksplorasi. Di sisi lain,
tingginya pertumbuhan sektor ini juga tercermin dari indikator penyaluran kredit perbankan untuk sektor pertambangan
yang tumbuh tinggi (Grafik 1.9).
1.3.3 Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan pada triwulan III 2014 mencatat akselerasi pertumbuhan tertinggi dibandingkan sektor
lainnya. Sektor industri pengolahan mencatat pertumbuhan sebesar 47,42% (yoy) di triwulan II 2014 dan kemudian
tumbuh 74,49% (yoy) pada triwulan laporan. Peningkatan pertumbuhan ini dinilai merupakan dampak dari peningkatan
produksi beberapa subsektor industri pengolahan di Sulbar sehingga terjadi peningkatan kinerja pada subsektor tersebut
dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.9). Penguatan ini terutama disebabkan oleh peningatan hasil olahan CPO
menjadi palm olien, palm sterien, AFAD, palm oil, dan palm RBDPL.
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: BPS
Grafik 1.8. Kredit Sektor Pertambangan Grafik 1.9. Pertumbuhan Produksi Industri
1.3.4 Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)
Sektor LGA mencatat percepatan pertumbuhan pada triwulan III 2014 yaitu sebesar 11,30% (yoy), lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,9% (yoy). Tingginya pertumbuhan sektor LGA terkonfirmasi pertumbuhan
kredit perbankan ke sektor LGA yang terus tumbuh meskipun lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya. Sama halnya dengan triwulan sebelumnya, peningkatan sektor LGA dikarenakan terus meningkatnya
jumlah gabungan pelanggan listrik di Sulsel, Sulbar, dan Sultra. Selain itu, Provinsi Sulawesi Barat terus menambah PLTM
(Pembangkit Listrik Tenaga Mini-Hidro) sebagai alternatif pembangkit listrik. Sulbar saat ini telah memiliki sejumlah
pembangkit PLTM, yaitu diantaranya : PLTM Balla (2 x 0,35 MW), PLTM Kalukku (2 x 0,7 MW), PLTM Bona Hau (2 x 2 MW)
dan PLTM Budong-budong (2 x 1 MW) dan pada tahun 2013 hampir 67 % kebutuhan listrik di Mamuju dapat dipasok
dengan energi air yang lebih murah dibanding BBM.
1.3.5 Sektor Bangunan
Pada triwulan III 2014, sektor bangunan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor ini tercatat
tumbuh sebesar 3,96% (yoy) pada triwulan laporan lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
4,78% (yoy) (Grafik 1.10). Pertumbuhan sektor bangunan didorong oleh kinerja pembangunan sarana fisik di Sulawesi
Barat yang bersumber dari APBD dan APBN. Hal ini terkonfirmasi dari data pertumbuhan realisasi pengadaan semen
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 15
selama periode pelaporan. Tercatat pada triwulan III 2014 realisasi pengadaan semen mengalami percepatan yaitu
13,12% (yoy) menjadi 59,99% (yoy) (Grafik 1.11). Beberapa proyek yang masih dikerjakan secara berkelanjutan adalah
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tumbuan oleh Kalla Group, yang diringi dengan pembangunan jalan
ke lokasi PLTA Tumbuan di Desa Karama Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju.
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: ASI, diolah
Grafik 1.10. Kredit Sektor LGA Grafik 1.11. Realisasi Pengadaan Semen
1.3.6 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pada triwulan III 2014, sektor PHR tercatat mengalami peningkatan perlambatan. Sektor ini tumbuh sebesar 4,8% (yoy)
pada periode pelaporan, lebih rendah dari periode sebelumnya yang tercatat 7,10% (yoy). Dari subsektor perdagangan,
peningkatan pertumbuhan dipengaruhi oleh komponen konsumsi yang secara keseluruhan mengalami peningkatan.
Sementara itu, subsektor pariwisata belum menunjukkan tendensi pertumbuhan yang optimal, khususnya dari indikator
rata-rata jumlah tamu per kamar non-hotel (akomodasi lainnya) di Sulbar yang selama triwulan III 2014 masih cenderung
menurun sedangkan untuk indikator rata-rata jumlah tamu per kamar hotel cenderung stabil (Grafik 1.13).
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.12. Rata-rata Tamu Per Kamar Hotel & Akomodasi Lainnya
1.3.7 Sektor Angkutan dan Komunikasi
Sektor angkutan dan komunikasi Sulbar mengalami perlambatan. Pada triwulan III 2014 pertumbuhan sektor ini tercatat
sebesar 2,98% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 6,14% (yoy). Belum optimalnya
kinerja subsektor transportasi laut disinyalir sebagai salah satu penyebab menurunnya kinerja di sektor angkutan dan
komunikasi. Selain itu subsektor angkutan udara juga cenderung stagnan. Efek arus mudik tahunan (Idul Fitri) yang
sebelumnya diperkirakan akan mampu mendorong kinerja subsektor ini juga tidak memberikan efek yang signifikan.
Potensi transportasi kelautan di wilayah Sulbar sangat baik mengingat Sulbar memiliki luas lautan sekitar 20.000
kilometer persegi dan sedang terus melakukan peningkatan percepatan pembangunan dermaga untuk memperlancar
alur transportasi laut guna mendorong peningkatan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat di daerah ini. Terdapat
lima pelabuhan yang akan menjadi motor tonggak penggerak perekonomian Sulbar, yaitu pelabuhan Pasangkayu di
Mamuju Utara, pelabuhan Mamuju, pelabuhan Belang-Belang dan pelabuhan tanjung Selopa di Kabupaten Polman.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.13. Jumlah Penumpang Pesawat Udara Grafik 1.14. Jumlah Penumpang Kapal Laut
1.3.8 Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan tercatat mengalami perlambatan pada triwulan III 2014. Sektor ini
tumbuh 2,98% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,14% (yoy). Hal ini terkonfirmasi dari
turunnya penyaluran kredit yang disalurkan pada subsektor jasa dunia usaha (Grafik 1.15).
1.3.9 Sektor Jasa-jasa
Pada triwulan III 2014, sektor jasa-jasa mengalami peningkatan pertumbuhan. Sektor ini tumbuh sebesar 0,75% (yoy)
setelah sebelumnya tumbuh negatif sebesar -1,5% (yoy). Bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun
sebelumnya, pertumbuhan sektor ini cenderung stagnan, hal ini tercermin dari data kredit perbankan bagi sektor jasa
sosial masyarakat di triwulan laporan (Grafik 1.17). Pertumbuhan ini menjadi indikasi meningkatnya kinerja jasa
pendidikan, kesehatan, maupun jenis jasa lainnya bagi masyarakat baik yang disediakan oleh pemerintah maupun pihak
swasta.
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Perusahaan Properti
Grafik 1.15. Kredit Jasa Dunia Usaha Grafik 1.16. Kredit Jasa Sosial Masyarakat
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 17
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan APBD Sulbar telah
melampaui target 75% pada triwulan III 2014. Peningkatan realiasi
pendapatan terutama karena meningkatnya realisasi pendapatan dari
retribusi daerah. Sementara itu, persentase realisasi pajak sedikit menurun
dibandingkan tahun sebelumnya meskipun secara nominal mengalami
peningkatan.
Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja APBD Sulbar maupun instansi
vertikal di Sulbar juga lebih baik dari triwulan II 2013 meskipun
penyerapannya masih tergolong rendah (di bawah 60%). Realisasi belanja
modal pada APBD Provinsi masih sangat rendah (37,6%) sementara pada
instansi vertikal di Sulbar belanja modal justru menjadi komponen belanja
terbesar dengan realisasi 59,1% pada triwulan III 2014.
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
2.1. Struktur Anggaran
Keuangan Pemerintah di Sulawesi Barat terbagi atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah/APBD) dan keuangan pemerintah pusat (APBN) di daerah. Keuangan pemerintah daerah di Sulbar terbagi lagi
atas APBD Provinsi Sulbar dan seluruh APBD Kabupaten dan Kota. Sementara keuangan pemerintah pusat di daerah
merupakan anggaran instansi vertikal yang berada di Sulbar. Jumlah anggaran belanja pemerintah daerah (APBD) dan
pemerintah pusat (APBN) di Sulbar tahun 2014 sebesar Rp7,08 triliun, dengan perincian APBD Provinsi sebesar Rp731
miliar (10,33%), APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp3,86 trilun (54,54%), dan instansi vertikal sebesar Rp2,49 triliun
(35,12%).
Anggaran pendapatan daerah provinsi Sulawesi Barat tahun 2014 secara nominal naik 12,47% (yoy) dibandingkan
2013. Pada triwulan II 2014 pendapatan Provinsi Sulbar dianggarkan sebesar Rp1,226 triliun, sedangkan pada triwulan II
2013 dianggarkan sebesar Rp1,090 triliun. Peningkatan anggaran pendapatan daerah pada 2014 tersebut didorong oleh
peningkatan pada pos Pendapatan Asli Daerah yang antara lain didorong oleh komponen Pajak Daerah, pos Dana
Perimbangan yang didorong oleh Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, dan pos Lain-lain Pendapatan yang Sah.
Rp26,2M Rp47,5M Rp109,0M Rp154,0M Rp155,8M Rp161,5M
Rp483,9M Rp456,8MRp511,7M Rp663,0M Rp769,8M Rp849,3M
Rp64,0M Rp82,2M Rp103,5M Rp134,9M Rp164,5M Rp215,3M
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2009 2010 2011 2012 2013 TW III 2014
PAD Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang Sah
Rp373,2MRp421,8M Rp535,7M
Rp820,5M Rp961,3M Rp1,028M
Rp230,7MRp186,8M Rp240,3M
Rp148,5M Rp228,2M Rp277,2M
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2009 2010 2011 2012 2013 TW III 2014
Belanja Modal Belanja Operasional
Grafik 2.1. Proporsi Pendapatan APBD Provinsi Grafik 2.2. Proporsi Belanja APBD Provinsi
Anggaran belanja daerah provinsi Sulawesi Barat tahun 2014 secara nominal naik 14,12% (yoy) dibandingkan 2013.
Anggaran belanja daerah mengalami peningkatan karena terdapat kenaikan pada komponen belanja langsung sebesar
13,9%. Di dalam komponen tersebut, pos belanja barang dan jasa mengalami kenaikan sebesar 12,8%, dan belanja modal
sebesar 39,4%. Namun, pada komponen yang sama pos belanja pegawai ditiadakan dimana hal ini sesuai dengan
kebijakan Pemda Sulbar untuk menghapus honor pegawai. Peningkatan pada pos belanja barang dan jasa dan belanja
modal menunjukkan bahwa pemerintah provinsi memberi perhatian pada pembangunan infrastruktur di wilayah
Sulawesi Barat.
