21
January 29, 2008 Menelisik Kasus Temasek Oleh : Abdul Salam Taba Alumnus School of Economics The University of Newcastle, Australia Keputusan KKPU atas kepemilikan silang (cross ownership) Temasek Holding (TH) masih menjadi berita hangat. Keputusan yang menimbulkan kontroversi itu tampaknya akan berbuntut panjang dengan upaya Temasek memperkarakan keputusan KPPU tersebut pada semua forum hukum yang tersedia dengan alasan pertimbangan yang mendasari keputusan itu memiliki banyak kelemahan. Bila dicermati, berbagai kelemahan pertimbangan yang dikemukakan Temasek tampaknya tidak beralasan. Sebagai contoh, pernyataan Direktur Eksekutif Temasek Simon Peres yang menyatakan perusahaan itu tidakmemiliki saham di Telkomsel dan Indosat. Pernyataan itu sepintas lalu ada benarnya. Ini karena secara langsung Temasek tidak memiliki saham pada kedua operator seluler itu. Namun, lewat Singtel dan STT yang notabene merupakan anak-anak perusahaannya. Temasek mengantongi saham Telkomsel maupun Indosat masing-masing sebesar 35 persen dan 41,9 persen. Dengan demikian, amat aneh bila Temasek beranggapan tidak memiliki saham di Telkomsel dan Indosat. Kepemilikan saham pada satu atau beberapa perusahaan yang bisnisnya sejenis atau tidak lewat anak-anak perusahaan merupakan hal yang lazim dan secara yuridis tidak terlarang dalam berbisnis, baik secara nasional maupun multinasional. Yang dilarang apabila kepemilikan saham pada suatu perusahaan, baik secara langsung maupun lewat anak perusahaannya, menimbulkan penguasaan pasar pada satu jenis barang atau jasa tertentu secara dominan sebagaimana diatur di Pasal 27 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Bagi ekonom, suatu perusahaan dikatakan berpangsa pasar dominan dan secara yuridis terlarang bila memiliki pangsa pasar lebih dari 50 persen. Rasionalisasi di balik larangan itu karena perusahaan dengan pangsa pasar lebih dari 50 persen memiliki market power mendikte pasar dan cenderung mempraktikkan perilaku bisnis yang antikompetisi dan persaingan usaha tidak sehat. Kecenderungan ini lazim dipraktikkan di negara-negara yang belum menjunjung tinggi nilai-nilai kompetisi sehat.

KASUS TEMASEK

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KASUS TEMASEK

January 29, 2008

Menelisik Kasus Temasek

Oleh : Abdul Salam Taba

Alumnus School of Economics The University of Newcastle, AustraliaKeputusan KKPU atas kepemilikan silang (cross ownership) Temasek Holding (TH) masih menjadi berita hangat. Keputusan yang menimbulkan kontroversi itu tampaknya akan berbuntut panjang dengan upaya Temasek memperkarakan keputusan KPPU tersebut pada semua forum hukum yang tersedia dengan alasan pertimbangan yang mendasari keputusan itu memiliki banyak kelemahan.Bila dicermati, berbagai kelemahan pertimbangan yang dikemukakan Temasek tampaknya tidak beralasan. Sebagai contoh, pernyataan Direktur Eksekutif Temasek Simon Peres yang menyatakan perusahaan itu tidakmemiliki saham di Telkomsel dan Indosat. Pernyataan itu sepintas lalu ada benarnya.Ini karena secara langsung Temasek tidak memiliki saham pada kedua operator seluler itu. Namun, lewat Singtel dan STT yang notabene merupakan anak-anak perusahaannya. Temasek mengantongi saham Telkomsel maupun Indosat masing-masing sebesar 35 persen dan 41,9 persen. Dengan demikian, amat aneh bila Temasek beranggapan tidak memiliki saham di Telkomsel dan Indosat. Kepemilikan saham pada satu atau beberapa perusahaan yang bisnisnya sejenis atau tidak lewat anak-anak perusahaan merupakan hal yang lazim dan secara yuridis tidak terlarang dalam berbisnis, baik secara nasional maupun multinasional. Yang dilarang apabila kepemilikan saham pada suatu perusahaan, baik secara langsung maupun lewat anak perusahaannya, menimbulkan penguasaan pasar pada satu jenis barang atau jasa tertentu secara dominan sebagaimana diatur di Pasal 27 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.Bagi ekonom, suatu perusahaan dikatakan berpangsa pasar dominan dan secara yuridis terlarang bila memiliki pangsa pasar lebih dari 50 persen. Rasionalisasi di balik larangan itu karena perusahaan dengan pangsa pasar lebih dari 50 persen memiliki market power mendikte pasar dan cenderung mempraktikkan perilaku bisnis yang antikompetisi dan persaingan usaha tidak sehat. Kecenderungan ini lazim dipraktikkan di negara-negara yang belum menjunjung tinggi nilai-nilai kompetisi sehat.Dalam konteks itu, keputusan KPPU yang mengharuskan Temasek melepaskan sahamnya di Telkomsel atau Indosat merupakan keputusan yang paling rasional dan acceptable baik secara ekonomi dan yuridis.Keputusan itu merupakan wujud nyata sanksi administrasi KPPU atas Temasek untuk menghentikan posisi dominannya (Pasal 25 UU No. 5/1999) yang tidak hanya dapat menciptakan persaingan usaha sehat, tetapi juga berpotensi mendorong terjadinya penurunan tarif dan peningkatan kualitas layanan.Penolakan Temasek atas penilaian yang menyatakan tidak melakukan penetapan tarif yang berdampakmerugikan konsumen juga tampaknya tidak logis. Terbukti tingkat pengembalian modal atau return onequity (ROE) Telkomsel yang 35 persen sahamnya dimiliki Singtel

Page 2: KASUS TEMASEK

mencapai 55 persen. Ini membuatoperator seluler dengan jaringan terluas di Indonesia ini meraup laba bersih Rp 11,182 triliun.Selain itu, kalkulasi KPPU atas kerugian yang diderita konsumen akibat penerapan tarif mahal oleh Telkomsel, Indosat, dan Excelcomindo selama periode 2003-2007 mencapai Rp 14,7 triliun hingga Rp 30,8 triliun. Keputusan KPPU yang turut menghukum Singapore Technologies Telemedia (STT), STT Communications, AMH Company, Indonesia Communication, Singapore Telecommunication, dan Singapore Telecom Mobile dengan alasan perusahaan-perusahaan itu berstruktur kepemilikan silang juga tampaknya cukup beralasan.

