Upload
epink-cakep
View
24
Download
15
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Legal
Citation preview
KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)
MASTERPLAN MITIGASI BENCANA DI KABUPATEN SERUYAN
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Seruyan dengan luas wilayah 16.404 Km2 secara astronomis, terletak antara
00 77’ dan 30 56’ Lintang Selatan serta antara 1110 49’ dan 1120 84’ Bujur Timur.
Sedangkan secara geografis terbentang dari bagian selatan yang berbatasan dengan laut
jawa, dan bagian utara berbatasan dengan Kalimantan Barat. Topografi wilayah bagian
selatan adalah datar sampai berombak, dan wilayah tengah bergelombang sampai
berbukit dengan (16-25 %), sedangkan bagian utara termasuk berbukit dengan lereng >
40 %. Secara hidrologis (DAS), wilayahnya dibelah oleh sungai Seruyan yang
membentang dari hilir (laut jawa) hingga ke hulu (kec Seruyan Hulu), dengan panjang
350 Km. Secara administrasi Kabupaten Seruyan dibagi dalam 10 Kecamatan, dan 100
pemerintahan desa/kel.
Kondisi geografis demikian, yang mana sungai sebagai pusat orientasi pertumbuhan dan
perkembangan kawasan di perdesaan dan perkotaan sehingga faktor hidrologis menjadi
sangat penting dalam menentukan pembangunan kawasan dan wilayah. Dari sisi
sebaran penduduk, kawasan permukiman (lama/induk) rata-rata mengelompok secara
linier mengikuti alur sungai (Seruyan dan anak sungainya) yang tumbuh menjurus padat
dan tidak terkendali. Perkembangan kawasan permukiman yang lebih tertata kecuali
desa – desa baru/pengembangan seperti kawasan transmigrasi dan perkotaan yang
tersebar mengikuti jalan poros.
Disamping masalah penduduk dan permukiman, faktor iklim juga menjadi dasar dalam
menentukan arah kebijakan pembangunan Kabupaten Seruyan. Pada kondisi musim
hujan dengan intensitas sangat tinggi,umumnya terjadi luapan sungai Seruyan sehingga
menimbulkan genangan dan banjir yang cukup lama, sedangkan bila musim kemarau
terjadi kekeringan dan mengakibatkan kebarakan hutan dan lahan.
Kondisi Kabupaten Seruyan tersebut, sering kali menjadi bencana yang menghambat
pertumbuhan dan perkembangan wialayahnya, karena adanya banjir (bencana) yang
menggenangi permukiman dan infastrukturnya, pusat-pusat pertumbuhan (ekonomi),
sawah dan ladang, londsor, terganggunya aktifitas warga, serta timbulnya beberapa jenis
penyakit pasca banjir. Disamping itu, kemarau yang panjang sering menimbulkan
kebakaran lahan dan hutan, yang menimbulkan kerugian materiil serta kabut asap
menimbulkan penyakit pernapasan warga dan menghambat aktifitas warga dalam
berusaha.
Kondisi eksisting Kabupaten Seruyan tersebut mengindikasikan adanya potensi bencana
alam seperti banjir, kekeringan, longsor, angin, konflik sosial, wabah penyakit manusia
dan ternak dan tanaman, pencemaran bahan kimia dan kecelakaan industri). Meskipun
demikian, resioko bencana yang terjadi belum diketahui secara pasti serta belum adanya
perencnaan mitigasi bencananya.
Dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No. 4
tahun 2008, disebutkan bahwa pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana
akibat faktor geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat
hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angintopan), bencana akibat faktor
biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta
kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir,
pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar
manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta
politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana
pada suatu daerah konflik.
Selanjutnya, kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu
penataan atau perencanaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga dapat
dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan selama ini
belum didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga
seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak
tertangani.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya penanggulangan
bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana. Secara lebih rinci
disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Atas dasar hal tersebut, untuk mengetahui resiko bencana dan rencana penanggulangan
bencana disusun Masterplan Mitigasi Bencana Kabupaten Seruyan.
