59
SKENARIO 1 Setelah Demam si Ali menjadi Muka Pucat Ali (anak laki laki, usia 6 tahun) adalah anak yang cukup aktif disekolahnya. 5 hari ini , Ali tidak dapat mengikuti kegiatan disekolah karena sedang mengalami demam yang tinggi, mialgia serta terdapat anorexia. Akhirnya Ali pergi ke dokter tempat keluarga Ali biasa berobat, dan Ali diberi obat Chloramfenicol, antipiretik, dan anti emetik. Setelah mengkonsumsi obat itu demam Ali hilang, tetapi setelah itu muka Ali lama lama menjadi pucat, dadanya sering berdebar, malaise, nafsu makan menurun, terdapat perdarahan disekitar gusinya dan petechie, ekimosis dipermukaannya. Karena keadaan Ali memburuk Ali pergi berobat ke dokter spesialis Anak. Sang dokter menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan sum-sum tulang. Kira kira apakah yang terjadi pada Ali dan bagaimana penatalaksanaan serta pengobatan yang terbaik buat Ali ? Pemeriksaan penunjang : Hb : 6 mg/dl Leukosit : 8000/ µ L Trombosit : 15.000/ µ L Retikulosit: 50.000 / µ L Neutrofil : 400 / µ L Darah tepi : Makrositosis dan Poikilositosis Seven Jump 2 Penetapan Masalah 1. Os mengalami demam yang tinggi, disertai dengan mialgia dan anorexia. 2. Setelah mengkonsumsi obat ( Kloramfenicol, antipiretik, antiemetik) demam Ali hilang, tetapi setelah itu muka Ali lama lama menjadi pucat, dadanya sering berdebar, malaise, nafsu makan menurun, terdapat perdarahan disekitar gusinya dan petechie, ekimosis dipermukaannya. 3. Efek samping dari Kloramfenikol, antipiretik, antiemetik 4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hb : 6 mg/dl Leukosit : 8000/ µ L Trombosit : 15.000/ µ L Retikulosit: 50.000 / µ L Neutrofil : 400 / µ L Darah tepi : Makrositosis dan Poikilositosis

Kasus Anemia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

as

Citation preview

SKENARIO  1

Setelah Demam si Ali menjadi Muka Pucat

Ali (anak laki laki, usia 6 tahun) adalah anak yang cukup  aktif disekolahnya. 5 hari ini ,  Ali tidak

dapat mengikuti  kegiatan disekolah karena sedang mengalami  demam yang tinggi, mialgia serta

terdapat anorexia. Akhirnya  Ali pergi ke dokter tempat  keluarga Ali biasa berobat, dan Ali diberi

obat Chloramfenicol, antipiretik, dan anti emetik. Setelah mengkonsumsi  obat itu demam  Ali hilang,

tetapi setelah itu muka Ali lama lama menjadi pucat, dadanya  sering berdebar, malaise, nafsu

makan  menurun, terdapat perdarahan disekitar gusinya dan petechie, ekimosis dipermukaannya.

Karena keadaan  Ali memburuk Ali pergi  berobat ke dokter spesialis Anak. Sang  dokter

menganjurkan  untuk melakukan  pemeriksaan darah lengkap  dan pemeriksaan  sum-sum tulang.

Kira kira apakah yang terjadi  pada Ali dan bagaimana  penatalaksanaan  serta pengobatan  yang

terbaik buat    Ali ?

Pemeriksaan penunjang :

Hb : 6 mg/dl

Leukosit : 8000/ µ L

Trombosit : 15.000/ µ L

Retikulosit: 50.000 / µ L

Neutrofil : 400 / µ L

Darah tepi : Makrositosis dan Poikilositosis

Seven Jump 2 Penetapan Masalah

1. Os mengalami  demam yang tinggi, disertai dengan mialgia  dan anorexia.

2. Setelah mengkonsumsi  obat ( Kloramfenicol, antipiretik, antiemetik)   demam  Ali hilang, tetapi

setelah itu muka Ali lama lama menjadi pucat, dadanya  sering berdebar, malaise, nafsu

makan  menurun, terdapat perdarahan disekitar gusinya dan petechie, ekimosis dipermukaannya.

3. Efek samping dari Kloramfenikol, antipiretik, antiemetik

4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Hb : 6 mg/dl

Leukosit : 8000/ µ L

Trombosit : 15.000/ µ L

Retikulosit: 50.000 / µ L

Neutrofil : 400 / µ L

Darah tepi : Makrositosis dan Poikilositosis

TINJAUAN TEORITIS

A. Fisiologi dan Morfologi Darah

a. Darah

Merupakan jaringan tubuh dan volume darah adalah 8 % dari berat badan, 55% adalah plasma dan

temperaturnya :38oc, ph 7,35 – 7, 45

Terdiri dari :

1.      Eritrosit2.      Leukosit3.      Trombosit4.      Plasma darah

b. Fungsi darah :

1. Sebagai alat transport :

a.       O2 dari paru-paru diangkut keseluruh tubuhb.      Co2 diangkut dari seluruh tubuh ke paru-paruc.       Sari makanan diangkut dari jonjot usus ke seluruh jaringan yang membutuhkan.d.      Zat sampah hasil metabolisme dari seluruh tubuh ke alat pengleluaran.e.       Mengedarkan hormon dari kelenjar endokrin (kelenjar buntu) ke bagian tubuh tertentu.2. Mengatur keseimbangan asam dan basa

3. Sebagai pertahanan tubuh dari infeksi kuman

4. Untuk mengatur stabilitas suhu tubuh

c. Plasma darah

Plasma darah terdiri dari : 90 % air, 7 % protein : albumin, fibrinogen, globulin.protombin 3 % bahan

organic       : lipid, garam, nutrient dan waste product

1. Sel-sel darah (bagian padat)

a. Eritrosit (sel darah merah)

Tidak berinti, mengandung hb (protein yang mengandung senyawa hemin dan fe yang

mempunyai daya ikat terhadap o2 dan co2), bentuk bikonkav, dibuat dalam sumsum merah tulang

pipih sedang pada bayi dibentuk dalam hati. Dalam 1 mm3 terkandung ± 5 juta eritrosit (laki-laki) dan

± 4 juta eritrosit (wanita). Setelah tua sel darah merah akan dirombak oleh hati dan dijadikan zat

warna empedu (bilirubin). Eritrosit berusia sekitar 120 hari. Sel yang telah tua dihancurkan di limpa

(Junquera, 1997)

b. LeukositLeukosit adalah sel darah yang mengendung inti, disebut juga sel darahputih. Didalam darah

manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari

12000, keadaan ini disebut leukositosis,bilakurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam

mikroskop cahaya maka seldarah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam

keadaan hidupberupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti

yangbervariasi, yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan intibentuk bulat

atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : linfosit selkecil, sitoplasma sedikit;

monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebihbanyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler:

neutrofil, basofil, dan asidofil (ataueosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap

zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis

leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya) (Leeson, 1990).

Granulosit

1.      NeutrofilNeutrofil berkembang dalam sum-sum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi, sel sel ini  merupakan 60 -

70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um,satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma

yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0;3-0,8um) mendekati batas resolusi optik,

berwarna salmon pinkoleh campuran jenis romanovky.

Granul pada neutrofil ada dua :

A.    Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase.B.     Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein

kationik) yang dinamakan fagositinNeutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit mitokonria,apparatus golgi

rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler

terhadap invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan aktif. Adanya asam amino d oksidase

dalam granula azurofilik penting dalam penceran dinding sel bakteri yang mengandung asam amino

d. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo peroksidase yang terdapat dalam neutrofil

berikatan dengan peroksida dan halida bekerja pada molekultirosin dinding sel bakteri dan

menghancurkannya.

Dibawah pengaruh zat toksik tertentu seperti streptolisin toksin streptokokus membran granula-

granula neutrofil pecah, mengakibatkan proses pembengkakan diikuti oleh aglutulasiorganel-

organel dan destruksi neutrofil. Neotrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu

melakukan glikolisis baik secara arrob maupun anaerob. Kemampuan nautropil untuk hidup dalam

lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena mereka dapat membunuh bakteri dan

membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik. Fagositosis oleh neutrfil merangsang

aktivitas heksosa monofosfat shunt, meningkatkan glicogenolisis (Leeson, 1990).

2.      EosinofilJumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um (sedikit lebih kecil dari

neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, retikulum endoplasma mitokonria dan apparatus golgi kurang

berkembang. Mempunyai granula ovoid yang dengan eosin asidofkik, granula adalah lisosom yang

mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase, tapi tidak mengandung lisosim. Eosinofil

mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih lambat tapi lebih selektif

dibanding neutrifil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan anti bodi, ini merupakan fungsi

eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek antigen dan antibody. Eosinofil

mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya

bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses patologi. Kortikosteroid akan menimbulkan

penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat (Leeson, 1990).

3.      Basofil

Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12um, inti satu, besar bentukilihan

ireguler, umumnya bentuk huruf s, sitoplasma basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali

granul menutupi inti, granul bentuknya leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan

humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan

melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel

endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung.jumlah leukosit per mikroliter darah, pada

orang dewasa normal adalah4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat

turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel

ireguler berwarna metakromatik, dengan campuran jenis romanvaki tampak lembayung. Granula

basofil metakromatik dan mensekresi histamin dan heparin, dan keadaan tertentu, basofil

merupakan sel utama pada tempat peradangan inidinamakan hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini

menunjukkan basofil mempunyaihubungan kekebalan (Leeson, 1990).

Granulosit

1.      LimfositLimfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8um, 20-30% leukosit darah.normal, inti

relatifbesar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, anak inti baru terlihat dengan

electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali, sedikit basofilik, mengandung granula-granula

azurofilik. Yang berwarna ungu dengan romonovsky mengandung ribosom bebas dan poliribisom.

Klasifikasi lainnya dari limfosit terlihat dengan ditemuinya tanda-tanda molekuler khusus pada

permukaan membran sel-sel tersebut. Beberapa diantaranya membawa reseptos seperti

imunoglobulin yang mengikat antigen spesifik pada membrannya. Lirnfosit dalam sirkulasi darah

normal dapat berukuran 10-12um ukuran yang lebih besar disebabkan sitoplasmanya yang lebih

banyak. Kadang-kadang disebut dengan limfosit sedang. Sel limfosit besar yang berada dalam

kelenjar getah bening dan akan tampak dalam darah dalam keadaan patologis, pada sel limfosit

besar ini inti vasikuler dengan anak inti yang jelas. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan

asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat

Imunologisnya, siklus hidup dan fungsi (Leeson, 1990).

2.      MonositMerupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada

sediaan darah kering diameter mencapai 20um, atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan

yang dalam berbentuk tapal kuda.kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, ini merupakan sifat

tetap momosit sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian

kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui retikulim

endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak mitokondria. Apa ratus golgi

berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi

inti.monosit ditemui dalam darah, jaingan penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit

tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor

pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen.monosit beredar melalui aliran

darah, menembus dinding kapiler masuk kedalam jaringan penyambung. Daiam darah beberapa

hari. Dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan

dan interaksi sel-sel immunocmpetent dengan antigen (Leeson, 1990).

c. Trombosit

Keping darah, lempeng darah, trombosit atau platelet, adalah fragmen sel yang

tersirkulasi dalam darah yang terlibat dalam mekanisme hemostatis tingkat sel yang menimbulkan

pembekuan darah (trombus).

Jumlah trombosit adalah 150.000 – 450. 000 keping/mm³ darah. Diameter  2- 4 mikrometer, umur

nya 7 -10 hari, Disfungsi atau jumlah keping darah yang sedikit dapat menyebabkan pendarahan,

sedangkan jumlah yang tinggi dapat meningkatkan risiko trombosis. Trombosit memiliki bentuk yang

tidak teratur, tidak berwarna, tidak berinti, berukuran lebih kesil dari eritrosit dan leukosit, dan mudah

pecah bila tersentuh benda kasar  (Leeson, 1990).

B. Faktor –Faktor  Pembekuan Darah

a. Faktor faktor pembekuan darah

1.       F.I               : Fibrinogen, Merupakan Precursor Fibrin ( Protein Terpolimerasi )

2.       F. II             : Protrombin, Merupakan Precursor Enzim Proteolitik Thrombin Dan Mungkin

Akselerator Lain Pada Konversi  Protrombin.

3.       F. III           : Tromboplastin, Aktifator Lipoprotein Jaringan Pada Protrombin

4.       F. IV           : Ion Ca, Diperlukan Untuk Aktivasi Protrombin Dan Pembentukan Fibrin

5.       F. V            : Proakselerin, Merupakan Akselerator Plasma Globin : Suatu Faktor Plasma Yang

Mempercepat Konversi Protrombin Menjadi Thrombin

6.       F. VI           : Bentuk Aktif F.V

7.       F. VII          : Prokonvertin, Akselator Konversi Protrombin Serum : Suatu Serum Yang

Mempercepat Konversi Protrombin.

8.       F. VIII        : Anti Hemofilik Faktor (Ahg), Suatu Faktor Plasma Yang Berkaitan Dengan Faktor III

Trombosit Dan Faktor Christmas (Ix), Mengaktivasi Protrombin

9.       F. IX           : Christmas Faktor, Faktor Serum Yang Berkaitan Dengan Faktor-Faktor Trombosit Iii

Dan Viiiahg, Mengaktivasi Protrombin.

10.   F. X             : Stuart Prower Faktor, Suatu Faktor Plasma Dan Serum, Akselerator Konversi

Protrombin.

11.   F. Xi            : Plasma Tromboplastin Antecedent, Akselator Pembentukan Thrombin.

12.   F. Xii           : Hagemen Faktor, Suatu Faktor Plasma, Mengaktivasi Faktor Xi

13.   F. Xiii          : Fibrinase Faktor, Mengaktivasi Bekuan Fibrin Yang Lebih Kuat.

(FK UI, 2005).

b. Sumber-Sumber Faktor Pembekuan

1.Hati

Hal Ini Dikarenakan Hati Mensintesis Sebagian Besar Faktor Pembekuan, Sehingga Berperan

Penting Dalam Pembekuan Darah

2.Vitamin K

Vitamin K Sangat Penting Dalam Sintesis Protrombin Dan Faktor Pembekuan Lainnya Dalam

Hati. Absorbsi Vitamin K Dalam Usus Tergantung Pada Garam Empedu Yang Diproduksi Oleh

Hati  (FK UI, 2005).

c. Pembentukan Sel Darah

Sel Sistim Hemopotetik Pluripoten Penginduksi Diferensiasi Sel Sistim Hemopoietik Pluripoten

Merupakan Asal Dari Seluruh Sel-Sel Dalam Darah Sirkulasi

1.       Sel Darah Muncul Dari Mesoderm

2.       Beberapa Saat Kemudian, Hati & Limpa Berfungsi Sebagai Jaringan Hematopoietik Sementara,

Namun Menjelang Bulan Kedua, Membentuk Sumsum Tulang Di Pusatnya.