Secara praktik bisnis, perusahaan-perusahaan itu berafiliasi dengan Temasek, baik langsung

maupun tidak langsung. Dengan demikian, secara yuridis mereka dapat dihukum secara

tanggung renteng. Demikian pula keberatan yang menyatakan tidak mungkin Temasek (yang

hanya menguasai 35 persen saham Telkomsel,sedang 65 persen sisanya dimiliki Telkom)

mengendalikan Telkomsel, secara praktis juga dipertanyakan.Secara operasional kelaziman

bisnis menunjukkan pengendalian suatu perusahaan tidak bergantung padabesar kecilnya saham

yang dimiliki, tetapi ditentukan kemahiran pemilik saham (Temasek) 'menggiring'pemilik saham

(operator) lainnya atas nama kepentingan bersama, seperti penguasan pangsa pasar

danpeningkatan laba.Hak Temasek mengangkat direksi dan komisaris di Telkomsel maupun di Indosat di posisi strategis, secara praktis ekonomi merupakan indikasi konkret kemampuan Temasek (melalui Singtel dan STT) mendikte Telkomsel dan Indosat yang secara operasional mendominasi pangsa pasar seluler nasional. Bukti dominasi ini terlihat dari pangsa pasar ponsel Telkomsel dan Indosat yang menguasai 83,7 persen, sedang Excelcomindo hanya 13,5 persen. Sisanya diperebutkan oleh Mobile-8, Sampoerna, HCPT, dan Natrindo.Dengan pangsa pasar sebesar itu, dapat dipastikan Temasek memiliki market power dan market dominance untuk mengendalikan pasar. Hasil studi Bank Dunia (InfoDev, 2000) menyimpulkan operator dengan karakteristik seperti itu berkemampuan mengendalikan pasar (para operator), khususnya dalam penentuan tarif secara eksesif.Untuk mengatasi kondisi itu, regulator (KPPU) diharuskan melakukan intervensi kebijakan yang dapat mengatasi perilaku buruk operator dan mengurangi kerugian masyarakat (konsumen). Sehubungan dengan hal tersebut, keputusan KPPU yang mengharuskan Temasek melepaskan sahamnya di Telkomsel atau Indosat dan menghukum Telkomsel menurunkan tarifnya sebesar 15 persen merupakan refleksi kebijakan intervensi pasar pemerintah yang secara yuridis tidak melampaui kewenangan KPPU dan selaras dengan tujuan Pasal 2 UU Nomor 5/1999.Keputusan itu tidak hanya berdampak menciptakan iklim usaha yang kondusif dan persaingan usaha yang sehat antaroperator. Tetapi juga memicu penurunan tarif dan peningkatan kualitas layanan dalam bertelekomunikasi.

Sumber: Republika Online

Temasek HoldingsDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Page 3: KASUS TEMASEK

Belum Diperiksa

Temasek Holdings

Jenis BUMN

Industri Investment services

Didirikan 1975

Kantor pusat Singapura

Tokoh penting S Dhanabalan, Ketua

Ho Ching, CEO

Chip Goodyear, Penjabat CEO

Produk N/A

Pendapatan N/A

Karyawan N/A

Situs web www.temasek.com.sg

Temasek Holdings adalah sebuah perusahaan investasi Pemerintah Singapura.

Daftar isi

 [sembunyikan]

1 Sejarah

2 Investasi

3 Lihat pula

4 Pranala luar

[sunting]Sejarah

Page 4: KASUS TEMASEK

Pada awal tahun 1960-an, pemerintah Singapura mengambil saham beberapa perusahaan lokal, dalam sektor

seperti produksi dan pembuatan kapal. Sebelum pembentuk Temasek Holdings pada 1974, saham tersebut

dipegang oleh Departemen Keuangan. Departemen Keuangan adalah pemegang saham tunggal dari Temasek

Holding sekarang ini.

Selain Temasek, pemerintah Singapura juga memiliki lengan investasi lainnya, Government of Singapore

Investment Corporation (GIC), yang fungsi utamanya berinvestasi cadangan mata uang asing pemerintah.

Ho Ching ditunjuk sebagai direktur eksekutif dari Temasek Holdings pada 2002. Ia merupakan istri dari Lee

Hsien Loong, Perdana Menteri Singapura sejak 2004. Pada 6 Februari 2009, Temasek mengumumkan

bahwa Chip Goodyear, bekas CEO BHP Billiton akan menggantikan Ho Ching dengan menjabat sebagai

Penjabat CEO mulai Maret 2009 hingga Ho Ching resmi mundur pada 1 Oktober 2009.

[sunting]Investasi

Pada 2004, Temasek memiliki banyak saham di banyak perusahaan besar Singapura,

seperti SingTel, DBS, Singapore Airlines, PSA International, SMRT Corporation, Singapore

Power dan Neptune Orient Lines. Temasek juga memegang investasi dalam ikon masyarakat seperti Hotel

Raffles dan Singapore Zoological Gardens. Dia juga memegang saham dalam Singapore Pools, perusahaan

judi resmi satu-satunya di Singapura. Pada 4 Oktober 2004 dia mengumumkan penutupan markas besar

operasional dari Singapore Technologies dan mentransfer asetnya ke Temasek Holdings.

Sekitar setengah dari asetnya berada di luar Singapura dan ini termasuk saham di perusahaan telekomunikasi

seperti Telekom Malaysia. Dia juga memiliki saham di beberapa institusi finansial asing seperti Bank

Danamon di Indonesia dan NIB Bank di Pakistan. Temasek-linked companies (TLC) juga memegang portofolio

global yang luas, seperti kepemilikan SingTel terhadap perusahaan telekomunikasi AustraliaOptus.