Anggaran pendapatan dan belanja pemerintah Kabupaten/Kota di Sulbar tahun 2014 secara nominal naik masing-
masing sebesar 14,28% (yoy) dan 18,72% (yoy) dibandingkan tahun 2013. Peningkatan ini selain karena pola historis
APBD yang naik setiap tahun, disebabkan juga oleh penambahan kabupaten hasil pemekaran yaitu kabupaten Mamuju
Tengah yang resmi disahkan pada tanggal 14 Desember 2012. Peningkatan nilai APBD ini mengakibatkan perubahan
struktur anggaran khususnya pada komponen pendapatan. Perubahan struktur pendapatan terutama didorong oleh
peningkatan subkomponen PAD dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah yang naik masing-masing sebesar 52,1% (yoy)
dan 42,7% (yoy). Sementara subkomponen Dana Perimbangan hanya naik 4,9% (yoy) dibandingkan tahun 2013. Jika
dilihat dari komponen belanja, struktur anggaran pemerintah Kabupaten/Kota di Sulbar tidak mengalami perubahan yang
signifikan. Subkomponen belanja operasi masih berada pada porsi 20-25% sejak tahun 2011 -2014, sementara porsi
komponen belanja modal masih berkisar antara 75 - 80%.
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 19
Di sisi lain, struktur anggaran belanja pada instansi vertikal di Sulawesi Barat juga mengalami perubahan pada kurun
lima tahun terakhir (Grafik 2.5). Secara nominal, terjadi penurunan anggaran belanja berturut-turut pada tahun 2013 dan
2014 sebesar -4,0%( yoy) dan -7,9% (yoy). Turunnya anggaran belanja instansi vertikal terutama terjadi pada
subkomponen belanja modal sementara belanja operasi baru mengalami penurunan pada tahun 2014 dari Rp 1,2 triliun
menjadi Rp1,1 triliun. Namun jika dilihat dari persentasenya, porsi belanja modal masih menunjukkan tren meningkat
setiap tahunnya dengan porsi tertinggi mencapai 51,7% pada tahun 2012.
Rp65,6M Rp81,3M Rp86,9M Rp93,5M Rp112,7M Rp235,3M
Rp1870,9M Rp1778,9MRp2046,6M
Rp2470,9M Rp2884,4M Rp3033,9M
Rp113,8M Rp86,7MRp344,8M
Rp203,3M Rp258,1M Rp450,7M
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2009 2010 2011 2012 2013 Tw III -2014
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Dana Perimbangan PAD
Rp4646,6MRp1648,1M Rp1988,9M Rp2239,2M Rp2462,8M Rp2970,9M
Rp573,5MRp358,4M Rp560,7M Rp555,5M Rp789,5M Rp890,3M
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2009 2010 2011 2012 2013 Tw III -2014
Belanja Modal Belanja Operasional
Grafik 2.3. Proporsi Pendapatan APBD Kab/Kota Grafik 2.4. Proporsi Belanja APBD Kab/Kota
Rp1320,6M Rp1029,6M Rp1296,6M Rp1356,2M Rp1463,4M Rp1415,7M
Rp681,8M Rp638,7M Rp855,5MRp1454,3M Rp1235,7M Rp1070,8M
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2009 2010 2011 2012 2013 Tw III -2014
Belanja Modal Belanja Operasi
Grafik 2.5 Proporsi Belanja Instansi Vertikal di Sulbar
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Sulawesi Barat
2.2.1 Pendapatan
Realisasi pendapatan pemerintah Provinsi dan Kab/Kota di Sulawesi Barat pada triwulan III 2014 tercatat lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan daerah pada triwulan laporan sebesar Rp3,73
tirliun atau mencapai 75,45% dari target pendapatan sebesar Rp4,94 triliun. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan realisasi
pada triwulan yang sama tahun 2013 yang mencapai 71,95% atau sebesar Rp3,13 triliun dari target Rp 4,34 triliun pada
APBD 2013. Peningkatan kinerja realisasi pendapatan daerah Provinsi Sulawesi Barat terutama didorong oleh peningkatan
realisasi pada subkomponen Dana Perimbangan (77,10% dari target) dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah (77,99% dari
target). Sementara realisasi PAD mengalami penurunan dari 65,64% pada triwulan III 2013 menjadi 57,76% pada triwulan
laporan, meskipun secara nominal terjadi peningkatan dari Rp 181,6 miliar menjadi Rp260,5 miliar. Penurunan persentase
realisasi PAD disebabkan oleh menurunnya realisasi pajak daerah, retribusi dan lain-lain PAD yang sah sedangkan realisasi
pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah mengalami sedikit peningkatan.
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
Tabel 2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Triwulan III 2014
Keterangan: Realisasi Tw III-2014 belum termasuk Kab. Mamuju Tengah (hasil pemekaran)
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Prov. Sulawesi Barat
Persentase realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya sedangkan
realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) mengalami penurunan. Realisasi DAU pada triwulan III
2014 meningkat dari Rp2,26 miliar (75,6%) pada triwulan sebelumnya menjadi Rp2,69 miliar (81,6%). Sementara itu,
persentase realisasi DAK dan Dana Bagi Hasil cenderung menurun dari 55,4% dan 68,5% pada triwulan tahun sebelumnya
menjadi 47,9% dan 60,5% pada triwulan laporan. Disisi lain, komponen Lain-lain Pendapatan yang Sah mengalami
peningkatan baik secara nominal maupun persentase realisasi dari Rp288,5 miliar (71,95%) menjadi Rp477,5 miliar
(77,99%) pada triwulan III 2014.
2.2.2 Belanja
Persentase realisasi belanja daerah Sulawesi Barat pada triwulan III 2014 lebih rendah dibanding pencapaian pada
triwulan III 2013. Realisasi belanja daerah pada triwulan laporan adalah sebesar Rp2,61miliar atau 50,35% dari target
pengeluaran dalam APBD 2014, sementara realisasi belanja pada triwulan III 2013 adalah sebesar Rp2,48 miliar atau
56,48% dari target dalam APBD 2013. Penurunan realisasi belanja terutama disebabkan oleh menurunnya realisasi
belanja operasi dan modal masing-masing dari 58,11% dan 45,41% pada triwulan III 2014 menjadi 55,24% dan 34,86%
pada triwulan laporan.
Penurunan realisasi belanja operasi terutama didorong oleh menurunnya penyerapan anggaran pada belanja pegawai
dan belanja hibah sementara realisasi belanja pegawai mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Secara
nominal ataupun persentase terhadap pagu dalam APBD, realisasi Belanja Pegawai pada triwulan III 2014 lebih rendah
dibandingkan dengan realisasi pada triwulan III 2013. Total realisasi belanja pegawai pada triwulan III 2014 adalah sebesar
Rp1,22 triliun atau 57,27%, sedangkan realisasi pada triwulan III 2013 adalah sebesar Rp1,26 triliun atau 64,43%. Namun
demikian, secara nominal dan persentase realiasasi belanja barang dan jasa mengalami peningkatan dari Rp492,2 miliar
(48,09% dari target) menjadi Rp699,1 miliar (51,59% dari target) pada triwulan laporan.
Realisasi belanja modal di Sulawesi Barat mengalami penurunan signifikan pada triwulan laporan. Secara nominal dan
persentase, realisasi belanja modal mengalami penurunan dari Rp 448,8 miliar (45,41% dari target) menjadi Rp 408,3
miliar (34,86% dari target). Begitupun juga dengan realisasi belanja lainnya yang mengalami penurunan baik secara
nominal maupun persentase terhadap pagu APBD.
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 21
2.3. Perkembangan Realisasi Anggaran Instansi Vertikal di Sulawesi Barat
Pada triwulan III 2014, realisasi belanja instansi vertikal di Sulawesi Barat masih rendah meskipun terjadi peningkatan
realisasi yang signifikan dari triwulan II 2014. Realisasi anggaran sampai dengan triwulan III 2014 sebesar 59,39%
sementara pada triwulan II 2014 realisasi anggaran masih pada angka 30,9%. Secara nominal, realisasi anggaran per jenis
belanja instansi vertikal di Sulawesi Barat pada periode berjalan sebesar Rp1,47 triliun, sedangkan pada triwulan II 2014
sebesar Rp813,6 miliar.
Secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja APBN di Sulawesi Barat masih di dominasi oleh belanja modal.
Pada triwulan III 2014, realisasi belanja modal APBN di Sulbar sebesar Rp632,3 miliar, disusul oleh belanja barang sebesar
Rp 400,8 miliar. Jika dilihat dari pola historisnya, realisasi belanja APBN di Sulbar akan terakselerasi pada triwulan III dan
IV sehingga pada akhir tahun realisasi anggaran akan mencapai kisaran di atas 90%.
Tabel 2.2. Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan III 2014 APBD Kab/Kota
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Barat
2.4. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah terhadap Ekonomi Daerah
Peran realisasi komponen pendapatan asli daerah (PAD) terhadap ekonomi daerah1 pada triwulan III 2014 relatif
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio PAD per PDRB ADHB (atas dasar harga berlaku) hingga triwulan III
2014 sebesar 5,59% meningkat dari triwulan III 2013 yang hanya sebesar 4,51%. Meskipun mengalami penurunan secara
persentase terhadap pagu APBD, namun secara nominal realisasi PAD tumbuh sebesar 43,5% sehingga kontribusinya
terhadap APBD PDRB ikut meningkat. Di sisi lain, rasio dana perimbangan terhadap PDRB ADHB mengalami sedikit
penurunan dari 66,01% pada triwulan III 2013 menjadi 64,21% pada periode laporan.
66.01 64.21
4.51 5.59 0
10
20
30
40
50
60
70
Tw III - 2013 Tw III - 2014
%
Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah
50.55 47.31
11.15 8.76
0
10
20
30
40
50
60
Tw III - 2013 Tw III - 2014
%
Belanja Operasi Belanja Modal
Grafik 2.6. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.7. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
Pada triwulan III 2014, peran realisasi komponen belanja APBD Sulbar untuk stimulus ekonomi daerah2 relatif menurun
dibandingkan triwulan sama pada tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari menurunnya persentase realisasi belanja
daerah terhadap pagu APBD. Rasio belanja operasional turun dari 50,55% pada triwulan III 2013 menjadi 47,31% pada
triwulan laporan. Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) juga menurun pada triwulan III
2014 dari 11,15% menjadi 8,76%. Namun demikian, Sulbar dapat mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 10,02% (yoy)
yang sekaligus merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi se-Indonesia pada triwulan III 2014. Hal ini mengindikasikan
bahwa pemerintah Sulbar dapat menekan belanja daerah dan menggerakkan sektor swasta/rumah tangga untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
1 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif 2 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 23
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Pada triwulan III 2014, inflasi Sulbar tercatat sebesar 4,46% (yoy), lebih
rendah dari triwulan II 2014 (6,65%, yoy). Penurunan inflasi didorong oleh
menurunnya harga komoditas pada kelompok bahan makanan, seperti
daging, ikan segar, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-
buahan, dan bumbu-bumbuan, serta penurunan inflasi kelompok transpor,
komunikasi & jasa keuangan. Secara umum, koreksi harga pasca Hari Raya
Idul Fitri berkontribusi terhadap penurunan inflasi dimaksud karena harga
bahan makanan dan permintaan angkutan antar kota kembali turun.
