Upload
lamhuong
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MEI 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA
Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans
Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari
No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718
-----
Keterangan Cover:
Hasil Tangkapan Ikan di TPI Kendari
Fotografer: Harisuddin
i
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
ridha- Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara Mei
ini disusun setiap triwulan dan merupakan asesmen
terhadap perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara, keuangan pemerintah, inflasi, sistem
keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang,
ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan.
Kajian ekonomi daerah ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor
Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial maupun
sistem pembayaran, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para
stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank
Indonesia di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi
stakeholder di wilayah kerjanya.
Dalam penyusunan laporan ini, data dan informasi selain dari internal Bank Indonesia, juga
bersumber dari berbagai instansi terkait, seperti Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan
dinas-dinas terkait, BPS Sulawesi Tenggara, BULOG Divre Sultra, Kanwil Ditjen
Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara, PLN, berbagai perusahaan, perbankan, asosiasi
dan akademisi. Sehubungan dengan hal tersebut, perkenankanlah kami menyampaikan
terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang membantu penyusunan buku ini.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran serta
masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan kajian yang lebih
baik ke depan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan
menerangi setiap langkah kita.
Kendari, 23 Mei 2017
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara
Minot Purwahono
ii
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan
terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai
strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang
rencah dan nilai tukar yang stabil
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga
efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara
efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap
gejolak internal dan eksternal untuk mendukung
alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat
berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien,
dan lancar yang berkontribusi terhadap
perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas
sistem keuangan dengan memperhatikan aspek
perluasan akses dan kepentingan nasional
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM
Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai
strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata
kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka
melaksanakan tugas yang diamanatkan Undang-
Undang
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank
Indonesia, manajemen dan pegawai untuk bertindak
dan atau berperilaku, yang terdiri atas:
Trust and Integity – Professionalism – Excellence –
Public Interest – Coordination and Teamwork
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Visi Misi Bank Indonesia ii
Daftar Isi iii
Daftar Grafik v
Daftar Tabel viii
Tabel Indikator Terpilih Ix
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 5
1.1. KONDISI UMUM 7
1.2. SISI PERMINTAAN 8
1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga 9
1.2.2. Konsumsi Pemerintah 10
1.2.3. Investasi 11
1.2.4. Ekspor dan Impor 13
1.2. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA 16
1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 17
1.3.2. Pertambangan dan Penggalian 19
1.3.3. Industri Pengolahan 21
1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran 22
1.3.5. Konstruksi 24
BOKS 1. Tantangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara 27
BAB II KONDISI FISKAL DAERAH 31
2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN 2017 33
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 33
2.2.2. Realisasi Anggaran Pendapatan 33
2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja 35
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBN DI PROVINSI 37
2.4. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD KOTA/KABUPATEN 38
2.4.1. Realisasi Anggaran Pendapatan 38
2.4.2. Realisasi Anggaran Belanja 39
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 41
3.1. KONDISI UMUM 43
3.1.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (year on year) 43
3.1.2. Perkembangan Inflasi Bulanan (month to month) 45
3.2. DISAGREGASI INFLASI 46
3.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI 48
BOKS 2. Pola Inflasi Pasa Saat Idul Fitri 51
iv
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH 55
4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA 57
4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga 57
4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga 59
4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di Perbankan 62
4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga 63
4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI 67
4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi 67
4.2.2. Kinerja Korporasi 67
4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi 70
4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN (PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA 73
4.3.1. Aset Bank Umum 73
4.3.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga 73
4.3.3. Penyaluran Kredit 76
4.3.4. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi Tenggara 79
4.3.5. Perbankan Syariah 79
4.3.6. Bank Perkreditan Rakyat 81
4.4. AKSES KEUANGAN 82
4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM 82
4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk 83
BAB V SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 85
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI 87
5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring 87
5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS 87
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 88
5.2.1. Aliran Uang Kartal 88
5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar 89
5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Tidak Asli 89
BAB VI KONDISI TENAGA KERJA DAN KESEJAHTERAAN 91
6.1. KETENAGAKERJAAN 93
6.2. KESEJAHTERAAN 94
BAB VII PROSPEK EKONOMI DAERAH 97
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 99
7.1.1. Triwulan III 2017 99
7.1.1. Tahun 2017 101
7.1. PROSPEK INFLASI 101
7.2.1. Triwulan III 2017 101
7.2.1. Tahun 2017 102
Daftar Istilah
Tim Penyusun
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara 7
Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan IV 2016 7
Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan Kebutuhan Rumah Tangga 9
Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat Ini 9
Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi Di Sulawesi Tenggara 10
Grafik 1.6 Konsumsi Semen Di Sulawesi Tenggara 12
Grafik 1.7 Pertumbuhan Kerdit Investasi Di Sulawesi Tenggara 12
Grafik 1.8 Realisasi Investasi PMA Di Sulawesi Tenggara 12
Grafik 1.9 Realisasi Investasi PMDN Di Sulawesi Tenggara 12
Grafik 1.10 Nilai Ekspor Luar Negeri Sulawesi Tenggara 13
Grafik 1.11 Pangsa Komoditas Ekspor 13
Grafik 1.12 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara 13
Grafik 1.13 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara 14
Grafik 1.14 Arus Muat Barang 14
Grafik 1.15 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara 15
Grafik 1.16 Arus Bongkar Barang Dipelabuhan 15
Grafik 1.17 Pangsa Lapangan Usaha Pertanian 17
Grafik 1.18 Luas Panen Padi Di Sulawesi Tenggara 18
Grafik 1.19 Jumlah Pendaratan Ikan Di Kota Kendari 18
Grafik 1.20 Kredit Pertanian Sulawesi Tenggara 19
Grafik 1.21 Indeks Produksi Ore Nikel 20
Grafik 1.22 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara 20
Grafik 1.23 Kredit Industri Sulawesi Tenggara 21
Grafik 1.24 Pertumbuhan Produksi Manufaktur Mikro Dan Kecil 21
Grafik 1.25 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara 22
Grafik 1.26 Transaksi Perdagangan Luar Negeri 22
Grafik 1.27 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat Pelabuhan Kendari 23
Grafik 1.28 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara 23
Grafik 1.29 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara 24
Grafik 1.30 Perkembangan Ekonomi Non Pertambangan Sulawesi Tenggara 25
Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara 33
Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara 33
Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara
35
Grafik 2.4 Perkembangan Penyelasaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi Dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggar
35
vi
Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara 43
Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahun Provinsi Di Sulawesi 43
Grafik 3.3 Pergerakan Inflasi Tahunan Sultra Berdasarkan Kelompok 43
Grafik 3.4 Pergerakan Inflasi Tahunan Kota Kendari Dan Kota BauBau Berdasarkan Kelompok
44
Grafik 3.5 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Pada Tri Wulan I 2017 Dan Tracking April 2017
44
Grafik 3.6 Peergerakan Dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara 45
Grafik 3.7 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari Dan Kota BauBau Tri Wulan I 2017 45
Grafik 3.8 Indeks Pengeluaran Konsumen 3 Bulan Mendatang 48
Grafik 3.9 Indeks Harga 48
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara 57
Grafik 4.2 Perbandingan Kontribusi Konsumsi RT Se-Sulawesi 57
Grafik 4.3 Indeks Keyakinan Konsumsi Sulawesi Tenggara 58
Grafik 4.4 Ekspektasi Konsumen Rumah Tangga 58
Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini Di Bandingkan 6 Bulan Yang Lalu 58
Grafik 4.6 Alasan Peningkatan/Penurunan Penghasilan 6 bulan Mendatang 58
Grafik 4.7 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 59
Grafik 4.8 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pengeluaran/Bulan 59
Grafik 4.9 Komposisi DSR Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 60
Grafik 4.10 Kecukupan Pendapan RT Debitur Bank Untuk Memenuhi Kebutuhan dan Membayar Cicilan
60
Grafik 4.11 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang Debitur Bank 60
Grafik 4.12 Saving Ratio Rumah Tangga 60
Grafik 4.13 Kepemilikan Dana Cadangan Berupa Tabungan/Deposito/Cash 61
Grafik 4.14 Besaran Jumlah Dana Cadangan Rumah Tangga Terhadap Pendapatannya 61
Grafik 4.15 Kepemilikan Produk Perbankan 62
Grafik 4.16 Faktor Dalam Memilih Simpanan Perbankan 62
Grafik 4.17 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara 62
Grafik 4.18 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara 62
Grafik 4.19 Komposisi DPK Perseorangan Sulawesi Tenggara 63
Grafik 4.20 Pertumbuhan DPK perseorangan Tiap Jenis Penempatan 63
Grafik 4.21 Komposisi Kredit Perseorangan Di Sulawesi Tenggara 63
Grafik 4.22 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan Di Sulawesi Tenggara 63
Grafik 4.23 Pertumbuhan Kredit Konsumsi RT 64
Grafik 4.24 MPL dan Suku Bunga Kredit Konsumsi RT 64
Grafik 4.25 Pertumbuhan KPR Dan Pangsa KPR Tiap Tipe 65
Grafik 4.26 NPL Dan Suku Bunga KPR 65
Grafik 4.27 Pertumbuhan KKB Dan Pangsa Tiap Jenis 65
Grafik 4.28 MPL dan Suku Bunga 65
Grafik 4.29 Pertumbuhan Multiguna Dan Pangsa Berdasarkan Besaran Kredit 66
Grafik 4.30 NPL dan Suku Bunga Multiguna 66
Grafik 4.31 Harga Nikel Internasional 67
Grafik 4.32 Pangsa Komoditas Ekspor 67
Grafik 4.33 Skala liker Kondisi Korporasi Hasil Liaison 68
vii
Grafik 4.34 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Di Sulawesi Tenggara 69
Grafik 4.35 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Berdasarkan Sektoral 69
Grafik 4.36 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapat Korporasi 6 Bulan Mendatang 70
Grafik 4.37 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi 71
Grafik 4.38 Pertumbuhan Kredit Korporasi 71
Grafik 4.39 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Dominan 71
Grafik 4.40 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi 71
Grafik 4.41 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Dominan 72
Grafik 4.42 Pergerakan MPL Kredit Investasi Korporasi 72
Grafik 4.43 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara 72
Grafik 4.44 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank 72
Grafik 4.45 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara 73
Grafik 4.46 Pertumbuhan DPK Per Penempatan 73
Grafik 4.47 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara 75
Grafik 4.48 Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi 75
Grafik 4.49 Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara 78
Grafik 4.50 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi Tenggara 78
Grafik 4.51 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum 79
Grafik 4.52 Spread Suku Bunga Bank Umum 79
Grafik 4.53 Pangsa Perbankan Syariah 80
Grafik 4.54 Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset Syariah se-Sulawesi 80
Grafik 4.55 Perkembangan DPK Syariah 80
Grafik 4.56 Perkembangan Pembiayaan Syariah 80
Grafik 4.57 Perkembangan Aset BPR 81
Grafik 4.58 Perkembangan DPK BPR di Sulawesi Tenggara 81
Grafik 4.59 Pangsa Kredit UMKM 81
Grafik 4.60 Pertumbuhan Kredit UMKM 81
Grafik 4.61 Pangsa Kredit UMKM 82
Grafik 4.62 Pertumbuhan Kredit UMKM 82
Grafik 4.63 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral 83
Grafik 4.64 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan 83
Grafik 4.65 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara 83
Grafik 4.66 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi Tenggara 83
Grafik 4.67 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja 84
Grafik 4.68 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja 84
Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 87
Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 87
Grafik 5.3 Perputaran kliring harian di Sulawesi Tenggara 87
Grafik 5.4 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) 87
Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 88
Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 88
Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di Sulawesi Tenggara 88
Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank Sentral Sulawesi Tenggara 88
Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar 89
viii
Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan 89
Grafik 6.1 Kondisi Penduduk Bekerja Sulawesi Tenggara 93
Grafik 6.2 Kondisi Penduduk Menganggur 93
Grafik 6.5 Indeks Penghasilan Konsumen 94
Grafik 6.6 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara 94
Grafik 6.7 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi Tenggara. 95
Grafik 7.1 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi Konsumen 99
Grafik 7.2 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi 99
Grafik 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Dunia 101
Grafik 7.4 Proyeksi Harga Komoditas Internasional 101
Grafik 7.5 Perkiraan Penghasilan dan Konsumsi RT 101
Grafik 7.6 Perkiraan Inflasi dari Sisi Konsumen 101
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Di Kawasan Selawesi 7
Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 8
Tabel 1.3 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 17
Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara s.d TW 1
34
Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara 36
Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Dan Belanja APBN 37
Tabel 2.4 Realisasi Dana Desa 38
Tabel 2.5 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Dan Belanja 9 Kota/Kabupaten 39
Tabel 4.1 Tabungan Berdasarkan Pemiliknya 74
Tabel 4.2 Tabungan Berdasarkan Nilainya 74
Tabel 4.3 DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Tri Wulan IV 2016 74
Tabel 4.4 Deposito Berdasarkan Pemiliknya 75
Tabel 4.5 Deposito Berdasarkan Nilainya 75
Tabel 4.6 Kredit Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan IV 2016 76
Tabel 4.7 Kredit Produktif Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2017 77
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 100
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 100
Tabel 7.3 Faktor Risiko Inflasi Tahun 2017 103
x
TABEL INDIKATOR
PDRB DAN IHK
2017
I II III IV I
Indeks Harga Konsumen
- Kendari 120.18 120.72 121.65 121.68 123.06
- Baubau 126.94 128.20 129.58 128.87 129.29
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
- Sulawesi Tenggara 4.75 3.49 3.28 2.69 2.25
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp miliar)
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4,433 4,508 4,580 4,749 4,738
2. Pertambangan dan Penggalian 3,415 3,948 3,867 4,188 4,006
3. Industri Pengolahan 1,161 1,189 1,241 1,244 1,247
4. Pengadaan Listrik, Gas 10 10 10 10 11
5. Pengadaan Air 39 38 40 39 39
6. Konstruksi 2,144 2,480 2,719 2,930 2,349
7. Perdagangan Besar & Eceran, 2,191 2,394 2,632 2,564 2,321
8. Transportasi dan Pergudangan 825 880 956 936 906
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum106 113 115 119 114
10. Informasi dan Komunikasi 447 450 468 485 489
11. Jasa Keuangan 437 456 459 473 458
12. Real Estate 303 314 300 327 308
13. Jasa Perusahaan 40 42 42 43 42
14. Adm Pemerintahan, 964 1,077 1,033 1,035 967
15. Jasa Pendidikan 932 941 975 945 949
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 191 188 195 193 194
17. Jasa Lainnya 279 292 290 299 285
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp miliar)
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 8,989 9,167 9,419 9,483 9,516
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 189 194 203 211 212
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2,308 2,926 2,817 2,941 2,462
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 7,227 7,892 8,195 8,936 8,314
5. Perubahan Inventori (16) 127 161 116 328
6. Eksport Luar Negeri 431 656 691 1,165 925
7. Import Luar Negeri 764 1,210 1,040 1,598 1,957
8. Net Eksport Antar Daerah (445) (431) (524) (675) (379)
Total PDRB (Rp Miliar) ##### ##### ##### 20,580 19,421
Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 5.5 6.8 6.0 7.6 8.4
Indikator2016
xi
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
2017
I II III IV I
Total Asset (Rp miliar) 22,003 22,895 22,906 23,347 23,194
- Bank Umum (Konvensional & Syariah) 21,732 22,603 22,632 23,038 22,900
- BPR 271 292 274 309 294
Dana Pihak Ketiga Bank Umum (Rp miliar) 15,367 15,690 15,442 14,872 15,882
- Giro 4,211 4,030 3,790 2,545 4,016
- Tabungan 7,245 7,665 7,717 8,627 7,635
- Deposito 3,912 3,995 3,934 3,700 4,230
Kredit Bank Umum* (Rp miliar) 16,915 17,910 18,119 18,266 18,813
- Modal Kerja 4,669 5,002 5,061 5,071 5,155
- Investasi 1,823 1,962 1,920 1,920 1,968
- Konsumsi 10,423 10,946 11,140 11,275 11,690
NPL Bank Umum(%) 2.61 2.48 2.79 2.69 3.23
LDR (%) 110 114 117 123 118
- Inflow 1,279 579 1,140 492 1,243
- Outflow 282 1,612 1,044 1,550 403
- Net (Inflow - Outflow) 997 (1,033) 96 (1,058) 840
- Volume (transaksi) 2,084 2,437 2,172 2,404 2,000
- Nominal (Rp miliar) 58 64 56 62 55
- Volume (transaksi) 481 529 478 539 525
- Nominal (Rp miliar) 848 874 689 801 587
*Lokasi Bank
2016
RTGS dari Perbankan Sultra
Indikator
Kas (Rp miliar)
Perbankan
Kliring
xii
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
Mei
2017
RINGKASAN
Senja di Teluk Kendari
Foto: Daniel AP
EKSEKUTIF Pada Triwulan I 2017 ekonomi
Sulawesi Tenggara (Sultra)
tumbuh sebesar 8,4% (yoy)
mengalami akselerasi
dibandingkan triwulan
sebelumnya. Akselerasi tersebut
didorong oleh akselerasi laju
pertumbuhan yang terjadi pada
pertumbuhan investasi, konsumsi
rumah tangga dan konsumsi
pemerintah pada sisi permintaan.
Sementara itu, inflasi di Sulawesi
Tenggara mencapai 2,25% (yoy),
lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 2,69% (yoy).
Penurunan inflasi tersebut
terutama bersumber dari
berkurangnya tekanan inflasi
komponen volatile food dan inflasi
inti.
Di sisi lain, stabilitas keuangan
daerah masih terjaga terutama
dari ketahanan sktor rumah
tangga. Sementara dari sisi sektor
korporasi mulai membaik.
2
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Akselerasi laju
pertumbuhan
investasi, konsumsi
rumah tangga dan
konsumsi
pemerintah
menyebabkan terjadi
akselerasi
perekonomian Sultra
Tekanan inflasi Sultra
mengalami
penurunan akibat
adanya deflasi yang
terjadi kelompok
bahan pangan dan
penurunan tekanan
harga kelompok
makanan jadi
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pertumbuhan Sulawesi Tenggara pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar
8,4%(yoy), mengalami akselerasi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,6%(yoy). Akselerasi tersebut
disebabkan oleh akselerasi yang terjadi pada pertumbuhan investasi,
konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah pada sisi permintaan.
Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja lapangan pertambangan dan
penggalian serta lapangan usaha konstruksi merupakan penyebab utama
terjadinya percepatan laju pertumbuhan.
Sementara itu, pada triwulan II 2017 perekonomian Sulawesi Tenggara
diperkirakan akan masih mengalami akselerasi yang didorong oleh
percepatan yang terjadi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan dan
perikanan, lapangan usaha industri pengolahan, lapagan usaha konstruksi
serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran.
Inflasi Daerah
Inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan I 2017 mengalami penurunan dari
2,69% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 2,25% (yoy). Penurunan laju
inflasi Sulawesi Tenggara tersebut disebabkan oleh penurunan inflasi
yang terjadi di Kota Kendari. Sementara untuk Kota Baubau tercatat
mengalami peningkatan sehingga menahan laju penurunan inflasi di
Sulawesi Tenggara. Sumber utama penurunan inflasi tersebut adalah
deflasi yang terjadi kelompok bahan pangan dan penurunan tekanan
harga kelompok makanan jadi.
Upaya pengendalian inflasi difokuskan untuk meningkatkan koordinasi
dan komunikasi seluruh TPID Kota/Kabupaten dan TPID Provinsi. Selain itu,
dilakukan pula upaya untuk menjaga ekspektasi masyarakat terhadap
harga kebutuhan strategis di pasar.
Namun demikian, tekanan inflasi pada triwulan II 2017 diperkirakan akan
mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut utamanya masih
disebabkan oleh peningkatan kelompok kelompok volatile food dan
kelompok administered prices akibat adanya peningkatan permintaan
masyarakat akan komoditas bahan makanan dan angkutan udara pada
saat Bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
3
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
Stabilitas keuangan
daerah masih terjaga
terutama dari
ketahanan rumah
tangga
Realisasi Pendapatan
dan Belanja APBD
Provinsi Sulawesi
Tenggara mengalami
penurunan
dibandingkan
dengan tahun
sebelumnya, namun
untuk realisasi
belanja APBN
mengalami
peningkatan
Stabilitas Keuangan Daerah
Stabilitas keuangan daerah masih terjaga, terutama dari ketahanan sektor
rumah tangga. Tingkat konsumsi masyarakat yang masih terjaga, perilaku
berutang yang masih normal, dan risiko kredit yang masih terjaga
berdampak minimal pada stabilitas sistem keuangan.
Dari sisi sektor korporasi, kinerja korporasi utama sudah mulai membaik
seiring dengan membaiknya ekonomi global dan mampu menopang
ketahanan sistem keuangan di Sulawesi Tenggara.
Perekonomian yang masih terkonsolidasi mempengaruhi kinerja institusi
keuangan, khususnya perbankan di Sulawesi Tenggara. Kinerja
penghimpunan dana pihak ketiga sudah mulai menunjukkan peningkatan
meskipun masih rendah, sementara itu penyaluran kredit kembali
mengalami perlambatan. Meskipun demikian, risiko kredit masih terjaga.
Keuangan Pemerintah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi
Tenggara pada tahun 2017 mengalami peningkatan jika dibandingkan
dengan anggaran tahun 2016.
Pada triwulan I 2017, realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulawesi
Tenggara mencapai sebesar 24,4%, menurun dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 29,4%.
Sejalan dengan kondisi tersebut, realisasi belanja APBD Provinsi Sulawesi
Tenggara juga mengalami penurunan dari 13,0% di tahun 2016 menjadi
7,4% di periode laporan.
Namun demikian untuk realisasi belanja APBN Provinsi pada triwulan I
tahun 2017 mampu terealisasi sebesar 15,0%, jauh lebih tinggi jika
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya tercatat
sebesar 11,6%.
4
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Sistem pembayaran
non tunai melalu
RTGS mengalami
peningkatan. Namun
sistem pembayaran
melalui kliring
mengalami
penurunan.
Sementara untuk
transaksi tunai
terjadi net inflow
Berbeda dengan
akselerasi yang
terjadi, kondisi
ketenagakerjaan dan
kesejahteraan
mengalami
penurunan.
Pertumbuhan
ekonomi Sultra pada
triwulan III 2017
diperkirakan akan
menurun disertai
dengan peningkatan
tekanan inflasi
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Pada triwulan I 2017, aktivitas sistem pembayaran non tunai melalui RTGS
di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan baik secara nominal
maupun jumlah transaksi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Namun demikian, pembayaran non tunai melalui sistem kliring tercatat
mengalami penurunan.
Di sisi sistem pembayaran tunai, pada triwulan I 2017 terjadi net inflow
uang kartal sesuai dengan pola musimannya. Selain itu, KPw Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga terus melakukan peningkatan
kelayakedaran dari uang kartal dan meminimalkan peredaran uang palsu.
Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara mengalami penurunan
walaupun terjadi akslerasi kinerja perekonomian pada periode laporan.
Kondisi tersebut terlihat dari peningkatan jumlah penggangguran.
Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan
masyarakat terutama pada masyarakat pedesaan juga mengalami
penurunan. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar Pertani (NTP) yang
menurun di periode laporan.
Prospek Perekonomian
Pada triwulan III 2017, perekonomian Sulawesi Tenggara diperkirakan
mengalami penurunan dan tumbuh pada kisaran 7,8% - 8,2% (yoy). Hal
ini mendorong perekonomian Sultra selama tahun 2017 diperkirakan
dapat tumbuh sebesar 8,3% - 8,7%.
Perlambatan tersebut disebabkan oleh perlambatan kinerja lapangan
usaha pertanian serta lapangan usaha perdagangan eceran dari sisi
penawaran. Sementara dari sisi permintaan adanya perlambatan pada
konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah merupakan faktor
penyebab perlambatan ekonomi yang diperkirakan akan terjadi di
triwulan III 2017.
Di sisi lain, perkembangan inflasi Sultra pada triwulan III 2017 perkirakan
dominan dipengaruhi oleh penurunan harga pada kelompok volatile food
dan administered prices.
1
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Panen Padi di Konawe
Foto: Suharjono
7
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
1.1. KONDISI UMUM
Perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan
I 2017 mampu tumbuh sebesar 8,4% (yoy), jauh
mengalami akselerasi dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh
sebesar 7,6% (yoy) (Grafik 1.1). Dari sisi
permintaan, akselerasi tersebut disebabkan oleh
adanya meningkatnya pertumbuhan investasi,
konsumsi rumah tangga, dan konsumsi
pemerintah. Sementara itu dari sisi penawaran,
akselerasi pada kinerja lapangan usaha
pertambangan dan penggalian dan lapangan
usaha konstruksi menjadi sumber utama
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara di
periode tersebut.
Meskipun memiliki arah pertumbuhan yang
sama dengan perekonomian nasional, namun
pertumbuhan perekonomian Sulawesi Tenggara
masih lebih besar. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada periode yang sama hanya
tumbuh sebesar 5,0% (yoy). Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa sumber pertumbuhan
perekonomian Sulawesi Tenggara sebagian
besar dipengaruhi oleh kondisi eksternal dan
juga global.
Berdasarkan spasial kawasan Sulawesi,
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara yang
tercatat tumbuh sebesar 8,4% (yoy) di triwulan I
2017 seperti pada triwulan sebelumnya masih
merupakan pertumbuhan yang tertinggi di
kawasan. Pada periode triwulan I 2017,
perekonomian Provinsi Sulawesi Tenggara
menyumbang 13,7% terhadap perekonomian
Kawasan Sulawesi. Nilai tersebut mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang memberikan andil sebesar
14,2% terhadap perekonomian di kawasan
Sulawesi. Perekonomian Kawasan Sulawesi
secara dominan disumbang oleh Provinsi
Sulawesi Selatan (48,0%), diikuti oleh Provinsi
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sulawesi
Sumber: BPS , ADHK, diolah
Sumber: BPS, ADHK, diolah Sumber: BPS, ADHB, diolah
Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi
Sulawesi Tenggara Grafik 1.2 Pangsa Sektor Dominan Perekonomian
Sulawesi Tenggara Triwulan IV 2016
Keterangan Tw IV 2016 Tw I 2017
Sulawesi Utara 6,5 6,4
Sulawesi Tengah 3,8 3,9
Sulawesi Selatan 7,6 7,5
Sulawesi Tenggara 7,6 8,4
Gorontalo 7,0 7,3
Sulawesi Barat 7,5 7,4
Sulawesi 6,8 6,9
7.6%8.4%
4.9% 5.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
8.0%
9.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Pertumbuhan Ekonomi Sultra Pertumbuhan Ekonomi Nasional
%, yoy
Sultra2014=6,3%
Sultra2015=6,9% Sultra
2016=6,5% 24,420,66,4
12,112,0
Pertanian
PertambanganIndustri
Pengolahan
Konstruksi
Perdagangan
Lainnya
Ekonomi Makro Regional
8
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Sulawesi Tengah (16,3%) dan provinsi Sulawesi
Tenggara (13,7%).
Memasuki triwulan II 2017, perkembangan
beberapa indikator ekonomi di Sulawesi
Tenggara mengindikasikan arah pertumbuhan
dengan tren meningkat dan diperkirakan
mampu tumbuh pada kisaran 8,5% - 8,9%
(yoy). Hasil survei yang dilakukan oleh KPw Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara dan
pendalaman informasi yang dilakukan melalui
liaison juga mengindikasikan akan terjadi
percepatan pertumbuhan ekonomi. Sektor
ekonomi yang diperkirakan akan mengalami
percepatan pertumbuhan yaitu lapangan usaha
pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan
usaha industri pengolahan, lapangan usaha
konstruksi serta lapangan usaha perdaganan
besar dan eceran. Namun demikian, lapangan
usaha pertambangan dan penggalian
diperkirakan akan mengalami perlambatan
sehingga menahan laju akselerasi ekonomi yang
terjadi. Sementara dari sisi permintaan,
percepatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tenggara diperkirakan berasal dari adanya
peningkatan konsumsi rumah tangga , konsumsi
pemerintah, investasi serta ekspor.
1.2. SISI PERMINTAAN
Realisasi Triwulan I 2017
Dari sisi permintaan (dilihat dari komponen
pengeluaran pada PDRB), akselerasi laju
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada
triwulan I 2017 disebabkan oleh akselerasi
pertumbuhan investasi, konsumsi rumah tangga
dan konsumsi pemerintah. Akselerasi yang
terjadi pada konsumsi rumah tangga disebabkan
oleh peningkatan daya beli maupun kualitas
konsumsi masyarakat Sulawesi Tenggara.
Sementara untuk akselerasi konsumsi
pemerintah didorong peningkatan realisasi
belanja pemerintah pasca adanya penundaan
transfer DAU oleh pemerintah pusat di akhir
tahun 2016. Selain itu, kinerja ekspor Sulawesi
Tenggara yang mengalami perbaikan akibat
adanya peningkatan ekspor komoditas
perikanan juga turut menyebabkan akselerasi
Tabel 1.2 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
Dalam % (yoy) Rasio = perbandingan terhadap total PDRB PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto (investasi); p= proyeksi KPw BI Sultra LNPRT= Lembaga Non Profit melayani Rumah Tangga
Sumber: BPS, ADHK, diolah
Rasio
I II III IV I II III IV I IIP Tw I 2017
Konsumsi Rumah Tangga 4,5 5,0 5,3 5,6 6,7 6,8 6,0 5,1 5,9 6.7 - 7.1 49,00
Konsumsi LNPRT -11,0 -9,0 5,1 5,5 6,6 7,2 3,2 1,5 12,1 12.9 - 13.3 1,09
Konsumsi Pemerintah 2,5 3,9 6,8 4,3 4,8 11,4 1,2 -6,9 6,7 11.4 - 11.8 12,68
PMTB 2,2 10,3 2,8 2,5 11,5 10,9 7,0 2,6 15,0 15.1 - 15.4 42,81
Perubahan Inventori -275,0 -71,3 -79,2 -81,6 -110,5 -16,5 44,3 -230,1 -2145,6 -23 - -25 1,69
Eksport Luar Negeri -40,3 27,8 -21,9 -27,9 -49,7 -29,7 -3,0 63,2 114,5 150 - 153 4,76
Import Luar Negeri -5,6 -15,0 -39,1 -24,6 -22,7 28,0 4,0 6,3 156,0 70 - 72 (10,08)
Net Eksport Antar Daerah -67,3 -10,3 -40,3 10,3 36,9 -22,8 -4,3 -38,8 -14,8 144 - 146 (1,95)
PDRB 5,8 7,2 7,0 7,5 5,5 6,8 6,0 7,6 8,4 8.5 - 8.9 100,0%
Keterangan:
Meningkat
Melambat
2016 2017Komponen Pengeluaran
2015
9
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
yang terjadi di periode triwulan pertama tahun
2017.
Disisi lain, adanya peningkatan impor di periode
triwulan I 2017 menahan laju akselerasi
perekonomian Sulawesi Tenggara. Peningkatan
tersebut terjadi akibat adanya impor mesin dan
peralatan dalam rangka pembangunan smelter.
Dari sisi rasio komponen pengeluaran terhadap
total PDRB, konsumsi rumah tangga masih
mendominasi perekonomian Sulawesi Tenggara
dengan pangsa sebesar 49,0% diikuti oleh
pengeluaran untuk kegiatan investasi sebesar
42,8%. Selain itu, konsumsi pemerintah juga
masih memiliki peran yang cukup besar dengan
pangsa mencapai 12,7% sehingga realisasinya
perlu mendapat perhatian agar dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
optimal dan berkelanjutan. Sementara itu,
ekspor luar negeri Sulawesi Tenggara hanya
memberikan kontribusi sebesar 4,8% jika
dibandingkan dengan keseluruhan PDRB. (Tabel
1.2).
Tracking Triwulan II 2017
Pada triwulan II 2017 yang sedang berjalan
diperkirakan akan kembali terjadi percepatan
pertumbuhan ekonomi yang masih didorong
oleh peningkatan konsumsi rumah tangga,
konsumsi pemerintah serta stabilnya kegiatan
investasi di Sulawesi Tenggara. Masuknya Bulan
Ramadhan dan Idul Fitri di periode laporan
menyebabkan adanya peningkatan konsumsi
rumah tangga dan konsumsi pemerintah seiring
adanya peningkatan daya beli masyarakat dan
pembayaran THR kepada PNS. Sementara itu,
masih berlansungnya pembangunan smelter di
beberapa daerah juga diperkirakan akan
mengakibatkan akselerasi pertumbuhan
ekonomi yang akan terjadi.
1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga
Realisasi Triwulan I 2017
Pada triwulan I 2017 konsumsi rumah tangga
tercatat mampu tumbuh sebesar 5,9% (yoy),
mengalami percepatan laju pertumbuhan jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 5,1% (yoy). Akselerasi laju
pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut
sebagai akibat dari adanya peningkatan daya
beli serta kualitas konsumsi masyarakat.
Berdasarkan jenis pengeluaran konsumsinya,
pengeluaran rumah tangga yang mengalami
Sumber: BPS, ADHK, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Berdasarkan
Kebutuhan Rumah Tangga Grafik 1.4 Indeks Pengeluaran Saat ini
0123456789
Ma
kan
an d
an
Min
um
an,
se
lain
Resto
ran
Pa
kaia
n d
an
Ala
sK
aki
Pe
rum
ah
an
da
nP
erle
ngka
pan
Ru
mah
Ta
ngg
a
Ke
seh
ata
n d
an
Pe
nd
idik
an
Tra
nspo
rta
si d
an
Ko
mun
ikasi
Resto
ran
dan
Ho
tel
Ko
nsu
msi la
innya
Tw IV 2016 Tw I 2017
%, yoy
145
120
125
130
135
140
145
150
155
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
SBT
Ekonomi Makro Regional
10
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
peningkatan pada periode tersebut terjadi pada
konsumsi perumahan dan perlengkapan,
transportasi dan komunikasi, restoran dan hotel
serta konsumsi lainnya. Semantara untuk
konsumsi makanan dan minuman tercatat
tumbuh stabil sebesar 6,2% (yoy) (Grafik 1.3).
Konsumsi rumah tangga Sulawesi Tenggara
masih didominasi oleh konsumsi makanan dan
minuman sebesar 46,7%, diikuti oleh konsumsi
untuk transportasi dan komunikasi sebesar
20,1%. Sementara itu konsumsi perumahan dan
peralatan rumah tangga berada pada posisi ke-
3 dengan pangsa sebesar 12,5%.