Keuangan dan Perbankan Telekomunikasi & Media Multi-Industri Transportasi & Logistik

DBS Bank (28% as of

2004)

PT Bank Danamon

Indonesia(link) (56%)

Bank of China (10%

since 31th August)

Hana Financial (9.06%)

ICICI Bank (9% as of

2004)

Fullerton Fund

Management

Singapore

Telecommunications(63%

as of 2004)

ST Telemedia (link)

MediaCorp (100% as of

2004)

Telekom Malaysia (5% as

of 2004)

TeleSystem (2.6%)

Singapore

Technologies (link)

Keppel

Corporation(link)

SembCorp

Industries(link)

PSA International (100%

as of 2004)

Airport Authority of

Thailand

SIA (57% as of 2004)

Jetstar Asia

Airways (19% as of

2004)

Qantas (3% as of 2004)

Tiger Airways (11% as

of 2003)

Page 5: KASUS TEMASEK

China Minsheng

Banking Corporation

China Construction

Bank(5.1%) (1/7/05)

NIB Bank Pakistan

(72.6%) (7/7/05)

SpiceJet

Neptune Orient

Lines (68% as of 2004)

SMRT

Corporation (54.8% as of

2005)

SembCorp

Logistics (link)

Properti Infrastruktur & Rekayasa Utilitas Lainnya

CapitaLand (44.5% as

of 2005) (link)

Mapletree

Investments (link)

Keppel Land (link)

The Ascott

Group (link)

Raffles Holdings (link)

Keppel Offshore and

Marine

Singapore Technologies

Engineering (link)

SembCorp Marine (link)

Singapore

Power(link)

PowerSeraya (link)

Senoko Power(link)

Tuas Power (link)

Sembcorp Utilities

City Gas

Gas Supply

China Power

Chartered Semiconductor

Manufacturing (link)

STATS ChipPAC (link)

Wildlife Reserves

Singapore (link)

Aetos Security

Management(link)

MPlant (14.73%)

Mahindra &

Mahindra (4.7%)(2005)

Amtel Holland

Holdings (invested

US$70M)(8/7/05)

Shin Corporation (49%

as of 2006)

Farmaseutika

Quintiles (16% as of

2004)

Matrix

Laboratories (14% as

of 2004)

ANOTASI KASUS “TEMASEK”

(Perkara Nomor 07/KPPU-L/2007)

Oleh Budiyana

Page 6: KASUS TEMASEK

Postingan ini saya maksudkan sebagai anotasi putusan Temasek bila telah BHT. Namun, sebagaimana

diketahui, saat ini putusan Temasek sedang diajukan upaya keberatan oleh para Terlapor ke PN Jakarta

Pusat dan oleh Terlapor lain (Telkomsel) ke PN Jakarta Selatan dan tidak menutup kemungkinan akan

berlanjut ke MA sehingga untuk BHT masih akan melalui proses yang cukup panjang. Mencermati Putusan

Pemblokiran Kode Akses SLI oleh Telkom yang memperoleh BHT selama 3 tahun (dari 2004 s.d 2007), maka

putusan Temasek pun sepertinya akan memakan waktu yang lama untuk BHT. Untuk itu, sebagai langkah

pertama pembuatan anotasi kasus temasek, maka uraian posisi kasus akan diposting lebih dulu sambil

menunggu proses BHT-nya putusan tersebut. Bagi rekan-rekan yang tertarik, silahkan mengkritisi.

Sebelumnya saya ingin memberikan tanggapan terlebih dahulu terhadap Eksaminasi Kasus Temasek yang

telah dilakukan oleh para akademisi dengan uraian sebagai berikut:

Perkara Nomor 07/KPPU-L/2007 atau populer disebut Kasus ’Temasek’ telah menyita perhatian publik

terutama setelah KPPU pada tanggal 19 November 2007 membacakan putusannya antara lain diktum yang

bersifat deklaratoir menyatakan ’Kelompok Usaha Temasek’ melanggar Pasal 27 huruf a UU No. 5 Tahun

1999 (mengenai Kepemilikan Silang), dan menyatakan Telkomsel melanggar Pasal 17 ayat (1) UU No. 5

Tahun 1999 serta putusan yang bersifat comdemnatoir dengan menghukum Temasek dan Telkomsel,

masing-masing membayar denda sebesar 25 milyar rupiah ke Kas Negara. Selain itu terdapat juga putusan

berupa perintah pelepasan kepemilikan saham dalam jangka waktu 2 tahun setelah putusan memiliki

kekuatan hukum yang tetap.

Begitu menariknya kasus ini, sampai-sampai beberapa akademisi tidak sabar untuk

melakukan eksaminasiterhadap kasus ini. Hasil eksaminasi para akademisi tersebut menyimpulkan bahwa

putusan KPPU cacat formil dan materil. Mereka menyatakan putusan itu patut dibatalkan secara hukum.

Saya pun tertarik untuk mengkritisi eksaminasi para akademisi ini, bukan hasil eksaminasinya melainkan

saat eksaminasi itu yang menurut saya terlalu dini. Bukankah perkara ini masih terus berlanjut ke upaya

keberatan oleh para terlapor dan tidak menutup kemungkinan untuk sampai ke MA. Dengan kata lain proses

putusan untuk Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) Kasus Temasek masih akan memakan waktu yang cukup

panjang. Jadi, kenapa eksaminasi sudah dilakukan dari sekarang?

Pemahaman saya eksaminasi dilakukan sebagai mekanisme kontrol eksternal terhadap putusan pengadilan

yang menyita perhatian publik dan menyangkut rasa keadilan masyarakat. Dengan eksaminasi, putusan

pengadilan atau quasi pengadilan diperiksa kembali yang hasilnya dipaparkan ke publik sebagai bentuk

koreksi atas putusan yang dianggap salah dan selebihnya publiklah yang menilai. Dengan pemahaman ini,

menurut saya eksaminasi dilakukan setelah putusan BHT, tidak dilakukan ditengah-tengah jalan seperti ini.

Biarlah mekanisme kontrol internal (oleh hakim-hakim PN, sampai MA) dulu yang mengoreksi putusan KPPU.

Setelah itu baru dilakukan eksaminasi sebagai bentuk mekanisme kontrol eksternal terhadap putusan BHT.

Bila eksaminasi dilakukan sekarang, menurut pemahaman saya itu namanya pendapat hukum (Legal

Opinion) yang mendahului putusan hakim dan merupakan bentuk intervensi terhadap proses peradilan.

Hasilnya juga parsial, menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lain. Opini Anda penting dan

perlu, tetapi tidak untuk saat ini!!! maafin saya ya? He,,

Kronologis Kasus ”Temasek”:

Page 7: KASUS TEMASEK

18 Oktober 2006

Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu (“FSP BUMN”) melaporkan kepada KPPU mengenai dugaan praktek

monopoli oleh Temasek Holdings (Private) Limited (selanjutnya disebut ”Temasek”). Laporan ini kemudian

disertai dengan Laporan Tambahan, masing-masing tanggal 17 November 2006 dan 22 Desember 2006.

