Upload
herwinati-1
View
220
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
diareeee
Citation preview
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Imunisasi didefinisikan pasif, yaitu suatu pemindahan atau transfer antibodi secara
pasif. Sementara itu vaksinasi adalah imunisasi aktif yaitu memberikan antigen untuk
merangsang respons antibodi. Dalam hal ini, vaksinasi adalah istilah yang lebih tepat.
I. VAKSINASI
A. ASPEK IMUNOLOGI IMUNISASI
Vaksin adalah suatu bahan berisi antigen (virus atau bakteri) yang dapat merangsang daya
tahan tubuh (imunitas) yang dihasilkan oleh sistem imun. Imunitas adalah kemampuan tubuh
manusia untuk menerima keberadaan bahan-bahan yang dimiliki dan dihasilkan oleh tubuh
itu sendiri (self) maupun menolak dan menghilangkan benda-benda asing yang berasal dari
luar tubuh (nonself). Kemampuan yang diskriminatif ini membuat tubuh dapat melindungi
dirinya dari penyakit infeksi.
Definisi penyakit infeksi sendiri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman berupa
virus, bakteri, jamur, dan parasit yang berasal dari luar tubuh. Sistem imun tubuh mengenali
sebagian besar kuman sebagai benda asing yang harus dimusnahkan. Imunitas terhadap virus
atau bakteri ini ditandai dengan terbentuknya antibodi terhadap organisme kuman tersebut
sehingga umumnya bersifat spesifik terhadap organiisme tersebut. Inilah prinsip dasar
imunisasi: memberikan antigen lewat vaksin ke dalam tubuh sehingga tubuh merespons
dengan membentuk antibodi.
Imunitas atau kekebalan tubuh sendiri terdiri dari dua jenis yaitu imunitas aktif dan pasif.
Aktif adalah perlindungan yang dihasilkan sendiri oleh sistem imun tubuh seseorang.
Imunitas aktif memiliki kekebalan yang biasanya menetap dan berlangsung dalam jangka
panjang. Vaksin diciptakan untuk merangsang imunitas aktif.
Imunitas pasif adalah perlindungan yang berasal dari bahan bahan yang dibuat dari hewan
atau manusia dan disuntikkan ke dalam tubuh manusia. Umumnya, imunitas pasif bersifat
dapat memberikan perlindungan yang efektif tetapi tidak bertahan lama. Biasanya,
kemampuan perlindungannya hanya dalam waktu beberapa minggu atau bulan. Contoh
imunitas pasif adalah antibodi yang diberikan ibu hamil kepada janin yang dikandungnya
melalui plasenta (ari-ari), selama 1-2 bulan terakhir dari masa kehamilan. Antibodi buatan
1
manusia, seperti immunoglobulin, juga termasuk jenis imunitas pasif. Antibodi buatan ini
diambil dari banyak donor dan antitoksin penyakit infeksi tertentu.
Terkait dengan imunitas, terdapat dua jenis respons imun yaitu respon imun innate dan
respon imun adaptif. Respins imun innate atau bawaan lahir tidak menjadi semakin kuat.
Walaupun sudah menghadapi serangan antigen berulang kali. Respons imun ini disebut juga
pertahanan tubuh non-spesifik. Sistem imun yang menghasilkan respon imun innate
merupakan pertahan pertama tubuh dalam menghadapi antigen, yang menjadi benteng terluar,
seperti kulit, selaput lendir (membran mukosa), rambut halus di luar saluran napas (silia),
produksi lendir (sekret), dan cairan yang dihasilkan jaringan dengan kandungan bahan-bahan
antimikroba.
Sebaliknya, respons imun adaptif akan menjadi semakin kuatsetiap menghadapi serangan
antigen berulang. Respon imun ini disebut juga pertahan tubuh yang spesifik. Keunggulan
sisttem imun adaptif adalah:
Mampu menangani antigen yang berhasil lolos dari sistem imun innate.
Menghasilkan respons yang spesifik terhadap antigen tertentu.
Kemampuannya yang spesifik dapat menghasilkan memori imunologis
Respon imun innate dan respons imun adaptif dihasilkan sistem imun saat tubuh
terinfeksi virus. Ketika virus masuk ke dalam tubuh. Seluruh bagian sistem imun bekerja
dengan menghasilkan respons imun innate seperti rambut halus dan selaput lendir di saluran
napas dan respons imun adaptif yang melibatkan respons imun humoral dan selular.
Kemudian, virus yang masuk akan ditangkap oleh nsel makrofag-bagian dari sistem imun
innate yang akan memberikan antigen kepada sel limfosit, yang disebut dengan antigen
presenting cell (APC).
Selanjutnya sel sel utama yang terlibat dalam respons imun adaptif, yaitu Limfosit B
(sel B) dan Limflosit T (Sel T) akan bekerja. Limfosit B akan berhadapan dengan antigen
sehingga mengubah reseptor Sel B menjadi sel plasma. Sel plasma akan menghasilkan
antibodi (imunoglobulin) yang spesifik terhadap virus yang menyerang tubuh dan
menghancurkan virus tersebut. Imunoglobulin dapat dibentuk oleh Sel B dengan rangsangan
antigen yang mengaktifkan sel T (T-independent).
Sementara itu, Limfosit T adalah bagian dari respons imun selular yang melibatkan
sel T helper (Th) atau CD4 dan T cytotoxic (cytotoxic T lymphocyte atau CTL) atau CD8.
2
Respons imun selular ini akan bekerja dengan mengaktifkan sel Th dan CTL. Kemudian,
CTL akan berusaha untuk memusnahkan virus dengan menghancurkan sel-sel yang terinfeksi
dan menghasilkan sitokin-sitokin. Sementara, sel Th akan menghasilkan sitokin yang
berperan dalam reaksi peradangan (inflamasi) pada penyakit infeksi (oleh Th1) dan
merangsang Sel B untuk menghasilkan antibodi (oleh Th2).