Percepatan laju pertumbuhan konsumsi rumah
tangga tersebut sejalan dengan adanya
peningkatan UMP tahun 2017. Pada tahun
2017, UMP Provinsi Sulawesi Tenggara
ditetapkan sebesar Rp2.002.625, naik sebesar
8,25% dari UMP tahun sebelumnya. Hal ini
terlihat juga hasil Survei Konsumen (SK) yang
dilakukan oleh KPwBI Provinsi Sulawesi
Tenggara. Berdasarkan hasil survei tersebut
terdapat peningkatan Indeks Pengeluaran dari
143 di triwulan IV 2016 menjadi 145 di triwulan
I 2017 (Grafik 1.4).
Meskipun konsumsi masyarakat meningkat,
namun hal tersebut tidak diikuti oleh
peningkatan kredit konsumsi. Pertumbuhan
kredit konsumsi pada periode tersebut
mengalami perlambatan. Pada triwulan I 2017,
kredit konsumsi di Sulawesi Tenggara tercatat
sebesar Rp12,6 triliun atau tumbuh sebesar
12,6% (yoy), sedangkan pada triwulan
sebelumnya tumbuh sebesar 13,3% (yoy) (Grafik
1.5).
Tracking Triwulan II 2017
Memasuki triwulan II 2017, perkembangan
berbagai indikator terkini mengindikasikan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan
terakselerasi pada kisaran 6,7% - 7,1% (yoy).
Adanya rencana pembayaran THR bagi pegawai
baik swasta maupun negeri seiring masuknya
Bulan Ramadhan dan Idul Fitri diperkirakan akan
meningkatkan konsumsi masyarakat terutama
untuk komoditas bahan makanan dan
transportasi. Selain itu, adanya perbaikan harga
nikel olahan masih diperkirakan turut
meningkatkan daya beli masyarakat seiring
adanya peningkatan pengeluaran terutama
untuk bahan makanan dan makanan jadi. Hal ini
tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) yang
menunjukkan indeks perkiraan pengeluaran 3
bulan mendatang dibanding saat ini yang
mengalami peningkatan dari 167 di periode
sebelumnya menjadi 182 di periode triwulan II
2017 mendatang.
1.2.2. Konsumsi Pemerintah
Realisasi Triwulan I 2017
Realisasi pertumbuhan pengeluaran belanja
pemerintah pada triwulan I 2017 tumbuh
sebesar 6,7% (yoy), jauh meningkat jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
terkontraksi sebesar 6,9% (yoy). Adanya
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 1.5 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi
Tenggara
12.62
12.6%
10%
11%
12%
13%
14%
15%
16%
17%
18%
19%
-
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi (sb. Kanan)
Rp Triliun yoy
11
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
penghematan anggaran pemerintah dan
penundaan transfer DAU dari pemerintah pusat
di periode sebelumnya menyebabkan rendahnya
konsumsi pemerintah daerah di periode
sebelumnya. Kondisi tersebut juga
mengakibatkan adanya komitmen pemerintah
daerah untuk segera merealisasikan anggaran
pada tahun 2017.
Hal tersebut tercermin dari realisasi anggaran
belanja pemerintah yang berasal dari APBN pada
triwulan I 2017 telah mencapai Rp895,8 miliar
atau mampu tumbuh positif sebesar 14,4%
(yoy) jika di bandingkan dengan periode yang
sama pada tahun lalu. Akselerasi pertumbuhan
konsumsi pemerintah tersebut disebabkan oleh
akselerasi pertumbuhan konsumsi kolektif1 dan
konsumsi individual pemerintah2. Pada periode
tersebut konsumsi kolektif pemerintah tumbuh
sebesar 6,7%(yoy), setelah pada periode
sebelumnya tercatat mengalami pertumbuhan
yang negatif sebesar 6,9% (yoy). Sedangkan
untuk konsumsi individual pemerintah mampu
tumbuh sebesar 6,9% (yoy) setelah sebelumnya
terkontraksi.
Tracking Triwulan II 2017
Pada triwulan II 2017, pertumbuhan konsumsi
pemerintah diperkirakan masih akan mengalami
perbaikan. Pada triwulan mendatang konsumsi
pemerintah diperkirakan akan kembali
meningkat dan tumbuh sebesar 11,4% - 11,8%
1 Konsumsi kolektif pemerintah merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan (umum) dan semua anggota masyarakat mendapatkan manfaat dari jasa seperti ini. Jasa kolektif yang diberikan oeh pemerintah antara lain keamanan dan pertahanan, peraturan-peraturan yang menyangkut kemasyarakatan, pemeliharaan undang-undang dan peraturan, perlindungan lingkungan, penelitian dan pengembangan, infrastruktur dan pembangunan ekonomi.
2 Konsumsi individu merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan rumah tangga individu antara lain: Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, olah raga dan rekreasi, dan kebudayaan
(yoy). Akselerasi tersebut disebabkan oleh
adanya tindakan percepatan realisasi proyek-
proyek pemerintah sehingga diharapkan pada
semester pertama telah mulai terealisasi
seluruhnya serta adanya pembayaran THR oleh
pemerintah untuk PNS/ASN dan TNI/Polri.
1.2.3. Investasi
Realisasi Triwulan I 2017
Komponen investasi di Sulawesi Tenggara pada
triwulan I 2017 tercatat terakselerasi jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Aktivitas investasi Sulawesi Tenggara di triwulan
I 2017 tercatat mampu tumbuh cukup tinggi
hingga mencapai 15,0% (yoy), setelah di
periode sebelumnya hanya mampu tumbuh
sebesar 2,6% (yoy). Akselerasi yang terjadi
dipengaruhi oleh mulai kembalinya investasi
bangunan setelah sempat stagnan di periode
sebelumnya. Hal tersebut juga tercermin dari
data konsumsi semen yang tercatat mengalami
perbaikan. Konsumsi semen pada periode
tersebut tercatat sebesar 170,5 ton atau tumbuh
negatif sebesar 0,7%, setelah di periode
sebelumnya terkontraksi cukup dalam mencapai
4,9% (yoy) (Grafik 1.6). Selain itu, investasi non
bangunan juga tercatat mengalami akselerasi
dari 7,8% (yoy) menjadi sebesar 24,8% (yoy) di
triwulan I 2017.
Ekonomi Makro Regional
12
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Berdasarkan status penanaman modalnya,
Penamanam Modal Dalam Negeri (PMDN)
maupun Penamanam Modal Asing (PMA)
merupakan sumber akselerasi investasi di
Sulawesi Tenggara. Pada triwulan I 2017, jumlah
PMDN adalah sebanyak 25 proyek dengan total
investasi mencapai Rp1,41triliun atau tumbuh
hingga mencapai 1.181% (yoy), jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
terkontraksi sebesar 60,0%. Sedangkan untuk
Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat
mengalami pertumbuhan. Pada triwulan I 2017
jumlah PMA adalah sebanyak 38 proyek dengan
nilai investasi sebesar US$ 272,2 ribu, meningkat
dibandingkan dengan periode triwulan III 2016
yang tercatat sebanyak 55 proyek namun hanya
senilai US$ 246,1 ribu. Investasi yang sedang
berjalan pada periode triwulan I 2017 antara lain
pembangunan Jembatan Teluk Kendari,
Revitalisasi Teluk Kendari, Pembangunan Mesjid
Al Alam, Pembangunan Bendungan Ladongi dan
Bendungan Pelosika, Pembangunan akses jalan
menuju Kawasan Industri Konawe untuk
investasi pemerintah, sementara untuk investasi
swasta asing masih didominasi oleh
pembangunan smelter.
Sejalan dengan akselerasi yang terjadi,
penyaluran kredit investasi untuk proyek-proyek
yang ada di Sulawesi Tenggara yang masih
dapat tumbuh tinggi sebesar 35,6% (yoy).
Sumber: BKPM, diolah Sumber: BKPM, diolah
Grafik 1.8 Realisasi Investasi PMA di Sulawesi Tenggara Grafik 1.9 Realisasi Investasi PMDN di Sulawesi Tenggara
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.6 Konsumsi Semen di Sulawesi Tenggara Grafik 1.7 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara
272
1273%
-100%
100%
300%
500%
700%
900%
1100%
1300%
1500%
-
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Thousands
Nilai PMA Pertumbuhan(sb. Kanan)
US $ Jutayoy
1,406
1181%
-1000%
-500%
0%
500%
1000%
1500%
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Thousands
Nilai PMDN Pertumbuhan(sb. Kanan)
Rp milliaryoy
170
-0.73%-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Thousands
Konsumsi semen Pertumbuhan Kons Semen (sb.kanan)
Ton yoy
4,872.84
35.6%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Kredit Investasi g Kredit Investasi (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
13
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
Sampai dengan periode tersebut, jumlah
outstanding kredit investasi adalah sebesar
Rp4,87 triliun. Kondisi tersebut meningkat jika
dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang
tumbuh sebesar 34,5%(yoy) (Grafik 1.7) .
Tracking Triwulan II 2017
Di triwulan berjalan kegiatan investasi di Sultra
diperkirakan akan mengalami akselerasi jika
dibandingkan dengan triwulan I 2017. Pada
triwulan berjalan kegiatan investasi diperkirakan
akan tumbuh sebesar 15,1% - 15,5% (yoy).
Kondisi tersebut didorong oleh adanya
peningkatan investasi baik dari belanja modal
pemerintah maupun swasta. Investasi swasta
diperkirakan akan tumbuh disebabkan oleh
masih berjalannya pembangunan smelter nikel
seiring dengan adanya trend perbaikan harga
nikel olahan. Sedangkan realisasi belanja modal
pemerintah juga diperkirakan akan mengalami
peningkatan di triwulan II 2017 mendatang
akibat kembali berjalannya proyek-proyek
pemeritah yang sempat tertunda seiring adanya
pembayaran DAU oleh pemerintah pusat di akhir
tahun 2016.
1.2.4. Ekspor dan Impor
Realisasi Ekspor Triwulan I 2017
Komponen ekspor luar negeri Sulawesi
Tenggara pada triwulan I 2017 tercatat
mengalami akselerasi yang tinggi. Pada periode
tersebut ekspor Sulawesi Tenggara tercatat
mampu tumbuh positif tinggi hingga mencapai
114,5% (yoy), setelah pada periode sebelumnya
tumbuh sebesar 63,2% (yoy) (Tabel 1.2).
Perbaikan yang terjadi pada ekspor luar negeri
tersebut dipengaruhi oleh akselerasi ekspor
barang dan ekspor jasa. Ekspor Sulawesi
Tenggara pada periode tersebut masih
didominasi oleh ekspor barang yang mencapai
94,6% sedangkan sisanya merupakan ekspor
jasa.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.10 Nilai Ekspor Luar Negeri Sulawesi Tenggara Grafik 1.11 Pangsa Komoditas Ekpsor
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.12 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara
39.17
31.5%
-100%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
-
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Ekspor Sultra g Ekspor Sultra (sb. Kanan)
Nilai (Juta US$) yoy
Feronikel
64% Perikanan16%
Aspal1%
Kakao2% Mete
6%
Lainnya11%
25.08
-7%-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
350%
400%
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Ekspor feronikel g Ekspor feronikel (sb. Kanan)
Nilai (Juta US$) yoy
Ekonomi Makro Regional
14
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Berdasarkan nilai ekspor barang secara riil dari
data Bea Cukai, ekspor Sulawesi Tenggara pada
periode laporan mencapai USD39,2 juta atau
mampu tumbuh positif sebesar 31,5% (yoy) jika
dibandingkan dengan periode yang sama pada
tahun sebelumnya (Grafik 1.12). Perbaikan kinerja
ekspor tersebut secara dominan didorong oleh
peningkatan ekspor komoditas utama Sulawesi
Tenggara seperti ikan, aspal, kakao dan mente.
Ekspor komoditas perikanan pada periode
laporan menunjukkan adanya peningkatan
sehingga turut menjadi faktor utama pendorong
ekselerasi pertumbuhan ekspor Sulawesi
Tenggara. Pada triwulan I 2017, ekspor
komoditas perikanan tercatat senilai USD6,4 juta
atau mengalami pertumbuhan yang tinggi
mencapai 121,9% (yoy), meningkat sebesar
USD1,5 juta jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya. Peningkatan tersebut utamanya
disebabkan oleh peningkatan pengiriman ekspor
gurita senilai USD 1,2 juta dan udang senilai
USD1,3 juta (Grafik 1.13). Berdasarkan hasil
liaison diketahui bahwa peningkatan ekspor
komoditas perikanan tersebut lebih disebabkan
oleh bertambahnya hasil tangkapan akibat
peningkatan jumlah dan kualitas alat
penangkapan. Selain itu, akselerasi ekspor
Sulawesi Tenggara dipengaruhi juga oleh
peningkatan eskpor aspal, kakao dan mente
yang masing-masing tercatat senilai USD386,6
ribu, USD597,5 ribu, dan USD1,97 juta pada
triwulan I 2017
Sementara untuk ekspor komoditas nikel
olahan tercatat mengalami penurunan seiring
dengan adanya penurunan produksi. Komoditas
ekspor Sultra secara dominan diwakili oleh
komoditas nikel olahan dengan pangsa sebesar
64,0% dari total ekspor atau senilai USD25,1
juta (Grafik 1.12). Kondisi tersebut menurun
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
mencapai 86,6% dari total ekspor Sulawesi
Tenggara. Hal ini menunjukkan bahwa
ketergantungan kinerja ekspor di Sulawesi
Tenggara terhadap komoditas feronikel
mengalami penurunan.
Penurunan kinerja ekspor feronikel tersebut
sejalan dengan kondisi industri pengolahan nikel
di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil liaison,
korporasi-korporasi tersebut mengkonfirmasi
bahwa pada triwulan I 2017 melakukan ekspor
nikel olahan sebanyak 2.562,4 WMT atau
terkontraksi sebesar 2,4% (yoy), jauh menurun
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Pelindo IV Kendari, diolah
Grafik 1.13 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara Grafik 1.14 Arus Muat Barang
294
14
234
816 836
263
58
1,378
1,206
Ikan Hidup Tuna Rajungan Udang Gurita
Tw IV 2016 Tw I 2017
(ribu USD)
88,470
-2.3%-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
350%
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017Arus muat g Arus muat (sb. Kanan)
Volume (T/M3) yoy
15
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat
melakukan ekspor feronikel sebanyak 8.792,5
WMT. Penurunan ekspor feronikel tersebut
terjadi seiring dengan adanya penurunan
produksi akibat adanya kendala teknis di awal
tahun 2017.
Mitra dagang utama Sulawesi Tenggara untuk
ekspor mengalami sedikit perubahan
dibandingkan periode sebelumnya. Pangsa
terbesar negara tujuan ekspor Sulawesi
Tenggara pada awal tahun 2017 adalah Korea
Selatan yang mencapai 37,1%, lalu dikuti oleh
dengan pengiriman ke India (13,8%) dan ke
Tiongkok (10,3%).
Sementara pada periode sebelumnya pangsa
terbesar negara tujuan ekspor Sulawesi
Tenggara adalah Tiongkok yang mencapai
35,0%, lalu diikuti ke India (22,5%) dan Korea
(20,8%). Perubahan tersebut disebabkan oleh
adanya penurunan ekspor komoditas nikel
olahan ke Tiongkok.
Di sisi lain, perbaikan kinerja ekspor juga
tercermin dari arus muat barang di pelabuhan
peti kemas yang pada periode laporan tercatat
berjumlah 88,5 ribu MT atau tumbuh sebesar -
2,3%(yoy). Kondisi tersebut membaik jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
terkontraksi cukup dalam mencapai 24,2%(yoy)
(Grafik 1.14).
Realisasi Impor Triwulan I 2017
Sejalan dengan akselerasi ekspor, aktivitas impor
luar negeri di Sulawesi Tenggara tercatat
mengalami peningkatan pada periode laporan.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh masih
berlangsungnya pembangunan smelter di
Sulawesi Tenggara. Selama triwulan I 2017,
aktivitas impor tumbuh sebesar 156,0% (yoy),
meningkat jauh dibandingkan triwulan
sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 6,3%
(yoy). Impor luar negeri Sulawesi Tenggara
didominasi oleh impor barang (97,9%) yang
pada periode laporan mengalami peningkatan
dan mampu tumbuh sebesar 6,3% (yoy).
Sementara untuk impor jasa juga tumbuh positif
sebesar 4,0% (yoy), setelah periode sebelumnya
tercatat tumbuh negatif (-2,0%-yoy).
Dilihat berdasarkan nilai impor barang secara riil
dari data Bea Cukai, impor Sulawesi Tenggara
pada periode laporan adalah sebesar USD167,9
juta atau mampu tumbuh sebesar 798,3% (yoy),
jauh meningkat dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tercatat sebesar USD71,9 juta
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Pelindo IV Kendari, diolah
Grafik 1.15 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara Grafik 1.16 Arus Bongkar Barang di Pelabuhan
167.9
798%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
800%
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017Import Sultra g Import Sultra (sb. Kanan)
Juta US$ yoy
305,209
-27.5%-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
450,000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017Arus bongkar g Arus bongkar (sb. Kanan)
Volume (T/M3) yoy
Ekonomi Makro Regional
16
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
atau hanya tumbuh sebesar 21,3% (yoy) (Grafik
1.13). Impor Sultra pada periode laporan masih
didominasi oleh barang modal yang mencapai
78,5% lalu diikuti oleh barang antara 21,4%
dan barang konsumsi hanya 0,1%. Pada
triwulan I 2017 impor Sultra tersebut berasal dari
Tiongkok (96,5%) dan sisanya berasal dari Rusia.
Tracking Triwulan II 2017
Memasuki triwulan II 2017, kinerja ekspor luar
negeri diperkirakan masih akan membaik. Pada
triwulan mendatang ekspor Sulawesi Tenggara
diperkirakan akan tumbuh sebesar 151% -
153% (yoy). Hal ini selain disebabkan oleh
adanya peningkatan ekspor komoditas nikel
olahan seiring dengan mulai adanya
peningkatan harga komoditas nikel olahan
dunia serta sudah mulai beroperasinya smelter
baru di Sulawesi Tenggara. Selain itu, adanya
relaksasi ekspor nikel mentah kadar rendah oleh
pemerintah pusat menyebabkan akselerasi
pertumbuhan kinerja ekspor Sulawesi Tenggara.
Adanya faktor base effect juga turut
memberikan pengaruh yang kuat pada
akselerasi ekspor di triwulan mendatang. Pada
tahun sebelumnya, ekspor Sulawesi Tenggara
mengalami penurunan akibat rendahnya harga
komoditas nikel dunia pada saat itu.
Berdasarkan hasil liaison diketahui bahwa pada
periode triwulan II mendatang sudah terdapat
perusahaan tambang yang memiliki izin ekspor
nikel kadar rendah dan akan segera lakukan
ekspor di triwulan II mendatang. Namun
demikian, ekspor komoditas perikanan
diperkirakan akan mengalami perlambatan
seiring dengan faktor musimam yang
mengakibatkan adanya penurunan produksi
ikan pada periode mendatang.
Sedangkan impor Sulawesi Tenggara pada
triwulan berjalan diperkirakan masih akan
mengalami peningkatan. Pada periode tersebut
impor diperkirakan akan tumbuh sebesar 70% -
73% (yoy). Peningkatan tersebut terutama
terjadi pada impor barang modal seiring
terjadinya akselerasi pada kegiatan investasi
pembangunan smelter pengolahan nikel. Selain
itu, adanya faktor base effect memberikan
pengaruh yang kuat pada peningkatan impor
ekspor di triwulan mendatang. Pada tahun
sebelumnya, impor Sulawesi Tenggara
mengalami penurunan akibat masih
terhambatnya pembangunan smelter periode
saat itu, terutama karena harga nikel yang masih
rendah.
1.3. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA
UTAMA
Realisasi Triwulan I 2017
Dari sisi penawaran, akselerasi pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan I
2017 disebabkan oleh akselerasi yang terjadi
pada kinerja lapangan usaha pertambangan dan
penggalian serta lapangan usaha konstruksi di
periode laporan. Namun akselerasi tersebut
sedikit tertahan oleh adanya perlambatan pada
kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan
dan perkinan, lapangan usaha industri
pengolahan serta lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran.
Percepatan pertumbuhan yang terjadi pada
lapangan usaha pertambangan dan penggalian
disebabkan oleh peningkatan jumlah produksi
17
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
ore nikel seiring dengan kebijakan pemerintah
pusat terkait relaksasi ekspor nikel kadar rendah
(kurang dari 1,7%). Sedangkan untuk lapangan
usaha konstruksi dipicu oleh tingginya realisasi
pembangunan terutama yang dilakukan oleh
pemerintah dan pembangunan smelter.
Tracking Triwulan II 2017
Sementara itu, pada triwulan II yang sedang
berjalan diperkirakan akan terjadi percepatan
pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh
percepatan yang terjadi pada lapangan usaha
pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan
usaha industri pengolahan, lapangan usaha
konstruksi serta lapangan usaha perdaganan
besar dan eceran. Namun demikan, adanya
perlambatan pertumbuhan pada lapangan
usaha pertambangan dan penggalian seiring
dengan tingginya pertumbuhan di triwulan I
2017 diperkirakan memberikan andil yang
negatif sehingga mampu menahan percepatan
laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara
di periode tersebut.
1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Realisasi Triwulan I 2017
Pada triwulan I 2017, lapangan usaha pertanian,
kehutanan dan perikanan (selanjutnya disebut
usaha pertanian) mengalami perlambatan
pertumbuhan. Kinerja lapangan usaha tersebut
hanya tumbuh sebesar 6,9% (yoy), setelah pada
periode sebelumnya mampu tumbuh sebesar
9,0% (yoy). Jika diperhatikan dari sub lapangan
usahanya, maka usaha pertanian, peternakan,
perburuan dan jasa pertanian serta usaha
kehutanan merupakan penyebab utama
perlambatan yang terjadi di periode triwulan I
2017. Sementara untuk sub lapangan usaha
penebangan kayu dan akselerasi pada sub
Tabel 1.3 Perkembangan Petumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Dalam % (yoy); p= proyeksi KPw BI Sultra
Sumber: BPS, ADHK, diolah
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.17 Pangsa Lapangan Usaha Pertanian
Pangsa %
I II III IV I II III IV I IIP Tw I 2016
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (0.29) (1.76) (3.79) 6.48 11.02 5.71 5.49 8.96 6.89 7.6 - 8.0 24.4
Pertambangan dan Penggalian 9.34 10.55 16.05 4.17 (7.37) 3.74 (6.01) 10.21 17.31 10.8 - 11.2 20.6
Industri Pengolahan 18.18 11.05 3.53 0.41 8.61 5.38 13.68 8.08 7.38 8 3 - 8.7 6.4
Pengadaan Listrik, Gas 9.95 10.27 5.87 4.47 11.64 7.88 12.26 (6.51) 3.33 7.0 - 7.4 0.1
Pengadaan Air 2.96 8.08 0.17 0.25 8.80 2.96 14.26 9.79 0.04 12.1 - 12.5 0.2
Konstruksi 0.02 13.39 17.17 23.04 9.77 8.27 8.75 4.90 9.56 9.7 - 10.1 12.1
Perdagangan Besar dan Eceran 7.20 11.59 7.61 8.51 6.05 6.24 16.32 11.12 5.94 11.9 - 12.3 12.0
Transportasi dan Pergudangan 7.65 6.85 9.29 6.82 9.49 12.50 16.01 8.46 9.85 10.0 - 10.4 4.7
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.79 6.44 7.68 10.52 7.70 8.34 7.67 4.94 7.10 9.4 - 9.8 0.6
Informasi dan Komunikasi 6.54 6.47 7.73 7.60 13.19 9.17 8.24 8.74 9.40 12.2 -12.6 2.5
Jasa Keuangan 8.34 2.08 8.77 11.55 14.45 21.60 13.97 11.06 4.90 4.9 - 5.3 2.4
Real Estate 4.01 5.50 6.91 2.80 0.40 1.23 (4.62) 6.65 1.46 1.7 - 2.1 1.6
Jasa Perusahaan 7.68 10.71 10.97 11.60 9.96 8.10 7.71 7.05 3.87 5.1 - 5.5 0.2
Administrasi Pemerintahan 7.63 9.91 1.97 1.70 2.72 8.18 1.00 (2.89) 0.34 1.0 - 1.4 5.0
Jasa Pendidikan 13.02 10.45 5.91 0.82 11.91 12.82 14.47 1.49 1.78 1.9 - 2.3 4.9
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.77 7.09 8.66 3.25 9.20 4.49 8.30 3.20 1.29 3.7 - 4.1 1.0
Jasa Lainnya 5.53 5.95 8.45 8.29 8.46 9.37 6.13 6.08 1.97 7.3 - 77 1.5
PDRB 5.75 7.18 7.00 7.50 5.50 6.81 5.96 7.65 8.39 8.5 - 8.9 100.0
2016 2017Lapangan Usaha
2015
55,8
41,5
2,7
Pertanian
Perikanan
Kehutanan
Ekonomi Makro Regional
18
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
lapangan usaha perikanan mampu memberikan
andil positif sehingga menahan laju perlambatan
pertumbuhan ekonomi yang terjadi.
Dilihat dari komposisinya, pangsa terbesar sub
lapangan usaha ini adalah usaha pertanian,
peternakan, perburuan dan jasa pertanian
(50,3%), diikuti oleh usaha perikanan (47,0%)
dan usaha kehutanan dan penebangan kayu
(2,7%) (Grafik 1.17).
Pada triwulan I 2017, sub lapangan usaha
pertanian, peternakan, perburuan dan jasa
pertanian tumbuh sebesar 2,8% (yoy),
melambat jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 9,9%
(yoy). Penyebab utama dari perlambatan
pertumbuhan yang terjadi adalah penurunan
produksi tanaman bahan makanan akibat belum
masuknya musim panen di periode tersebut.
Selain itu, upaya pemerintah pusat maupun
daerah guna meningkatkan produksi melalui
perluasan lahan pertanian, pemberian bibit
unggul dan penyediaan sarana prasarana
pertanian juga belum terealisasi turut
menyebabkan perlambatan pertumbuhan yang
terjadi. Hal tersebut tercermin juga dari luas
panen padi yang mengalami penurunan. Pada
triwulan I 2107 jumlah luas panen padi hanya
mencapai 20,2 ribu Ha atau tumbuh negatif
sebesar 38,5% (yoy), jauh menurun
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
mampu tumbuh sebesar 96,5% (yoy). Selain itu,
belum masuknya panen komoditas buah-
buahan juga turut menyebabkan adanya
perlambatan laju pertumbuhan. Namun
demikian, jumlah luas panen jagung mengalami
peningkatan dari periode sebelumnya tumbuh
sebesar 7,0% (yoy) menjadi mampu tumbuh
tinggi sebesar 74,2% (yoy) atau seluas 5,4 ribu
Ha sehingga mampu memberikan andil positif
terhadap pertumbuhan sub lapangan usaha
tersebut.
Sementara itu, akselerasi sub lapangan usaha
perikanan yang tercatat tumbuh dari 9,2% (yoy)
di triwulan sebelumnya menjadi sebesar 11,9%
(yoy) mampu menahan laju perlambatan yang
terjadi pada lapangan usaha pertanian.
Penyebab utama dari akselerasi tersebut adalah
peningkatan hasil tangkapan ikan. Pada triwulan
I 2017, cuaca yang kondusif serta upaya
pemerintah pusat maupun daerah guna
meningkatkan tangkapan ikan melalui
pemberian bantuan kapal kepada 8
Sumber: Dinas Pertaniani, diolah Sumber: PPS Samudra Kendari, diolah
Grafik 1.18 Luas Panen Padi di Sulawesi Tenggara Grafik 1.19 Jumlah Pendaratan Ikan di Kota Kendari
20.2
-38.5%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
-
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Thousands
Luas Panen Padi Pertumbuhan(sb. Kanan)
Luas (ribu Ha)yoy
10.13 58.0%
-100%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
-
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Thousands
Pendaratan Ikan Pertumbuhan(sb. Kanan)
Jumlah (ribu ton)yoy
19
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
Kota/Kabupaten seperti Kota Kendari, Kab
Kolaka Utara, Kab Buton Selatan, Kab Buton
Utara, Kab Konawe Utara, Kab Muna, Kab
Buton dan Kab Muna. Pada triwulan I 2107
jumlah tangkapan ikan di Kota Kendari
mencapai 10,1 ribu ton atau mampu tumbuh
sebesar 58,0% (yoy), meningkat dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang hanya mampu
tumbuh sebesar 51,3% (yoy).
Berbeda dengan pertumbuhan lapangan usaha
pertanian, penyaluran kredit pada lapangan
usaha tersebut tercatat mengalami akselerasi
dengan tercatat tumbuh sebesar 61,8% (yoy),
setelah di periode sebelumnya tercatat tumbuh
sebesar 60,3% (yoy). Jumlah penyaluran kredit
pada lapangan usaha tersebut tercatat sebesar
Rp679,1 milliar (Grafik 1.19).
Tracking Triwulan II 2017
Pada triwulan II mendatang, lapangan usaha
pertanian diperkirakan akan mengalami tren
peningkatan. Pada periode mendatang
lapangan usaha ini diperkirakan akan tumbuh
sebesar 7,6% - 8,0% (yoy). Penyebab utama
peningkatan disebabkan oleh adanya
peningkatan hasil produksi komoditas tabama.
Selain itu, mulai masuknya panen pada
komoditas perkebunan seperti komoditas kakao
di akhir triwulan II juga diperkirakan turut
memberikan andil positif pada pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara. Sementara untuk
komoditas perikanan diperkirakan akan
mengalami penurun sesuai dengan pola
musimannya sehingga menahan laju
pertumbuhan. Kondisi curah hujan yang tinggi
pada triwulan mendatang juga menjadi resiko
penurunan kinerja lapangan usaha pertanian.
1.3.2. Pertambangan dan Penggalian
Realisasi Triwulan I 2017
Kinerja lapangan usaha pertambangan dan
penggalian pada periode triwulan I 2017
kembali tercatat mengalami pertumbuhan yang
tinggi dan mengakibatkan terjadinya akselerasi
ekonomi di Sulawesi Tenggara. Pada triwulan I
2017 kinerja lapangan usaha ini tercatat
mengalami akselerasi sebesar 17,3% (yoy), jauh
meningkat dibandingkan periode sebelumnya
yang tercatat hanya tumbuh sebesar 10,2%
(yoy).
Berlanjutnya trend perbaikan harga nikel olahan
dunia menyebabkan peningkatan kebutuhan
akan nikel mentah di Sulawesi Tenggara.
Peningkatan kebutuhan bahan baku nikel
olahan tersebut selain berasal dari dalam
Sulawesi Tenggara juga berasal dari luar provinsi
(Sulawesi Tengah dan Banten). Terjadinya
peningkatan harga nikel olahan dunia tersebut
terjadi seiring adanya penurunan produksi nikel
mentah maupun nikel olahan di Filipina sebagai
produsen penghasil biji nikel terbesar di dunia.
Filipina menyumbang sekitar 25% produksi nikel
global. Lebih lanjut, adanya kebijakan
pemerintah yang tertuang dalam Permen ESDM
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 1.20 Kredit Pertanian di Sulawesi Tenggara
20.2
-38.5%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
-
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Thousands
Luas Panen Padi Pertumbuhan(sb. Kanan)
Luas (ribu Ha)yoy
Ekonomi Makro Regional
20
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
no.6 tahun 2017 terkait relaksasi penjualan
ekspor nikel kadar rendah <1,7% (kadar rendah)
juga turut mengakibatkan adanya peningkatan
aktivitas penambangan komoditas nikel di
Sulawesi Tenggara.
Selain itu, faktor base effect juga turut
memberikan pengaruh yang kuat pada
akselerasi lapangan usaha pertambangan yang
terjadi di triwulan I 2017. Pada tahun
sebelumnya, produksi nikel mentah Sulawesi
Tenggara mengalami penurunan akibat salah
satu perusahaan pertambangan terbesar di
Sulawesi Tenggara tercatat tidak melakukan
produksi seiring dengan stock pile untuk
kebutuhan pembuatan nikel olahan.
Berdasarkan hasil liaison pada beberapa
perusahaan tambang di Sulawesi Tenggara,
pada awal tahun 2017 mampu memproduksi
sekitar 232,1 ribu MWT. Sementara di periode
yang sama pada tahun sebelumnya minim
produksi akibat masih banyaknya stok di akhir
tahun 2015. Sedangkan produksi pada periode
sebelumnya hanya sekitar sebesar 220,7 ribu
MWT. Peningkatan tersebut disebabkan oleh
adanya peningkatan untuk kebutuhan
pembuatan nikel olahan dan persiapan ekspor
nikel kadar rendah.
Namun demikian, berdasarkan hasil liaison
diketahui bahwa terjadi penurunan penjualan
komoditas aspal yang disebabkan oleh masih
minimnya permintaan yang berasal dari proyek
pemerintah. Kondisi ini memberikan andil yang
negatif terhadap percepatan pertumbuhan yang
terjadi di lapangan usaha pertambangan dan
penggalian.
Penyaluran kredit pada lapangan usaha tersebut
walaupun masih tercatat tumbuh tinggi namun
mengalami trend yang melambat. Pada triwulan
I 2017, kredit sektor pertambangan dan
penggalian di Sulawesi Tenggara tumbuh
sebesar 76,6% (yoy), sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tercatat tumbuh sebesar 78,6% (yoy) (Grafik
1.22).
Tracking Triwulan II 2017
Memasuki triwulan I 2017, kinerja lapangan
usaha ini diperkirakan akan mengalami
pertumbuhan positif pada kisaran sebesar
10,8%-11,2% (yoy). Kondisi tersebut
mengalami perlambatan jika dibandingkan
dengan periode triwulan sebelumnya yang
Sumber: Produsen Nikel Sultra, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.21 Indeks Produksi Ore Nikel Grafik 1.22 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara
205.9
-
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Indeks
2,339.7876.6%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Kredit Pertambangan
Rp Miliar yoy
21
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
disebabkan oleh tingginya pertumbuhan di
triwulan I 2017 akibat based effect. Namun
demikian adanya relaksasi pemerintah serta
membaiknya harga nikel olahan dunia
diperkirakan masih mampu menyebabkan
pertumbuhan yang tinggi pada lapangan usaha
pertambangan.
