Upload
nguyennga
View
257
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan karunianya dalam penulisan laporan studi ini. Laporan Akhir Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Sungai dan Danau disusun untuk memenuhi kontrak nomor PL.102/7/21-BLTD-2011 antara Pejabat Pembuat Komitmen dengan PT Santika Consulindo pada tanggal 15 April 2011.
Laporan Akhir ini berisi tentang Latar Belakang, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Hasil Survei Lokasi Studi, Pembahasan, dan Penyusunan Rancangan Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Sungai Dan Danau.
Berkat bantuan berbagai pihak sehingga dapat selesai pada waktunya. Konsultan menyampaikan terima kasih kepada pemberi tugas sehingga dapat turut berperan dalam pelaksanaan studi. Masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk kesempurnaan studi. Jakarta, November 2011 PT. Santika Consulindo
ii
iii
ABSTRAK
Perbedaan kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan angkutan sungai dan danau perlu adanya harmonisasi dan kesamaan agar keselamatan pada transportasi publik menjadi perhatian bersama secara serius, terutama antara Direktorat LLASDP Ditjen Perhubungan Darat dan Ditjen Perhubungan Laut. Permasalahan perbedaan tersebut perlu diatasi dengan peraturan, antara lain dengan suatu pedoman atau standar di bidang transportasi sungai dan danau. Maksud studi ini adalah melakukan penyusunan pedoman di bidang transportasi sungai dan danau. Dan Tujuan studi ini adalah merumuskan konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau yang efektif, efisien, tepat dan berbasis kinerja serta dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Pada studi ini data-data sebagai bahan evaluasi perumusan pedoman dikumpulkan dengan melakukan survey pada delapan lokasi di Medan, Pontianak, Banjarmasin, Palangkaraya, Jayapura, Palembang, Balikpapan dan Merauke. Serta melakukan benchmarking transportasi air di Thailand. Keluaran dari kegiatan studi ini adalah tersusunnya lima konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam kegiatan transportasi di sungai dan danau. Hasil dari kegiatan ini diantaranya ; Pedoman pembangunan pelabuhan sungai dan danau, Pedoman pengoperasian pelabuhan sungai dan danau, Pedoman perawatan pelabuhan sungai dan danau, Pedoman pengusahaan pelabuhan sungai dan danau, Pedoman berlalu lintas di alur pelayaran sungai dan danau. Kata Kunci : Angkutan sungai dan danau, Pelabuhan sungai dan danau.
iv
v
ABSTRACT
Differences of authority and responsibility in the administration of transportation in rivers and lakes need for harmonization and the similarity to the safety on public transport, especially among the Directorate of LLASDP Ditjen Perhubungan Darat and Ditjen Perhubungan Laut. This Problems need to be solved by regulation, among others with a guide or standard in the field of transport rivers and lakes. The purpose of this study was to preparation of guidelines in the field of transport rivers and lakes. And the purpose of this study is to formulate the concept of guidelines in the field of transport rivers and lakes that are effective, efficient, accurate and performance-based and accountable to the public. Data collected by surveys for formulated guidelines at eight locations in Medan, Pontianak, Banjarmasin, Palangkaraya, Jayapura, Palembang, Balikpapan and Merauke. As well as benchmarking of inlandwater transportation in Thailand. Output of the activities of this study is the fifth compilation guideline concepts in the field of transport rivers and lakes that can be used as a reference in the transport activities in rivers and lakes. The results of this activity include: Guidelines for the construction of river and lake ports, Guidelines for the operation of river and lake ports, Guidelines for treatment of river and lake ports, Guidelines for exploitation of rivers and lakes ports, guide shipping traffic in the flow of rivers and lakes
.
Keywords : transportation on streams and lakes, river and lake ports
vi
vii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ................................................................. i ABSTRAK ................................................................................... ABSTRACT ................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................ ii DAFTAR TABEL ........................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................ DAFTAR SINGKATAN/LAMBANG ........................................ BAB I PENDAHULUAN .......................................................
A. Latar Belakang ...................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................. 1 C. Maksud dan Tujuan .............................................. 2 D. Ruang Lingkup ..................................................... 2 E. Hasil yang Diharapkan .......................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................... A. Definisi dan Ketentuan Umum Transportasi Sungai
dan Danau ............................................................. 4 B. Pengembangan Pelabuhan Sungai dan Danau ...... 5
1. Rencana Induk Pelabuhan ............................. 6 2. Klasifikasi Pelabuhan Sungai dan Danau...... 8
C. Pengoperasian Pelabuhan Sungai dan Danau ....... 9 1. Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau 9 2. Persyaratan Operasional Angkutan Sungai dan
Danau ............................................................ 9 D. Perawatan Pelabuhan Sungai dan Danau .............. 11
1. Pemeliharaan Kepelabuhanan ....................... 11 2. Perlindungan Lingkungan Perairan ............... 12 3. Pengerukan dan Reklamasi ........................... 12
E. Pengusahaan Pelabuhan Sungai dan Danau .......... 13 1. Penyelenggaraan Angkutan Barang Dan/Atau
Hewan ........................................................... 14 2. Perizinan Angkutan Sungai dan Danau ......... 17 3. Persetujuan Pengoperasian Kapal ................. 18 4. Tarif Angkutan Sungai dan Danau ................ 19
F. Lalu-lintas di Sungai dan Danau ........................... 20 1. Jaringan Transportasi Sungai dan Danau ...... 20 2. Lingkup Kegiatan Lalu-lintas Sungai dan
Danau ............................................................ 22
viii
3. Benchmarking Regulasi Manajemen Lalu-lintas Sungai dan Danau di Negara Lain ....... 23
4. Lalu-lintas Sungai dan Danau Dalam PP 5/2010 Tentang Kenavigasian ....................... 26
5. Faktor-Faktor Sebagai Pertimbangan Berlalu-lintas di Sungai dan Danau ............................ 32
BAB III METODE PENELITIAN ............................................. A. Metode Pelaksanaan .............................................. 40 B. Lokasi dan Waktu ................................................. 40 C. Pola Pikir Pekerjaan .............................................. 42 D. Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan ....................... 45
1. Pendefinisian Kata Kunci .............................. 45 2. Konteks Kegiatan di Bidang Transportasi
Sungai dan Danau .......................................... 45 E. Prosedur Pelaksanaan Analisis .............................. 47
1. Metoda Penyelesaian Ruang Lingkup Pekerjaan ....................................................... 47
2. Tahapan pelaksanaan analisis (framework of analysis) ......................................................... 49
F. Metoda Pengumpulan Data ................................... 50 1. Data-Data yang Dibutuhkan .......................... 50 2. Metoda Survei Yang Digunakan ................... 51
