23
PENCEGAHAN CACAT DAN KESELAMATAN KERJA KASUS SEITON (PENATAAN) OLEH KELOMPOK 2 : 1. AYU KOMPYANG MIRAH. S (KETUA) 2. PUTU VIERDA LYA SUANDARI (PEMBICARA) 3. ELZA ANASTAZYAH SUTRISNO (NOTULEN) 4. RINDA DIAN PRATIWI (PENJAWAB) 5. SERSI S. GANGGUR (PENJAWAB) 6. ELISABETH ELSA (PENJAWAB) 7. YUSTINUS RAYA G. AMA (PENJAWAB) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

KASUS SEITON

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KASUS SEITON

Citation preview

Page 1: KASUS SEITON

PENCEGAHAN CACAT DAN KESELAMATAN KERJA

KASUS SEITON (PENATAAN)

OLEH KELOMPOK 2 :

1. AYU KOMPYANG MIRAH. S (KETUA)

2. PUTU VIERDA LYA SUANDARI (PEMBICARA)

3. ELZA ANASTAZYAH SUTRISNO (NOTULEN)

4. RINDA DIAN PRATIWI (PENJAWAB)

5. SERSI S. GANGGUR (PENJAWAB)

6. ELISABETH ELSA (PENJAWAB)

7. YUSTINUS RAYA G. AMA (PENJAWAB)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DHYANA PURA

2014

Page 2: KASUS SEITON

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Keselamatan, keamanan, dan kesehatan merupakan faktor yang sangat

berpengaruh bagi kelangsungan hidup manusia. Setiap manusia dapat

mempertahankan kehidupannya dan memenuhi setiap kebutuhan hidupnya

bila manusia tersebut berada dalam kondisi yang sehat, selamat, dan aman.

Begitu juga dengan kelangsungan hidup untuk sebuah perusahaan maupun

industri yang ditunjang oleh faktor keselamatan, keamanan, dan kesehatan

pekerjanya.

Kondisi pekerja yang baik dan merasa aman dengan pekerjaannya akan

mempengaruhi produktivitas perusahaan atau industri tersebut. Pekerja yang

sehat akan  memberikan hasil yang maksimal dalam pekerjaannya

dibandingkan dengan pekerja yang sakit. Oleh karenanya, keselamatan,

keamanan, dan kesehatan pekerja harus diperhatikan bagi setiap pemilik

usaha. Dengan memberikan jaminan atas keselamatan, keamanan, dan

kesehatan kerja, setiap pekerja akan merasa bahwa dirinya memiliki jaminan

atas semua resiko yang diakibatkan oleh pekerjaannya dan dapat membantu

meningkatkan produktivitas perusahaan. Jaminan ini seharusnya sesuai

dengan prinsip 5S dalam kesehatan dan keselamatan kerja, yaitu suatu metode

penataan dan pemeliharaan wilayah kerja secara intensif yang berasal dari

Jepang yang digunakan oleh manajemen dalam usaha memelihara ketertiban,

efisiensi, dan disiplin di lokasi kerja sekaligus meningkatan kinerja

perusahaan secara menyeluruh.

Isi dari 5S antara lain :1. Seiri (Pemilahan), merupakan kegiatan

menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan sehingga segala barang

yang ada di lokasi kerja hanya barang yang benar-benar dibutuhkan dalam

aktivitas kerja. 2. Seiton (Penataan), merupakan segala sesuatu harus

diletakkan sesuai posisi yang ditetapkan sehingga siap digunakan pada saat

diperlukan. 3. Seiso (Pembersihan), merupakan kegiatan membersihkan

Page 3: KASUS SEITON

peralatan dan daerah kerja sehingga segala peralatan kerja tetap terjaga dalam

kondisi yang baik. 4. Seiketsu (Pemantapan), merupakan kegiatan menjaga

kebersihan pribadi sekaligus mematuhi ketiga tahap sebelumnya. 5. Shitsuke

(Disiplin/Pembiasaan), merupakan pemeliharaan kedisiplinan pribadi masing-

masing pekerja dalam menjalankan seluruh tahap 5S. Penerapan 5S harus

dilaksanakan secara bertahap sesuai urutannya. Jika tahap pertama (seiri)

tidak dilakukan dengan baik, maka tahap berikutnya pun tidak akan dapat

dijalankan secara maksimal, dan seterusnya.