1.3.3. Industri Pengolahan
Realisasi Triwulan I 2017
Pada triwulan I 2017 kinerja lapangan usaha
industri pengolahan mengalami perlambatan
sehingga menahan laju pertumbuhan
perekonomian Sulawesi Tenggara. Kinerja
lapangan usaha industri pengolahan tumbuh
sebesar 7,4%(yoy), mengalami perlambatan
dibandingkan periode sebelumnya yang mampu
tumbuh sebesar 8,1%(yoy). Perlambatan
tersebut berdasarkan data BPS Prov Sultra terjadi
akibat penurunan produksi industri manufaktur
besar dan sedang dari 6,45% (yoy) menjadi
5,72% (yoy). Namun demikian produksi industri
manufaktur mikro dan kecil mengalami
peningkatan dari 12,60% (yoy) menjadi 13,86%
(yoy).
Penurunan produksi industri besar dan sedang
tersebut disebabkan oleh adanya penurunan
produksi feronikel di Sulawesi Tenggara akibat
masih terganggunnya proses produksi akibat
adanya kendala teknis pada tungku produksi
salah satu industri pengolahan nikel terbesar di
Sulawesi Tenggara. Dari hasil liaison, produksi
nikel olahan di Sulawesi Tenggara mengalami
penurunan. Pada periode laporan, produksi
feronikel di Sulawesi Tenggara tercatat tumbuh
negatif sebesar 32,7%(yoy), jauh lebih rendah
daripada periode sebelumnya yang tercatat
tumbuh positif mencapai 34,9% (yoy).
Sementara untuk industri manufaktur mikro dan
kecil, berdasarkan hasil liaison salah satu industri
yang tercatat mengalami peningkatan adalah
industri makanan dan minuman terutama pada
pembekuan ikan seiring adanya peningkatan
produksi ikan di periode laporan. Selain itu,
stabilnya konsumsi bahan makanan diperiode
triwulan I 2017 juga turut menyebabkan adanya
peningkatan industri makanan dan minuman.
Sejalan dengan perlambatan yang terjadi pada
lapangan usaha tersebut, penyaluran kredit
lapangan usaha industri pengolahan mengalami
perlambatan yang cukup dalam. Pada triwulan I
2017, outstanding kredit ke lapangan usaha
industri pengolahan mencapai Rp447,5 miliar
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.23 Kredit Industri Sulawesi Tenggara Grafik 1.24 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro dan Kecil
447.46
111.1%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Kredit Industri g Kredit Industri (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
5.7
13.86
(10)
(5)
-
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Industri Manufaktur Besar danSedang
% (yoy)
Ekonomi Makro Regional
22
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
atau tumbuh sebesar 111,1% (yoy), menurun
jika dibandingkan dengan periode sebelumnya
yang tumbuh sebesar 115,6% (Grafik 1.23).
Tracking Triwulan II 2017
Pada periode mendatang, kondisi lapangan
usaha industri pengolahan diperkirakan masih
akan tumbuh tinggi dengan kecenderungan
yang meningkat. Pertumbuhan pada lapangan
usaha tersebut pada triwulan I 2017
diprakirakan akan tumbuh pada kisaran 8,3% -
8,7% (yoy). Tingginya pertumbuhan tersebut
utamanya disebabkan oleh tingginya realisasi
produksi feronikel pada triwulan II mendatang
seiring dengan telah berfungsinya tungku baru
serta telah selesainya perbaikan tungku produksi
yang sempat menggangu proses produksi di
triwulan I 2017 pada salah satu industri
pengolahan nikel di Sulawesi Tenggara. Selain
itu, telah selesainya pembangunan salah satu
smelter di Sulawesi Tenggara juga diperkirakan
akan mengakibatkan peningkatan produksi nikel
olahan.
Untuk industri manufaktur mikro dan kecil
diperkirakan juga akan mengalami akselerasi laju
pertumbuhan seiring adanya akselerasi
konsumsi rumah tangga akibat adanya bulan
Ramadhan dan Idul Fitri di akhir semester I
mendatang.
1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran
Realisasi Triwulan I 2017
Kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan
eceran pada triwulan I 2017 tercatat mengalami
perlambatan. Pada triwulan tersebut lapangan
usaha perdagangan besar dan eceran hanya
mampu tumbuh sebesar 5,9% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mampu tumbuh sebesar 11,1% (yoy).
Perlambatan yang terjadi pada triwulan tersebut
disebabkan oleh penurunan perdagangan
domestik. Sementara untuk kinerja ekspor
mengalami akselerasi sehingga menyumbang
pertumbuhan yang tinggi pada lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran.
Kondisi penurunan perdagangan domestik
tersebut tercermin dari menurunnya aktivitas
bongkar yang mendominasi kegiatan di
pelabuhan Kendari. Dari data PT. Pelindo IV,
diketahui bahwa pada triwulan I 2017
pertumbuhan arus bongkar barang tercatat
mengalami kontraksi sebesar 27,5% (yoy), jauh
menurun dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang terkontraksi hanya sebesar
7,1% (yoy). Berbeda dengan aktivitas bongkar,
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.25 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara Grafik 1.26 Transaksi Perdagangan Luar Negeri
18.65
26.5%
-150%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
-
20
40
60
80
100
120
140
II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Ekspor Sultra g Ekspor Sultra (sb. Kanan)
Volume (ribu ton) yoy
39
168
-
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017Nilai Eksport Nilai Import
Juta USD
23
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
aktivitas muat barang juga tercatat mengalami
perbaikan dari terkontraksi sebesar 24,2% (yoy)
menjadi hanya sebesar 2,3% (yoy) di periode
laporan (Grafik 1.27).
Secara total, aktivitas di pelabuhan Kendari
sebagai salah satu sentra aktivitas bongkar-muat
di Sulawesi Tenggara tercatat tumbuh negatif
sebesar 23,0% (yoy), jauh lebih rendah
dibandingkan kinerja di triwulan sebelumnya
yang tumbuh negatif sebesar 11,3% (yoy).
Sementara itu, kinerja perdagangan ekspor luar
negeri pada periode laporan mengalami
akselerasi sehingga menahan laju perlambatan
pertumbuhan lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran. Pada triwulan I 2017, total
ekspor provinsi Sulawesi Tenggara tercatat
sebesar 18.653 ton atau masih mampu tumbuh
cukup tinggi mencapai 26,5% (yoy) (Grafik 1.22).
Pada triwulan tersebut, komoditas utama yang
menyebabkan akselerasi pertumbuhan pada
perdagangan luar negeri adalah komoditas
perikanan. Perdagangan ekspor komoditas ikan
tercatat sebesar 1.030,4 ton atau mampu
tumbuh sebesar 101,4% (yoy). Kondisi tersebut
lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang hanya sebesar 741,9 ton atau
hanya tumbuh sebesar 7,7% (yoy). Sedangkan
untuk komoditas nikel olahan menurun dari
sebelumnya tercatat sebesar 29,1 ribu ton di
triwulan IV 2016 menjadi hanya sebesar 11,7
ribu ton di triwulan I 2017.
Sejalan dengan perlambatan pada lapangan
usaha perdagangan, laju pertumbuhan
penyaluran kredit ke lapangan usaha tersebut
juga mengalami penurunan. Pada periode
laporan total penyaluran kredit pada lapangan
usaha tersebut tercatat sebesar Rp4,93 triliun
atau tumbuh sebesar 7,1% (yoy), melambat
dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh
sebesar 13,2% (yoy) (Grafik 1.28).
Tracking Triwulan II 2017
Memasuki triwulan II, kinerja usaha
perdagangan besar dan eceran diperkirakan
akan tumbuh cukup tinggi pada kisaran 11,9%
- 12,3% (yoy). Akselerasi kinerja usaha tersebut
dipengaruhi oleh perdagangan domestik
maupun dengan luar negeri. Perdagangan
domestic pada triwulan II mendatang akan
terakselerasi akibat adanya peningkatan daya
beli masyarakat seiring dengan masuknya bulan
Sumber: PT Pelindo, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.27 Pertumbuhan Aktivitas Bongkar Muat
Pelabuhan Kendari Grafik 1.28 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara
-7.1%
-2.3%
-150%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
350%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Arus bongkar Arus muat
%, yoy
4,932.73
7.1%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Kredit Perdagangan g Kredit Perdagangan (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
Ekonomi Makro Regional
24
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Ramadhan dan Idul Fitri. Sementara itu, adanya
peningkatan produksi nikel olahan akibat sudah
mulai beroperasinya salah satu smelter dan
adanya relaksasi ekspor nikel mentah kadar
rendah diperkirakan akan menyebabkan
akselerasi pertumbuhan di lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran.
1.3.5. Konstruksi
Realisasi Triwulan I 2017
Pada triwulan I 2017, kinerja lapangan usaha
konstruksi tercatat mengalami akselerasi
sehingga turut menyumbang laju pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara di periode laporan.
Pada periode tersebut, pertumbuhan usaha
konstruksi mampu mencapai 9,6% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan kinerja periode sebelumnya
yang hanya tumbuh sebesar 4,9% (yoy). Kondisi
tersebut terjadi karena adanya peningkatan
realisasi pembangunan oleh pemerintah daerah
maupun pembangunan yang dilakukan oleh
swasta.
Dari sisi realisasi pembangunan pemerintah,
tingginya realisasi proyek pembangunan di
periode laporan disebabkan oleh adanya
komitmen pemerintah daerah untuk melakukan
percepatan realisasi pada anggaran
pembangunan terutama pada proyek jalan dan
irigasi. Selain itu, percepatan juga disebabkan
adanya penundaan transfer DAU dari
pemerintah pusat di periode sebelumnya
sehingga realisasi pembangunan proyek- proyek
pemerintah menjadi terhambat.
Dari sisi realisasi pembangunan proyek swasta,
berdasarkan hasil liaison diperoleh informasi
bahwa membaiknya harga nikel olahan juga
berdampak pada dimulai kembali beberapa
realisasi proyek pembangunan smelter yang
sempat dihentikan pada semester I 2016.
Percepatan laju pertumbuhan lapangan usaha
konstruksi tersebut juga tercermin dari konsumsi
semen di Sulawesi Tenggara yang mengalami
perbaikan. Pada triwulan I 2017 konsumsi
semen di Sulawesi Tenggara sebanyak 170,5 ton
atau hanya terkontraksi sebesar 0,8% (yoy),
membaik jika dibandingkan periode sebelumnya
yang terkontraksi mencapai 4,9%(yoy).
Berbeda dengan dengan percepatan laju
pertumbuhan ekonomi, penyaluran kredit pada
lapangan usaha tersebut mengalami
perlambatan. Pada triwulan I 2017, outstanding
kredit ke lapangan usaha konstruksi mencapai
Rp918,3 milliar atau hanya mengalami
pertumbuhan sebesar 21,4% (yoy). Kondisi
tersebut melambat dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang tumbuh sebesar
32,9% (yoy).
Tracking Triwulan II 2017
Pada triwulan II 2017, lapangan usaha kontruksi
diperkirakan akan mampu tumbuh cukup tinggi
dengan kecenderungan meningkat seiring
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.29 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara
918.33
21.4%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
-
200
400
600
800
1,000
1,200
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Kredit Konstruksi g Kredit Konstruksi (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
25
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
adanya peningkatan kegiatan investasi di
Sulawesi Tenggara. Pada triwulan mendatang
lapangan usaha tersebut diperkirakan mampu
tumbuh sebesar 9,7% - 10,1% (yoy).
Peningkatan tersebut terutama bersumber dari
pembangunan proyek pemerintah akibat adanya
percepatan pembangunan proyek-proyek
pemerintah. Sementara itu, investasi swasta juga
diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi.
Kondisi ini disebakan oleh diperkirakan masih
berlangsungnya pembangunan smelter seiring
harga nikel dunia yang cenderung membaik di
tahun 2017 dan adanya kebijakan pemerintah
pusat untuk relaksasi ekspor nikel lowgrade
yang masih mewajibkan adanya pembangunan
smelter diperkirakan akan menyebabkan
investor melakukan aktivitas pembangunan
smelternya.
1.4. PERTUMBUHAN EKONOMI TANPA
LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN
Realisasi Triwulan I 2017
Di tengah akselerasasi pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tenggara di periode triwulan I 2017,
pertumbuhan ekonomi non pertambangan
mengalami perlambatan. Pada triwulan I 2017
pertumbuhan ekonomi non pertambangan
tercatat tumbuh sebesar 6,3% (yoy), menurun
dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh
sebesar 7,0% (yoy). Hal ini menunjukkan bahwa
lapangan usaha pertambangan di periode
laporan merupakan penyebab utama terjadinya
akselerasi pertumbuhan.
Perlambatan laju pertumbuhan ekonomi sektor
non pertambangan tersebut utamanya
disebabkan oleh adanya perlambatan pada
lapangan usaha pertanian seiring belum
masuknya musim panen dan lapangan usaha
perdagangan akibat adanya penurunan
perdagangan domestik. Namun demikian
lapangan usaha konstruksi yang mengalami
akselarasi mampu menahan laju perlambatan
yang terjadi.
Dari sisi rasio komponen lapangan usaha
terhadap total PDRB non pertambangan,
lapangan usaha pertanian masih mendominasi
perekonomian Sulawesi Tenggara dengan rasio
sebesar 30,7% diikuti oleh lapangan usaha
konstruksi sebesar 15,2%. Selain itu, lapangan
usaha perdagangan juga masih memiliki peran
Sumber: BPS, ADHK, diolah
Grafik 1.30 Perkembangan Ekonomi Non Pertambangan Sulawesi Tenggara
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 . 2014 2015 2016 2017
Pertumbuhan Lapangan Usaha Pertambangan Sultra Pertumbuhan Ekonomi non Tambang Sultra Pertumbuhan Ekonomi Sultra
% yoy
Ekonomi Makro Regional
26
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
yang cukup besar dengan rasio mencapai
15,1%.
Realisasi Triwulan II 2017
Pada triwulan II 2017 mendatang lapangan
usaha non pertambangan diperkirakan akan
mampu tumbuh terakselerasi berada di kisaran
7,9% - 8,4%(yoy). Akselerasi tersebut terjadi
akibat adanya akselerasi lapagan usaha
pertanian dan lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran. Lapangan usaha pertanian
diperkirakan akan mengalami akselerasi akibat
akan masuknya musim panen komoditas
tabama. Sementara untuk lapangan usaha
perdagangan disebabkan oleh adanya
peningkatan perdagangan domestik maupun
luar negeri.
27
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
BOKS 1 TANTANGAN PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA
Hambatan Utama Provinsi Sultra
Berdasarkan hasil identifikasi dengan menggunakan Growth Diagnostic Tree di dalam penelitian
Hausmann, Rodrik dan Velasco (2015), terdapat beberapa kendala kritikal utama yang dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sultra yakni konektivitas antar daerah. Hal ini
disebabkan oleh kondisi geografis Provinsi Sultra yang berbentuk kepulauan sehingga
menyebabkan tantangan tersendiri untuk menghubungkan daerah-daerah yang berada di dalam
Sultra maupun dengan provinsi lain. Dalam menghubungkan daerah-daerah tersebut
dibutuhkan konektivitas antar wilayah yang memadai baik melalui angkutan laut maupun melalui
angkutan darat. Namun demikian sarana infrastruktur penghubung tersebut masih sangat
terbatas sehinga mengakibatkan permasalahan konektivitas berpotensi untuk menghambat
investasi yang ada di Sultra. Temuan ini sejalan dengan temuan Loon (2009) dalam studinya di
Penang yang menyebutkan bahwa transportasi laut sangat berpengaruh pada pembangunan
ekonomi di Malaysia. Hal tersebut disebabkan karena pembangunan transportasi laut dapat
meningkatkan perdagangan di daerah tersebut. Sementara menurut Banerjee (2012)
menyatakan bahwa pembangunan transportasi dapat berdampak pada peningkatan GDP
perkapita, pemerataan pendapatan, dan peningkatan pendapatan pelaku usaha.
Masalah lain yang dihadapi oleh pertumbuhan ekonomi Sultra adalah rendahnya kualitas
infrastruktur khususnya listrik. Pembangunan infrastruktur listrik yang masih kurang di Provinsi
Sulawesi Tengggara dapat menjadi hambatan bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi. Rasio
elektrifikasi Sultra masih sangat rendah dan kondisi pembangkit listrik masih tidak terhubung,
sehingga apabila terdapat gangguan di salah satu pembangkit, pembangkit yang lain tidak dapat
menyalurkan. Temuan adanya binding constrain berupa kekurangan kapasitas listrik tersebut
sejalan dengan hasil temuan Commonwealth Development Corporation (CDC) (2016 yang
menyatakan bahwa penggunaan energi memiliki hubungan yang positif dengan pertumbuhan
ekonomi dan penyerapan tenaga kerja dikarenakan peningkatan pengunaan energi mendorong
peningkatan penggunaan fasilitas-fasilitas serta infrastruktur dasar.
Disamping itu rendahnya kualitas sumber daya manusia. Masalah kualitas dan
ketidakmeratanya antar kota dan kabupaten sumber daya manusia merupakan hambatan
investasi dan pertumbuhan yang ada Sultra. Hal ini tercermin dari Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yang rendah dan timpang antar kabupatan/kota. Selain itu, dalam bidang
ketenaga kerjaan di Sultra terjadi Mismatch labor akibat adanya gap antara kebutuhan tenaga
kerja dengan keterampilan khusus dengan ketersediaan tenaga kerja yang berpendidikan
umum. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Anugrah (2015) yang menjelaskan peningkatan
rata-rata lama sekolah akan mendorong produktivitas pekerja, terutama kepada golongan
unskilled labor. Selain itu, Lazarov dan Peterski (2016) dalam penelitiannya mendapatkan hasil
bahwa hambatan pertumbuhan ekonomi di Macedonia adalah sumber daya manusia dan tingkat
pendidikan di suatu negara berpengaruh positif dengan rate of return yang lebih tinggi.
28
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Masalah terakhir yang dihadapi adalah diversifikasi produk yang masih rendah. Provinsi Sultra
tergantung pada sumber daya alam, tercermin pada struktur perekonomian yang utama adalah
pertanian. Namun demikian, terjadi pergeseran dalam beberapa tahun terakhir menjadi sektor
pertambangan dengan komoditas utama yakni nikel. Namun demikian komoditas nikel yang
dihasilkan masih mentah akibat masih sedikit hilirisasi komoditas nikel.
Hasil temuan hambatan utama perlunya diversifikasi produk tersebut sejalan dengan hasil
temuan Hamed (2014) yang menyebutkan bahwa adanya diversifikasi produk merupakan hal
yang penting dalam melakukan pembangunan di negara berkembang karena dapat menghindari
ketidak stabilan harga ekspor. Selain itu Vinesh (2012) dalam studi kasus di Mauritus
menyatakan bahwa diversifikasi eksport dibutuhkan untuk menciptakan pembangunan
berkelanjutan di suatu negara.
Berkaitan dengan binding constraint tersebut, pemerintah pusat maupun daerah serta pelaku
usaha memiliki program kegiatan maupun kebijakan yang diperkirakan mampu menanggulangi
atau meminimalisir permasalahan tersebut. Program kebijakan tersebut tertuang dalam rencana
pembangunan maupun investasi pihak terkait. Implementasi berbagai program kebijakan
tersebut diperlukan dalam rangka mengoptimalkan pertumbuhan perekonomian yang ada di
Sultra. Untuk mengukur potensi dampak dari program kebijakan tersebut terhadap pertumbuhan
ekonomi, investasi maupun ketenagakerjaan, pada bab ini akan akan dilakukan analisis CGE
yaitu:
Tabel 1. Binding Constrain Sultra
Simulasi Kebijakan
Untuk mengatasi kendala rendahnya konektivitas antar daerah khusunya jalur laut, pemerintah
berupaya untuk membangun pelabuhan baru yakni pelabuhan Bungkutoko. Pelabuhan tersebut
nantinya akan menggantikan Pelabuhan Nusantara Kendari. Pembanguan pelabuhan
Bungkutoko mampu memberikan tambahan terhadap pertumbuhan baseline sebesar 0,50% dan
penambahan pertumbuhan employment 0,34%. Pada sisi manufaktur sektor yang mengalami
pertumbuhan utama Sultra yakni sektor pertanian, perikanan, pertambangan, serta industri
pengolahan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya penambahan kapasitas pelabuhan yang
mencapai empat kali lipat sehingga jalur distribusi perdagangan menjadi lebih lancar sehingga
dapat memenuhi permintaan yang ada. Sedangkan untuk sisi jasa selain perdagangan,
pembangunan tersebut juga turut memberikan dampak yang positif pada jasa konstruksi dan
angkutan laut.
Binding Constraint Permasalahan
GeographyMerupakan Provinsi Kepulauan sehingga dibutuhkan konektivitas antar
daerah. Namun infrastruktur pendukung masih sangat terbatas.
Human Capital
- IPM rendah
- Produktifitas yang rendah
- Pengangguran dengan tingkat pendidikan di atas SMA tinggi
- Ketersediaan Sekolah yang terbatas
Infrastruture
- Indeks Infrastruktur Daerah yang Rendah
- Persentase jalan rusak dan rusak berat yang tinggi
- Tingkat elektrifikasi Sulawesi Tenggara yang rendah
Macro Risk
- Indeks Iklim Investasi yang rendah
- Daya Saing yang rendah
- Inflasi Sulawesi Tenggara yang lebih ttinggi
Micro Risk - Indeks Korupsi yang tinggi
Market RiskDivessifikasi produk ekspor Sulawesi Tenggara masih rendah karena
didominasi oleh komoditas nikel.
Pem
bia
yaan
Cost of Finance Local Finance
- Pangsa kredit Produktif yang maih rendah dibandingkan kredit Konsumsi
- LDR yang masih rendah daripada Sulawesi Selatan
- Suku bunga kredit investasi yang tinggi
Sosial Returns
Appropriability
Pen
gem
bal
ian
Eko
no
mi
29
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
Berdasarkan hasil liaison diketahui bahwa saat ini para pelaku usaha apabila melakukan eksport
tidak melalui Pelabuhan Nusantara Kendari yang ada saat ini dikarenakan bukan merupakan
pelabuhan eskport sehingga para pelaku usaha tersebut dalam melakukan ekspor tidak
langsung melalui Sultra melainkan Sulawesi Selatan atau Jawa Timur.
Sementara itu, untuk mengatasi kendala rendahnya konektivitas jalur darat, pemerintah
berupaya untuk membangun jalan dari Kota Kendari menuju Kab Kolaka Utara. Jalan tersebut
akan melewati tiga kabupaten yang lain yakni Kab Konawe, kab Kolaka Timur dan Kab Kolaka
serta akan menimbulkan efisiensi waktu tempuh selama 2 jam. Ekonomi Sultra secara
keseluruhan mengalami peningkatan pertumbuhan mencapai 0.19% per tahun di atas baseline
no-policy. Pembangunan jalan tersebut mampu mendorong peningkatan sektor pertanian,
perikanan dan pertambangan karena menghubungkan antara daerah-daerah penghasil dengan
Kota Kendari yang merupakan pintu perdagangan antara provinsi maupun ekspor. Penyerapan
tenaga kerja juga mengalami peningkatan sebesar 0.04% di atas baseline no-policy Pada sisi
manufaktur sektor yang mengalami pertumbuhan adalah sektor pertanian, perikanan dan
pertambangan. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang dilalui oleh jalan tersebut
merupakan daerah sentra penghasil padi, ikan serta nikel. Sedangkan untuk sisi jasa
pembangunan jalan tersebut berpengaruh pada sektor jasa utama Sultra yakni perdagangan
karena menghubungkan daerah penghasil komoditas dengan Kota Kendari yang merupakan
pintu masuk dan pintu keluar perdagangan antara provinsi maupun ekspor Sulawesi Tenggara.
Selain itu, peningkatan akses jalan tersebut juga memberikan dampak positif pada sektor jasa
angkutan darat.
Selain itu, sarana infrastruktur dasar berupa ketersediaan listrik merupakan salah satu binding
constraint masuknya investasi ke Sultra. Tindak lanjut permasalahan kelistrikan tersebut,
pemerintah telah merencanakan peningkatan suplai listrik melalui pembangunan pembangkit
pada tahun 2015 – 2019. Untuk di Sultra terdapat pembangunan dua pembangkit yakni di Kota
Kendari dan Kota Baubau. Ekonomi secara keseluruhan mengalami peningkatan sebagai
dampak dari peningkatan suplai listrik tersebut dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0.17% di
atas baseline no-policy. Terpenuhinya suplai listrik mampu mendorong peningkatan aktivitas
ekonomi khususnya yang menggunakan input listrik cukup besar pada produksinya.
Pertumbuhan tersebut juga mampu menyerap tenaga kerja sebesar 0.09% di atas baseline no-
policy.
Sementara itu untuk mengatasi kendala kualitas pendidikan, pemerintah berupaya untuk
meningkatkan rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia. Berdasarkan perencanaan
Pembangunan Sultra dalam periode 2015-2021 Rata-rata lama sekolah di Sultra akan
mengalami peningkatan dari 9,92 tahun menjadi 10,32 tahun. Peningkatan rata – rata lama
sekolah mampu memberikan tambahan terhadap pertumbuhan baseline sebesar 0,46% dan
penambahan pertumbuhan employment 0,88%. Perbaikan kualitas pendidikan diharapkan pula
dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, yaitu dengan peningkatan produktivitas
tenaga kerja yang masih terperangkap dalam kegiatan ekonomi berproduktivitas rendah atau
sama sekali tidak diikutsertakan dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian,
disparitas ekonomi antar warganya pun semakin mengecil. Hal ini sejalan dengan studi Penda
(2012) yang menjelaskan mengenai pentingnya melakukan investasi sumber daya manusia agar
dapat berkontribusi tinggi bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi yang sustain.
30
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Pembangunan KSPN Wakatobi dan sekitarnya diharapkan dapat mengurangi ketergantungan
ekspor Sultra akan komoditas nikel mentah. Target kunjungan wisatawan mancanegara pada
tahun 2019 adalah sebanyak 50.000 jiwa. Hasil dari simulasi ini menunjukkan adanya potensi
penambahan pertumbuhan terhadap baseline sebesar 0,41% dan penambahan pertumbuhan
penyerapan tenaga kerja sebesar 0,41%. Hasil perkembangan sektoral menunjukkan bahwa
dengan adanya pembangunan KSPN Wakatobi, sektor yang paling terkena dampak adalah
sektor jasa seperti Restoran dan Hotel serta sektor jasa transportasi air. Sektor tersebut
merupakan sektor utama yang akan dilakukan pembangunan untuk mengimbangi adanya
peningkatan wisatawan asing. Sejalan dengan pembangunan tersebut sektor konstruksi juga
mengalami peningkatan. Sementara untuk sektor non jasa, sektor yang akan mengalami
peningkatan adalah sektor pertanian akibat adanya peningkatan permintaan akan bahan
makanan. Temuan tersebut sejalan dengan hasil penelitian Fossati, A. dan Panella, G., (2000)
yang menyebutkan bahwa tingginya pertumbuhan sektor pariwisata dapat meningkatkan
pendapatan nasional dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, untuk mengatasi masalah diversifikasi produk yang masih rendah akan dilakukan
pembangunan kawasan industri pengolahan nikel menjadi feronikel di Kabupaten Konawe. Nilai
Investasi untuk pembangunan kawasan tersebut adalah sebesar Rp 28,7 Triliun. Berdasarkan
hasil simulasi menunjukkan bahwa PDRB Sultra mampu mengalami pertumbuhan yang relatif
besar yakni mencapai 1.23% di atas baseline no-policy. Sedangkan untuk menyerap tenaga
kerja akan meningkat sebesar 0.67% diatas baseline no-policy. Peningkatan pertumbuhan
disebabkan karena komoditas nikel olahan dunia diperkirakan akan mengalami peningkatan
harga pada tahun-tahun mendatang karena permintaan dunia mengalami peningkatan seiring
dengan peningkatan produksi stainless steel china sementara untuk suplai menurun akibat
berkurangnya pasokan dari Filipina selaku eksportir terbesar dunia.
Hasil temuan penelitian mampu menjelaskan bahwa adanya Kawasan Industri berbasis nikel
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap serta mengubah struktur
perekonomian ke arah yang lebih baik, dan lebih seimbang. Temuan penelitian ini searah
dengan hasil penelitian Henderson, dkk (2002) yang menjelaskan bahwa pengembangan
Kawasan Industri mendorong peningkatan produktivitas melalui tranformasi penggunaan
teknologi.
Tabel 2. Hasil Simulasi Kebijakan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja
PDRB Tenaga Kerja PDRB
Top GainersTop Gainers
Manufaktur
Top Gainers Sektor
Jasa
1 Hilirisasi Komoditas TambangPembangunan Kawasan Industri
Pengolahan Nikel1.23 0.67
Metal 181.14
Construc 21.32
Gov Serv. 6.19
Metal 180.96
Animals 1.87
Crops 0.95
Gov Serv. 2.94
Construc 10.09
Trade 2.57
2Peningkatan Konektivitas Jalur
LautPembangunan Pelabuhan Bungkutoko 0.50 0.34
Construc. 8.39
Gov. Serv 3.12
Trade 2.60
Animal 1.04
Metal 3.77
Crops 0.31
Gov Serv 2.94
Constr. 10.09
Trade 2.57
3Peningkatan Rata-rata Lama
Sekolah
Peningkatan rata-rata lama sekolah
dari yang semula selama 9,92 tahun
menjadi 10,32 tahun.
0.46 0.88
Finance 8.79
Comm. 5.84
Trans Svc. 15.21
OthMining 4.62
Paddy 7.30
Seafish 2.62
Finance 28.45
Comm. 22.95
Trans Svc. 0.45
4 Pengembangan Pariwisata Pembangunan KSPN Wakatobi 0.41 0.41
Construc. 10.44
Gov Serv. 3.66
RstrnHotel 5.97
Animals 1.30
Crops 0.22
Gov Serv. 0.66
Construc. 14.80
Trade 2.30
5Peningkatan Konektivitas Jalur
Darat
Pembangunan Jalan dari Kota Kendari
menuju Kab Kolaka Utara0.19 0.04
EstateCrops.1.10
Crops 1.91
Paddy 1.44
EstateCrops. 0.89
Paddy 1.24
Crops 0.87
Finance 1.66
RoadTrans. 0.71
RstrnHotel 1.05
6 Peningkatan Kapasitas ListrikPeningkatan Kapasitas Listrik
meningkat sebesar 50% 0.17 0.09
Metal 1.65
Construc. 2.01
Gov. Serv 0.86
OthMining 2.13
Paddy 0.30
Crops 0.36
Gov Serv. 0.75
Trade 0.66
RestrnHotel 0.77
2.96 2.43Total
ASUMSI
Dampak Makro Ekonomi Pertumbuhan
Tenaga Kerja
KebijakanNo.
2
KONDISI FISKAL DAERAH
Pembangunan Masjid Al Alam Kendari
Foto: Daniel AP
33
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD TAHUN
2017
Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD
2017 meningkat dibandingkan dengan
anggaran APBD Perubahan tahun 2016.
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp
3,55 triliun atau naik cukup tinggi sebesar
43.3% dibanding tahun 2016. Begitu pula
dengan anggaran belanja yang meningkat
menjadi Rp 3,50 triliun atau naik sebesar 17,0%.
Dari sisi pendapatan, peningkatan anggaran
pendapatan tersebut terjadi pada anggaran
Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta pendapatan
transfer. PAD Sulawesi Tenggara pada tahun
2017 ditargetkan mencapai Rp743,9 miliar atau
meningkat 33,2% jika dibandingkan tahun
sebelumnya. Sementara untuk pendapatan
transfer pada tahun 2017 ditargetkan mencapai
Rp2,8 triliun atau meningkat 35,2% dari tahun
sebelumnya.
Sementara itu dari sisi belanja, peningkatan
anggaran belanja pada tahun 2017 didorong
hanya oleh meningkatnya anggaran belanja
operasi. Sementara untuk anggaran belanja
modal mengalami penurunan. Pada tahun 2017
anggaran belanja operasi mencapai Rp2,4
triliun atau meningkat sebesar 41,3%. Kondisi
berbeda terjadi pada anggaran belanja modal
yang hanya mencapai RP 774,6 miliar atau
menurun sebesar 3,5% jika dibandingkan
dengan periode tahun sebelumnya.
Secara historis, APBD Provinsi Sulawesi Tenggara
selalu mencatatkan defisit sejak tahun 2010.
Namun demikian pada APBD tahun 2017, defisit
anggaran tercatat jauh lebih rendah jika
dibandingkan tahun sebelumnya. Defisit APBD
tahun 2017 adalah sebesar Rp 51,96 miliar atau
menurun sebanyak Rp 297,47 miliar
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp349,43.
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI
ANGGARAN APBD PROVINSI
2.2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan
Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara pada triwulan I 2017 relatif
lebih rendah jika dibandingkan realisasi
pendapatan pemerintah daerah di periode yang
sama tahun sebelumnya. Pendapatan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara di awal
tahun 2017 hanya terealisasi senilai Rp862,9
miliar atau hanya sebesar 24,4% dari target
Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah
Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran
Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara Grafik 2.2 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja
Provinsi Sulawesi Tenggara
3.545
43,3
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Pendapatan Growth Pendapatan
(miliar)
3.497
17,0
0
5
10
15
20
25
30
35
40
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Belanja Growth Belanja
Miliar % yoy
Kondisi Fiskal Daerah
34
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
total pendapatan dalam APBD 2017. Angka
serapan tersebut tercatat lebih rendah jika
dibandingkan dengan realisasi pada periode
yang sama pada tahun 2016 yang tercatat
sebesar 29,4% dari target dalam APBD tahun
2016 atau sebesar Rp775,4 miliar. Realisasi
pendapatan pada tahun 2017 tersebut juga
lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata
realisasi pendapatan selama lima tahun terakhir
yaitu sebesar 22,5%. Penurunan realisasi
tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan
target pendapatan dalam APBD 2017.
Sumber pendapatan daerah Sulawesi Tenggara
berasal dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dan Dana Perimbangan (Daper). Pangsa PAD
Sulawesi Tenggara tercatat stabil dari
sebelumnya 21,1% pada tahun 2016 menjadi
21,0% pada tahun 2017. Kondisi ini
mengindikasikan belum adanya perbaikan
kemandirian fiskal pemerintah provinsi.
Sementara itu, pangsa Daper meningkat
menjadi 78,96% pada tahun 2017 dari tahun
sebelumnya yang hanya sebesar 78,4%.