G. Tata Cara Penyusunan Pedoman ........................... 52 1. Perumusan Pedoman ..................................... 52 2. Ketentuan Teknis Dalam Perumusan Pedoman 53 3. Adopsi Standar Internasional dan Publikasi
Internasional .................................................. 54 H. Metoda Perumusan Naskah Akademis dan Draft
Pedoman ................................................................ 55 1. Metoda Perumusan Naskah Akademis .......... 55 2. Metoda Perumusan Draft Pedoman ............... 56
BAB IV HASIL SURVEI LOKASI STUDI .............................. A. Medan ................................................................... 57
1. Gambaran Umum Wilayah ............................ 57 2. Data Tata Ruang ........................................... 57 3. Data Transportasi Eksisting ........................... 59 4. Data Pelabuhan Eksisting .............................. 60 5. Data Lalu-Lintas Transportasi Danau .......... 63 6. Dokumentasi Foto Survey ............................ 66
B. Palembang ............................................................. 69 1. Gambaran Umum Wilayah ............................ 69 2. Data Tata Ruang ........................................... 70 3. Data Transportasi Eksisting ........................... 71 4. Data Pelabuhan Eksisting .............................. 71
ix
5. Data Lalu-Lintas .......................................... 72 6. Dokumentasi Foto Survey ............................ 77
C. Banjarmasin .......................................................... 80 1. Gambaran Umum Wilayah ........................... 80 2. Data Tata Ruang ........................................... 81 3. Data Transportasi ......................................... 83 4. Data Pelabuhan Eksisting .............................. 84 5. Data Lalu-Lintas Transportasi ....................... 91 6. Dokumentasi Survey .................................... 93
D. Palangkaraya ......................................................... 98 1. Gambaran Umum Wilayah ........................... 98 2. Data Tata Ruang ........................................... 98 3. Data Transportasi Eksisting .......................... 99 4. Data Pelabuhan Eksisting .............................. 100 5. Data Lalu-Lintas .......................................... 104 6. Dokumentasi Survey .................................... 109
E. Pontianak .............................................................. 109 1. Gambaran Umum Wilayah ........................... 109 2. Data Tata Ruang ............................................ 109 3. Data Transportasi ......................................... 112 4. Data Pelabuhan Eksisting .............................. 116 5. Data Lalu-Lintas .......................................... 120 6. Dokumentasi Survey .................................... 121
F. Samarinda ............................................................ 121 1. Gambaran Wilayah........................................ 121 2. Data Tata Ruang ............................................ 122 3. Data Transportasi ......................................... 123 4. Data Pelabuhan Eksisting .............................. 123 5. Data Lalu-Lintas .......................................... 126 6. Dokumentasi Survey .................................... 127
G. Jayapura ................................................................ 128 1. Gambaran Umum Wilayah ........................... 128 2. Tata Ruang .................................................... 130 3. Data Transportasi .......................................... 130 4. Data Pelabuhan Eksisting .............................. 130 5. Data Lalu-Lintas .......................................... 132 6. Dokumentasi Survey .................................... 133
H. Merauke ................................................................ 135 1. Gambaran Umum Wilayah ........................... 135 2. Tata Ruang .................................................... 136 3. Data Transportasi .......................................... 137 4. Data Pelabuhan Eksisting .............................. 139 5. Data Lalu-Lintas .......................................... 141 6. Dokumentasi Survey .................................... 147
x
I KONDISI ANGKUTAN SUNGAI DI NEGARA LAIN .................................................................... 148 1. Angkutan Sungai diThailand ......................... 148 2. Teknologi Jembatan diatas Sungai (Water
Bridge) Magdeburg di Jerman ....................... 150 BAB V PEMBAHASAN ..........................................................
A. Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Penyelenggaraan Operasional Transportasi Sungai Dan Danau............................................................. 152 1. Medan ............................................................ 152 2. Palembang ..................................................... 153 3. Pontiananak ................................................... 154 4. Palangkaraya ................................................. 154 5. Banjarmasin .................................................. 155 6. Samarinda ...................................................... 158 7. Jayapura ......................................................... 158 8. Merauke ......................................................... 159
B. Kegiatan dan Kebijakan Bidang Transportasi Sungai dan Danau ................................................. 161 1. Medan ............................................................ 161 2. Palembang ..................................................... 162 3. Pontiananak ................................................... 162 4. Palangkaraya ................................................. 164 5. Banjarmasin .................................................. 165 6. Samarinda ...................................................... 166 7. Merauke ......................................................... 166
C. Identifikasi Dasar Hukum .................................... 167 D. Tingkat Kepentingan dalam Bidang Transportasi
Sungai dan Danau ................................................. 172 BAB VI PENYUSUNAN RANCANGAN KONSEP
PEDOMAN DI BIDANG TRANSPORTASI SUNGAI DAN DANAU ...........................................
A. Finalisasi Konsep Pedoman .................................. 179 B. Finalisasi Konsep Pedoman .................................. 181 C. Penyusunan Rancangan Naskah Akademik Konsep
Pedoman Di Bidang Transportasi Sungai Dan Danau .................................................................... 183 1. Metode Pendekatan ....................................... 183 2. Materi Muatan ............................................... 183 3. Ruang Lingkup Naskah Akademis ................ 185 4. Kesimpulan Dan Saran .................................. 190 5. Lampiran Daftar Acuan ................................ 192
xi
D. Ketentuan Teknis Pada Pedoman ......................... 192 1. Pembangunan Pelabuhan .............................. 192 2. Operasional Pelabuhan .................................. 196 3. Perawatan Pelabuhan .................................... 200 4. Pengusahaan Pelabuhan ................................ 202 5. Berlalulintas diSungai dan Danau ................. 205
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................. A. Kesimpulan ........................................................... 179 B. Saran ..................................................................... 181
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. LAMPIRAN .................................................................................