Masalah dalam kasus Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara

umum di Indonesia masih kurang diperhatikan. Hal ini ditunjukkan dengan

masih tingginya angka kecelakaan kerja. Data PT. Jamsostek menyebutkan

pada tahun 2007 sampai tahun 2011 terdapat rata-rata 414 kasus kecelakaan

kerja per hari (Tri, 2012). Dari data ini dapat diketahui bahwa standar

penerapan program K3 masih sangat rendah.

Setiap perusahaan atau industri pasti memilki standar keselamatan,

keamanan, dan kesehatan kerjanya sendiri–sendiri. Namun terkadang

prosedur K3 yang telah diupayakan oleh pemilik perusahaan atau industri

tersebut seringkali diabaikan oleh pekerjanya. Hal ini disebabkan para pekerja

masih belum menyadari pentingnya mengikuti prosedur keselamatan,

keamanan, dan kesehatan kerja. Padahal sebenarnya jika mengikuti prosedur

K3 yang telah disediakan oleh perusahaan atau industri akan dapat

meminimalisir resiko kecelakaan kerja.

Berdasarkan uraian di atas, kami tertarik untuk membuat analisis kasus

tentang penerapan salah satu prinsip 5S, yaitu Seiton (Penataan) dalam

sebuah industri, khususnya industri pembuatan batik.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana menganalisis kasus yang terjadi di industri pembuatan batik

yang berhubungan dengan salah satu prinsip 5S, yaitu Seiton (Penataan)?

2. Bagaimana menentukan rekomendasi pencegahan terhadap kasus

kecelakaan kerja yang terjadi di industry pembuatan batik?

Page 4: KASUS SEITON

BAB II

PEMBAHASAN

A. KAJIAN TEORI

1. DEFINISI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Menurut Suma’mur (2001:104) keselamatan kerja merupakan suatu

rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram

bagi para karyawan yang berkerja di perusahaan yang bersangkutan. Anwar

Sutrisno yang dikutip Moenir (1993:201) mengemukakan keselamatan kerja

adalah suatu keadaan dalam lingkungan / tempat kerja yang dapat menjamin

secara maksimal keselamatan serta kesehatan orang–orang yang berada di

daerah / di tempat tersebut, baik orang tersebut pegawai maupun bukan

pegawai organisasi kerja itu. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang

berhubungan dengan peralatan, tempat kerja dan lingkungan, serta cara –

cara melakukan pekerjaan.

Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3). Menurut Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi

(2007:54) prinsip -prinsip keselamatan kerja meliputi aspek hiegene, aspek

sanitasi, dan aspek lingkungan kerja. Aspek Hygiene meliputi kesehatan dan

kebersihan pribadi, makanan, minuman serta pakaian. Aspek sanitasi

meliputi pengadaan air bersih, pengadaan tempat sampah, merawat dan

menyimpan peralatan, serta penataan lingkungan sedangkan aspek

lingkungan kerja meliputi mengantisipasi penyebab penyakit dan kondisi

fisik di lingkungan tempat kerja, kondisi kimia, kondisi biologi, dan kondisi

psikologi pekerja.

Sanitasi Hygiene adalah mengikuti prosedur Hygiene, mengidentifikasi

dan mencegah resiko Hygiene, menilai dan merespon situasi darurat pada

kecelakaan kerja memberikan perawatan tempat, memonitor situasi,

membersikan dan menyimpan peralatan, membersihkan dan mensanitasi

tempat kerja, serta menangani limbah linen. Syarat – syarat lingkungan

kerja yang baik menurut Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi (2007:6)

Page 5: KASUS SEITON

adalah, a) tempat kerja yang steril dari debu, kotoran, asap rokok, uap, gas,

radiasi, peralatan, kebisingan,b) tempat kerja aman dari sengatan listrik, c)

lampu penerangan cukup memadai, d) ventilasi dan sirkulasi udara

seimbang, d) adanya tata tertib atau aturan keperilakuan kerja.

2. MEMBATIK

Menurut SK. Sewan Susanto (1980) teknik membuat batik adalah

proses pekerjaan dari permulaan yaitu dari mori batik sampai menjadi kain

batik, jadi diartikan sebuah proses atau teknik menahan warna dengan

menggunakan lilin malam. Sedangkan yang dimaksud dengan teknik

pembuatan batik adalah suatu kerja dari permulaan persiapan kain untuk

membatik sampai menjadi kain batik dengan teknik pengerjaaan

menggunakan canting yang umum disebut dengan batik tis atau dengan cara

cap.

Langkah – langkah untuk membuat batik adalah sebagai berikut :

1. Pemilihan dan Pembuatan Desain

Langkah  pertama yang dilakukan saat membuat batik tulis adalah

memilih desain yang akan digunakan. Setelah menentukan desain,

buatlah desain pada kertas roti atau kertas minyak. Pembuatan desain

pada kertas minyak ini untuk memudahkan saat menjiplak pada kain.