Baik sel Th maupun CTL, berperan pada infeksi akibat mikroorganisme intraselular,
seperti infeksi virus, parasit dan beberapa bakteri tertentu. Kerja sama seluruh sel ini adalah
prinsip kerja sitem imun tubuh manusia. Cara kerja sistem imun tubuh ditunjukkan secara
jelas melaui gambar.
Kemampuan sistem imunitas dalam melindungi tubuh berbeda pada beberapa jenis
penyakit. Perlindungan terhadap penyakit tertentu, seperti campak, rubella, dan tetanus, lebih
baik dibandingkan penyakit lainnya, seperti polio dan pertusis. Inilah yang menjadi alasan
adanya perbedaan dalam penentuan jadwal pemberian vaksin. Misalnya polio dan tetanus
diberikan dalam 2 bulan pertama usia bayi, sedangkan campak dan rubella pada awal tahun
pertama usia bayi.
B. PRINSIP KERJA VAKSIN
Vaksin bekerja dengan meniru prinsip kerja sistem imun tubuh. Ketika tubuh
mendapatkan suntikan vaksin tertentu, reseptor pada sel limfosit akan mengenali antigen akan
berikatan dengan imunoglobulin di permukaan sel. Sementara itu, antigen T-dependent, akan
memicu rangkaian proses perubahan (transformasi) sel B dengan bantuan sel Th untuk,
kemudian berdiferensiasi menjadi sel plasma dan sel B memori.
Sel plasma adalah sel B matang penghasil antibodi (imunoglobulin). Ikatan antara
antigen-antibodi ini bekerja untuk menetralkan antigen sehingga sifat merusaknya (virulensi)
hilang atau membuat “kompleks antigen-antibodi” yang lebih mudah dimakan (difagositosis)
oleh makrofag. Ikatan antigen-antibodi juga mempermudah penghancuran (lisis) oleh CTL.
Selain imunoglobulin, sel B juga membentuk sel memori yang, kelak jika bertemu
(terpapar) lagi dnegan antigen serupa, akan lebih cepat memperbanyak diri (ber-proliferasi)
dan segera menghasilkan antibodi untuk menangkal virus/bakteri. Inilah tujuan dari
imunisasi. Meskiupun sel plasma yang terbentuk tidak berumur lama, kadar antibodi spesifik
3
di dalam tubuh cukup tinggi sehingga dapat bersifat protektif untuk jangka waktu yang cukup
lama. Oleh karena itu, harus dilakukan imunisasi ulangan atau booster. Booster merupakan
upaya untuk mendapatkan kadar antibodi yang protektif dan tahan lama.
Respons imun primer adalah respons imun yang terjadi saat terpapar pertama kalinya
dengan antigen. Pada imunisasi, pemberian vaksin (jenis tertentu) untuk pertama kalinya,
diharapkan dapat merangsang terbentuknya respons imun primer. Respons imun sekunder
terjadi pada paparan berikutnya terhadap antigen yang sama. Pemberian vaksin lanjutan atau
terjadinya infeksi antigen alamiah (yang sebenarnya) dimaksudkan untuk memicu respons
imun sekunder. Pada respons imun sekunder, sel memori yang terbentuk diharapkan lebih
cepat menangani infeksi dan memberikan respons imun yang adekuat dan efektif. Antibodi
yang dibentuk pada respons imun primer terutama adalah immunoglobulin M (IgM),
sedangkan mayoritas antibodi pada respons imun sekunder adalah immunglobulin G (IgG).
C. PEMBAGIAN VAKSIN
Vaksin hidup dibuat dengan cara melemahkan virus hidup (virus Alamiah atau wild-type)
atau bakteri hidup yang dilakukan di dalam laboratorium. Dengan demikian, ketikan virus
yang telah dilemahkan dimasukkan ke dalam tubuh, tidak akan mampu membuat penyakit.
Namun, virus atau bakteri tersebut tetap mampu merangsang respons imun yang adekuat.
Contohnya adalah Vaksin Polio oral, vaksin campak, gondongan, rubella, MMR, cacar air/
varisela, rotavirus, BCG, influenza intra nasal, dan tifoid oral.
Mengingat vaksin virus masih mempunyai potensi memperbanyak diri, pemberiannya
dibatasi pada penderita penyakit yang menekan sistem imun, seperti HIV/ AIDS dan
leukimia, juga pada orang yang mendapatkan obat-obatan penekan sistem imun tertentu.
Selain itu, vaksin virus juga dipengaruhi kerjanya oleh pemberian antibodi (sintesis) sehingga
perlu diberikan dalam rentang waktu yang berjarak.
Jenis yang kedua adalah vaksin mati atau inaktif , yaitu vaksin yang bisa berupa virus
atau bakteri utuh yang dimatikan atau komponen komponennya saja. Misalnya, komponen
protein (toksin bakteri, protein selubung virus, protein permukaan) dan komponen
polisakarida (dari dinding sel saja atau dikonjugasikan dengan protein pembawa/carrier).
Vaksin mati tidak mempunyai potensi memperbanyak diri di dalam tubuh sehingga aman
diberikan kepada orang-orang yang mengalami penyakit yang menekan sistem imunnya.
4
Vaksin mati juga tidak terlalu dipengaruhi oleh antibodi yang diberikan dari luar tubuh
sehingga dapat diberikan bersamaan atau dalam rentang waktu yang tidak terlalu jauh.
Vaksin mati selalu membutuhkan pemberian berulang (dosis multipel) karena suntikan
pertama belum menghasilkan kekebalan tubuh yang protektif baru dihasilkan setelah
pemberian kedua atau ketiga. Sifat vaksin mati ini berbeda dengan vaksin hidup yang respons
imunnya menyerupai infeksi alamiah. Contoh vaksin mati adalah:
Vaksin utuh atau whole cell, seperti vaksin polio suntik, vaksin hepatitis A, vaksin
influenza suntik, vaksin pertuis, dan vaksin tifoid.
