Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18November 2017 Purwokerto
1405
“Tema 6: Rekayasa sosial dan pengembangan perdesaan”
KAJIAN MATRIKS W-AMOEBA DAN W-CONTIGUITYDALAM SPATIAL LAG MODELDENGAN METODE ESTIMASI MAXIMUM
LIKELIHOOD
Oleh
Jajang, Budi Pratikno, Mashuri Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan IPA
Universitas Jenderal Soedirman Jl. Dr. Soeparno, Purwokerto, 53122
[email protected]; [email protected]; [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini membahas matriks pembobot spasial yang dimodifikasi dalam Spatial Lag Model (SLM). Metode modifikasi matriks pembobot spasial dengan menggunakan algoritma yang disebut a multidirectionaloptimum ecotope base algorithm (AMOEBA). Matriks pembobot spasial hasil algoritma ini selanjutnya disebut W-Getis.Untuk menguji performa matrix digunakan data tentang kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah danfaktor-faktornya.Berdasarkan pada kriteria AIC, hasil penelitian menunjukkanakurasi hasil prediksi model W-Getis lebih baik dibandingkan matriks biasa(W-kontiguitas) maupun model regresi linier berganda (tanpa matriks pembobot).Selanjutnya,digunakan model W-getis untuk menyelidiki kemiskinan dan faktor-faktornya.Berdasarkan model W-Getis,ketika persentase pendidikan tidak lebih dari SMP dan share PDRB sektor pertanian meningkat maka persentasi kemiskinan juga meningkat. Sedangkan ketika share PDRB sektor industri, perdagangan dan jasa meningkat maka persentase kemiskinan menurun. Berdasarkan hasil ini, untuk mengurangi persentase kemiskinan maka perlu meningkatkan persentase kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan peningkatan persentase PDRB sektor industri, perdagangan dan jasa. Kata kunci :W-AMOEBA, SLM, autokorelasi spasial local, kemiskinan
ABSTRACT
This paper discusses about modified spatial weight matrix in spatial lag model.modifica tion method of spatial lag model using the algoritmh that is called algoritma yang disebut a multidirectional optimum ecotope base algorithm (AMOEBA). The matrix of this algorithm result then is called W-Getis. To evaluate the matrix performance, we used data about poverty in Center Java in its factors. Base on AIC criteria, the result showed that accuration of W-Getis model is better than both W-contiguiy. Then, we only use W-Getis model to investigate poverty and its factor. Based on the W-Getis model, percentage of education and GRPshare of agriculture have positif correlation to poverty. It means that if percentage of education no more than of junior high school and GRP share of agricultural sector is increase then percent of poverty is also increase.Meanwhile, Percentage of GRP share of indutry, trade and service have negatif correlation to poverty. It means that if GRPs share of them is increase then percent of poverty is decrease. Based on this result, to reduce percentage of poverty, we can improve quality human resource by eduation, GDP shares of inustry, trade and service sectors. Keywords:W-AMOEBA, SLM, spatial autocorelation, poverty
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18November 2017 Purwokerto
1406
PENDAHULUAN
Kajian-kajian terkait dengan masalah model spasial telah dilakukan di berbagai bidang,
antara lain dalam bidang kesehatan (Bavaund, 2008; Jilei Wu et.al, 2004; Zhi-Hang Peng et.al,
2011;Yue-Jia Cheng et.al, 2012), pembangunan regional (Danlin Yu dan Denis wei, 2007;Olejnik,
2008; Dall’erba et.al 2008; Marquez et.al 2010), model-model ekonomi(Lauridsen et.al
2010;Beamonte et.al 2010;Cubukcu, 2012). Fokus utama dalam data spasial adalah mengukur
kekuatan hubungan antar unit spasial.
Matrik pembobot spasial adalah komponen dalam model spasial. Beberapa peneliti data
spasial seperti Folmer dan Oud (2008), Liu, et.al (2011a, 2011b), Aldstadt dan Getis (2006), dan
Jajang et.al (2014) telah mengembangkan/memodifikasi matriks pembobot spasial. Salah satunya
adalah menggabungkan informasi jarak geografis dan karakteristik yang menjadi perhatian melalui
algoritma AMOEBA (an multidirectional ecotope based algorithm).