2 April 2007

FSP BUMN menarik kembali laporannya dengan alasan-alasan yang diuraikan dalam surat tanggal 18 Juli

2007 kepada KPPU.

5 April 2007 

Sekretariat Komisi mempresentasikan laporan dugaan pelanggaran dalam Rapat Gelar Laporan terkait

dengan dugaan pelanggaran Pasal 27 huruf a UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan Kelompok Usaha

Temasek dan dugaan pelanggaran Pasal 17 dan Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No. 5 Tahun 1999 yang

dilakukan oleh PT Telekomunikasi Seluler. Selanjutnya, Rapat Komisi menyetujui untuk ditindaklanjuti ke

tahap Pemeriksaan Pendahuluan.

9 April 2007

Komisi menerbitkan Penetapan Nomor 13/PEN/KPPU/IV/2007 tentang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara

Nomor: 07/KPPU-L/2007. Pemeriksaan Pendahuluan ini ditentukan terhitung sejak tanggal 9 April 2007

sampai dengan 22 Mei 2007.

Dalam Pemeriksaan Pendahuluan ini Tim Pemeriksa menemukan adanya indikasi kuat pelanggaran Pasal 27

huruf a UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan Kelompok Usaha Temasek dan dugaan pelanggaran Pasal 17

dan Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT Telekomunikasi Seluler dengan

uraian temuan sebagai berikut:

1. Temasek Holding (Private) Limited, melalui Singapore Telecomunication Ltd, Singapore

Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communication Ltd., Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd.,

dan Indonesian Communication Limited memiliki saham sebesar 35% pada Telkomsel dan sebesar

40,77% pada Indosat;

2. Telkomsel dan Indosat secara bersama-sama menguasai 89% pangsa pasar atau setidak-tidaknya

lebih dari 50% pangsa pasar pada pasar jasa layanan telekomunikasi selular di seluruh wilayah

Indonesia;

3. Berdasarkan data-data ekonomi terlihat bahwa kinerja Indosat tidak sebaik kinerja operator

lainnya; dan

4. Kepemilikan silang yang dimiliki Kelompok Usaha Temasek terhadap Telkomsel dan Indosat telah

menyebabkan berkurangnya persaingan di antara Telkomsel yang memiliki pangsa pasar terbesar

dan Indosat yang memiliki pangsa pasar kedua terbesar pada pasar jasa layanan telekomunikasi

selular di seluruh wilayah Indonesia.

Berdasarkan temuan dalam pemerikasaan pendahuluan tersebut, Tim Pemeriksa merekomendasikan agar

pemerikasaan dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan.

23 Mei 2007

Komisi menerbitkan Penetapan Nomor 23/PEN/KPPU/V/2007 tanggal 23 Mei 2007 yang menetapkan untuk

Page 8: KASUS TEMASEK

melanjutkan Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007 ke tahap Pemeriksaan Lanjutan terhitung sejak tanggal 23 Mei

2007 sampai dengan 15 Agustus 2007.

Hasil Pemeriksaan Lanjutan menyimpulkan dugaan sebagai berikut:

1. Temasek memiliki saham mayoritas pada dua perusahaan yang melakukan kegiatan usaha dalam

bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, sehingga melanggar pasal 27 huruf a UU

No. 5 Tahun 1999;

2. Telkomsel mempertahankan tarif seluler yang tinggi, sehingga melanggar pasal 17 ayat (1) UU No.

5 Tahun 1999; dan

3. Telkomsel menyalahgunakan posisi dominannya untuk membatasi pasar dan pengembangan

teknologi sehingga melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No. 5 Tahun 1999.

16 Agustus 2007

Komisi menilai perlu untuk melakukan Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan. Untuk itu Tim Pemeriksa

menerbitkan Keputusan Nomor: 152/KEP/KPPU/VIII/2007 tentang Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan

Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007 terhitung sejak tanggal 16 Agustus 2007 sampai dengan 27 September

2007.

27 September 2007

Tim Pemeriksa menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan (LHPL) beserta seluruh berkas perkara

kepada Komisi, dan Komisi kemudian membentuk Majelis Komisi dan menyerahkan LHPL beserta seluruh

berkas perkara. Majelis Komisi kemudian mempersiapkan sidang majelis dan menyerahkan LHPL kepada

para Terlapor yang diterima para terlapor pada tanggal 5 Oktober 2007.

19 November 2007

Pembacaan Putusan Majelis Komisi dengan diktum putusan sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa Temasek Holdings, Pte. Ltd. bersama-sama dengan Singapore Technologies

Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia

Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte.

Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd terbukti

secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999;

2. Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar

Pasal 17 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999;

3. Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular tidak terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf b

UU No 5 Tahun 1999;

4. Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore Technologies

Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia

Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte.

Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk

menghentikan tindakan kepemilikan saham di PT. Telekomunikasi Selular dan PT.Indosat, Tbk.

dengan cara melepas seluruh kepemilikan sahamnya di salah satu perusahaan yaitu PT.

Page 9: KASUS TEMASEK

Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung

sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap;

5. Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore Technologies

Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia

Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte.

Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk

memutuskan perusahaan yang akan dilepas kepemilikan sahamnya serta melepaskan hak

suara dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris pada salah satu perusahaan yang akan

dilepas yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. sampai dengan dilepasnya

saham secara keseluruhan sebagaimana diperintahkan pada diktum No. 4 di atas;

6. Pelepasan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada diktum No. 4 di atas dilakukan

dengan syarat sebagai berikut:

a. untuk masing-masing pembeli dibatasi maksimal 5% dari total saham yang dilepas;

b. pembeli tidak boleh terasosiasi dengan Temasek Holdings, Pte. Ltd. maupun pembeli lain

dalam bentuk apa pun.

7. Menghukum Temasek Holdings, Pte. Ltd., Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT

Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd.,

Indonesia Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore

Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd masing-masing membayar

denda sebesar Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas

Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha

Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan

Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda

Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);

8. Memerintahkan PT. Telekomunikasi Selular untuk menghentikan praktek pengenaan tarif tinggi

dan menurunkan tarif layanan selular sekurangkurangnya sebesar 15% (lima belas persen) dari

tarif yang berlaku pada tanggal dibacakannya putusan ini;

9. Menghukum PT. Telekomunikasi Selular membayar denda sebesar Rp.25.000.000.000,00 (dua

puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda

pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan

Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan

423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).