Realisasi Dana Perimbangan pada tahun
triwulan I 2017 tercatat hanya mampu
mencapai 26,1% dari total target dalam APBD
tahun 2017 atau sebesar Rp731,98 miliar.
Padahal pada periode yang sama tahun 2016,
realisasi pendapatan mampu mencapai 30,3%
dari total target pendapatan transfer tahun
2016 atau senilai Rp627,3 miliar. Berdasarkan
komponennya, sumber pendapatan utama
pemerintah Sulawesi Tenggara adalah berasal
dari transfer pemerintah pusat seperti Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi
Khusus/DAK.
Sementara untuk realisasi PAD Sulawesi
Tenggara pada triwulan I tahun 2017 tercatat
hanya sebesar Rp130,9 miliar atau mencapai
17,6%, menurun dibandingkan dengan realisasi
tahun sebelumnya yang mampu mencapai
26,5%. Sumber utama PAD Sulawesi Tenggara
Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemprov Sulawesi Tenggara pada Triwulan I
Keterangan: Anggaran dan Realisasi dalam Miliar Rupiah
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Anggaran RealisasiSerap
(%)Anggaran Realisasi
Serap
(%)Anggaran Realisasi
Serap
(%)
PENDAPATAN 2.342,79 71,93 3,07 2.641,12 775,38 29,36 3.535,20 862,85 24,41
PENDAPATAN ASLI DAERAH 539,90 71,93 13,32 558,39 148,12 26,53 743,89 130,87 17,59
Pendapatan Pajak Daerah 415,49 64,12 15,43 455,62 107,88 23,68 628,12 105,35 16,77
Hasil Retribusi Daerah 16,67 0,84 5,05 10,07 2,72 27,06 11,97 2,73 22,84
Hasil Pengelolaan yang Dipisahkan 23,45 - - 23,45 23,38 99,69 23,45 - -
Lain-lain PAD 84,30 6,97 8,26 69,26 14,13 20,41 80,35 22,78 28,36
PENDAPATAN TRANSFER 1.785,51 - - 2.071,73 627,26 30,28 2.801,31 731,98 26,13
Transfer Pemerintah Pusat 1.383,88 - - 1.498,36 485,17 32,38 2.748,76 705,71 25,67
Dana Bagi Hasil Pajak 66,42 - - 62,45 12,50 20,02 - - -
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 54,64 - - 44,36 15,07 33,97 - - -
Dana Alokasi Umum 1.176,42 - - 1.200,63 400,21 33,33 - - -
Dana Alokasi Khusus 86,40 - - 190,92 57,39 30,06 - - -
Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 401,63 - - 573,36 142,09 24,78 52,55 26,28 50,00
Dana Otonomi Khusus - - - - - - - - -
Dana Penyesuaian 401,63 - - 573,36 142,09 24,78 - - -
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 17,38 - - 11,00 - - - - -
Pendapatan Lainnya - - - - - - - - -
U R A I A N
APBD 2015 APBD 2016 APBD 2017
35
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
berasal dari komponen pajak daerah, dengan
peran 84,4% dari total PAD, diikuti oleh lain-lain
PAD yang sah (10,8%), hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan (3,2%) dan
sisanya bersumber dari retribusi daerah (1,2%).
Adapun pajak daerah yang dipungut oleh
provinsi diantaranya adalah pajak kendaraan
bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor,
pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak
air permukaan dan pajak rokok. Sampai dengan
triwulan I 2017, pendapatan pajak daerah
tersebut hanya mampu terealisasi 16,8% dari
total anggaran. Kondisi tersebut mengalami
penurunan jika dibandingakan dengan periode
tahun sebelumnya yang mampu mencapai
23,7% dari total anggaran.
Lebih lanjut, komponen Lain-Lain Pendapatan
Daerah yang Sah tercatat mengalami
peningkatan. Pada awal tahun 2017, realisasi
pos ini tercatat sebesar 28,4%, meningkat
dibandingkan dengan periode yang sama pada
tahun sebelumnya yang hanya tercatat sebesar
20,4%. Keseluruhan pendapatan tersebut
berasal dari pos hibah. Sementara untuk realisasi
hasil pengeloaan yang dipisahkan pada tahun
2017 tidak dianggarkan.
2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja
Sejalan dengan kinerja di sisi pendapatan,
penyerapan anggaran belanja APBD Provinsi
Sulawesi Tenggara pada awal 2017 juga tercatat
lebih rendah dibandingkan dengan realisasi
anggaran tahun 2016. Realisasi belanja
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada
periode laporan hanya mencapai 7,35% atau
sebesar Rp264,4 miliar, lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya yang mampu merealisasikan
anggaran sebesar 12,99%. Menurunnya
persentase realisasi ini terutama didorong oleh
masih berhati-hatinya pemerintah daerah dalam
merealisasikan anggaran seiring adanya
pengetatan fiskal oleh pemerintah pusat.
Penurunan tersebut terjadi baik pada realisasi
belanja operasional maupun belanja modal.
Realisasi belanja operasional hanya mencapai
10,9% atau sebesar Rp262 miliar. Rendahnya
pencapaian tersebut disebabkan oleh belum
optimalnya realisasi belanja pegawai yang hanya
mencapai 15,4%, belanja barang yang
mencapai 11,7% dan belanja hibah yang hanya
1,5%.
Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah
Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara
Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi
Tenggara
Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara
24,2%
25,70%
11,8%8,61%
0%
25%
50%
75%
100%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2016 2017Target Realisasi
16,4% 23,7%
6,0%13,5%
0%
25%
50%
75%
100%
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2016 2017
Target Realisasi
Kondisi Fiskal Daerah
36
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Sedangkan, realisasi belanja modal pada periode
laporan juga menunjukkan kinerja yang kurang
maksimal dengan tingkat realisasi sebesar
0,31% atau senilai Rp774,6 miliar. Kondisi
tersebut jauh menurun dibandingkan dengan
periode yang sama pada tahun sebelumnya
yang dapat mencapai 3,9%. Penurunan
tersebut disebabkan oleh rendahnya seluruh
komponen belanja modal seperti realisasi
belanja peralatan dan mesin yang hanya
mencapai 1,40%, realisasi belanja bangunan
dan gedung yang hanya mencapai 0,22% dan
juga belanja jalan, irigasi dan jaringan yang
hanya sebesar 0,1%. Berdasarkan
sumbangannya, pangsa belanja modal terbesar
adalah pembangunan jalan, irigasi dan jaringan
yang mencapai 46,3%, diikuti oleh belanja
bangunan dan gedung sebesar 38,6% dan
belanja peralatan dan mesin 13,0%
Berdasarkan data Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Daerah (LKPP), kinerja
keuangan per bulan untuk Provinsi Sulawesi
Tenggara selama triwulan I 2017 relatif rendah
dibandingkan dengan target yang ditetapkan.
Pada triwulan I 2017, kondisi realisasi keuangan
Pemprov Sultra baru mencapai 8,6% di bawah
target 25,7% bahkan lebih rendah
dibandingkan pencapaian pada tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar 11,8%.
Sementara itu kondisi penyelesaian fisik baru
mencapai 13,5%, di bawah target untuk selesai
sebesar 15,0%. Namun pencapaian tersebut
lebih tinggi jika dibandingkan periode tahun
sebelumnya yang hanya mencapai 6,0%.
Sementara untuk proses pengadaan barang dan
jasa, hingga akhir triwulan pertama tahun 2017
tercatat bahwa dari total aktivitas strategis yang
terdiri dari 1.175 paket atau senilai
Rp823,04miliar, belum terdapat proyek yang
berstatus provisional hand over (PHO) atau telah
di lakukan serah terima. Sedangkan yang
sedang dalam tahap kontrak mencapai 2,3%
atau 27 proyek. Sementara proyek yang dalam
tahap pemilihan/pelaksanaan adalah sebanyak
5,1% atau 60 proyek dengan 20 proyek sudah
memiliki hasil pemilihan.
Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemprov Sulawesi Tenggara Pada Triwulan I
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Anggaran RealisasiSerap
(%)Anggaran Realisasi
Serap
(%)Anggaran Realisasi
Serap
(%)
BELANJA 2.300,96 286,36 12,45 2.768,76 359,70 12,99 3.597,16 264,43 7,35
BELANJA OPERASI 1.445,49 231,36 16,01 1.699,15 327,12 19,25 2.400,67 262,02 10,91
Belanja Pegawai 593,62 101,60 17,12 622,06 127,69 20,53 1.360,28 208,90 15,36
Belanja Barang 313,54 20,85 6,65 385,93 38,69 10,02 321,14 37,62 11,72
Belanja Bunga 24,16 7,64 31,63 18,55 7,35 39,64 12,23 5,25 42,90
Belanja Hibah 412,99 101,27 24,52 584,66 153,39 26,23 707,03 10,25 1,45
Belanja Bantuan Keuangan 101,18 - - 87,95 - - - - -
BELANJA MODAL 592,53 10,61 1,79 802,24 31,32 3,90 774,55 2,41 0,31
Belanja Tanah 21,81 - - 11,00 - - 12,50 - -
Belanja Peralatan dan Mesin 51,72 0,80 1,55 55,42 2,48 4,48 100,45 1,41 1,40
Belanja Bangunan dan Gedung 185,48 0,04 0,02 275,72 24,26 8,80 298,86 0,66 0,22
Belanja Jalan, irigasi & Jaringan 331,64 9,76 2,94 459,06 4,57 0,99 358,54 0,35 0,10
Belanja Aset Tetap Lainnya 1,89 0,00 0,05 1,04 - - 4,20 - -
BELANJA TIDAK TERDUGA 38,03 - - 25,25 - - 10,46 - -
Belanja Tak Terduga 38,03 - - 25,25 - - 10,46 - -
TRANSFER 224,91 44,39 19,74 242,12 1,27 0,52 411,47 - -
U R A I A N
APBD 2015 APBD 2016 APBD 2017
37
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI
ANGGARAN APBN DI PROVINSI
Penghematan anggaran yang terjadi pada APBN
tahun 2017 menyebabkan alokasi Anggaran
APBN Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun
2017 juga mengalami penurunan. Kebijakan ini
dilakukan untuk menekan defisit anggaran yang
terjadi pada tahun 2017. Tercatat, terjadi
penurunan anggaran APBN sebesar 11,9% dari
sebelumnya Rp6,77 triliun pada tahun 2016
menjadi Rp5,95 triliun di tahun 2017.
Berdasarkan jenisnya, belanja barang
dianggarakan sebesar Rp2,15 triliun atau
sebesar 36,1% dari total APBN Provinsi Sulawesi
Tenggara 2017, diikuti oleh belanja modal
sebesar Rp2,01 triliun (33,7%), belanja pegawai
sebesar Rp1,78 triliun (29,9%) dan belanja
bantuan sosial Rp15,97 miliar (0,3%). Komposisi
tersebut tidak mengalami perubahan jika
dibandingkan periode tahun 2016.
Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan
mengalami perbaikan. Pada triwulan pertama di
tahun 2017, realisasi APBN tercatat sebesar
Rp895,8 miliar atau sebesar 15,02%, meningkat
dibandingkan periode yang sama tahun 2016
yang tercatat sebesar Rp783,1 miliar atau
11,57% dari APBN provinsi Sulawesi Tenggara
2016. Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja
pada tahun 2016 terutama didorong dari
belanja pegawai yakni sebesar 40,8% dari total
belanja. Sementara itu, belanja modal memiliki
peran 34,7% dari total realisasi belanja, diikuti
oleh belanja barang (24,5%) dan belanja
bantuan sosial (0,3%). Peningkatan serapan
APBN pada tahun 2017 dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya terjadi pada
seluruh jenis belanja. Jenis belanja yang
mengalami peningkatan terbesar terjadi pada
belanja modal.
Realisasi belanja pegawai tercatat sebesar
Rp365,7 miliar atau sebesar 20,52%, meningkat
jika dibandingkan periode tahun sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp342,3 miliar atau
17,9%.
Realisasi belanja barang pada tahun 2017
sebesar Rp219,1 miliar atau 10,2% dari total
yang dianggarkan dalam APBN 2017. Angka
tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi
tahun 2016 yang mencapai Rp.232,9 miliar
meskipun secara prosentase lebih tinggi
dibandingkan tahun 2016 yang tercatat sebesar
8,47% dari total anggaran belanja barang
dalam APBN 2016.
Sementara itu, realisasi belanja modal pada
tahun 2017 tercatat sebesar Rp310,9 atau
15,6% dari total anggaran, lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp208 miliar
Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBN Pada Triwulan I
Keterangan: Pagu dan Realisasi dalam Miliar Rupiah
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Pagu Realisasi%
RealisasiPagu Realisasi
%
RealisasiPagu Realisasi
%
Realisasi
Belanja Pegawai 1.591,5 283,9 17,84 1.907,1 342,3 17,95 1.782,2 365,7 20,52
Belanja Barang 2.614,5 106,2 4,06 2.749,9 232,9 8,47 2.154,3 219,1 10,17
Belanja Modal 3.804,3 76,2 2,00 2.091,0 208,0 9,95 2.010,0 310,9 15,47
Belanja Bantuan Sosial 424,4 41,0 9,67 18,1 - - 16,0 0,04 0,23
Total 8.434,6 507,4 6,02 6.766,1 783,1 11,57 5.962,4 895,8 15,02
Jenis
Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Kondisi Fiskal Daerah
38
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
atau 9,95%. Peningkatan tersebut juga
disebabkan oleh adanya pengerjaan beberapa
proyek infrastruktur yang sempat tertunda pada
akhir tahun 2016 akibat adanya penundaan
transfer DAU oleh pemerintah pusat.
Sedangkan untuk belanja bantuan sosial pada
awal tahun 2017 tercatat sebesar Rp 36,1 juta
atau 0,2%. Persentase tersebut lebih baik
dibandingkan tahun 2016 yang belum
terealisasi pada periode yang sama.
Dana Desa
Sesuai data dari Kanwil Ditjen Perbendaharaan
Provinsi Sulawesi Tenggara, sampai dengan
bulan Mei 2017, telah dilakukan realisasi tahap
I Dana Desa sebesar Rp680,50 miliar. Dengan
demikian, besaran Dana Desa yang telah
direalisasikan adalah sebesar 45,8% dari total
pagu Dana Desa Sulawesi Tenggara sebesar
Rp1,48 triliun.
Meskipun demikian, terdapat beberapa
kabupaten yang belum mendapatkan
rekomendasi pencairan Dana Desa Tahap I,
seperti di Kabupaten Buton, Kabupaten Buton
Selatan, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten
Muna dan Kabupaten Muna Barat. Selain itu
beberapa kabupaten juga tidak mencapai
realisasi sebesar 60%, karena sesuai Peraturan
Menteri Keuangan realisasi Dana Desa Tahap I
adalah sebesar 60% dan Tahap II sebesar 40%.
Beberapa kendala dalam pencairan antara lain:
1) adanya kendala transfer dari kas daerah ke
kas desa karena perbedaan perhitungan pagu
anggaran, 2) belum ada Laporan
Pertanggungjawaban (LPJ) Dana Desa tahun
2016 oleh desa, 3) adanya penjabaran program
penggunaan Dana Desa yang tidak sesuai
dengan program pada RPJMDes, RKPDes dan
APBDes.
2.4. PERKEMBANGAN REALISASI
ANGGARAN APBD KOTA/KABUPATEN
2.4.1. Realisasi Anggaran Pendapatan
Berdasarkan data yang diperoleh dari realisasi
17 (tujuh belas) Kota/Kabupaten di Sulawesi
Tenggara, realisasi APBD di daerah tersebut
Tabel 2.4 Realisasi Dana Desa
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Kabupaten/Kota Pagu (Rp Miliar) Realisasi Tahap I (Rp Miliar) % Realisasi
Bombana 94,3 55,57 58,9%
Konawe 222,0 132,38 59,6%
Konawe Kepulauan 69,7 41,25 59,2%
Konawe Selatan 252,3 148,57 58,9%
Konawe Utara 120,8 72,49 60,0%
Buton 65,7 0,00 0,0%
Buton Selatan 49,5 0,00 0,0%
Buton Tengah 54,0 32,42 60,0%
Buton Utara 62,2 0,00 0,0%
Wakatobi 60,7 35,68 58,8%
Kolaka 78,4 47,04 60,0%
Kolaka Utara 99,2 59,49 60,0%
Kolaka Timur 91,0 54,61 60,0%
Muna 97,8 0,00 0,0%
Muna Barat 64,4 0,00 0,0%
Sulawesi Tenggara 1.482,0 680 45,8%
39
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
lebih rendah daripada capaian realisasi
pendapatan provinsi. Dari keseluruhan daerah
tidak terdapat Kota/Kabupaten yang realisasi
pendapatan melebihi realisasi anggarannya
melebihi provinsi.
Kabupaten dengan capaian realisasi anggaran
tertinggi adalah Kabupaten Wakatobi yang
mencapai 24.3%. Capaian tinggi tersebut
disebabkan oleh capaian realisasi anggaran
pendapatan transfer yang mencapai 24,8%.
Sementara kabupaten dengan capaian realisasi
anggaran terendah adalah Kabupaten Buton
Selatan (9,9%), rendahnya capaian tersebut
disebabkan oleh rendahnya capaian pendapatan
transfer yang hanya sebesar 18,4%.
2.4.2. Realisasi Anggaran Belanja
Berbeda dengan rendahnya realisasi anggaran
pendapatan, realisasi anggaran belanja 17
(tujuh belas) Kota/Kabupaten relatif lebih baik.
Hal ini terlihat dari terdapat 11 (sebelas) daerah
yang realisasi belanja di atas realisasi provinsi.
Capaian realisasi pada triwulan I 2017 yang
tertinggi adalah Kabupaten Kolaka Utara yang
mencapai 14,1%. Tingginya capaian realisasi
anggaran belanja tersebut disebabkan oleh
tingginya realisasi belanja modal (17,9%).
Sementara daerah dengan capaian realisasi
terendah adalah Kabupaten Bombana yang
hanya mencapai 3,2%. Rendahnya capaian
tersebut terjadi akibat rendahnya realisasi
belanja operasi (4,1%) dan belum
terealisasikannya belanja modal.
Tabel 2.5 Pencapaian Pendapatan dan Belanja Kota/Kabupaten
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Kabupaten/Kota PendapatanPendapatan
Asli Daerah
Pendapatan
TransferBelanja
Belanja
Operasi
Belanja
Modal
Sulawesi Tenggara 24,4 17,6 26,1 7,4 10,9 0,3
Kendari 23,5 8,2 29,5 11,6 12,7 8,6
Baubau 16,9 7,2 17,7 7,8 10,6 0,4
Kolaka 20,6 6,1 25,0 14,1 12,8 18,0
Kolaka Utara 23,9 7,3 28,4 12,1 15,3 7,7
Kolaka Timur 16,2 6,6 19,3 11,0 14,0 5,9
Konawe 20,2 1,1 32,1 9,6 13,4 1,1
Konawe Kepulauan 15,3 9,6 15,7 6,6 13,9 0,9
Konawe Selatan 14,2 7,3 14,5 9,5 16,4 2,6
Konawe Utara 16,8 1,6 20,7 12,7 11,3 14,3
Bombana 22,8 2,1 23,9 3,2 4,1 0,0
Buton 21,4 6,3 23,8 8,8 12,4 3,9
Buton Tengah 23,2 19,6 23,2 6,0 8,1 0,2
Buton Utara 17,5 6,3 19,9 5,6 10,7 1,3
Buton Selatan 9,9 19,2 17,9 10,1 13,9 1,5
Muna 15,7 1,8 18,4 7,7 12,4 1,0
Muna Barat 16,3 42,6 16,0 5,0 10,1 0,0
Wakatobi 24,3 11,5 24,8 8,5 12,0 1,0
Kondisi Fiskal Daerah
40
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
3
PERKEMBANGAN
INFLASI DAERAH
Cabai Merah di Pasar Mandonga Kendari
Foto: Jojon
43
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
3.1. KONDISI UMUM INFLASI
3.1.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (year
on year)
Realisasi Triwulan I 2017
Tingkat inflasi IHK provinsi Sulawesi
Tenggara1 pada Triwulan I 2017 tercatat
sebesar 2,25% (yoy), menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang mencapai
2,69%(yoy) (Grafik 3.1). Sumber utama
menurunnya tekanan inflasi berasal dari deflasi
kelompok bahan makanan dan penurunan
harga kelompok makanan jadi. Deflasi yang
terjadi pada bahan makanan tersebut
disebabkan oleh deflasi yang terjadi pada
komoditas beras, ikan segar seperti ikan
bandeng, ikan baronang, ikan cakalang dan
ikan layang serta komoditas sayur-sayuran
seperti bayam, jantung pisang dan terong
panjang. Kondisi tersebut terjadi seiring adanya
peningkatan pasokan di pasar akibat mulai
masuknya musim panen dan kondisi cuaca yang
kondusif. Sementara penurunan harga pada
kelompok makanan jadi merupakan dampak
lanjutan dari adanya deflasi yang terjadi pada
kelompok bahan makanan. Sebaliknya,
1Angka inflasi Sulawesi Tenggara merupakan perhitungan agregasi oleh KPw BI Sulawesi Tenggara berdasarkan data IHK (indeks harga konsumen) Kota Kendari dan Kota Baubau yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.
kelompok perumahan air, listrik, gas dan bahan
bakar serta kelompok transportasi, komunikasi
dan jasa keuangan tercatat mengalami
peningkatan seiring adanya peningkatan tarif
tenaga listrik dan angkutan udara di periode
laporan. Adapun kelompok yang lain tercatat
relatif stabil (Grafik 3.3). Hal tersebut membuat
inflasi tahunan Sulawesi Tenggara pada periode
laporan berada di bawah tingkat inflasi nasional
yang sebesar 3,61% (yoy).
Secara spasial di wilayah Sulawesi, inflasi
tahunan Provinsi Sulawesi Tenggara pada
periode laporan merupakan yang terendah, jauh
di bawah inflasi Pulau Sulawesi yang tercatat
sebesar 3,39% (yoy) (Grafik 3.2).
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.1 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara
Grafik 3.3 Pergerakan Inflasi Tahunan Sultra Berdasarkan Kelompok
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.2 Pergerakan Inflasi Tahun Provinsi di Sulawesi
2.25%
3.61%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Sultra Nasional
-5.00
0.00
5.00
10.00
Ba
ha
n M
akan
an
Ma
kan
an J
ad
i
Pe
rum
ah
an
Sa
nd
ang
Ke
seh
ata
n
Pe
nd
idik
an
Tra
nspo
r
Tw IV 2016 Tw I 2017
-0.01
0.64 0.74
0.12 0.200.40 0.45
-0.50
0.00
0.50
1.00
2.25%
3.39%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Sulsel Sulbar Sultra
Sulteng Gorontalo Sulut
Sulawesi
Perkembangan Inflasi Daerah
44
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Dilihat dari kota yang menjadi daerah
perhitungan inflasi nasional, penurunan inflasi
tahunan Sulawesi Tenggara disebabkan oleh
penurunan yang terjadi di Kota Kendari.
Sementara untuk Kota Baubau tercatat
mengalami peningkatan. Inflasi di Kota Kendari
jauh menurun dari 3,07% (yoy) pada triwulan IV
2016 menjadi 2,40% (yoy) pada Triwulan I
2017. Sementara untuk inflasi di Kota Baubau
mengalami peningkatan dari 1,71% (yoy)
menjadi 1,85% (yoy).
Seperti halnya inflasi tahunan Sulawesi
Tenggara, penurunan inflasi tahunan Kota
Kendari juga disebabkan oleh penurunan
tekanan kelompok bahan makanan dan
makanan jadi. Inflasi pada kelompok bahan
makanan menurun dari 3,54% (yoy) menjadi
0,02% (yoy) akibat deflasi komoditas beras, ikan
segar dan saayur-sayuran. Sementara untuk
kelompok makanan jadi menurun dari 7,85%
(yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 5,72%
(yoy) di triwulan I 2017. Penurunan tersebut
merupakan dampak lanjutan dari adanya
penurunan harga bahan makanan.
Hal berbeda terjadi di Kota Baubau yang
mengalami peningkatan inflasi akibat adanya
kenaikan pada kelompok perumahan air, listrik,
gas dan bahan bakar serta kelompok
transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.
Inflasi kelompok perumahan air, listrik, gas dan
bahan bakar tercatat meningkat dari 0,40%
(yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 2,15% (yoy) di
triwulan I 2017 akibat adanya pencabutan
subsidi listrik pada golongan 900 VA. Sementara
untuk kelompok transportasi, komunikasi dan
jasa keuangan meningkat dari deflasi
3,51%(yoy) menjadi inflasi 1,43% (yoy) akibat
peningkatan tarif pulsa ponsel dan biaya
perpanjangan STNK. Namun demikian,
peningkatan tekanan inflasi yang terjadi pada
periode tersebut tertahan oleh deflasi pada
bahan makan makanan dari 2,14% (yoy) di
periode sebelumnya menjadi -0,42% (yoy) di
triwulan I 2017 akibat deflasi pada komoditas
beras dan bumbu-bumbuan (bawang merah
dan cabai rawit) (Grafik 3.4).
Tracking Triwulan II 2017
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa
terdapat peningkatan tekanan inflasi menjelang
akhir semester I 2017. Inflasi pada bulan April
meningkat dan berada pada level 2,64% (yoy)
(Grafik 3.5). Peningkatan tersebut terutama
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.4 Pergerakan Inflasi Tahunan Kota Kendari dan
Kota Baubau Berdasarkan Kelompok Grafik 3.5 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Pada
Triwulan I 2017 dan Tracking April 2017
0.00
5.00
10.00
Kendari%
yo
y
-5.00
0.00
5.00
10.00
Ba
ha
n M
akan
an
Ma
kan
an J
ad
i
Pe
rum
ah
an
Sa
nd
ang
Ke
seh
ata
n
Pe
nd
idik
an
Tra
nspo
r
Tw IV 2016 Tw I 2017
Baubau
% y
oy
2.40
1.85
2.25 2.25
4.59
2.91
1.92
2.64 2.64
4.74
Kendari Baubau Sultra Nasional KawasanTimur
Tw I 2017 Apr-17
% (yoy)
45
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
disebabkan oleh meningkatnya kelompok
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
seiring adanya peningkatan tarif tenaga listrik.
Selain itu, terdapat peningkatan inflasi pada
kelompok transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan akibat based effect tahun sebelumya
setelah pada bulan April 2016 terjadi penurunan
harga premium dan solar sebesar Rp500,-.
Sedangkan untuk kelompok bahan makanan
walaupun masih tercatat deflasi namun
menunjukkan adanya tren peningkatan dari
deflasi 0,11% (yoy) menjadi deflasi 0,03% (yoy)
akibat adanya peningkatan tekanan inflasi di
komoditas ikan segar.
Dengan kondisi tersebut, inflasi tahunan pada
akhir triwulan II 2017 diperkirakan lebih tinggi
daripada inflasi di Triwulan I 2017. Salah satu
risiko yang dapat menyebabkan inflasi akhir
triwulan II 2017 menjadi lebih tinggi adalah
peningkatan permintaan masyarakat pada saat
bulan Ramadhan maupun Hari Raya Idul Fitri.
Selain itu, tingginya curah hujan di periode
triwulan II 2017 diperkirakan dapat
mengganggu proses produksi serta distribusi.
Namun demikian mulai masuknya panen raya
pada komoditas tabama diperkirakan akan
mampu menahan laju peningkatan yang terjadi.
3.1.1. Perkembangan Inflasi Bulanan (month
to month)
Realisasi Triwulan I 2017
Secara bulanan, pergerakan inflasi Sulawesi
Tenggara selama Triwulan I 2017 mengalami
tren penurunan. Dimulai dengan kondisi inflasi
sebesar 0,76% (mtm) pada bulan Januari, diikuti
dengan terjadinya penurunan tekanan inflasi
menjadi sebesar 0,31% (mtm) pada bulan
Februari dan kembali terjadi penurunan inflasi
pada bulan Maret dengan tercatat deflasi cukup
dalam yakni sebesar 0,17% (mtm) (Grafik 3.6).
Apabila dibandingkan dengan pola bulanannya
selama tahun 2014-2016, inflasi yang terjadi
pada awal tahun 2017 tersebut relatif lebih
rendah.
Penyebab utama terjadinya inflasi yang cukup
tinggi pada bulan Januari dipengaruhi oleh
peningkatan harga kelompok bahan makanan,
kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan
bakar serta kelompok transpor, komunikasi dan
jasa keuangan. Peningkatan harga bahan
makanan disebabkan oleh meningkatnya harga
komoditas ikan segar dan sayur-sayuran seiring
adanya penurunan pasokan akibat faktor cuaca.
Sementara untuk kelompok perumahan, air,
listrik, gas dan bahan bakar disebabkan oleh
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.6 Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan
Sulawesi Tenggara Grafik 3.7 Pergerakan Inflasi Bulanan Kota Kendari dan
Kota Baubau Triwulan I 2017
0.76
0.31
-0.17
-1.50
-1.00
-0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015 2016 2017
%, mtm
TW I0.88
0.450.49
-0.15-0.24
0.02
-0.40
-0.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
Kendari Baubau
Jan-16 Feb-16 Mar-16
%, mtm
Perkembangan Inflasi Daerah
46
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
peningkatan tarif tenaga listrik akibat kebijakan
pemerintah mencabut subsidi pada golongan
900 VA. Sedangkan untuk kelompok
transportasi, komunikasi dan jasa keuangan
dipicu oleh peningkatan tarif pulsa ponsel dan
biaya perpanjangan STNK.
Selanjutnya terjadi penurunan inflasi pada bulan
Februari disebabkan oleh penurunan harga pada
kelompok bahan makanan yakni pada
komoditas ikan segar, sayur-sayuran dan
komoditas beras serta pada kelompok
transportasi dan komunikasi yakni pada
komoditas angkutan dalam kota dan tarif pulsa
telepon seluler. Namun demikan, masih
berlanjutnya kenaikan tarif tenaga listrik
menahan laju penurunan inflasi di periode
tersebut.
Sementara deflasi cukup dalam yang terjadi di
bulan Maret disebabkan oleh adanya koreksi
harga bahan makanan akibat deflasi yang terjadi
pada komoditas beras dan ikan segar serta
penurunan tekanan pada komoditas sayur-
sayuran. Selain itu deflasi yang terjadi pada tarif
telepon selular dan tarif angkutan udara juga
turut menyebabkan penurunan tekanan yang
cukup dalam pada periode tersebut.
Kondisi tersebut sejalan dengan pergerakan laju
inflasi yang terjadi di Kota Kendari selama
Triwulan I 2017. Kota Kendari tercatat
mengalami inflasi sebesar 0,88% (mtm) di bulan
Januari, lalu menurun menjadi 0,49% (mtm) di
Februari dan di bulan Maret mengalami deflasi
cukup dalam yang mencapai 0,24% (mtm)
(Grafik 3.7).
Kondisi yang sedikit berbeda terjadi di Kota
Baubau, pada awal tahun, Kota Baubau
mengalami inflasi sebesar 0,45% (mtm), lalu
menurun cukup tajam dengan tercatat deflasi
sebesar 0,15% (mtm) di bulan Februari dan
kembali mengalami meningkat di bulan Maret
dengan mencatat inflasi sebesar 0,02% (mtm).
Tracking Triwulan II 2017
Mengawali triwulan II 2017, inflasi Sulawesi
Tenggara pada April 2017 tercatat kembali
menurun dengan mengalami deflasi sebesar
0,27% (mtm). Namun demikian, deflasi tersebut
berada di atas rata-rata pola bulanannya selama
tahun 2014-2016 (-0,57%, mtm). Adapun
sumber penurunan tekanan inflasi didorong
oleh penurunan harga pada kelompok bahan
makanan yakni pada komoditas beras,
komoditas sayur-sayuran dan komoditas
bumbu-bumbuan serta tarif angkutan udara.
Namun adanya kenaikan tarif tenaga listrik
menahan laju penurunan inflasi di bulan April
tersebut.
Melihat pola inflasi bulanan pada bulan Mei dan
Juni, diperkirakan akan terjadi peningkatan laju
inflasi di akhir triwulan II 2017. Peningkatan
tekanan inflasi yang akan terjadi pada bulan Mei
dan Juni tersebut disebabkan oleh peningkatan
komoditas bahan makanan serta angkutan
udara akibat datangnya Bulan Ramadhan dan
Idul Fitri di periode mendatang.
3.2. DISAGREGASI INFLASI
Realisasi Triwulan I 2017
Penurunan tekanan inflasi tahunan Sulawesi
Tenggara pada Triwulan I 2017 disebabkan
oleh penurunan harga pada komponen
volatile food dan inflasi inti. Penurunan
kelompok volatile food terutama didorong oleh
deflasi yang terjadi pada komoditas beras dan
ikan segar. Berdasarkan hasil liaison diketahui
47
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
penurunan harga komoditas beras tersebut
disebabkan oleh mulai masuknya panen raya di
akhir triwulan I 2017 di beberapa sentra
produksi di Sulawesi Tenggara seperti Kab
Konawe Selatan, Kab konawe Selatan, Kab
Bombana dan Kab Kolaka Timur.
Hal tersebut sejalan dengan hasil Survei
Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh
KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara di Kota
Kendari. Komoditas beras dan ikan tongkol
menunjukkan adanya penurunan harga. Harga
komoditas beras kualitas medium di Pasar Kota
pada triwulan I mengalami penurunan sekitar
Rp400,-/kg jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Sedangkan harga komoditas ikan
tongkol di Pasar Mandonga pada akhir Triwulan
I adalah Rp16.000,-/kg menurun jika
dibandingkan pada triwulan IV yang tercatat
sebesar Rp19.000,-/kg. Kondisi tersebut juga
sesuai dengan hasil Survei Konsumen (SK) yang
dilakukan oleh KPwBI Provinsi Sulawesi
Tenggara yang menunjukkan bahwa bahwa
perkiraaan masyarakat akan harga kebutuhan
bahan makanan akan mengalami penurunan di
triwulan I 2017. Hal tersebut tercermin dari
menurunnya indeks perubahan harga bahan
makanan dari 187,3 di triwulan sebelumnya
menjadi 186,6 di triwulan I 2017.