3.       Sewaktu Kecepatan Penulangan Pralahir Dari Sisa Kerangka Meningkat, Sumsum Tulang Menjadi

Jaringan Hematopoietik Utama

4.       Sesudah Lahir & Semasa Kanak-Kanak, Eritrosit, Leukosit Granular, Monosit & Trombosit

Berkembang Dari Sel Induk Yang Terdapat Di Sumsum Tulang. Asal Dan Pematangan  Sel-Sel Ini

Berturut-Turut Disebut Eritropoiesis, Monositopoiesis, Dan Megakariositopoeisis

5.       Sumsum Tulang Juga Menghasilkan Sel-Sel Yang Bermigrasi Ke Organ Limfoid Yang

Menghasilkan Berbagai Tipe Limfosit (Ganong, 2005)

d. Produksi Sel-Sel Darah Merah

1.       Minggu Petama Kehidupan Embrio, Sel Darah Primitive Yang Berinti Diproduksi Dalam Yolk Saw

2.       Selama Pertengahan Trimester Masa Gestasimasi, Walaupun Cukup Banyak Diproduksi Juga

Dalam Limpa Dan Limfonodus

3.       Pada Dasarnya Sumsum Tulang Dari Semua Tulang Memproduksi Sel Darah Merah Sampai

Seseorang Berusia 5 Tahun, Tetapi Sumsum Dari Tulang Panjang, Kecepatan Proksimal Humerus

& Tibia, Menjadi Sangat Berlemak Dan Tidak Memproduksi Lagi Setelah Kurang Lebih Berusia 20

Tahun

4.       Di Atas 20 Tahun, Kebanyakan Sel Darah Merah Diproduksi Dalam Sumsum Tulang Membranosa,

Seperti Vertebrata, Sternum, Iga & Ileum. Sehingga Bertambahnya Usia Tulang-Tulang Ini Sumsum

Menjadi Kurang Produktif      

e. Tahap-Tahap Diferensiasi Sel Darah Merah

Proeritroblas                :           Sel Petama Yang Dapat Dikenali Sebagai Bagian Dari Rangkaian Sel

Darah

                                                Merah

Basofil Eritroblas        :           Sel-Sel Generasi Pertama Yang Terbentuk Banyak Sel Darah Merah

Yang

                                                Matur Dari Pembelahan Beberapa Kali Sebab Dapat Dipulas Dengan

Zat

                                                Warna Biasa

Retikolosit                   :           Reticulum Endoplasma Direabsorbsi Karena Masih Mengandung

Sedikit

                                                Bahan Basofilik Dari Golgi, Mitokondria & Sedikit Organel Sitoplamik

Eritrosit                                                :               Bahan Basofilik Yang Tersisa Sedikit Demi Sedikit

Akan Menghilang Dalam  1-2 Hari Dalam Retikulosit Normalnya (FK UI, 2005).

f. Pengaturan Produksi Sel Darah Merah Peran Eritropoietin

Oksigenasi Jaringan Sebagai Pengatur Dasar Dari Produksi Sel Darah Merah

Eritropoietin Berfungsi Untuk Merangsang Produksi Sel Darah Merah & Bentuknya Sebagai Respon

Terhadap Hipoksia

Peran Ginjal Dalam Pembentukan Eritropoietin

Pengaruh Eritropoietin Terhadap Pembentukan Sel-Sel Darah Merah

g. Pematangan Sel Darah Merah

2 Vitamin  Yang Penting

         B 12

         Asam Folat

Keduanya Bersifat Penting Untuk Sintesis Dna Karena Masing-Masing Dalam Cara Yang Bebeda

Dibutuhkan Untuk Pembentukan Timidin Trifosfat, Yaitu Salah Satu Blok Pembangun Penting Dna

h. Kegagalan Pematangan Sel Darah Merah, Akmibat:

         Kegagalan Pematangan Sel Akibat Buruknya Absorbs Vitamin B12-Anemia Pernisiosa

         Kegagalan Pematangan Yang Disebabkan Oleh Defisiensi Asam Folat (Asam Pteroilglutamat)

i. Pembentukan Hb

Dimulai Dalam Proeritroblas Dan Kemudian Dilanjutkan Sedikit Dalam Stadium Retikulosit, Karena

Ketika Retikulosit Meninggalkan Sumsum Tulang & Masuk Ke Dalam Aliran Darah, Maka Retikulosit

Tetap Membentuk Sedikit Hemoglobin Selama Beberapa Hari Berikutnya

j. Penguraian Sel Darah Merah

         Nadph Melayani Sel Darah Merah Dalam Beberapa Hal Penting:

         Mempertahankan Kelenturan Membrane Sel

         Mempertahankan Pengangkutan Ion-Ion Melalui Membran

         Mempertahankan Besi  Hb Sel Agar Tetap Dalam Bentuknya

         Mencegah Oksidasi Protein Dalam Sel Darah Merah

(FK UI, 2005).

C. ANEMIA APLASTIK

a. DEFENISI

Anemia aplastik didefenisikan sebagai pansitopenia yang disebabkan oleh aplasia sum-sum tulang.

b. EPIDEMIOLOGI

Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta

penduduk per tahun. Penelitian The International Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study di

awal tahun 1980-an menemukan frekuensi di Eropa dan Israel 2 kasus persejuta penduduk. Di

Thailand dan Cina, angka kejadiannya yaitu lima hingga tujuh orang per satu juta populasi. Pada

umumnya, pria dan wanita memiliki frekuensi yang sama  (Av.Hoffbrand, 2005).

c. KLASIFIKASI

Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :

A.     Klasifikasi menurut kausa:

1.      Primer        : kongenital dan idiopatik didapatKongenitalJenis fanconi memiliki suatu pola pewarisan resesif autosomal dan sering  disertai dengan retardasi pertumbuhan dan cacat congenital di rangka (misalnya mikrosefalus, tidak adanya tulang radius atau ibu jari), kelainan saluran ginjal (misal ginjal tapal kuda), atau kulit (daerah-daerah hiperpigmentasi atau hipopigmentasi); kadang-kadang terdapat retardasi mental. Syndrome ini bersifat heterogen secara genetik dengan 7 gugus tambahan berbeda yang disebut FAA sampai FAG. Persoalan yang mendasari tampaknya adalah perbaikan (reapair) DNA yang mengalami gangguan. Sel dari penderita anemi fanconi memperlihatkan frekuensi pecahnya kromosom spontan yang sangat tinggi dan uji diagnostik adalah peningkatan pemecahan setelah inkubasi limfosit darah perifer dengan dengan diepoksibutana (tes DEB).Idiopatik didapatPenyakit ini merupakan jenis anemia aplastik yang paling sering ditemukan. Walaupun mekanismenya belum diketahui, respons yang baik terhadap globulin anti-limfosit (GAL) dan siklosporin menunjukkan bahwa kerusakan autoimun yang diperantarai sel T, kemungkinan terhadap sel induk yang berubah secara struktural dan fungsional, berperan penting.

2.      Skunder     : radiasi pengion, zat kimia, obat, infeksi.Seringkali disebabkan oleh kerusakan langsung di sumsum hemopoietik akibat radiasi atau obat-obat sitotoksik. Obat anti-metabolit (mis; metotreksat) dan inhibitor mitosis (mis; daunoribisin) menyebabkan aplasia sementara saja, tetapi agen pengalkil, khususnya busulfan, dapat terjadinya aplasia kronik. Beberapa individu menderita anemia akibat efek samping obat (misal; idiosinkrasi) yang jarang terjadi. Seperti kloramfenikol atau emas  yang tidak diketahui bersifat sitotoksik, mereka juga dapat menderita penyakit ini dalam beberapa bulan setalah hepatitis virus (NON- A, NON- B, NON- C). Kloramfenikol  memiliki insidensi toksikosis sumsum tulang sangat tinggi, sehingga obat ini harus digunakan  untuk pengoabtan yang mengancam   jiwa atau untuk penyakit yang membutuhkan obat ini sebagai pengobatan optimum (misal. tifoid). Zat kimia seperti benzena  mungkin terlibat sebagai penyebab terlibat sebagai penyebab penyakit ini (Av.Hoffbrand, 2005).

B.      Klasifikasi menurut prognosis1.      Anemia aplastik berat,         Neutrofil         : <500/mm3

         Trombosit        : <20.0000/mm3

         Retikulosit       : <1%2.      Anemia aplastik sangat berat, defenisinya sama seperti anemia aplastik berat kecuali neutrofil

<200/mm3

3.      Anemia aplastik tidak berat, kesempatan sembuh mencapai 50% ( Harisson, 2008).d. PATOGENESIS

Anemia aplastik dapat disebabkan oleh:

1.      Defisiensi absolut stem cell sumsum tulang2.      Hambatan pada diferensiasi3.      Supresi imun

4.      Kelainan stroma( Harisson, 2008).e. ETIOLOGI

A.    Faktor Genetik : Anemia Fanconi (kongenital)B.     Obat-obatan dan Bahan Kimia

Banyak obat kemoterapi yang mengsupresi sum-sum sebagai toksisitas utamanya; efeknya tergantung dengan dosis dan dapat terjadi pada semua pengguna. Pada konteks penggunaan obat secara total, reaksi idiosinkronasi jarang terjadi walaupun pada beberapa orang terjadi dengan sangat buruk. Chloramphenicol, merupakan penyebab utama, namun dilaporkan hanya menyebabkan anemia aplasia pada sekitar 1/60.000 pengobatan dan kemungkinan angka kejadiannya sebenarnya lebih sedikit dari itu (resiko selalu lebih besar ketika berdasar kepada kumpulan kasus kejadiannya; walaupun pengenalan chloramphenicol dicurigai menyebabkan epidemic anemia aplasia, penghentian pemakaiannya tidak diikuti dengan peningkatan frekuensi kegagalan sum-sum tulang).Benzena merupakan penyebab yang diketahui dari kegagalan sum-sum tulang. Banyak data laboratorium, klinis, dan epidemiologi yang menghubungkan antara paparan benzene dengan anemia aplastik, leukemia akut, serta abnormalitas darah dan sum-sum tulang.

C.     InfeksiHepatitis merupakan infeksi yang paling sering terjadi sebelum terjadinya anemia aplasia, dan kegagalan sum-sum paska hepatitis terhitung 5% dari etiologi pada kebanyakan kejadian. Pasien biasanya pria muda yang sembuh dari serangan peradangan hati 1 hingga 2 bulan sebelumnya; pansitopenia biasanya sangat berat. Hepatitis biasanya seronegatif (non-A, non-B, non-C, non-G) dan kemungkinan disebabkan oleh virus baru yang tidak terdeteksi. Kegagalan hepar fulminan pada anak biasanya terjadi setelah hepatitis seronegatif dan kegagalan sum-sum terjadi pada lebih sering pada pasien ini. Anemia aplastik terkadang terjadi setelah infeksi mononucleosis, dan virus Eipsten-Barr telah ditemukan pada sum-sum pada sebagian pasien, beberapanya tanpa disertai riwayat penyakit sebelumnya. Parvovirus B19, penyebab krisis aplastik transient pada anemia hemolitik dan beberapa PRCA (Pure Red Cell Anemia), tidak biasanya menyebabkan kegagalan sum-sum tulang yang luas. Penurunan hitung darah yang ringan sering terjadi pada perjalanan penyakit beberapa infeksi bakteri dan virus namun sembuh kembali setelah infeksi berakhir.

D.    IradiasiAplasia sum-sum merupakan sekuele akut utama dari radiasi. Radiasi merusak DNA; jaringan bergantung pada mitosis aktif yang biasanya terganggu. Kecelakaan nuklir tidak hanya melibatkan pekerja namun juga pegawai rumah sakit, laboratorium dan industri (sterilisasi makanan, radiography metal,dll), begitupula dengan orang lain yang terpapar secara tidak sengaja. Sementara dosis radiasi dapat diperkirakan melalui angka dan derajat penurunan hitung darah, dosimetri dengan rekonstruksi paparan dapat membantu memperkirakan prognosis pasien dan dapat pula melindungi tenaga medis dari kontak dengan jaringan radioaktif dan sekret.

E.     Kelainan Imunologis

Aplasia merupakan konsekuensi utama dan penyebab kematian yang tak terhindarkan pada keadaan transfusion-associated graft-versus-host disease (GVDH), yang dapat terjadi setelah infuse produk darah kepada pasien immunodefisiensi. Anemia aplastik sangat terkait dengan sindroma kolagen vaskuler yang jarang terjadi yang disebut fasciitis eosinophilic, yang ditandai dengan adanya indurasi yang sakit pada jaringan subcutaneous. Pansitopenia dengan hipoplasia sum-sum dapat pula terjadi pada systemic lupus erythematosus.

F.      Kelompok idiopatik (Av.Hoffbrand, 2005).

e. MANIFESTASI KLINIS

Anemia aplastik dapat berupa asimptomatik, juga terdapat pucat, perdarahan (kulit, gusi, hidung,

saluran cerna, dll), demam, petekie, ekimosis dan sebagian kecil hepatomegali.

f. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1.      Anemia bersifat normokrom normositik, atau makrositik, jumlah retikulosit biasanya sangat rendah jika dikaitkan dengan derajat anemia. Kadang-kadang ditemukan pula makrositosis dan poikilositosis.

2.      Leucopenia. Terdapat penurunan selektif granulosit, tetapi tidak sampai 1,5 x109 /l.3.      Sumsum tulang memperlihatkan adanya hipoplasia dengan hilangnya jaringan hemopoietik dan

penggantian oleh lemak yang meliputi lebih dari 75% sumsum tulang.4.      Adanya defisiensi imun diketahui melalui penentuan titer immunoglobulin dan pemeriksaan

imunitas sel T.g. DIAGNOSIS

Kriteria minimal diagnosis anemia aplastik adalah:

1.      Pansitopenia berupa  kadar hemoglobin < 13% (pria) dan <12% (wanita), jumlah neutrofil <1500/mm3 , leukosit <4000/mm3  dan trombosit <150.000/mm3 .