1.2. Maksud dan Tujuan
a. Maksud dari kegiatan ini adalah menyusun Masterplan Mitigasi Bencana di
Kabupaten Seruyan yang dapat dijadikan acuan pada setiap SKPD/Pemangku
kepentingan kabupaten dalam melaksanakan mitigasi bencana
b. Tujuan dari kegiatan ini adalah:
Tersusunya dokumen Masterplan Mitigasi Bencana di Kabupaten Seruyan
Tersusunya resiko bencana di Seruyan
Tersusunya peta resiko bencana di Seruyan
Tersusunya kebijakan penanggulangan bencana di Seruyan yang memuat strategi
dan program, lokasi dan penanggungjawab
1.3. Kedudukan Dokumen
Dokumen masterplan mitigasi bencana ini merupakan bentuk sandingan yang berupa
operasional RPJMD dalam penanggulangan bencana di kabupaten Seruyan
1.4. Landasan Hukum
1.5. Nama dan Organisasi Pengguna Jasa
Pemerintah Kabupaten Seruyan Cq. Dinas Pekerjaan Umum Bidang tata Ruang.
1.6. Sumber Pendanaan
Pembiayaan penyusunan Masterplan Mitigasi Bencana di Kabupaten Seruyan ini
sebesar Rp.350.000.000,00,- (Tiga ratus lima puluh juta rupiah) yang bersumber dari
Dana APBD Kabupaten Seruyan tahun anggaran 2015.
1.7. Jangka Waktu pelaksanaan
Jangka waktu pelaksanaan kegiatan ini adalah selama 180 hari kalender (6 bulan)
1.8. Ruang Lingkup
Runag lingkup dari kegiatan ini adalah:
Lingkup Materi, mencakup:
Kajian resiko bencana
Peta sebaran resiko bencana
Visi, misi mitigasi bencana
Kebijakan mitigasi bencana yang memuat strategi, program, lokasi dan
penanggungjawab
Lingkup wilayah bencana, mencakup:
Bencana faktor hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin)
Bencana faktor biologi (wabah penyakit)
Bencana kegagalan teknologi (pencemaran kimia, kecelakaan kerja)
Bencana faktor ulah manusia (konflik sosial)
1.9. Peristilahan
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggukehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Rencana Penanggulangan Bencana adalah rencana penyelenggaraan
penanggulangan bencana suatu daerah dalam kurun waktu tertentu yang menjadi
salah satu dasar pembangunan daerah.
Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu
kawasan untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi
dampak buruk bahaya tertentu.
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu kawasan dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit,
jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta,
dan gangguan kegiatan masyarakat.
Korban bencana adalah orang atau kelompok orang yang menderita atau meninggal
dunia akibat bencana.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat dengan
BNPB, adalah lembaga pemerintah non departemen sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnya disingkat dengan BPBD,
adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan
bencana di daerah.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang
mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman
bencana.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk
menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
Peta adalah kumpulan dari titik-titik, garis-garis, dan area-area yang didefinisikan
oleh lokaisnya dengan sistem koordinat tertentu dan oleh atribut non-spasialnya.
Skala peta adalah perbandingan jarak di peta dengan jarak sesungguhnya dengan
satuan atau teknik tertentu
Cek Lapangan (ground check) adalah mekanisme revisi garis maya yang dibuat
pada peta berdasarkan perhitungan dan asumsi dengan kondisi sesungguhnya.
Geographic Information System, selanjutnya disebut GIS, adalah sistem untuk
pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan atau manipulasi, analisis, dan penayangan
data yang mana data tersebut secara spasial (keruangan) terkait dengan muka bumi.
Peta Landaan adalah peta yang menggambarkan garis batas maksimum
keterpaparan ancaman pada suatu daerah berdasarkan perhitungan tertentu.