Sejalan dengan komponen volatile food,
perkembangan komponen inflasi inti (core
inflation) di Sulawesi Tenggara juga mengalami
penurunan. Komoditas inti yang mengalami
penurunan adalah komoditas makanan jadi dan
sandang yang terjadi di Kota Kendari maupun
Kota Baubau. Komoditas makanan jadi
menurun dari 8,08% (yoy) di triwulan
sebelumnya menjadi 6,39%(yoy) di triwulan I
2017. Penurunan tersebut merupakan dampak
dari adanya penurunan harga komoditas
kelompok bahan makanan. Selain itu, harga
komoditas sandang mengalami penurunan dari
4,18% (yoy) di triwulan IV menjadi 2,51% (yoy)
di Triwulan I seiring berkurangnya permintaan
masyakarat pada awal tahun 2017.
Sementara untuk komponen administered
prices tercatat mengalami peningkatan inflasi
sehingga menahan laju penurunan yang terjadi.
Peningkatan tersebut terjadi di Kota Kendari dan
Kota Baubau terutama disumbang oleh
kenaikan tarif tenaga listrik dan biaya
perpanjangan STNK. Pada akhir triwulan I, tarif
tenaga listrik mengalami inflasi sebesar 11,29%
(yoy) sedangkan biaya perpanjangan STNK naik
sebesar 107,01% (yoy). Namun dengan adanya
deflasi pada tarif angkutan udara sebesar
7,86% (yoy) di periode tersebut mampu
menahan laju peningkatan yang terjadi di
kelompok administered prices.
Tracking Triwulan II 2017
Mengawali triwulan II 2017, inflasi tahunan
Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan
akibat adanya peningkatan pada komponen
administered prices. Sementara untuk kelompok
volatile food tercatat mengalami deflasi
sedangkan pada komponen inflasi inti
cenderung mengalami penurunan tekanan di
bulan April 2017.
Peningkatan kelompok administered prices
terjadi akibat Inflasi yang terjadi pada tarif listrik
seiring adanya penyesuaian tarif tenaga listrik
tahap dua untuk pelanggan daya 900 VA.
Kenaikan tersebut baru dirasakan penuh pada
bulan April dikarenakan sebagian besar
masyarakat merupakan pelanggan pasca bayar.
Perkembangan Inflasi Daerah
48
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Namun kenaikan tersebut tertahan oleh adanya
penurunan tarif angkutan udara di Kota Kendari
maupun Kota Baubau yang masing-masing
tercatat mengalami deflasi sebesar 0,08%
(mtm) dan 8,09% (mtm).
Deflasi pada kelompok volatile food terjadi
terutama disumbang oleh deflasi pada
komoditas beras dan sayur-sayuran, ikan segar
(bandeng, baronang, cakalang dan layang),
sayur sayuran (bayam, sawi hijau, jantung
pisang dan kangkung) akibat terjaganya
pasokan komoditas tersebut di pasar.
Sementara untuk tekanan kelompok inflasi inti
cenderung menurun seiring penurunan tekanan
komoditas sandang akibat penurunan
permintaan masyarakat yang cenderung
menahan pengeluaran menjelang Bulan
Ramadhan.
Melihat perkembangan yang ada dan hasil
liaison, laju inflasi tahunan Sulawesi Tenggara
pada triwulan II 2017 diperkirakan akan
mengalami peningkatan tekanan. Peningkatan
tersebut utamanya masih disebabkan oleh
peningkatan kelompok kelompok volatile food
dan kelompok administered prices akibat
adanya peningkatan permintaan masyarakat
akan komoditas bahan makanan dan angkutan
udara pada saat Bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Peningkatan tekanan inflasi pada periode
mendatang juga terindikasi dari hasil Survei
Konsumen (SK) yang dilakukan oleh KPwBI
Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil
SK diperoleh informasi bahwa indeks
pengeluaran konsumen di 3 bulan mendatang
meningkat dari 167,0 di Triwulan I 2017 menjadi
182,0 di triwulan II 2017. Sejalan dengan
kondisi tersebut indeks harga pada 3 bulan
mendatang juga meningkat menjadi 196,0 di
triwulan II 2017 setelah pada triwulan I tercatat
sebesar 172,0. Peningkatan tersebut disebabkan
oleh peningkatan pengeluaran kelompok bahan
makanan (175 di Triwulan I 2017 menjadi 198,9
di triwulan II 2017).
3.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI
Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh
pemerintah daerah bersama Bank Indonesia
selama Triwulan II 2017 difokuskan untuk
melaksanakan pemantauan harga kebutuhan
strategis di pasar serta menjaga ekspektasi
masyarakat terhadap harga kebutuhan strategis
terutama di awal tahun. Secara ringkas langkah-
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 3.8 Indeks Pengeluaran Konsumen 3 bulan
Mendatang Grafik 3.9 Indeks Harga
182
120
130
140
150
160
170
180
190
II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
196
199
145
155
165
175
185
195
II III IV I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016 2017
Indeks Harga Indeks Harga Bahan Makanan
49
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
langkah pengendalian inflasi yang ditempuh
adalah sebagai berikut:
1. Penguatan Kelembagaan dan Koordinasi
antar TPID.
Pada 23 Januari 2017 diselenggarakan
Rapat TPID Kabupaten Wakatobi dengan
membahas beberapa pokok permasalahan
diantaranya menyangkut tingginya
biaya/upah bongkar barang di pelabuhan,
harga dan ketersediaan BBM, evaluasi
pemanfaatan tol laut, tingginya
ketergantungan Wakatobi terhadap daerah
lain sehingga rawan terjadi gangguan
pasokan. Menyikapi permasalahan tersebut
forum merekomendasikan beberapa hal
diantaranya :
- Menyampaikan surat klarifikasi kepada
Pertamina mengenai kuota/jumlah
pasokan BBM di wilayah Wakatobi dan
jika diperlukan, TPID dapat memanggil
Pertamina untuk memberikan penjelasan
kepada pemerintah daerah.
- Keberadaan tol laut perlu disampaikan
secara luas kepada masyarakat agar
memberikan manfaat yang optimal
termasuk untuk mendukung kelancaran
pasokan barang dari luar daerah.
- Mendorong peran BUMD sebagai
pelaksana kerjasama antar daerah untuk
menjaga pasokan barang.
Sementara itu dalam rapat TPID Kota
Baubau yang diselenggarakan pada tanggal
26 Januari 2017 telah dihasilkan beberapa
rekomendasi dalam rangka menjaga
stabilitas harga diantaranya :
- Meningkatkan koordinasi dan
kerjasama antar pihak untuk
memastikan kelancaran pasokan dan
ketersediaan barang termasuk dengan
distributor/ pedagang besar.
- Mendorong peningkatan produktivitas
tanaman bahan makanan.
Selanjutnya pada tanggal 9 Maret 2017 telah
dilakukan Rapat High Level Meeting (HLM) TPID
Provinsi Sulawesi Tenggara yang bertujuan
untuk melakukan evaluasi TPID di tahun 2016,
sekaligus penyampaian arahan dari Gubernur
Sulawesi Tenggara terkait program
pengendalian inflasi daerah Sulawesi Tenggara
tahun 2017. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Bpk
Dr. H. Nur Alam. SE, M.Si (Gubernur Sulawesi
Tenggara), Bpk H. Abdurrahman Saleh SH. M.Si
(Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara), Bpk
Dr. H. Lukman Abunawas SH. M.Si (Sekretaris
Daerah Sulawesi Tenggara / Ketua TPID Provinsi
Sulawesi Tenggara) dan Bpk Minot Purwahono
(Wakil Ketua TPID Provinsi Sulawesi Tenggara),
Ketua TPID Kota/Kabupaten, Ketua TPID Provinsi
Sulawesi Tenggara) dan instansi vertikal terkait.
Adapun rekomendasi yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:
- Meningkatkan sinergi dan koordinasi
dalam rangka pengendalian inflasi daerah
yang pada tahun 2017 diperkirakan akan
mengalami peningkatan. Fokus
pengendalian inflasi akan ditekankan
pada upaya pengendalian inflasi
khususnya komoditas bahan pangan yang
ditempuh melalui peningkatan produksi
komoditas pangan strategis utamanya
beras, cabai, ikan, sayur-sayuran dan
bawang merah.
Perkembangan Inflasi Daerah
50
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
- TPID perlu melaporkan kepada legislatif
terkait kegiatan yang dilakukan dalam
melaksanakan tugas pengendalian inflasi
untuk memperoleh dukungan dan
mencari solusi pemecahan atas
permasalahan yang dihadapi.
- TPID Provinsi akan mendorong TPID
Kota/Kabupaten untuk melakukan
kerjasama antar daerah sebagai salah satu
cara mengatasi gangguan pasokan
khususnya di daerah yang masih defisit. Di
sisi lain TPID Provinsi juga akan
menjembatani permasalahan yang
dihadapi oleh TPID Kota/Kabupaten
dengan pihak terkait sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi.
- Dalam rangka peningkatan produksi
pangan strategis, dibutuhkan adanya
ketersediaan sarana produksi baik untuk
petani maupun nelayan. Selain itu juga
dibutuhkan dukungan infrastruktur yang
memadai baik yang terkait dengan aspek
produksi maupun distribusi.
- Sehubungan dengan adanya pergantian
pejabat SKPD baik di tingkat Provinsi
maupun Kota/kabupaten, maka
dipandang perlu untuk dilakukan
Capacity Building dan studi banding antar
TPID dalam rangka meningkatkan
pemahaman anggota TPID. Selain itu TPID
Provinsi akan mengupayakan untuk hadir
(minimal 1x) dalam pertemuan TPID di
tingkat Kota/Kabupaten.
2. Mengelola Ekspektasi Masyarakat
Upaya untuk menekan inflasi oleh TPID juga
dilakukan dengan mengarahkan ekspektasi
masyarakat. Beberapa upaya yang dilakukan
TPID untuk mengarahkan ekspektasi
konsumen yakni dengan meningkatkan arus
informasi melalui media massa. Informasi
mengenai kecukupan stok barang dan
aktivitas sidak pasar disebarluaskan melalui
media massa untuk mencegah terjadinya
panic buying yang menyebabkan terjadinya
pembelian berlebihan yang menyebabkan
berkurangnya ketersediaan barang di pasar.
Pada Triwulan I 2017 telah dilakukan sidak
kebeberapa pasar tradisional maupun pasar
modern dan kunjungan ke gudang Bulog
serta distributor kebutuhan pokok untuk
memastikan kestabilan harga dan
ketersediaan stok komoditas strategis di
pasar. Selain itu Tim Pengendalian Daerah
(TPID) Provinsi Sultra bekerjasama dengan
PT. Pertamina senantiasa melakukan
pemantauan terhadap komoditas BBM
maupun LPG 3 kg mengantipasi adanya
peningkatan permintaan terutama pada
saat hari libur panjang.
51
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
BOKS 2 POLA INFLASI PADA SAAT IDUL FITRI
Inflasi bulanan (mtm) di Sulawesi Tenggara pada bulan dimana terdapat hari raya Idul Fitri selalu
merupakan puncak dari inflasi selama periode 2 bulan sebelum Idul Fitri sampai dengan 2 bulan
setelah Idul Fitri. Rata-rata inflasi pada saat Idul Fitri adalah 1,10% (mtm) dan paling tinggi
pernah mencapai 1,75% (mtm) pada tahun 2014.
Grafik 1. Pola Inflasi Bulanan Sultra Pada Saat Idul Fitri
Grafik 2. Pola Inflasi Bulanan Di Kendari dan Baubau Pada Saat Idul Fitri
0,530,69
1,10
0,01 0,05
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
2012 2014 2015 2016 avg
IDUL FITRI%, mtm
SULAWESI TENGGARA
Tahun Tgl. Idul Fitri
2012 19-20 Agustus
2014 28-29 Juli
2015 17-18 Juli
2016 6-7 Juli
2017 25-26 Juni
IDUL FITRI
0,390,65
1,20
-0,050,10
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
2012 2014 2015 2016 avg
1,01
0,64
1,44
0,10-0,14
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
2014 2015 2016 avg
%, mtm %, mtmKENDARI BAUBAU
IDUL FITRI
Perkembangan Inflasi Daerah
52
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Sumber tekanan inflasi pada masa Ramadhan-Idul Fitri berasal dari kelompok Volatile Foods
terutama karena tekanan permintaan (demand push inflation) dan ekspektasi inflasi. Pada tahun
2016, tekanan inflasi volatile foods (VF) terjadi pada bulan t-1 karena ¾ bulan Ramadhan terjadi
pada bulan tersebut. Peningkatan tekanan pada VF diikuti pula dengan peningkatan tekanan
Core Inflation baik pada bulan t maupun terdapat lag t+1.
Grafik 3. Pola Inflasi Bulanan Sultra Pada Saat Idul Fitri
PERGERAKAN INFLASI BAHAN POKOK
Komoditas gula pasir dan telor ayam ras relatif mengalami peningkatan harga pada bulan t-1
sebelum Idul Fitri karena dipergunakan untuk pembuatan makanan jadi pada industri kecil.
Sementara itu daging ayam dan daging sapi juga mengalami peningkatan harga karena
peningkatan permintaan. Di sisi lain, harga beras relatif stabil pada masa Idul Fitri karena stok
terjaga setelah panen raya.
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
(inf_t-2)(inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1)(inf_t+2) (inf_t-2)(inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1)(inf_t+2) (inf_t-2)(inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1)(inf_t+2) (inf_t-2)(inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1)(inf_t+2)
2012 2014 2015 2016
UMUM CORE VF AP
andil mtm (%) SULAWESI TENGGARAIDUL FITRI
IDUL FITRI
IDUL FITRI
IDUL FITRI
-1,87
-0,44 -0,35
0,310,47
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Beras
2012 2014 20152016 avg
0,27
8,24
1,75
-3,27-2,25
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Telor Ayam Ras
-0,54
0,28
1,20
0,18 0,39
-2,00
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Tepung Terigu
1,99
6,27
2,28
-0,79 -1,10
-6,00-4,00-2,000,002,004,006,008,00
10,0012,0014,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Gula Pasir
-0,03
2,51 2,14
0,06
2,36
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Daging Ayam Ras
0,03 0,42
1,72
-0,35
0,89
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Daging Sapi
53
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
PERGERAKAN INFLASI HASIL PERIKANAN
Komoditas perikanan pada masa Ramadhan dan Idul Fitri relatif mengalami kenaikan harga
karena bersamaan dengan masa angin timur yang menyebabkan penurunan hasil tangkapan,
selain itu terdapat pula masa nelayan tidak melaut karena kembali ke daerah asalnya (seperti
nelayan pendatang dari Sulsel).
PERGERAKAN INFLASI BUMBU DAN MINYAK
Komoditas bumbu-bumbuan terutama bawang putih, cabai merah dan cabai rawit relatif
mengalami peningkatan pada bulan t-1 maupun bulan t Idul Fitri karena peningkatan
permintaan. Sementara itu komoditas bawang merah mengalami penurunan harga karena
bertepatan dengan masa panen bawang merah di daerah produsen. Di sisi lain, komoditas
minyak goreng dan kelapa juga mengalami peningkatan harga seiring peningkatan permintaan
konsumen.
11,99
3,26
11,23
-7,62
-2,01
-20,00
-10,00
0,00
10,00
20,00
30,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Ikan Cakalang
2012 2014 20152016 avg
2,404,87
2,30
-3,050,10
-15,00
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Ikan Layang
4,06
-0,39
5,22
1,33
-1,13
-15,00
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Ikan Bandeng
1,58 0,66
4,67
-2,52 -3,25
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Ikan Tongkol
3,59 3,972,85
0,32
-1,75
-8,00-6,00-4,00-2,000,002,004,006,008,00
10,0012,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Udang Basah
2,15
11,2215,88
-3,00-4,06
-20,00-15,00-10,00
-5,000,005,00
10,0015,0020,0025,0030,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Cumi Cumi
8,82
-1,46 -4,01 -3,07 -6,39
-30,00
-20,00
-10,00
0,00
10,00
20,00
30,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Bawang Merah
2012 2014 2015
2016 avg
2,23
6,77
3,48
-0,62 -0,40-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Bawang Putih
-0,83
14,84
5,77
-4,49-0,65
-30,00
-20,00
-10,00
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Cabai Merah
5,20 8,5818,13
-4,03
11,65
-30,00
-20,00
-10,00
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Cabai Rawit
1,08 1,140,51
1,040,72
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Minyak Goreng
0,39
4,857,14
-2,50
1,87
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
(inf_t-2) (inf_t-1) (inf_t) (inf_t+1) (inf_t+2)
Kelapa
Perkembangan Inflasi Daerah
54
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
4
STABILITAS KEUANGAN
DAERAH
Perkebunan Kakao di Kolaka Utara
Foto: Asman Hadianto
57
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
4.1. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA
4.1.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor
Rumah Tangga
Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi
keuangan rumah tangga adalah tingkat
pendapatan, ketersediaan lapangan pekerjaan,
tingkat konsumsi, dan kondisi
pembiayaan/kredit oleh rumah tangga. Secara
umum, tingkat pendapatan dan ketersediaan
lapangan pekerjaan dipengaruhi oleh kinerja
perekonomian.
Pada triwulan I 2017, kondisi perekonomian
Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan
(lihat Bab 1). Peningkatan tersebut didorong oleh
membaiknya kinerja ekspor luar negeri,
pengeluaran pemerintah dan investasi dan pada
akhirnya turut mendorong peningkatan aktivitas
konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah
tangga pada periode tersebut tercatat tumbuh
sebesar 5,9% (yoy), lebih tinggi daripada
periode sebelumnya yang hanya tumbuh
sebesar 5,1% (yoy) (Grafik 4.1). Peningkatan
tersebut juga menyebabkan kenaikan kontribusi
rumah tangga terhadap perekonomian Sulawesi
Tenggara dengan pangsa sebesar 49,0%.
Apabila dibandingkan dengan provinsi lainnya di
Pulau Sulawesi, peningkatan pertumbuhan
konsumsi rumah tangga relatif cukup tinggi dan
telah berada di atas pertumbuhan rata-rata
konsumsi se-Sulawesi (Grafik 4.2).
Peningkatan aktivitas konsumsi rumah tangga
selama triwulan I 2017 tersebut turut
meningkatkan optimisme rumah tangga dalam
melakukan kegiatan konsumsi. Hal ini terlihat
dari rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
selama triwulan I 2017 yang mencapai 139,1
dan terus bergerak dalam tren yang meningkat
(Grafik 4.2).
Faktor yang menyebabkan optimisme
konsumen masih tinggi pada triwulan tersebut
adalah adanya ekspektasi kondisi ekonomi ke
depan yang relatif meningkat. Hal tersebut
didorong oleh perkiraan rumah tangga
mendapatkan peningkatan pendapatan/
penghasilan pada rentang 6 bulan ke depan.
Selain itu, ekspektasi bahwa lapangan kerja
yang tersedia semakin banyak juga memperkecil
kerentanan sektor rumah tangga dalam sektor
keuangan di Sulawesi Tenggara (Grafik 4.4).
Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang
dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara,
peningkatan penghasilan rumah tangga pada
triwulan I 2017 dialami oleh 51% responden,
sementara hanya 14% saja yang mengalami
penurunan penghasilan dan sisanya masih
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap
PDRB Sulawesi Tenggara Grafik 4.2 Perbandingan Kontribusi Konsumsi RT se-
Sulawesi
46,1
49,05,1
5,9
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
40,0
45,0
50,0
55,0
60,0
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Pangsa gKonsumsi RT (sb.kanan)
Pangsa thd PDRB (%) %, yoy
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
40,0 45,0 50,0 55,0 60,0 65,0
TwIV-16 TwI-17
Gorontalo
Sulsel
SULAWESI
Sulbar
SultengSultra
Sulut
%, yoy
%
Pe
rtu
mb
uh
an
Ko
nsu
msi R
T
Pangsa Konsumsi RT dalam PDRB
Stabilitas Keuangan Daerah
58
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
mendapatkan penghasilan yang sama
dibandingkan 6 bulan sebelumnya. Berdasarkan
sektornya, hampir seluruh sektor usaha
mengalami peningkatan penghasilan, kecuali
sektor pertambangan. Bahkan tidak ada
penurunan penghasilan pada responden rumah
tangga yang bekerja pada sektor konstruksi, jasa
keuangan, real estate dan jasa profesional
(Grafik 4.5).
Sumber kerentanan yang berasal dari sisi
penghasilan rumah tangga diperkirakan masih
dapat terjaga pada periode mendatang. Hasil
dari Survey Konsumen juga menunjukkan
bahwa responden masih memperkirakan
terjadinya peningkatan penghasilan di 6 bulan
berikutnya. Responden yang memperkirakan
kenaikan penghasilan yang berasal dari
kenaikan omzet sebanyak 28%, sementara yang
berasal dari kenaikan gaji mencapai 26% (Grafik
4.6).
Sumber kerentanan keuangan rumah tangga
lainnya adalah terkait dengan adanya potensi
tekanan harga. Namun pada triwulan I 2017,
sumber kerentanan ini masih dalam level yang
terjaga karena inflasi Sulawesi Tenggara pada
periode tersebut masih berada pada target
sasaran inflasi nasional 4%+1% (lihat Bab 3).
Sumber utama menurunnya tekanan inflasi
berasal dari penurunan harga kelompok bahan
makanan.
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.3 Indeks Keyakinan Konsumen Sulawesi Tenggara
Grafik 4.4 Ekspektasi Konsumen Rumah Tangga
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.5 Perubahan Penghasilan Saat Ini
dibandingkan 6 Bulan yang lalu Grafik 4.6 Alasan Peningkatan/Penurunan Penghasilan
6 Bulan Mendatang
80,0
100,0
120,0
140,0
160,0
180,0
200,0
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4
2015 2016 2017Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks Kondisi Ekonomi
Indeks Ekspektasi Konsumen
Poly. (Indeks Keyakinan Konsumen)
indeks
optim
ispesim
is
147
129
147
164
143
157151
144 148
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
160,0
180,0
EkspektasiPenghasilan
EkspektasiLap.Kerja
EkspektasiUsaha
Est. Jul 17 Est. Agst 17 Est. Sep 17
indeks
optim
ispesim
is
50%
25%25%33%35%
25%56%
33%88%
67%70%
48%38%33%
57%60%
30%48%
10%
11%
5%2%
3%
3%-12%
-17%
-3%
-9%
-2%
-100% -50% 0% 50% 100%
PertanianPertambangan
IndustriAir
KonstruksiPerdaganganTransportasi
Hotel RestoranInfokom
Jasa KeuanganReal Estate
Jasa ProfesionalPersewaan
PemerintahanPendidikanKesehatan
KebudayaanLainnya
SULTRASedikit Meningkat Meningkat Sedikit Menurun Menurun
TETAP
26%28%
23%
-1% -2% -3%Gaji Omzet Pendapatan Lain
pangsa responden
naik
turun
59
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
4.1.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga
Secara umum, penggunaan keuangan rumah
tangga lebih banyak ditujukan untuk keperluan
konsumsi. Pada triwulan I 2017, pengeluaran
untuk konsumsi mengambil porsi sebesar
44,5%, lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (Grafik 4.7). Hal tersebut
dilakukan untuk menambah dana rumah tangga
yang ditabung dari 23,9% menjadi 33,7% dari
keseluruhan penggunaan dana rumah tangga.
Pada periode tersebut pangsa dana rumah
tangga yang disisihkan untuk membayar cicilan
hutang sebesar 21,8%, relatif meningkat
dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Apabila dilihat berdasarkan pendapatannya
(menggunakan pendekatan pengeluaran),
tingkat pengeluaran konsumsi yang tertinggi
dilakukan oleh kelompok rumah tangga
berpendapatan tinggi (dengan total
pengeluaran sebesar Rp7,1-Rp8,0 juta).
Meskipun demikian, tingkat konsumsi terendah
adalah pada kelompok rumah tangga dengan
tingkat pendapatan tertinggi (dengan total
pengeluaran di atas Rp8,0 juta). Hal tersebut
juga menyebabkan tingkat dana yang
dikeluarkan untuk tabungan/simpanan paling
besar dilakukan oleh kelompok rumah tangga
tersebut (Grafik 4.8).
Debt Service Ratio
Sementara itu jika dilihat dari perilaku
berhutang, maka risiko kredit masih relatif
terjaga karena secara agregat jumlah rumah
tangga yang memiliki debt service ratio lebih
dari 30% (DSR>30%) masih lebih rendah
daripada rumah tangga dengan DSR di bawah
30%. Pada triwulan I 2017, jumlah rumah
tangga dengan DSR>30% mencapai 38,1%
(Grafik 4.9). Meskipun demikian, perlu
diperhatikan bahwa pada rumah tangga dengan
tingkat pengeluaran per bulan mencapai Rp4,1
juta-Rp5 juta memiliki pangsa DSR>30% yang
terbesar, yaitu mencapai 81,8%. Institusi
keuangan menilai bahwa rumah tangga dengan
DSR>30% memiliki risiko yang tinggi dan dapat
menjadi penyebab NPL (non performing loan).
Dari sisi rumah tangga yang merupakan debitur
bank, salah satu hasil Survei Konsumen juga
menunjukkan kondisi keuangan rumah tangga
masih berada dalam batas yang aman. Sebanyak
70% responden menyatakan bahwa
pendapatan yang diterima masih cukup untuk
memenuhi kebutuhan dan membayar cicilan,
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.7 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga
Sulawesi Tenggara Grafik 4.8 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga
Berdasarkan Pengeluaran/Bulan
56,0
20,1
23,9
44,5
21,8
33,7
Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan
Tw IV 2016
Tw I 2017
47,8
44,9
45,3
46,7
39,4
50,0
56,7
33,1
27,5
18,6
21,4
30,0
23,8
20,0
11,7
27,5
24,7
36,5
33,3
23,3
36,9
30,0
31,7
39,4
0 50 100
Rp1,0-2 juta
Rp2,1-3 juta
Rp3,1-4 juta
Rp4,1-5 juta
Rp5,1-6 juta
Rp6,1-7 juta
Rp7,1-8 juta
>Rp8 juta
Konsumsi Cicilan Tabungan
Pen
gelu
aran
a/b
ula
n
Stabilitas Keuangan Daerah
60
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
bahkan masih terdapat sisa untuk ditabung
guna pemenuhan kebutuhan kesehatan dan
pendidikan. Bahkan terdapat 12,4% responden
yang menyatakan bahwa pendapatan yang
diterima dalam kategori sangat cukup yaitu
terdapat dana lebih untuk investasi dan rekreasi
dan sebanyak 4,1% responden yang
menyatakan lebih dari cukup karena
Kecukupan Keuangan RT Debitur Bank
pendapatannya sebagian besar dialokasikan
untuk investasi, berlibur, dan membeli
kebutuhan tersier seperti mobil dan perabotan
mewah lainnya. Sebaliknya, terdapat 11,8%
responden yang menyatakan dalam kondisi pas-
pasan dan hanya sebesar 1,8% responden
dengan kondisi keuangan yang tidak mencukupi
untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga
dan membayar pinjaman/cicilan (Grafik 4.10).
Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan Mendatang
Kondisi keuangan rumah tangga diperkirakan
juga akan semakin membaik karena beban
cicilan/pinjaman yang diperkirakan akan
semakin ringan. Rumah tangga yang
memperkirakan bahwa posisi pinjaman mereka
pada 6 bulan mendatang akan berkurang
sebanyak 52,4%. Pengurangan tersebut
sebagian besar karena sesuai dengan jadwal
pembayaran cicilan dan hanya sebagian kecil
yang karena adanya percepatan pelunasan
(Grafik 4.11). Sementara itu rumah tangga yang
memperkirakan posisi pinjaman akan sama
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.9 Komposisi DSR Rumah Tangga Sulawesi
Tenggara Grafik 4.10 Kecukupan Pendapatan RT Debitur Bank
Untuk Memenuhi Kebutuhan dan Membayar Cicilan
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.11 Perkiraan Posisi Pinjaman 6 Bulan
Mendatang Debitur Bank Grafik 4.12 Saving Ratio Rumah Tangga
-34,5
-26,9
-17,4
-81,8
-54,5
-50,0
-27,3
-30,8
-6,9
-5,8
-6,5
-18,2
-25,0
-18,2
-7,3
58,6
67,3
76,1
18,2
27,3
100,025,0
54,5
61,9
-100% -50% 0% 50% 100%
Rp1,0-2 juta
Rp2,1-3 juta
Rp3,1-4 juta
Rp4,1-5 juta
Rp5,1-6 juta
Rp6,1-7 juta
Rp7,1-8 juta
>Rp8 juta
SULTRA
DSR 30% - 49% DSR>50% DSR<30%
DSR<30%DSR>30%
pangsa
peng
elu
ara
n/b
ula
n
5,9
15,1
15,2
10,0
9,1
50,0
12,4
2,7
3,0
18,2
50,0
33,3
4,1
-8,8
-16,4
-9,1
-10,0
-25,0
-11,8
-2,9
-1,4
-10,0
-1,8
-40 -20 0 20 40 60 80 100
Rp1,0-2 juta
Rp2,1-3 juta
Rp3,1-4 juta
Rp4,1-5 juta
Rp5,1-6 juta
Rp6,1-7 juta
Rp7,1-8 juta
>Rp8 juta
SULTRA
Sangat Cukup Lebih Dari Cukup Pas-pasan Tidak Cukup
pangsa %
pengelu
ara
n/b
ula
n
cukup
-38,2
-49,3
-51,5
-50,0
-36,4
-100,0
-25,0
-45,9
-5,9
-4,1
-12,1
-10,0
-9,1
-6,5
8,8
6,8
9,1
25,0
33,3
6,5
-100 -80 -60 -40 -20 0 20 40
Rp1,0-2 juta
Rp2,1-3 juta
Rp3,1-4 juta
Rp4,1-5 juta
Rp5,1-6 juta
Rp6,1-7 juta
Rp7,1-8 juta
>Rp8 juta
SULTRA
Berkurang Sangat Berkurang Bertambah Sangat Bertambah
pangsa %
pe
ng
elu
ara
n/b
ula
n
tetap
-3,9
-3,1
-9,1
-33,3
-3,3
15,6
16,5
9,4
9,1
15,4
18,2
14,3
28,6
18,9
37,7
45,5
30,8
16,7
27,3
26,3
51,9
59,1
50,9
27,3
53,8
100,0
50,0
54,5
54,3
-50% 0% 50% 100%
Rp1,0-2 juta
Rp2,1-3 juta
Rp3,1-4 juta
Rp4,1-5 juta
Rp5,1-6 juta
Rp6,1-7 juta
Rp7,1-8 juta
>Rp8 juta
SULTRA
No Saving Saving Ratio >0-10% 10%-20% 20%-30% >30%
pangsa
pengelu
ara
n/b
ula
n
61
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
sebanyak 40,6%, bahkan yang memperikirakan
akan bertambah hanya sebanyak 7,1%.
Saving Ratio
Dari sisi rasio tabungan terhadap pengeluaran
rumah tangga, sebagian besar rumah tangga di
Sulawesi Tenggara yang menjadi responden
Survei Konsumen telah memiliki tabungan dan
hanya sebesar 3,3% dari keseluruhan
responden yang tidak memiliki tabungan (Grafik
4.12). Bahkan pada triwulan I 2017, jumlah
rumah tangga yang memiliki saving ratio > 30%
mencapai 54,3%. Kondisi ini menunjukkan
bahwa rumah tangga di Sulawesi Tenggara
memiliki ketahanan keuangan yang relatif baik.
Meskipun demikian, terdapat 33,3% dari
kelompok rumah tangga dengan tingkat
pengeluaran sebesar Rp7,1 juta-Rp8 juta yang
tidak memiliki tabungan pada triwulan tersebut.
Rumah tangga yang tidak dapat menabung
berisiko pada stabilitas sistem keuangan karena
dapat mengganggu likuiditas institusi keuangan
dari sisi sumber dana.
Dana Cadangan
Dilihat dari ketahanan rumah tangga dalam
antisipasi kejadian tak terduga, rumah tangga di
Sulawesi Tenggara relatif memiliki ketahanan
yang relatif baik. Hal ini terlihat dari kepemilikan
dana cadangan berupa tabungan, deposito
maupun uang tunai yang dimiliki oleh sebanyak
90,3% responden (Grafik 4.13). Dana cadangan
yang dimiliki oleh 32,7% rumah tangga adalah
sebesar 1 bulan pendapatannya dan sebesar
16,5% rumah tangga yang memiliki dana
cadangan sebesar 1-3 bulan pendapatannya
(Grafik 4.14).
Kepemilikan Produk Perbankan
Rumah tangga di Sulawesi Tenggara yang
menjadi responden Survei Konsumen relatif
telah memiliki produk-produk perbankan.
Sebanyak 95,7% responden rumah tangga
telah memiliki tabungan di bank dan sebanyak
73,3% telah memiliki kartu debit yang
merupakan fasilitas standar tabungan
perbankan (Grafik 4.15). Sementara itu dari sisi
kredit, rumah tangga paling banyak memiliki
kredit kendaraan dengan pangsa 27,3% dan
kepemilikan kartu kredit sebanyak 26,3%.
Selain itu, dari sisi kepemilikan uang elektronik,
hanya sebanyak 2% dari responden rumah
tangga di Sulawesi Tenggara yang memilikinya.
Dengan demikian perlu adanya upaya lebih
banyak dalam memasyarakatkan GNNT
(Gerakan Nasional Non Tunai).
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.13 Kepemilikan Dana Cadangan Berupa
Tabungan/Deposito/Cash Grafik 4.14 Besaran Jumlah Dana Cadangan Rumah
Tangga Terhadap Pendapatannya
9,3
90,7
Tidak Memiliki Memiliki
32,7
16,5
19,9
11,4
6,3
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
<1 bulan 1-3 bulan 3-6 bulan
6-12 bulan >1tahun Tdk Jawabpangsa
pengeluaran/bulan
Stabilitas Keuangan Daerah
62
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Dalam memilih simpanan di bank, rumah
tangga memiliki preferensi yang berbeda-beda.
Secara agregat, rumah tangga memilih
berdasarkan faktor keamanan (25%) seperti
adanya jaminan pemerintah atau Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS). Faktor kedua adalah
pelayanan berupa keramahan dan kemudahan
dalam melakukan transaksi. Faktor ketiga utama
adalah lokasi bank yaitu dari sisi jarak tempuh
dan aksesibilitas (Grafik 4.16).
4.1.3. Dana Pihak Ketiga Perseorangan Di
Perbankan
Sektor rumah tangga masih mendominasi dana
pihak ketiga (DPK) yang berada di perbankan
Sulawesi Tenggara. Hal ini tercermin dari pangsa
DPK perseorangan yang mencapai 69,3% dari
keseluruhan DPK di Sulawesi Tenggara dengan
nominal mencapai Rp11,0 triliun (Grafik 4.17).