xii
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Pengaturan penyelenggaraan angkutan barang sungai
dan danau ................................................................. 15 Tabel 2.2 Ciri-ciri pelayanan trayek tetap dan teratur ............. 21 Tabel 2.3 Lingkup kegiatan berlalu lintas di sungai dan danau 22 Tabel 2.4 Maksud dan tujuan serta ruang lingkup pengaturan
dalam Federal Waterway Regulation Title 33 CFR 161 - Vessel Traffic Management ........................... 24
Tabel 2.5 Isi pokok dari Resolution No. 24 CEVNI-European Code for Inland Waterways (TRANS/SC.3/115/Rev.2) ....................................... 25
Tabel 2.6 Isi pokok dari Resolution No. 58 Guidelines And Criteria For Vessel Traffic Services (VTS) on Inland Waterways (TRANS/SC.3/166) .............................. 26
Tabel 2.7 Fungsi setiap jenis telekomunikasi pelayaran .......... 30 Tabel 2.8 Jenis informasi cuaca dalam pelayanan jasa
meteorologi .............................................................. 31 Tabel 3.1 Ruang lingkup kegiatan dan metoda penyelesaian
yang diusulkan ......................................................... 48 Tabel 3.2 Jenis data yang dibutuhkan dan potensi sumbernya 50 Tabel 3.3 Ilustrasi isi dari dokumen naskah akademis ............ 55 Tabel 4.1 Sarana Angkutan Danau Toba - Samosir ................. 59 Tabel 4.2. Dermaga di Kabupaten Samosir ............................ 61 Tabel 4.3 Lalu Lintas Penumpang dan Barang Yang
Menggunakan Angkutan Danau .............................. 62 Tabel 4.4 Jumlah Kunjungan Kapal, Penumpang, dan Barang
pada Angkutan Danau menurut Dermaga di Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009 .................... 63
Tabel 4.5 Jaringan Angkutan Danau diKabupaten Samosir ... 63 Tabel 4.6 Data tarif Angkutan Danau di Danau Toba ............ 64 Tabel 4.7 Banyaknya Kunjungan Kapal tahun 2009 ............... 65 Tabel 4.8 Data Informasi Rambu ............................................ 72 Tabel 4.9 Kepadatan Lalu Lintas Angkutan Sungai Dan Danau
Di UPTD Dermaga Sungai Lais Tahun 2009 .......... 73 Tabel 4.10 Jumlah Rambu Navigasi Disumatera Selatan ......... 74 Tabel 4.11 Data kewilayahan diDAS Sungai Barito ................ 81 Tabel 4.12 PDRB tahun 2008 atas harga berlaku di DAS Sungai
Barito menurut lapangan Usaha .............................. 83 Tabel 4.13 Data Transportasi eksisting di DAS Sungai Barito . 84
xiv
Tabel 4.14 Kepadatan Lalu Lintas Kapal Penumpang pada bulan Desember 2010 ........................................................ 86
Tabel 4.15 Kepadatan Lalu Lintas Angkutan Sungai pada Dermaga Taman Sari pada Bulan Desember 2010 . 87
Tabel 4.16 KepadatanLalu Lintas Angkutan Sungai Pada Dermaga Pasar Baru Pada Bulan Desember 2010 ... 87
Tabel 4.17 Kepadatan Lalu Lintas Angkutan Sungai pada Dermaga Sudirapi/ Pasar Lima pada bulan Desember 2010 ........................................................................ 88
Tabel 4.18 Kepadatan Lalu Lintas ANgkutan Sungai Pada Dermaga Banjar Raya pada Bulan Desember 2010 . 89
Tabel 4.19 Banyaknya Kapal Serta Jarak Trayek Angkutan Sungai ...................................................................... 91
Tabel 4.20 Banyaknya Kapal Serta Jarak Trayek Angkutan Sungai Antar Kota Dalam Propinsi ......................... 92
Tabel 4.21 Dermaga Sungai di Wilayah Kabupatan Kuala Kapuas .................................................................... 103
Tabel 4.22 Dermaga Sungai Kota Palangka Raya Tahun 2010 103 Tabel 4.23 Banyaknya Kendaraan Air Bermotor dan tidak
bermotor Menurut Jenisnya diKabupaten Kapuas Tahun 2010 .............................................................. 104
Tabel 4.24 Kepadatan Lalulintas Kapal dan Penumpang .......... 105 Tabel 4.25 Data Trayek Angkutan Sungai DiPalangkaraya
Tahun 2010 .............................................................. 105 Tabel 4.26 Lalu Lintas Barang dan Penumpang Dengan Kapal
Pedalaman DiKota Palangka Raya ......................... 105 Tabel 4.27 Rambu Lalu Lintas Sungai diKota Palangkaraya
108 Tabel 4.28 Sungai-Sungai DiKalimantan Barat ......................... 110 Tabel 4.29 Panjang Sungai dan Daerah Yang Dapat Dilayari .. 112 Tabel 4.30 Data Dermaga dan Lokasi DermagadiProvinsi
Kalimantan Barat ..................................................... 113 Tabel 4.31 Data Operasional Angkutan Sungai diPropinsi
Kalimantan Barat ..................................................... 114 Tabel 4.32 Alat Angkut pedalaman/ Transportasi sungai
menurut jenis kapal/ Perahu ..................................... 115 Tabel 4.33 Data Dermaga dan lokasi ......................................... 117 Tabel 4.34 Lokasi, Jenis Dermaga beserta Fasilitas yang
dimiliki Dermaga Kapal Pedalaman Di Propinsi Kalimantan Barat ..................................................... 118
Tabel 4.35 Rute Pelayaran dan Perkiraan Produksi Angkutan Sungai Tahun 2010 .................................................. 120
Tabel 4.36 Luas Baku dan Presentase Penggunaan Tanah ....... 122 Tabel 4.37 Jarak Kota Samarinda dengan Kota-Kota Lain ....... 122
xv
Tabel 4.38 Prasarana Angkutan Sungai Kalimantan Timur ..... 125 Tabel 4.39 Trayek Angkutan Sungai di Samarinda ................... 126 Tabel 4.40 Jarak tempuh kota tertentu (bagian pantai) di
Kabupaten Jayapura ................................................. 129 Tabel 4.41 Data Pelabuhan diDanau Sentani ............................ 131 Tabel 4.42 Lintas dan Jarak Trayek di Danau Sentani .............. 132 Tabel 4.43 Lintas Trayek dan Jarak Alur Sungai Angkutan dari
distrik Aureh ke Distrik Airu ................................... 133 Tabel 4.44 Jumlah Armada ASDP diKabupaten Jayapura Tahun
2007 ......................................................................... 133 Tabel 4.45 Sungai-Sungai diKabupaten Merauke ..................... 136 Tabel 4.46 Data Dermaga Sungai Di Merauke ......................... 140 Tabel 4.47 Nama perusahaan yang memiliki bangunan dermaga
dialur sungai ............................................................ 141 Tabel 4.48 Data Registrasi Sarana Angkutan Sungai dan Danau 142 Tabel 4.49 Lintas dan Sarana Angkutan Sungai dan
Penyeberangan ........................................................ 144 Tabel 4.50 Realisasi Kinerja Sungai dan Produksi Angkutan
Sungai dan Penyeberangan ...................................... 144 Tabel 4.51 Jumlah Dermaga dan Fasilitas Penunjang Angkutan
Sungai dan Penyeberangan tahun 2010 ................... 145 Tabel 4.52 Lintas dan Sarana Angkutan Sungai dan