Data spasial merupakan salah satu terapan proses stokastik dimana realisasi dari himpunan
variabel acaknya bergantung pada indeks (misalnya, indeks bidang, ruang atau waktu) (Gaetan dan
Guyon, 2010). Sebagai contoh dari data spasial, misalnya Y(s) diberi nilai 1 (suatu peristiwa
kejadian di lokasi s bernilai 1), artinya bahwa peristiwa acak terjadi. Ilustrasi kasus data tipe ketiga
(point pattern) adalah lokasi atau tempat tinggal orang-orang yang menderita penyakit tertentu
(Cressie, 1993; Banerjee et al. 2004).
Autokorelasi spasial berkaitan dengan pola tak acak dari nilai-nilai atribut atas himpunan
unit-unit spasial untuk mengukur hubungan antara spasial (Ord dan Getis 2001; Getis, 2008; Ord
dan Getis, 2001;Ord dan Getis, 1995;Nelson dan Boots, 2008; Anselin, 1995).Salah satu statistik
autokorelasi spasial lokal adalah statistik Getis lokal � . Dalam perkembangannya, statistik ini
telah dikaji untuk membuat matriks pembobot spasial. Mengacu pada permasalahan ini, maka
tujuan dalam paper ini adalah Memodifikasi metode estimasi MLE pada model SLM dengan
matriks W-AMOEBA, mengkaji performa matriks W-AMOEBA dan, mengaplikasikannya pada
data riil.
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan untuk mendukung kajian performa matriks pembobot spasial W-
AMOEBA adalah data tentang kemiskinan di provinsi Jawa Tengah dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Beberapa variabel dan hubungan setiap variabel digambarkan pada Tabel dan
gambar berikut.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mengenai kemiskinan di
Jawa Tengah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18November 2017 Purwokerto
1407
Tabel 1. Variabel penelitian
Variabel penelitian satuan Kemiskinan % Persentase Tingkat Pendidikan sampai SMP % Share PDRB sektor pertanian % Share PDRBsektor industri % Share PDRBsektor perdagangan % Share PDRBsektor jasa %
Gambar 1. Kemiskinan dan faktor yang mempengaruhinya
Metode penelitian yang dilakukan terdiri atas beberapa tahap. Pertama, mengkaji dan
menurunkan MLE. Kedua, mengkonstruksi kembali program untuk membangun dan mengkaji
matriks W-AMOEBA dalam SLM. Ketiga, Mengaplikasikan program SLM dengan W-AMOEBA
pada data kemiskinan. Keempat, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan.
Estimasi Maximum Likelihoodmodel SLM
Spatial Lag Model (SLM). (Anselin, 1988) disesifikasi sebagai. � = � + � + � (1) dengan : y = vektor variabel tak bebas berukuran n x 1 X = matriks n x k dari variabel bebas
=matriks pembobot spasial, n x n = koefisien autokorelasi spasial � = vektor parameter variabel-variabel bebas berukuran k x 1 �= vektor acak berukuran n x 1.