Selain itu, DPK perseorangan juga dapat
tumbuh relatif tinggi sebesar 13,15% (yoy),
lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang
hanya tumbuh 10,7% (yoy) (Grafik 4.18).
Preferensi rumah tangga dalam melakukan
penempatan masih didominasi oleh fasilitas
tabungan dan deposito. Bahkan porsi tabungan
perseorangan pada perbankan Sulawesi
Tenggara mencapai 67,3% dibandingkan
dengan total keseluruhan DPK perseorangan.
Sementara itu porsi DPK dalam bentuk deposito
juga masih dominan dilakukan oleh nasabah
perseorangan dengan porsi mencapai 28,2%
dan sisanya merupakan nasabah pemegang
rekening giro (Grafik 4.19).
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.15 Kepemilikan Produk Perbankan Grafik 4.16 Faktor Dalam Memilih Simpanan Perbankan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.17 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara Grafik 4.18 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Sulawesi Tenggara
95,7
4,711,7
27,3 26,3
6,3
73,3
2,00,0
10,020,030,040,050,060,070,080,090,0
100,0
pangsa %
Keamanan25%
Pelayanan24%
Lokasi Bank21%
Suku Bunga
14%
Kepemilikan Bank16%
76,4 73,3
16,3 12,4
96,7 97,077,9 69,3
23,6 26,7 83,7 87,6 3,3 3,0 22,1 30,7
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw IV2016
Tw I2017
Tw IV2016
Tw I2017
Tw IV2016
Tw I2017
Tw IV2016
Tw I2017
Deposito Giro Tabungan Total
Perseorangan Bukan Perseorangan
pangsa
3,20
13,15
-13,88
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
DPK Total Perseorangan Bukan Perseorangan
%, yoy
63
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
Dari sisi pertumbuhannya, peningkatan DPK
perseorangan didorong oleh adanya
peningkatan pada pemegang rekening deposito
dan rekening giro. Pada triwulan I 2017,
deposito milik perseorangan tumbuh sebesar
36,2% (yoy), lebih tinggi daripada sebelumnya
yang hanya tumbuh sebesar 32,7% (yoy).
Kondisi ini sejalan dengan preferensi rumah
tangga untuk dapat memiliki dana cadangan
yang lebih besar dari 1 bulan pendapatan.
Sebaliknya, pertumbuhan DPK perseorangan
dalam bentuk fasilitas tabungan hanya tumbuh
sebesar 5,3% (yoy), lebih rendah daripada
triwulan sebelumnya yang dapat tumbuh
sebesar 6,4% (yoy) (Grafik 4.20).
4.1.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah
Tangga
Dari sisi kredit perbankan, rumah tangga di
Sulawesi Tenggara mendominasi realisasi
penyaluran kredit. Hal ini terlihat dari pangsa
kredit untuk perseorangan pada triwulan IV
2016 yang mencapai 78,87% dibandingkan
keseluruhan kredit yang direalisasikan untuk
daerah ini (Grafik 4.21). Dari sisi penggunaannya,
sebagian besar kredit perseorangan tersebut
digunakan untuk konsumsi yaitu sebesar
68,7%, sedangkan sisanya digunakan untuk
kegiatan produktif seperti untuk modal kerja
dan investasi dengan pangsa masing-masing
sebesar 23,2% dan 8,1% (Grafik 4.22).
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.19 Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi
Tenggara Grafik 4.20 Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis
Penempatan
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, loaksi proyek, diolah
Grafik 4.21 Komposisi Kredit Perseorangan di Sulawesi
Tenggara Grafik 4.22 Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan
di Sulawesi Tenggara
4,5
67,3
28,2
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Giro Tabungan Deposito
pangsa
20,0
5,3
36,2
5,9
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
-40,0
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
140,0
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017Giro Tabungan
Deposito Sk.Bg Deposito (sb.kanan)
%, yoy %
78,87
21,13
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017Persorangan Bukan Perseorangan
pangsa
Lokasi Proyek Konsumsi Modal Kerja Investasi
68,723,28,1
Multiguna KPR KKB Alat RT
73,819,0
6,01,2
*Lokasi Proyek
Tw I 2017
Stabilitas Keuangan Daerah
64
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Kredit konsumsi oleh perseorangan digunakan
untuk berbagai keperluan. Paling besar adalah
dalam bentuk kredit multiguna yang mencapai
pangsa sebesar 73,8% dari keseluruhan kredit
konsumsi perseorangan. Penggunaan kedua
terbesar adalah kredit kepemilikan rumah (KPR)
yang mencapai pangsa 19,0%. Sementara itu
kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB)
dan kredit peralatan rumah tangga masih relatif
kecil dengan pangsa masing-masing sebesar
6,0% dan 1,2% (Grafik 4.20).
Dari sisi pertumbuhan kreditnya, kredit
konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 12,9%
(yoy) pada triwulan I 2017, lebih rendah
daripada triwulan sebelumnya yang mencapai
13,6% (yoy). Perlambatan tersebut disebabkan
oleh melambatnya kredit multiguna dan kredit
kepemilikan kendaraan bermotor. Sementara
itu, kredit kepemilikan rumah (KPR) melanjutkan
tren perbaikan sehingga dapat menahan
perlambatan yang terjadi(Grafik 4.23).
Dilihat dari sisi suku bunganya, suku bunga
kredit konsumsi rumah tangga menunjukkan
arah yang lebih rendah. Pada triwulan I 2016,
suku bunga tertimbang kredit perseorangan di
Sulawesi Tenggara mencapai 12,95% per
tahun, sedikit lebih rendah daripada periode
sebelumnya yang mencapai 13,00% (Grafik
4.24). Sementara itu, dari sisi risiko kredit, kredit
konsumsi rumah tangga masih menunjukkan
tekanan yang minimal. Hal ini tercermin dari NPL
kredit perseorangan yang berada pada level
1,39%.
Kredit Kepemilikan Rumah
Pada triwulan I 2017, KPR di Sulawesi Tenggara
kembali menunjukkan adanya peningkatan dan
tumbuh sebesar 4,5% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang hanya tumbuh sebesar 2,1% (yoy) (Grafik
4.25). Peningkatan tersebut juga relatif menjadi
daya pendorong kinerja usaha konstruksi
perumahan. Hal tersebut tercermin dari
peningkatan kinerja sektor konstruksi pada
PDRB dari tumbuh sebesar 4,90% (yoy) menjadi
tumbuh sebesar 9,56%(yoy) pada triwulan I
2017.
Peningkatan yang terjadi pada KPR tersebut
terutama didorong oleh peningkatan realisasi
kredit untuk pembelian rumah tipe kecil (KPR s.d
tipe 21) dan tipe sedang (KPR tipe 21 s.d 70).
Pertumbuhan KPR tipe kecil dapat tumbuh
sampai 19,1% (yoy), sementara tipe sedang
tumbuh sebesar 12,0% (yoy) pada triwulan IV
2016. Hal ini juga dipengaruhi oleh kebijakan
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.23 Pertumbuhan Kredit Konsumsi RT Grafik 4.24 NPL dan Suku Bunga Kredit Konsumsi RT
12,9
4,489,13
16,29
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Kredit Konsumsi RT KPR/KPA
KKB Multiguna
%, yoy
12,95
1,39
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
11,8
12,0
12,2
12,4
12,6
12,8
13,0
13,2
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
SB.Kredit Kons RT NPL Kredit Kons RT (sb.kanan)
%, tertimbang %, NPL
65
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
program subsidi perumahan rakyat (KPR
bersubsidi). Sebaliknya, penyaluran KPR untuk
tipe besar (>T.70) dan KP Ruko masih
melanjutkan kontraksi.
Dari sisi risiko kredit KPR, perilaku rumah tangga
dalam melakukan pembayaran cicilan
pembayaran kredit rumah masih terjaga
meskipun memiliki tekanan lebih tinggi daripada
triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2017, NPL
gross KPR mencapai 4,55%, lebih tinggi dari
sebelumnya yang hanya sebesar 3,40% (Grafik
4.27). Risiko kredit yang perlu mendapatkan
perhatian dari institusi keuangan adalah pada
penyaluran KP Ruko yang kembali meningkat
dan berada di atas threshold 5%. Risiko lainnya
berasal dari kredit rumah tipe kecil yang pada
triwulan I 2017 mulai memiliki NPL di atas
threshold 5%.
Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor
Kredit kendaraan bermotor (KKB) di Sulawesi
Tenggara pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar
8,0% (yoy), menunjukkan perlambatan setelah
pada periode sebelumnya dapat tumbuh
sebesar 9,4% (yoy). Perlambatan tersebut
disebabkan oleh terkontraksinya kredit untuk
pembelian kendaraan roda 2 (sepeda motor)
sebesar 2,9% (yoy) melanjutkan tren kontraksi
sejak triwulan IV 2016. Sementara itu kredit
untuk pembelian kendaraan roda 4 (mobil)
masih melanjutkan tren meningkat dan dapat
tumbuh sebesar 18,4% (yoy), lebih tinggi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.25 Pertumbuhan KPR dan Pangsa KPR Tiap Tipe Grafik 4.26 NPL dan Suku Bunga KPR
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.27 Pertumbuhan KKB dan Pangsa Tiap Jenis Grafik 4.28 NPL dan Suku Bunga KKB
4,5
19,1
12,0
-14,4
-6,0
-20,0-15,0-10,0
-5,00,05,0
10,015,020,025,0
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017KPR/KPA Tipe sd 21 Tipe >21-70Tipe >70 Ruko
%, yoy
pangsa
<T.21 >T.21 - T.70 >T.70 Ruko
8,0 60,5 14,2 17,2
5,31
3,68
3,10
8,36
4,55
11,48
10,0
10,5
11,0
11,5
12,0
0,0
2,5
5,0
7,5
10,0
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
TIpe sd 21 Tipe >21-70Tipe >70 RukoKPR/KPA Sk.Bunga KPR (sb.kanan)
NPL % sk. bunga %
18,4
-2,9
8,0
-30
-15
0
15
30
45
60
75
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Mobil Sepeda Motor KKB
%, yoy
pangsa%
Mobil Sepeda Motor
83,8 13,91
1,99
2,34
12,06
10
11
12
13
14
0,0
2,5
5,0
7,5
10,0
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Mobil Sepeda MotorKKB Sk.Bunga KKB (sb.kanan)
NPL % sk. bunga %
Stabilitas Keuangan Daerah
66
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
daripada triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 14,4% (yoy) (Grafik 4.27).
Dari sisi risiko kredit, NPL gross KKB masih
terjaga pada level 2,34% pada triwulan I 2017
(Grafik 4.28). Hal ini ditopang oleh terjaganya
risiko kredit kepemilikan mobil dengan NPL
sebesar 1,98% dan kredit kepemilikan sepeda
motor dengan NPL sebesar 1,99%.
Kredit Multiguna
Besarnya penggunaan kredit konsumsi
perseorangan secara multiguna menunjukkan
bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga
lainnya masih cukup besar, di luar kebutuhan
untuk memiliki rumah, kendaraan bermotor
maupun peralatan rumah tangga. Hal ini terjadi
karena pengajuan kredit multiguna relatif
mudah dengan menggunakan jaminan/agunan
yang dimiliki oleh rumah tangga. Selain itu
penggunaan dana yang diterima dapat secara
leluasa digunakan oleh rumah tangga dalam
melakukan aktivitas konsumsi seperti
merenovasi rumah, biaya pernikahan, biaya
pendidikan, biaya pengobatan, maupun
pembelian barang berharga/elektronik, dan
bahkan dapat digunakan untuk modal usaha.
Pada triwulan I 2017, kredit multiguna tumbuh
sebesar 15,4% (yoy), lebih rendah daripada
periode sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar
16,8% (yoy) (Grafik 4.23). Perlambatan tersebut
disebabkan oleh melambatnya kredit multiguna
dengan pangsa terbesar yaitu pinjaman >Rp100
juta s.d Rp500 juta, yang tumbuh sebesar
30,2% (yoy). Sementara itu kredit multiguna
dengan nominal kredit di bawah Rp100 juta
masih terkontraksi.
Dari sisi risiko kredit, kredit rumah tangga untuk
fasilitas multiguna berada dalam kondisi risiko
yang rendah. Pada triwulan I 2017, NPL kredit
multiguna hanya sebesar 0,48% dan NPL pada
pinjaman >Rp100 juta s.d Rp500 juta hanya
sebesar 0,27% (Grafik 4.30). Adapun kredit
multiguna dengan risiko kredit terbesar berada
pada pembiayaan dengan nominal di atas
Rp500 juta namun NPL-nya masih dibawah
threshold 5%. Kondisi ini menunjukkan bahwa
eksposur keuangan rumah tangga masih
berdampak minimal pada institusi keuangan
maupun pada sistem keuangan di Sulawesi
Tenggara.
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.29 Pertumbuhan Multiguna dan Pangsa
Berdasarkan Besaran Kredit Grafik 4.30 NPL dan Suku Bunga Multiguna
-10,8-18,1
30,2
7,0
-30-15
01530456075
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
<Rp50jt >Rp50jt - Rp100 jt
>Rp100jt - Rp500jt >Rp500jt
%, yoy
pangsa%
<Rp50jt Rp50jt-Rp100jt Rp100jt-Rp500jt >Rp500jt
4…
17,5 76,2
1,7
1
0,48
13,33
11
12
13
14
0,0
2,5
5,0
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017Multiguna <Rp50jt>Rp50jt - Rp100 jt >Rp100jt - Rp500jt>Rp500jt Sk.Bunga
NPL % sk. bunga %
67
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
4.2. ASESMEN SEKTOR KORPORASI
4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Peningkatan perekonomian Sulawesi Tenggara
pada triwulan I 2017 bersumber dari
peningkatan kinerja usaha pertambangan dan
penggalian dan usaha konstruksi. Kondisi ini
dapat menurunkan kerentanan sistem
keuangan di Sulawesi Tenggara yang berasal
dari sektor korporasi.
Meskipun demikian, sektor dominan lainnya di
Sulawesi Tenggara yaitu usaha pertanian, usaha
perdagangan dan industri pengolahan
mengalami perlambatan. Beberapa sektor
dominan yang mengalami perlambatan tersebut
dapat menjadi sumber kerentanan sistem
keuangan dari sektor korporasi di Sulawesi
Tenggara.
Di sisi lain, pada triwulan I 2017,
ketergantungan ekspor Sulawesi Tenggara pada
feronikel semakin berkurang. Pangsa ekspor
komoditas tersebut hanya sebesar 64% dari
keseluruhan nilai ekspor Sulawesi Tenggara,
lebih rendah daripada triwulan sebelumnya
yang mencapai 86,6%. Kondisi ini didorong
oleh peningkatan ekspor komoditas perikanan
yang pangsanya meningkat dari 6,4% menjadi
16% (Grafik 3.32).
Harga nikel yang sudah mengalami rebound
menunjukkan peningkatan permintaan dari
negara tujuan ekspor terhadap produk olahan
nikel. Harga nikel pada triwulan I 2017 secara
rata-rata sebesar USD10.265/metric ton, atau
meningkat sebesar 20,7% (yoy) (Grafik 4.31).
Dengan meningkatnya permintaan olahan nikel
(feronikel dan nikcel pig iron/ NPI) dunia dan
harga nikel yang mulai membaik, maka akan
mengurangi risiko lanjutan pada korporasi
pertambangan nikel, korporasi penyedia jasa
peralatan berat pertambangan, dan korporasi
penyedia jasa pengangkutan hasil olahan. Selain
berpengaruh kepada korporasi lainnya,
peningkatan pada permintaan nikel olahan juga
berdampak pada potensi perbaikan kondisi
ketenagakerjaan dan peningkatan tingkat
penghasilan pekerja di korporasi yang berkaitan
secara langsung maupun tidak langsung.
4.2.2. Kinerja Korporasi
Omzet Penjualan
Dari hasil liaison kepada pelaku usaha korporasi
di Sulawesi Tenggara pada triwulan I 2017,
terdapat penurunan omzet penjualan domestik
pada korporasi pertanian, industri, dan
perdagangan besar dan eceran. Peningkatan
omzet domestik hanya dirasakan oleh korporasi
Sumber: Bloomberg, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.31 Harga Nikel Internasional Grafik 4.32 Pangsa Komoditas Ekspor
10.265
20,7
-60,0
-40,0
-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
20.000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017Harga Nikel Perubahan yoy (sb.kanan)
USD/metric ton %, yoy
Feronikel
64% Perikanan16%
Aspal1%
Kakao2% Mete
6%
Lainnya11%
Stabilitas Keuangan Daerah
68
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
akomodasi (perhotelan). Penurunan omzet
paling besar dirasakan oleh korporasi pertanian
dan industri dengan skala likert sebesar -3,0
(penurunan berada di atas rata-rata normalnya)
(Grafik 4.33). Penurunan yang dirasakan pada
korporasi pertanian (penggilingan padi) terjadi
karena efek musim panen di Sulawesi Tenggara
yang relatif bergeser ke triwulan II 2017
sementara daerah lain sudah mengalami panen.
Dengan demikian pembeli dari Sulawesi Selatan
maupun Jawa Timur mengurangi permintaan
dari beras yang diproduksi korporasi tersebut.
Penurunan juga terjadi pada korporasi
perdagangan otomotif, terutama pada
penjualan kendaraan roda 4 (mobil). Penjualan
pada triwulan I 2017 lebih rendah daripada
tahun sebelumnya karena relatif berkurangnya
hasil pertanian dan perkebunan pada akhir
tahun 2016 yang lalu.
Sementara itu dari sisi penjualan ekspor,
korporasi industri pengolahan nikel mengalami
penurunan penjualan meskipun hanya pada
skala likert -1,00. Penurunan tersebut oleh
korporasi masih berada pada tingkat kewajaran
atau berada di bawah penurunan normal yang
pernah dialami. Kondisi tersebut terjadi karena
terdapat kendala teknis produksi sehingga
menurunkan output produksi yang dapat dijual.
Korporasi tersebut mengungkapkan bahwa
permintaan nikel olahan khususnya dari
Tiongkok masih menunjukkan arah yang positif.
Sebaliknya, peningkatan penjualan hanya
dialami oleh korporasi akomodasi dengan skala
likert +1,5. Kenaikan tersebut masih berada di
dalam batas normalnya atau sesuai dengan pola
yang pernah dialami oleh korporasi tersebut.
Salah satu korporasi mengalami peningkatan
Tingkat Pemenuhan Kamar (TPK) dari 40%-50%
pada tahun 2016 menjadi 58% pada awal
2017. Hal tersebut sejalan dengan mulai
pulihnya kondisi ekonomi dan daya beli
masyarakat ditambah dengan adanya perbaikan
pelayanan dan adanya paket liburan ke salah
satu obyek wisata.
Biaya
Pada triwulan I 2017, korporasi yang bergerak
dalam usaha pertanian dan industri mengalami
penurunan biaya meskipun tidak signifikan.
Namun untuk korporasi yang bergerak dalam
usaha perdagangan dan akomodasi mengalami
peningkatan biaya produksi sesuai dengan pola
normalnya.
Keterangan Skala Likert:
+/- 4,00 = Kenaikan/Penurunan Signifikan Di Luar Rata-rata/Pola Normal Korporasi
+/- 3,00 = Kenaikan/Penurunan Di Atas Rata-rata Pola Normal
+/- 2,00 = Kenaikan/Penurunan Sesuai Pola Normalnya
+/- 1,00 = Kenaikan/Penurunan Di Bawah Pola Normalnya
Sumber: Liaison KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Grafik 4.33 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison
(4,00)
(3,00)
(2,00)
(1,00)
-
1,00
2,00
3,00
4,00
PenjualanDomestik
PenjualanEkspor
KapasitasUtilisasi
Persediaan Investasi Biaya Harga Jual Marjin
Pertanian Industri-Nikel Industri PBE-Ritel PBE-Otomotif Akomodasi
Skala Likert
69
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
Penurunan biaya yang terjadi pada korporasi
pertanian dan industri terjadi karena adanya
penurunan biaya pembelian bahan baku. Seperti
yang terjadi pada korporasi pertanian yang
mengalami penurunan harga beli gabah dari
petani dari sebelumnya sebesar Rp4.700 per kg
menjadi Rp3.900 per kg. Sementara itu
komponen biaya energi maupun biaya tenaga
kerja relatif stabil jika dibandingkan kondisi di
tahun sebelumnya.
Sementara itu korporasi perdagangan dan
akomodasi mengungkapkan adanya kenaikan
biaya terutama berasal dari biaya HPP (harga
pokok pembelian) dan kenaikan pajak daerah
seperti Biaya Balik Nama (BBN) kendaraan.
Selain itu biaya yang naik juga berkaitan dengan
biaya operasional akomodasi seperti untuk biaya
pembelian Food and Baverage di perhotelan
yang naik seiring dengan peningkatan harga
komoditas bahan pangan. Meskipun demikian,
korporasi-korporasi tersebut juga melakukan
upaya efisiensi untuk menekan biaya terutama
dari sisi biaya energi.
Marjin Keuntungan
Kinerja korporasi dari sisi perolehan laba atau
margin keuntungan secara umum relatif stabil
karena penurunan maupun peningkatan yang
terjadi masih berada di batas pola normalnya.
Pada triwulan I 2017, peningkatan margin
dialami oleh korporasi industri nikel,
perdagangan otomotif dan akomodasi dengan
skala likert maksimal +1,00. Sementara itu pada
korporasi pertanian dan perdagangan ritel
mengalami penurunan marjin (skala likert -
1,00).
Relatif stabilnya pergerakan marjin keuntungan
korporasi di Sulawesi Tenggara dipengaruhi oleh
kebijakan-kebijakan korporasi tersebut dalam
melakukan upaya efisiensi biaya dan perubahan
harga jual. Sebagian besar korporasi melakukan
adjustment pada harga jualnya seperti pada
industri nikel, perdagangan ritel, perdagangan
otomotif dan akomodasi.
Kondisi likuiditas keuangan korporasi
Secara umum, dari hasil SKDU, likuiditas
keuangan korporasi menunjukkan posisi yang
cukup. Pada triwulan I 2017, pangsa korporasi
yang memiliki kondisi likuiditas baik hanya
sebesar mencapai 47,7%, berkurang daripada
triwulan sebelumnya yang mencapai 65,9% dari
total responden korporasi di Sulawesi Tenggara
(Grafik 4.34).
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.34 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan
Korporasi di Sulawesi Tenggara Grafik 4.35 Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi
Berdasarkan Sektoral
Tw I 2017Tw IV 2016
47,7%
50,0%2,3%
Baik Cukup Buruk
65,9%
33,5%0,6%
15,4
20,0
33,3
36,4
50,0
56,0
62,5
87,5
92,3
100,0
33,3
66,7
46,9
32,0
25,0
37,5
16,7
3,0
4,0
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Industri
Konstruksi
Transportasi
Perdagangan
Jasa jasa
Hotel Resto
Tambang
Pertanian
Baik Cukup Buruk
Stabilitas Keuangan Daerah
70
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Sebagian besar responden, sebanyak 50,0%
menyatakan memiliki likuiditas yang cukup
untuk melangsungkan kegiatan usahanya. Di sisi
lain, terdapat 2,3% responden korporasi yang
mengalami kondisi likuiditas yang buruk dan
dapat berisiko pada pembayaran angsuran
kredit maupun aktivitas investasi yang sedang
dilakukan.
Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang
berada pada kondisi likuiditas yang baik adalah
korporasi yang bergerak di sektor pertanian.
Jumlah korporasi yang memiliki likuiditas
keuangan yang baik di sektor tersebut mencapai
87,5%. Sementara itu, korporasi pada sektor
industri memiliki kondisi likuiditas baik yang
paling rendah, yaitu hanya sebesar 15,4% dari
keseluruhan responden pada sektor tersebut.
Pada triwulan tersebut hanya korporasi sektor
hotel resto (akomodasi), perdagangan dan
transportasi yang memiliki kondisi likuiditas
yang buruk (Grafik 4.35).
Beban Angsuran Hutang Korporasi
Dari sisi kemampuan membayar hutang,
korporasi di Sulawesi Tenggara secara umum
masih memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi
ini tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) pada triwulan I 2017 yang
menunjukkan bahwa terdapat 70,9%
responden korporasi yang merasakan bahwa
beban angsuran perbankan tetap seperti
periode sebelumnya. Bahkan terdapat 14,5%
korporasi yang sedang memiliki kredit
perbankan menyatakan bahwa beban angsuran
kredit ke depan akan semakin ringan terhadap
pendapatan perusahaan. Jumlah responden
SKDU sebagai debitur perbankan bertambah
dari 27,65% menjadi 31,61% dari keseluruhan
responden (Grafik 4.36).
4.2.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor
Korporasi
Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan di
daerah, kerentanan yang terjadi pada sektor
korporasi tetap perlu diwaspadai meskipun
eskposur kredit perbankan pada sektor ini hanya
sebesar 21,13% dari total kredit di Sulawesi
Tenggara (berdasarkan lokasi proyek). Faktor
tersebut terjadi karena kondisi keuangan sektor
rumah tangga yang menjadi eksposur dominan
kredit perbankan di Sulawesi Tenggara juga
dipengaruhi oleh kinerja sektor korporasi,
terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan
tenaga kerja.
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.36 Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang
-50,0
-6,7
-10,0
-50,0
-30,0
-16,4
100,0
13,3
20,0
20,0
14,5
-100,0 -50,0 0,0 50,0 100,0
Pertanian
Pertambangan
Industri
Konstruksi
Perdagangan
Hotel Restoran
Angkutan
Jasa
Total
Tambah Berat Tambah Ringan
Pangsa %
TETAP
17,02
28,57
13,33
33,33
42,86
43,48
60,00
32,26
31,61
Responden Sebagai Debitur Bank (%)
71
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
Kredit perbankan pada sektor korporasi di
Sulawesi Tenggara pada triwulan I 2017
mencapai Rp4,89 triliun, tumbuh sebesar
37,4% (yoy), lebih rendah daripada triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 40,6% (yoy)
(Grafik 4.38). Namun pertumbuhan kredit
korporasi tersebut lebih tinggi daripada
pertumbuhan kredit rumah tangga
(perseorangan) yang hanya tumbuh sebesar
12,9% (yoy).
Perlambatan yang terjadi pada kredit korporasi
tersebut bersumber dari melambatnya kredit
modal kerja yang hanya tumbuh sebesar 7,5%
(yoy), lebih rendah daripada triwulan
sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 19,0%
(yoy). Karena pangsa kredit modal kerja hanya
sebesar 30% dari keseluruhan kredit korporasi,
maka perlambatan yang terjadi tersebut masih
relatif tertahan oleh peningkatan kredit investasi
yang mendominasi kredit korporasi sebesar
69,6%. Pada triwulan tersebut, kredit investasi
korporasi dapat tumbuh sebesar 59,0% (yoy),
sedikit lebih tinggi daripada triwulan
sebelumnya yang tumbuh 55,4% (yoy).
Kredit Modal Kerja Korporasi
Posisi kredit modal kerja korporasi pada triwulan
I 2017 mencapai Rp1,48 triliun, tumbuh
melambat sebesar 7,5% (yoy). Perlambatan
yang terjadi disebabkan karena perlambatan
penyaluran kredit pada sektor konstruksi,
perdagangan dan pertambangan yang
merupakan sektor dominan penyaluran kredit
modal kerja korporasi di Sulawesi Tenggara.
Kredit modal kerja pada sektor konstruksi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.37 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.38 Pertumbuhan Kredit Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.39 Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi
Sektor Dominan Grafik 4.40 Pergerakan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi
30,0%
69,6%0,4%
Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
Kredit Konsumsi
37,4
7,5
59,0
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Kredit Korporasi Kredit Modal Kerja Kredit Investasi
%, yoy
13,719,8
53,1
4,810,2 12,8
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
Konstruksi Perdagangan Pertambangan
TwIV 16 Tw I17
%, yoy
pan
gsa
(%) lainnya
41,1 36,1 12,7
0%
5%
10%
15%
20%
Konstruksi Perdagangan Pertambangan Modal KerjaKorporasi
TwIV 16 Tw I17
%, NPL
risiko meningkat
risiko terkendali
risiko terkendali
threshold
risiko meningkat
Stabilitas Keuangan Daerah
72
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
tumbuh sebesar 4,8% (yoy) (Grafik 4.39). Dari sisi
pangsanya, kredit modal kerja didominasi oleh
kredit kepada sektor konstruksi (pangsa 41,4%)
dan sektor perdagangan (pangsa 36,1%).
Sementara itu, pangsa sektor pertambangan
menempati posisi ke-3 dengan pangsa sebesar
12,7%.
Dari sisi risiko kredit, terjadi peningkatan
tekanan dari sisi kredit modal kerja. Hal ini
terlihat dari NPL yang meningkat dari 5,29%
pada triwulan IV 2016 menjadi 6,39% pada
periode laporan (Grafik 4.40). Peningkatan
tekanan risiko kredit tersebut berasal dari
peningkatan risiko pada sektor perdagangan.
Sebaliknya kredit modal kerja pada sektor
pertambangan memiliki risiko yang rendah
dengan NPL sebesar 0%.
Kredit Investasi Korporasi
Posisi kredit investasi korporasi pada triwulan I
2017 mencapai Rp3,38 triliun, tumbuh sebesar
59,0% (yoy). Berbeda dengan kredit modal
kerja, pangsa terbesar kredit investasi korporasi
berada pada sektor pertambangan dan
penggalian (pangsa 62,6%). Diikuti oleh
penyaluran kredit ke sektor pertanian (pangsa
9,0%) dan sektor perhotelan (pangsa 7,7%)
(Grafik 4.41).
Peningkatan kredit investasi korporasi
dipengaruhi oleh peningkatan kredit ke sektor
pertambangan dan sektor pertanian. Pada
triwulan I 2017, baki debet kredit di sektor
pertambangan tumbuh sebesar 87,0% (yoy),
lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 82,9% (yoy). Sementara itu
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.41 Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi
Sektor Dominan Grafik 4.42 Pergerakan NPL Kredit Investasi Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.43 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.44 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank
82,6
63,0
-1,4
87,0 88,1
-4,1-20,0
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
Pertambangan Pertanian Perhotelan
TwIV 16
Tw I 17
%, yoy
pangsa (%)
lainnya
62,6 9,0 7,7
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
Tambang Pertanian Perhotelan InvestasiKorporasi
TwIV 16 Tw I 17
%, NPL
risiko terjaga
risiko terjaga
risiko terjaga
risiko terjaga
threshold
22,90
5,43,9
18
19
20
21
22
23
24
25
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Aset Bank (sb.kanan) gAset Bank Pemerintah
gAset Total gAset Bank Swasta
%, yoy Rp triliun
83,1%
16,9%
Aset Bank Pemerintah
Aset Bank Swasta
Rp19,03triliun
Rp3,86triliun
73
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
kredit investasi korporasi ke sektor pertanian
dapat tumbuh sebesar 88,1% (yoy), meningkat
setelah triwulan lalu hanya tumbuh sebesar
63,0% (yoy) (Grafik 4.41).
Sementara itu dari sisi risiko kredit, kredit
investasi korporasi masih memiliki risiko yang
terjaga di bawah threshold 5%. Pada triwulan I
2017, NPL kredit ini hanya sebesar 1,45% (Grafik
4.40). Dengan kondisi tersebut, NPL kredit
korporasi secara keseluruhan hanya sebesar
2,94% pada triwulan tersebut dan secara umum
masih memiliki risiko kredit yang terjaga dan
relatif aman dalam mendukung stabilitas
keuangan di daerah.
4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN
(PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA
4.3.1. Aset Bank Umum
Aset bank umum yang berada di Sulawesi
Tenggara pada triwulan I 2017 mencapai
Rp22,90 triliun, atau tumbuh sebesar 5,4%
(yoy). Pertumbuhan aset bank umum tersebut
lebih rendah daripada periode sebelumnya yang
mencapai 13,1% (yoy) (Grafik 4.43). Perlambatan
tersebut terjadi karena adanya perlambatan
penambahan aset bank pemerintah dan bank
swasta nasional. Secara umum berdasarkan
pangsanya, bank pemerintah masih
mendominasi industri perbankan di Sulawesi
Tenggara dengan porsi aset mencapai 83,1%,
sedangkan total bank swasta nasional hanya
sebesar 16,9% dari total aset bank umum di
Sulawesi Tenggara (Grafik 4.44).
4.3.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun
oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi
Tenggara pada triwulan I 2017 masih tumbuh
pada level yang rendah yaitu sebesar 3,3% (yoy).
Meskipun demikian, pertumbuhan DPK tersebut
relatif meningkat dari triwulan sebelumnya yang
hanya dapat tumbuh 2,4% (yoy) (Grafik 4.45).
Dengan demikian, total DPK di Sulawesi
Tenggara pada akhir tahun 2016 mencapai
Rp15,88 triliun.
Sebagian besar DPK yang dihimpun oleh bank
umum di Sulawesi Tenggara ditempatkan pada
fasilitas tabungan dengan pangsa 48,1%, diikuti
dengan penempatan pada deposito 26,6% dan
giro dengan pangsa 25,3%. Pada triwulan I
2017, peningkatan DPK didorong oleh
peningkatan penghimpunan deposito yang
tumbuh sebesar 8,1% (yoy), lebih tinggi
daripada sebelumnya yang hanya tumbuh 4,0%
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.45 DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.46 Pertumbuhan DPK Per Penempatan
15,88
3,3
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
DPK (sb.kanan) gDPK
%, yoy Rp triliun
25,3% 48,1% 26,6%
-4,6
8,15,4
-20,0-10,0
0,010,020,030,040,050,060,0
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
gDPK GirogDPK DepositogDPK Tabungan
%, yoy
pangsa thd total DPK
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
Stabilitas Keuangan Daerah
74
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
(yoy). Selain itu penempatan pada giro juga
relatif membaik meskipun masih terkontraksi.
Sementara itu tabungan mengalami
perlambatan dan tumbuh sebesar 5,4% (yoy)
dari sebelumnya tumbuh 6,1% (yoy) (Grafik
4.46).
Secara spasial, penghimpunan DPK di Sulawesi
Tenggara masih terkonsentrasi di Kota Kendari,
Kota Baubau dan Kab. Kolaka. Ketiga daerah
tersebut merupakan pusat aktivitas bisnis dan
keuangan di Sulawesi Tenggara. DPK di Kota
Kendari yang memiliki pangsa sebesar 49,0%
dapat tumbuh sebesar 5,0% (yoy). Adapun
pertumbuhan DPK tertinggi berada di Kab.