Tingkat Ancaman Tsunami adalah potensi timbulnya korban jiwa pada zona
ketinggian tertentu pada suatu daerah akibat terjadinya tsunami.
Tingkat Kerugian adalah potensi kerugian yang mungkin timbul akibat kehancuran
fasilitas kritis, fasilitas umum dan rumah penduduk pada zona ketinggian tertentu
akibat bencana.
Kapasitas adalah kemampuan daerah dan masyarakat untuk melakukan tindakan
pengurangan Tingkat Ancaman dan Tingkat Kerugian akibat bencana.
Tingkat Risiko adalah perbandingan antara Tingkat Kerugian dengan Kapasitas
Daerah untuk memperkecil Tingkat Kerugian dan Tingkat Ancaman akibat
bencana.
Kajian Risiko Bencana adalah mekanisme terpadu untuk memberikan gambaran
menyeluruh terhadap risiko bencana suatu daerah dengan menganalisis Tingkat
Ancaman, Tingkat Kerugian dan Kapasitas Daerah.
Peta Risiko Bencana adalah gambaran Tingkat Risiko bencana suatu daerah secara
spasial dan non spasial berdasarkan Kajian Risiko Bencana suatu daerah
2. Metodologi
2.1. Umum
Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana dan
upaya penanggulangannya yang dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan bencana
dan rincian anggarannya.
Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan pembangunan.
Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan ini merupakan program/kegiatan yang
terkait dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang dimasukkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) tahunan. Rencana penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
Sebagai langkah pertama dalam penyusunan masterplan mitigasi bencana adalah pengenalan
bahaya / ancaman bencana yang mengancam wilayah tersebut. Kemudian bahaya / ancaman
tersebut di buat daftar dan di disusun langkah-langkah / kegiatan untuk penangulangannya.
Sebagai prinsip dasar dalam melakukan Penyusunan Masterplan Mitigasi Bencana ini adalah
menerapkan paradigma pengelolaan risiko bencana secara holistik. Pada hakekatnya bencana
adalah sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan. Pandangan ini memberikan
arahan bahwa bencana harus dikelola secara menyeluruh sejak sebelum, pada saat dan setelah
kejadian bencana.
Pengkajian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk memperlihatkan potensi
dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu potensi bencana yang melanda. Potensi
dampak negatif yang timbul dihitung berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas kawasan
tersebut. Potensi dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar, kerugian
harta benda, dan kerusakan lingkungan.
Kajian resiko bencana dapat dilaksanakan dengan pendekatan,sebagai berikut:
Penting untuk dicatat bahwa pendekatan ini tidak dapat disamakan dengan rumus matematika.
Pendekatan ini digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara ancaman, kerentanan dan
kapasitas yang membangun perspektif tingkat risiko bencana suatu kawasan.
Berdasarkan pendekatan tersebut,terlihat bahwa tingkat risiko bencana amat bergantung pada:
Tingkat ancaman kawasan;
Tngkat kerentanan kawasan yang terancam;
Tingkat kapasitas kawasan yang terancam.
Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah menentukan besaran 3 komponen
risiko tersebut dan menyajikannya dalam bentuk spasial maupun non spasial agar mudah
dimengerti. Pengkajian risiko bencana digunakan sebagai landasan penyelenggaraan
penanggulangan bencana disuatu kawasan. Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk
mengurangi risiko bencana.
Upaya pengurangan risiko bencana berupa :
Memperkecil ancaman kawasan;
Mengurangi kerentanan kawasan yang terancam;
Meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam.