Metode Maximum Likelihood model SLM adalah sebagai berikut. Diasumsikan �~�(�, ���),
dengan I adalah matriks identitas berukuran n x n. Jika �� , i =1,2,...,n adalah sisaan model pada
lokasi , maka fungsi densitas peluang�� adalah :
Kemiskinan
Share perdagangan
Share industri
Share jasa
Share pertanian
Pendidikan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18November 2017 Purwokerto
1408
� =1 2
exp − �2
2 2 (2)
Fungsi densitas peluang bersama � dari variabel acak �1, �2,⋯ , � yang saling bebas dan
adalah perkalian dari fungsi (2) untuk n=1, 2,…,n:
� =1 2 /2
exp − �2=1
2 2 (3)
atau apabila dinyatakan dalam vektor � =1 2 /2
exp − �′�2 2
. (4)
Berdasarkan model (3) maka � = � � − − �. Dengan metode transformasi, dan � , 2 ,� = � sebagai maksimum likelihood, maka
� , 2 ,� =1 2 /2
exp − � � − − � ′ � � − − � 2 2
. (5)
Misalkan � , 2 ,�;� adalah transformasi variabel acak dari � ke�, maka
� , 2 ,�;� =1 2 2
exp − � � − − � ′ � � − − � 2 2
. � − . (6)
Untuk mendapatkan nilai � , 2,�;� yang maksimum, dapat dicari dengan menentukan
, 2 ,�yang juga memaksimumkan � , 2 ,�;� = �� � , 2,�;� , dimana
� , 2 ,�;� = � − −2
ln 2 −2
ln 2 − � � − − � ′ � � − − � 2 2
. (7)
Menurut Ward dan Kristiani (2008) � − = ln(1 − � ), dengan � adalah nilai
eigen dari matriks . Jika � = , 2,� , maka � = � � � �|� .
Matriks Pembobot Spasial
Matriks pembobot spasial (W)adalahmatriks nxn tak negatif yang menspesifikasi
himpunan ketetanggaan untuk setiap observasi.Matriks yang umum digunakan hanya
berdasarkan pada kedekatan geografis, sepertikontiguitas spasial (spatial contiguity), jarak
invers (inverse distance) dan k tetangga terdekat (knearest neighbors, k-NN). Metode lain
yang dapat digunakan adalah melalui algoritmaAMOEBA menggunakan model persamaan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18November 2017 Purwokerto
1409
struktural (Structural Equation Model, SEM) (Aldstadtdan Getis (2004);Aldstadt dan Getis
(2006); Folmer dan Oud, 2008; Liu et al. 2011). Fokus dalam paper ini adalah matriks
AMOEBA.
Matriks Pembobos Spasial AMOEBA
A Multidirectional Optimum Ecotope-Based Algorithm (AMOEBA) dirancang untuk
menggerombolan (clustering) unit-unit spasial dan mengkonstruksi matriks pembobot spasial yang
menggunakan data empiris (Aldstadt dan Getis, 2006).Matriks pembobot spasial AMOEBA (W-
AMOEBA) merupakan penggabungan antara konsep geografis dengan perilaku data (variabel yang
menjadi perhatiannya)atau perilaku datanya (Stakhovych dan Bijmolt, 2008; Aldstadt dan Getis
(2004): Aldstadt dan Getis, 2006). Menurut Getis dan Ord (1992) statistik autokorelasi spasial local
lebih sensitive dibandingkan statistic autokorelasi spasial global(Getis dan Ord, 1992).
� = , j ≠ i (8)
dengan adalah unsur-unsur matriks pembobot spasial simetrik yang bernilai 1 dan 0. Nilai
ekspektasi dan variansi Gi dibawah hipotesis null, � � = −1 dan � � =
−1− −1 2( −2). ( )
2
dengan = −1
dan 2 = 2−1
− 2. Ambil �∗
sebagai nilai yang terstandrdisasi/terbakukan, maka
�∗ =� − � � � � (9)
Algoritma AMOEBA adalah sebagai berikut (Aldstadt dan Getis, 2006) :
(1). Hitung �∗(0) yaitu nilai �∗untuk unit spasial di lokasi itu sendiri.
(2). Hitunglah �∗(1) , yaitu nilai untuk setiap daerah yang memuat unit i dan semua kombinasi
dari tetangga yang berdekatan. Jika �∗(0) lebih (kurang) dari kombinasi yang
memaksimumkan �∗(1) menjadi ecotope tinggi (rendah) yang baru.Unit spasial yang
bersebelahan yang tidak termasuk dalam ecotope dieliminasi dan unit spasial selainnya ada
dalam ecotope.
(3). Evaluasi semua kombinasi tetangga sebelah dan selanjutnya keanggotaan baru ecotope
diidentifikasi
(4). Proses ini berlanjut untuk jumlah penghubung k, k= 2, 3, ...,maksimum.