Sedangkan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap US memicu penurunan
dari jasa kesehatan dan harga obat-obatan. Kenaikan tarif dasar listrik
pada 1 Juli 2014 turut memicu inflasi pada periode ini, akan tetapi lebih
kecil dari triwulan sebelumnya.
BAB 3 INFLASI DAERAH
24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa3
Inflasi Provinsi Sulbar pada triwulan III 2014 tercatat sebesar 4,46% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 6,65% (yoy). Penurunan inflasi didorong oleh menurunnya harga komoditas pada kelompok
bahan makanan, seperti daging, ikan segar, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, dan bumbu-
bumbuan. Hal ini dipicu karena pasca Hari Raya Idul Fitri harga barang kembali turun. Selain itu, penurunan inflasi juga
disebabkan oleh penurunan inflasi pada kelompok perumahan, kesehatan, transpor, komunikasi & jasa keuangan. Secara
berurutan, inflasi tahunan tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau (9,39%, yoy),
kelompok kesehatan (6,76%, yoy), kelompok perumahan (5,43%, yoy), kelompok pendidikan (4,62%, yoy), kelompok
sandang (4,36%, yoy), dan kelompok transpor (3,90%, yoy). Sedangkan kelompok bahan makanan mengalami deflasi
sebesar -0,01% yoy. Secara keseluruhan, inflasi tahunan Sulbar sedikit lebih rendah dibandingkan dengan inflasi
tahunan nasional yang pada triwulan III 2014 tercatat sebesar 4,53% (yoy) (Grafik 3.1).
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: Badan Pusat Statistik
Mulai Januari 2014, metode perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
berubah. Aspek yang mengalami perubahan antara lain adalah jumlah kabupaten/kota yang disurvei, jumlah komoditas
dalam keranjang perhitungan inflasi, serta tahun dasar nilai konsumsi (NK) yang digunakan. Meski demikian, jumlah
kabupaten/kota survei perhitungan inflasi di Sulbar masih tetap sama yaitu sebanyak 1 (satu) kota, yaitu Mamuju.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Barat
3.1.1 Kelompok Bahan Makanan
Kelompok bahan makanan pada triwulan III 2014 tercatat mengalami deflasi sebesar -0,01% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya mengalami inflasi sebesar 3,93% (yoy). Kelompok bahan makanan merupakan salah satu penyumbang penurunan inflasi triwulan laporan terbesar terhadap inflasi Sulbar secara keseluruhan. Penurunan inflasi kelompok bahan makanan didorong oleh harga barang yang turun setelah Ramadhan. Penurunan inflasi tersebut terjadi pada sub kelompok daging, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, dan bumbu-bumbuan. Namun demikian,
3 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 25
sub kelompok padi-padian dan ikan diawetkan secara tahunan mengalami kenaikan inflasi sebesar 5,19% dan 7,50% (Grafik 1.2).
Tabel 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
II-2014 III-2014SUB KELOMPOK
y.o.y (%)
Sumber: BPS
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Kelompok Makanan Jadi – Minuman – Rokok – Tembakau tercatat mengalami inflasi sebesar 9,39% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 8,02% (yoy). Tingkat inflasi terbesar pada sub kelompok makanan jadi, yaitu sebesar 12.95% (yoy), kemudian tembakau dan minuman beralkohol 6,46% (yoy), terakhir minuman tidak beralkohol sebesar 3,97% (yoy). Kenaikan harga kelompok makanan jadi disebabkan oleh kenaikan beberapa komoditas seperti ikan bakar, kue kering berminyak, ayam goreng, dan mie. Hal ini disebabkan Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Juli 2014 sehingga permintaan komoditas makanan jadi semakin tinggi. Selain itu, peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2014 juga memicu kenaikan permintaan makanan jadi. Di saat yang sama perayaan hari jadi Sulawesi Barat ke-10 turut memberi dampak kenaikan permintaan makanan jadi.
Tabel 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
II-2014 III-2014SUB KELOMPOK
y.o.y (%)
Sumber: BPS
Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Kelompok Perumahan – Air – Listrik – Gas – Bahan Bakar pada triwulan III-2014 mencatat inflasi sebesar 5,43% (yoy), lebih rendah dari periode sebelumnya 6,51% (yoy). Inflasi kelompok perumahan pada triwulan laporan lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama karena adanya perlambatan laju inflasi pada sub kelompok biaya tempat tinggal dan perlengkapan rumah tangga. Melambatnya inflasi pada sub kelompok perumahan disebabkan oleh komoditas yang dominan memberikan sumbangan deflasi secara bulanan yaitu semen dan cat tembok. Kenaikan tarif dasar listrik pada 1 Juli 2014 turut memicu inflasi pada kelompok perumahan, akan tetapi lebih kecil dari periode sebelumnya.
BAB 3 INFLASI DAERAH
26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan
II-2014 III-2014
y.o.y (%)SUB KELOMPOK
Sumber: BPS
Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan
3.1.4 Kelompok Sandang
Kelompok Sandang pada periode laporan mencatat inflasi sebesar 4,36% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 3,61% (yoy). Meningkatnya laju inflasi kelompok ini terutama disebabkan oleh meningkatnya
permintaan terutama terkait dengan Hari Raya Idul Fitri 2014. Hari Raya Idul Fitri identik dengan baju baru sehingga
permintaan komoditas sandang meningkat. Selain itu, peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia juga memicu kenaikan
inflasi kelompok sandang.
Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Sandang
II-2014 III-2014SUB KELOMPOK
y.o.y (%)
Sumber: BPS
Grafik 3.5. Inflasi Kelompok Sandang
3.1.5 Kelompok Kesehatan
Kelompok Kesehatan pada triwulan laporan mencatat penurunan inflasi tahunan dari sebesar 15,41% (yoy) menjadi
6,76% (yoy) pada triwulan laporan. Turunnya laju inflasi kelompok ini terutama karena penurunan inflasi subkelompok
jasa kesehatan, obat-obatan dan sub kelompok jasa perawatan jasmani dan kosmetika. Menguatnya nilai tukar rupiah
terhadap US dollar pada periode berjalan, berdampak pada produksi obat di dalam negeri karena masih sangat
tergantung dengan bahan baku dari luar negeri sehingga harga obat-obatan terkoreksi turun.
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 27
Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Kesehatan
II-2014 III-2014SUB KELOMPOK
y.o.y (%)
Sumber: BPS
Grafik 3.6. Inflasi Kelompok Kesehatan
3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kelompok Pendidikan – Rekreasi – Olahraga mengalami kenaikan laju inflasi dibandingkan triwulan II 2014, yaitu dari
3,56% (yoy) menjadi 4,62% (yoy). Kenaikan terutama pada sub kelompok rekreasi dan subkelompok olahraga. Kenaikan
inflasi pada subkelompok rekreasi didorong oleh kenaikan harga bahan makanan, liburan sekolah, dan kegiatan
masyarakat menyambut Hari Raya Idul Fitri. Sementara itu, kenaikan inflasi pada subkelompok olahraga didorong oleh
adanya event olahraga dalam rangka memperingati hari jadi Sulawesi Barat ke-10 seperti Katinting race, Sandeq race dan
juga beberapa event dalam menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia.
Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Pendidikan
II-2014 III-2014
Sumber: BPS
Grafik 3.7. Inflasi Kelompok Pendidikan
3.1.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Kelompok Transportasi – Komunikasi – Jasa Keuangan pada periode berjalan tercatat mengalami inflasi sebesar 3,90%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,62% (yoy). Penurunan inflasi terbesar terutama pada
subsektor transpor sebesar 4,85% (yoy) dari 12,74% (yoy) pada periode sebelumnya. Hal ini disebabkan penurunan
permintaan angkutan antar kota pasca Hari Raya Idul Fitri.
BAB 3 INFLASI DAERAH
28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
Tabel 3.8. Inflasi Kelompok Transpor
II-2014 III-2014SUB KELOMPOK
y.o.y (%)
Sumber: BPS
Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Transpor
3.2. Disagregasi Inflasi4
Bila dilihat dari disagregasi berdasarkan kelompoknya, melambatnya laju inflasi pada triwulan III 2014 didorong oleh
penurunan pada komponen inflasi inti, volatile food, dan administered price. Pada triwulan III 2014 kelompok inflasi
core melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama terjadi pada kelompok perumahan, kesehatan, dan
transportasi dimana pasca Hari Raya Idul Fitri berdampak kepada permintaan yang menurun. Sementara itu, inflasi
volatile food menurun terutama terjadi pada kelompok bahan makanan dimana pasca Hari Raya Idul Fitri harga barang
komoditas bahan makanan kembali turun seperti daging, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, dan
bumbu-bumbuan. Kelompok administered price juga menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama pada
kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Kenaikan tarif dasar listrik pada 1 Juli 2014 turut memicu inflasi
pada kelompok administered price, akan tetapi lebih kecil dari periode sebelumnya.
3.3. Koordinasi Pengendalian Inflasi
Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulbar kembali menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari
sisi kelembagaan dengan telah berdirinya TPID di seluruh kabupaten. Dengan peresmian TPID Kabupaten Majene pada
tanggal 8 Juli 2014, maka saat ini TPID telah berdiri di seluruh kabupaten Sulawesi Barat (Tabel 3.9). Dengan telah
berdirinya TPID di seluruh kabupaten maka diharapkan kedepannya koordinasi dan proses pengendalian inflasi dapat
berjalan lebih baik.
Tabel 3.9. TPID Di Sulawesi Barat
NO TPID SURAT KEPUTUSAN
KET NOMOR TANGGAL
1 Provinsi Sulawesi Barat 225 Tahun 2010 06-Apr-10 -
2 Kabupaten Mamuju Tengah 751/035/KPTS/XII/2013 23-Des-13 -
3 Kabupaten Mamasa 700/KPTS-II.b/I/2014 08-Jan-14 -
4 Kabupaten Mamuju Utara 170 Tahun 2014 20-Jan-14 -
5 Kabupaten Polewali Mandar KPTS/580/241/HUK 21-Apr-14 -
6 Kabupaten Mamuju 18845/293/KPTS/V/2014 01-Mei-14 SAMPEL IHK
7 Kabupaten Majene 1489/HK/KEP-BUP/VII/2014 08-Jul-14 -
Selama triwulan III 2014, TPID Sulbar telah melakukan koordinasi baik di tingkat provinsi. Sepanjang triwulan III 2014,
telah dilakukan pemantauan ketersediaan pasokan dan stok yang dilakukan pada tanggal 25 Juli 2014. Pemerintah
Provinsi Sulawesi Barat menjamin agar pasokan kebutuhan pokok di pasar-pasar dapat mencukupi kebutuhan hingga hari
Lebaran Idul Fitri. Diharapkan harga jual sembako dan harga jual barang yang lain tidak mengalami gejolak, terutama
mendekati Lebaran. Sebagai hasilnya, sampai akhir triwulan III 2014, harga jual beberapa komoditi di pasaran masih
stabil, berbeda dengan pola Ramadan tahun-tahun sebelumnya, dimana harga sejumlah sembako selalu mengalami
kenaikan.