2.      Aplasia atau hipoplasia sumsum tulang. Sediaan hapus aspirat sumsum tulang memperlihatkan peningkatan sel-sel lemak, hipoplasia eritroid, myeloid limfosit tampak meningkat. Walaupun hasil aspirasi sumsum tulang mengesankan suatu diagnosis anemia aplastik, harus tetap dilaksanakan biopsi tulang (Av.Hoffbrand, 2005).

h. PENATALAKSANAAN

Umum

Penyebabnya (jika diketahui) harus disingkirkan, misalnya menghentikan radiasi atau terapi

obat. Penatalaksanaan awal meliputi perawatan suportif dengantransfusi darah, konsentrat

trombosit dan pengobatan serta pencegahan infeksi.

Penanganan anemia aplastik meliputi :

     -  Tindakan suportif

           untuk mencegah perdarahan dan infeksi

     -  Transfusi darah

     -  Bone Marrow stimulants dengan immunosupresif

        dan hematopoietic growth factors

     -  Transplantasi sumsum tulang

Spesifik

             I.        Menghentikan atau menghindari zat toksik yang

          II.      tersangka sebagai penyebab anemia aplastik

       III.        Menjaga hygiene penderita untuk mencegah infeksi atau perdarahan

 Perlukaan dihindari

 Sikat gigi harus dengan sikat gigi yang lunak

 Bila haid berlebihan, diberi kontraseptif

 Jangan mempergunakan aspirin

       IV.        Transfusi darah

              Diberi transfusi packed red cells ( PRC ) sampai kadar hemoglobin 7 – 8 g %

 Transfusi dalam bentuk  washed  atau  frozen red blood cells  untuk menghindari reaksi imun.

          V.      Transfusi trombosit dilakukan bila :

              Trombositopenia berat, disertai perdarahan dibawah kulit

              Perdarahan masif saluran pencernaan

              Perdarahan otak, perdarahan retina

              Purpura yang cepat meluas

VI. Diberi transfusi trombosit konsentrat sampai hitung trombosit > 20.000 / mm3

VII  Transfusi buffy coat granulocytes consentrate diberi bila

             Hitung neutrofil < 200 / mm3 disertai sepsis gram negatif

 Neutropenia berat disertai penyakit infeksi yg tidak terkendalikan dgn pemberian     antibiotik

adekuat

VIII.  Pemberian Bone Marrow stimulants seperti :

              immunosupresif

             -  Champlin dkk ( 1983 ) menyarankan

              penggunaan imunosupresif pada penderita

              berumur > 40 tahun yg tidak dapat menjalani

              transplantasi sst dan pada penderita yg telah

              mendapat transfusi berulang

           -  Anti Timosit Globulin ( ATG )

           -  Cyclosporine A

           -  Anti-T cell agent

IX. Hematopoietic growth factors

              G-CSF ( Granulocyte colony stimulating factors )

              GM-CSF ( Granulocyte monocyte colony stimulating factors )

              Kortikosteroid

              Androgen

X.Transplantasi sumsum tulang

              Pada severe aplastic anemia, transplantasi sst merupakan pengobatan pilihan.

              Keberhasilan transplantasi sst tergantung pada :

           -  masalah penolakan graft

           -  penyakit graft lawan resipien

           -  infeksi dan Umur  

XI. Penderita mild atau moderate aplastic anemia umumnya tidak memerlukan penanganan segera

dan dapat hidup bertahun-tahun.

XI. Penderita anemia aplastik berat ( severe ) memiliki resiko besar untuk terkena infeksi

       Bila demam, dilakukan pemeriksaan kultur darah

       Pemberian antibiotik yg sensitif terhadap bakteri

          gram positif dan gram negatif selama minimal 48

          jam demam berhenti dan hasil kultur darah negatif

      Jika penderita tetap demam dan tidak ada perubahan

          klinis obat anti jamur dan obat anti virus sebaiknya

          diberikan  ( FK UI, 2005).

D. ANEMIA MEGALOBLASTIK

a. Defenisi

Anemia megaloblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan

ditandai oleh sel megaloblastik.

b. Etiologi

1.      Defisiensi  vitamin B122.      Defisiensi asam  folat3.      Gangguan metabolism vitamin B12 dan asam folat4.      Gangguan sintesis DNA akibat dari defisiensi enzim congenital, didapat setelah pemberian obat

atau sitostatik tertentu (FK UI, 2005)

c. Patofisiologi

Timbulnya megaloblast adalah  akibat gangguan maturasi inti sel karena gangguan sintesis DNA

sel-sel eritroblas.

d. Klasifikasi etiologi anemia megaloblastik

1.      Defisiensi vitamin B12a.      Pasien tidak makan daging hewan atau ikan, telur, susu (yang mengandung vitamin

B12 ).b.      Adanyan malabsorbsi akibat:

                                            i.      Kelainan lambung: anemia pernisiosa, gastrektomi total atau parsial.

                                          ii.      Kelainan  usus: pasien reseksi ileum , intestinal loop syndrome.2.      Defisiensi Asam Folata.      Makanan kurang gizi asam folat terutama pada usia tua , penghuni panti, kemiskinan,

dan diet khusus.b.      Ekskresi asam folat yang berlebihan melalui urin ini terjadi pada penyakit hati yang aktif

atau kegagalan faal jantung.                                                     Obat-obat anti konvulsan                                                    Malabsorbsi asam folat misalnya karena tropical sprue, penyakit celiac.                                                    Kebutuhan yang meningkat akibat:                                                    Keadaan fisiologis misalnya hamil, menyusui, dan prematurasi.                                                    Keadaan patologis misalnya anemia hemolitik,penyakit keganasan.

Tabel. Perbedaan Vitamin B12 dan Asam Folat Berdasarkan Aspek Nutrisi

Vitamin B12 Asam Folat

Asupan harian normal dari

makanan

7-30ug 200-250ug

Asal makanan Hati, daging, ikan, susu Sebagian besar khususnya

hati, sayuran hijau, ragi.

Kebutuhan harian minimal

untuk dewasa

1-2ug 100-150ug

Cadangan dalam tubuh 2-3mg ( cukup 2-4 tahun ) 10-12mg ( cukup untuk 4 bulan)

Absorbsi

        Letak        Mekanisme        Batas

        Ileum        Faktor intrinsic        5-10ug/ hari

        Duodenum dan yeyenum        Konversi menjadi metal

tetrahidrofolat        50-80% kandungan

makanan.

Sirkulasi Enterohepatik 5-10ug/hari 90ug/hari

Transpor dalam plasma Sebagian besar terikat pada TC

I, TC II

(Transkobalamin),esensial

untuk ambialn sel

Terikat lemah pada albumin

( FKUI, 2005)

e. Gejala  Klinis

1.      Defisiensi Vitamin B12 : lemah, letih, lemah,  sakit kepala, palpitasi, pucat, keluhan nyeri lidah, anoreksia, berat badab turun, diare.

2.      Defisiensi Asam folat : pucat, letih, lemah, pusing, sukar tidur, pada auskultasi terdengar bising sistolik.

f. Diagnosis

1.      Gejala klinis2.      Menentukan kadar vitamin B12 dan asam folat dalam darah.Kadar normal vitamin B12

serum antara 160-925 ug/L, sedangkan asam folat dalam serum 3,0-15,0 ug/L3.      Menentukan penyebab kekurangan vitamin B12 dan asam folat.

Pemeriksaan  yang dilakukan untuk menentukan defisiensi B12 dan asam folat

Untuk kekurangan Vitamin B12

        I.      Anamnesis makanan      II.      Tes absorbs vitamin B12 dengan atau tanpa faktor intrinsic    III.      Penentuan faktor intrinsic dan antibody terhadap sel parietal lambung    IV.      Endoskopi,foto saluran makanan bagian atas      V.      Analisis cairan lambung

Untuk kekurangan Asam Folat

        I.      Anamnesis makanan      II.      Uji untuk malasorbsi intestinal    III.      Penyakit yang mendasari

g. Pengobatan

1. Untuk Defisiensi Vitamin B12a)      Diberikan vitamin B12 100-1000 ug intramuscular sehari selama 2 minggu,selanjutnya

100-1000 ug intramuscular setiap bulan. Bila ada kelainan neurologis terlebih dahuly diberikan tiap 2 minggu selama 6 bulan baru kemudian diberikan  sebulan sekali. Bila pasien sensitive terhadap suntikan dapat diberikan secara oral 1000ug sekali sehari asal jika tidak terdapat gangguan absorbsi.

b)       Transfusi darah diberikan bila kadar Hb < 5 gr% disertai keadaan umum jelek misal gagal jantung, infeksi berat. Transfusi darah sebaiknya diberikan packed red cells2.Untuk Defisiensi Asam FolatDiberikan asam folat 1-5 mg/hari per oral selama 4-5 minggu, asal tidak dapat terdapat gangguan absorbsi. Asam folat tersedia dalam kemasan tablet @ 1 mg dan suntikan @ 5mg/mL atau dalam bentuk multivitamin dengan dosis 0,1 - 1,0 mg tiap tablet.( FKUI, 2005)

E. ANEMIA HEMOLITIKa. Defenisi            Anemia hemolitik  adalah anemia yang disebabkan  oleh peningkatan  kecepatan destruksi  eritrosit. Hiperplasia  eritropoiesis  dan pelebaran sum sum tulang menyebabkan meningkatnya destruksi eritrosit beberapa kalib. Klasifikasi1. Anemia hemolitik herediter2. Anemia hemolitik didapatc. Gambaran Klinis

            Pasien memprlihatkan kepucatan  membran mukosa, ikterus ringan, spelomegali, tidak terdapat bilirubin dalam urin

F. PENYEBAB PANSITOPENIA

a. Definisi

Suatu keadaan dimana kadar hemoglobin kurang dari 13 g% (pada pria) atau kurang dari 12 g%

(pada wanita), jumlah neutrofil absolut kurang dari 1500/mm3 (biasanya jumlah leukosit kurang dari

4000/mm),dan jumlah trombosit kurang dari 150.000/mm3 

b. Penyebab pansitopenia

       1. Defisiensi B12 : anemia megaloblastik.

    1. Pasien yang tidak makan daging hewan atau ikan,telur,susu (yang mengandung vitamin B12 )

    2. Adanya malabsorpsi akibat:

        a. Kelainan lambung:

             - anemia pernisiosa

             - kelainan kongenital faktor intrinsik

             - gastrektomi total atau parsial

        b. Kelainan usus:

             - intestinal loop syndrome

             - tropical sprue

             - pasien reseksi ileum

    2. Defisiensi asam folat

1.      Karena makanan yang kurang gizi asam folat terutama pada orang tua,gastrektomi parsial dan

akibat hanya minum susu kambing.

2.      Malabsorpsi asam folat misalnya karena tropical sprue,penyakit coeliac.

3.      Kebutuhan yang meningkat akibat :

a.       keadaan fisiologis, misalnya hamil,laktasi dan prematuritas.

b.      keadaan patologis misalnya anemia hemolitik,penyakit keganasan serta penyakit kolagen.

4.      Ekskresi asam folat yang berlebihan melalui urin terjadi pada penyakit hati

yang aktif atau kegagalan faal jantung.

5.      Obat-obat anti konvulsan dan sitostatik tertentu.

      2. Kegagalan stem cell : anemia aplastik

          a. faktor genetik

          b. obat-obatan dan bahan kimia

          c. infeksi

          d. iradiasi

          e. kelainan imunologis

      3.Infiltrasi sumsum tulang:leukimia,limfoma,mieloma,karsinoma,mielofibrosis

      4. Destruksi primer  : hipersplenisme,infeksi berat

      5. Autoimun  : lupus eritematosus sistemik (LES)

( FKUI, 2005)

G. PEMERIKSAAN UNTUK DIAGNOSIS ANEMIA

a.PEMERIKSAAN LABORATORIUMPemeriksaan Laboratorium merupakan penunjang diagnostik pokok dalam diagnosis anemia.

Pemeriksaan ini terdiri dari :

1.      Pemeriksaan PenyaringPemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia tersebut yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.

2.      Pemeriksaan Darah Seri AnemiaPemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.

3.      Pemeriksaan Sumsum TulangPemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai keadaan sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologik yang dapat mensupresi eritroid.

4.      Pemeriksaan KhususPemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada :

1)      Anemia defisiensi besi : serum iron. TIBC (total iron binding capacity), saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan besi pada sumsum tulang ( Pearl’s stain).

2)      Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin dan tes Schiling.

3)      Anemia hemolitik        : bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin dan lain-lain.4)      Anemia aplastik          : biopsi sumsum tulang.

Juga diperlukan pemeriksaan non- hematologik tertentu seperti misalnya pemeriksaan faal hati, faal ginjal dan faal tiroid (FKUI, 2006)

H. FARMAKOLOGI  KLORAMFENIKOL, ANTIPIRETIK, ANTIEMETIKa. KLORAMFENIKOL

1. Asal dan kimia

Kloramfenikol  diisolasi pertama kali pada  tahun 1947 dari streptonyces  venezuelae. Karena

ternyata  mempunyai  daya antimikroba ayang kuat, maka penggunaan obat ini  meluas dengan

cepat sampai pada tahun 1950. Kloramfenikol merupakan kristal putih, yang sukar larut dalam air

dan rasanya pahit ( Farmakologi UI, 1995)

2. Efek samping

Diskrasia darah terutama aplastik anemia yang dapat menjadi serius dan fatal, reaksi hipersensitif

lainnya seperti anafilaktik dan urtikaria, sindroma gray pada bayi prematur atau bayi yang baru lahir

dan gangguan gastrointestinal seperti misalnya mual, muntah dan diare ( Farmakologi UI, 1995)

3.Indikasi:

1.Kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk penyakit tifus, paratifus dan salmonelosis lainnya. 

2.Untuk infeksi berat yang disebabkan oleh H. influenzae (terutama infeksi meningual), rickettsia,

lymphogranuloma-psittacosis dan beberapa bakteri gram-negatif yang menyebabkan bakteremia

meningitis, dan infeksi berat yang lainnya.

4. Kontra Indikasi

Penderita yang hipersensitif atau mengalami reaksi toksik dengan kloramfenikol. 