Berikut merupakan sebuah ilustrasi proses penggabungan unit-unit spasial dalam membentuk
geometri dari ekotope atau gerombol (cluster) dengan jarak maksimum 5 langkah dari unit i.
Apabila ecotope sudah terbentuk dimana tidak ada lagi unit-unit spasial yang dapat
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18November 2017 Purwokerto
1410
memaksimumkan nilai statistik lokal, maka dibuat matriks pembobot AMOEBA melalui prosedur
berikut :
(a) Ketika � > 1,
= � � ≤ �∗ � − � � ≤ �∗ � � ≤ �∗ � − � � ≤ �∗ 0 , 0 < ≤ � 0 , untuk selainnya
(b) Ketika kmaks = 1
= 1, untuk = 1
0, selainnya
(c) Ketika � = 0,
= 0 , untuk semua j
dengan adalah penghubung (link) yang menghubungkan i dan j dalam ecotope. Pada kondisi 1,
yaitu ketika � > 1, nilai-nilai menurun ketika jumlah penghubung antara unit i dan j
meningkat. Ketika ecotope hanya mengandung satu penghubung dari unit i (kmaks = 1), maka
unit tersebut diberi pembobot 1. Ketika tidak ada asosiasi antara unit i dengan sembarang unit j
(kmaks = 0) maka baris i dari matriks W adalah nol.
HASILDAN PEMBAHASAN
Deskripsi variabel pendidikan
Variabel pendidikan yang digunakan disini adalah persentase banyaknya pendudukan yang
berpendidikan sampai dengan sekolah menengah pertama (SMP). Disini akan dikaji bagaimana
dampak pendidikan yang sekolahnya sampai SMP kontribusinya terhadap kemiskinan. Dasar yang
menjadi acuan penelitian tingkat pendidikan ini adalah hasil penelitian sosial yang telah dilakukan
oleh Siregar (2010), bahwa tingkat pendidikan sampai dengan SMP belum cukup untuk
mengurangi tingkat kemiskinan.Deskripsi tingkat pendidikan setiap kabupaten dan kota di Jawa
Tengah disajikan pada Gambar 6.
Deskripsi variabel share industri
Variabel share industri ditujukan untuk menggambarkan kontribusi industri terhadap PDRB.
Dengan semakin tingginya share industri diharapkan adanya peningkatan PDRB secara
keseluruhan yang pada akhirnya dapat mereduksi jumlah kemiskinan. PDRB dari sektor industri
untuk setiap kabupaten dan kota disajikan pada Gambar 7. Mengacu pada Gambar 7, persentase
PDRB sektor industri yang paling besar ada di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Cilacap dan
Kabupaten Kudus. Sebagaimana dimaklumi bahwa di Kabupaten Cilacap, terdapat perusahaan
pertamina, sementara di Kabupaten Kudus terkenal dengan perusahaan yang mengelola tembakau.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18November 2017 Purwokerto
1411
Deskripsi variabel share pertanian
Sebagian besar sektor pertanian kecenderungannya berada di daerah kabupaten. Pertanian
diidentikan dengan pedesaan. Seperti terlihat pada Gambar 8, terlihat bahwa PDRB sektor
pertanian untuk kota-kota di Jawa Tengah sangat kecil dibandingkan dengan di kabupaten. Lebih
lanjut, apabila dihubungkan dengan wilayah atau daerah kemiskinan, ada kecenderungan bahwa
sektor pertanian mempunyai hubungan terkait erat dengan kemiskinan.
Deskripsi variabel share perdagangan
Share PDRB sektor perdagangan untuk setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah
disajikan pada Gambar 9. Hal yang sebaliknya ditunjukkan oleh sektor perdagangan dibandingkan
dengan sektor pertanian.Wilayah perkotaan mempunyai kecenderunagn persentase yang cukup
tinggi/ lebih besar dibandingkan dengan wilayah kabupaten. Mengacu pada Gambar 9, kota Tegal
merupakan kota dengan share PDRB perdagangan paling besar dengan persentase hampir 30%.