Vaksin polisakarida, seperti vaksin Hib, vaksin pneumokokus, dan vaksin
meningokokus.
D. KANDUNGAN VAKSIN
Vaksin terdiri atas bahan aktif dan bahan tambahan (eksipien). Di dalanm sati vial (botol
atau sediaan, biasanya sebanyak 0,5 ml untuk dosis tunggal) vaksin berisi antara lain:
1. Bahan aktif yaitu virus atau bakteri yang merupakan antigen yang akan disuntikkan
atau diteteskan ke dalam tubuh sehingga akan merangsang antibodi terhadap antigen
tersebut. Tubuh diharapkan menjadi kebal terhadap penyakit akibat virus/bakteri itu
sehingga tidak menjadi sakit atau mengalami komplikasi akibatnya.bahan aktif bisa
berupa:
a. Virus utuh (misalnya virus hepatitis A, polio, campak, dan influenza).
b. Virus subunit (misalnya protein HbsAg virus hepatitis B dan protein L1 HPV
yang dibuat menjadi vaksin menggunakan teknologi DNA rekombinan).
c. Komponen dari bakteri (misalnya polikasarida dinding sel (pada bakteri
pneumokokus, Hib, meningokokus, dan tifoid) dan tiga jenis protein pada vaksin
pertusis aselular)
d. Toksin bakteri (misalnya toksoid difteri dan tetanus).
e. Bakteri utuh (misalnya bakteri mycobacterium bovis pada vaksin BCG).
2. Ajuvan yaitu bahan yang digunakan untuk meningkatkan respons imun vaksin.
Ajuvan bekerja dengan cara menjaga antigen berada tidak jauh di lokasi suntikan
sehingga mengoptimalkan sel-sel perangsang sistem imun bekerja dari lokasi ini.
5
Penggunaan ajuvan dapat mengurangi jumlah antigen yang digunakan dalam satu
vaksin dan mengurangi frekuensi penyuntikan. Ajuvan sudah digunakan sejak
puluhan tahun yang lalu, dan bahan yang paling sering dipakai adalah alumunium
hidroksida sebagai ajuvan. Aluminium adalah bahan yang sehari hari berada di dalam
udara yang kita hirup, di dalam air yang kita minum, dan di dalam makanan.
Kandungan aluminium di dalam air susu ibu (ASI) bahkan lebih banyak dibandingkan
yang terdapat di dalam vaksin.
3. Pelarut, adalah cairan yang digunakan untuk melarutkan vaksin hingga konsentrasi
tertentu sehingga dapat disuntikkan/diteteskan masuk ke dalam tubuh. Bahan yang
digunakan adalah air (air untuk injeksi, air steril, akuabides) atau natrium (sodium),
klorida, seperti bisa dilihat di dalam tabel eksipien. Natrium klorida adalah komponen
elektrolit utama di dalam cairan tubuh manusia. Rasanya asin seperti garam.
4. Stabilisator (stabilizers) adalah bahan tambahan (eksipien) yang berfungsi menjaga
bahan aktif dan komponen-komponen lainnya tetap stabil (terjaga kualitasnya), sejak
proses produksi, tansportasi, sampai penyimpanan, selama belum digunakan. Bahan
ini menjaga vaksin dari perubahan suhu lingkungan dan mencegah komponen vaksin
melekat pada dinding kemasan (vial). Contoh stabilizer adalah laktosa dan sukrosa
(gula), glisin dan monosodium glutamate/MSG (golongan asam amino) dan albumin
(salah satu jenis protein). Bahan bahan lainnya adalah gelatin (protein), polisorbat 80
dan polialkohol. Gula, asam amino (molekul penyusun protein), dan protein adalah
bagian dari penyusun tubuh manusia dan makronutrien yang dikonsumsi sehari-hari.
Stabilizer berupa gelatin adalah salah satu bahan yang menjadi kontroversi bagi umat
islam, karena dibuat dari kuku atau kulit babi. Pertemuan ulama internasional yang
dilakukan yang dilakukan di kuwait pada 1995 sudah menyimpulkan bolehnya
menggunakan bahan ini karena mendasarkan pada prinsip istihalah. Bab 6
menjelaskan hal ini lebih detail.
5. Pengawet, digunakan untuk mencegah kontaminasi (pencemaran) bakteri dan/atau
jamur ke dalam vaksin. Kontaminasi yang terjadi justru dapat menjadi sumber infeksi
ke dalam tubuh manusia yang berpotensi membahayakan. Tidak semua vaksin
mengandung pengawet. Vaksin multi-dosis (satu vial mengandung volume yang
banyak , ditujukan untuk penggunaan kepada beberapa orang) yang biasanya
menggunakan pengawet. Contoh pengawet adalah timerosal (atau tiomersal),
fenoksietanol, dan fenol. Timerosal adalah bahan yang mengandung merkuri (raksa)
dan salah satu topik perdebatan antara kelompok pro dan kontra (anti-imunisasi).
6
Merkuri yang dikandungnya adalah etil merkuri, bukan metil merkuri yang sering
didapatkan sebagai logam berat pencemar lautan dan beresiko meracuni tubuh
(khususnya sitem saraf) dalam jumlah besar. Timerosal juga sudah dibuktikan tidak
berhubungan dengan kejadian autisme.