4 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi non inti (volatile food dan administered price). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan
indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 29
4. SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Bab 4 Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran
Kinerja perbankan di Sulbar pada triwulan III 2014 kembali memperlihatkan
perlambatan pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan II 2014. Seluruh
indikator utama seperti pertumbuhan aset, pertumbuhan penghimpunan
dana pihak ketiga, serta pertumbuhan penyaluran kredit tercatat
mengalami perlambatan. LDR tercatat sedikit menurun dari 135,67% pada
triwulan lalu menjadi 133,43%. Meski kredit kepada korporasi non-UMKM
mengalami akseelrasi pertumbuhan, perlambatan yang dialami oleh kredit
kepada sektor rumah tangga dan UMKM menjadi penyebab terjadinya
deselerasi kredit secara keseluruhan. Meskipun demikian, risiko kredit
perbankan masih terjaga pada level yang aman dengan angka Non
Performing Loans (NPLs) yang secara total berada di bawah 5%.
Perlambatan kinerja perbankan juga tercermin pada kinerja sistem
pembayaran, salah satunya terefleksi dari transaksi RTGS. Baik total nilai
dan jumlah transaksi RTGS mengalami kontraksi tahunan pada triwulan
laporan.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
4.1. Kondisi Umum Perbankan5
4.1.1 Perkembangan Kelembagaan
Dari sisi kelembagaan, pada triwulan III 2014, jumlah bank umum di Sulbar relatif tidak mengalami perubahan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebanyak 14 bank. Dari jumlah tersebut, 12 diantaranya merupakan
bank konvensional sedangkan sisanya merupakan bank syariah. Kemudian, jumlah BPR juga tercatat masih tetap sama
seperti periode sebelumnya yaitu sebanyak 3 (tiga) BPR. Sementara itu, jumlah jaringan kantor bank di Sulbar hingga
periode laporan tercatat sebanyak 82 kantor, bertambah sebanyak 1 (satu) kantor (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
I II III IV I II III IV I II III
Bank Umum (Konv. + Syariah) 12 12 12 12 13 13 13 14 14 14 14
Konvensional 10 10 10 10 11 11 11 12 12 12 12
Syariah 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Jumlah Kantor* 70 74 74 75 76 76 76 81 81 81 82
BPR 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
*) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF
RINCIAN2012 2013 2014
4.1.2 Aset Perbankan
Total aset bank umum Sulbar pada triwulan III 2014 tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Aset perbankan tercatat tumbuh sebesar 5,11% (yoy) atau menjadi Rp4,67 triliun, lebih rendah dari triwulan II 2014 yang
tumbuh sebesar 10,43% (yoy) (Tabel 4.2). Melambatnya pertumbuhan aset perbankan disebabkan oleh perlambatan
pertumbuhan aset bank pemerintah serta bank swasta nasional. Aset bank pemerintah tercatat tumbuh melambat 4,94%
(yoy) menjadi Rp4,18 triliun setelah sebelumnya tumbuh sebesar 9,76% (yoy). Aset bank swasta juga tumbuh melambat
dari 16,44% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 6,63% (yoy) dengan total aset sebesar Rp0,49 triliun.
Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
I II III IV I II III I II III IV I II III
Total Aset 24.94 21.27 24.07 15.79 14.44 10.43 5.11 3,860 4,122 4,440 4,291 4,417 4,552 4,667
Bank Pemerintah 24.97 21.27 23.11 13.74 12.98 9.76 4.94 3,471 3,704 3,980 3,796 3,922 4,065 4,176
Bank Swasta Nasional 24.62 21.28 33.05 34.43 27.40 16.44 6.63 389 418 460 495 495 487 491
Aset Menurut Kelompok Bank
Nominal (Rp Miliar)
2013 2013 20142014
Pertumbuhan (%, yoy)
4.1.3 Intermediasi Perbankan
Pada triwulan III 2014, baik penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) maupun penyaluran kredit mengalami
perlambatan pertumbuhan. Melambatnya pertumbuhan seluruh jenis simpanan menyebabkan perlambatan kinerja DPK
secara keseluruhan. Jenis simpanan tabungan tumbuh lebih lambat dengan angka pertumbuhan tercatat sebesar 10,96%
(yoy) di triwulan III 2014 setelah sebelumnya tumbuh 14,88% (yoy). Jenis simpanan giro bahkan mengalammi kontraksi
pada triwulan laporan. Kinerja giro tercatat turun hingga -0,61% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh sebesar 1,75% (yoy)
pada triwulan II 2014. Di sisi lain, simpanan dalam bentuk deposito mampu menopang pertumbuhan DPK seiring dengan
akselerasi pertumbuhan dari 55,78% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 80,02% (yoy) pada triwulan III 2014 (Tabel 4.3).
Selanjutnya, DPK secara total tumbuh sebesar 11,23% (yoy) menjadi Rp3,15 triliun, atau tumbuh lebih rendah dari
triwulan sebelumnya sebesar 13,47% (yoy).
5 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta
menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun
BAB 5 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 31
Dalam aspek penyaluran kredit, perlambatan berlanjut akibat melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit modal
kerja dan kredit konsumsi. Kredit modal kerja tercatat tumbuh lebih lambat sebesar 12,21% (yoy) pada triwulan laporan
setelah sebelumnya mencatat angka pertumbuhan sebesar 14,02% pada triwulan II 2014. Kredit konsumsi juga masih
menunjukkan kinerja yang melambat. Pada triwulan laporan, kredit konsumsi tumbuh 14,76% (yoy), lebih rendah dari
triwulan II 2014 (17,87%, yoy). Sementara itu, meski masih mengalami kontraksi, kredit untuk keperluan investasi
mencatat sedikit perbaikan dengan menipisnya kontraksi menjadi -3,76% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tercatat
sebesar -8,21% (yoy). Total kredit secara keseluruhan tumbuh sebesar 12,20% (yoy) menjadi Rp4,21 triliun setelah pada
triwulan II 2014 tumbuh sebesar 13,60% (yoy). Dengan perkembangan yang demikian, LDR perbankan tercatat turun dari
135,67% menjadi 133,43% pada triwulan laporan (Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum
I II III IV I II III I II III IV I II III
DPK 23.56 11.03 10.57 13.07 9.10 13.47 11.23 2,557 2,675 2,836 2,751 2,789 3,035 3,154
a. Giro 30.57 27.56 11.22 1.27 3.50 1.75 (0.61) 794 899 987 467 822 914 981
b. Tabungan 22.42 4.22 10.22 16.16 13.22 14.88 10.96 1,580 1,580 1,672 2,108 1,789 1,815 1,855
c. Deposito 7.18 4.09 10.17 12.08 (2.21) 55.78 80.02 182 196 177 176 178 306 318
Kredit 19.51 17.12 15.85 15.04 14.87 13.60 12.20 3,452 3,625 3,751 3,870 3,966 4,118 4,208
a. Modal Kerja 9.68 (11.00) 7.21 9.95 9.06 14.02 13.21 1,246 1,270 1,295 1,334 1,359 1,448 1,466
b. Investasi 16.13 49.87 43.31 38.83 36.14 (8.21) (3.76) 313 407 409 416 426 373 394
c. Konsumsi 27.65 39.47 17.34 14.53 15.17 17.87 14.76 1,893 1,948 2,046 2,120 2,181 2,297 2,348
LDR (%) 135.03 135.52 132.27 140.67 142.17 135.67 133.43
NPLs Gross (%) 4.56 4.46 4.19 3.81 4.68 4.59 4.43
Komponen 2013 2013
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
2014 2014
Berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan kredit antara lain disumbangkan oleh melambatnya kinerja kredit lain-lain
yang memiliki pangsa terbesar dalam total kredit di Sulbar. Perlambatan pertumbuhan juga dialami oleh kredit yang
disalurkan kepada sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA) dan sektor Pengangkutan. Beberapa sektor yang pada triwulan
II 2014 mengalami kontraksi juga masih mencatat penurunan yang lebih besar pada triwulan III 2014, antara lain adalah
sektor konstruksi dan sektor jasa dunia usaha. Meski demikian, sektor lainnya mencatat perbaikan kinerja sehingga dapat
menopang pertumbuhan kredit yaitu sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, dan perdagangan (Tabel 4.4).
Dari segi kualitas, rasio Non Performing Loans (NPLs) perbankan yang masih terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu
sebesar 4,43% (Tabel 4.3).
Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
I II III IV I II III I II III IV I II III
Kredit 19.51 17.12 15.85 15.04 14.87 13.60 12.20 3,452 3,625 3,751 3,870 3,966 4,118 4,208
Pertanian 26.74 33.20 23.15 29.29 35.09 14.21 17.47 169 196 205 217 229 224 241
Pertambangan 43.33 9.82 6.46 16.76 (11.16) (3.97) 36.97 2.2 2.0 2.0 2.2 2.0 1.9 2.8
Industri Pengolahan 44.82 (15.78) (14.59) (3.99) (9.36) 31.31 34.15 41 33 33 36 37 43 44
Listrik, Gas, Air 7.38 92.38 113.24 124.10 119.59 344.97 310.04 0.4 0.7 0.8 0.8 0.9 2.9 3.1
Konstruksi (19.63) (7.00) (8.19) 181.72 30.75 (5.36) (7.93) 37 44 48 46 48 41 44
Perdagangan 18.79 (0.32) 18.26 20.23 18.75 7.88 10.43 1,078 1,241 1,236 1,268 1,280 1,338 1,365
Pengangkutan 88.22 7.58 14.50 (3.41) 6.38 59.94 55.48 7.1 5.6 6.2 7.0 7.5 9.0 9.6
Jasa Dunia Usaha 0.81 63.44 63.60 (14.93) 40.29 (8.86) (32.78) 40 64 64 59 55 58 43
Jasa Sosial Masyarakat (23.36) (7.50) 40.29 66.13 47.64 (7.46) (1.85) 85 91 109 114 125 84 107
Lain-lain 23.17 32.33 13.04 9.27 9.40 18.79 14.76 1,993 1,948 2,046 2,120 2,181 2,314 2,348
Komponen 2013 2013
Nominal (Rp Miliar)Pertumbuhan (%, yoy)
2014 2014
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah
Di triwulan III 2014, penyaluran kredit korporasi di Sulbar
tetap didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit
korporasi tercatat memiliki pangsa sangat rendah yaitu
1,69% terhadap total kredit produktif. Hal tersebut
mengindikasikan perkembangan UMKM yang lebih
dominan dalam menggunakan jasa keuangan perbankan di
Sulbar. Dari kredit korporasi, kredit kepada sektor
perdagangan memiliki pangsa terbesar yaitu 89,2% atau
Rp28,11 miliar (kredit produktif non-UMKM). Pangsa
sektor perdagangan tersebut melebihi setengah dari total
kredit yang disalurkan pada triwulan III 2014. Sektor
perdagangan diikuti oleh sektor-sektor yang lainnya
dengan pangsa sebesar 8,9% dan sektor jasa dunia usaha
sebesar 1,7% (Grafik 4.1).