Pengkajian risiko bencana memiliki ciri khas yang menjadi prinsip pengkajian. Oleh
karenanya pengkajian dilaksanakan berdasarkan :
data dan segala bentuk rekaman kejadian yang ada;
integrasi analisis probabilitas kejadian ancaman dari para ahli dengan kearifan lokal
masyarakat;
kemampuan untuk menghitung potensi jumlah jiwa terpapar, kerugian harta benda dan
kerusakan lingkungan;
kemampuan untuk diterjemahkan menjadi kebijakan pengurangan risiko bencana
Pengkajian risiko bencana untuk menghasilkan kebijakan penanggulangan bencana disusun
berdasarkan komponen ancaman, kerentanan dan kapasitas. Komponen Ancaman disusun
berdasarkan parameter intensitas dan probabilitas kejadian. Komponen Kerentanan disusun
berdasarkan parameter sosial budaya, ekonomi, fisik dan lingkungan. Komponen Kapasitas
disusun berdasarkan parameter kapasitas regulasi, kelembagaan, sistem peringatan, pendidikan
pelatihan keterampilan, mitigasi dan sistem kesiapsiagaan.
Hasil pengkajian risiko bencana terdiri dari 2 bagian yaitu:
Peta Risiko Bencana.
Dokumen Kajian Risiko Bencana
Mekanisme penyusunan Peta Risiko Bencana saling terkait dengan mekanisme penyusunan
Dokumen Kajian Risiko Bencana. Peta Risiko Bencana menghasilkan landasan penentuan
tingkat risiko bencana yang merupakan salah satu komponen capaian Dokumen Kajian Risiko
Bencana. Selain itu Dokumen Kajian Bencana juga harus menyajikan kebijakan minimum
penanggulangan bencana daerah yang ditujukan untuk mengurangi jumlah jiwa terpapar,
kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan.
2.2. Metode penghitungan Indeks
Pengkajian Risiko Bencana disusun berdasarkan indeks-indeks yang telah ditentukan tersebut
terdiri dari Indeks Ancaman, Indeks Penduduk Terpapar, Indeks Kerugian dan Indeks
Kapasitas. Kecuali Indeks Kapasitas, indeks-indeks yang lain amat bergantung pada jenis
ancaman bencana. Indeks Kapasitas dibedakan berdasarkan kawasan administrasi kajian.
Pengkhususan ini disebabkan Indeks Kapasitas difokuskan kepada institusi pemerintah di
kawasan kajian.
Indonesia secara garis besar memiliki 13 Ancaman Bencana.
Ancaman tersebut adalah :
a. Gempabumi
b. Tsunami
c. Banjir
d. Tanah Longsor
e. Letusan Gunung Api
f. Gelombang Ekstrim dan Abrasi
g. Cuaca Ekstrim
h. Kekeringan
i. Kebakaran Hutan dan Lahan
j. Kebakaran Gedung dan Pemukiman
k. Epidemi dan Wabah Penyakit
l. Gagal Teknologi
m. Konflik Sosial
Namun demikian, tidak semua ancaman bencana tersebut ada di wilayah Seruyan.
Peta Risiko Bencana dan Kajian Risiko Bencana harus disusun untuk setiap jenis ancaman
bencana yang ada pada daerah kajian. Rumus dasar umum untuk analisis risiko yang
diusulkan dalam 'Pedoman Perencanaan Mitigasi Risiko Bencana' yang telah disusun oleh
Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia (Peraturan Kepala BNPB Nomor 4
Tahun 2008) adalah sebagai berikut:
R≈ H V/C∗
dimana:
R : Disaster Risk: Risiko Bencana
H : Hazard Threat: Frekuensi (kemungkinan) bencana tertentu cenderung terjadi dengan
intensitas tertentu pada lokasi tertentu
V : Vulnerability: Kerugian yang diharapkan (dampak) di daerah tertentu dalam sebuah
kasus bencana tertentu terjadi dengan intensitas tertentu. Perhitungan variabel ini
biasanya didefinisikan sebagai pajanan (penduduk, aset, dll) dikalikan sensitivitas untuk
intensitas spesifik bencana
C : Adaptive Capacity: Kapasitas yang tersedia di daerah itu untuk pulih dari bencana
tertentu.