Penyeberangan Sampai Bulan Mei 2011 ................ 145 Tabel 4.53 Realisasi Kinerja Sungai dan Produksi Angkutan
Sungai dan Penyeberangan Sampai Bulan Mei 2011 146 Tabel 5.1 Pedoman Kebijakan di Bidang Transportasi Sungai
dan Danau ................................................................ 168 Tabel 5.2 Pembagian Urusan Pemerintah Berdasarkan PP
38/2007 .................................................................... 174 Tabel 6.1 Matrik Ketersediaan Pedoman DiBidang
Transportasi Angkutan Sungai Dan Danau ............ 180 Tabel 6.2 1 Daftar istilah dan pengertiannya/definisinya dalam
pedoman di bidang transportasi sungai dan danau . 185 Tabel 6.2 Pokok-Pokok Materi / Substansi Pengaturan .......... 188
xvi
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Teori SHEL (Software, Hardware, Environment
dan Liveware) ....................................................... 32 Gambar 2.2 Modifikasi teori SHEL tersebut terhadap
keselamatan ........................................................... 33 Gambar 2.3 Human machine interface antara ship dengan
human resources ................................................... 34 Gambar 2.4 Human machine interface antara human resources
dengan environment .............................................. 34 Gambar 2.5 Keterkaitan kapal sebagai hardware dengan policy
sebagai software .................................................... 36 Gambar 2.6 Model Reason terkait proses terjadinya kecelakaan
kapal ...................................................................... 37 Gambar 2.7 Precondition unsafe acts ....................................... 38 Gambar 2.8 Dua Kategori Unsafe Acts .................................... 39 Gambar 3.1 Bagan Alir Pekerjaan ............................................ 41 Gambar 3.2 Pola pikir pelaksanaan kegiatan ............................ 44 Gambar 3.3 Kerangka pedoman di bidang transportasi sungai
dan danau .............................................................. 47 Gambar 3.4 Tahapan pelaksanaan analisis (framework of
analysis) ................................................................ 49 Gambar 4.1 Kawasan Danau Toba dan Pulau Samosir ............ 58 Gambar 4.2 Lokasi Pelabuhan Angkutan Danau di Danau Toba 60 Gambar 4.3 Fasilitas Umum ..................................................... 66 Gambar 4.4 Fasilitas Tambat Kapal ......................................... 67 Gambar 4.5 Fasilitas Sandar Kapal ......................................... 67 Gambar 4.6 Fasilitas Dermaga ................................................ 67 Gambar 4.7 Fasilitas Umum dan Kantor Administrasi............. 68 Gambar 4.8 Fasilitas Sandar Kapal dan Tambat Kapal ........... 68 Gambar 4.9 Fasilitas Sandar Kapal dan Tambat Kapal ........... 68 Gambar 4.10 Fasilitas Dermaga ................................................ 69 Gambar 4.11 Fasilitas Umum ..................................................... 69 Gambar 4.12 Lokasi Pelabuhan Angkutan Danau di Sungai Musi
.............................................................................. 72 Gambar 4.13 Kepadatan Lalu Lintas Penumpang yang Masuk
Dermaga Sungai Lais Tahun 2009 ....................... 73 Gambar 4.14 Kepadatan Lalu Lintas Penumpang yang Masuk
Dermaga Sungai Lais ............................................ 74
xviii
Gambar 4.15 Kepadatan Lalu Lintas Barang yang Masuk Dermaga Sungai Lais ............................................ 75
Gambar 4.16 Kepadatan Lalu Lintas Kapal yang Keluar Dermaga Sungai Lais ............................................ 75
Gambar 4.17 Kepadatan Lalu Lintas Penumpang yang Keluar Dermaga Lais ........................................................ 76
Gambar 4.18 Kepadatan Lalu Lintas Barang yang Keluar Dermaga Sungai Lais ............................................ 76
Gambar 4.19 Fasilitas Gangway ................................................. 77 Gambar 4.20 Fasilitas Sandar dan Tambat Kapal ....................... 77 Gambar 4.21 Fasilitas Umum dan Kantor ................................. 78 Gambar 4.22 Fasilitas Umum ................................................... 78 Gambar 4.23 Fasilitas Gangway dan Dermaga ........................... 78 Gambar 4.24 Fasilitas Sandar dan Tambat Kapal ....................... 79 Gambar 4.25 Fasilitas Sumum (Parkir, Loket, Ruang
Administrasi, dan Ruang Tunggu) ....................... 79 Gambar 4.26 Fasilitas Gangway ................................................. 80 Gambar 4.27 Fasilitas Sandar dan Tambat Kapal ....................... 80 Gambar 4.28 Lokasi pelabuhan Angkutan Danau di Sungai
Barito .................................................................... 85 Gambar 4.29 Pos Sebelum Dibongkar ........................................ 93 Gambar 4.30 Pos Sesudah Dibongkar ........................................ 93 Gambar 4.31 Dermaga Ujung Murung ....................................... 94 Gambar 4.32 DermagaTaman sari (Sementara) .......................... 94 Gambar 4.33 Dermaga Pasar Baru .............................................. 95 Gambar 4.34 Dermaga Sudirapi/ Pasar Lima ............................. 96 Gambar 4.35 Dermaga Banjar Raya dan Fasilitasnya yang sudah
rusak parah ........................................................... 97 Gambar 4.36 Lokasi pelabuhan Angkutan Danau di
Palangkaraya ........................................................ 101 Gambar 4.37 Dermaga Danau Mare .......................................... 109 Gambar 4.38 Lokasi Pelabuhan Angkutan Danau di Sungai
Kapuas .................................................................. 116 Gambar 4.39 Dermaga Kapuas Indah ......................................... 121 Gambar 4.40 Aktivitas di Dermaga Kapuas Indah ..................... 121 Gambar 4.41 Pelabuhan Pontianak ............................................. 121 Gambar 4.42 Lokasi Pelabuhan Angkutan Danau di Samarinda 124 Gambar 4.43 Dermaga Sungai Kunjang di Samarinda .............. 127 Gambar 4.44 Kawasan Danau Sentani, Jayapura ....................... 129 Gambar 4.45 Lokasi Pelabuhan Angkutan Danau di Danau
Sentani .................................................................. 131 Gambar 4.46 Rencana Jalur Transportasi Danau Sentani .......... 132 Gambar 4.47 Pintu Gerbang Pelabuhan .................................... 133 Gambar 4.48 Sarana Parkir ....................................................... 133
xix