Jangan digunakan untuk mengobati influenza, batuk-pilek, infeksi tenggorokan, atau untuk

mencegah infeksi ringan.(ISOIndonesia,2010)

5. Cara kerja

Kloramfenikol adalah antibiotik yang mempunyai aktifitas bakteriostatik, dan pada dosis tinggi

bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya dengan menghambat sintesa protein dengan jalan

mengikat ribosom subunit 50S, yang merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan

peptida. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob gram-positif, termasuk Streptococcus

pneumoniae, dan beberapa bakteri aerob gram-negatif, termasuk Haemophilus influenzae,

Neisseria meningitidis, Salmonella, Proteus mirabilis, Pseudomonas mallei, Ps. cepacia, Vibrio

cholerae, Francisella tularensis, Yersinia pestis,

Brucela ( Depkes RI, 1995)

b. Paracetamol

Derivat  para amino fenol yaitu fenasetin  dan asetaminofen. Asetaminofen (Paracetamol)

merupakan metabolit  fenasetinn dengan efek antipiretik  yang sama dan telah digunakan sejak

tahun 1893. Efek anti piretik  ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia lebih

dikenal dengan nama Paracetamol. (Farmakologi UI, 1995).

Farmakokinetik 

Paracetamol dan fenasetin diabsorbsi cepat dan sempurna  melalui saluran cerna. Selain  itu kedua

obat ini juga mengalami hidroksilasi. Metabolit  hasil hidroksilasi  ini dapat menimbulkan

Methemoglobinemia  dan hemolisis eritrosit. Fenasetin dapat menyebabkan  Anemia

Hemolitik  (Depkes RI, 1995)

c. Metoclopramid

Metoclopramid  merupakan  senyawa golongan benzamid, gugus kimianya mirip prokainamid ,

tetapi metoclopramid  memiliki efek anaestesi  lokal yang sangat lemah.

Ada 3 hipotesis yang diajukan  tentang mekanisme kerja metoclopramid

1. Potensiasi efek kolinergik

2. Efek langsung pada otot polos

3. Penghambatan dopaminergik sentral 

(Depkes RI, 1995)

Seven Jump 4 : Kesimpulan Sementara

1. Anemia Aplastik

2. Anemia Megaloblatik

3. Anemia Hemolitik

Seven Jump 5. : Menentukan Tujuan Pembelajaran

Mahasiswa  dapat menjelaskan  dan memahami tentang :

1. Fisiologi dan Morfologi Darah

2. Faktor faktor Pembentukan sel darah

3. Anemia Aplastik

4. Anemia Megaloblasitk

5. Anemia Hemolitik

6. Penyebab  Pansitopenia

7. Pemeriksaan Penunjang Anemia

8. Farmakologi Kloramfenikol, antipiretik, antiemetik

Seven Jump 6 : Belajar Mandiri

1. Texk book

2. Penelusuran Internet

3. Diskusi kelompok melalui kegiatan Belajar Mandiri

Seven Jump 7 : Kesimpulan Akhir

1. Os mengalami  Anemia Aplastik

2. Penyebab Anemia Aplastik kemungkinan disebabkan oleh penggunaan Kloramfenikol   yang tidak

sesuai dengan  indikasi medis

3. Upaya pencegahan terhadap kejadian  Anemia Aplastik sangat diperlukan, yang melibatkan  peran

serta masyarakat dan petugas kesehatan.

4. Apabila sudah mengalami  Anemia Aplastik, pengobatan yang tepat dan benar sangat dianjurkan

untuk mengurangi resiko komplikasi dan prognosa yang buruk.

Daftar Pustaka1. Departemen Kesehatan RI, 1995,  Farmakope Indonesia edisi IV, Jakarta2. Farmakologi UI, 1995, Farmakologi dan Cairan, edisi 4, Jakarta3. Fakultas Kedokteran UI, 2005, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta4. Harper, 2002 , Biokimia ,edisi 2. EGC, Jakarta5. Harisson, 2008, Principle of Medicine, NCBB, Jakarta 6. ISO Indonesia, 2010, Informasi Spesialite Obat Indonesia, PT ISFI, Jakarta7. Kapita Selekta Hematologi, Av.Hoffbrand.J.E Pettit.P.A.H. Moss Edisi 4,Egc,Jakarta 2005

BAB IPENDAHULUAN

A.                Latar Belakangh

Hemostasis ialah proses pembentukan bekuan pada dinding pembuluh darah yang rusak,

untuk mencegah kehilangan darah, sementara tetap mempertahankan datah dalam keadaan cair di

dalam system pembuluh darah. Sekumpulan mekanisme sistemik kompleks yang saling berkaitan

akan bekerja untuk mempertahankan imbangan antara koagulasi dengan antikoagulasi. Sebagai

tambahan, imbangan tersebut dipengaruhi oleh factor lokal pada berbagai organ yang berbeda.

Respons terhadap cedera

Kalau suatu pembuluh terpotong atau rusak, cedera tersebut memulai suatu rangkaian peristiwa

( seperti pada gambar)  yang menghasilkan terbentuknya bekuan (hemostasis). Bekuan ini

menyumbat daerah yang rusak dan mencegah terjadinya kehilangan darah lebih lanjut. Peristiwa

yang mula-mula terjadi adlaah konstriksi pembuluh darah dan pembentukan sumbat hemostatik

sementara dari trombosit yang akan tercetus bila trombosit mengikat kolagen dan beragregasi.

Peristiwa ini diikuti dengan konversi sumbat tersebut menjadi bekuan definitif.

Mekanisme pembekuan

            Agregasi trombosit yang longgar pada sumbat sementara diikat dan dikonversi menjadi

sumbat definitive oleh fibrin. Mekanisme pembekuan yang berperan dalam pembentukan fibrin

melibatkan kaskade reaksi enzim yang tidak aktif di ubah menjadi aktif, dan enzim tersebut

selanjutnya mengaktifkan enzim lain yang belum aktif. Kompleksnya, system tersebut pada masa

lalu dipersulit oleh berbagai penamaan, tetapi diterimanya system pemberian nomor untuk berbagai

factor pembekuan lebih mempermudah keadaan

            Reaksi mendasar dalam pembekuan darah adlah konversi protein olasma yang larut, yaitu

fibrinogen menjadi fibrin yang tidak Larut. Proses ini mencakup pembebasan dua pasang polipeptida

dari setiap molekul fibrinogen. Bagian yang tersisa, monomer fibrin, kemudian mengalamai

polimerisasi dengan molekul-molekul monomer lain sehinga membentuk fibrin. Fibrin mula-mula

berupa gumpalan longgar benang-benang yang saling menjalin. Selanjutnya, pembentukan ikatan-

ikatan silang kovalen akan mengubah gumpalan longgar menjadi agregat yang padat dan ketat.

Reaksi yang terakhir ini dikatalisis oleh faktor XIII yang telah diaktifkan dan memerlukan Ca2+.

            Perubahan fibrinogen menjadi dikatalisis oleh trombin. Trombin adalh suatu serin protease

yang terbentuk dari prekursornya di sirkulasi, protrombin, oleh kerja faktor X yang telah diaktifkan.

Kerja tambahan trombin adalah pengaktifan trombosit, sel endotel, serta leukosi melalui sedikitnya

satu reseptor gabungan protein G.

            Faktor X dapat daktifkan melalui reaksi pada salah satu dari 2 sistem, sistem intrinsik dan

sistem ektrinsik. Reaksi awal pada sistem intrinsik adalah konversi faktor XII inaktif menjadi faktor

XII aktif (XIIa). Aktivasi ini yang dikatalisis oleh kininogen berberat molekul tinggi dan kalikrein dapat

dilakasanakan in vitro dengan pemajanan darah terhadap permukaan bermuatan elektronegatif

yang mudah dibasahi, seperti gelas dan serat kolagen. Aktivasi in vivo terjadi kalau darah terpajan

terhadap serat-serat kolagen yang berada dibawah lapisan endotel pada pembuluh darah. Faktor XII

aktif kemudian mengaktifkan faktor XI, dan faktor XI aktif mengaktifkan faktor IX. Faktor IX yang

telah diaktikan membentuk suatu kompleks dengan faktor VIII aktif, yang menjadi aktif kalau terpisah

dari faktor von Willebrand. Kompleks Ixa dan VIIIa mengaktifkan faktor X. Fosfolipid dari trombosit

yang beragregasi (PL) dan Ca2+ diperlukan untuk pengaktifan sempurna faktor X. Sistem

ekstrinsik dipicu oleh pelepasan tromboplastin jaringan, suatu campuran protein-fosfolipid yang

mengaktifkan faktor VII. Tromboplastin jaringan dan faktor VII mengaktifkan faktor IX dan X. Dengan

adanya PL, Ca2+, dan faktor V, faktor X yang telah diaktifkan mengatalisis konversi protrombin

menjadi trombin. Jalur ekstrinsik dihambat oleh suatu penghambat jalur faktor jaringan yang

membentuk struktur kuartener dengan TPL, faktor VIIa dan faktor Xa.

Contoh-contoh penyakit yang disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan

Defisiensi faktor : Sindroma klinis Penyebab

I Afibrinogemia Pengurasan selama

kehamilan disertai pelepasan

plasenta prematur; juga

kongenital (jarang)

II Hipoprotrombinemia

(kecenderungan perdarahan

pada penyakit hati)

Penurunan sintesis oleh hati,

biasanya sekunder akibat

defisiensi vitamin K

V Parahemofilia kongenital

VII Hipokonvertinemia kongenital

VIII Hemofilia A (hemofilia klasik) Cacat kongenital yang

disebabkan oleh aneka

macam kelainan gen pada

kromosom X yang mengode

faktor VIII; karena itu

penyakit ini diturunkan

seagai ciri-ciri yang terkait

seks.

IX Hemofilia B (penyakit

Christmas)

kongenital

X Defisiensi faktor Stuart-

prower

kongenital

XI Defisiensi PTA kongenital

XII Ciri Hageman kongenital

Gangguan pembekuan dapat terjadi oleh karena gangguan pada tahap pertama, kedua atau

ketiga ataupun karena adanya antikoagulansia yang beredar di dalam darah atau karena proses

pembekuan dalam pembuluh darah.

GANGGUAN TAHAP PERTAMA

            Gangguan ini dapat disebabkan kekurangan faktor pembekuan yang bekerja pada tahap

tersebut. Kekurangan faktor pembekuan pada tahap pertama dapat diketahui dari pemeriksaan SPT

(serum prothrombin time) atau prothrombin consumption time). PTT (Partial thromboplastin

time), pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test). Bila terdapat kekurangan faktor

pembekuan dalam tahap pertama maka SPT kurang dari 40 detik (normal lebih dari 40 detik), PTT

dan TGT memanjang atau abnormal.

            Gangguan mekanisme pembekuan pada tahap pertama terdapat pada penyakit :

a.       Hemofilia A (kekurangan faktor VIII)

b.      Hemofilia B (kekurangan faktor IX)

c.       Penyakit von Willebrand ( pseudohemofilia, hemofilia vaskular)

GANGGUAN TAHAP KEDUA

            Gangguan ini ditetapkan dengan pemeri8ksaan T (plasma prothrombin time) dengan lebih

dahulu dibuktikan bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama normal atau dengan perkataan lain

tromboplastin yang dibentuk cukup. Bila PTT lebih dari 20 detik (normal 20 detik), berarti bahwa

faktor pembekuan tahap kedua ( II, V, VII, X) kurang.

Untuk penentuan faktor mana yang kurang, maka masing-0masing faktor harus diselidiki lebih lanjut.

ETIOLOGI

1.      Faktor kongenital

Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan tersebut

menurun.

2.      Faktor didapat

Biasanya disebabkan defisiensi faktor II (prothrombin), yang terdapat pada keadaan sebagai berikut:

a.       Neonatus, terutama yang kurang bulan yaitu karena fungsi hati yang belum sempurna sehingga

pembentukan faktor pembekuan II mengalami gangguan.

b.      Defisiensi vitamin K. Hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif, fistula biliaris, absorbsi

vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena gangguan pertumbuhan bakteri usus.

c.       Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain.

d.      Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat antagonistik terhadap

prothrombin.

e.       Disseminated intravaskular coagulation (DIC)

GANGGUAN TAHAP TIGA

            Untuk menentukan adanya kelainan pembekuan pada tahap tiga harus dibuktikan dahulu

bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama dan kedua berjalan normal.

            Gangguan pada tahap tiga ini biasanya ialah kekurangan fibrinogen. Pemeriksaan kadar

fibrinogen dapat dilakukan kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif ialah dengan menentukan

thrombin time. Bila thrombin time memanjang (normal kurang dari 15-20 detik) berarti terdapat

hipofibrinogenemia. Secara kuantitatif ialah dengan mengukur kadar fibrinogen dalam plasma

(normal 250-350 mg%)

            Kekurangan fibrinogen ini dapat kongenital dan bersifat resesif autosomal atau didapat

misalnya setelah mengalami operasi berat, solusio plasenta, DIC

B.                 Tujuan

1. Memahami mekanisme hemostasis dalam tubuh manusia

2. Dapat menjelaskan patogenesis dan patofisiologi penyakit pasien

3. Mengetahui dan memahami apa dilakukan untuk menegakkan diagnosis

4. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan penyakit pasien

C.        Data pelaksana tutorial

1.      Judul blok      : Blok Hematologi

2.      Nama Tutor    : dr. Tina S.

3.      Data Diskusi

a.      SGD I

  Hari/tanggal   : Jumat, 14 Mei 2010

  Waktu                        : 10.30-12.00 WIB

  Tempat           : Ruang Diskusi

b.      SGD II

  Hari/tanggal   : Senin, 17 Mei 2010

  Waktu                        : 07.50-09.30 WIB

  Tempat           : Ruang Diskusi

c.       Pleno

  Hari/tanggal   : Kamis, 20 Mei 2010

  Waktu                        : 07.50-09.30 WIB

  Tempat           : Ruang Diskusi

D.        Pemicu / Skenario                                                                           

SKENARIO 3

SI AMAT YANG DEMAM

Amat (laki-laki 15 tahun) adalah remaja yang memiliki segudang aktivitas. Akhir-akhir ini Amat

mengalami demam tinggi, menggigil, nausea, vomitus serta pada permukaan tubuhnya dijumpai

petechiae, ekimosis dan terjadi perdarahan yang sulit berhenti dibekas suntikan. Amat pun pergi ke

dokter untuk mendapatkan pengobatan dan sekaligus melakukan pemeriksaan darah. Pada

pemeriksaan darah dijumpai  trombosit 100.000/ mm3, leukosit 14.000 mm/ mm3, PT 18  detik,

aPTT  45 detik. Kira-kira apakah yang terjadi pada Amat dan bagaimana pengobatan yang

seharusnya diterima Amat.E.   Tujuan Pembelajaran

1.      Mengetahui hemostasis

2.      Mengetahui Hemofilia

3.      Mengetahui Defisiensi Vitamin K

4.      Mengetahui Thalassemia

5.      Mengetahui DIC

6.      Mengetahui ITP

7.      Mengetahui von Willebrand

F.                 Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat

1.      Apa maksud dari pemeriksaan penunjang pada DIC menurut Sistem Skor DIC (ISTH 2001) ?

2.      Bagaimana penatalaksanaan penyakit yang diderita sesuai skenario ?

G.                Jawaban atas pertanyaan

1.      Penilaian dibaca sesuai skor yang dibuat sistem skor DIC (ISTH 2001) .

2.      Yang pertama dilakukan adalah pemberian vitamin K untuk penanganan perdarahan pertama

kemudian dilanjutkan dengan pemberian heparin dengan dosis 300-500 U/ jam, plasma trombosit,

dan penghambat pembekuan III.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A.               KLARIFIKASI

ISTILAH                                                                                                                                      

1. Petechiae         : bintik merah kecil akibat keluarnya sejumlah kecil darah

2. Ekimosis          : bercak perdarahan yang kecil pada kulit atau membran mukosa, lebih besar dari

petekie, yang membentuk bercak biru atau ungu yang bundar atau tidak teratur serta tanpa elevasi.