6. Komponen-komponen trace, yaitu bahan-bahan yang digunakan saat proses produksi
vaksin, sejak tahap awal (kultur/biakan sel) sampai akhir, yang tidak memiliki fungsi
di dalam produk akhir vaksin, tetapi masih dapat terdeteksi di dalam cairan vaksin,
walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit dan tidak mempunyai pengaruh terhadap
tubuh. Contoh trace components ini adalah sebagai berikut.
a. Cairan dari kultur sel, misalnya media hanks 199 di salam vaksin hepatitis A.
b. Protein telur, yaitu di dalam vaksin influenza karena virus dibiakkan di dalam
embrio telur ayam.
c. Kapang/yeast yaitu tempat protein HbsAg diperbanyak untuk membuat virus
hepatitis B.
d. Antibiotik misalnya neomisin, kanamisin, dan polimiksin B. Antibiotik digunakan
saat proses pembuatan vaksin untuk mencegah kontaminasi bakteri, khususnya
pada vaksin yang bahan aktifnya virus (vaksin virus) seperti varisela, campak, dan
MMR.
e. Inactivating agents yaitu bahan yang digunakan untuk mematikan
(menonaktifkan) virus, bakteri, dan toksin bakteri sehingga tidak mempunyai
potensi menginfeksi manusia, tetapi tepat dapat merangsang respons imun. Bahan-
bahan ini digunakan dalam pembuatan vaksin mati dan toksoid, misalnya vaksin
difteri (toksoid), tetanus (toksoid), hepatitis A (virus mati) dan polio suntik atau
IPV (virus mati). Formaldehid (formalin) juga salah satu bahan perdebatan karena
penggunaannya salah satunya sebagai pengawet mayat. Faktanya kandungan
formalhedid di dalam darah manusia 10 kali lebih banyak dibandiingkan dengan
yang terdapat di dalam vaksin.
E.PRODUKSI VAKSIN
Setiap jenis vaksin mempunyai alur produksi yang berbeda beda, sesuai dengan jenis antigen
yang digunakan. Namun secara umum, proses produksi terdiri dari beberapa tahap:
Persiapan seed (benih/bibit)
7
Kultivasi (penanaman):
Penen;
Inaktivasi;
Formulasi;
Pengisian dan pengemasan
Sebagai contoh. Adalah pembuatan vaksin meningokokus. Setelah persiapan seed, bakteri
meningokokus akan ditanam dalam media kultur yang akan menjadi master seed lot, yaitu
suspensi (larutan) berisi menongokokus serotipe tertentu. Lalu master seed lot akan menjadi
working seed lot dan diproses hingga tahap berikutnya, yaitu panen vaksin di dalam
bioreaktor/fermentor. Proses pun berlanjut pada tahap mematikan kuman-jika produknya
adalah vaksin mati.
Kemudian dilanjutkan dengan beberapa tahap pemurnian (purifikasi) hingga terbentuk
bulk akhir. Bulk akhir akan ditambahkan pengawet stabilizer dan ejuvan hingga diperolehlah
produkakhir vaksin. Inilah proses singkat pembuatan vaksin. Semua proses ini harus berjalan
sesuai panduan yang dibuat oleh WHO dan dapat diakses semua orang di internet.
Diantara proses produksi vaksin, persiapan seed sering kali mengundang kontroversi.
Hal ini terkait dengan penggunaan berbagai jaringan biologis hewan dan manusia. Termasuk
bahan yang bersumber dari babi seperti tripsin. Lalu mengapa beberapa jenis vaksin
menggunakan tripsin babi dalam pembuatan seed dan apa resikonya?
Sebelum memahami peran dan fungsi tripsin, terlebih dahulu kita harus memahami
bahwa dalam kultur sel sehingga jumlah sel yang dihasilkan akan jauh lebih banyak
dibandingkan sebelumnya. Cell banking ini akan sangat penting karena vaksin dibuat untuk
diberikan kepada jutaan orang. Cell banking terdiri dari proses melipatkgandakan sel dan
membagi hasil biakan ke dalam wadah baru yang lebih kecil sebagai persediaan induk sel
yang akan digunakan untuk membuat vaksin.
Dalam proses ini, tripsin dapat digunakan apabila diperljukan untuk pemanenan virus,
salah satu sumber tripsin adalah prankeas babi. Namun tripsin merupakan substansi yang
telah diproses sedemikian rupa menjadi bentuk transformasi (perubahan) molekul sehingga
tidak sama dengan babi sebagai hewan utuh.tripsin ini juga tidak boleh ada di dalam produk
vaksin karena dapat mengganggu proses produksi vaksin dan mempengaruhi potensi vaksin.
8
Tripsin bersifat katalisator sehingga jika tidak dibersihkan dapat merusak tahap tahap
pembuatan vaksin berikutnya. Oleh karena itu, pada tahap tahap selanjutnya dilakukan
penambahan larutan dengan volume besar sebagai proses pemurnian sehingga tripsin tidak
terdeteksi lagi di produk vaksin.
Terkait isu penggunaan bahan bersumber babi, Deputi Produk Terapeutik dan
NAPZA BPOM RI menganalogikan peran tripsin dalam vaksin layaknya sabit rumput.
Tripsin dapat digunakan untuk menyabit (detaching ) virus dari sel tempat pembiakannya.
Setelah virih di[pisahkan dari sel tempatnya tumbuh, akan dicuci sampai tidak ada lagi
molekul tripsin yang tersisa karena tripsin akan mengganggu proses berikutnya. Isu halal-
haram vaksin yang dicuatkan oleh indonesia di forum internasional sehubungan dengan
vaksin meningitis untuk calon jemaah haji telah mendorong produsen vaksin dari berbagai
negara untuk menghasilkan produk vaksin bebas dari bahan hewani (free animal substance).
Pemerintah telah menyediakan vaksin yang terbukti aman, berkhasiat, dan berkualitas
demi menjaga kesehatan masyarakat. Menurutnya, tindakan menolak imunisasi
sesungguhnya tidak hanya beresiko bagi kesehatn diri sendiri, namun juga terhadap orang
lain dan lingkungan sekitarnya.