Gambar 4.49 Fasilitas Kios Dipelabuhan ................................. 134 Gambar 4.50 Dermaga ................................................................ 134 Gambar 4.51 Fasilitas Dermaga ................................................ 134 Gambar 4.52 Fasilitas Penjualan Ikan ........................................ 134 Gambar 4.53 Pintu Gerbang Pelabuhan .................................... 134 Gambar 4.54 Fasilitas Kios di Pelabuhan ................................. 134 Gambar 4.55 Kondisi Dermaga 1 ............................................. 135 Gambar 4.56 Kondisi Dermaga 2 ............................................. 135 Gambar 4.57 Kondisi Dermaga 3 ............................................. 135 Gambar 4.58 Kondisi Dermaga 4 ............................................. 135 Gambar 4.59 Kondisi Dermaga 5 ............................................. 135 Gambar 4.60 Bangunan disekitar Pelabuhan ............................ 135 Gambar 4.61 Peta Rencana Transportasi Sungai Kabupaten
Merauke .............................................................. 137 Gambar 4.62 Lokasi Pelabuhan Angkutan Danau di Sungai
Maro ..................................................................... 140 Gambar 4.63 Dermaga CV. Samudra Arafuru Nusantara ......... 147 Gambar 4.64 Pelabuhan Kelapa Lima ....................................... 147 Gambar 4.65 Dermaga PT. Dellarosa ........................................ 147 Gambar 4.66 Jaringan lintas angkutan Perairan di Thailand .... 148 Gambar 4.67 Angkutan Sungai diChao Phraya dan fasilitasnya 150 Gambar 4.68 Fasilitas Angkutan sungai di Chao Phraya .......... 150 Gambar 4.69 Tampak Atas Jembatan Magdeburg .................... 151 Gambar 4.70 Keramaian diJembatan Magdeburg .................... 151 Gambar 4.71 Fondasi Jembatan Magdeburg ............................. 151 Gambar 4.72 Foto Dari Udara Jembatan Magdeburg ............... 151 Gambar 5.1 Pasang surut alur sungai dan dermaga
konvensional ........................................................ 155 Gambar 5.2 Bangunan dan fasilitas dermaga yang rusak ........ 157 Gambar 5.3 Rendahnya glagar jembatan yang berbahaya untuk
lalu lintas kapal ................................................... 158 Gambar 5.4 Kapal yang tenggelam di Selat Kimaam ............. 160
xx
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Matrik xxxxxxxxxxxxxxxxxx Lampiran 2a Konsep Pedoman Pembangunan Pelabuhan Sungai dan
Danau Lampiran 2b Konsep Pedoman Pengoperasian Pelabuhan Sungai dan
Danau Lampiran 2c Konsep Pedoman Perawatan Pelabuhan Sungai dan
Danau Lampiran 2d Konsep Pedoman Pengusahaan Pelabuhan Sungai dan
Danau Lampiran 2e Konsep Pedoman Berlalu-lintas di Sungai dan Danau
xxii
xxiii
DAFTAR LAMBANG
Lambang dan Singkatan Arti dan Keterangan GRT PP Peraturan Pemerintah Kepmen/KM Keputusan Menteri UU Undang-Undang GT Gross Tones Ps Pasal S Software H Hardware E Environment L Liveware ABK Anak Buah kapal SDM Sumber Daya Manusia SD Sungai dan Danau BPS Badan Pusat Statistik KAK Kerangka Acuan Kerja LSM Lembaga Swadaya Masyarakat SNI Standar Nasional Indonesia BSN Badan Standar Nasional ISO/IEC
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan transportasi sungai dan danau yang terkait dengan operasi, pembangunan dermaga serta perambuan dan navigasi masin terkait dengan perhubungan laut. Sehubungan dengan hal tersebut diatas dinilai masih terjadi tarik menarik kewenangan dan wilayah operasi antar transportasi laut, pemerintah daerah dan PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero), oleh karena itu diperlukan pedoman yang baku dan tidak saling tumpang tindih kewenangan. Wacana Direktorat LLASDP Ditjen Perhubungan Darat perlu dialihkan ke Ditjen Perhubungan Laut, merupakan isu yang cukup lama dalam penyempurnaan struktur organisasi guna mengoptimalkan penyelenggaraan transportasi air. Tugas pokok dan fungsi Direktorat LLASDP Ditjen Perhubungan Darat selama ini tidak hanya membina kapal pada pelayaran jarak dekat, tetapi juga jarak jauh. Dalam domain regulasi keselamatan pelayaran menjadi tanggung jawab Ditjen Perhubungan Laut. Dengan adanya kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda dalam penyelenggaraan angkutan sungai dan danau diatas, maka perlu adanya harmonisasi antara Direktorat LLASDP Ditjen Perhubungan Darat dan Ditjen Perhubungan Laut agar keselamatan pada transportasi publik menjadi perhatian bersama secara serius. Dengan adanya permasalahan dan ketentuan tersebut diatas perlu dirumuskan suatu pedoman-pedoman di bidang transportasi sungai dan danau agar pelayanan terhadap masyarakat lebih terjamin terhadap keselamatan, keamanan dan kenyamanan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka perlu disusun konsep pedoman di bidang transportasi Sungai dan Danau yang pada umumnya mengacu pada UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan, Keputusan Menteri No. 73 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau dan Juknis Direktorat Perhubungan Darat serta mengadopsi standar internasional seperti International Maritime Organization (IMO). Khusus pengadopsian pedoman internasional harus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Permasalahan transportasi sungai dan danau bukan merupakan permasalahan yang bersifat parsial, melainkan sebuah pendekatan yang bersifat komprehensif. Hal ini disebabkan karena penyusunan pedoman transportasi sungai dan danau akan mencakup 2 (dua) aspek, yaitu;
2
struktural (kedalam) dan kinerja (keluar). Untuk itulah pedoman ini harus dapat terintegrasi dan dilaksanakan oleh semua stakaeholder yang terkait pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
C. Maksud dan Tujuan
Penyusunan pedoman di bidang transportasi sungai dan danau dipandang perlu dilaksanakan untuk mewujudkan transportasi sungai dan danau yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien dengan pedoman yang benar dan harmonis. Maksud studi ini adalah melakukan studi penyusunan pedoman di bidang transportasi sungai dan danau. Tujuan studi ini adalah merumuskan konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau yang efektif, efisien, tepat dan berbasis kinerja serta dapat dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat untuk mendukung kebijaksanaan dalam perencanaan bidang keselamatan transportasi sungai dan danau.
D. Ruang Lingkup
Uraian kegiatan/ruang lingkup studi ini adalah :
1. Pengumpulan data untuk kegiatan ini dilakukan di Medan, Palembang, Banjarmasin, Palangkaraya, Pontianak, Samarinda, Jayapura dan Merauke serta benchmarking transportasi di luar negeri seperti Sungai Chao di Bangkok, Thailand.
2. Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang transportasi sungai dan danau yang terkait dengan instansi lain,
3. Inventarisasi kebijakan pengembangan transportasi sungai dan danau di masing-masing instansi terkait,
4. Inventarisasi dan mengevaluasi pedoman di bidang transportasi angkutan sungai dan danau,
5. Menganalisis dan mengevaluasi tingkat kepentingan masing-masing instansi,
6. Menganalisis permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan operasional transportasi sungai dan danau sebagai akibat kurangnya koordinasi dan efektifitas pedoman di bidang transportasi sungai dan danau,
7. Menyusun rancangan naskah akademik konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau,
8. Merumuskan rancangan naskah akademik konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau, meliputi: a. Pedoman pembangunan pelabuhan sungai dan danau, b. Pedoman pengoperasian pelabuhan sungai dan danau, c. Pedoman perawatan pelabuhan sungai dan danau, d. Pedoman pengusahaan pelabuhan sungai dan danau, e. Pedoman berlalu lintas di alur pelayaran sungai dan danau,
3
Batasan kegiatan Studi Penyusunan Pedoman di Bidang Transportasi Sungai dan Danau adalah berupa penyusunan konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau yang efektif, efisien, tepat dan berbasis kinerja serta dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat untuk mendukung kebijaksanaan dalam perencanaan bidang keselamatan transportasi sungai dan danau.
E. Hasil yang Diharapkan
Keluaran (output) dari kegiatan studi ini adalah tersusunnya lima konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam kegiatan transportasi di sungai dan danau yang efektif, efisien, tepat dan berbasis kinerja serta dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat untuk mendukung kebijakan di bidang transportasi sungai dan danau.
4
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Ketentuan Umum Transportasi Sungai dan Danau
Pada UU 17/2008 Tentang Pelayaran dan KEPMEN 73/2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau tercantum beberapa definisi dan ketentuan umum yang perlu dipahami dalam menyusun pedoman di bidang transportasi sungai dan danau, yaitu: 1. Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau
memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal (pasal 1 (3) UU 17/2008);
2. Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir, kanal dan terusan untuk mengangkut penumpang, barang dan/atau hewan yang diselenggarakan oleh pengusaha angkutan sungai dan danau;
3. Angkutan Sungai dan Danau Khusus adalah kegiatan angkutan sungai dan danau yang dilakukan untuk melayani kepentingan sendiri dalam menunjang usaha pokoknya serta tidak melayani pihak lain;
4. Kapal Sungai dan Danau adalah kapal yang dilengkapi dengan alat penggerak motor atau bukan motor yang digunakan untuk angkutan sungai dan danau;
5. Trayek Angkutan Sungai dan Danau yang selanjutnya dalam ketentuan ini disebut trayek adalah lintasan untuk pelayanan jasa angkutan umum sungai dan danau yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal.
6. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah (pasal 1 (14) UU 17/2008);
7. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.
6
8. Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan ruang pelabuhan berupa peruntukan rencana tata guna tanah dan perairan di Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan.
Angkutan sungai dan danau merupakan salah satu jenis dari Angkutan di Perairan (pasal 6 UU 17/2008). Di mana substansi pokok mengenai pengaturan penyelenggaraan angkutan sungai dan danau dalam pasal 18 s.d 20 UU 17/2008 diantaranya adalah: 1. Kapal yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan kelaiklautan
kapal; 2. Kegiatan angkutan sungai dan danau dapat dilaksanakan dengan
menggunakan trayek tetap dan teratur atau trayek tidak tetap dan tidak teratur;
3. Kegiatan angkutan sungai dan danau dilarang dilakukan di laut kecuali mendapat izin dari Syahbandar dengan tetap memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal.
Untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha angkutan sungai dan danau setiap operator harus memiliki (1) izin usaha angkutan sungai dan danau dan (2) izin trayek yang diberikan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri sesuai kewenangannya masing-masing (pasal 28 (3, 4) UU 17/2008).
B. Pengembangan Pelabuhan Sungai dan Danau
Pelabuhan sungai dan danau merupakan salah satu jenis pelabuhan (pasal 70 (1) UU 17/2008). Penetapan penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai lokasi pelabuhan dilakukan oleh Menteri yang disertai dengan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan (pasal 72 UU 17/2008). Berdasarkan UU 17/2008, maka secara umum terdapat 2 jenis kegiatan di pelabuhan, yaitu: 1. Kegiatan kepemerintahan yang meliputi: (a) pengaturan dan
pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelabuhan, (b) keselamatan dan keamanan pelayaran yang dilaksanakan oleh Syahbandar; dan/atau (c) kepabeanan, (d) keimigrasian; (e) kekarantinaan;
2. Kegiatan pengusahaan yang terdiri atas: (a) penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan dan (b) jasa terkait dengan kepelabuhanan.
Sesuai pasal 98 UU 17/2008, pemberian izin pembangunan dan izin pengoperasian pelabuhan sungai dan danau dilakukan oleh bupati/walikota. Pembangunan pelabuhan sungai dan danau dilaksanakan berdasarkan (1) persyaratan teknis kepelabuhanan, (2) kelestarian
7
lingkungan, dan (3) dengan memperhatikan keterpaduan intra dan antarmoda transportasi.
1. Rencana Induk Pelabuhan
Di dalam infrastruktur angutan sungai dan danau terdapat pula pelabuhan tempat bersandar kapal-kapal angkutan sungai dan danau. Sebagai gambaran mengenai pelabuhan sungai dan danau perlu diketahui prinsip-prinsip yang ada di Rencana Induk Pelabuhan sesuai dengan PP No.61 tahun 2009 tentang Kepelabuhan adalah: a. Untuk keperluan pelayanan jasa kepelabuhanan, keselamatan
pelayaran dan fasilitas penunjang pelabuhan sungai dan danau, penyelenggara pelabuhan sungai dan danau menyusun rencana induk pelabuhan, terdiri dari: 1) jangka panjang yaitu di atas 15 (lima belas) tahun sampai
dengan 20 (dua puluh) tahun; 2) jangka menengah yaitu di atas 10 (sepuluh) tahun sampai
dengan 15 (lima belas) tahun; dan 3) jangka pendek yaitu 5 (lima) tahun sampai dengan 10
(sepuluh) tahun. b. Penyusunan rencana induk pelabuhan sungai dan danau
dilakukan dengan memperhatikan: 1) Rencana Induk Pelabuhan Nasional; 2) Rencana tata ruang wilayah provinsi; 3) Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; 4) Keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait
di lokasi pelabuhan; 5) Kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan; dan 6) Keamanan dan keselamatan lalu lintas kapal.
c. Rencana induk pelabuhan sungai dan danau meliputi: 1) Rencana peruntukan lahan daratan; dan 2) Rencana peruntukan perairan.
d. Rencana peruntukan lahan daratan dan perairan digunakan untuk menentukan kebutuhan penempatan fasilitas dan kegiatan operasional pelabuhan sungai dan danau yang meliputi:
1) Daerah Lingkungan Kerja
2) Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan e. Kegiatan penunjang kepelabuhanan, Rencana peruntukan lahan
daratan, disusun untuk penyediaan kegiatan: 1) Fasilitas pokok, antara lain:
a) Dermaga; b) Terminal penumpang; c) Penimbangan kendaraan bermuatan (angkutan barang); d) Jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way);
8
e) Perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa;
f) Fasilitas bunker; g) Instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi; h) Akses jalan dan/atau jalur kereta api; i) Fasilitas pemadam kebakaran; dan j) Tempat tunggu (lapangan parkir) kendaraan bermotor
sebelum naik ke kapal.