Konawe Selatan dengan DPK yang dapat
tumbuh 27,5% (yoy), diikuti oleh Kab. Buton
(13,3%, yoy) dan Kab. Wakatobi (13,0%, yoy).
Hal ini menunjukkan aktivitas perekonomian
sudah semakin merata dan perbankan juga
sudah aktif menjangkau daerah kabupaten
(Tabel 4.3).
Tabungan
Perlambatan penyerapan DPK yang terjadi di
Sulawesi Tenggara disebabkan oleh
perlambatan pertumbuhan tabungan. Pada
triwulan I 2017, tabungan hanya dapat tumbuh
sebesar 5,4% (yoy), lebih rendah daripada
triwulan sebelumnya yang dapat tumbuh
sebesar 6,1% (yoy). Jumlah tabungan
masyarakat di Sulawesi Tenggara sampai
dengan waktu tersebut adalah sebesar Rp7,63
triliun. Adapun pangsa terbesar pemegang
rekening tabungan adalah nasabah
perseorangan sebesar 97,2%, diikuti oleh
korporasi sebesar 2,60% dan sisanya adalah
nasabah pemerintah. Preferensi penempatan
Tabel 4.3 DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan IV 2016
Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, gDPK = pertumbuhan DPK (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota masih menggunakan daftar daerah otonomi tahun 2005
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Tabel 4.1 Tabungan Berdasarkan Pemiliknya Tabel 4.2 Tabungan Berdasarkan Nilainya
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Nominal Rekening %Nominal %Rekening Giro Tabungan Deposito
Kab. Buton 1.074,8 136.609 6,8% 8,0% 13,3% 34,7% 51,6% 13,7%
Kab. Muna 1.378,6 160.802 8,7% 9,4% 0,5% 28,3% 50,3% 21,4%
Kab. Kolaka 1.987,3 264.878 12,5% 15,6% 0,0% 25,9% 51,8% 22,2%
Kab. Wakatobi 285,5 40.018 1,8% 2,3% 13,0% 6,1% 62,0% 31,9%
Kab. Konawe 427,1 88.387 2,7% 5,2% -16,1% 30,0% 59,9% 10,0%
Kab. Konawe Selatan 132,1 40.508 0,8% 2,4% 27,5% 0,9% 79,5% 19,6%
Kab. Bombana 207,3 52.946 1,3% 3,1% -1,1% 0,4% 87,0% 12,6%
Kab. Kolaka Utara 135,3 36.358 0,9% 2,1% 3,1% 0,4% 93,7% 6,0%
Kab. Konawe Utara 8,6 1.053 0,1% 0,1% - 83,0% 14,3% 2,7%
Kota Baubau 2.458,5 210.556 15,5% 12,4% -0,1% 31,5% 50,1% 18,4%
Kota Kendari 7.786,0 670.789 49,0% 39,4% 5,0% 23,2% 42,2% 34,6%
Sulawesi Tenggara 15.881,6 1.703.272 100,0% 100,0% 3,2% 25,3% 48,1% 26,6%
Kota/KabupatenDPK Pangsa thd Sultra
gDPKPangsa
Bank Persero Bank Swasta Bank Pemda
Pemerintah 0,02% 0,00% 1,45%
Pemda 0,07% 0,00% 0,04%
Korporasi 1,67% 0,98% 11,26%
Perseorangan 98,24% 99,02% 87,26%
TabunganNominal
(Rp miliar)Rekening
%
Nominal
%
Rekening
0-100 Jt 4.202 1.652.267 55,0% 99,14%
100Jt-500Jt 2.382 13.533 31,2% 0,81%
500Jt -1 M 282 424 3,7% 0,03%
> 1 M 768 383 10,1% 0,02%
75
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
oleh pemilik dana tabungan relatif bervariasi
pada perbankan terutama untuk nasabah
pemerintah. Hal yang cukup menarik adalah
penempatan dana dari pemerintah pusat yang
lebih banyak ditempatkan pada bank pemda,
namun sebaliknya dana tabungan pemda
ditempatkan pada bank persero.
Berdasarkan nilai tabungannya, sebagian besar
penabung di Sulawesi Tenggara memiliki
tabungan di bawah Rp100 juta dengan jumlah
penabung mencapai 99,14% dari keseluruhan
rekening tabungan. Sementara itu penabung
dengan nilai di atas Rp1 miliar masih sedikit
(pangsa 0,02%), namun nominalnya relatif
besar mencapai 10,1% dari total nominal
tabungan di Sulawesi Tenggara (Tabel 4.2).
Deposito
Peningkatan penghimpunan deposito turut
menahan perlambatan DPK yang terjadi pada
triwulan I 2017 lebih dalam. Pada periode
tersebut deposito tumbuh sebesar 8,1% (yoy),
lebih tinggi daripada sebelumnya yang hanya
tumbuh 4,0% (yoy). Jumlah penghimpunan
deposito sampai periode tersebut mencapai
Rp4,2 triliun.
Ketergantungan perbankan Sulawesi Tenggara
terhadap deposan besar pada triwulan laporan
tercatat cukup tinggi. Dari hasil pengelompokan
deposito berdasarkan nilainya, terlihat bahwa
rekening dengan nilai deposito di atas Rp1 miliar
mencapai 55,9% dari total deposito perbankan
di Sulawesi Tenggara (Tabel 4.5). Sementara itu
berdasarkan jangka waktu penempatan
deposito, terdapat variasi yang kecil pada
penempatan 1 bulan, 3 bulan dan 1 tahun atau
lebih. Kondisi ini relatif aman bagi perbankan
karena penempatan deposito tidak
terkonsentrasi pada salah satu tenor tertentu.
Giro
Sementara itu, giro masih terkontraksi sebesar
4,6% (yoy). Terkontraksinya giro disebabkan
karena penurunan giro yang dimiliki oleh
Tabel 4.4 Deposito Berdasarkan Pemiliknya Tabel 4.5 Deposito Berdasarkan Nilainya
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.47 Kredit Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.48 Perbandingan Pertumbuhan DPK di Sulawesi
Bank Persero Bank Swasta Bank Pemda
Pemerintah 8,28% 0,00% 1,45%
Pemda 14,34% 0,00% 0,04%
Korporasi 3,44% 0,98% 11,26%
Perseorangan 73,94% 99,02% 87,26%
Tenor 0-100 Jt100Jt-
500Jt
500Jt -1
M> 1 M Total
1 bulan 3,3% 7,0% 2,7% 16,7% 29,6%
3 bulan 4,8% 9,8% 4,6% 11,9% 31,2%
6 bulan 1,2% 2,1% 1,4% 2,7% 7,4%
>1 thn 1,5% 3,3% 2,5% 24,5% 31,8%
Total 10,8% 22,2% 11,2% 55,9% 100,0%
18,8
11,2
0
5
10
15
20
25
0,02,04,06,08,0
10,012,014,016,018,020,0
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Kredit (sb.kanan) Pertumbuhan Kredit
%, yoy Rp triliun
10,4
7,9
12,2
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Modal Kerja Investasi Konsumsi
%, yoy Rp triliun
pangsa kredit (%) 27,4% 10,5% 62,1%
Stabilitas Keuangan Daerah
76
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
pemerintah sebesar 10,5% (yoy) pada triwulan I
2017, dari sebelumnya yang dapat tumbuh
positif sebesar 1,0% (yoy). Sementara itu giro
yang dimiliki oleh korporasi sudah dapat
tumbuh positif sebesar 6,8% (yoy), setelah
sebelumnya mengalami penurunan sebesar
19,2% (yoy). Begitu pula dengan giro milik
perseorangan yang juga dapat tumbuh positif
sebesar 20,0% (yoy), setelah sebelumnya
mengalami penurunan sebesar 15,4% (yoy).
Dari sisi kepemilikan, pangsa terbesar pemilik
giro adalah nasabah pemerintah sebesar 75,4%,
nasabah korporasi sebesar 12,1% dan
perseorangan sebesar 12,5%.
4.3.3. Penyaluran Kredit
Seiring dengan kinerja penghimpunan dana
yang mengalami perlambatan, fungsi
penyaluran kredit perbankan oleh bank umum
yang berkantor di Sulawesi Tenggara secara
keseluruhan juga mengalami perlambatan. Pada
triwulan I 2017, kredit perbankan tumbuh
sebesar 11,2% (yoy) lebih rendah dibandingkan
dengan kinerja periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 13,5% (yoy). Secara nominal,
kredit perbankan yang disalurkan sampai
dengan triwulan I 2017 mencapai Rp18,8 triliun
(Grafik 4.47).
Kredit Berdasarkan Lokasi Bank
Secara spasial, penyaluran kredit masih
terkonsentrasi di Kota Kendari, dengan pangsa
sebesar 59,8% dari seluruh penyaluran kredit
yang dilakukan oleh perbankan di Sulawesi
Tenggara. Meskipun demikian, pertumbuhan
kredit di Kota Kendari hanya sebesar 10,1%
(yoy) berada di bawah rata-rata pertumbuhan
kredit Sulawesi Tenggara. Pertumbuhan kredit
tertinggi berada di Kabupaten Buton Utara
sebesar 27,8% (yoy), diikuti oleh penyaluran di
Kab. Bombana yang tumbuh sebesar 23,0%
(yoy) (Tabel 4.6).
Sementara itu, terdapat perbankan di tingkat
kabupaten yang tidak menyalurkan kredit
investasi seperti di Kab. Buton dan Kab.
Wakatobi. Hal tersebut terjadi karena kredit
investasi ke daerah tersebut berasal dari
perbankan di daerah lain. Hal ini menunjukkan
Tabel 4.6 Kredit Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan IV 2016
Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, K.MK = Kredit Modal Kerja, K.INV = Kredit Investasi, K.KONS = Kredit Konsumsi gKredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota masih menggunakan daftar daerah otonomi tahun 2005
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Nominal Rekening %Nominal %Rekening K.MK K.INV K.KONS
Kab. Buton 110 1.159 0,6% 0,5% 22,6% 6,5% 0,0% 93,5%
Kab. Muna 1.342 25.066 7,1% 11,0% 16,3% 27,0% 3,6% 69,4%
Kab. Kolaka 2.545 37.725 13,5% 16,5% 16,8% 37,6% 5,7% 56,7%
Kab. Wakatobi 156 1.916 0,8% 0,8% 18,2% 3,3% 0,0% 96,7%
Kab. Konawe 486 3.474 2,6% 1,5% 2,5% 0,5% 0,4% 99,1%
Kab. Konawe Selatan 418 3.154 2,2% 1,4% -2,1% 2,0% 0,3% 97,7%
Kab. Bombana 233 2.055 1,2% 0,9% 23,0% 1,0% 0,6% 98,4%
Kab. Kolaka Utara 228 1.997 1,2% 0,9% 24,9% 2,7% 0,4% 96,9%
Kab. Buton Utara 121 1.299 0,6% 0,6% 27,8% 3,3% 1,6% 95,1%
Kab. Konawe Utara 221 1.579 1,2% 0,7% -18,1% 1,3% 0,5% 98,2%
Kota Baubau 1.701 26.606 9,0% 11,7% 13,0% 28,6% 7,2% 64,2%
Kota Kendari 11.251 122.180 59,8% 53,5% 10,1% 29,8% 14,6% 55,6%
Sulawesi Tenggara 18.813 228.210 100,0% 100,0% 11,2% 27,8% 10,5% 61,7%
Kota/KabupatenKredit Pangsa thd Sultra
gKreditPangsa
77
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
bahwa potensi investasi di suatu daerah belum
sepenuhnya didukung oleh perbankan di daerah
tersebut. Dengan demikian perlu adanya
penambahan kewenangan bagi kantor cabang
di daerah dalam melakukan penyaluran kredit
investasi di daerah yang sedang berkembang.
Berdasarkan sebaran jenis penggunaannya,
sebagian besar kabupaten masih mengandalkan
penyaluran pada kredit konsumsi. Terdapat 8
kabupaten dari 12 kabupaten/kota (masih
menggunakan daftar daerah otonomi tahun
2005) yang memiliki pangsa kredit konsumsi di
atas 90%. Sebaliknya hanya terdapat 4 daerah
yang memiliki pangsa kredit modal kerja di atas
20%, yaitu Kota Kendari, Kota Baubau, Kab.
Kolaka dan Kab. Muna.
Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Dari sisi jenis penggunaan, perlambatan
penyaluran kredit yang terjadi pada triwulan I
2017 disebabkan oleh melambatnya penyaluran
kredit konsumsi dan kredit modal kerja yang
mendominasi kredit di Sulawesi Tenggara.
Pangsa kredit konsumsi mencapai 62,1% dari
total penyaluran kredit pada triwulan I 2017.
Pada periode tersebut, kredit konsumsi hanya
tumbuh sebesar 12,2% (yoy) setelah pada
periode sebelumnya tumbuh sebesar 12,6%
(yoy). Selain itu, kredit modal kerja yang memiliki
pangsa 27,4% hanya tumbuh sebesar 10,4%
(yoy), melambat dari periode sebelumnya yang
dapat tumbuh sebesar 18,3% (yoy). Sedangkan
untuk kredit investasi mencapai sebesar Rp1,96
triliun dan tumbuh sebesar 7,9% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 7,2%
(yoy) (Grafik 4.48).
Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
Berdasarkan penyaluran kredit pada sektor
ekonomi, perlambatan kredit yang terjadi
terutama disebabkan karena melambatnya
penyaluran kredit ke sektor perdagangan yang
merupakan penyaluran kredit produktif (kredit
modal kerja dan kredit investasi) dengan pangsa
terbesar. Pada triwulan I 2017, kredit ke sektor
Tabel 4.7 Kredit Produktif Berdasarkan Sektor Ekonomi Posisi Triwulan I 2017
Ket: gKredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy), Kredit Produktif = Kredit Modal Kerja + Kredit Investasi NPL = Non Performance Loans
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Tw IV 2016 Tw I 2017
Pertanian 4.121 5,8% 62,8 73,3 1,8
Pertambangan 387 0,5% -24,0 -6,9 3,9
Industri Pengolahan 3.303 4,6% 73,4 68,9 3,3
Listrik Gas 53 0,1% 162,8 108,3 0,0
Air 29 0,0% -1,3 0,6 3,9
Konstruksi 4.474 6,3% 3,9 -6,5 10,9
Perdagangan 48.471 68,0% 13,9 7,2 6,6
Transportasi-Pergudangan 1.199 1,7% 22,7 18,4 7,4
Akomodasi Makan Minum 4.564 6,4% 4,6 0,6 5,8
Informasi Komunikasi 29 0,0% -24,8 -23,5 0,3
Jasa Keuangan 60 0,1% 16,6 0,9 0,0
Real Estate 912 1,3% -0,4 -3,5 3,5
Jasa Perusahaan 930 1,3% 35,9 25,4 5,4
Adm Pemerintahan 3 0,0% -84,0 -88,0 0,0
Jasa Pendidikan 219 0,3% -7,8 -9,3 4,3
Jasa Kesehatan Sosial 218 0,3% -4,5 -9,8 0,2
Jasa Lainnya 2.262 3,2% -2,8 -1,2 7,9
Kredit Produktif 71.235 100% 13,5 13,5 6,4
gKredit (%, yoy)Sektor Ekonomi
Nominal
(Rp miliar)NPL (%)% Nominal
Stabilitas Keuangan Daerah
78
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
perdagangan yang disalurkan oleh perbankan di
Sulawesi Tenggara hanya tumbuh sebesar 7,2%
(yoy), lebih rendah dari sebelumnya yang
tumbuh sebesar 13,9% (yoy). Kredit produktif
yang melambat juga dialami oleh sektor
akomodasi makan minum yang hanya tumbuh
sebesar 0,6% (yoy). Meskipun demikian, kredit
ke sektor pertanian masih dapat tumbuh tinggi
sebesar 73,3% (yoy) (Tabel 4.7).
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Kondisi intermediasi perbankan yang
diindikasikan dengan indikator Loan to Deposit
Ratio (LDR) menunjukkan peningkatan. Pada
triwulan I 2017 LDR bank umum di Sulawesi
Tenggara mencapai 118,5%, lebih rendah
daripada triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 122,9% (Grafik 4.49). Hal tersebut terjadi
karena terdapat peningkatan DPK sementara
kredit tumbuh melambat. Nilai LDR yang lebih
dari 100 juga menunjukkan bahwa kapasitas
pembiayaan perekonomian di Sulawesi
Tenggara memerlukan dana dari daerah lain.
Kondisi ini terlihat dari adanya peningkatan
kewajiban antar kantor (penerimaan dari kantor
bank yang sama di daerah lain) sebesar 10,9%
(qtq) pada triwulan I 2017.
Non Performing Loans (NPL)
Dari sisi risiko kredit, penyaluran kredit oleh
bank umum yang ada di Sulawesi Tenggara
masih berada pada batas yang aman. Hal ini
terlihat dari indikator Non Performance Loans
(NPL) Gross pada triwulan I 2017 yang hanya
sebesar 2,61%, lebih rendah daripada periode
sebelumnya yang mencapai 2,93% (Grafik 4.50).
Pada periode tersebut penyaluran kredit
investasi memiliki risiko kredit terbesar yaitu
dengan NPL sebesar 6,96%. Sementara itu
kredit modal kerja juga masih memiliki NPL
relatif tinggi meskipun masih berada dalam
batas threshold 5%, yaitu sebesar 4,71%. Di sisi
lain, penyaluran kredit konsumsi masih memiliki
risiko kredit terendah dengan NPL hanya sebesar
0,96%.
Dari sisi NPL sektoral, NPL pada sektor
perdagangan yang memiliki pangsa penyaluran
kredit terbesar mencapai 6,6% dan berada di
atas threshold 5%. Sementara itu, NPL pada
kredit konstruksi juga mencapai 10,9%. Hal
tersebut menyebabkan NPL kredit produktif
masih berada di atas threshold 5%. Meskipun
demikian, NPL pada sektor lainnya seperti sektor
pertanian dan industri pengolahan masih relatif
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.49 Perkembangan Loan To Deposit Rasio
Sulawesi Tenggara Grafik 4.50 Perkembangan NPL Bank Umum Sulawesi
Tenggara
114,7111,0105,1110,9110,1114,1117,3
122,8118,5
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
95
100
105
110
115
120
125
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
DPK (sb.kanan) LDR Kredit (sb.kanan)
LDR (%) Rp triliun
2,61
4,71
6,96
0,960,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
NPL NPL K.MK NPL K.Inv NPL K.Kons
%, NPL
79
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
rendah dan dapat menurunkan tekanan risiko
kredit dari perbankan di Sulawesi Tenggara.
4.3.4. Rentabilitas Bank Umum Sulawesi
Tenggara
Rentabilitas suatu bank umum dipengaruhi dari
kemampuan mendapatkan pendapatan dari
aset yang dimiliki dan kemampuan untuk
melakukan efisiensi biaya. Pada triwulan I 2017,
kondisi rentabilitas bank umum di Sulawesi
Tenggara relatif berada dalam kondisi yang baik
meskipun ada tekanan menurun. Hal ini
diindikasikan dengan tingkat Net Interest
Margin (NIM) yang relatif tinggi pada level
8,82% (Grafik 4.51). Meskipun demikian, NIM
perbankan pada periode tersebut lebih rendah
daripada triwulan sebelumnya. Penurunan NIM
tersebut terjadi karena terdapat penurunan
pendapatan bunga sebesar 2,5% (yoy),
sementara beban bunga juga turun sebesar
12,4% (yoy). Kondisi tersebut juga terjadi
karena spread suku bunga (selisih antara bunga
kredit dengan bunga DPK) di Sulawesi Tenggara
relatif mengecil dari sebelumnya pada kisaran
10,20% menjadi 9,76% (Grafik 4.52).
Selain itu, dari sisi efisiensi terjadi penurunan.
Kondisi ini tercermin dari rasio BOPO (Biaya
Operasional per Pendapatan Operasional) yang
relatif meningkat. Pada triwulan I 2017, BOPO
perbankan di Sulawesi Tenggara sebesar
73,49%, sedikit lebih tinggi daripada periode
sebelumnya yang mencapai 61,87% (Grafik
4.51). Apabila rasio BOPO semakin rendah maka
rentabilitas bank semakin baik karena bank
dapat meningkatkan efisiensi operasionalnya.
Sebaliknya jika rasio BOPO semakin tinggi, maka
bank semakin tidak efisien dalam menjalankan
kegiatan operasionalnya.
4.3.5. Perbankan Syariah
Pangsa perbankan syariah di Sulawesi Tenggara
masih relatif kecil di tengah kondisi masyarakat
yang religius. Dari sisi aset, perbankan syariah
hanya memiliki aset sebesar Rp1,05 triliun, atau
sebesar 4,4% dari keseluruhan aset bank umum
di Sulawesi Tenggara (Grafik 4.53). Kondisi yang
sama juga terjadi pada penghimpunan dana dan
penyaluran pembiayaan. Pada triwulan I 2017,
pangsa pembiayaan hanya mencapai 4,8% dari
total realisasi kredit oleh bank umum.
Sedangkan penghimpunan DPK bank syariah
hanya sebesar 4,3% dari seluruh DPK se
Sulawesi Tenggara.
Apabila dibandingkan dengan kinerja
perbankan syariah di Pulau Sulawesi, maka
perkembangan aset bank syariah di Sulawesi
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.51 Perkembangan BOPO dan NIM Bank Umum Grafik 4.52 Spread Suku Bunga Bank Umum
73,49%8,82%
5,00%
6,00%
7,00%
8,00%
9,00%
10,00%
11,00%
12,00%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
BOPO Net Interest Margin (Sb. Kanan)
% %
9,76
4,004,254,504,755,005,255,505,756,006,256,506,757,007,257,507,758,00
8
8,5
9
9,5
10
10,5
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Spread Suku Bunga BI Rate (sb.kanan)BI 7 DRR (sb.kanan)
% %
Stabilitas Keuangan Daerah
80
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Tenggara menunjukkan arah yang lebih baik.
Pertumbuhan aset bank syariah di Sulawesi
Tenggara mencapai 13,1% (yoy), lebih tinggi
daripada rata-rata pertumbuhan aset bank
syariah se-Sulawesi yang terkontraksi sebesar
1,7% (yoy) pada triwulan I 2017. Sementara itu,
pangsa aset bank syariah di Sulawesi Tenggara
yang mencapai 4,4% sudah berada di atas rata-
rata pangsa aset bank syariah di Sulawesi
Tenggara yang hanya sebesar 4,1%. Meskipun
demikian, pangsa aset bank syariah yang
terbesar berada di Provinsi Sulawesi Selatan
yang mencapai 5,1% terhadap keseluruhan aset
perbankan di provinsi tersebut (Grafik 4.54).
Sampai dengan triwulan I 2017, penyaluran
pembiayaan syariah kembali meningkat. Pada
periode tersebut pembiayaan syariah tumbuh
sebesar 10,1% (yoy) dengan baki debet sebesar
Rp906,16 miliar (Grafik 4.56). Sama dengan
penyaluran perbankan umum, penyaluran
pembiayaan syariah juga paling banyak
dilakukan untuk penggunaan konsumsi
sebanyak 67,6% dan tumbuh sebesar 14,7%
(yoy). Sementara itu, penyaluran pembiayaan
untuk modal usaha dengan pangsa sebanyak
20,2% mengalami perlambatan dan hanya
tumbuh sebesar 7,1% (yoy).
Seiring dengan kinerja penyaluran
pembiayaannya, penghimpunan DPK perbankan
syariah juga menunjukkan peningkatan. Pada
periode tersebut jumlah DPK bank syariah
mencapai Rp657,1 miliar, tumbuh sebesar
10,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 5,4%
(yoy). Peningkatan tersebut disebabkan karena
terjadi pelambatan pada penempatan DPK
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.55 Perkembangan DPK Syariah Grafik 4.56 Perkembangan Pembiayaan Syariah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.53 Pangsa Perbankan Syariah Grafik 4.54 Perbandingan Pangsa & Pertumbuhan Aset
Syariah se-Sulawesi
-9,0
13,0
9,7
10,2
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017gGiro gTabungan gDeposito gDPK
%, yoy
pangsa DPK 5,9% 57,9% 36,2%
7,1%
-6,4%
14,7%
10,1%
-30,0%
-20,0%
-10,0%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017gMdl.Kerja gInv gKonsumsi gPembiayaan
%, yoy
pangsa pembiayaan
20,2% 12,1% 67,6%
4,4%Aset
4,8%PembiayaanRp1,05
triliunRp906,2miliar
4,3%DPK
Rp684,0miliar
Bank Konvensional Bank Syariah
13,10
1,80
-4,49
0,80
-5,28
8,34
-1,70
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0
Tw IV 16
Tw I 17
%, yoy
Pangsa Aset Syariah Thd Total Aset Perbankan
SULTRA
Sulut
Gorontalo
Sulbar
SULAWESI
Sulsel
Sulteng
81
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
fasilitas serupa deposito yang tumbuh sebesar
9,7% (yoy) dan tabungan sebesar 13,0% (yoy).
Dari sisi risiko pembiayaan, tekanan pada risiko
kredit kembali meningkat. Hal ini terlihat dari
NPF (Non Performance Financing) yang mulai
meningkat dari 4,96% menjadi 5,29%.
4.3.6. Bank Perkreditan Rakyat
Di triwulan I 2016, kinerja BPR relatif melambat
terutama dalam hal penambahan aset,
penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), dan
penyaluran kredit. Aset BPR tumbuh sebesar
8,4% (yoy), lebih rendah dari periode
sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 18,4%
(yoy) sehingga secara nominal asetnya mencapai
Rp293,7 miliar (Grafik 4.57).
Sementara itu, penghimpunan dana dari
masyarakat masih mengalami kontraksi.
Penghimpunan DPK turun 9,1% (yoy) atau
tercatat sebesar Rp108,8 miliar, melanjutkan
kinerja triwulan sebelumnya yang juga
terkontraksi sebesar 3,1% (yoy).
Terkontraksinya DPK disebabkan adanya
penurunan penghimpunan dana pada fasilitas
deposito dan tabungan (Grafik 4.58).
Selain itu, kinerja penyaluran kredit BPR
menunjukkan adanya perlambatan dan hanya
dapat tumbuh sebesar 28,9% (yoy) dengan
nominal sebesar Rp241,0 miliar (Grafik 4.59).
Perlambatan tersebut terjadi pada seluruh jenis
penggunaan, termasuk kredit modal kerja yang
memiliki pangsa paling besar. Kredit BPR di
Sulawesi Tenggara pada triwulan tersebut
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.57 Perkembangan Aset BPR Grafik 4.58 Perkembangan DPK BPR di Sulawesi Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek
Grafik 4.59 Pangsa Kredit UMKM Grafik 4.60 Pertumbuhan Kredit UMKM
293,7
8,4%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
60,0%
70,0%
0
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Aset BPR gAset (sb.kanan)
Aset (Rp miliar) %, yoy
-10,5%
-7,9%
-9,1%
-20,0%
-10,0%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017gDeposito gTabungan gDPK
%, yoy
pangsa DPK 43,8% 56,2%
20,2%
58,9%
56,2%
28,9%
-20,0%0,0%
20,0%40,0%60,0%80,0%
100,0%120,0%140,0%
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
gMdl.Kerja gInvestasi gKonsumsi gKredit
%, yoy
pangsa kredit 71,1% 2,5% 26,4%
Pertanian9,9% Tambang
1,0%Industri
2,6%LGA0,1%Konstruksi
9,7%
PHR40,9%Tansport
1,2%
Jasa-Jasa8,1%
Lainnya26,4%
Stabilitas Keuangan Daerah
82
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
banyak disalurkan pada sektor perdagangan
hotel dan restoran (PHR) (Grafik 4.60).
Dengan kondisi tersebut, LDR BPR pada triwulan
I 2017 mencapai 221,5 yang berarti kredit yang
disalurkan oleh BPR menggunakan dana dari
institusi keuangan lainnya. Dengan demikian
risiko yang terjadi pada BPR dapat menyebabkan
risiko pada institusi keuangan lainnya.
Sementara itu, risiko kredit pada BPR masih
relatif tinggi yaitu sebesar 15,7%, di atas
threshold 5%.
4.4. AKSES KEUANGAN
4.4.1. Akses Keuangan Kepada UMKM
Pada triwulan I 2017, kredit yang diterima oleh
UMKM di Sulawesi Tenggara (berdasarkan
lokasi proyek) mencapai Rp6,15 triliun. Secara
pangsa mencapai 26,5% dibandingkan total
kredit di Sulawesi Tenggara. Kredit kepada
UMKM1 tersebut, sebagian besar diberikan
kepada usaha kecil sebesar 45,0% dan usaha
mikro dengan pangsa sebesar 30,1%.
Sedangkan untuk usaha menengah memiliki
1 Penentuan UMKM dilakukan berdasarkan kriteria dalam UU No. tahun 2008. Usaha mikro merupakan usaha
dengan asset maksimal Rp50 juta dan omzet maksimal Rp300 juta. Usaha kecil merupakan usaha dengan aset antara Rp50 juta s.d Rp500 juta dan omzet antara Rp300 juta s.d Rp2,5 miliar. Usaha menengah merupakan usaha dengan aset antara Rp500 juta s.d Rp10 miliar dan omzet antara Rp2,5 miliar s.d Rp50 miliar.
pangsa sebesar 24,9% dari total kredit UMKM
(Grafik 4.61).
Seiring dengan kredit perbankan secara umum
yang mengalami perlambatan, laju
pertumbuhan kredit UMKM juga mengalami
perlambatan dari 10,3% (yoy) menjadi 6,1%
(yoy) pada triwulan I 2017. Hal ini terjadi karena
terdapat perlambatan pada kredit usaha kecil
sebesar 10,3% (yoy) dan usaha mikro yang
hanya tumbuh sebesar 2,5% (yoy), sementara
itu kredit usaha menengah menunjukkan
adanya perbaikan (Grafik 4.62).
Secara sektoral, perlambatan kredit UMKM
tersebut dipengaruhi oleh penurunan kredit
UMKM pada sektor perdagangan yang
merupakan kontributor terbesar dengan pangsa
69,2%. Pada triwulan I 2017, kredit UMKM
sektor perdagangan terkontraksi sebesar 1,6%
(yoy). Selain itu sektor lainnya juga
menunjukkan adanya perlambatan penyaluran
kredit, bahkan untuk sektor konstruksi juga
masih mengalami kontraksi (Grafik 4.63).
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek
Grafik 4.61 Pangsa Kredit UMKM Grafik 4.62 Pertumbuhan Kredit UMKM
Non UMKM73,5%
UMKM26,5%Rp6,14triliun
UsahaMenengah
UsahaKecil
UsahaMikro
24,9%
45,0%
30,1%
22,23
2,5
10,3
3,3
6,1
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Mikro Kecil Menengah UMKM
%, yoy
83
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
Dari sisi risiko kreditnya, secara umum kredit
UMKM masih berada sedikit di atas threshold
5%. Pada triwulan I 2017 NPL kredit UMKM
mencapai 5,88%, mengalami peningkatan dari
sebelumnya yang tercatat sebesar 5,36%.
Kondisi tersebut dipengaruhi oleh peningkatan
tingkat risiko kredit pada sektor perdagangan
dan sektor konstruksi (Grafik 4.64).
Seiring dengan adanya perubahan kebijakan
KUR (Kredit Usaha Rakyat) pada tahun 2017,
terdapat peningkatan penyaluran kredit
tersebut kepada UMKM. Sampai dengan
triwulan I 2016, baki debet KUR di Sulawesi
Tenggara mencapai Rp1,09 triliun dengan
jumlah debitur aktif mencapai 58.724 usaha
(Grafik 4.65). Salah satu kebijakan yang
mendorong peningkatan adalah penurunan
suku bunga dari 12% efektif per tahun menjadi
9% efektif dan tambahan beberapa bank
swasta dan BPD Sultra sebagai bank penyalur
KUR. Penyaluran KUR di Sulawesi Tenggara
masih terkonsentrasi pada usaha di sektor
perdagangan mencapai 67,8%. Sementara itu
penyaluran pada produksi primer seperti ke
pertanian dan perikanan sudah menunjukkan
adanya peningkatan.
4.4.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk
Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara
terutama dari sisi penghimpunan dana
mengalami peningkatan, begitu juga dari sisi
kredit. Rasio jumlah rekening DPK terhadap
penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi bank
Grafik 4.65 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi
Tenggara Grafik 4.66 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi
Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah, lokasi proyek
Grafik 4.63 Pertumbuhan Kredit UMKM Sektoral Grafik 4.64 NPL Kredit UMKM Sektor Dominan
1.092,2
58.724
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
0
200
400
600
800
1.000
1.200
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
KUR Rekening (sb.kanan)
Baki Debet (Rp miliar)
Nasabah
Perdagangan; 67,8%
Akomodasi Mamin; 3,0%
Industri Pengolahan;
5,0%Jasa
masyarakat; 4,1%Pertanian;
14,2%
Perikanan; 3,4%
Transportasi; 1,6%
Jasa usaha; 1,3%
Lainnya; -0,3%
69,2%6,9%
5,8%4,2%
3,6%
6,3
-7,5
37,2
22,1
6,0
-1,6-9,1
22,4
9,4
4,8
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
Tw IV 16
Tw I 17
%, yoy
pangsa
0,0
5,0
10,0
15,0
Pe
rda
ga
ng
an
Ko
nstr
uksi
Pe
rtan
ian
Indu
str
i
Tra
nspo
rta
si
Tw IV 16 Tw I 17
%, NPL
theshold
Stabilitas Keuangan Daerah
84
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
tetap menunjukkan tren peningkatan, dimana
pada triwulan I 2017 rasio tersebut tercatat
sebesar 135,2% (Grafik 4.67). Rasio yang lebih
besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat
penduduk angkatan kerja di Sulawesi Tenggara
yang memiliki rekening simpanan lebih dari
satu. Selain itu rasio lebih dari 100% juga
mengindikasikan adanya penduduk bukan
angkatan kerja yang juga memiliki rekening
seperti siswa sekolah maupun mahasiswa.
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit
terhadap penduduk angkatan kerja di Sulawesi
Tenggara masih stabil pada kisaran 18,1%
(Grafik 4.68). Meskipun demikian, rasio tersebut
masih rendah karena pada awal tahun 2017
rasio dapat mencapai 21,0. Masih rendahnya
rasio rekening kredit menunjukkan bahwa
fasilitas pembiayaan masih sedikit digunakan
oleh masyarakat di provinsi ini dan masih
terdapat ruang untuk meningkatkan penyaluran
kredit di masa yang akan datang.