F. CARA PEMBERIAN VAKSIN
Pemberian vaksin dapat dilakukan dengan cara disuntikkan ke dalam otot
(intramuskular), disuntikkan di bawah lapisan kulit (subkutan) atau disuntikkan ke dalam
lapisan kulit terluar hingga menggembungkan kulit (intrakutan). Ada pula vaksin yang
diberikan dengan cara diteteskan. Melalui mulut (oral).
Cara pemberian tersebut dapat ditentukan berdasarkan jenis vaksinnya, yaitu vaksin
hidup dan vaksin mati. Umumnya, vaksin mati disuntikkan secara intramuskular, sedangkan
vaksin hidup disuntikkan secara subkuntan. Cara pemberian vaksin yang tersedia di indonesia
dijelaskan secara lebih rinci pada tabel:
VAKSIN VOLUME DOSIS LOKASI PEMBERIAN
Difteri, pertusis, dan tetanus
(DPT, Dpat, TT, Td, dan
yang dikombinasikan dengan
0,5 ml Intramuskular (IM)
9
Hib, hepatitis B dan polio
suntik)
Haemophilus influenza tipe b
(Hib)
0,5 ml IM
Hepatitis A ≤ 18 tahun:
0,5 ml
≥ 20 tahun:
1 ml
IM
Hepatitis B ≤ 19 tahun
0,5 ml
≥ 20 tahun
1 ml
IM
Human papillomavirus
(HPV)
0,5 ml IM
Influenza mati (trivalen) 6-35 bulan:
0,25 ml
≥ 3 tahun
0,5 ml
IM
VAKSIN VOLUME DOSIS LOKASI PEMBERIAN
Campak, gondongan, rubella
(campak tunggal maupun
MMR)
0,5 ml Subkutan (SC)
Meningokokus konjugat
(MCV)
0,5 ml IM
Meningokokus (polisakarida)
(MPS)
0,5 ml SC
Pneumokokus konjugat
(PCV)
0,5 ml IM
Pneumokokus (polisakarida) 0,5 ml IM / SC
10
(PPS)
Polio hidup (OPV) 2 tetes Oral
Polio mati (IPV) 0,5 ml IM / SC
Rotavirus Rotarix: 1 ml
Rotateq: 2 ml
Oral
Varisela (cacar air) 0,5 ml SC
BCG 0,5 ml Intrakutan
Untuk suntikan subkutan (SC) pada anak yang berusia dibawah 12 bulan, penyuntikan
dilakukan di paha atas sedangkan anak yang berusia di atas 12 bulan, disuntik di bagian
lengan atas. Namun, menyuntik anak berusia di bawah 12 bulan di bagian lengan atas dan
anak di atas 12 bulan di paha atas tetap diperbolehkan. Untuk suntikan intramuskular (IM)
pada anak yang berusia di bawah 12 bulan, penyuntikan dapat dilakukan di paha atas. Pada
anak berusia 1-2 tahun, penyuntikkan dapat dilakukan di paha atas atau lengan atas (bahu).
Begitu pula dengan anak berusia 19 tahun ke atas penyuntikan dilakukan di lengan atas
(bahu).
Pemberian vaksin secara bersamaan (pada hari yang sama) atau imunisasi simultan
adalah memberikan lebih dari satu suntikan dalam satu waktu. Imunisasi stimultan terbukti
tidak mengurangi respons imun ataupun menigkatkan resiko efek samping (kejadian ikutan
pasca imunisasi-KIPI), baik antarvaksin hidup dengan vaksin hidup lainnya,vaksin hidup
dengan vaksin mati, maupun antarvaksin mati. Semua vaksin dapat diberikan secara
bersamaan.
Terkecuali vaksin yang diteteskan lewat mulut, seperti vaksin polio oral dan vaksin
rotavirus. Pemberian vaksin hidup yang ditetskan tidak memerlukan jeda waktu minimal
dengan pemberian vaksin hidup lainnya, baik yang disuntikkan maupun yang diteteskan.
Sementara itu, pada pemberian vaksin mati, tidak memerlukan jeda waktu dengan pemberian
vaksin mati lainnya ataupun vaksin hidup.
11
Pada imunisasi simultan, lebih disarankan untuk menyuntikkan vaksin pada bagian
tubuh yang berbeda, seperti pada paha kanan dan paha kiri serta lengan kanan dan lengan
kiri. Untuk bayi dan balita, apabila lebih dari satu lokasi, yang dipilih adalah paha.
Pada anak dan orang dewasa, suntikan secara simultan dapat dilakukan di lengan
atas/bahu karena otot deltoid yang terdapat di bagian lengan atas/bahu karena otot deltoid
yang terdapat di bagian lengan atas/bahu sudah bisa menerima lebih dari satu suntikan.
Namun, perlu diberi jarak antartitik suntikan yang satu dengan suntikan lainnya. Jarak
antarsuntikan minimal satu inci.
Imunisasi simultan adalah hal penting dalam program imunisasi karena meningkatkan
peluang seorang anak diimunisasi tepat waktu dan lengkap. Dari sebuah penelitian yang
dilakukan saat terjadi wabah campak pada awal tahun 1990-an menyimpulkan bahwa sekitar
sepertiga kasus campak yang terjadi, sebenarnya dapat dicegah apabila vaksin campak
(MMR) diberikan secara simultan dengan vaksin lainnya.
G. JADWAL IMUNISASI DAN INTERVAL PEMBERIAN ANTARVAKSIN
Di Indonesia terdapat dua jadwal imunisasi yang dapat dijadikan panduan, yaitu
jadwal dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan kementrian kesehatan, jadwal
imunisasi dari kemenkes disusun berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 42 tahun 2013 tentang penyelenggaraan imunisasi. Selain jadwal imunisasi
yang dikeluarkan oleh IDAI, perhimpunan ahli penyakit dalam indonesia (PAPDI) juga telah
mengeluarkan rekomendasi imunisasi untuk dewasa.