2) Fasilitas penunjang, antara lain: a) Kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran
pelayanan jasa kepelabuhanan; b) Tempat penampungan limbah; c) Fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan
penyeberangan; d) Areal pengembangan pelabuhan; dan e) Fasilitas umum lainnya.
f. Rencana peruntukan perairan, disusun untuk penyediaan kegiatan: 1) Fasilitas pokok antara lain:
a) Alur pelayaran, b) Fasilitas sandar kapal; c) Perairan tempat labuh; dan d) Kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak
kapal. 2) Fasilitas penunjang, antara lain:
a) Perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;
b) Perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal;
c) Perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar); d) Perairan untuk keperluan darurat; dan e) Perairan untuk kapal pemerintah.
g. Luas rencana peruntukan lahan daratan dan perairan pelabuhan sungai dan danau ditetapkan dengan menggunakan pedoman teknis kebutuhan lahan daratan dan perairan.
2. Klasifikasi Pelabuhan Sungai dan Danau
Klasifikasi Pelabuhan sesuai dengan PP No.61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan. Klasifikasi pelabuhan ditetapkan dengan memperhatikan: a. Fasilitas pelabuhan yang terdiri dan fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang, b. Volume operasional pelabuhan,
9
c. Peran dan fungsi pelabuhan.
C. Pengoperasian Pelabuhan Sungai dan Danau
1. Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau
Sesuai pasal 14 PP 82/1999 dan Kepmen 73/2004, Penyelenggaraan angkutan sungai dan danau dilakukan: a. oleh perusahaan angkutan sungai dan danau; b. dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia yang
memenuhi persyaratan kelaikan dan diperuntukkan bagi angkutan sungai dan danau; dan di wilayah operasi perairan daratan.
Wilyah operasi angkutan sungai dan danau meliputi sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal dan terusan. Dalam penyelenggaraan angkutan sungai dan danau harus memperhatikian keselamatan dan keamanan pelayaran meliputi keselamatan dan keamanan angkutan di (1) perairan, (2) pelabuhan, serta (3) perlindungan lingkungan maritim (pasal 116 (1) UU 17/2008). Adapun pengertian dari masing-masing elemen keselamatan dan keamanan pelayaran tersebut adalah sebagai berikut: a. Keselamatan dan keamanan angkutan perairan yaitu kondisi
terpenuhinya persyaratan: (a) kelaiklautan kapal yang ditunjukkan melalui sertifikat dan surat kapal, dan (b) kenavigasian (pasal 117, 118 UU 17/2008);
b. Keselamatan dan keamanan pelabuhan yaitu kondisi terpenuhinya manajemen keselamatan dan sistem pengamanan fasilitas pelabuhan meliputi: (a) prosedur pengamanan fasilitas pelabuhan, (b) sarana dan prasarana pengamanan pelabuhan, (c) sistem komunikasi, dan (d) personil pengaman (pasal 121 UU 17/2008);
c. Perlindungan lingkungan maritim yaitu kondisi terpenuhinya prosedur dan persyaratan pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan: (a) kepelabuhanan, (b) pengoperasian kapal, (c) pengangkutan limbah, bahan berbahaya, dan beracun di perairan, (d) pembuangan limbah di perairan, dan (e) penutuhan kapal (pasal 123 UU 17/2008).
2. Persyaratan Operasional Angkutan Sungai dan Danau
Sesuai pasal 4 KEPMEN 73/2004, maka setiap kapal yang melayani angkutan sungai dan danau, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. memenuhi persyaratan teknis/kelaikan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
10
b. memiliki fasilitas sesuai dengan spesifikasi teknis prasarana pelabuhan pada trayek yang dilayani;
c. memiliki awak kapal sesuai dengan ketentuan persyaratan pengawakan untuk kapal sungai dan danau;
d. memiliki fasilitas utama dan/atau fasilitas pendukung baik bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang, barang dan/atau hewan, sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku;
e. mencantumkan identitas perusahaan/pemilik dan nama kapal yangditempatkan pada bagian kapal yang mudah dibaca dari samping kiri dan kanan kapal;
f. mencantumkan informasi/petunjuk yang diperlukan dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Selain itu, semua kapal angkutan sungai dan danau wajib memenuhi persyaratan seperti disampaikan pada pasal 5 dan 6 KEPMEN 73/2004 sebagai berikut: a. Setiap kapal berukuran tonase kotor sama dengan atau lebih dari
GT 7 (≥ GT 7) yang diop erasikan hanya di perairan daratan (sungai dan danau), dilakukan: 1) Pengukuran kapal sampai dengan GT 300 2) Pengawasan keselamatan kapal 3) Pemeriksaan radio/elektronik kapal 4) Penerbitan pas perairan daratan 5) Pencatatan kapal dalam buku register pas perairan daratan 6) Pemeriksaan konstruksi 7) Pemeriksaan permesinan kapal 8) Penerbitan sertifikat keselamatan kapal 9) Pemeriksaan perlengkapan kapal 10) Penerbitan dokumen pengawakan kapal
b. Pelaksanaan urusan kapal berukuran tonase kotor sama dengan atau lebih dari GT 7 (≥ GT 7) yang akan dioperasikan dilakukan oleh Gurbenur.
c. Kapal berukuran tonase kotor kurang dari GT 7 (<GT7) yang dioperasikan hanya di perairan daratan (sungai dan danau), dilakukan : 1) Pengawasan keselamatan kapal 2) Pengukuran kapal 3) Penerbitan pas perairan daratan 4) Pencatatan kapal dalam buku register pas perairan daratan 5) Pemeriksaan konstruksi kapal 6) Pemeriksaan permesinan kapal 7) Pemeriksaan perlengkapan kapal 8) Penerbitan sertifikat keselamatan kapal 9) Penerbitan dokumen pengawakan kapal 10) Pemberian Surat Izin Berlayar
11
d. Pelaksanaan urusan kapal berukuran tonase kotor kurang dari GT 7 (<GT7) yang akan dioperasikan dilakukan oleh Bupati/Walikota.