2.3. Pengkajian resiko bencana
Pengkajian risiko bencana dilaksanakan dengan mengkaji dan memetakan Tingkat Ancaman,
Tingkat Kerentanan dan Tingkat Kapasitas berdasarkan Indeks Kerugian, Indeks Penduduk
Terpapar, Indeks Ancaman dan Indeks Kapasitas. Metodologi untuk menterjemahkan
berbagai indeks tersebut ke dalam peta dan kajian diharapkan dapat menghasilkan tingkat
risiko untuk setiap ancaman bencana yang ada pada suatu daerah. Tingkat risiko bencana ini
menjadi landasan utama untuk menyusun Rencana Penanggulangan Bencana Daerah.
1. Penyusunan Peta Risiko dan Risiko multi Ancaman Bencana
Peta Risiko Bencana disusun dengan melakukan overlay Peta Ancaman, Peta Kerentanan
dan Peta Kapasitas. Peta Risiko Bencana disusun untuk tiap-tiap bencana yang
mengancam suatu daerah. Peta kerentanan baru dapat disusun setelah Peta Ancaman
selesai.
Pemetaan risiko bencana minimal memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Memenuhi aturan tingkat kedetailan analisis (kedalaman analisis di tingkat nasional
minimal hingga kabupaten/kota, kedalaman analisis di tingkat provinsi minimal
hingga kecamatan, kedalaman analisis di tingkat kabupaten/kota minimal hingga
tingkat kelurahan/desa/kam-pung/nagari).
b. Skala peta minimal adalah 1:250.000 untuk provinsi; peta dengan skala 1:50.000 untuk
kabupaten/kota di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi; peta dengan skala
1:25.000 untuk kabupaten/kota di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
c. Dapat digunakan untuk menghitung jumlah jiwa terpapar bencana (dalam jiwa).
d. Dapat digunakan untuk menghitung kerugian harta benda, (dalam rupiah) dan
kerusakan lingkungan.
e. Menggunakan 3 kelas interval tingkat risiko, yaitu tingkat risiko tinggi, sedang dan
rendah.
f. Menggunakan GIS dalam pemetaan risiko bencana.
2. Penyusunan kajian Resiko Bencana
Penyusunan Kajian Risiko Bencana membutuhkan perangkat tambahan setelah diperoleh
indeks-indeks yang dipersyaratkan. Kajian risiko bencana memberikan gambaran umum
daerah terkait tingkat risiko suatu bencana pada suatu daerah. Proses kajian harus
dilaksanakan untuk seluruh bencana yang ada pada setiap daerah.
Lingkup dari kajian resiko bencana, adalah mencakup:
a. Penentuan tingkat ancaman
b. Penentuan tingkat kerugian
c. Penentuan tingkat kapasitas
d. Penentuan tingkat risiko bencana
2.4. Penyusunan Kebjakan Mitigasi Bencana
Bencana dari tingkat nasional hingga tingkat kabupaten/kota. Pada prinsipnya, fungsi dari
kajian dan peta risiko bencana adalah memberikan landasan yang kuat kepada daerah untuk
mengambil kebijakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitasnya hingga mampu
mengurangi jumlah jiwa terpapar serta mengurangi kerugian harta benda dan kerusakan
lingkungan bila bencana terjadi.
Kondisi penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah memperlihatkan bahwa pada
umumnya beberapa komponen dasar sebagai pendukung penyelenggaraan penanggulangan
bencana di suatu daerah masih membutuhkan perkuatan. Selain itu upaya penyelenggaraan
penanggulangan bencana yang langsung berpengaruh terhadap berkurangnya jumlah jiwa
terpapar dan potensi kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan juga masih belum
terfokus dan berdampak signifikan. Oleh karenanya kebijakan penanggulangan bencana perlu
dibagi menjadi 2 komponen umum yaitu :
a. kebijakan yang bersifat administratif dan;
b. kebijakan yang bersifat teknis.