Selanjutnya share perdagangan tertinggi berikutnya adalah kota Surakarta, kota pekalongan, dan
kabupaten temanggung.
Deskripsi variabel share Jasa
Sama halnya dengan sektor perdagangan, untuk sektor jasa umumnya mencerminkan dan
didominasi oleh wilayah perkotaan. Gambar 10 menunjukkan hal yang demikian dimana sektor
jasa lebih didominasi oleh kota-kota, seperti kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota
Pekalongan, dan Kota Tegal.
Deskripsi variabel kemiskinan
Kemiskinan mempunyai kecenderungan berada di daerah atau wilayah desa/kabupaten yang
dominainya adalah pertanian. Sementara di wilayah perkotaan, presentase kemiskinan mempunyai
kecenderungan yang kecil. Berdasarkan grafik persentase kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah
(Gambar 11), ada kecnedrungan bahwa sektor perdagangan dan jasa mempunyai trend berbanding
terbalik dengan Gambar 9 dan Gambar 10. Hal ini diduga bahwa dampak semakin besar PDRB
sektor jasa akan semakin turunnya kemiskinan. Berdasarkan Gambar 11, terlihat bahwa persentase
penduduk miskin di Jawa Tengah secara umum di bawah 20%. Dari 35 Kkabupaten dan kota yang
ada di Jawa Tengah, hanya dua kabupaten dengan persentase penduduk miskin lebih dari 20%,
yaitu Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Kebumen (BPS, 2015).
Pemodelan dan perbandingan matriks W-Getis dan W-Kontiguitas Untuk mengkaji lebih lanjut mengenai hubungan antara sektor industri, pertanian,
perdagangan dan Jasa, maka selanjutnya dilakukan pemodelan.
Hasil estimasi dengan metode MLEdari model SLM antara matriks kontiguitas dan matriks
W-Getis diasjikan pada Lampiran 1. Berdasarkan Lampiran 1, dengan menggunakan kriteria
kriteria AIC, maka dapat dilihat bahwa matriks W-Getis lebih baik dibandingkan dengan matriks
W kontiguiitas Tabel 3 dan tabel 4.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18November 2017 Purwokerto
1412
Berdasarkan kriteria AIC, dapat dilihat bahwa nilai AIC untuk model SLM dengan W
kontiguitas 175.54, sedangkan nilai AIC untuk model SLM dengan W-Getis sama dengan 169,96.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model SLM dengan matriks W lebih baik
dibandingkan dengan model SLM dengan matriks W kontiguitas. Untuk lebih detailnya dapat
dilihat dari Perbandingan akurasi prediksi matriks W-Getis, WKontiguitas, dan metode OLS
terhadap aktualnya (Gambar 3).
Untuk selanjutnya, interpretasi model akan didasarkan pada model terbaik, yaitu model SLM
dengan matriks W-Getis. Berdasarkan model yang diperoleh tingkat pendidikan sampai SMP dan
share pertanian mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan persentase kemiskinan.