12
JADWAL IMUNISASI REKOMENDASI KEMENKES RI
Jadwal imunisasi dari kemenkes disusun berdasarkan vaksin yang tersedia secara
cuma-cuma di tingkat layanan kesehatan dasar, seperti posyandu. Selain itu, jadwal imunisasi
juga ditujukan untuk mencapai target cakupan imunisasi yang ditentukan oleh kemenkes dan
WHO. Jadwal imunisasi IDAI disusun untuk kepentingan paling optimal dari setiap anak
indonesia sehingga menyebutkan seluruh jenis vaksin, termasuk yang tidak disediakan secara
cuma-cuma oleh pemerintah.
13
UMUR JENIS
0 bulan Hepatitis B (HB) 0
1 bulan BCG, polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, polio 4
9 bulan Campak
18 bulan DPT-HB-Hib-3
24 bulan campak
II. KONTROVERSI IMUNISASI
MITOS
vaksin bukan saja sangat berbahaya, tetapi bagi kaum muslim, vaksin tidaklah halal.
FAKTA
Sebelum beredar di pasaran, vaksin telah melalui BPOM dan LPPOM MUI
Ditinjau dari Syariat Islam imunisasi tidak bisa dilepaskan dari Halal Haram Vaksin.
Secara umum, Bahan bersumber babi/porcine dalam vaksin digunakan dalam tiga keadaan.
1. Enzim dari porcine digunakan sebagai “nutrisi” pada media biakan (kultur) untuk
memperbanyak jumlah sel; yaitu pada pembuatan vaksin meningokokus
2. Tripsin babi digunakan untuk melepaskan virus dari media pembiakannya seperti
pada pembuatan vaksin polio dan vaksin rotavirus
3. Gelatin babi digunakan sebagai stabilizer yaitu untuk menjaga bahan aktif vaksin dari
kerusakan saat proses pembuatan transportasi, dan penyimpanan akibat dari
perubahan suhu lingkungan. Stabilizer juga berfungsi untuk menjaga kandungan virus
dalam vaksin agar terdistribusi secara merata di dalam vial vaksin. Gelatin dibuat
melalui ekstraksi kolagen (protein yang paling banyak dalam tubuh) dari tulang, kulit,
atau kuku babi. Hanya sedikit vaksin yang menggunakan gelatin babi sebagai
stabilizer dan kebanyakan vaksin tersebut tidak digunakan di indonesia, seperti vaksin
varisela, vaksin MMR, dan vaksin herpes zoster, karena tidak diimpor masuk ke
indonesia. Kebanyakan vaksin yang ada di indonesia dibuat dengan menggunakan
gula seperti sukrosa dan laktosa sebagai stabilizer.
Ulama ulama dari berbagai negara pernah melakukan beberapa kali pertemuan untuk
membahas penggunaan bahan bersumber babi pada produk vaksin, antara lain sebagai
berikut:
1. Pada 1995, WHO Regional Mediterania Timur menghadiri seminar yang
diselenggarakan oleh Islamic Organization for Medical Sciences di Kuwait dengan
tajuk “The Judicially Prohibited and Impure Substances in Foodstuff and Drugs”
(kandungan Bahan Najis dan Haram dalam Makanan dan Obat-obatan). Pertemuan ini
dihadiri oleh 112 ahli fiqih (hukum islam) dari berbagai negara, antara lain mesir,
tunisia, oman, arab saudi, qatar, libanon, pakistan, kuwait, dan turki. Salah satu fokus
14
pembahasannya adalah mengenai Gelatin yang dibuat dari bahan haram (babi) yaitu
perubahan (transformasi) dalam artian konversi dari satu substansi lainnya yang
berbeda karakteristiknya dan mengubah substansi yang awalnya haram menjadi
substansi murni baru yang diizinkan. Dalam fiqih islam, konsep ini dikenal dengan
istihalah. Dari pertemuan tersebut disimpulkan: gelatin yang dibuat dari transformasi
tulang, kulit, dan tendon (jaringan ikat) hewan haram diizinkan untuk dimakan.
Contoh yang diberikan adalah gelatin sebagai bahan kapsul obat yang ditelan. Sebuah
catatan tambahan bahwa vaksin yang mengandung gelatin babi sebagai stabilizer
tersebut tidak dimakan (ditelan/diteteskan ke mulut) tapi disuntikkan.
2. Pada tanggal 1-7 juli 2003, European Council of Fatwa and Research (konsil fatwa
dan penelitian di eropa) mengadakan pertemuan reguler ke-11 di Stockholm, swedia
dan mngeluarkan fatwa untuk menanggapi penggunaan tripsin dalam vaksin polio
oral. Para pakar juga mengomentari fatwa yang dikeluarkan oleh beberapa ulama,
khususnya di asia timur, yang menyatakan Vaksin polio tidak boleh diberikan karena
adanya penggunaan tripsin babi. Keputusan yang diambil dalam pertemuan tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Allah SWT. Mengharamkan babi (ayat-ayat yang terkait disebutkan dibawah)
sedangkan tripsin bukan babi
b. Apabila tripsin dianggap haram, jumlah tripsin yang digunakan dalam pembuatan
vaksin sangatlah sedikit untuk membuat perbedaan, dianalogikan ke dalam
prinsip fiqih “apabila jumlah air melebihi dua kulah, keharamannya tidak
memengaruhi lagi. Disebut dengan istilah istikhlak
c. Seandainya tripsin jelas keharamannya dan terlarang, tripsin yang digunakan pada
vaksin sudah dimurnikan sampai tidak terdeteksi kandungannya dalam produk
akhir vaksin.
d. Jika tiga alasan tersebut masih dipertentangkan, imunisasi polio dibolehkan
dengan prinsip darurat (hukum dhorurot) seperti ayat-ayat yang dijelaskan pada
halaman selanjutnya.