3. Vomitus          : muntah; bahan yang dimuntahkan

4. Nausea                        : sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mrngacu pada epigastrium

dan dan abdomen.

5.  PT                     : prothrombin time. ukuran dari jalur ekstrinsik koagulasi

6.  aPTT                 : activated partial thromboplastin time. waktu yang diperlukan untuk

membentuk bekuan yang stabil dalam plasma darah setelah terpapar dengan komponen dari

platelet.

B.                 MENETAPKAN PERMASALAHAN

1.      OS mengalami demam tinggi, menggigil, nausea, vomitus dan dijumpai petechiae dan ekimosis

2.      Terjadi perdarahan yang sulit berhenti di bekas suntikan.

3.      Hasil pemeriksaan darah

- Trombosit : 100.000/ mm3

- Leukosit : 14.000/ mm3

- PT : 18 detik

- aPTT : 45 detik

C.           ANALISIS MASALAH

Demam tinggi menggigilFaktor mikroorganisme/ nonmikroorganisme

Gangguan hemostasisMempengaruhi thrombositDemam tinggi, menggigil

Nausea, vomitusStimulus berupa gangguan hemostasis

(menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit)Nausea, vomitus

Petechiae/ ekimosisKapiler/ pembuluh darah intra dermal pecah

Gangguan hemostasisPetechiae/ ekimosis

Perdarahan yang tidak berhentiGangguan hemostasisGangguan faktor koagulasiperdarahan

Hasil Lab :

            Thrombosit : 100.000/ mm3

Leukosit      : 14.000/ mm3                                        Tanda-tanda gangguan koagulasi

            PT        : 18 Detik

            aPTT    : 45 detik

           

Remaja memiliki segenap aktivitas                 risiko terhadap                        intake

                                                                                                            Istirahat tidak adekuat

Daya tahan tubuh menurun

HEMOSTASISDEFENISI

Hemostasis adalah penghentian perdarahan oleh sifat fisiologis vasokontriksi dan koagulasi

(Dorland, 2006). Hemostasis dan koagulasi juga dapat didefinisikan sebagai serangkaian kompleks

reaksi yang menyebabkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan

fibrin pada tempat cedera

KOMPONEN HEMOSTASIS

•     Pembuluh

•     Trombosit

•     Kaskade faktor koagulasi

•     Inhibitor koagulasi

•     Fibrinolisis

SUMBAT HEMOSTASIS PRIMER : Pembentukan agregasi trombosit

SUMBAT HEMOSTASIS SEKUNDER : Pembentukan fibrin

URUTAN MEKANISME HEMOSTASIS DAN KOAGULASI

Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak

itu menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga dengan segera aliran darah dari

pembuluh darah yang pecah akan berkurang (terjadi vasokonstriksi). Setelah itu, akan diikuti oleh

adhesi trombosit, yaitu penempelan trombosit pada kolagen. ADP (adenosin difosfat) kemudian

dilepaskan oleh trombosit kemudian ditambah dengan tromboksan A2 menyebabkan terjadinya

agregasi (penempelan trombosit satu sama lain). Proses aktivasi trombosit ini terus terjadi sampai

terbentuk sumbat trombosit, disebut juga hemostasis primer. Setelah itu dimulailah kaskade

koagulasi yaitu hemostasis sekunder, diakhiri dengan pembentukan fibrin. Produksi fibrin dimulai

dengan perubahan faktor X menjadi faktor Xa. Faktor X diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur

ekstrinsik dan jalur intrinsik. Jalur ekstrinsik dipicu oleh tissue factor/tromboplastin. Kompleks

lipoprotein tromboplastin selanjutnya bergabung dengan faktor VII bersamaan dengan hadirnya ion

kalsium yang nantinya akan mengaktifkan faktor X. Jalur intrinsik diawali oleh keluarnya plasma atau

kolagen melalui pembuluh darah yang rusak dan mengenai kulit. Paparan kolagen yang rusak akan

mengubah faktor XII menjadi faktor XII yang teraktivasi. Selanjutnya faktor XIIa akan bekerja secara

enzimatik dan mengaktifkan faktor XI. Faktor XIa akan mengubah faktor IX menjadi faktor IXa.

Setelah itu, faktor IXa akan bekerja sama dengan lipoprotein trombosit, faktor VIII, serta ion kalsium

untuk mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa. Setelah itu, faktor Xa yang dihasilkan dua jalur

berbeda itu akan memasuki jalur bersama. Faktor Xa akan berikatan dengan fosfolipid trombosit, ion

kalsium, dan juga faktor V sehingga membentuk aktivator protrombin. Selanjutnya senyawa itu akan

mengubah protrombin menjadi trombin. Trombin selanjutnya akan mengubah fibrinogen menjadi

fibrin (longgar), dan akhirnya dengan bantuan fakor VIIa dan ion kalsium, fibrin tersebut menjadi

kuat. Fibrin inilah yang akan menjerat sumbat trombosit sehingga menjadi kuat. Selanjutnya apabila

sudah tidak dibutuhkan lagi, bekuan darah akan dilisiskan melalui proses fibrinolitik. Proses ini

dimulai dengan adanya proaktivator plasminogen yang kemudian dikatalis menjadi aktivator

plasminogen dengan adanya enzim streptokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa. Selanjutnya

plasminogen akan diubah menjadi plasmin dengan bantuan enzim seperti urokinase. Plasmin inilah

yang akan mendegradasi fibrinogen/fibrin menjadi fibrin degradation product

SISTEM HEMOSTASIS

I.  Sistem Pembuluh Darah

Fungsinya :

1.   Kontraksi pembuluh darah.

2.   Aktivasi pembekuan darah dengan memproduksi tromboplastin.

3.   Aktivasi trombosit dengan memproduksi faktor von Willebrand.

4.   Trombotik : melepaskan aktivator plasminogen.

II. Sistem Trombosit

 Fungsinya :

1.   Memelihara supaya pembuluh darah tetap utuh setelah trauma pada endotel.

2.   Mengawali penyumbatan pembuluh darah dengan membentuk sumbat primer.

3.   Stabilisasi sumbat trombosit (fibrin), melalui beberapa tahap:

 Adhesi trombosit.

 Agregasi trombosit.

 Reaksi pelepasan (release).

III. Sistem Pembekuan Darah

 Pembekuan terjadi oleh karena interaksi antara pro-koagulan (faktor pembeku), fosfolipid dan ion

 Pro koagulan antara lain :

 Substrat : fibrinogen (F I).

 Kofaktor : FIII, FV, FVIII, HMWK.

 Enzim : faktor koagulasi yang lain.

IV. Sistem Fibrinolisis

1.   Proaktivator plasminogen diubah menjadi aktivator plasminogen.

2.   Aktivator plasminogen akan mengubah plasminogen menjadi plasmin.

3.   Plasmin menghidrolisis fibrinogen dan fibrin menjadi fibrin degradation product (FDP).

HOMEOSTATIC HEMOSTASIS adalah mekanisme fisiologis yang mempertahankan darah dalam

bentuk cairan di dalam sirkulasi, yang menggambarkan suatu kesetimbangan yang baik antara

perdarahan dan pembekuan

HEMOSTASIS, (Virchow’s Triad)

Kerjasama 3 komponen : pembuluh darah, aliran darah dan darah

MEKANISME HEMOSTASIS

Istilah hemostasis berarti pencegahan hilangnya darah. Bila pembuluh darah mengalami cidera atau

pecah, hemostasis akan terjadi. Peristiwa ini terjadi melalui beberapa cara yaitu : vasokonstriksi

pembuluh darah yang cidera, pembentukan sumbat trombosit, pembekuan darah, dan pertumbuhan

jaringan ikat kedalam bekuan darah untuk menutup pembuluh yang luka secara permanen. Kerja

mekanisme pembekuan in vivo ini diimbangi oleh reaksi-reaksi pembatas yang normalnya

mencegah mencegah terjadinya pembekuan di pembuluh yang tidak mengalami cidera dan

mempertahankan darah berada dalam keadaan selalu cair.

Vasokonstriksi pembuluh darah

Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak

menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga aliran darah dari pembuluh darah yang

pecah barkurang. Kontraksi terjadi akibat refleks syaraf dan spasme miogenik setempat. Refleks

saraf dicetuskan oleh rasa nyeri atau lewat impuls lain dari pembuluh darah yang rusak. Kontraksi

miogenik yang sebagian besar menyebabkan refleks saraf ini, terjadi karena kerusakan pada

dinding pembuluh darah yang menimbulkan transmisi potensial aksi sepanjang pembuluh darah.

Konstriksi suatu arterioul menyebabkan tertutupnya lumen arteri.

Pembentukan sumbat trombosit

Perbaikan oleh trombosit terhadap pembuluh darah yang rusak didasarkan pada fungsi penting dari

trombosit itu sendiri. Pada saat trombosit bersinggungan dengan pembuluh darah yang rusak

misalnya dengan serabut kolagen atau dengan sel endotel yang rusak, trombosit akan berubah sifat

secara drastis. Trombosit mulai membengkak, bentuknya irreguler dengan tonjolan yang mencuat

ke permukaan. Trombosit menjadi lengket dan melekat pada serabut kolagen dan mensekresi ADP.

Enzimnya membentuk tromboksan A, sejenis prostaglandin yang disekresikan kedalam darah oleh

trombosit. ADP dan tromboksan A kemudian mengaktifkan trombosit yang berdekatan sehingga

dapat melekat pada trombosit yang semula aktif. Dengan demikian pada setiap lubang luka akan

terbentuksiklus aktivasi trombosit yang akan menjadi sumbat trombosit pada dinding pembuluh.

Pembentukan bekuan darah

Bekuan mulai terbentuk dalam 15-20 detik bila trauma pembuluh sangat hebat dan dalam 1-2 menit

bila trauma pembuluh kecil. Banyak sekali zat yang mempengaruhi proses pembekuan darah salah

satunya disebut dengan zat prokoagulan yang mempermudah terjadinya pembekuan dan sebaliknya

zat yang menghambat proses pembekuan disebut dengan zet antikoagulan. Dalam keadaan normal

zat antikoagulan lebih dominan sehingga darah tidak membeku. Tetapi bila pembuluh darah rusak

aktivitas prokoagulan didaerah yang rusak meningkat dan bekuan akan terbentuk. Pada dasarnya

secara umum proses pembekuan darah melalui tiga langkah utama yaitu pembentukan aktivator

protombin sebagai reaksi terhadap pecahnya pembuluh darah, perubahan protombin menjadi

trombin yang dikatalisa oleh aktivator protombin, dan perubahan fibrinogen menjadi benang fibrin

oleh trombin yang akan menyaring trombosit, sel darah, dan plasma sehingga terjadi bekuan darah.

a.      Pembentukan aktivator protombin

Aktivator protombin dapat dibentuk melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik. Pada

jalur ekstrinsik pembentukan dimulai dengan adanya peristiwa trauma pada dinding pembuluh darah

sedangkan pada jalur intrinsik, pembentukan aktivator protombin berawal pada darah itu sendiri.

Langkah-langkah mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan

1.      Pelepasan tromboplastin jaringan yang dilepaskan oleh jaringan yang luka. Yaitu fosfolipid dan satu

glikoprotein yang berfungsi sebagai enzim proteolitik.

2. Pengaktifan faktor X yang dimulai dengan adanya penggabungan glikoprotein jaringan dengan

faktor VII dan bersama fosfolipid bekerja sebagai enzim membentuk faktor X yang teraktivasi.

3.   Terjadinya ikatan dengan fosfolipid sebagai efek dari faktor X yang teraktivasi yang dilepaskan dari

tromboplastin jaringan . Kemudian berikatan dengan faktor V untuk membentuk suatu senyawa yang

disebut aktivator protombin.

Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan

Langkah-langkah mekanisme intrinsik sebagai awal pembekuan

1.      Pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma. Bila

faktor XII terganggu misalnya karena berkontak dengan kolagen, maka ia akan berubah menjadi

bentuk baru sebagai enzim proteolitik yang disebut dengan faktor XII yang teraktivasi.

2.      Pengaktifan faktor XI yang disebabkan oleh karena faktor XII yang teraktivasi bekerja secara

enzimatik terhadap faktor XI. Pada reaksi ini diperlukan HMW kinogen dan dipercepat oleh

prekalikrein.

3.      Pengaktifan faktor IX oleh faktor XI yang teraktivasi. Faktor XI yang teraktivasi bekerja secara

enzimatik terhadap faktor IX dan mengaktifkannya.

4.      Pengaktifan faktor X oleh faktor IX yang teraktivasi yang bekerja sama dengan faktor VIII dan

fosfolipid trombosit dari trombosit yang rusak untuk mengaktifkan faktor X.

5.      Kerja dari faktor X yang teraktivasi dalam pembentikan aktivator protombin. Langkah dalam jalur

intrinsic ini pada prinsipnya sama dengan langkah terakhir dalam jalur ekstrinsik. Faktor X yang

teraktivasi bergabung dengan faktor V dan fosfolipid trombosit untuk membentuk suatu kompleks

yang disebut dengan activator protombin. Perbedaannya hanya terletak pada fosfolipid yang dalam

hal ini berasal dari trombosit yang rusak dan bukan dari jaringan yang rusak. Aktivator protombin

dalam beberapa detik mengawali pemecahan protombin menjadi trombin dan dilanjutkan dengan

proses pembekuan selanjutnya.

b.      Perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisis oleh activator protombin.