 

18 Desember 2007

Temasek Holdings Pte Ltd (Temasek) mengajukan dan mendaftarkan keberatan terhadap putusan KPPU di

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selang sehari, yaitu 19 Desember 2007, SingTel mengajukan dan

mendaftarkan juga keberatan terhadap putusan KPPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keberatan ini

Page 10: KASUS TEMASEK

tercatat dalam satu register yang sama, yaitu Perkara No.:02/KPPU/2007/PN.JKT.PST. Kemudian diikuti

Telkomsel yang mendaftarkan keberatan terhadap putusan KPPU di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

14 Januari 2008

Sidang pertama keberatan Temasek digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun sidang pertama ini

ditunda sebab pihak KPPU tidak menghadiri persidangan. KPPU berlasan, pihaknya masih menunggu

penetapan dari Ketua Mahkamah Agung (MA) agar perkara itu diperiksa oleh satu PN saja.

Selanjutnya,,,,Perumusan Persoalan Hukum,,,he,,,

Bedah Kasus Temasek Oleh Kppu

Added: Friday, June 29th 2007 at 12:48pm by altimo

Related Tags: business

2.5 / 0 ratings 

 

 

Hasil Dikusi bedah kasus Komisi pengawas Persaingan Usaha terkait pemerikasaan KPPU terhadap

tuduhan cross ownership oleh Temasek.

1.Bagaimana kepemilikan saham TEMASEK di sektor telekomunikasi nasional tersebut ditinjau dari Pasal

27 UU Anti Monopoli?(hasil Pendapat M.Mulyana Bungaran ,SH.MM pakar ilmu hukum dan ekonomi

dalam Persaingan Usaha)

Kepemilikan saham oleh TEMASEK tersebut belum dapat dijerat dengan Pasal 27 UU Anti Monopoli

karena kepemilikan satu pemilik saham belum ada yang mengakibatkan penguasaan pangsa pasar

telekomunikasi seluler nasional 50 % (pasal 27 a), sehingga apa yang tersurat di dalam Pasal 27 UU Anti

Monopoli terlalu prematur untuk dikatakan telah terwujud. Belum lagi unsur dalam Pasal 27 UU Anti

Monopoli pun mensyaratkan terjadinya cross ownership yang monopolistik yaitu Pelaku Usaha dilarang

memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam

bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama. Bahwa TEMASEK hanya memiliki saham

secara tidak langsung sebesar 35% di Telkomsel dan 41% si Indosat. Hal ini membuktikan bahwa

kepemilikan saham TEMASEK secara tidak langsung di Telkomsel dan Indosat bukanlah kepemilikan

mayoritas saham. Akibatnya tidak terdapat cross ownwership yang bersifat monopolistik yang dilakukan

oleh TEMASEK.

Kepemilikan saham oleh TEMASEK tersebut belum dapat dijerat dengan Pasal 27 UU Anti Monopoli.

Demikian juga dua atau tiga pelaku usaha asing belum menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar

telekomunikasi seluler nasional.

Tetapi dilihat dari aspek kewenangan yang dimiliki oleh pemegang saham TEMASEK terhadap industri

telekomunikasi seluler nasional melalui saham yang dimilikinya, memiliki potensi untuk melakukan

praktek Kartel di dalam pasar domestik, yaitu dengan duduknya salah satu personal di manajemen dan

dengan hak-hak eksklusif dalam produksi jasa telekomunikasi seluler serta didukung oleh karakteristik

industri telekomunikasi seluler tersebut sebagai suatu barang yang homogen.

Page 11: KASUS TEMASEK

Hal ini terbukti sebaliknya pada fakta pemilihan Direksi di PT Indosat, PT Telkom diwakili Pemerintah

Indonesia selaku pemilik saham mayoritas menyetor 4 nama dari 5 nama direksi, dan hanya satu nama

yang disetor oleh ICL (Vide. RUPS Tahunan PT INDOSAT, Tbk. Tertanggal 5 Juni 2007), yaitu sebagai

berikut:

1. Fadzri Sentosa

2. Guntur S Siboro

3. Syakieb Sungkar

4. Wahyu Wijayadi

Berikutnya hanya satu nama yang dinominasikan oleh ICL yaitu Roy Kannan. Dan yang menjadi Direktur

utama adalah adalah orang Indonesia bukan orang Singapura.

Dan apabila disandingkan tentang persoon para profesional yang duduk pada jajaran direksi dan

komisaris tidak ada satupun menempati jabatan rangkap, alangkan naif apabila dikatakan seorang

profesional yang berpengalaman mengorbankan keahlian profesi yang telah dibangun bertahun-tahun

untuk dicederai dan menurunkan kinerja, yang tentunya akan mendapatkan perhatian publik atas prestasi

baik dan buruknya.

Untuk membuktikan adakah produsen industri telekomunikasi seluler melalui TEMASEK melakukan

kartel, dapat ditinjau dari aspek harga jasa layanan telekomunikasi seluler yang bersangkutan. Namun

demikian untuk membuktikannya tidak lah mudah, karena sifat dari industri telekomunikasi seluler itu

sendiri.

Biasanya produsen dalam melakukan tindakan kartel diawali dengan keterkaitan reaksi sebagaiman

dijelaskan sebelumnya, artinya jika market leader menaikan harga, pasti pelaku usaha yang lain

menaikan harga, dan berlaku sebaliknya. Perilaku yang saling menyesuaikan diri ini dapat dibuat secara

tertulis maupun tidak tertulis atau bahkan dengan GA (gentlemen's aggreement). Sehingga perlu

pemantauan yang terus menerus mengenai perilaku harga dalam kurun waktu tertentu yang cukup

terhadap perilaku harga yang dikendalikan oleh Market Leader.

Apabila terjadi persaingan yang tidak sehat pada pasar yang bersangkutan (terdapat praktek kartel

maupun persaingan usaha tidak sehat), persaingan pasti dapat dirasakan oleh pihak-pihak terkait baik itu

oleh pihak pelaku usaha lain, bahkan kepada konsumen itu sendiri yang tidak memiliki alternatif lain

dalam memilih layanan jasa operator telekomunikasi seluler yang berkualitas.