Dari aspek pertumbuhan, penyaluran kredit kepada
sektor korporasi pada triwulan III 2014 mengalami
perbaikan meski masih terkontraksi. Perbaikan ini
terutama didorong oleh kinerja sektor perdagangan yang
tumbuh signifikan pada triwulan laporan. Sektor ini
tercatat tumbuh hingga 180,91% (yoy) setelah pada
triwulan lalu mengalami penurunan sebesar -65,66% (yoy).
Di sisi lain, semakin dalamnya kontraksi yang dialami oleh
sektor pertanian dan sektor jasa dunia usaha membuat
kinerja kredit korporasi tidak terakselerasi lebih lanjut.
Secara total, kredit korporasi mengalami penurunan
sebesar -55,97% (yoy) pada triwulan laporan. Pada
triwulan sebelumnya, angka penurunan yang tercatat
adalah sebesar -84,53% (yoy) (Grafik 4.2).
Dari aspek kualitas, penyaluran kredit korporasi secara
keseluruhan mengalami perbaikan kinerja. Pada triwulan
laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari rasio
non-performing loans atau NPLs kembali mengalami
penurunan menjadi 1,06% dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang sebesar 7,42% (Grafik 4.3). Turunnya
NPLs sektor perdagangan menjadi faktor utama penyebab
turunnya rasio NPLs secara keseluruhan. Meski memiliki
kualitas yang dapat dikatakan membaik, dampak
penyaluran kredit korporasi terhadap keseluruhan kredit
tidak signifikan mengingat pangsanya yang sangat kecil
dibandingkan kredit UMKM maupun kredit lain-lain
(konsumsi).
Pangsa Triwulan III 2014
Pertanian (0.2%)
Perdagangan (89.2%)
Jasa Dunia Usaha (1.7%)
Lainnya (8.9%)
Grafik 4.1. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%, yoy Pertanian Perdagangan
Total Jasa Dunia Usaha
Grafik 4.2. Pertumbuhan Kredit Korporasi
0
20
40
60
80
100
0
20
40
60
80
100
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%%
Total Jasa Dunia Usaha
Pertanian - Skala Kanan Perdagangan - Skala Kanan
Grafik 4.3. NPLs Kredit Korporasi
BAB 5 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 33
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah
Kredit rumah tangga untuk perlengkapan/peralatan
rumah tangga beserta kredit rumah tangga jenis lainnya
masih mengambil pangsa yang terbesar dalam struktur
kredit rumah tangga pada triwulan III 2014. Dari total
kedit yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar
Rp2,35 triliun, kredit rumah tangga lainnya dimaksud
memiliki pangsa mencapai lebih dari 50%, disusul kredit
multiguna, KPR, dan terakhir kredit kendaraan bermotor
(KKB) dengan pangsa yang terkecil (Grafik 4.4).
Searah dengan kredit pada umumnya, penyaluran kredit
kepada sektor rumah tangga mencatat kinerja yang
melambat di triwulan III 2014. Perlambatan tersebut
disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan kredit yang
disalurkan untuk hampir seluruh jenis kredit rumah
tangga, kecuali kredit multiguna. Secara keseluruhan,
kredit rumah tangga tumbuh lebih kecil dari triwulan
sebelumnya yaitu dari 18,79% (yoy) menjadi 14,76% (yoy).
Secara total, kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap
terjaga pada tingkat yang aman di triwulan III 2014.
Seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki angka NPLs di
bawah angka batas atas yang ditetapkan yaitu 5%. KPR
yang mencatat angka NPLs tertinggi, sebesar 3,61% juga
tetap memiliki rasio yang tergolong aman (Grafik 4.6).
Angka NPLs yang tercatat secara total adalah 1,14%. Pada
triwulan sebelumnya, NPLs tercatat sebesar 1,94%. Cukup
rendahnya NPLs didukung oleh kualitas kredit yang baik
pada jenis KKB, kredit multiguna, maupun kredit rumah
tangga lainnya.
Pangsa Triwulan III 2014
Kredit Pemilikan Rumah, KPR (10.5%)
Kredit Kendaraan Bermotor, KKB (0.5%)
Kredit Multiguna
(36.6%)
Kredit Rumah Tangga
Lainnya (52.5%)
Grafik 4.4. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
(500)
0
500
1,000
1,500
2,000
(60)
(10)
40
90
140
190
240
290
340
390
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%, yoy%, yoyTotal KPRLainnya KKB - Skala KananMultiguna - Skala Kanan
Grafik 4.5. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
0
2
4
6
8
10
12
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%%
Total KKB Lainnya Multiguna KPR - Skala Kanan
Grafik 4.6. NPLs Kredit Rumah Tangga
4.3. Pengembangan Akses Keuangan
Penyaluran kredit UMKM kembali mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan III 2014. Melambatnya
pertumbuhan kredit di UMKM pada dasarnya dapat menjadi indikasi adanya potensi serta peluang untuk mengakselerasi
kembali pertumbuhan kredit UMKM (Grafik 4.7). Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit produktif di Sulbar mencapai
43,45% atau sebesar Rp1,83 triliun. Dari nilai tersebut, sebesar 79% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk
modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.8). Angka NPLs kredit UMKM sedikit bergerak turun
pada triwulan III 2014 hingga mencapai 8,71% (Grafik 4.9). Angka tersebut telah berada di atas batas aman yang
ditetapkan yaitu sebesar 5%. Meskipun NPLs untuk keseluruhan kredit perbankan Sulbar masih di bawah 5%, kualitas
kredit UMKM harus terus ditingkatkan melalui pendampingan dari para pemangku kepentingan.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
0
5
10
15
20
25
30
35
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
I II III IV I II III IV I II III
2012 2013 2014
%, yoy%
NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan
Total Kredit Non-UMKM
57%
Total Kredit UMKM
43%79%
21%
Pangsa Kredit UMKM
Modal Kerja Investasi
Grafik 4.7. Pertumbuhan dan NPLs Kredit UMKM Grafik 4.8. Pangsa Kredit UMKM
4.4. Perkembangan Sistem Pembayaran
Transaksi non-tunai melalui sarana RTGS ditandai dengan pertumbuhan yang kembali melambat pada triwulan III 2014
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulbar di triwulan III 2014 sebesar
Rp1,31 triliun atau turun -34,56%% (yoy), jauh lebih rendah jika dibandingkan triwulan II 2014 yang penurunannya relatif
kecil sebesar -1,16% (yoy) (Tabel 4.5). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran dana yang masuk
(to) ke perbankan Sulbar dengan nilai Rp0,76 triliun, lebih tinggi dari aliran yang keluar (from) dari perbankan Sulbar yang
tercatat sebesar Rp0,51 triliun pada triwulan II 2014. Sementara itu, kegiatan RTGS antarbank di Sulbar tercatat mencapai
Rp37,96 miliar. Volume transaksi RTGS juga tercatat mengalami kinerja yang tidak sebaik capaian triwulan sebelumnya.
Setelah turun sebesar -5,18% (yoy) pada triwulan II 2014, jumlah transasksi RTGS di Sulbar pada triwulan III 2014 turun
hingga mencapai -17,44% (yoy) (Tabel 4.5).
Tabel 4.5. Perkembangan Transaksi RTGS
I II III IV I II III (qtq) (yoy)
Nilai (Rp Miliar) 268.59 387.58 489.35 740.60 406.16 558.63 510.59 -8.60% 4.34%
Volume 2,463 2,838 2,761 2,831 2,367 2,643 2,321 -12.18% -15.94%
Nilai (Rp Miliar) 1,036.43 973.12 1,474.24 1,454.40 1,129.64 789.08 764.60 -3.10% -48.14%
Volume 742 905 1,287 1,893 848 929 1,024 10.23% -20.44%
Nilai (Rp Miliar) 14.75 30.92 42.92 105.88 21.87 27.71 37.96 36.97% -11.57%
Volume 59 117 195 644 58 88 158 79.55% -18.97%
Nilai (Rp Miliar) 1,319.77 1,391.62 2,006.51 2,300.88 1,557.67 1,375.42 1,313.14 -4.53% -34.56%
Volume 3,264 3,860 4,243 5,368 3,273 3,660 3,503 -4.29% -17.44%
Pertumbuhan Tw III 2014
From
To
From-To
TOTAL
Keterangan2013 2014
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 35
5. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 5 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat pada Agustus 2014
sebesar 2,08% atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya 1,60% (Agustus
2013). Secara struktur, belum terjadi perubahan yang signifikan pada porsi
tenaga kerja di sektor primer, sekunder, maupun tersier. Adapun tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK) Sulbar pada Agustus 2014 tercatat
sebesar 71,06%, mengalami penurunan dari Agustus 2013 yang tercatat
66,83%. Sementara itu, tingkat kemiskinan baik di kota maupun desa
tercatat masih mengalami peningkatan.
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
5.1. Tenaga Kerja
Jumlah penduduk yang bekerja di Sulbar pada Agustus 2014 meningkat tipis dibandingkan periode sebelumnya. Per
Agustus 2014, angkatan kerja Sulbar tercatat sebanyak 608,4 ribu orang, mengalami peningkatan sebesar 6,65% (yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun 2013. Dari jumlah tersebut jumlah penduduk yang bekerja sejumlah 595,8 ribu
orang, meningkat 13,71% (yoy) dibandingkan kondisi tenaga kerja Agustus 2013. Jumlah penduduk usia kerja, namun
bukan angkatan kerja pada Agustus 2014 mengalami penuruan sebesar -6,96% (yoy). Dengan perkembangan tersebut,
tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) Sulbar pada Agustus 2014 tercatat sebesar 71,06%, mengalami peningkatan dari
Agustus 2013 yang tercatat 66,82%. Peningkatan TPAK sebagai indikasi penyerapan tenaga kerja yang semakin membaikdi
periode laporan. Peningkatan penduduk yang bekerja terutama didorong oleh peningkatan jumlah pekerja penuh dan
pekerja paruh waktu, sementara jumlah pekerja setengah penganggur mengalami penurunan pada Agustus 2014.