2. Pemindahan Desain pada Kain

Setelah membuat desain pada kertas minyak, langkah selanjutnya adalah

menjiplak motif pada kain dengan menggunakan meja jiplak (meja

dengan papan kaca yang dilengkapi dengan lampu di bawahnya). Pada

saat  menjiplak, gunakan pensil dan jiplaklah setipis mungkin.

3. Perebusan Malam

Proses pembuatan batik tulis ini menggunakan alat canting yang diisi

dengan malam.

Page 6: KASUS SEITON

Gambar Wajan dan kompor pemanasan malam

4. Proses Membatik pada Kain dengan Canting

Setelah merebus malam, masukkan rebusan malam pada canting sedikit

demi sedikit. Ketika menggunakan canting, yang harus diingat adalah

canting harus digunakan dalam keadaan malam yang masih panas.

Begitu juga saat selesai menggunakan canting, letakkan canting dalam

posisi tegak atau sedikit miring, agar malam yang berada di dalamnya

tidak beku. Pada proses inilah yang memakan banyak waktu, karena

dibutuhkan tingkat keuletan dan kecermatan yang tinggi.

5. Proses Pengeringan dalam Ruang

Setelah membatik pada kain, keringkan kain di dalam  ruangan. Papan

yang digunakan untuk mengeringkan kain ini adalah papan kayu yang

terletak. Untuk mengeringkan kain yang masih dalam tahap canting,

tidak perlu dikeringkan atau dijemur diluar ruangan. Karena tingkat

kebasahannya tidak terlalu tinggi, sehingga tidak memerlukan banyak

sinar matahari.

6. Proses Perebusan Kain

Setelah kain kering, mulailah untuk merebus dengan menggunakan

panci besar dengan rentangan bambu di tengah – tengahnya.  Proses

Page 7: KASUS SEITON

perebusan kain ini membutuhkan 2 orang untuk mengangkat setiap satu

sisi bambu.

7. Proses Pengeringan di Luar Ruang

Setelah melakukan proses perebusan kain, proses yang selanjutnya

adalah mengeringkan kain di luar ruangan. Kain ini biasanya

dikeringkan di halaman atau pekarangan depan tempat pembuatan batik.

Proses pengeringan ini bisa mencapai 2 – 3 hari.

8. Proses Pengemasan

Setelah semua prosedur dilakukan, langkah yang terakhir adalah

pengemasan kain. Kain bisa langsung diolah menjadi busana atau tetap

dibiarkan dalam bentuk kain.

Ada beberapa bahaya dan risiko yang diakibatkan oleh pekerjaan membatik, diantaranya

Proses Produksi

Potensi Bahaya Kecelakaan

Proses Mendisain

penyakit mata, seperti plus minus akibat penerangan yang kurang atau terlalu terang.

Proses Perebusan Malam

Terkena gangguan pernapasan, dada sesak akibat bau yang dihasilkan dan kurangnya ventilasi udara.

Proses Membatik Tulis

terkena canting yang berisi malam yang panas, akibatnya kulit bisa terkena luka bakar bahkan melepuh.

Proses Membatik Cap

apabila tidak berhati-hati saat mengecap kain adalah kulit bisa terkena luka bakar bahkan melepuh.

Proses Perebusan Kain

Terkena iritasi mata akibat percikan air panas pada saat merebus, bau yang menyengat dan mengganggu pernapasan

B. KAJIAN KASUS

1. KRONOLOGI KASUS PENATAAN PERALATAN MEMBATIK

Kasus bermula saat seorang pekerja di sebuah industri pembuatan batik

tidak langsung menata kembali dan membereskan peralatan dan bahan

membatik sesuai dengan tempat penyimpanannya yang ia gunakan sesudah

Page 8: KASUS SEITON

selesai bekerja. Pekerja tersebut memilih bersenda gurau dengan rekan

kerjanya. Saat bersenda gurau rekan kerjanya tersebut tidak sengaja

mendorongnya sehingga menyenggol wajan yang berisi malam panas yang

berada diatas tungku, dan pekerja itupun terjatuh kemudian tungku beserta

wajan yang berisi malam tersebut ikut tumpah dan mengenai kaki pekerja

Dengan kondisi malam yang panas dengan suhu mencapai 100 derajat

celcius karena masih dalam kondisi di atas tungku yang menyala. Malam

yang dimaksud adalah bahan untuk proses membatik tulis yang dituangkan

ke dalam canting yang berada di belakang pekerja tersebut. Akibatnya, ia

mengalami luka bakar derajat 2.