Selanjutnya dilihat dari kepemilikan sahamnya, interlocking directorie pada dua perusahaan tersebut sulit

terjadi dan tidak dapat dikatakan mempengaruhi jalannya produksi dan pemasaran dalam persaingan

usaha yang sehat dalam industri jasa telekomunikasi seluler nasional, karena pemegang saham

Mayoritas tetap berada pada PT Telkom (Pemerintah Republik Indonesia) sedangkan PT.TELKOM

selaku BUMN sebagaimana Undang-Undang wajib memiliki saham minimal 51% pada suatu perusahaan,

sehingga tidak dapat mempengaruhi jalannya kedua perusahaan tersebut dalam melakukan persaingan

usaha yang sehat.

Bahwa, tidak ada persoon dari STT maupun Sing Tel yang sahamnya dimiliki oleh TEMASEK, yang

Page 12: KASUS TEMASEK

duduk pada posisi yang sama pada kedua perusahaan Telkomsel dan Indosat sebagaimana dituduhkan

melanggar Pasal 27 UU Anti Monopoli, sehingga sangat jauh sekali tuduhan adanya cross ownership

yang memenuhi unsur Pasal 27 UU Anti Monopoli.apalagi tuduhan cross ownership yang meyebabkan

pengaturan tarif telepon seluler sebab mengenai tarif telepon selular secara jelas diatur dalam Peraturan

Menteri Komunikasi dan Informatika no 12/Per/M.KOMINFO/02/2006 tentang tata cara penetapan Tarif

jasa telepon seluler khususnya pada pasal 4, 5, 6 dan 7

2.Pembuktian Dengan mengunakan hitungan untuk membuktikan apakah Temasek melanggar pasal

27.ayat A undang undang no 5 thn 199 tentang Anti monopoli ( hasil Pendapat bapak M.Iqbal dari pusat

kajian pengawas persaingan usaha)

Tinjauan kepemilikan saham pada perusahaan Telekomunikasi seluler nasional sangat penting, yaitu

selain untuk melihat apakah ada keterkaitan kepemilikan di dalam perusahaan yang satu dengan

perusahaan yang lain, juga untuk melihat peran investor asing ( STT/ICL, Singtel dan Telekom Malaysia )

melalui jumlah saham yang dimiliki dan berikutnya apakah ada interlocking directorate. Hal yang menarik

lagi dari aspek kepemilikan saham tersebut adalah bebasnya pelaku usaha asing bebas membeli saham

dipasar dalam negeri. Bebasnya investor asing membeli saham di pasar telekomunikasi sejalan

deregulasi/liberalisasi industri telekomunikasi di Indonesia, akan mempengaruhi perilaku usaha

telekomunikasi nasional, karena terdapatnya sejumlah wewenang yang dimiliki investor tersebut melalui

kepemilikan saham tersebut, pemilik saham mayoritas akan mempunyai hak yang lebih besar melalui

kepemilikan saham bisa terjadi jabatan rangkap dibeberapa perusahaan telekomunikasi nasional dan

melalui kepemilikanMNC ada kekhawatiran akan terjadinya kartel dan akan berakibat harga

telekomunikasi menjadi tinggi.

Pada saat ini ada tiga MNC (STT/ICL, Singtel, Telekom Malaysia) yang memiliki saham di industri seluler

di Indonesia yaitu STT/ICL 41% saham di Indosat, Singtel 35% saham di Telkomsel dan Telekom

Malaysia 85% di Excelmindo. Dilihat dari kepemilikan saham ketiga MNC tersebut, MNC menguasai

23.599.170,24 pelanggan seluler (10.495.450 Singtel + 6.105.012,34 STT+ 6.998.707,9 Telekom

Malaysia) atau 35,14 % pelangan telekomunikasi seluler nasional. Pertanyaannya adalah bagaimana

kepemilikan saham oleh STT/ICL dan Singtel tersebut ditinjau dari Pasal 27 UU No 5 Tahun 1999 tentang

antimonopoli ?

Kepemillikan Saham oleh Temasek melalui STT/ICL dan Singtel dalam Industri Telekomunikasi Seluler

Nasional tersebut belum dapat dikatakan melanggar pasal 27 karena kepemilikan saham belum ada yang

mengakibatkan penguasaan pangsa pasar industri telekomunikasi nasional 50% (Pasal 27a) karena

mereka hanya menguasai 24,7% pangsa pasar seluler. Demikian juga STT/ICL dan Singtel belum

menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar telekomunikasi nasional ( Pasal 27 a)

Untuk melihat dari aspek kewenangan yang dimiliki oleh pemegang saham asing dalam hal ini STT/ICL

dan Singtel terhadap industri telekomunikasi melalui saham yang dimiliki maka akan dibuktikan apakah

ada praktek kartel di dalam pasar telekomunikasi seluler yaitu dengan duduknya beberapa personal dan

manajemen dengan adanya hak hak ekslusif dalam pendistribusian pasar telekomunikasi seluler serta

didukung oleh karakteristik sebagai suatu barang atau jasa yang homogen.

3.Tinjauan kritis untuk KPPU ( Ir.Romdani dari Indonesia Development monitoring)

Page 13: KASUS TEMASEK

Pelaku usaha jasa telekomunikasi seluler nasional dalam meningkatkan usaha nya melalui efisiensi dan

penguasaan teknologi yang lebih maju dalam bidang telekomunikasi , serta layanan produk yang lebih

specialis untuk dapat menguasai pasar yang bersangkutan, karena apabila persaingan usaha dilakukan

untuk mematikan jerih payah Market Leader yang dicapai oleh Market Leader dengan rekayasa untuk

pemenuhan unsur-unsur UU Anti Monopoli, akan berdampak negatif dan mencederai semangat UU Anti

Monopoli itu sendiri yang bernafaskan pada iklim persaingan usaha yang sehat.

Perpektif yang berhati hati dari bagian sebelumnya berlaku umum dalam mencari kasus kasus di dalam

UU Anti Monopoli yang baru: pihak swasta mungkin sekali berniat mematikan usaha saingan mereka

dengan membuat saingan terkuatnya di hukum menurut undang undang ini. Misalnya mungkin ada

tuduhan bahwa integrasi vertikal berarti persaingan tidak sehat pada industri telekomunikasi . Kalau UU

Anti Monopoli ini ternyata dipergunakan untuk mematikan persaingan di Indonesia, maka tujuan undang

undang ini berarti gagal.