Sektor primer (pertanian) pada Agustus 2014 menyerap lebih sedikit tenaga kerja dibandingkan Agustus 2013. Sektor
primer pada bulan Agustus 2014 masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar yaitu sebanyak 338,6 ribu orang
meskipun porsinya sedikit berkurang dari 57,6% pada Agustus 2013 menjadi 56,84% pada Agustus 2014. Jumlah tenaga
kerja sektor sekunder (industri dan konstruksi) mencatat pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 9,3% (yoy) sementara
tenaga kerja sektor tersier mengalami penurunan sebesar -0,4% (yoy). Peningkatan jumlah tenaga kerja sektor sekunder
sehubungan dengan telah dimulainya proyek-proyek pemerintah pada triwulan III 2014.
Sektor formal dan informal pada Agustus 2014 menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan Agustus 2014.
Jumlah tenaga kerja pada sektor formal dan informal mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan masing-masing
sebesar 19,4 ribu orang (13,9%) dan 52,39 ribu orang (13,7%) dibandingkan Agustus 2013. Namun, jika dilihat dari periode
sebelumnya, terjadi penurunan tenaga kerja formal dari 179,77 ribu orang (30,4%) pada Februari 2013 menjadi 159,8 ribu
orang (26,8%) pada Agustus 2014. Sementara tenaga kerja informal mengalami peningkatan dari 411,35 ribu orang
(69,6%) menjadi 435,99 ribu orang (73,2%).
Pekerja formal merupakan kategori pekerja yang berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan
dengan porsi masing-masing sebesar 2,01% dan 24,81% pada Agustus 2014. Sisanya adalah pekerja informalyang
mencakup kategori pekerja yang berusaha sendiri (16,06%), berusaha dibantu buruh tidak tetap (24,93%), pekerja bebas
(6,59%) dan pekerja tidak dibayar (25,59%).
Sumber: BPS
Sumber: BPS
Grafik 5.1. Komposisi Pekerja per Sektor Ekonomi Grafik 5.2. Komposisi Pekerja per Sektor Formal - Informal
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 37
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumber: BPS
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat mengalami kenaikan pada Agustus 2014 namun masih merupakan
yang terendah di Sulawesi. Angka TPT Sulbar tercatat sebesar 2,08% mengalami kenaikan dari 1,6% pada Februari 2014.
Dengan persentase tersebut, selama empat tahun berturut-turut, Sulbar selalu menjadi provinsi dengan TPT yang paling
rendah di Sulawesi. Tingkat pengangguran Sulbar juga lebih rendah dibandingkan tingkat pengangguran nasional yang
tercatat 5,94%.
Tabel 5.2. Tingkat Pengangguran di Provinsi se-Sulawesi
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah Grafik 5.3. Pengangguran di Sulbar
5.2. Penduduk Miskin6
Tingkat kemiskinan provinsi Sulawesi Barat pada Maret 2014 tercatat mengalami peningkatan. Persentase penduduk
miskin Sulbar pada Maret 2014naik menjadi 12,3% dari total penduduk Sulbar, sedikit lebih tinggi dari posisi September
2013 yang sebesar 12,2%. Persentase penduduk miskin Sulbar lebih rendah daripada rata-rata Sulampua (16,03%), namun
lebih tinggi daripada Indonesia (11,25%).
33.7 29.7 33.4 28.2 29.1 27.1 24.2 26.3
107.6135.2
129.7132.3 131.5
126.9 127.5 127.6
13.6
13.913.6
13.213.0
12.3 12.2 12.3
11
11.5
12
12.5
13
13.5
14
14.5
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
2010 Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14
ribu orang
Kota Desa % Total Penduduk Miskin - skala kanan
8.8
17.4
13.9
10.312.3
14.1
19.1
7.3
30.127.1
0
5
10
15
20
25
30
35
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000ribu orang
Kota Desa % Total Penduduk Miskin- skala kanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 5.4. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Barat Grafik 5.5. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Maret 2014
6 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari
sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-
rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
Persentase kemiskinan di daerah perkotaan menunjukkan peningkatan. Jumlah penduduk miskin di kota bertambah 2,1
ribu jiwa, atau mencatat persentase kemiskinan 9,16% dari sebelumnya sebesar 8,57%. Sementara itu, jumlah penduduk
miskin di desa bertambah sebesar 100 jiwa. Persentase penduduk miskin di desa turun menjadi 13,19% dari sebelumnya
13,31%. Dari sisi jumlah maupun persentase, tingkat kemiskinan di kota lebih kecil daripada di desa. Apabila ketimpangan
kesejahteraaan ini berlanjut, dikhawatirkan terjadi permasalahan seperti kenaikan tingkat urbanisasi dan masalah kota
lainnya. Untuk itu, secara dini, perlu disikapi dengan program pengembangan pedesaan.
Peningkatan UMP tahun 2014 lebih tinggi daripada peningkatan pada tahun sebelumnya. UMP Provinsi Sulawesi Barat
2014 ditetapkan sebesar Rp1,4 juta, meningkat 20,2% dibandingkan 2013. Peningkatan UMP Sulbar tercatat masih lebih
rendah dibandingkan rata-rata kenaikan KHL yang sebesar 24,2%. Bahkan Sulbar mencatat peningkatan paling rendah
dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia. Kenaikan tersebut ditengarai juga terkait ukuran ekonomi Sulbar yang tidak
terlalu besar dan masih ditopang oleh sektor informal.
1,0
06
,00
0
1,1
27
,00
0 1
,16
5,0
00
1,4
00
,00
0
1,0
06
,00
0
1,1
27
,00
0
1,2
00
,00
0
1,4
90
,00
0
6.5%
12.0%
3.4%
20.2%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
-
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
2011 2012 2013 2014
UMP (Rp) KHL (Rp) % Kenaikan UMP - sisi kanan
Sumber: BPS Grafik 5.4. Perkembangan UMP Provinsi Sulbar
5.3. Rasio Gini7
Gini ratio Provinsi Sulawesi Barat kembali memburuk setelah 2 tahun terakhir menunjukkan pembaikan. Nilai giniratio
Sulbar pada tahun 2013 meningkat menjadi 0,35 atau memburuk dibandingkan tahun 2012 yang tercatat sebesar 0,31.
Semakin besarnya indikator yang menunjukkan ketimpangan pendapatan penduduk tersebut yang kemungkinan besar
dipengaruhi oleh melemahnya indikator ketenagkerjaan dan NTP pada periode dimaksud. Namun demikian, giniratio
Sulbar masih lebih rendah daripada angka Nasional (0,41). Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi
Barat relatif rendah. Angka gini rasio tertinggi masih tercatat di Gorontalo dan Papua dengan nilai yang sama dengan
tahun lalu yaitu 0,44. Angka berikutnya sebesar 0,43 tercatat untuk Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Papua
Barat. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Maluku Utara yang sedikit menurun dibandingkan tahun
2012 (0,34).
Tabel 5.3. Nilai Gini Ratio
Provinsi 2010 2011 2012 2013
Gorontalo 0,43 0,46 0,44 0,44
Papua 0,41 0,42 0,44 0,44
Sulawesi Selatan 0,40 0,41 0,41 0,43
Sulawesi Tenggara 0,42 0,41 0,40 0,43
Papua Barat 0,38 0,40 0,43 0,43
Sulawesi Utara 0,37 0,39 0,43 0,42
Sulawesi Tengah 0,37 0,38 0,40 0,41
Maluku 0,33 0,41 0,38 0,37
Sulawesi Barat 0,36 0,34 0,31 0,35
Maluku Utara 0,34 0,33 0,34 0,32
7Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan.Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu).Nol
mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna.
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 39
Provinsi 2010 2011 2012 2013
Indonesia 0,38 0,41 0,41 0,41
Sumber: Indikator Kersejahteraan Rakyat, BPS
5.4. Nilai Tukar Petani8
Indikator kinerja sektor unggulan (pertanian) relatif membaik, tercermin dari naiknya Nilai Tukar Petani (NTP) pada
triwulan II 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelunya. NTP Sulbar pada triwulan III 2014 sedikit membaik menjadi
sebesar 103,37dibandingkan triwulan sebelumnya (103,27) (Grafik 5.6). Kenaikan tersebut secara umum disebabkan oleh
kenaikan indeks harga yang diterima petani (IT) lebih besar dibandingkan dengan kenaikan indeks harga yang dibayar
petani (IB) selama triwulan III 2014. Indeks harga yang diterima petani naik dari 112,49 menjadi 114,33 sementara indeks
harga yang dibayar petani meningkat dari 108,92 pada triwulan sebelumnya menjadi 110,60 pada triwulan laporan.
NTPSulbar yang masih di atas 100 menunjukkan bahwa kemampuan/daya beli petani Sulbar tetap lebih baik dibandingkan
keadaan pada tahun dasar (2012) dan nilainya meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
-2.0%
-1.5%
-1.0%
-0.5%
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
90 95
100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014indeks
IT IB NTP Sulbar g.NTP - sisi kanan
yoy
Sumber: BPS
Grafik 5.5. Perkembangan NTP di Sulawesi Barat
Secara keseluruhan Indeks yang Diterima Petani (IT) mengalami kenaikan sebesar 1,64% (yoy) begitupun halnya Indeks
yang Dibayar Petani (IB) juga mengalami kenaikan sebesar 1,54% (yoy) (Tabel 5.4). Namun demikian, berdasarkan hasil
pemantauan harga-harga pedesaan selama triwulan III 2014, terjadi penurunan NTP untuk subsektor tanaman pangan
dan tanaman perkebunan rakyat masing-masing sebesar -0,83% (qtq) dan -1,07% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sementara NTP tanaman pangan dan perikanan yang masih dibawah 100 mengindikasikan bahwa
kesejahteraan petani pada subsektor tersebut masih relatif rendah.