2. ANALISIS KASUS

a. TAHAPAN PENYEBAB

1. Seison (Penataan)

Peralatan dan bahan membatik yang tidak dibereskan dan tidak

diletakkan sesuai tempat penyimpanannya, yaitu malam yang panas

dengan suhu mencapai 100 derajat celcius karena masih dalam kondisi

di atas tungku yang menyala yang belum dimatikan setelah selesai

bekerja.

2. Kelalaian pekerja (Unsafe Action)

a. Pekerja tidak membereskan peralatan dan bahan membatik

sesudah selesai bekerja karena bersenda gurau dengan rekan

kerjanya.

b. Rekan kerja yang mendorong pekerja karena tidak mengetahui

bahwa di belakang pekerja ada peralatan dan bahan membatik.

3. Kebijakan Perusahaan

Kurang memberikan pelatihan dan perhatian kepada pegawai

mengenai keselamatan kerja agar tidak lalai dalam mengambil suatu

tindakan yang beresiko tinggi.

Page 9: KASUS SEITON

b. PENANGANAN LUKA BAKAR

3. DEFINISI LUKA BAKAR

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan

jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air

panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu

jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi.

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak. Kerusakan kulit

akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan

yang berlebihan. Apabila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya

mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila

lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang

khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan

cepat,tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang,

pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan

jam.

Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di

wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap,

atau uap panas yang terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya

dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas,

takipnear, suara serak dan dahak bewarna gelap, dapat juga keracunan

gas CO dan gas beracun lainnya.

4. PENILAIAN DERAJAT LUKA BAKAR

a. Luka bakar grade I

Disebut juga luka bakar superficial, mengenai lapisan luar

epidermis, tetapi tidak sampai mengenai daerah dermis, sering

disebut sebagai epidermal burn, kulit tampak kemerahan, sedikit

Page 10: KASUS SEITON

oedem, dan terasa nyeri, pada hari ke empat akan terjadi

deskuamasi epitel (peeling).

b. Luka bakar grade II

Superficial partial thickness, yaitu luka bakar meliputi epidermis

dan lapisan atas dari dermis, kulit tampak kemerahan, oedem, dan

rasa nyeri lebih berat daripada luka bakar grade 1, ditandai dengan

bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka, bila bula

disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda yang basah,

luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena

tekanan, akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu ( bila

tidak terkena infeksi ), tapi warna kulit tidak akan sama seperti

sebelumnya.

Deep partial thickness, yaitu luka bakar meliputi epidermis dan

lapisan dalam dari dermis disertai juga dengan bula, permukaan

luka berbecak merah muda dan putih karena variasi dari

vaskularisasi pembuluh darah (bagian yang putih punya hanya

sedikit pembuluh darah dan yang merah muda mempunyai

beberapa aliran darah luka akan sembuh dalam 3-9 minggu).

c. Luka bakar grade III

Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen, rasa sakit

kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf dan pembuluh

darah sudah hancur,luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis

sampai mengenai otot dan tulang.

d. Luka Bakar grade IV

Berwarna hitam

5. PERTOLONGAN PERTAMA LUKA BAKAR

Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh,

misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar

untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala,

singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek

Page 11: KASUS SEITON

Torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera

menjadi oedem, setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka

bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama

sekurang-kurangnya lima belas menit, proses koagulasi protein sel di

jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus setelah api

dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas, proses ini dapat

dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan

mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama sehingga

kerusakan lebih dangkal dan diperkecil, akan tetapi cara ini tidak

dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas karena bahaya

terjadinya hipotermi, es tidak seharusnya diberikan langsung pada

luka bakar apapun, evaluasi awal, prinsip penanganan pada luka bakar

sama seperti penanganan pada luka akibat trauma yang lain, yaitu

dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti dengan

pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey

sekunder.

1. RESUSITASI CAIRAN

Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka

bakar. Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan,

akses intravena yang adekuat harus ada terutama pada bagian

ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Adanya luka bakar

diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema

tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh

tubuh.Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga

dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema.

Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya

luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama

setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali

adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada

jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh.Pemberian cairan paling

Page 12: KASUS SEITON

popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah terkena

luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5 sampai

1.5Ml/kgBB/jam.