Pelaksanaan yang terlalu kaku dari UU Anti Monopoli dengan penekanan pada anti konglomerasi atau

anti perusahaan asing dapat merusak perekonomian Indonesia. Hal ini akan menghambat masuknya

investasi domestik maupun asing, setidak tidaknya di sektor dimana efisiensi mengharuskan adanya

skala ekonomi atau scope economy. Hal ini juga akan menyulitkan bagi Indonesia, yang masih

mempunyai pasar yang relatif kecil, untuk bersaing dengan efisien di pasar global.

Karena dari penjelasan di atas jelas persaingan pasar telekomunikasi seluler nasional masih kompetitif

dan belum terdapat indikasi kartel, namun demikian peluang untuk terjadinya praktek kartel melalui

interlocking directorie cukup besar dan membutuhkan pengawasan, observasi yang serius, dan

pembuktian secara publik yang komprehensif tidak sepihak dalam kurun waktu yang cukup. Hal ini sulit

dipenuhi mengingat bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa amnestic dengan kata populer cepat

melupakan.

Sangat penting bagi KPPU untuk mempelajari kasus kasus seperti ini dimasa depan dengan lebih berhati

hati dan menyadari adanya kemungkinan bahwa pesaing yang kurang efisien mencari perlindungan dari

pemerintah ,lebih bijak kalau penyelesaian yang dipilih adalah yang mampu memperbesar kemungkinan

persaingan dalam jangka panjang .Secara lebih khusus, tidak cukup bahwa saingan sekedar menentukan

harga yang rendah atau bahkan menentukan harga dengan tujuan untuk mematikan persaingan.

Kasus 1:

STRUKTUR PASAR TELKOMSEL DAN INDOSAT: OLIGOPOLI KOLUSIF?

“Temasek Holding (Pte) Ltd atau biasa disebut Temasek memiliki empat puluh satu persen saham di PT Indosat Tbk dan tiga puluh lima persen di PT Telkomsel”

Berdasarkan data kepemilikan saham ini, maka tidak salah jika masyarakat berasumsi bahwa ada konflik kepentingan dalam penanganan operasional manajemen di kedua perusahaan telekomunikasi tersebut, yang cukup besar market share-nya di Indonesia. Ketika sebuah perusahaan didirikan dan selanjutnya menjalankan kegiatannya, yang menjadi tujuan utama dari

Page 14: KASUS TEMASEK

perusahaan tersebut adalah mencari keuntungan setinggi-tingginya dengan prinsip pengeluaran biaya yang seminimum mungkin. Begitu juga, dengan prinsip pemilikan saham. Pemilikan saham sama artinya dengan pemilikan perusahaan. Kepemilikan perusahaan oleh seseorang atau badan atau lembaga korporasi tentunya bertujuan bagaimana caranya kepemilikan tersebut dapat menghasilkan keuntungan terhadap diri si pemiliki saham tersebut. Bicara keuntungan tentunya kita tidak hanya bicara tentang keuntungan financial, tetapi juga tentang keuntungan non financial, seperti memiliki informasi penting, penguasaan efektif, pengatur kebijakan, dan lain-lainnya. Oleh sebab itu, kepemilikan saham Temasek di kedua perusahaan tersebut menarik untuk diamati dalam rangka mencermati apakah ada tercipta persaingan tidak sempurna untuk kepemilikan saham tersebut dalam bentuk OLIGOPOLI KOLUSIF?

Seperti halnya yang diketahui masyarakat bahwa Temasek adalah perusahaan holding yang sangat besar di Singapura dengan bentuk badan hukum Private Limited. Pada awalnya Temasek masuk ke pasar telekomunikasi Indonesia melalui divestasi PT Indosat Tbk pada tahun 2002 dengan cara pembelian saham tidak langsung, artinya pada saat itu yang membeli saham Indosat adalah Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT) melalui suatu perusahaan yang khusus didirikan untuk membeli saham Indosat, yaitu Indonesia Communication Limited (ICL). Sedangkan STT sendiri adalah perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Singapura yang seratus persen sahamnya dimiliki oleh Temasek Holding Pte Ltd. Jadi, dari susunan atau pola kepemilikan saham yang berlapis-lapis di Indosat, tersirat ada sesuatu kepentingan yang tidak hanya bertujuan untuk mencari keuntungan financial semata tetapi lebih dari itu. Pertanyaannya adalah apakah keuntungan non financial yang sebenarnya dicari Temasek? Jawaban sederhana atas pertanyaan ini adalah : Perjalanan waktu yang akan menentukan. Tetapi sebenarnya tujuan tersebut dapat diketahui segera jika pihak Indonesia memiliki niat untuk mengetahuinya. Hal ini tentunya akan mudah menemukannya dengan berbagai metode atau teknik investigasi untuk menemukan maksud dan niat dibalik pembelian saham Indosat oleh Temasek tersebut.

Sepak terjang Temasek di dunia telekomunikasi Indonesia semakin lengkap, dengan masuknya Temasek ke Perusahaan PT Telkomsel melalui Singapore Telecommunications Mobile Pte Ltd (SingTel Mobile). Dimana kepemilikan saham SingTel Mobile di PT Telkomsel adalah sebesar tiga puluh lima persen. Sedangkan Temasek sendiri memiliki kepemilikan saham di SingTel Mobile.

Dengan adanya kepemilikan saham tidak langsung oleh Temasek pada PT Telkomsel dan PT Indosat Tbk telah memunculkan dugaan terjadinya praktek kartel dan oligopoli di bidang jasa layanan seluler. Hal ini disebabkan untuk jasa layanan seluler khususnya di jalur GSM, hanya ada tiga ‘pemain besar’ yaitu PT Telkomsel, PT Indosat dan PT Excelcomindo Pratama, Tbk (XL). Ini artinya sekitar 75 market share telekomunikasi Indonesia di “kuasai” oleh Temasek dan dugaan awal terjadinya praktek Oligopoli kolusif di pasar telekomunikasi Indonesia.