Tabel 5.4. Perkembangan NTP Sulbar
Tw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III y.o.y q.t.q y.o.y q.t.q y.o.y q.t.qTanaman Pangan 87.6 87.9 82.4 82.0 94.7 92.1 91.3 8.08% 15.50% 4.72% -2.79% 10.75% -0.83%
Hortikultura 87.8 88.9 88.7 91.1 102.2 100.7 102.4 16.42% 12.12% 13.31% -1.45% 15.49% 1.73%
Tanaman Perkebunan Rakyat 128.5 133.0 133.5 132.1 109.0 114.1 112.9 -15.14% -17.48% -14.21% 4.65% -15.44% -1.07%
Peternakan 113.0 112.8 113.4 115.5 101.2 101.2 103.0 -10.41% -12.34% -10.25% -0.02% -9.19% 1.74%
Perikanan 106.6 106.6 105.7 106.8 96.2 97.0 97.3 -9.76% -9.95% -9.01% 0.84% -7.95% 0.31%
NILAI TUKAR PETANI (NTP) 104.0 105.0 103.3 104.9 102.4 103.3 103.4 -0.02% -0.02% -1.69% 0.90% 0.11% 0.10%
a Indeks yang Diterima (It) 142.1 144.2 148.2 150.9 110.2 112.5 114.3 -22.48% -26.99% -22.00% 2.10% -22.85% 1.64%
b Indeks yang Dibayar (lb) 136.7 137.3 143.5 143.8 107.7 108.9 110.6 -21.25% -25.14% -20.68% 1.18% -22.94% 1.54%
KOMPONEN2013 2014 Tw III-14Tw II-14Tw I-14
Sumber: BPS
8 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 41
6. PROSPEK PEREKONOMIAN
Bab 6 Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulbar pada triwulan IV 2014 dan untuk keseluruhan tahun
2014, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 10,3% -
11,3% (yoy) dan 9,2% - 10,2% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi
nasional, pertumbuhan ekonomi Sulbar 2014 tetap meningkat dan tumbuh
lebih tinggi. Di sisi permintaan, konsumsi dan investasi didukung oleh
optimalisasi belanja fiskal daerah. Di sisi penawaran, sektor pertanian stabil,
sementara sektor industri akan tetap meningkat, seiring kenaikan kapasitas
industri pengolahan.
Laju inflasi akhir 2014 diprakirakan akan meningkat, didorong oleh
kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Dengan perkembangan
tersebut, inflasi berpotensi meningkat dalam kisaran 6,7% - 7,9%, atau di
luar cakupan target nasional.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
6.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulbar diprakirakan tumbuh 10,3% - 11,3% pada Tw IV 2014 dan 9,2% - 10,2% pada 2014, seiring
konsistensi pembangunan dan produksi dari sektor-sektor utama. Ekonomi Sulbar cenderung bisa meningkat ke atas
pada tahun 2014, sehubungan dengan terus bertumbuhnya sektor Industri Pengolahan. Pertumbuhan sektor industri
pengolahan cenderung tetap di atas dua digit, setelah adanya perubahan struktural pada sektor Industri Pengolahan.
Mulai awal 2014, kinerja industri olahan CPO menjadi produk palm olien dan palm stearin, mampu meningkatkan nilai
tambah hampir dua kali lipat dari kondisi sebelumnya. Sampai dengan akhir tahun 2014 diperkirakan akan terus berlanjut
sehingga mendorong ekonomi Sulbar. Sementara itu, perkembangan di sektor Bangunan dan sektor Jasa-jasa menyisakan
potensi tantangan antara lain proses pembebasan lahan, proses lelang, dan pemenuhan kebutuhan energi. Kondisi
tersebut pada akhirnya berimplikasi pada tingkat optimalisasi penyerapan anggaran fiskal daerah.
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
20
13
Q1
20
13
Q2
20
13
Q3
20
13
Q4
20
14
Q1
20
14
Q2
20
14
Q3
20
14
Q4
20
15
Q1
20
15
Q2
20
15
Q3
20
15
Q4
%, yoy
2014 :9,2% - 10,2%
2013 : 7,16%
2015:8,0% - 9,0%
Grafik 6.1. Perkembangan PDRB Sulbar dan Proyeksinya
6.1.1 Prospek Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan, pada triwulan IV 2014, akan terjadi peningkatan konsumsi dan investasi, didukung oleh
optimalisasi belanja fiskal daerah. Peningkatan konsumsi terutama terjadi pada konsumsi pemerintah, untuk
mengoptimalkan penyerapan anggaran belanja APBD. Hingga triwulan III 2014, penyerapan anggaran APBD Sulbar baru
sekitar 55,0%, sehingga sampai dengan akhir tahun 2014, terindikasi akan ada tambahan insentif fiskal daerah yang cukup
tinggi, senilai hampir separuh anggaran belanja APBD. Selain itu, konsumsi rumah tangga masih kuat, terindikasi dari
tingkat hunian hotel di Sulbar yang masih dalam tren meningkat. Seiring dengan peningkatan belanja fiskal, kegiatan
investasi untuk infrastruktur akan meningkat, seperti untuk pembelian tanah; peralatan dan mesin; gedung dan
bangunan; jalan, irigasi dan jaringan; serta aset tetap lainnya. Sementara kegiatan ekspor komoditi utama diperkirakan
tetap stabil tinggi, karena dorongan peningkatan produksi diiringi dengan naiknya permintaan negara mitra dagang, yang
terpantau dari Purchasing Managers Index (PMI) dari negara Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan yang cenderung stabil.
Di sisi lain, harga CPO cenderung terkoreksi atau turun 12,4% (yoy) menjadi USD 732,3/mt.
46
48
50
52
54
56
58
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2013 2014
Indeks
Jepang Tiongkok Zona Eropa
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt
2011 2012 2013 2014
yoyUSD/mt
CPO
g.CPO - sisi kanan
Sumber: Bloomberg p) Proyeksi
Sumber: World Bank
Grafik 6.2. PMI Index Asia Grafik 6.3. Harga Internasional CPO
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 43
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2012 2013 2014
Hotel Berbintang
Akomodasi Lainnya
TPK (%)
Sumber: BPS
Grafik 6.4. Tingkat Hunian Kamar Hotel
7,9%
25,8%
48,0%
88,4%
7,8%
24,3%
45,6%
88,0%
13,0%
32,4%
55,0%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV-p
2012 2013 2014
45,0%
perkiraan tambahan
realisasi optimal s.d. Des'14
Sumber: Badan Pengelola Keuangan Daerah Sulbar
Grafik 6.5. Perkiraan Belanja Fiskal Daerah
6.1.2 Prospek Sisi Penawaran
Sektor Pertanian diproyeksikan tumbuh stabil pada triwulan IV 2014, seiring peningkatan produksi tanaman bahan
makanan dan masih tingginya kebutuhan tanaman perkebunan untuk memenuhi kapasitas industri pengolahan. Hasil
angka ramalan II (Aram II) BPS, produksi tanaman padi diperkirakan naik 3,68%, meningkat dari angka ramalan I (Aram I)
yang memperkirakan turun -1,95%, sementara jagung justru turun 3,33% dari Aram I hanya akan meningkat tipis 2,92%.
Sementara untuk Aram II kedelai kembali meningkat tinggi 253,6% daripada Aram I (116,17%), seiring pola tanam
komoditas pertanian padi kembali ke pola lama yang diselingi penanaman kedelai. Di sisi komoditas perkebunan, harga
komoditas coklat masih tinggi. Harga coklat hingga Oktober 2014 meningkat 13,8% (yoy) menjadi sekitar USD3,20/kg.
Selain itu, kebutuhan tandan buah segar (TBS) sawit untuk industri pengolahan minyak sawit terus dalam tren
meningkat9.
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
2009 2010 2011 2012 ATAP2013
ARAM II2014
Padi
Series1 Series2
Sumber: BPS, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Produksi Padi
-10
0
10
20
30
40
50
60
0
20
40
60
80
100
120
140
2010 2011 2012 ATAP2013
ARAM II2014
Jagung
Produksi (ribu ton) g.produksi (%) - sisi kanan
Sumber: BPS, diolah Grafik 6.7. Perkembangan Produksi Jagung
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
2010 2011 2012 ATAP2013
ARAM II2014
Kedelai
Produksi (ribu ton) g.produksi (%) - sisi kanan Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.8. Perkembangan Produksi Kedelai
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt
2011 2012 2013 2014
yoyUSD/kg
Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
Sumber: BPS, diolah Grafik 6.9. Harga Internasional Coklat
9 Industri sawit mengolah sekitar 2.000 ton CPO per hari. Bahkan untuk produk palm olien meningkat dari 20 ribu ton pada triwulan I
tahun 2014 menjadi 37 ribu ton pada triwulan II tahun 2014.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
Sektor Industri Pengolahan diperkirakan tetap tumbuh meningkat pada triwulan IV 2014. Kapasitas produksi industri
pengolahan CPO terus meningkat seiring beroperasinya pabrik pengolahan (refinery) di Sulawesi Barat. Hasil survei
industri menengah kecil (IMK) meningkat 12,02% (yoy) pada triwulan III 2014, dibandingkan triwulan II 2014 (-0,11%;
yoy), dan diperkirakan akan meningkat hingga akhir 2014. Sementara hasil survei industri besar sedang (IBS) melambat
3,77% (yoy) pada triwulan III 2014, dibandingkan triwulan II 2014 (18,42%; yoy).
Sektor Jasa-jasa diprakirakan akan meningkat pada triwulan IV 2014, seiring optimalisasi penyerapan belanja daerah.
Sektor jasa-jasa di dalamnya termasuk belanja pemerintah daerah. Realisasi belanja hingga triwulan III 2014 baru
mencapai 55,0%, sementara realisasi pendapatan lebih dari tiga per empat dari anggaran atau mencapai 79,74%.
Sehingga untuk mengoptimalkan belanja, akan ada alokasi maksimal 45% dari anggaran yang dilakasanakan pada kuartal
terakhir 2014.
6.2. Prospek Inflasi
Diperkirakan laju inflasi tahun 2014 meningkat dalam rentang 6,7% - 7,9% (yoy), seiring kenaikan harga barang
strategis yang diatur pemerintah. Kenaikan inflasi tersebut termasuk dampak kenaikan BBM bersubsidi10
sebesar
Rp2.000 per liter, yang diprakirakan menambah sumbangan inflasi Sulbar sebesar 1,71% - 1,92% (Boks 6.A). Adapun Bank
Indonesia senantiasa akan mencermati risiko kenaikan inflasi terkait kenaikan harga BBM bersubsidi. Berbagai langkah
koordinasi akan dilakukan, untuk meminimalisasi dampak kenaikan harga BBM baik dampak langsung maupun dampak
tidak langsung (ekspektasi harga serta tarif angkutan). Meskipun terjadi peningkatan harga dalam jangka pendek, namun
dengan bauran kebijakan Bank Indonesia dan koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah),
tekanan inflasi diyakini akan tetap terkendali dan bersifat temporer. Sementara dari harga yang ditentukan pemerintah
lainnya, rencana kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) industri tahap kedua yang akan direalisasikan pada November 201411
mendorong subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air cenderung meningkat hingga Oktober 2014 (13,74%; yoy).
Perkembangan harga subkelompok transportasi dan subkelompok tembakau juga dalam tren meningkat sampai dengan
Oktober 2014.
Di sisi lain, inflasi volatile food diperkirakan masih stabil. Stabilnya inflasi didukung oleh relatif minimalnya dampak
kekeringan yang terjadi di Sulbar dan masih berlangsungnya panen di Kabupaten Mamuju dan upaya pompanisasi dari
Pemerintah Daerah. Sementara itu, kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus
dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulbar maupun TPID di tingkat kabupaten. Semua
kabupaten di Provinsi Sulbar telah terbentuk TPID, sehingga jumlah TPID di Sulbar adalah 1 (satu) TPID Provinsi dan 6
(enam) TPID Kabupaten.