Pada januari 2004 Organisasi Konferensi Islam (OKI) merilis fatwa yang dikeluarkan
oleh Akademi Fiqih Islam mengenai imunisasi dan inokulasi (penyuntikan) serum dari bahan
hewan dalam sebuah laporan berjudul “aturan syariah terhadap vaksinasi menggunakan
15
serum hewan yang berasal dari daging babi”. Fatwa ini terutama menggunakan prinsip
istilahah.
Maka dapat disimpulkan bahwa fiqih islam menggunakan tiga prinsip untuk menyatakan
kehalalan suatu vaksin yaitu sebagai berikut:
1. Istihalah yaitu transformasi substansi yang haram dan/atau najis menjadi tidak
haram/najis . misalnya pada penggunaan gelatin sebagai stabilizer dalam vaksin dan
sebagai bahan dasar kapsul obat.
2. Istihlak yaitu substansi yang haram/dan atau najis menjadi tidak haram dan atau najis
karena terlarut oleh air dalam jumlah banyak. Misalnya tripsin babi yang sudah
dimurnikan dalam pembuatan vaksin sehingga tidak terdeteksi kandungannya di
dalam produk akhir.
3. Darurat yaitu substansi tersebut dianggap haram, tetapi ketika tidak ada
pilihan/pengganti lain dan harus tetap menggunakannya diizinkan dalam islam.
Berikut adalah beberapa ayat Al-quran yang membahas mengenai haramnya babi dan
prinsip darurat yang menjadi salah satu landasan halalnya vaksin.
Sesungguhnya Allah SWT hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging
babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi, barang siapa
dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula
melampaui batas, tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS Al-Baqarah 2:173)
16
Katakanlah: “tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu
yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai,
atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau
binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan
terpaksa sedang dia tidak mengunginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-An’am 6:145)
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah,
daging babi, dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Tetapi barang
siapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Nahl 16:115)
Agama Islam menempatkan kesehatan manusia sebagai prioritas. Status kehalalan
vaksin sudah beberapa kali dibahas oleh para ulama internasional dan memberikan dukungan
terhadap vaksin dan imunisasi.
Agama Islam adalah agama yang mudah dan tidak kaku, Allah tidak menghendaki kesulitan kepada hambanya. Allah Ta’ala berfirman,
“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.”[Al-Hajj: 78]
17
MEMAHAMI DAN MENGHAYATI TUNTUNAN
Dengan menyimak secara seksama tuntutan diatas, maka dapat diambil butir-butir yang
bermakna untuk kita pahami dan hayati.
Petunjuk atau perintah dalam surat ini adalah dalam konteks “memakan”. Artinya kita
dilarang memakan makanan yang ditetapkan “haram”. Sebagaimana firman Allah
diatas. Memakan berarti memasukkan ke mulut, menelan sampai dalam perut yang
tujuannya untuk memenuhi kebutuhan gizi tubuh yang akan dimanfaatkan untuk
kelangsungan kehidupan. Sebenarnya pemahaman kita ini diperjelas oleh ayat
sebelum Al-Baqarah ayat 173 dan An-Nahl ayat 115 tersebut diatas, yaitu Al-Baqarah
ayat 172 dan An-Nahl 114. Bahkan Allah memperingatkan orang-orang beriman agar
hanya memakan yang halal lagi baik (halalan thoyyibah) yang telah direzekikan-Nya.
Baru kemudian wahyu ini berlanjut dengan peringatan dilarang memakan makanan
yang diharamkan tersebut. Jadi ketentuan haram diberlakukan untuk memakan
makanan yang diperlukan untuk kebutuhan perut. Akibatnya kita tidak mudah
memahami bahwa ketentuan “diharamakan” ini juga berlaku untuk upaya pencegahan
penyakit seperti imunisasi ini.
Orang-orang yang beriman diharuskan mengonsumsi makanan yang halalan thoyyibah
yang direzekikan untuk mereka dan diharamkan bagi mereka bangkai, darah, daging babi
dan hewan yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah (QS. Al-Baqarah 172,
173, dan QS. An-Nal 114, 115)
Petunjuk haram adalah karena yang dilarang tersebut adalah kotor dan tidak kondusif
untuk tubuh. Dalam surat Al-A’raf ayat 157 disebutkan bahwa umat islam disuruh
mengerjakan yang makruf dan melarang yang munkar serta menghalalkan yang baik
dan mengharamkan segala yang kotor. Jadi makanan yang diharamkan adalah
tergolong kotor dan tidak mungkin dikonsumsi umat muslim
Petunjuk haram adalah untuk mendidik perangai manusia agar berperilaku baik sesuai
kodrat manusia sebagai makhluk ahsani taqwin yang mendapat amanah khalifatullah
jadi adalah tak layak seseorang akan mengonsumsi hewan tanpa seizin Allah. Dan
sangat dilarang mengikuti cara-cara yang dianut syaitan. Dalam surat Al-Baqarah ayat
168 Allah berfirman bahwa kita harus memakan yang halalan thoyyibah dan jangan
mengikuti langkah-langkah syaitan.
18
Ketentuan haram juga tidak mutlak diberlakukan. Allah memberi dispensasi untuk
memakan yang haram, asalkan terpaksa dan kita tidak menginginkannya serta tidak
melampaui batas. Peringatan Allah ini memberi petunjuk kepada kita bahwa kita
harus berupaya untuk menjaga keselamatan diri. Jangan tubuh kita sampai binasa
akibat tidak ada yang dimakan.
Demikian sekelumit tuntunan yang amat penting kita pahami dan hayati. Allah menuntun
hamba-Nya menuju kemuliaan hidup sehat walafiat. Maha besar Allah dengan segala
firmanNya.