Setelah activator protombin terbentuk sebagai akibat pecahnya pembuluh darah, activator protombin

akan menyebabkan perubahan protombin menjadi trombin yang selanjutnya akan menyebabkan

polimerisasi molekul-molekul fibrinogen menjadi benang-benang fibrin dalam 10-15 detik berikutnya.

Pembentukan activator protombin adalah faktor yang membatasi kecepatan pembekuan darah.

Protombin adalah protein plasma, suatu alfa 2 globulin yang dibentuk terus menerus di hati dan

selalu dipakai untuk pembekuan darah. Vitamin K diperlukan oleh hati untuk pembekuan protombin.

Aktivator protombin sangat berpengaruh terhadap pembentukan trombin dari protombin. Yang

kecepatannya berbanding lurus dangan jumlahnya. Kecepatan pembekuan sebanding dengan

trombin yang terbentuk.

c.       Perubahan fibrinogen menjadi fibrin.

Trombin merupakan enzim protein yang mempunyai kemampuan proteolitik dan bekerja terhadap

fibrinogen dengan cara melepaskan 4 peptida yang berberat molekul kecil dari setiap molekul

fibrinogen sehingga terbentuk molekul fibrin monomer yang mempunyai kemampuan otomatis

berpolimerisasi dengan molekul fibrin monomer lain sehingga terbentuk retikulum dari bekuan. Pada

tingkat awal dari polimerisasi, molekul-molekul fibrin monomer saling berikatan melalui ikatan non

kovalen yang lemah sehingga bekuan yang dihasilkan tidaklah kuat daan mudah diceraiberaikan.

Oleh karena itu untuk memperkuat jalinan fibrin tersebut terdapaat faktor pemantap fibrin dalaam

bentuk globulin plasma. Globulin plasma dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap dalam

bekuan. Sebelum faktor pemantap fibrin dapat bekerja terhadap benang fibrin harus diaktifkan lebih

dahulu. Kemudian zat yang telah aktif ini bekerja sebagai enzim untuk menimbulkan ikatan kovalen

diantara molekul fibrin monomer dan menimbulkan jembatan silang multiple diantara benang-

benang fibrin yang berdekatan sehingga menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi.

Gangguan pembekuan dapat terjadi oleh karena gangguan pada tahap pertama, kedua atau

ketiga ataupun karena adanya antikoagulansia yang beredar di dalam darah atau karena proses

pembekuan dalam pembuluh darah.

GANGGUAN TAHAP PERTAMA

            Gangguan ini dapat disebabkan kekurangan faktor pembekuan yang bekerja pada tahap

tersebut. Kekurangan faktor pembekuan pada tahap pertama dapat diketahui dari pemeriksaan SPT

(serum prothrombin time) atau prothrombin consumption time). PTT (Partial thromboplastin

time), pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test). Bila terdapat kekurangan faktor

pembekuan dalam tahap pertama maka SPT kurang dari 40 detik (normal lebih dari 40 detik), PTT

dan TGT memanjang atau abnormal.

            Gangguan mekanisme pembekuan pada tahap pertama terdapat pada penyakit :

d.      Hemofilia A (kekurangan faktor VIII)

e.       Hemofilia B (kekurangan faktor IX)

f.       Penyakit von Willebrand ( pseudohemofilia, hemofilia vaskular)

GANGGUAN TAHAP KEDUA

            Gangguan ini ditetapkan dengan pemeri8ksaan T (plasma prothrombin time) dengan lebih

dahulu dibuktikan bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama normal atau dengan perkataan lain

tromboplastin yang dibentuk cukup. Bila PTT lebih dari 20 detik (normal 20 detik), berarti bahwa

faktor pembekuan tahap kedua ( II, V, VII, X) kurang.

Untuk penentuan faktor mana yang kurang, maka masing-0masing faktor harus diselidiki lebih lanjut.

ETIOLOGI

3.      Faktor kongenital

Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan tersebut

menurun.

4.      Faktor didapat

Biasanya disebabkan defisiensi faktor II (prothrombin), yang terdapat pada keadaan sebagai berikut:

f.       Neonatus, terutama yang kurang bulan yaitu karena fungsi hati yang belum sempurna sehingga

pembentukan faktor pembekuan II mengalami gangguan.

g.      Defisiensi vitamin K. Hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif, fistula biliaris, absorbsi

vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena gangguan pertumbuhan bakteri usus.

h.      Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain.

i.        Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat antagonistik terhadap

prothrombin.

j.        Disseminated intravaskular coagulation (DIC)

GANGGUAN TAHAP TIGA

            Untuk menentukan adanya kelainan pembekuan pada tahap tiga harus dibuktikan dahulu

bahwa mekanisme pembekuan tahap pertama dan kedua berjalan normal.

            Gangguan pada tahap tiga ini biasanya ialah kekurangan fibrinogen. Pemeriksaan kadar

fibrinogen dapat dilakukan kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif ialah dengan menentukan

thrombin time. Bila thrombin time memanjang (normal kurang dari 15-20 detik) berarti terdapat

hipofibrinogenemia. Secara kuantitatif ialah dengan mengukur kadar fibrinogen dalam plasma

(normal 250-350 mg%)

            Kekurangan fibrinogen ini dapat kongenital dan bersifat resesif autosomal atau didapat

misalnya setelah mengalami operasi berat, solusio plasenta, DIC

            Gejalanya sama seperti kekurangan faktor pembekuan yang lain.

FAKTOR – FAKTOR PEMBEKUAN

I                 : Fibrinogen

II                           : Protrombin

III                          : Tromboplastin

IV              : Ion Ca

V              : Proekselerin, Faktor labil, Globulin akseletor

VII            : Prokonvertin, SPCA, Faktor stabil

VIII           :  Faktor anti hemofilia (AHF), Faktor  antihemofilia A, Globulin    antihemofilia (AHG)

IX              : Faktor     Christmas, Faktor      antihemofilia B

X               : Faktor Stuart-Power

XI              : Turunan tromboplasti plasma (PTA), Faktor antihemofilia C

XII            : Faktor Hageman, Faktor gelas

XIII           : Faktor penstabil fibrin, Faktor Laki-Lorand

PEMERIKSAAN PENUNJANG HEMOSTASIS

1. Pemeriksaan untuk hemostasis primer     

a.       Tes Rumpel Leede (Torniquet test) :Tes ini untuk mengevaluasi integritas pembuluh darah.

b.      Hitung jumlah trombosit dan evaluasi hapusan darah tepi.Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan

laboratorium pertama yang terpenting,karena dengan cara ini dapat ditentukan dengan cepat

adanya trombositopenia dan kadang-kadang dapat ditentukan penyebab trombositopenia itu.

c.       Masa perdarahan (bleeding time = BT) memanjang pada pasien dengan trombositopenia,gangguan

faal trombosit dan pada pasien dengan vaskulopati.

d.      Faal trombosit : dikerjakan bila ada dugaan gangguan faal trombosit,misalnya pada pasien dengan

gangguan hemostasis primer tetapi jmlah trombositnya normal.Tes faal trombosit ini untuk melihat

kemampuan adhesi sel trombosit dan kemampuan agregasi sel trombosit.

2. Pemeriksaan untuk hemostasis sekunder (fase koagulasi)    

a.       Masa pembekuan (clotting time = CT) dan masa rekalsifikasi plasma (plasma recalcification time =

PRT) memanjang bila ada defisiensi faktor; pada defisiensi ringan ,CT masih normal.

b.      Perlu diperhatikan retraksi bekuan (clot retraction = CR) setelah 1-2 jam.Bila tidak ada

retraksi  maka hal ini menunjukkan adanya gangguan faal trombosit yaitu kurangnya enzim

retraktrozim.

c.       APTT (activated partial thromboplastin time) memanjang pada pasien dengan defisiensi faktor

intrinsik atau adanya antikoagulan terhadap faktor tersebut.Nilai normalnya 30-40 detik.

d.      PPT (plasma prothrombine time) memanjang pada pasien dengan defisiensi faktor-faktor ekstrinsik

atau adanya antikoagulan terhadap faktor tersebut.

3. Pemeriksaan untuk integritas pembentukan fibrin

a.       Masa thrombin (thrombin time = TT) dapat memanjang pada keadaan berikut:

-          Defisiensi faktor-faktor pada common pathway atau adanya antikoagulan terhadap faktor tersebut.

-          Kadar fibrinogen sangat rendah (< 80 mg/dL)

             Nilai normal antara 14-16 detik.

4. Pemeriksaan untuk stabilitas fibrin.Defisiensi faktor XIIIa menghasilkan bekuan yang larut dalam

urea 5M atau 1% asam monoklorosetat.

5. Pemeriksaan untuk integritas fibrinolisis    

a.       Waktu trombin (TT) dapat memanjang akibat terdapatnya fibrinogen degradation product (FDP).

b.      Euglobulin clot lysis time dan whole blood atau dilute whole blood clot lysis time biasanya normal

pada fibrinolisis lokal.Masa ini memendek bila ada peningkatan kadar aktivator plasminogen dalam

darah.

c.       Kadar FDP meningkat bila terjadi proses fibrinolisis yang berlebihan baik primer maupun sekunder.

DEFISIENSI VITAMIN K

DEFINISI

Vitamin K adalah nama generik untuk beberapa bahan yang diperlukan dalam pembekuan darah

yang normal. Bentuk dasarnya adalah vitamin K1 (filokuinon), yang terdapat dalam tumbuh-

tumbuhan, terutama sayuran berdaun hijau. Bakteri dalam usus kecil sebelah bawah dan bakteri

dalam usus besar menghasilkan vitamin K2 (menakuinon), yang dapat diserap dalam jumlah yang

terbatas.

Kecenderungan terjadinya perdarahan akibat gangguan proses koagulasi yang disebabkan oleh

kekurangan vitamin K atau dikenal dengan Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB).

PATOFISIOLOGI

Vitamin K diperlukan untuk sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X (kompleks protrombin) serta

protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan (menghambat proses pembekuan). Selain itu

Vitamin K diperlukan untuk konversi faktor pembekuan tidak aktif menjadi aktif.Ada 3 Kelompok :

                  VKDB dini                  VKDB klasik                  VKDB lambat atau acquired prothrombin complex deficiency (APCD)                  Secondary prothrombin complex (PC) deficiency

DIAGNOSIS

Anamnesis1. onset perdarahan

2. lokasi perdarahan

3. pola pemberian makanan

4. riwayat pemberian obat-obatan pada ibu selama kehamilan

Pemeriksaan fisikAdanya perdarahan di saluran cerna, umbilikus, hidung, bekas sirkumsisi dan lain sebagainya

Pemeriksaan penunjang      Waktu pembekuan memanjang                   

      PPT (Plasma Prothrombin Time) memanjang

      Partial Thromboplastin Time (PTT) memanjang

      Thrombin Time normal

      USG, CT Scan atau MRI untuk melihat lokasi perdarahan

Tabel : Perdarahan akibat defisiensi vitamin K pada anak

VKDB dini VKDB klasik VKDB lambat(APCD)

Secondary PC deficiency

Umur < 24 jam 1-7 hari (terbanyak 3-5 hari)

2 minggu-6 bulan (terutama 2-8 minggu)

Segala usia

Penyebab &Faktor resiko

Obat yang diminum selama kehamilan

-            Pemberian makanan terlambat-            Intake Vit K inadekuat-            Kadar vit K rendah pada ASI-            Tidak dapatprofilaksis vit K

-            Intake Vit K inadekuat-            Kadar vit K rendah pada ASI-            Tidak dapat profilaksis vit K

- obstruksi bilier-penyakit hati-malabsorbsi-intake kurang (nutrisi parenteral)

Frekuensi < 5% pada kelompok resiko tinggi

0,01-1%(tergantung pola makan bayi)

4-10 per 100.000 kelahiran (terutama di Asia Tenggara)

Lokasi perdarahan

Sefalhematom, umbilikus, intrakranial, intraabdominal, GIT, intratorakal

GIT, umbilikus, hidung, tempat suntikan, beka sirkumsisi, intrakranial

Intrakranial (30-60%), kulit, hidung, GIT, tempat suntikan, umbilikus, UGT, intratorakal

Pencegahan -penghentian / penggantian obat penyebab

-Vit K profilaksis (oral / im)- asupan vit K yang

Vit K profilaksis (im)- asupan vit K yang adekuat

adekuat

PENATALAKSANAANPencegahan VKDBDapat dilakukan dengan pemberian vitamin K Profilaksis�     Vitamin K1 pada bayi baru lahir 1 mg im (dosis tunggal) atau per oral 3 kali @ 2 mg pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari dan umur 1-2 tahun�       Ibu hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan mendapat profilaksis vitamin K1 5 mg/hari selama trimester ketiga atau 10 mg im pada 24 jam sebelum melahirkan. Selanjutnya bayinya diberi vitamin K1 1 mg im dan diulang 24 jam kemudian Pengobatan VKDB�                    Vitamin K1 dosis 1-2 mg/hari selama 1-3 hari�                    Fresh frozen plasma (FFP) dosis 10-15 ml/kg

HEMOPHILIA AAdalah defisiensi factor pembekuan herediter yang paling banyak ditemukan. Prevalensinya adalah

sekitar 30-100 tiap sejuta populasi. Pewarisannya berkaitan dengan jenis kelamin, tetapi hingga

33% pasien tidak mempunyai riwayat dalam keluarga dan terjadi akibat mutasi spontan. Gen factor

VIII terletak di dekat ujung lengan panjang kromosom X. Gen ini sangat besar dan terdiri dari 26

ekson. Protein factor VIII meliputi meliputi region rangkap tiga A1, A2, A3 dengan homologi sebesar

30% antar mereka, suatu region rangkap dua C1 , C2 dan suatu domain B yang sangat terglikosilasi,

yang dibuang pada waktu factor VIII diaktifkan oleh thrombin.

Defeknya adalah tidak ada atau rendahnya kadar factor VIII plasma. Sekitar separuh dari pasien-

pasien tersebut mengalami mutasi missensei  atau frameshift atau delesi dalam gen factor VIII.

Gambaran klinis

Bayi dapat menderita perdarahan pascasirkumsisi atau mengalami perdarahan sendi dan jaringan

lunak serta memar yang berlebihan pada saat mereka mulai aktif. Hemartrosis berulang yang terasa

nyeri dan hematom otot mendominasi perjalanan penyakit pada pasien yang sakit berat dan jika

tidak diobati dengan baik, dapat menyebabkan deformitas sendi yang progresif dan kecacatan.