Dengan demikian semakin banyak persentase penduduk yang tidak melanjutkan ke SMA maka
akan semakin besar persentase kemiskinan. Begitu pula dengan sektor pertanian, semakin besar
persentase PDRB pertanian maka akan semakin turun tingkat kemiskinan
Tabel 3. Tabel ANOVA model SLM untuk matriks W Kontiguitas
=============================================================
Coefficients: (asymptotic standard errors)
Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)
=============================================================
(Intercept) 24.239533 10.383668 2.3344 0.01958
didik -0.250144 0.134281 -1.8628 0.06248
ind -0.040210 0.049149 -0.8181 0.41329
tani 0.304119 0.074074 4.1056 4.033e-05
dagang -0.023097 0.137399 -0.1681 0.86651
jasa -8.646765 4.054749 -2.1325 0.03297
Rho: 0.45909, LR test value: 6.3698, p-value: 0.011608
Log likelihood: -79.76862 for lag model
AIC: 175.54, (AIC for lm: 179.91)
=============================================================
Sedangkan share industri, perdagangan dan jasa mempunyai pengaruh yang negatif. Artinya
bahwa dengan semakin besar persentase PDRB ketiga sektor tersebut maka akan semakin turun
tingkat kemiskinan
Tabel 2. Tabel ANOVA model SLM untuk matriks W-Getis
=============================================================
Coefficients: (asymptotic standard errors)
Estimate Std. Error z value Pr(>|z|
(Intercept) 12.020644 10.163520 1.1827 0.2369184
didik -0.070499 0.122096 -0.5774 0.5636636
ind -0.020599 0.046926 -0.4390 0.6606764
tani 0.241718 0.066636 3.6274 0.0002863
dagang -0.010169 0.129447 -0.0786 0.9373827
jasa -6.346487 3.867353 -1.6410 0.1007887
Rho: 0.35189, LR test value: 11.94, p-value: 0.00054946
AIC: 169.97, (AIC for lm: 179.91)
=============================================================
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18November 2017
Purwokerto
1413
Gam
bar 2. Diagram
batang persentase pendudukan yang tingkat pendidikan sampai SM
P, persentase PDR
B sektor Industri, PD
RB
sektor, Pertanian, PD
RB
sektor perdagangan, PDR
B sektor Jasa, dan kem
iskinan
02
04
06
08
01
00
KabCilacap
KabBanyumas
KabPurbalingga
KabBanjarneg…KabKebumen
KabPurworejo
KabWonosobo
KabMagelang
KabBoyolali
KabKlaten
KabSukoharjo
KabWonogiri
KabKaranganyar
KabSragen
KabGrobogan
KabBlora
KabRembang
KabPati
KabKudus
KabJepara
KabDemak
KabSemarang
KabTemanggu…KabKendal
KabBatang
KabPekalongan
KabPemalang
KabTegal
KabBrebes
KotaMagelang
KotaSurakarta
KotaSalatiga
KotaSemarang
KotaPekalongan
KotaTegal
Pe
nd
idik
an
sam
pa
i SM
P
02
04
06
08
01
00
Kab. Cilacap
Kab. Banyumas
Kab. …Kab. …
Kab. Kebumen
Kab. Purworejo
Kab. Wonosobo
Kab. Magelang
Kab. Boyolali
Kab. Klaten
Kab. Sukoharjo
Kab. Wonogiri
Kab. …Kab. Sragen
Kab. Grobogan
Kab. Blora
Kab. Rembang
Kab. Pati
Kab. Kudus
Kab. Jepara
Kab. Demak
Kab. Semarang
Kab. …Kab. Kendal
Kab. Batang
Kab. …Kab. Pemalang
Kab. Tegal
Kab. Brebes
Kota Magelang
Kota Surakarta
Kota Salatiga
Kota Semarang
Kota …Kota Tegal
Ind
ustri
0
20
40
60
Kab. Cilacap
Kab. …Kab. …Kab. …Kab. …Kab. …Kab. …Kab. …
Kab. Boyolali
Kab. Klaten
Kab. …Kab. …Kab. …
Kab. Sragen
Kab. …Kab. Blora
Kab. …Kab. Pati
Kab. Kudus
Kab. Jepara
Kab. Demak
Kab. …Kab. …
Kab. Kendal