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
5,5
6
6,5
7
I III III IV I III III IV I III III IV I III III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoy
2014:4,3% - 5,3%
2015:4,0% - 5,0%
2012 :3,28%
2013:5,91%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt
2011 2012 2013 2014
yoyUSD/troy onz
Emas g.Emas - sisi kanan
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Blommberg Grafik 6.10. Fan Chart Inflasi Sulawesi Barat Grafik 6.11. Harga Internasional Emas
Inflasi inti diperkirakan stabil hingga akhir 2014. Konsumsi masyarakat yang masih relatif kuat, diimbangi dengan
ketersediaan barang yang memadai12
, dengan ketersediaan stok yang memadai sampai dengan 8 (delapan) bulan ke
10
Ditetapkan pada tangga 18 November 2014. 11
Peningkatan tarif berkisar antara 40%-65% dan akan diterapkan secara bertahap setiap dua bulan dari Mei sampai November 2014. 12
Stok beras di Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, aman hingga delapan bulan ke depan karena produksi petani yang membaik pada tahun sebelumnya.
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 45
depan. Tren perkembangan harga emas juga cenderung stabil bahkan turun. Harga emas terkoreksi menjadi US$ 1.251,4
per troy oz atau turun -6,5% (yoy) dari triwulan III 2014 (-3,6%; yoy).
Tabel 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Barat
I II III IV Total I II III IVP Totalp
Sisi Permintaan
Konsumsi 10,8 8,0 6,8 6,1 5,9 5,6 6,0 5,3 4,6 5,1 6,4 - 7,4 5,3 - 6,3 6,9 - 7,9
Konsumsi swasta 7,8 6,2 4,0 5,4 5,1 5,5 5,0 6,0 5,9 6,2 5,4 - 6,4 5,2 - 6,2 5,5 - 6,5
Konsumsi Pemerintah 19,9 13,0 15,0 7,7 7,8 5,7 8,7 3,4 1,3 2,3 8,6 - 9,6 3,7 - 4,7 10,4 - 11,4
Pembentukan Modal Tetap Bruto 2,2 3,2 0,3 6,9 8,0 15,5 7,9 15,0 7,0 4,3 15,8 - 16,8 10,2 - 11,2 10,1 - 11,1
Ekspor 27,3 6,8 11,9 12,3 5,5 7,5 9,2 13,7 19,4 22,7 20,8 - 21,8 19,0 - 21,0 11,5 - 12,5
Impor 21,6 5,3 7,5 5,7 3,0 4,4 5,1 7,5 3,4 2,3 7,6 - 8,6 5,0 - 6,0 7,6 - 8,6
Sisi Produksi
Sektor pertanian 7,9 6,9 2,7 4,1 7,6 8,9 5,6 7,6 6,6 4,5 3,9 - 4,9 5,5 - 6,5 6,1 - 7,1
Sektor pertambangan & penggalian 11,3 11,8 24,6 14,0 (0,8) 10,1 10,6 7,6 8,1 4,0 3,4 - 4,4 5,2 - 6,2 10,7 - 11,7
Industri pengolahan 15,3 5,6 14,0 7,4 3,7 3,1 6,8 29,7 47,4 74,5 80,0 - 90,0 58,0 - 63,0 12,0 - 16,0
Listrik, gas & air bersih 14,2 16,2 6,6 16,7 15,9 22,3 15,6 27,2 10,9 11,3 12,2 - 13,2 14,0 - 16,0 14,1 - 15,1
Bangunan 10,4 8,6 8,8 10,7 10,8 10,7 10,4 9,6 4,8 4,0 3,1 - 4,1 4,5 - 5,5 8,9 - 9,9
Perdagangan, hotel & restoran 9,9 7,3 8,0 8,2 11,5 7,7 8,8 10,1 7,1 4,8 4,5 - 5,5 6,2 - 7,2 8,4 - 9,4
Pengangkutan & komunikasi 12,7 5,6 4,5 10,9 9,4 9,9 8,7 10,2 5,9 5,1 7,2 - 8,2 6,7 - 7,7 10,0 - 11,0
Keuangan, persewaan dan jasa perush. 3,4 6,3 9,7 8,7 10,5 11,6 10,1 6,1 6,1 3,0 6,2 - 7,2 5,0 - 6,0 7,2 - 8,2
Jasa-jasa 18,0 20,0 17,2 13,6 1,1 2,0 7,5 0,4 (1,5) 0,8 0,1 - 1,1 0,7 - 1,7 8,0 - 9,0
PDRB (%,yoy) 10,3 9,0 7,3 7,3 6,8 7,2 7,2 8,8 8,9 10,0 10,3 - 11,3 9,2 - 10,2 8,0 - 9,0
Inflasi IHK (%,yoy) 2,9 4,4 4,6 4,4 7,2 6,2 6,2 5,9 5,9 4,5 5,0 - 6,0 6,7 - 7,9 4,0 - 5,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia
2015P2014Pertumbuhan Ekonomi dan
Inflasi Provinsi Sulbar2011 2012
2013
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
Boks 6.A. Dampak (Rencana) Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Kenaikan harga BBM bersubsidi akan mendorong postur anggaran pemerintah lebih sehat. Subsidi BBM dapat dialihkan untuk pembiayaan sektor lain. Latar belakang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi karena harga BBM di Indonesia terlalu murah dibandingkan negara lain se-kawasan, sehingga berpotensi BBM diselundupkan. Peningkatan daya beli masyarakat mendorong peningkatan pembelian mobil dan motor, sehingga kuota BBM bersubsidi tiap tahunnya selalu terlampaui. Bahkan, sejak awal tahun 2000, Indonesia telah beralih status menjadi importir BBM, sehingga seperlima APBN Indonesia disedot untuk subsidi energi.
USD 0,06USD 0,13
USD 0,29USD 0,42USD 0,45USD 0,47
USD 0,57USD 0,62
USD 0,87USD 1,16
USD 1,28USD 1,32
USD 1,42USD 1,66
USD 2,12USD 2,21
USD 2,60
USD 0,00 USD 0,50 USD 1,00 USD 1,50 USD 2,00 USD 2,50 USD 3,00
VenezuelaArab Saudi
MesirBrunei Darussalam
IndonesiaUni Emirat Arab
IranMalaysiaAmerikaThailand
FilipinaIndiaBrazil
SingapuraInggris
PrancisTurki
*)1 USD = Rp12.151 (rata-rata Oktober 2014)
Grafik 7.A.1. Perbedaan Harga Bensin Antar Negara
Dampak kenaikan harga BBM di Sulbar relatif rendah dibandingkan nasional. Apabila secara nasional, dampak setiap kenaikan Rp2.000,-13 per liter BBM akan meningkatkan inflasi sekitar 2,09% - 2,49%, sementara di Sulbar akan meningkatkan inflasi sekitar 1,71% - 1,92%. Hal ini didorong oleh dampak kenaikan BBM terhadap inflasi secara langsung maupun tidak langsung, terhadap beberapa provinsi cenderung tinggi, karena faktor konsumsi dan kenaikan harga komoditas yang terkait (misal tarif angkutan, komoditas core, dan bahan pangan/volatile food).
TabeI 6.A.1. Prakiraan Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Sumbangan Inflasi
Dampak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Inflasi (%) Sumbangan (%)
Dampak langsung 1,16
- Bensin 30,77 1,15
- Solar 36,36 0,01
Tarif Angkutan*) 0,13 - 0,34
- Angkutan Antar Kota*) 10,00 - 25,00 0,12 - 0,30
- Angkutan Dalam Kota*) 10,00 - 25,00 0,01 0,03
- Tarif Taksi**) 10,00 - 26,19 0,00 - 0,01
Dampak tidak langsung ke komoditas lainnya **) 0,39 - 0,79
- Core 0,37 - 0,77 0,13 - 0,53
- Volatile Food 1,01 - 1,41 0,06 - 0,46
Total dampak ke Inflasi IHK 1,71 - 1,92*) Dihitung dari rencana kenaikan tarif angkutan dalam kota dan luar kota di Sulbar
**) Dihitung dari rencana kenaikan tarif taksi di Sulsel
13 Harga bensin dan solar bersubsidi naik masing-masing menjadi sebesar Rp8.500,- (30,77%) dan Rp7.500,- (36,36%) yang
berlaku per tanggal 18 November 2014.
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 47
Kenaikan harga BBM diperkirakan akan berdampak relatif kecil terhadap kenaikan tingkat kemiskinan. Kenaikan bensin dan solar masing-masing Rp2.000,- per liter akan meningkatkan persentase kemiskinan di Sulbar sekitar 0,01% - 0,03% atau sekitar 150 – 200 orang. Persentase kenaikan kemiskinan terbesar akan terjadi berturut-turut di Provinsi Papua (1, 5% - 1,9%), Papua Barat (1,4% - 1,8%) dan Sulawesi Tenggara (1,24% - 1,64%).
Program Pemerintah Pusat untuk meminimalisir penurunan daya beli masyarakat antara lain melalui Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), pemberian beasiswa, peningkatan aspek akses dan mutu pendidikan, Program Keluarga Harapan (PKH), dan pembangunan infrastruktur dasar (jalan, pelabuhan, dan sebagainya). Sementara dari sisi Pemerintah Daerah, TPID (SKPD terkait) perlu memastikan ketersediaan dan pasokan barang kebutuhan pokok/ bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat, meningkatkan Komunikasi yang intensif antara pemerintah daerah dengan masyarakat harus terjalin dengan tagline “Pemerintah Bersama Rakyat”, dan melaksanakan crash program dalam rangka memitigasi dampak penurunan kesejahteraan masyarakat akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, misalnya program padat karya dan program peningkatan kualitas pendidikan maupun kesehatan masyarakat.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN
48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 49
LAMPIRAN
Lampiran
A. Daftar Istilah
Istilah Keterangan
Administered price Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari
resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk
meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan
risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-
2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management
protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung
jawab anggota tim itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu Negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
LAMPIRAN
50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
Istilah Keterangan
nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,
atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,
dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar
keuangan dan industrialisasi
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass
through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-
negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiscal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap
sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa
risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah
pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting
funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman
kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan
kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 51
Istilah Keterangan
Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealerUtama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu bulan tertentu terhadap satu bulan
sebelumnya
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara
simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter
Pagu hutang / debt
ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan
pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect Dampak lanjutan
Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan
pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang
selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah
LAMPIRAN
52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014
Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan
Istilah Keterangan
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank
ritel
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,
atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional
Yield Imbal hasil
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titilk waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember)
Yuan Mata uang Tiongkok