Perdarahan yang berkepanjangan terjadi setelah ekstrasi gigi. Hematuria dan perdarahan saluran

cerna yang spontan juga dapat terjadi. Keparahan klinis penyakit berkolerasi dengan beratnya

defisiensi factor VIII. Perdarahan operatif dan pasca trauma dapat mengancam jiwa baik pada

pasien yang sakit berat maupun ringan. Walaupun tidak sering, perdarahan intrasebral spontan lebih

sering terjadi daripada populasi umum dan merupakan penyebab kematian yang penting pada

pasien dengan penyakit berat.

Hasil pemerikasaan laboratorium

Pemeriksaan berikut ini hasilnya abnormal

1.      Masa tromboplastin parsial teraktivasi, APTT

2.      Pemeriksaan factor pembekuan  VIII

Masa perdarahan dan masa protrombin normal

Deteksi pembawa sifat dan diagnosis antenatal

Sekarang deteksi pembawa sifat dapat lebih baik dilakukan dengan pelacak DNA. Suatu mutasi

spesifik yang diketahui dapat diidentifikasi atau polimorfisme panjang fragmen restriksi didalam atau

dekat gen factor VIII memungkinkan alel mutan diacak.

Pengobatan

Sebagian besar pasien dating ke pusat khusus hemophilia dengan tim multidisipliner yang

berdedikasi pada perawatan mereka. Episode perdarahan diobati dengan terapi penggantian factor

VIII dan perdarahan spontan biasanya terkendali bila kadar factor VIII pasien meningkat diatasi 20%

dari normal.

Factor VIII rekombinan dan preparat factor VIII yang dimurnikan dengan imunoafinitas saat ini

tersedia untuk penggunaan klinis dan mengeliminasi risiko penularan virus.

DDAVP (desmopresia) member cara alternative untuk meningkatkan kadar factor VIII plasma pada

penderita hemophilia yang lebih ringan. DDAVP juga dapat diberikan per-nasal-cara ini telah

digunaka sebagai pengobatan segera untuk henofilia ringan setelah trauma kecelakaan atau

perdarhan.

Tindakan suportif local yang digunakan untuk hemartrosis dan hematoma meliputi pengistirahatan

bagian yang sakit dan ppencegahan trauma lebih lanjut.

Terapi penderita hemofilia dengan konsentrat faktor VIII; ini cukup memudahkan perkiraan dosis

yang diperlukan untuk mencapai tinhkat hemostasis. Menurut definisi, 1ml plasma normal

mengandung 1 unit faktor VIII. Karena volume plasma kira-kira 45 ml/kg, maka diperlukan infus

faktor VIII 45 unit/kg untuk menaikkan kadarnya pada resipien yang hemofilia dari 0-100% (0-100

unit/dl). Dosis faktor VIII sebesar 25-50 unit/kg biasanya diberikan untuk menIKKn kadar pada

resipien menjadi 50-100% (50-100 unit/dl) normal. Karena waktu paro faktor VIII kir-kira 8-12 jam,

infus berulang dapat diberikan, menurut kebutuhan, untuk mempertahankan tingkat aktivitas yang

diinginkan.

Bila anak hemofilia mengalami perdarahan nyata, terapi penggantian harus segera dilaksanakan.

Tindakan pertolongan pertama harus mencakup aplikasi suhu dingin dan tekanan, tetapi ini tidak

boleh sebagai ganti dari terapi penggantian adekuat. Untuk hemartrosis biasa , diperlukan

menaikkan kadar faktor VIII sampai sekitar 50% (50 unit/dl) dan mempertahankannya paling tidak

diatas 5% (5 unit/dl) selama 48-72 jam. Infus tunggal konsentrat faktor VIII 20-30 unit/kg cukup,

memungkinkan terapi satu langkah episode perdarahan biasa. Imobilisasi pada awalnya terindikasi ,

tetapi latihan pasif harus dimulai dalam 48 jam untuk mencegah kekakuan dan fibrosis sendi.

Apabila perdarahan terjadi di daerah vital seperti otak atau leher, atau bila pembedahan diperlukan,

terapi intensif dengan menggunakan konsentrat faktor VIII selama 2 minggu terindikasi untuk

mempertahankan kadar plasma diatas  50% (50 unit/dl). Asam ε-aminokaproat, 50-100 mg/kg tiap 6

jam, mungkin terindikasi berbarengan dengan terapi penggantian untuk perdarahan mukosa dan

ekstraksi gigi.

Faktor Pabrik Proses

Produk-produk faktor VIII

A.    Murni imunoafinitas

Monoklat P

Hemofili M

Metode

Armour

Baxter –Hyland

Bexter –Hyland untuk palang

amerika

Pasteurisasi

Pelarut –deterjen

Pelarut –deterjen

B.     Kemurnian sedang dan

kemurnian tinggi

Kaotat-HP

Humat –P

Melat SD

Alfanat

Bank darah N.Y

Cutter

 Behringwerke

Bank darah N.Y

Alfa

Bank darah N.Y, -Melville

biologik

Pelarut- deterjen

Pasteurasi

Pelarut-deterjen

Pelarut –deterjen

Pelarut –deterjen

C.     Babi (porcine)

Hyate : C Proton /speywood Polielektronik kromatografi

D.    Rekayasa genetik

AHF rekombinan

AHF KoGeNate

Baxter

Cutter

Rekayasa genetik

Rekayasa genetik

Pengobatan profilaksis

Meningkatnya ketersedian konsetrat factor VIII yang dapat disimpan di kulkas rumah

telah  mengubah pengobatan hemophilia secara dramatis. Seoarang anak yang menderita

hemophilia dapat diobati di rumah begitu terdapat kecurigaan tanda-tanda awal perdarahan.

Kemajuan ini telah mengurangi  angka kejadian hemartrosis yang menyebabkan cacat dan perlunya

penanganan rawat inap. Pasien sakit berat sekarang dapat mencapai usia dewasa dangan arthritis

ringan atau tanpa arthritis.

Penderita hemophilia dianjurkan untuk menjalani perawatan gigi yang teratur. Anak-anak  penderita

hemophilia dan orang tua mereka sering  kali memerlukan bantuan ekstensif dalam masalah social

dan psikologis.

Terapi gen

Untuk mencegah sebagian besar mortalitas mortalitas dan morbiditas akibat defisiensi factor VIII

atau factor IX hanya perlu mempertahankan kadar factor >1%, sehingga terdapat ketertarikan pada

terapi berdasar gen dan saat ini sedang dilakukan uji klinis.

Inhibitor

Salah satu komplikasi hemophilia yang paling serius adalah terbentuknya antibody (inhibitor)

terhadap factor  VIII yang  diinfuskan, yang terjadi pada 5-10% pasien. Imunosupresi telah

digunakan dalam usaha mengurangi pembentukan antibody. Konsentrat factor VIII babi, factor VIIa

rekombinan dan konsentrat kompleks  protrombin aktif (juga dikenal sebagai FEIBA –factor eight

inhibitor bypassing activity (aktivitas pintas inhibitor factor VIII ) dapat berguna dalam pengobatan

episode perdarahan.

HEMOPHILIA B

Pewarisan dan gambaran klinis defisiensi factor IX (penyakit Christmas) identik dengan yang

terdapat pada hemophilia A. Bahkan kedua kelainan  tersebut hanya dapat dibedakan dengan

pemeriksaan factor pembekuan spesifik. Insidensi –nya seperlima dari insidensi hemophilia A. factor

IX dikode oleh gen yang terletak dekat dengan gen untuk factor VIII dekat ujung lengan panjang

kromosom X. Deteksi pembawa sifat dan diagnosis antenatal dilakukan sama seperti untuk

hemophilia A. Prinsip terapi penggantian sama dengan hemophilia A. Episode perdarahan diatasi

dengan konsentrat factor IX. Factor IX rekombinan  saat ini telah tersedia. Pemberian dosis yang

lebih tinggi  diperlukan dibandingkan dengan factor IX yang berasal dari plasma.

Hasil pemeriksaan laboratorium

Uji-uji berikut ini memberinya  hasil yang abnormal.

1.      aPTT

2.      Pemeriksaan Faktor pembekuan IX

Seperti pada hemophilia A, masa perdarahan dan PT member hasil yang abnormal.

Pengobatan

Penggantian faktor IX dilakukan dengan infus plasma beku segar atau konsentrat faktor IX. Karena

waktu paro faktor IX lebih lama dari pada faktor VIII (kira-kira 24 jam), faktor IX dapat diberikan

kurang sering.  Satu unit faktor IX /kg menaikkan faktor IX plasma dari 1-1,2% normal (1 unit/kg

faktor VIII dapat menaikkan faktor VIII plasma resipien dengan 2%. Jadi untuk mencapai aktivitas

100% ( 100 unit/dl) pada penderita dengan hemofilia B berat diperlukan infus 100 unit faktor IX /kg.

KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINATAKoagulasi Intravaskular Diseminata (KID) ditandai dengan proses aktivasi dari sistem koagulasi

yang menyeluruh yang menyebabkan pembentukan fibrin di dalam pembuluh darah sehingga terjadi

oklusi trombotik di dalam pembuluh darah berukuran sedang dan kecil. Proses tersebut menjadikan

aliran darah terganggu sehingga terjadi kerusakan pada banyak organ tubuh. Pada saat yang

bersamaan, terjadi pemakaian trombosit dan protein dari faktor-faktor pembekuan sehingga terjadi

perdarahan. Sebelum dikenal istilah KID, dahulu dikenal istilah-istilah lain yang diberikan sesuai

dengan patofisiologinya:

1. Coagulation consumption

2. Hyperfibrinosis

3. Defibrinasi

4. Thrombohaemoraghic Syndrome

KID merupakan keadaan yang termasuk dalam kategori kedaruratan medik, sehingga memerlukan

tindakan medis dan penanganan segera. Tindakan dan penanganan yang diberikan tergantung dari

patofisiologi penyakit

yang mendasarinya, apakah terjadi secara akut atau memang sudah ada penyakit yang sudah lama

diderita. Namun yang utama dalam memberikan penanganan tersebut adalah mengetahui proses

patologi KID itu sendiri, sepeti telah disebutkan sebelumnya, yakni terjadinya proses trombosis

mikrovaskular dan kemungkinan terjadi perdarahan (diatesa hemoragik) secara bersamaan.

Gambar 1. Mekanisme KIDTrombosis pada pembuluh darah dan kegagalan multi organAktivasi Sistem KoagulasiKonsumsi trombosit dan faktor koagulasiPembentukan Fibrin intravaskularPerdarahan

Tanda-tanda yang dapat dilihat pada penderita KID yang disertai dengan perdarahan misalnya:

petekie, ekimosis, hematuria, melena, epistaksis, hemoptisis, perdarahan gusi, penurunan

kesadaran hingga terjadi koma yang disebabkan oleh perdarahan otak.

Sementara tanda-tanda yang dapat dilihat pada trombosis mikrovaskular adalah gangguan aliran

darah yang mengakibatkan terjadi iskemia pada organ dan berakibat pada kegagalan fungsi organ

tersebut, seperti: gagal ginjal akut, gagal nafas akut, iskemia fokal, gangren pada kulit.Berikut ini

adalah kondisi klinik yang dapat menyebabkan terjadinya KID:

⇒ Sepsis

⇒ Trauma

o Cidera jaringan berat

o Cidera kepala

o Emboli lemak

⇒ Kanker

o Myeloproliferative disorder

o Tumor padat

⇒ Komplikasi Obstetrik

o Emboli cairan amnion

o Abruptio Placentae

⇒ Kelainan pembuluh darah

o Giant hemangioma

o Aneurysma Aorta

⇒ Reaksi terhadap toksin

⇒ Kelainan Imunologik

o Reaksi alergi yang berat

o Reaksi hemolitik pada transfusi

o Rejeksi pada transplant

PATOGENESIS

Pada pasien dengan KID, terjadi pembentukan fibrin oleh trombin yang diaktivasi oleh faktor

jaringan. Faktor jaringan, berupa sel mononuklir dan sel endotel yang teraktivasi, mengaktivasi

faktor VII. Kompleks antara faktor jaringan dan faktor VII yang teraktivasi tersebut akan

mengaktivasi faktor X baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara mengaktivasi

faktor IX dan VIII. Faktor X yang teraktivasi bersama dengan faktor V akan mengubah protrombin

menjadi trombin. Di saat yang bersamaan terjadi konsumsi faktor antikoagulan seperti antitrombin

III, protein C dan jalur penghambat-faktor jaringan, mengakibatkan kurangnya faktor-faktor tersebut.

Pembentukan fibrin yang terjadi tidak diimbangi dengan penghancuran fibrin yang adekuat, karena

sistem fibrinolisis endogen (plasmin) tertekan oleh penghambat-aktivasi plasminogen tipe 1 yang

kadarnya tinggi di dalam plasma menghambat pembentukan plasmin dari plasminogen. Kombinasi

antara meningkatnya pembentukan fibrin dan tidak adekuatnya penghancuran fibrin menyebabkan

terjadinya trombosis intravaskular yang menyeluruh.

DIAGNOSIS

Diagnosis KID tidak dapat ditegakan hanya berdasarkan satu tes laboratorium, karena itu biasanya

digunakan beberapa  hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berdasarkan kondisi klinik

pasien.Dalam praktik klinik diagnosis KID dapat ditentukan atas dasar temuan sebagai berikut:

1.adanya penyakit yang mendasari terjadinya KID.

2.Pemeriksaan trombosit kurang dari 100.000/mm³.

3.Pemanjangan waktu pembekuan (PT, aPTT).

4.Adanya hasil degradasi fibrin di dalam plasma (ditandai dengan peningkatan D-dimer).

5.Rendahnya kadar penghambat koagulasi (Antitrombin III)Rendahnya trombosit pada KID

menandakan adanya aktivasi trombin yang terinduksi dan penggunaan trombosit. Memanjangnya

waktu pembekuan menandakan menurunnya jumlah faktor pembekuan yang tersedia seperti vitamin

K.Pemeriksaan kadar penghambat pembekuan (AT III atau protein C) berguna untuk memberikan

informasi prognostik. Pemeriksaan hasil degradasi fibrin seperti D-dimer, akan membantu untuk

membedakan KID dengan kondisi lain yang memiliki gejala serupa, pemanjangan waktu pembekuan

dan turunnya trombosit, seperti pada penyakit hati kronik.