Tuntunan haram adalah dalam konteks memakan atau mengonsumsi makanan untuk
memenuhi kebutuhan perut dan Allah masih memberi dispensi halal apabila ketiadaan yang
dimakan tidak menginginkan dan tidak berlebihan.
BAGAIMANA STATUS HUKUM VAKSIN?
BENARKAH HARAM DAN TIDAK AMAN?
Setelah memahami ketentuan-ketentuan diatas maka kita dapat menilai status hukum untuk
vaksin. Apakah haram dan tidak aman? Mari kita simak ketentuan berikut:
Pertama adalah bahwa vaksinasi bukanlah proses “memakan” untuk memenuhi
kebutuhan perut atau untuk memenuhi asupan nutrisi tubuh. Buksn untuk memenuhi
nafsu perut, untuk mendapatkan kekenyangan, kenikmatan, dan kepuasan. Tapi
vaksinasi bertujuan untuk mendapatkan kekebalan tubuh, agar mampu mencegah
infeksi menular yang berbahaya. Ada contoh kongkrit yang telah diakui semua umat
muslim bahwa yang haram menjadi halal karena tujuan dan prosesnya berbeda yakni
pemberian darah. Darah adalah haram apabila dimakan untuk memenuhi kebutuhan
perut, tapi menjadi halal apabila ditransfusikan. Yakni pemberian darah melalui
pembuluh darah dengan tujuan pengobatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kita tidak
mudah memahami bahwa vaksinasi diberlakukan sebagai sesuatu yang haram untuk
dilaksanakan. Memang ada keraguan bagi kita karena adanya vaksinasi yang
pemberiannya melalui proses memakan (peroral) seperti vaksin polio. Tapi
bagaimanapun kita harus memahami bahwa tujuannya bukan memenuhi kebutuhan
perut untuk mendapatkan kekenyangan dan kepuasan, tapi adalah untuk
meningkatkan imunitas tubuh.
Kedua adalah bahwa vaksin tidak lagi mengandung bahan yang utuh sebagai bahan
yang diharamkan. Vaksin yang mengandung bahan dari babi telah melalui proses
19
pengolahan secara kimiawi. Jadi telah melalui proses pembersihan, pemilahan, dan
pemurnian, sehingga unsur-unsur dalam vaksin sudah berupa komponen, nama dan
sifatnya. Kita simak contoh-contoh dalam kehidupan umat manusia yang
menunjukkan bahwa proses haram berubah menjadi halal setelah melalui proses
pengolahan. Contoh pertama adalah air minum untuk masyarakat perkotaan (air
PAM) yang telah diolah sehingga statusnya adalah halal. Padahal sumber air sebelum
diolah tentu ada yang kotor yang mengandung najis atau bangkai. Contoh kedua
adalah ikan kolah yang dipupuk dengan tinja manusia (jamban cemplung). Disini
masyarakat kita menganggap ikan tersebut adalah halal walaupun sudah memakan
tinja. Demikian juga ayam kampung yang sangat mungkin memakan bahab bahan
kotor yang tentu juga haram tetapi ayam tersebut tetap halal. Jadi tubuh ikan dan
tubuh ayam berperan sebagai mesin pengolah. Akhirnya dapat kita simpulkan bahwa
vaksin yang pembuatannya mengandung bahan yang diharamkan, akan melalui proses
pengolahan sehingga bahan yang diharamkan tersebut telah berubah komponen, sifat
dan namanya. Jadi kita masih berpikir lain bahwa vaksin tersebut masih berstatus
haram.
Ketiga adalah bahwa vaksin telah dijamin tidak mengandung bahan-bahan kimia yang
berbahaya. Bahan-bahan pendukung yang biasanya ada dalam vaksin seperti
Aluminium (untuk meningkatkan efektivitas vaksin), Gelatin (menjaga stabilitas),
Thimerosal (untuk mencegah kontaminasi), dan lain-lain, sudah dijamin berada dalam
batas kadar yang aman. Jadi keamanan dan kemurnian vaksin sangat tergantung dari
kualitasnya memproduksi oleh produksinya oleh perusahaan yang membuatnya. Juga
sangat bergantung pada kualitas kinerja badab pengawas yang ada di setiap negara
(food and drug administration) dan teknis pengangkutan, penyimpanan, dan
pemberian oleh tenaga-tenaga medis yang melaksanakannya. Jadi kalau kualitas
produksi, pengawasan, pengangkutan, penyimpanan dan pemberian vaksin rendah,
maka jelas vaksin tersebut tidak aman atau tidak efektif.
Vaksin yang pembuatannya mempergunakan bahan yang diharamkan, telah melaui proses
pengolahan secara bioteknologi, sehingga bahan tersebut telah berubah nama dan sifatnya
serta telah berubah tujuan penggunaannya.
Menyimak uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa vaksin tanpa memandang asal-
usul bahan pembuat, maka dapat kita pergunakan. Karena tujuannya jelas, yakni untuk
melindungi tubuh dari kerusakan akibat serangan penyakit infeksi menular. Namun,
20
penggunaan vaksin justru dilarang atau diharamkan, apabila vaksin tersebut sudah jelas tidak
terjamin keamanannya, baik dalam aspek pengangkutan, penyimpanan dan pembuatannya,
karena dapat merusak tubuh. Tentang adanya keraguan bahwa vaksin yang pada
pembuatannya, karena dapat merusak tubuh. Tentang adanya keraguan bahwa vaksin yang
pembuatannya ada unsur babi, maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengizinkan
perusahaannya, asal belum ada penggantinya. MUI juga berharap agar di masa mendatang,
para ahli yang muslim mampu membuat vaksin tanpa ,mempergunakan bahan-bahan yang
diharamkan dan cara pembuatannya yang kondusif dengan tuntutan syariah islam.
21