Kebijakan ini saling mendukung dan saling terikat. Pembedaan sifat bertujuan untuk
memperjelas maksud dan jenis kebijakan tanpa perlu memperjelas pembedaan ini dalam
penulisan dokumen kebijakan tersebut.
1. Penyusunan Kebijakan Administratif
Kebijakan administratif adalah kebijakan pendukung kebijakan teknis yang akan
diterapkan untuk mengurangi potensi jumlah masyarakat terpapar dan mengurangi
potensi aset yang mungkin hilang akibat kejadian bencana pada suatu kawasan.
Kebijakan administratif lebih mengacu kepada pembangunan kapasitas daerah secara
umum dan terfokus kepada pembangunan perangkat daerah untuk mendukung upaya
penyelenggaraan penanggulangan bencana untuk setiap bencana yang ada di daerah
tersebut.
Kebijakan administratif disusun berdasarkan hasil kajian ketahanan daerah pada saat
penentuan Tingkat Ketahanan Daerah. Penentuan Tingkat Ketahanan Daerah
dilaksanakan berdasarkan indikator HFA. Dalam prosesnya, penentuan Tingkat
Ketahanan Daerah ini juga menghasilkan tindakan prioritas yang harus dilaksanakan
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana pada lingkup kawasan kajian.
Tindakan-tindakan prioritas yang teridentifikasi menjadi dasar penyusunan kebijakan
yang bersifat administratif.
Komponen kebijakan yang bersifat administratif adalah :
Peraturan dan kelembagaan;
Pengkajian risiko dan sistem peringatan dini;
Pelatihan, pendidikan dan keterampilan;
Pengurangan faktor risiko dasar;
Sistem kesiapsiagaan pemerintah.
Transformasi tindakan prioritas hasil kajian Tingkat Ketahanan Daerah menjadi
kebijakan administratif membutuhkan beberapa proses. Proses ini membutuhkan
masukan dari berbagai pemangku kebijakan terkait.
2. Kebijakan Teknis
Kebijakan yang bersifat teknis juga dapat diperoleh berdasarkan kajian dan peta risiko
bencana. Komponen kebijakan yang bersifat teknis dan harus dipertimbangkan untuk
setiap bencana pada level terendah pemerintahan lingkup kajian adalah :
a. Pencegahan dan mitigasi bencana
b. Kesiapsiagaan bencana
c. Tanggap darurat bencana
d. Pemulihan bencana
Penyusunan kebijakan teknis harus memperhatikan peta risiko yang telah disusun. Peta
risiko bencana mampu memperlihatkan tingkat risiko di setiap daerah pemerintahan
terendah yang dikaji.
Sama halnya dengan penyusunan kebijakan yang bersifat administratif, kebijakan teknis
disusun dengan berdiskusi dan berkonsultasi dengan para pemangku kebijakan terkait
penyelenggaraan penanggulangan bencana
3. Tahapan Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan kegiatan Masterplan Mitigasi Bencana di Kabupaten Seruyan, meliputi:
Tahap Persiapan
Tahap Survey Lapangan
Tahapan penyusunan laporan
Laporan yang dibuat, berupa:
a. Laporan Pendahuluan, sbanyak 5 eks
b. Laporan Antara, sebanyak 5 eks
c. Laporan Draft Akhir, sebanyak 5 eks
d. Laporan Akhir, sebanyak 10 eks
e. Album Peta, Skala menyesuaikan sebanyak, 5 eks
f. CD
Jadwal Pelaksana Kegiatan
No Uraian Tahapan
BLN-I BLN-II BLN-III BLN-IV BLN-V BLN-VI
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan
2 Survey Lapangan
3 Kompilasi data Analisis
4 Penyusunan dan Rekomendasi
5 Diskusi/Seminar
a. Focus Group Discused/Antara
b. Draft Laporan Akhir
Seruyan, .... 2015
Kepala Dinas Pekerjaan UmumKabupaten SeruyanPengguna Anggaran
(..........................................................)NIP.