Rekomendasi KonNas Tatalaksana DIC pada Sepsis tahun 2001

Kriteria minimal untuk diagnosis DIC adalah didapatkan keadaan atau gambaran klinik yang dapat

menyebabkan DIC dengan manifestasi perdarahan, tromboemboli atau keduanya, disertai dengan

pemeriksaan laboratorium trombositopenia dan gambaran eritrosit sel Burr atau D-dimer

positif.Bilamana fasilitas laboratorium memungkinkan dapat digunakan kriteria menurut Bick atau

berdasarkan skor DIC dari ISTH 2001.

Kriteria Laboratorium DIC menurut KonNas Tata laksana DIC pada sepsis 2001

1.Hitung trombosit: trombositopeni pada 98% DIC

2.PT: memanjang pada 50-70% DIC

3.aPTT: memanjang pada 50-60% DIC

4.Masa Trombin : memanjang

5.Fibrinogen

6.sFM (soluble fibrin monomer)

7.D-dimer: meningkat

8.FDP: meningkat

9.Antitrombin: menurun

Kriteria Laboratorium DIC menurut Bick

1.Aktivasi prokoagualan: PF1+2, TAT, D-dimer, fibrinopeptide

2.Aktivasi fibrinolitik: D-dimer, FDP, plasmin, PAP

3.Konsumsi inhibitor: AT III, TAT, PAP, Protein C & S

4.Kerusakan/kegagalan organ: LDH, kreatinin, pH, pO2

Sistem Skor DIC (ISTH 2001)

1.Penilaian risiko: apakah terdapat penyebab DICjika tidak ada, penilaian tidak dilanjutkan

2.Uji Koagulasi (trombosit, PT, D-dimer, fibrinogen)

3.Skor:

a. Trombosit: > 100000 = 0

50000-100000 = 1

<50000 = 2

b. D-dimer:      < 500 = 0

500-1000 = 1

>10000=2

c. PT memanjang:        <3 detik = 0

4-6 detik = 1

>6 detik = 2

d. Fibrinogen: <100mg/dl = 1

>100 mg/dl = 0

4.Jumlah skor:≥ 5 : sesuai DIC: skor diulang setiap hari

< 5 : sugestif DIC: skor diulang dalam 1-2 hari

PENATALAKSAAAN

Penatalakasanaan KID yang utama adalah mengobati penyakit yang mendasari terjadinya KID. Jika

hal ini tidak dilakukan , pengobatan terhadap KID tidak akan berhasil. Kemudian pengobatan lainnya

yang bersifat suportive dapat diberikan.

1.Antikogulan

Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses pembekuan, baik yang

disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain. Meski pemberian heparin juga banyak

diperdebatkan akan menimbulkan perdarahan, namun dalam penelitian klinik pada pasien KID,

heparin tidak menunjukkan komplikas perdarahan yang signifikan.

Dosis heparin yang diberikan adalah 300 – 500 u/jam dalam infus kontinu.Indikasi: 1.Penyakit dasar

tak dapat diatasi dalam waktu singkat2.Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah

diatasi3.Terdapat tanda-tanda trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati, sindroma

gagal nafasDosis:100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam (750-1250 iu/jam) kontinu, dosis

selanjutnya disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali kontrol Low molecular weight

heparin  dapat menggantikan unfractionated heparin

2.Plasma dan trombosit

Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif. Trombosit diberikan hanya kepada

pasien KID dengan perdarahan atau pada prosedur invasive dengan kecenderungan perdarahan.

Pemberian plasma juga patut dipertimbangkan, karena di dalam palasma hanya berisi faktor-faktor

pembekuan tertentu saja, sementara pada pasien KID terjadi gangguan seluruh faktor pembekuan.

3.Penghambat pembekuan (AT III)

Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID, meski biaya pengobatan ini cukup

mahal.Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III<70%Dosis:

a. Dosis awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap 8 jam dengan infus kontinu selama 3 – 5

hari.

b. rumus: 1.1 iu x BB (kg) x ∆ AT III, dengan target AT III > 120%2.∆ AT III x 0,6 x   BB (kg), dengan

target AT III > 125%

4.Obat-obat antifibrinolitik

Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan, tetapi pada pasien KID pemberian

antifibrinolitik tidak dianjurkan. Karena obat ini akan menghambat proses fibrinolisis sehingga fibrin

yang terbentuk akan semakin bertambah, akibatnya KID yang terjadi akan semakin berat.

ITP ( Idiopathic Trombocytopenic Purpura )

DEFENISI

Suatu kelaianan didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia

oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini didalam sistem retikuloendotel akibat

adanya auto antibodi terhadap trombosit yang berasal dari Ig G.

KLASIFIKASI

  ITP akut : Pada anak –anak, paling sering usia 2-4 tahun

  ITP kronis : Pada orang dewasa.

ETIOLOGI

Penyakit yang pasti belum diketahui, tetapi dikemukakan berbagai kemungkinan diantaranya ialah

hipersplenisme, infeksi virus ( demam berdarah, morbili, varisela, dan sebagainya), intoksikasi

makanan atau obat.

GEJALA KLINIK

1. ITP akut :

Di jumpai pada anak jarang pada umur dewasa

Awitan penyakit biasanya mendadak

Riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang

Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak biasanya ringan

ITP akut pada anak biasanya self limiting

2. ITP kronis :

         Awitan seringkali terjadi perlahan dengan perdarahan berupa petekie,mudah memar, menoragia

(pada wanita), perdarahan mukosa (misalnya epitaksis atau perdarahan gusi)

         Riwayat perdarahan sering dari yang ringan sampai sedang.

         ITP kronis cenderung mengalami relaps dan menyembuh secara spontan sehingga perjalanan

klinisnya sulit diprediksi.

       PENGOBATAN

1. ITP AKUT

Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan

Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid ( prednison) peroral dengan atau tanpa

transfusi.

Pada trombositopenia yang disebabkan DIC, dapat diberikan heparin intravena. Pada pemberian

heparin ini sebaiknya selalu  disiapkan antidotumnya yaitu protamin sulfat

Bila keadaan sangat gawat ( perdarahan otak ) hendaknya diberikan transfusi trombosit.

2. ITP KRONIS

  Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan

  Splenektomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan obat imunosupresif selama 2-3

bulan.

  Terapi Ig intravena dosis tinggi

  Obat-obatan imunosupresif : vinkristin, siklofosfamid, azitiopurin)

  Danazol dan Ig anti O untuk tindakan emergenci transfusi trombosit.

Indikasi Transfusi Trombosit

a.       Trombositopenia / fungsi trombosit abnormal. Pada saat terjadi perdarahan atau sebelum dilakukan

tindakan infasif dan tidak tersedia terapi alternatif ( misal steroid, atau Ig dosis tinggi). Hitung

trombosit harus > 50000/mm3 sebelum biopsi hati.

b.      Secara profilaksis pada pasien dengan hitung trombosit < 5000 – 10000/mm3. Jika terdapat infeksi

tempat perdarahan yang potensial atau koagulopati. Jumlah tersebut harus dipertahankan >

20000/mm3.

PENYAKIT VON WILLEBRANDPenyakit ini adalah kelainan perdarahan herediter disebabkan oleh defisiensi factor von Willebrand

(FVW).

FVW membantu trombosit melekat pada dinding pembuluh darah dan antara sesamanya, yang

diperlukan untuk pembekuan darah.

Faktor von Willebrand

FVW adalah suatu glokoprotein multimer heterogen dalam plasma dengan dua fungsi utama:

1.      Memudahkan adhesi trombosit pada kondisi stress berat dengan menghubungkan reseptor

membrane trombosit ke subendotel pembuluh darah.

2.      Bekerja sebagai pembawa plasma bagi factor VIII, suatu protein koagulasi darah yang penting.

Penyakit Von Willebrand  (PVW)

Kelainan perdarahan kronis ditandai baik agregasi trombosit maupun pembentukan bekuan tidak

terjadi secara memadai. Kelainan adhesi trombosit mungkin akibat kelainan reseptor trombosit

intriksik atau karena kelainan atau defisiensi molekul pelekat seperti FVW.  Penyakit ini disebut juga

sebagai pseudohemofilia atau hemophilia vascular.

Klasifikasi dan Patologi

PVW disebabkan oleh kelainan kuantitatifdan/atau kualitatif FVW, suatu protein factor pembekuan

yang diperlukan untuk interaksi antara trombosit-dinding pembuluh darah dan untuk pembawa factor

VIII. Pada banyak kasus juga terdapat defisiensi factor VIII. Kelainan yang nyata pada FVW

bertanggung jawab terhadap 3 tipe utama PVW.

Kelainan Kuantitatif FVW

Tipe 1 dan  3 ditandai dengan kelainan kuantitatif FVW. Identifikasi kelainan gen adalah sulit pada

tipe 1 dan 3 PVW. Tipe 1 merupakan kelainan ringan, dan menjadi kasus terbanyak. Tipe 3

merupakan bentuk terberat tetapi jarang terjadi.

Kelainan Kualitatif FVW

Tipe 2 yang terdiri dari subtype 2A, 2B, 2M, dan 2N,  meliputi pasien dengan kelainan kualitatif

FVW. Tipe 2 meliputi kalainan yang ringan sampai sedang, ditandai dengan gejala –gejala yang

sifatnya khas. Tipe 2A ditandai dengan penurunan fungsi FVW yang terkait trombosit dan termasuk

subtype II A dan II C. Tipe 2B ditetapkan dengan meningkatnyaafinitas FVW terhadap GP 1 b

trombosit. Tipe 2N, ditandai oleh kelainan ikatan FVW pada factor VIII.

Gambaran Klinik

Gejala paling sering terjadi meliputi: perdarahan gusi, hematuria, epistaksis, perdarahan saluran

kemih, darah dalam feses, mudah memar, menoragi.

Pada PVW simtomatik, seperti pada gangguan fungsi trombosit lainnya, biasanya tampil dengan

perdarahan mukokutan, terutama epistaksis, muah memar, menoragi, dan perdarahan gusi dan

gastrointestinal.  Pasien dengan kadar VIII yang sangat rendah bahkan dapat menunjukkan

hemartrosis dan perdarahan jaringan dalam tubuh. Seringkali gambaran kelaianan ini tidak nyata

sampai terdapat pemberat seperti trauma atau perdarahan. Seringkali terdapat riwayat yang jelas

dalam keluarga dengan perdarahan abnormal dan berat, namun daya tembus dan ekspresi gen

yang mengalami mutasi sangat bervariasi/. Pasien dengan gen resesif tunggal khas asimptomatik

tetapi menunjukkan kadar  aktivitas antigen FVW abnormal.  Keturunan dengan heterozigot ganda,

ang diturunkan dari orangtua yang keduanya membawa gen cacat, menghasilkan penyakit berat tipe

3.

Diagnosis

Diagnosis PVW memerlukan:

1.      Kecurigaan terhadap gambaran klinis tingkat tinggi dan

2.      Kecakapan pemamfaatan laboratorium.

Bila pasien dalam keadaan kritis, sulit menetapkan diagnosis yang tepat. Bila PVW dianggap

merupakan factor penunjang pada perdarahan pasien, lebih dahulu harus diobati secara empiris dan

penelusuran laboratories yang rumit ditunda sampai pasien secara klinis stabil dan tidak mendapat

prosuk darah dan obat selama beberapa minggu.

PVW selain congenital juga ada yang didapat.  PVW yang didapat berbeda dari PVW congenital,

jarang terjadi, tampil lambat, dan tanpa riwayat perdarahan dalam keluarga. PVW yang didapat

berkaitan dengan sejumlah penyakit kronis termasuk kelainan berikut:

1.      Autoimun

2.      Gamopati monoclonal

3.      Limfoproliferatif

4.      Keganasan epidemic

5.      Hipotiroidisme

6.      Tumor Wilm

7.      Mieloproliferatif

8.      Sebab pemakaian obat, termasuk siproloksasin

 Pemeriksaan Laboratorium

1.      Pemanjangan BT

2.      Penurunan kadar FVW plasma

3.      Penurunan secara parallel kadar aktivitas biologi diperiksa dengan penentukan kofaktor ristosetin

4.      Penurunan aktivitas factor VIII

Evaluasi Penapisan

Untuk PVW harus mencakup pemeriksaan BT, hitung trombosit, PT, dan APTT.

1.      PVW ringan tipe 1 biasanya hasil pemeriksaan normal. Bila penyakit lebih berat BT memanjang

antara 15-30 menit  sedangkan hitung trombosit normal.

2.      Pasien dengan defisiensi berat FVW atau kelainan factor VIII mengikat FVW berakibat

pemanjangan APTT, sekunder akibat menurunnya kadar kofaktor VIII dalam plasma.

3.      Untuk menetapkan diagnosis diperlukan pemeriksaan khusus kadar FVW dan fungsinya.

D. KESIMPULAN SEMENTARA

1.      Adanya gangguan hemostasis

a.       DIC

b.      Hemofilia

c.       Thalassemia

d.      ITP

2.      Defisiensi vitamin K

ANAMNESIS

Nama                           : Amat

Jenis kelamin               : laki-laki

Alamat                                    : -

Umur                           : 15 tahun

Keluhan utama            : perdarahan yang sulit berhenti pada bekas suntikan.

Keluhan tambahan      : demam tinggi, menggigil, nausea, vomitus, petechiae dan ekimosis

Riwayat penyakit terdahulu    : -

Riwayat sosial : memiliki segudang aktivitas

Pemeriksaan fisik

Inspeksi           : petechiae, ekimosis

Palpasi             : demam tinggi

Perkusi            : -

Auskultasi       : -

Pemeriksaan Laboratorium

Thrombosit : 100.000/ mm3

Leukosit      : 14.000/ mm3                                       

PT        : 18 Detik

aPTT    : 45 detik

DIAGNOSA AWAL

DIC

DIAGNOSA BANDING

DIC, defisiensi vitamin K, ITP, Hemofilia

DIAGNOSA AKHIR

DIC

E.        KESIMPULAN AKHIR

OS mengalami gangguan hemostasis sehingga menyebabkan perdarahan pada

bekas suntikan yang sulit berhenti.

BAB IIIPENUTUP

      Diagnosis anemia DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) ditegakkan berdasarkan hasil

temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan

dengan gejala klinis yang sering tidak khas.

      Prinsip penatalaksanaan DIC adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta

memberikan terapi sesuai dengan faktor penyebabnya. Mencari faktor penyebab DIC pada pasien

merupakan suatu hal yang sulit dilakukan. Jika penatalaksanaannya tidak dilakukan sesuai dengan

faktor penyebabnya maka pengobatannya tidak akan berhasil. Selain itu perlu juga diberikan

pengobatan secara suportif.