Kab. Batang
Kab. …Kab. …
Kab. Tegal
Kab. Brebes
Kota …Kota …
Kota Salatiga
Kota …Kota …
Kota Tegal
Pe
rtan
ian
01
02
03
04
0
Kab. Cilacap
Kab. …Kab. …Kab. …Kab. …Kab. …Kab. …Kab. …
Kab. Boyolali
Kab. Klaten
Kab. …Kab. …Kab. …
Kab. Sragen
Kab. …Kab. Blora
Kab. …Kab. Pati
Kab. Kudus
Kab. Jepara
Kab. Demak
Kab. …Kab. …
Kab. Kendal
Kab. Batang
Kab. …Kab. …
Kab. Tegal
Kab. Brebes
Kota …Kota …
Kota Salatiga
Kota …Kota …
Kota Tegal
Pe
rda
ga
ng
an
00
,20
,40
,60
,8 1
Kab. Cilacap
Kab. …Kab. …Kab. …
Kab. Kebumen
Kab. …Kab. …
Kab. Magelang
Kab. Boyolali
Kab. Klaten
Kab. …Kab. Wonogiri
Kab. …Kab. Sragen
Kab. …Kab. Blora
Kab. Rembang
Kab. Pati
Kab. Kudus
Kab. Jepara
Kab. Demak
Kab. …Kab. …
Kab. Kendal
Kab. Batang
Kab. …Kab. Pemalang
Kab. Tegal
Kab. Brebes
Kota …Kota Surakarta
Kota Salatiga
Kota …Kota …
Kota Tegal
Jasa
Pe
rusa
ha
an
0 51
01
52
02
5
Kab. Cilacap
Kab. …Kab. …Kab. …
Kab. Kebumen
Kab. …Kab. …
Kab. Magelang
Kab. Boyolali
Kab. Klaten
Kab. …Kab. Wonogiri
Kab. …Kab. Sragen
Kab. …Kab. Blora
Kab. Rembang
Kab. Pati
Kab. Kudus
Kab. Jepara
Kab. Demak
Kab. …Kab. …
Kab. Kendal
Kab. Batang
Kab. …Kab. Pemalang
Kab. Tegal
Kab. Brebes
Kota …Kota Surakarta
Kota Salatiga
Kota …Kota …
Kota Tegal
Pe
rsen
tase
ke
misk
ina
n
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18November 2017 Purwokerto
1414
Gambar 3. Perbandingan hasil prediksi dengan aktual untuk model SLM W kontiguitas, W-Getis dan model MLR (metode OLS)
0
5
10
15
20
25
Aktual
W-Kont
W-Getis
OLS
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18November 2017 Purwokerto
1415
KESIMPULAN DAN SARAN
Hubungan kedekatan antara geografis, perlu diperhatikan pula aspek yang menjadi objek
perhatian. Algoritma AMOEBA untuk membentuk matriks pembobot spasial dapat mengakomodir
kedekatan geografis dan kedekatan antar variabel yang menjadi perhatian.
Hasil kajian menunjukkan bahwa model spatial lag model (SLM) dengan memilih matriks
AMOEBA dapat memberikan hasil yang paling baik dibandingkan model SLM dengan matriks
kontiguitas.
Share pertanian mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan persentase
kemiskinan. Dengan demikian semakin banyak persentase sektor pertanian, semakin besar
persentase PDRB pertanian maka akan semakin turun tingkat kemiskinan. Sektor Industri,
perdagangan dan sector Jasa mempunyai koefisien negative, sehingga peningkatan ketiga sektor
tersebut akan menurunkan tingkat kemiskinan
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian ini didanai oleh BLU Dana DIPA UNSOED dengan nomor kontrak
DIPA 042.01.2.400901/2017. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada LPPM Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) atas dukungan
dananya.
DAFTAR PUSTAKA
Aldstadt J dan Getis A. 2004. Constructing the Spatial Weights Matrix Using Local Statistic. Geographical Analysis: 36 : pp. 90-104.
Aldstadt J dan Getis A. 2006. Using AMOEBA to create a spatial weights matrix and identify spatial clusters. Geographical Analysis. 8:327-343.
Anselin L. 1995. Local indicators of spatial association-LISA.Geographical Analysis27 : 93-115. Banerjee S, Carlin BP, Gelfand AE. 2004. Hierarchical Modeling and Analysis for Spatial Data.