Upaya pengembangan akses keuangan memiliki
peran penting dalam menjaga stabilitas sistem
keuangan dan mendorong pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw
BI Provinsi Sulawesi Tenggara berupaya
memberikan dan memfasilitasi berbagai
kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan
untuk memberikan informasi mengenai produk
dan jasa keuangan serta untuk menumbuhkan
kesadaran masyarakat pada umumnya untuk
menabung dan melakukan pengelolaan
keuangan.
Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, BPS, diolah
Grafik 4.67 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja Grafik 4.68 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja
1.641 1.703
115,5118,0
125,1
133,7
126,9
130,6
133,1
134,6135,2
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
100
110
120
130
140
150
160
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Rekening DPK (sb. Kanan) Rasio DPK
% nasabah (ribu)
224228
19,7 20,021,3 22,0 21,0 22,0
18,1 18,4 18,1
200
210
220
230
240
250
260
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Rekening Kredit (sb. Kanan) Rasio Kredit
% nasabah (ribu)
5
SISTEM PEMBAYARAN
&
Perkebunan Kakao di Kolaka Utara
Foto: Asman Hadianto
PENGELOLAAN
UANG RUPIAH
87
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM
PEMBAYARAN NON TUNAI
5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring
Berbeda dengan akselerasi pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara, transaksi
pembayaran non-tunai melalui Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada
triwulan I 2017 mengalami penurunan, baik
dari sisi volume maupun nominalnya. Nominal
transaksi kliring tercatat sebesar Rp2,0 triliun
atau tumbuh -4,0% (yoy) (Grafik 5.1), lebih
rendah jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,4 triliun.
Sementara itu, dari sisi jumlah transaksi juga
mengalami penurunan dari semula tercatat
sebanyak 62,1 ribu transaksi menjadi sebesar
54,7 ribu transaksi (Grafik 5.2). Pada triwulan I
2017, perputaran kliring mencapai Rp32
miliar/hari dengan jumlah transaksi mencapai
883 transaksi/hari (Grafik 5.3).
Sedangkan untuk tingkat kepatuhan juga
menunjukkan adanya pernurunan. Hal ini
diindikasikan dari meningkatnya jumlah
penarikan cek dan BG kosong. Pada periode
tersebut jumlah penarikan cek dan BG kosong
meningkat dari 803 ribu lembar menjadi 924
lembar (Grafik 5.4). Hal ini menunjukkan perlu
adanya peningkatan pemahaman dan
kesadaran masyarakat dalam penggunaan cek
maupun BG.
5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS
Transaksi pembayaran non-tunai nominal
besar melalui Bank Indonesia Real Time Gross
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.1 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi
Sulawesi Tenggara Grafik 5.2 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi
Sulawesi Tenggara
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.3 Perputaran kliring harian di Sulawesi
Tenggara Grafik 5.4 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong)
2.000
(4) -20
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017Nominal (Rp miliar) Pertumbuhan yoy (sb.kanan)
%, yoyRp miliar
55
(6)
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
-
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017Lembar (ribu) Pertumbuhan yoy (sb.kanan)
%, yoyTransaksi
32
883
0
200
400
600
800
1.000
1.200
-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan)
TransaksiRp miliar
23
924
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
-
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017Nominal/hari Transaksi/hari(sb.kanan)
TransaksiRp miliar
Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah
88
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Settlement (BI-RTGS) pada triwulan I 2017
mengalami peningkatan pertumbuhan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
baik dari nilai transaksi maupun volume
transaksi. Perningkatan pertumbuhan transaksi
pembayaran BI-RTGS tersebut sejalan dengan
adanya akselerasi ekonomi yang terjadi pada
periode laporan. Selain itu, adanya kebijakan
baru dari Bank Indonesia yang menurunkan
batas minimal transaksi juga turut menyebabkan
peningkatan transaksi.
Pada triwulan I 2017, nilai traksaksi BI-RTGS dari
perbankan Sulawesi Tenggara tercatat sebesar
Rp586,9 miliar (Grafik 5.5). Sementara untuk
volume transaksi, pada triwulan I 2017 tercatat
mencapai 525 transaksi (Grafik 5.6).
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI
5.2.1. Aliran Uang Kartal
Transaksi pembayaran tunai pada triwulan I
2017 memiliki pola yang sama dengan periode
tahun-tahun sebelumnya yang terjadi net-
inflow. Net-inflow berarti suatu kondisi dimana
lebih banyak uang yang masuk dibandingkan
dengan uang yang keluar. Pada triwulan I 2017
terdapat aliran inflow atau masuk ke KPwBI
Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai Rp 1,24
triliun, jauh meningkat dibandingkan periode
sebelumnya yang mencapai Rp 492,2 miliar.
Sementara itu untuk aliran outflow atau keluar
dari KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara pada
periode tersebut hanya mencapai Rp403,2
miliar, jauh menurun dibandingkan periode
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.5 Nilai Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi
Tenggara Grafik 5.6 Volume Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi
Tenggara
Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.7 Aliran Uang Kartal Dari Bank Sentral di
Sulawesi Tenggara Grafik 5.8 Posisi Selisih Inflow dan Outflow Di Bank
Sentral Sulawesi Tenggara
848 874
689 801
587
-
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1.000
I II III IV I
2016 2017
Rp Miliar
481
529
478
539
525
440
450
460
470
480
490
500
510
520
530
540
550
I II III IV I
2016 2017
Transaksi
(3)
43
(100)
(50)
-
50
100
150
200
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
Inflow Outflowg Inflow (sb. Kanan) g Outflow (sb. Kanan)
%, yoyRp Miliar
(1,058)
840
(2,000)
(1,500)
(1,000)
(500)
-
500
1,000
1,500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Rp Miliar
net inflow
net outflow
89
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
sebelumnya yang mencapai Rp1,55 triliun.
Karena jumlah inflow masih lebih besar daripada
outflow-nya maka pada triwulan I 2017 terjadi
net-inflow sebesar Rp840,1 miliar (Grafik 5.8).
Kondisi net-inflow yang terjadi tersebut
disebabkan karena pada awal tahun 2017
merupakan arus balik kepada KPwBI Provinsi
Sulawesi Tenggara.
5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia secara berkala terus menjaga
ketersediaan uang layak edar (ULE) di
masyarakat. Terhitung mulai bulan Maret 2015,
Bank Indonesia memperluas jaringan pelayanan
terhadap kebutuhan masyarakat atas uang layak
edar dengan mengajak perbankan yang ada di
Sulawesi Tenggara untuk menerima penukaran
uang lusuh/rusak dari masyarakat. Sementara
itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Tenggara juga tetap berupaya secara
langsung menyediakan uang layak edar melalui
pelayanan langsung terhadap masyarakat pada
hari kerja tertentu (Rabu) dan melalui
pelaksanaan kas keliling. Kas keliling tersebut
dilakukan di dalam kota Kendari maupun di luar
Kota Kendari hingga wilayah terpencil yang sulit
dijangkau. Selama bulan Januari hingga Maret
2017, kegiatan kas keliling telah dilakukan
sebanyak 15 (lima belas) kali, dengan rincian 8
(delapan) kali di luar Kota Kendari dan 7 (tujuh)
kali di dalam Kota Kendari. Kas keliling di luar
Kota Kendari tersebut dilakukan di Kabupaten
Wakatobi, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten
Kolaka, Kabupaten Muna, Kabupaten Muna
Barat, Kabupaten Buton, Kabupaten Buton
Selatan, Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten
Bombana dan Kabupaten Konawe.
Di samping itu, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara juga
melakukan distribusi uang ke daerah Kota
Baubau dan sekitarnya serta Kabupaten Kolaka
dan sekitarnya melalui pengelolaan kas titipan
bekerjasama dengan salah satu bank umum
yang ada di daerah tersebut. Di sisi lain, demi
menjaga agar kualitas uang yang diterima
masyarakat dalam kondisi yang baik, Bank
Indonesia juga secara berkala melakukan
kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar
(UTLE).
5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Tidak
Asli
Pecahan besar masih mendominasi peredaran
uang tidak asli yang ditemukan pada triwulan
I 2017. Selama triwulan I 2017, telah ditemukan
uang tidak asli sebanyak 82 lembar, menurun
Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 5.9 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar Grafik 5.10 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan
291
19.8
(150)
(100)
(50)
-
50
100
150
200
250
300
0
50
100
150
200
250
300
350
400
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Nominal UTLE g Nominal UTLE (sb.Kanan)
Rp, Miliar %, yoy
74,4
25,6
Pecahan 100.000 Pecahan 50.000
Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah
90
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
dibandingkan dengan penemuan pada triwulan
IV sebanyak 83 lembar. Temuan uang tidak asli
selama triwulan I 2017 didominasi oleh pecahan
uang Rp100.000,- sebanyak 61 lembar dan
sisanya pecahan uang Rp50.000,- sebanyak 21
lembar.
Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran
uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi
masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang
rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Tenggara juga telah senantiasa
melakukan kegiatan sosialisi ciri-ciri keaslian
uang rupiah.
6
KONDISI TENAGA KERJA
&
Petani di Konawe
Foto: Jojon
KESEJAHTERAAN
93
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
6.1. KETENAGAKERJAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi
Tenggara pada triwulan I 2017 diindikasikan
mengalami penurunan, walaupun terjadi
akselerasi ekonomi pada periode tersebut.
Hal ini tercermin dari data BPS Sulawesi
Tenggara yang menunjukkan adanya
peningkatan jumlah penggangguran terbuka
walaupun terjadi penambahan jumlah
penduduk yang bekerja.
Jumlah pengangguran terbuka pada periode
laporan mengalami peningkatan. Dari Agustus
2016 hingga Februari 2017, jumlah
pengangguran terbuka bertambah sebanyak 5,5
ribu orang atau meningkat sebesar 16,1%.
Dengan adanya peningkatan tersebut, jumlah
penduduk yang menganggur di Bulan Februari
2017 tercatat sebanyak 39,6 ribu orang. Jika
diperhatikan dari pendidikan tertinggi yang
ditamatkan, masih banyak terdapat tenaga kerja
yang berpendidikan yang menganggur.
Berdasarkan data BPS Provinsi Sulawesi
Tenggara diketahui bahwa sebanyak 5,9% dari
total penduduk berusia 15 tahun ke atas yang
menganggur berpendidikan sarjana, sementara
untuk yang berpendidikan Diploma I/II/III
sebanyak 9,8%.
Terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang
menganggur yang lebih besar dibandingkan
peningkatan jumlah penduduk bekerja,
membuat Tingkat Pengganguran Terbuka (TPT)
di Sulawesi Tenggara meningkat dari 2,72%
(Agustus 2016) menjadi 3,14% (Februari 2017)
serta Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja yang
menurun dari 73,5% menjadi sebesar 73,0%.
Pada bulan Februari 2017, jumlah penduduk
bekerja tercatat sebanyak 1,26 juta jiwa atau
meningkat sebesar 2,4 ribu jika dibandingkan
dengan periode Agustus 2016. Peningkatan
jumlah tenaga kerja tersebut utamanya berasal
dari peningkatan jumlah tenaga kerja yang
berkerja di lapangan usaha pertanian, lapangan
usaha pertambangan, lapangan usaha industri
dan lapangan listrik, gas dan air minum. Struktur
lapangan pekerjaan pada periode laporan tidak
mengalami perubahan, pada bulan Februari
2017 lapangan usaha pertanian masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja
di Sulawesi Tenggara di ikuti oleh lapangan
usaha perdagangan dan rumah makan dan
lapangan usaha jasa. Pada Februari 2017,
lapangan usaha pertanian menyerap tenaga
kerja sebesar 483,7 ribu jiwa.
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.1 Kondisi Penduduk Bekerja Sulawesi Tenggara Grafik 6.2 Kondisi Penduduk Menganggur
1,112
1,037
1,126
1,075
1,166
1,220 1,222
900
950
1,000
1,050
1,100
1,150
1,200
1,250
Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb
2014 2015 2016 2017
orang (ribu)
24
48 42
63
46
34 40
-
10
20
30
40
50
60
70
Feb Aug Feb Aug Feb Aug Feb
2014 2015 2016 2017
orang (ribu)
Kondisi Tenaga Kerja & Kesejahteraan
94
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
6.2. KESEJAHTERAAN
Penghasilan Petani (NTP)
Berbeda dengan kondisi perekonomian yang
mengalami akselerasi, kondisi kesejahteraan
Sulawesi Tenggara terindikasi mengalami
penurunan pada triwulan I 2017. Hal ini terlihat
dari penurunan indeks penghasilan masyarakat
dan Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode
tersebut jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya. NTP merupakan suatu indikator
kemampuan tukar produk pertanian untuk
keperluan memproduksi produk pertanian. Oleh
karena itu, NTP dapat dijadikan alat ukur untuk
tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya
yang bekerja di sektor pertanian.
Pada triwulan I 2017, NTP Sulawesi Tenggara
tercatat lebih rendah dari 100 yaitu sebesar 97,0
atau menurun dibandingkan dengan triwulan IV
2016 yang sebesar 98,9 (Grafik 6.4). Penurunan
tersebut terutama disebabkan oleh penurunan
NTP yang terjadi pada seluruh subsektor kecuali
pada perikanan dan sub sektor holtikutura. NTP
sub sektor tanaman pangan mengalami
penurunan dari 92,1 pada triwulan IV 2016
menjadi 91,9 pada triwulan I 2017 seiring
dengan masih belum masuknya musim panen
sub sektor tersebut. NTP sub sektor tanaman
perkebunan rakyat menurun dari 99,9 pada
triwulan IV 2016 menjadi 98,1 di triwulan I 2017
seiring dengan belum masuknya musim panen
pada tanaman buah tahunan. Selain kedua
subsektor tersebut, masih terdapat subsektor
dengan NTP di bawah 100 yaitu subsektor
holtikultura. Hal ini menunjukkan bahwa total
pendapatan yang diterima oleh para petani
pada subsektor tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan total pengeluaran untuk
memproduksi hasil usahanya.
Penghasilan Umum
Namun demikian, untuk tingkat konsumen
terdapat indikasi peningkatan kesejahteraan
yang tercermin dari peningkatan penghasilan
masyarakat. Hal ini terlihat dari hasil Survei
Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi
Sulawesi Tenggara yang menunjukkan
peningkatan Indeks Penghasilan Konsumen (IPK)
dari 130,7 pada triwulan III 2016 menjadi 140,0
pada triwulan IV 2016 (Grafik 6.3).
Kemiskinan
Di sisi lain, berdasarkan data BPS Provinsi
Sulawesi Tenggara diketahui bahwa penduduk
miskin pada bulan September 2016 (rilis bulan
Januari 2017) tercatat sebanyak 327,3 ribu jiwa
atau sebesar 12,8% dari total penduduk
Sulawesi Tenggara (Grafik 6.5). Jumlah tersebut
Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah Sumber: BPS Prov Sultra, diolah
Grafik 6.3 Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 6.4 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara
120
125
130
135
140
145
150
155
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016Indeks Penghasilan Konsumen
indeks
98.9
92.1
88.9
99.9
104.6
111.1
97.0
91.9
89.5
98.1
104.4
111.4
- 50.0 100.0 150.0
Total
Tanaman Pangan
Hortikultura
Perkebunan Rakyat
Peternakan
Perikanan
NTP Tw I 2017 NTP Tw IV 2016
95
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
menurun jika dibandingkan dengan data pada
bulan Maret 2016 yang tercatat sebanyak
12,9% dari total penduduk Sulawesi Tenggara.
Perbaikan tersebut terjadi pada daerah
pedesaan. Sedangkan untuk daerah perkotaan
mengalami penurunan. Perbaikan kondisi
kemiskinan tersebut terjadi walaupun garis
kemiskinan juga mengalami peningkatan karena
inflasi. Garis kemiskinan meningkat dari
Rp277.288/kapita/bulan di bulan Maret 2016
menjadi Rp282.161/kapita/bulan di bulan
September 2016.
Dari jumlah penduduk miskin tersebut, 83,8%
atau 274,1 ribu jiwa berada di daerah pedesaan
sedangkan sisanya sebesar 16,2% atau 53,2
ribu jiwa berada di daerah perkotaan.
Konsentrasi jumlah penduduk miskin di
pedesaan menjadi tantangan pembangunan
ekonomi dan wilayah oleh pemangku
kepentingan khususnya pemerintah daerah,
mengingat potensi sumber daya alam Sulawesi
Tenggara yang dominan berada di daerah
pedesaan khususnya di sektor primer yaitu
sektor pertanian namun hasilnya belum secara
optimal mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di pedesaan secara lebih luas.
Ketimpangan Pengeluaran Penduduk
Ketimpangan pengeluaran penduduk Sulawesi
Tenggara mengalami perbaikan. Hal tersebut
tercermin dari adanya penurunan gini ratio dari
0,402 di bulan Maret 2016 menjadi 0,388 di
bulan September. Semakin rendah nilai gini ratio
menunjukkan ketimpangan suatu daerah yang
semikin rendah.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, penurunan
tersebut disebabkan oleh penurunan di daerah
perkotaan maupun daerah pedesaan. Untuk
daerah perkotaan pada bulan September 2016
tercatat sebesar 0,395 ssetelah pada periode
Maret 2016 adalah sebesar 0,407. Sementara
untuk daerah pedesaan menurun dari 0,367 di
bulan Maret 2016 menjadi 0,352 di bulan
September.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.5 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi
Tenggara.
53,18
274
13
12
12
13
13
14
14
15
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16
Penduduk Miskin Desa
Penduduk Miskin Kota
Persentase Penduduk Miskin (sb.Kanan)
ribu jiwa %
Kondisi Tenaga Kerja & Kesejahteraan
96
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
7
PROSPEK PEREKONOMIAN
Senja di Teluk Kendari
Foto: Daniel AP
DAERAH
99
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
7.1.1. Triwulan III 2017
Dengan didasarkan pada beberapa indikator
pendukung, hasil survei dan liaison,
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada
triwulan III 2017 diprakirakan berada pada
kisaran 7,8% - 8,2% (yoy), mengalami
perlambatan jika dibandingkan periode triwulan
II 2017 yang diperkirakan akan mengalami
pertumbuhan sebesar 8,5% - 8,9% (yoy).
Perkiraan perlambatan yang terjadi pada
triwulan III 2017 tersebut sesuai dengan arah
perkiraan kegiatan usaha yang diungkapkan
oleh para pelaku perekonomian terutama dari
sisi konsumen dan dari sisi pelaku usaha (Grafik
7.1). Dari sisi konsumen berdasarkan hasil Survei
Konsumen yang dilakukan, Indeks Perkiraan
Kegiatan Usaha tercatat mengalami penurunan
dari 174,0 di triwulan II 2017 menjadi 155,7 di
triwulan III 2017. Namun demikian dari sisi
pelaku usaha masih memiliki masih
memperkirakan akan mengalami percepatan
pertumbuhan. Sementara itu berdasarkan hasil
liaison kepada pelaku usaha diperkirakan
bahwa tidak terdapat peningkatan omzet
penjualan pada triwulan tersebut(Grafik 7.2).
Perlambatan kinerja yang terjadi pada lapangan
usaha pertanian disebabkan oleh adanya
penurunan produksi komoditas tabama
terutama padi seiring dengan telah berlalunya
musim panen komoditas tersebut di periode
triwulan II. Namun demikian, akan terjadinya
panen untuk komoditas kakao dan membaiknya
produksi ikan sesuai dengan pola musimannya
diperkirakan akan mampu menahan laju
perlambatan yang terjadi pada lapangan usaha
tersebut.
Penurunan pada lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran diperkirakan akan terjadi pada
triwulan III 2017 disebabkan oleh penurunan
perdagangan domestik seiring dengan telah
kembali normalnya konsumsi rumah tangga
pasca peningkatan di periode triwulan II 2017
akibat adanya Bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Namun demikian, perdagangan luar negeri
diperkirakan masih mampu tumbuh cukup
tinggi untuk dapat menahan laju perlambatan.
Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan
produksi komoditas ekspor di periode triwulan
III mendatang serta adanya kebijakan relaksasi
ekspor nikel mentah kadar rendah. Komoditas
ekspor yang diperkirakan akan mengalami
Sumber: SK KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: Liaison KPw BI Sultra, diolah
Grafik 7.1 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi
Konsumen Grafik 7.2 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
10.0
100.0
110.0
120.0
130.0
140.0
150.0
160.0
170.0
180.0
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Perkiraan Kegiatan Usaha g PDRB (Sb. Kanan)
SBT % yoy
(1.5)
(1.0)
(0.5)
-
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
LS Penj. Domestik LS Penj. Ekspor LS Ekspektasi Penjualan
Prospek Ekonomi Daerah
100
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
peningkatan adalah komoditas ikan segar dan
nikel olahan.
Sedangkan dari sisi permintaan, perlambatan
perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan
III 2017 disumbangkan oleh melambatnya
aktivitas konsumsi rumah tangga dan konsumsi
pemerintah.
Perlambatan konsumsi rumah tangga pada
periode tersebut sejalan dengan perkiraan
penghasilan yang diperkirakan menurun oleh
para responden Survei Konsumen (Grafik 7.7).
Berdasarkan hasil survei tersebut indeks
penghasilan konsumen pada triwulan III 2017
akan menurun dari 167,5 menjadi 161,3.
Penurunan tersebut diperikirakan disebabkan
oleh adanya tambahan penghasilan konsumen
berupa THR di periode triwulan II 2017.
Sementara itu, konsumsi pemerintah pada
triwulan III 2017 diperkirakan menurun seiring
dengan tingginya akselerasi pertumbuhan yang
diperkirakan akan terjadi pada periode triwulan
II 2017 akibat adanya pembayaran THR bagi
PNS/ASN dan TNI/POLRI.
Tabel 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
I IIP IIIP
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6.89 7.6 - 8.0 5.7 - 6.1 7.7 6.5 - 6.9
Pertambangan dan Penggalian 17.31 10.8 - 11.2 11.5 - 11.9 0.1 12.7 - 13.1
Industri Pengolahan 7.38 8 3 - 8.7 9.8 10.2 8.9 9.1 -9.5
Pengadaan Listrik, Gas 3.33 7.0 - 7.4 2.8 - 3.2 5.7 5.4 -5.8
Pengadaan Air 0.04 12.1 - 12.5 6.2 - 6.6 8.9 7.9 - 8.2
Konstruksi 9.56 9.7 - 10.1 10.1 - 10.5 7.7 10.2 - 10.4
Perdagangan Besar dan Eceran 5.94 11.9 - 12.3 7.3 - 7.7 10.0 8.5 - 8.9
Transportasi dan Pergudangan 9.85 10.0 - 10.4 9.7 - 10.1 11.6 10.4 - 10.8
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.10 9.4 - 9.8 3.7 - 4.1 7.1 7.3 - 7.7
Informasi dan Komunikasi 9.40 12.2 -12.6 4.4 - 4.8 9.8 8.8 - 9.2
Jasa Keuangan 4.90 4.9 - 5.3 1.1 - 1.5 15.1 3.9 - 4.3
Real Estate 1.46 1.7 - 2.1 13.1 -13.5 0.9 4.5 - 4.9
Jasa Perusahaan 3.87 5.1 - 5.5 3.6 - 4.0 8.2 4.3 - 4.7
Administrasi Pemerintahan 0.34 1.0 - 1.4 5.9 - 6.3 2.1 3.2 - 3.6
Jasa Pendidikan 1.78 1.9 - 2.3 1.3 - 1.7 9.9 1.5 - 1.9
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.29 3.7 - 4.1 6.9 - 7.3 6.2 4.8 - 5.2
Jasa Lainnya 1.97 7.3 - 77 3.3 - 3.7 7.5 4.0 - 4.4
PDRB 8.39 8.5 - 8.9 7,8 - 8,2 6.5 8.3 - 8,7
2016 2017P2017
Lapangan Usaha
I IIP IIP
Konsumsi Rumah Tangga 5.9 6.7 - 7.1 5.8 - 6.2 6.1 6.1 - 6,5
Konsumsi LNPRT 12.1 12.9 - 13.3 8.3 - 8.7 4.5 9.9 - 10.3
Konsumsi Pemerintah 6.7 11.4 - 11.8 7.0 - 7.4 2.0 8,5 - 8,9
PMTB 15.0 15.1 - 15.4 15.7 - 16,1 7.6 15,5 - 15,9
Perubahan Inventori -2145.6 -23 - -25 -31 - -34 18.1 -107 - -110
Eksport Luar Negeri 114.5 150 - 153 -155 - -158 -8.5 133 -135
Import Luar Negeri 156.0 70 - 72 128 - 130 3.9 95 - 97
Net Eksport Antar Daerah -14.8 144 - 146 32 - 34 -18.1 41 - 44
PDRB 8.4 8.5 - 8.9 7,8 - 8,2 6.5 8.3 - 8,7
Komponen Pengeluaran2017
2016 2017P
101
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
7.1.2. Tahun 2017
Berdasarkan beberapa indikator pendukung,
hasil survei dan liaison, pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tenggara pada tahun 2017
diprakirakan berada pada kisaran 8,3% - 8,7%
(yoy) mengalami akselerasi yang cukup tinggi
jika dibandingkan pertumbuhan pada periode
2016 yang tumbuh sebesar 6,5% (yoy).
Perkembangan perekonomian di Sultra tersebut
searah dengan prakiraan perekonomian
Indonesia dan dunia yang juga diperkirakan
mengalami peningkatan. Kinerja lapangan
usaha pertambangan, industri pengolahan dan
konstruksi yang masih mendominasi
perekonomian Sultra secara signifikan
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global.
Beberapa asumsi yang menjadi pendorong
perekonomian Sulawesi Tenggara tahun 2017
adalah (1) peningkatan kinerja lapangan usaha
utama, (2) peningkatan konsumsi rumah
tangga, (3) peningkatan realisasi investasi, dan
(4) Peningkatan ekspor komoditas utama akibat
adanya peningkatan produksi maupun adanya
kebijakan pemerintah pusat untuk merelaksasi
ekspor nikel mentah kadar rendah.
7.2. PROSPEK INFLASI
7.2.1. Triwulan III 2017
Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan
III 2017 mendatang diperkirakan akan berada
pada tekanan yang lebih rendah dibandingkan
dengan perkiraan inflasi pada akhir triwulan II
Sumber: OECD (June 2016), diolah Sumber: World Bank Commodity Forecast Price Oct 2016, diolah
Grafik 7.9 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
dan Dunia Grafik 7.10 Proyeksi Harga Komoditas Internasional
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 7.11 Perkiraan Penghasilan dan Konsumsi RT Grafik 7.12 Perkiraan Inflasi dari Sisi Konsumen
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
2013 2014 2015 2016 2017
Sultra Indonesia (OECD) Dunia (OECD)
%, yoy
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Nickel Kakao (sb.kanan)
US$/mt US$/kg
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
100.0
110.0
120.0
130.0
140.0
150.0
160.0
170.0
180.0
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Perkiraan Penghasilan g Konsumsi PDRB (Sb. Kanan)
SBT % yoy
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
100.0
120.0
140.0
160.0
180.0
200.0
220.0
I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017
Perkiraan Harga 3 Bulan Perkiraan Harga 6 Bulan Inflasi (Sb. Kanan)
SBT % yoy
Prospek Ekonomi Daerah
102
KA
NTO
R P
ERW
AKIL
AN
BA
NK IN
DO
NESIA
P
rovi
nsi Sul
aw
esi T
eng
gara
2017. Inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan
berada pada kisaran 1,9% s.d 2,3% (yoy).
Kondisi ini juga searah dengan perkiraan
konsumen sesuai dengan hasil Survei Konsumen
yang dilakukan oleh KPwBI Sultra. Konsumen
memperkirakan akan terjadi penurunan harga
pada triwulan III 2017, lebih rendah daripada
periode sebelumnya (Grafik 7.11). Hal ini didorong
oleh kembali normalnya konsumsi masyarakat
terhadap kelompok volatile food dan
administered prices pasca bulan Ramadhan dan
hari raya Idul Fitri 1438 H.
7.2.2. Tahun 2017
Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun
2017 mendatang diperkirakan akan meningkat
namun masih berada pada sasaran inflasi
nasional yang sebesar 4% + 1%. Meskipun
demikian, kondisi supply demand yang terjadi di
Sulawesi Tenggara mendorong inflasi lebih
tinggi dan berada pada kisaran batas atas
sasaran tersebut. Peningkatan tekanan inflasi
pada tahun tersebut didorong oleh peningkatan
tekanan administered prices terkait dengan
kebijakan energi.
1. Tekanan inflasi volatile foods menurun
Kinerja produksi bahan pangan di Sultra
pada tahun 2017 diperkirakan akan
meningkat dan membantu tersedianya
pasokan bahan makanan baik serelia
maupun dari komoditi ikan dan unggas.
Program kerja peningkatan bahan pangan
sebagai salah satu program Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sultra
diperkirakan turut mendorong peningkatan
kinerja tersebut. Di sisi lain, dengan
terbentuknya TPID di seluruh
Kota/Kabupaten maka kerjasama/koordinasi
antar daerah dalam rangka penyediaan
pasokan dan distribusi bahan pangan
diperkirakan akan semakin lancar. Selain itu,
terbangunnya jalan dan pelabuhan yang
memadai diperkirakan akan meningkatkan
jumlah dan memperlancar arus barang di
Sultra.
2. Tekanan inflasi administered price
meningkat.
Peningkatan kelompok administered price di
Sultra banyak dipengaruhi oleh pengaturan
subsidi, terutama pada listrik dan BBM. Hal
ini untuk lebih meningkatkan kapasitas
keuangan negara.
3. Tekanan inflasi inti relatif meningkat
Perkembangan inflasi inti dipengaruhi oleh
faktor domestik dan faktor eksternal.
Permintaan domestik diperkirakan masih
tinggi seiring dengan peningkatan
penghasilan masyarakat. Mulai aktifnya
pertambangan dan harga nikel dunia yang
sudah berangsur membaik menyebabkan
tingkat penghasilan masyarakat juga akan
meningkat. Kondisi tersebut akan
mendorong terciptanya lapangan kerja baru
dan adanya migrasi tenaga kerja dari daerah
maupun negara lain.
103
KA
JIAN
EKO
NO
MI &
KEU
AN
GA
N R
EGIO
NA
L PRO
VIN
SI S
ULA
WES
I TENG
GA
RA
M
ei 2
01
7
Tabel 7.3 Faktor Risiko Inflasi Tahun 2017
Faktor Risiko PotensiDampak thdpInflasi IHK
Volatile Food
a. Pasokan:
• Tingginya curah hujan di beberapa daerah di Sulawesi Tenggara dapat berpotensi mengganggu produksi bahan makanan
• Gelombang laut juga berpotensi menggangu pasokan komoditas ikan segar baik di Kota Kendari maupun Kota Baubau.
• Peningkatan pasokan komoditas aneka cabai akibat mulai masuknya panen.
LOW
b. Distribusi:
• Faktor cuaca juga dapat berpotensi menggangu aktivitas pelayaran, sehingga dapat menghambat distribusi barang di Sulawesi Tenggara.
• Pengaturan perdagangan yang tidak memperhatikan kecukupan lokal seringkali menyebabkan terjadinya inflasi karena pedagang menjual ke daerah lain dengan harga yang lebih tinggi.
Adm.Prices
• Penyesuaian tarif BBM yang tidak diikuti oleh penurunan tarif angkutan baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau.
• Penyesuaian TTL sesuai harga keekonomian (faktor penentu: harga minyak, nilai tukar, dan inflasi) masih menjadi risiko sepanjang tahun karena bergantung pada keputusan pemerintah.
• Adanya peningkatan permintaan angkutan udara, terutama di Kota Baubau.
Medium
Core • Pergerakan nilai tukar yang masih dalam tren depresiasi terhadap US$ menambah tekanan dari sisi imported inflation, khususnya untuk komoditas pangan berbahan baku impor, kosmetika, dan obat.
• Dampak second-round dari kebijakan harga pemerintah.
• Harga emas global mengalami kecenderungan yang menurun dalam beberapa pekan terakhir.
LOW
DAFTAR ISTILAH
Administered
price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok
barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah
daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat
inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat
konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana
Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung
pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan
pemberian otonomi daerah.
Dana Pihak
Ketiga (DPK)
Dana masyarakat (berupa tabungan, deposito, giro, dll) yang disimpan di
suatu bank.
Faktor
Fundamental
Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat
dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-
penawaran atau output gap, eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat
Faktor Non
Fundamental
Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di
luar kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi
bahan pangan (volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan
oleh pemerintah (administered price)
Feronikel Hasil olahan nikel mentah (ore nickel) dengan kadar antara 20-30% Ni
dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja dan stainless steel
Imported
inflation
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh
perkembangan harga di luar negeri (eksternal)
Indeks Ekspektasi
Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan
konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang,
dengan skala 1---100.
Indeks Harga
Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga
barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode
tertentu.
Indeks Kondisi
Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan
konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1---100.
Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi
ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang,
dengan skala 1---100.
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui
peningkatan modal.
Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif
dan kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara
langsung kepada pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah
kegiatan ekonomi dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan
dalam bentuk laporan
Loan to Deposit
Ratio (LDR)
Ratio yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pinjaman yang
disalurkan dengan dana pihak ke tiga yang dihimpun pada suatu waktu
tertentu.
Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup
industri minyak dan gas.
Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan
sebelumnya.
NPI Nikcel Pig Iron. Hasil olahan ore nickel dengan kandungan 5-10% Ni.
Non Performing
Loan (NPL)
Besarnya jumlah kredit bermasalah pada suatu Bank dibanding dengan
total keseluruhan kreditnya
Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang
mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah
tertentu.
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti
hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan
hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian
sebuah negara
Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan
triwulan sebelumnya.
Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban
meningkat dengan persentase jumlah responden yang memberikan
jawaban menurun danmengabaikan jawaban sama .
SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo
bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot
sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya.
Sektor ekonomi
dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga
mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara
keseluruhan.
Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
West Texas
Intermediate
Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan
minyak dunia.
Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun
sebelumnya.
TIM PENYUSUN
PENANGGUNG JAWAB
Minot Purwahono
KOORDINATOR PENYUSUN
Harisuddin
TIM PENULIS
Daniel Agus Prasetyo
Argo Hadianto
KONTRIBUTOR
Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan
Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM
Fungsi Koordinasi dan Komunikasi Kebijakan
Unit Pengelolaan Uang Rupiah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans
Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari
No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718