Selanjutnya, yang menjadi bahan pertanyaan kita semua adalah apakah yang dimaksud dengan Oligopoli kolusif? Di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Usaha Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dijelaskan bahwa yang dimaksud Oligopoli ialah Perjanjian yang dilarang antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa melebihi 75% dari market share atas satu jenis barang atau jasa tertentu. Jika ketentuan Undang-

Page 15: KASUS TEMASEK

Undang ini ditafsirkan secara otentik maka pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha ekonomi baru dikatakan melakukan oligopoli kalau memenuhi dua unsur, yaitu adanya unsur perjanjian dan unsur market share lebih dari 75%. Sehingga jika kemudian ditafsirkan secara a contrario maka, pelaku usaha yang tidak membuat perjanjian dan memiliki market share dibawah atau sama dengan 74%, tidak memenuhi definisi melakukan praktek oligopoli sehingga tidak melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dari ketentuan Undang-Undang ini jelas terlihat bahwa sesungguhnya Undang-Undang sendirilah yang membatasi pengertian dan ruang lingkup praktek oligopoli yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Pengertian dan ruang lingkup ini membuat penegakkan hukum terhadap praktek Oligopoli ini menjadi kaku dan merugikan kepentingan pesaing yang dimatikan dan juga bahkan mungkin konsumen barang atau jasa dari pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli tadi.

Istilah Oligopoli sendiri memiliki arti “beberapa penjual”. Hal ini bisa diartikan minimum 2 perusahaan dan maksimum 15 perusahaan. Hal ini terjadi disebabkan adanya barrier to entry yang mampu menghalangi pelaku usaha baru untuk masuk ke dalam pasar. Jumlah yang sedikit ini menyebabkan adanya saling ketergantungan (mutual interdepedence) antar pelaku usaha[1]. Ciri yang paling penting dari praktek oligopoli ialah bahwa setiap pelaku usaha dapat mempengaruhi harga pasar dan mutual interdependence. Praktek ini umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk ke dalam pasar dan untuk menikmati laba super normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas (limiting process) sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada[2]. Sehingga apabila pelaku-pelaku usaha yang tadi melakukan kolusi maka mereka akan bekerja seperti satu perusahaan yang bergabung untuk memaksimalkan laba dengan cara berlaku kolektif seperti layaknya perusahaan monopoli[3], inilah yang disebut disebut praktek oligopoli kolusif. Perilaku ini akan mematikan pesaing usaha lainnya dan sangat membebankan ekonomi masyarakat.

Kembali pada kasus pemilikan saham Temasek di PT Indosat, Tbk., dan PT Telkomsel. Walaupun tidak ada perjanjian diantara PT Telkomsel dengan PT Indosat, Tbk., tetapi persoalan oligopoli sebenarnya tidak boleh hanya dilihat dari sekedar apakah ada perjanjian atau tidak? atau berapa persentase market share-nya?. Di dalam dunia telekomunikasi Indonesia khususnya untuk provider GSM, hanya ada tiga perusahaan besar. Sehingga jelas jika terbukti kedua perusahaan tersebut melakukan “kerjasama”, maka akan ada praktek oligopoli yang kolusif. Sedikitnya perusahaan yang bergerak di sektor ini membuat mereka harus memiliki pilihan sikap, koperatif atau non koperatif. Suatu pelaku usaha/perusahaan akan bersikap non koperatif jika mereka berlaku sebagai diri sendiri tanpa ada perjanjian eksplisit maupun implisit dengan pelaku usaha/perusahaan lainnya. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya perang harga. Sedangkan beberapa pelaku usaha/perusahaan beroperasi dengan model koperatif untuk mencoba meminimalkan persaingan. Jika pelaku usaha dalam suatu oligopoli secara aktif bersikap koperatif satu sama lain, maka mereka telibat dalam KOLUSI.

Pada kasus Temasek, jelas terlihat sebagai pemegang saham tentunya menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Policy ‘mengeruk’ keuntungan ini tentunya dituangkan di seluruh aspek yang menjadi unit bisnis usahanya, termasuk didalamnya adalah PT Telkomsel dan PT Indosat, Tbk. Sehingga dengan status kepemilikan di dua perusahaan tersebut akan dapat mengoptimalkan maksud dan tujuan Temasek tersebut. Caranya memaksimumkan keuntungan

Page 16: KASUS TEMASEK

tersebut adalah kolusi antara PT Telkomsel dan PT Indosat, Tbk., dengan mempertimbangkan saling ketergantungan mereka, sehingga mereka menghasilkan output dan harga monopoli serta mendapatkan keuntungan monopoli. Hal ini dapat terlihat dari penentuan tarif pulsa GSM antara PT Telkomsel dan PT Indosat, Tbk., dimana boleh dikatakan tarif harga pulsa GSM di Indonesia adalah salah satu yang termahal di dunia. Padahal, negara-negara tetangga sekitar sudah dapat menerapkan harga unit pulsa yang sangat murah dan menguntungkan masyarakat serta tidak mematikan persaingan usaha. Apalagi notabene-nya, di negara Temasek sendiri harga unit pulsa boleh dikatakan sangat murah. Lantas, kenapa di Indonesia harga pulsa menjadi sangat mahal?. Padahal secara konsep teknologi, dimungkinkan penggunaan untuk menekan harga unit pulsa menjadi sangat murah, contohnya adalah pada teknologi CDMA Flexi dan Esia yang sering dihambat perkembangan oleh “pihak-pihak tertentu” yang tidak menginginkan perkembangan bisnis usaha ini. Padahal jelas-jelas menguntungkan masyarakat.

Coba lihat selisih harga tarif pulsa antara produk PT Telkomsel dan PT Indosat yang tidak begitu jauh. Selisih tarif yang sangat kecil ini mengindikasikan dugaan awal terjadinya praktek Oligopoli Kolusif diantara mereka. Penentuan tarif harga yang sangat mahal ini, jelas adalah pengeksploitasian ekonomi masyarakat dan boleh dikatakan sebagai Kolonialisme Gaya Baru.

Jika indikasi awal sudah ditemukan, pertanyaan selanjutnya apakah pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mampu untuk menyelesaikan persoalan ini? Yang jelas adalah salah satu mandat dari KPPU adalah untuk mengawasi pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dimana salah satu tujuan dari Undang-Undang ini adalah MENJAGA KEPENTINGAN UMUM DAN MENINGKATKAN EFISIENSI EKONOMI NASIONAL SEBAGAI SALAH SATU UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT. Jadi kita tunggu saja aksi dari KPPU melihat praktek oligopoli yang dilakukan PT Telkomsel dan PT Indosat, Tbk., berani atau tidak? dan pertanyaan selanjutnya adalah berpihak ke rakyat (baca: kepentingan umum) atau tidak? Mari kita tunggu bersama-sama walaupun tanpa batas waktu..

Posted by Husendro at 2:08 AM