Chapman Hall. London. Beamonte A, Gargallo P and Salvador M. 2010. Analysis of housing price by means of STAR
models with neighbourhood effects : a Bayesian approach. J Geogr Syst. 12 : 227-240. BPS Badan Pusat Statistik. 2016. Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka 2015. BPS Provinsi Jawa
Tengah. Costa-Font J dan Moscone F. 2008. The Imfact of decentralization and inter-territorial interactions
on Spanish health expenditure. Empirical Economics. 34: pp167-184. Cressie NAC. 1993. Statistics for Spatial Data . John Wiley and Sons. New York.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18November 2017 Purwokerto
1416
Cubukcu K M. 2011. The spatial distribution of economic base multipliers: A GIS and spatial statistics-based cluster analysis. ITU AZ. Vol 8 No. 2 :49-62.
Dall’Erba S, Percoco M dan Piras G. 2008. The European regional growth process revisited.
Spatial Economic analysis. Vol 3 No.1 : 1742-1780. Folmer H dan Oud JHL. 2008. How to get rid of W: a Latent variables approach to modeling
spatially lagged variables. Environment and Planning A 40:2526–2538 Gaetan C dan Guyon X. 2010.Spatial Statistics and Modelling.John Wiley & Sons. New York. Getis A dan Ord JK. 1992. The Analysis of Spatial Association by Use of Distance Statistics.
Geographical Analysis 24 : 189-206. Getis A. 2008. A history of the concept of spatial autocorrelation: A Geographer’s perspective.
Geographical Analysis 40 : 297-309. Jajang, Saefuddin A, Mangku IW dan Siregar H. 2013. Asymptotic Normality of Modified Local
Getis Statistic. Far East Journal Of Mathematical Sciences, Vol 80 No. 2: 155-167. Jajang, Saefuddin A, Mangku IW dan Siregar H. 2014. Comparing Performances of WG, WGnew
and WC on Dynamic Spatial Panel Model By Monte Carlo Simulation. Far East Journal Of Mathematical Sciences, Vol 80 No. 2: 155-167.
Lauridsen J, Sanchez M M dan Bech M. 2010. Public pharmaceutical expenditure : identification
of spatial effects. J Geogr Syst. 12 : 175-188. Liu A, Folmer H dan Oud JHL. 2011a. W-Based vs Latent Variables Spatial Autoregressive
Models: Evidence from Monte Carlo Simulation. Ann Reg Sci. 47:619–639. Liu A, Folmer H dan Oud JHL. 2011b. Estimating regression coefficients by W-based and latent
variables spatial autoregressive models in the presence of spillovers from hotspots : evidence from Monte Carlo simulations. Lett Spat Resour Sei. 4: 71-80.
Marquez M A, Ramajo J dan Hewings G J D. 2010. A spatio-temporal econometric model of
regional growth in spain. J Geogr Syst. 12 : 207-226. Nelson TA dan Boots B. 2008.Detecting spatial hot spots in landscape ecology.Journal
compilation.Ecography.1-11. Olejnik A. 2008. Using the spatial autoregressively distributed lag model in assessing the regional
convergence of per capita income in the EU25. Journal Compilation. Volume 87 Number 3. Ord JK dan Getis A. 1995. Localspatial autocorrelation statistics: distributional issues and an
application .Journal Geographical Analysis 27 : 286-306. Ord JK dan Getis A. 2001. Testing for local autocorrelation in the presence of global
autocorrelation. Journal of Regional Science 41: 411-432. Peng et. al. 2011. Spatial distribution of HIV/AIDS in Yunnan province, people’s Republic of
China. Geospatial Health. 5(2) :177-182.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers ”Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan VII”17-18November 2017 Purwokerto
1417
Smith, T.E., (2016) Notebook on Spatial Data Analysis. [online] http://www.seas.upenn.edu/~ese502/#notebook.
Stakhovych S dan Bijmolt THA. 2008. Specification of spatial models: A simulation study on
weights matrices. Papers in Regional Science88 : 389-408. Wu Jilei et. al. 2004. Exploratory spatial data analysis for the identification of risk factors to birth
defects. BMC Public Health. 4 : 23. Yu D dan Wei Y D. 2008. Spatial data analysis of regional development in greater Beijing, China, in a GIS environment. Journal Compilation. Volume 87 Number 1.