2. PENGGANTIAN DARAH

Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan

sejumlah sel darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman

luka bakar.Sebagai tambahan terhadap suatu kehancuran yang

segera pada sel darah merah yang bersirkulasi melalui kapiler yang

terluka, terdapat kehancuran sebagian sel yang mengurangi waktu

paruh dari sel darah merah yang tersisa Karena plasma predominan

hilang pada 48 jam pertama setelah terjadinya luka bakar, tetapi

relative polisitemia terjadi pertama kali. Oleh sebab itu, pemberian

sel darah merah dalam 48 jam pertama tidak dianjurkan, kecuali

terdapat kehilangan darah yang banyak dari tempat luka. Setelah

proses eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya

diperlukan.

6. PERAWATAN LUKA BAKAR

Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi

cairan dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada

karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka

bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang minimal. Setelah luka

dibersihkan dan di debridement, luka ditutup. Penutupan luka ini

memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan

melindungi luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya

koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup

untuk mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan

luka diusahakan semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan

meminimalkan timbulnya rasa sakit. Pilihan penutupan luka sesuai

dengan derajat luka bakar. Luka bakar derajat I, merupakan luka

ringan dengan sedikit hilangnya barier pertahanan kulit. Luka seperti

Page 13: KASUS SEITON

ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian salep antibiotik

untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu dapat

diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit

dan pembengkakan. Luka bakar derajat II (superfisial), perlu

perawatan luka setiap harinya, pertama-tama luka diolesi dengan salep

antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun dan dibalut lagi

dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan penutup

luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin)

atau Allograft (homograft, cadaver skin) ) atau bahan sintetis (opsite,

biobrane, transcyte, integra). Luka derajat II (dalam) dan luka derajat

III, perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision and

grafting ).

7. STRATEGI PENGENDALIAN

a. Memberikan pendidikan dan pelatihan keselamatan dan kesehatan

kerja yang diperlukan pekerja guna meningkatkan pengetahuan

keselamatan dan kesehatan kerja, demi mencegah terjadinya

kecelakaan yang sama.

b. Selama melakukan proses pekerjaan membatik, seperti membuat

pola dengan menggunakan malam yang panas, pekerja harus

berkonsentrasi dan tidak boleh bersenda gurau dengan rekan kerja.

c. Pekerja sebaiknya diberi peringatan setiap sesudah dan sebelum

membatik untuk menata dan membereskan peralatan dan bahan

membatik sesuai dengan tempat penyimpanannya.

d. Komunikasi antar pegawai harus selalu terjaga dengan baik.

Page 14: KASUS SEITON

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Prinsip 5S dalam kesehatan dan keselamatan kerja, yaitu suatu metode

penataan dan pemeliharaan wilayah kerja secara intensif yang berasal dari

Jepang yang digunakan oleh manajemen dalam usaha memelihara ketertiban,

efisiensi, dan disiplin di lokasi kerja sekaligus meningkatan kinerja perusahaan

secara menyeluruh.

Isi dari 5S antara lain :1. Seiri (Pemilahan), merupakan kegiatan

menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan sehingga segala barang

yang ada di lokasi kerja hanya barang yang benar-benar dibutuhkan dalam

aktivitas kerja. 2. Seiton (Penataan), merupakan segala sesuatu harus diletakkan

sesuai posisi yang ditetapkan sehingga siap digunakan pada saat diperlukan. 3.

Seiso (Pembersihan), merupakan kegiatan membersihkan peralatan dan daerah

kerja sehingga segala peralatan kerja tetap terjaga dalam kondisi yang baik. 4.

Seiketsu (Pemantapan), merupakan kegiatan menjaga kebersihan pribadi

sekaligus mematuhi ketiga tahap sebelumnya. 5. Shitsuke

(Disiplin/Pembiasaan), merupakan pemeliharaan kedisiplinan pribadi masing-

masing pekerja dalam menjalankan seluruh tahap 5S.

Dalam kasus tersiram malam panas yang mencapai 100 drajat celcius ini

dapat menyebabkan cacat dengan kondisi luka bakar grade II. Maka dari itu

perlu adanya pelatihan dan pengarahan mengenai keselamatan kesehatan kerja

guna meminimalisir kecelakaan kerja akibat human error.

B. SARAN

Perlu dilakukan pengarahan secara berkala serta pekerja diharapkan selalu

melakukan evaluasi ulang mengenai penataan alat yang digunakan untuk

membatik dan selalu memastikan peralatan tersebut terletak pada tempatnya

dan ada dalam keadaan aman untuk ditinggal setelah bekerja.

Page 15: KASUS SEITON