Adapun untuk awak kapal yang bertugas dalam pengoperasian kapal untuk pelayanan angkutan sungai dan danau, wajib: a. memakai pakaian yang sopan atau pakaian seragam bagi awak
kapal perusahaan; b. memakai kartu tanda pengenal awak kapal sesuai yang
dikeluarkan oleh perusahaan; c. bertingkah laku sopan dan ramah; d. tidak minum minuman yang mengandung alkohol, obat bius,
narkotika maupun obat lain yang dapat mempengaruhi pelayanan dalam pelayaran;
e. mematuhi waktu kerja, waktu istirahat dan pergantian awak kapal spesuai dengan ketentuan yang berlaku.
D. Perawatan Pelabuhan Sungai dan Danau
1. Pemeliharaan Kepelabuhanan
Sesuai PP No.61 tahun 2009 tentang kepelabuhan, pada pasal 44 ayat 4 disebutkan; dalam kondisi tertentu pemeliharaan kolam pelabuhan dan alur-pelayaran dapat dilaksanakan oleh pengelola terminal untuk kepentingan sendiri yang dituangkan dalam perjanjian konsesi untuk kelancaran operasional atau olah gerak kapal. Pemeliharaan kolam pelabuhan dilakukan secara berkala agar tetap berfungsi. Pada pasal 55 PP No.61 tahun 2009 disebutkan pemeliharaan alur-pelayaran yang dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan Pasal 44 dilakukan agar perjalanan kapal keluar dari atau masuk ke pelabuhan berlangsung dengan lancar. Pemeliharaan alur-pelayaran di pelabuhan dilakukan secara berkala agar tetap berfungsi. Pemeliharaan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran yang dilaksanakan oleh Otoritas Pelabuhan danUnit Penyelenggara Pelabuhan Untuk menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan, Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dalam setiap penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan harus melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan. Dalam PP No.61 tahun 2009 pasal 63 pemeliharaan fasilitas pelabuhan dilakukan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan. pemeliharaan fasilitas pelabuhan, penerapannya didasarkan pada rencana desain konstruksi untuk fasilitas pokok dan fasilitas penunjang.
12
2. Perlindungan Lingkungan Perairan
Sesuai pasal 226 UU 17/2008, maka penyelenggaraan perlindungan lingkungan Perairan dilakukan oleh Pemerintah melalui: a. pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari pengoperasian
kapal; b. pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan
kepelabuhanan; c. pembuangan limbah di perairan dan penutuhan kapal.
3. Pengerukan dan Reklamasi
Untuk membangun dan memelihara alur-pelayaran dan kolam pelabuhan serta kepentingan lainnya (misalnya: pembangunan pelabuhan, penahan gelombang, penambangan, dlsb) dapat dilakukan pekerjaan pengerukan (pasal 99 PP 5/2010). Pelaksanaan pekerjaan pengerukan tersebut wajib memenuhi persyaratan teknis yang meliputi:
a. keselamatan dan keamanan berlayar; b. kelestarian lingkungan; c. tata ruang perairan; dan d. tata pengairan khusus untuk pekerjaan di sungai dan danau.
Pekerjaan pengerukan di alur-pelayaran sungai dan danau harus mendapat izin dari: Menteri untuk pekerjaan pengerukan di alur-pelayaran Kelas I, gubernur untuk pekerjaan pengerukan di alur-pelayaran Kelas II, dan bupati/walikota untuk pekerjaan pengerukan di alurpelayaran Kelas III (pasal 101 PP 5/2010). Untuk membangun pelabuhan dan terminal khusus yang berada di perairan dapat dilaksanakan pekerjaan reklamasi (pasal 103 (1) PP 5/2010). Pelaksanaan pekerjaan reklamasi tersebut harus memenuhi persyaratan teknis yang meliputi (pasal 103 (4) PP 5/2010):
a. kesesuaian dengan Rencana Induk Pelabuhan bagi kegiatan reklamasi yang lokasinya berada di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan atau rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan bagi kegiatan pembangunan terminal khusus;
b. keselamatan dan keamanan berlayar; c. kelestarian lingkungan; dan d. desain teknis.
13
E. Pengusahaan Pelabuhan Sungai dan Danau
1. Penyelenggaraan Angkutan Barang Dan/Atau Hewan
Ketentuan umum mengenai penyelenggaraan angkutan barang dan/atau hewan adalah sebagai berikut: a. Pengangkutan barang dan/atau hewan tidak dibatasi trayeknya,
yang dimulai dari tempat pemuatan sampai ke tempat tujuan pembongkaran (ps 18 KEPMEN 73/2004);
b. Pengangkutan barang dan/atau hewan dilakukan dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia (ps 19 KEPMEN 73/2004);
c. Pengangkutan barang dan/atau hewan terdiri dari: (a) barang umum dan/atau hewan, dan (b) barang khusus dan bahan berbahaya (ps 20 KEPMEN 73/2004).
Adapun ciri-ciri pelayanan, ketentuan umum, dsb untuk setiap jenis angkutan barang disampaikan pada Tabel 2.1. Selain, itu angkutan barang dapat pula disediakan dalam konteks angkutan khusus yaitu angkutan sungai dan danau yang dilakukan untuk menunjang usaha tertentu untuk kepentingan sendiri, misalnya usaha di bidang: pertanian dan perkebunan, peternakan dan perikanan, perindustrian, pertambangan dan energi, atau usaha tertentu di bidang lainnya. Angkutan sungai dan danau khusus ini dapat dilakukan oleh badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Koperasi atau perorangan Warga Negara Indonesia.
14
Tabel 2.1 Pengaturan penyelenggaraan angkutan barang sungai dan danau (berdasarkan KEPMEN No.73 tahun 2004)
No Ketentuan Jenis perangkutan barang
Perangkutan barang umum Perangkutan hewan Perangkutan barang khusus*) Perangkutan barang berbahaya**)
1 Ciri-ciri
pelayanan • tersedia fasilitas untuk
memuat dan membongkar barang;
• dilayani dengan kapal pengangkut barang yang memenuhi persyaratan teknis / kelaikan
• tersedia fasilitas untuk memuat dan menurunkan hewan;
• dilayani dengan kapal pengangkut hewan yang memenuhi persyaratan teknis / kelaikan
• tersedia tempat dan fasilitas peralatan memuat dan membongkar barang;
• menggunakan kapal yang memenuhi persyaratan teknis / kelaikan, sesuai dengan jenis barang khusus yang diangkut.
• Tersedianya tempat serta fasilitas perlengkapan untuk memuat dan membongkar;
• menggunakan kapal yang memenuhi persyaratan teknis / kelaikan;
• mempunyai dokumen bahan berbahaya dari instansi yang berwenang;
• memiliki tanda‐tanda khusus untuk bahan berbahaya.
Ketentuan
pengangkutan,
memuat dan
membongkar
barang
• dilakukan pada tempat‐tempat yang tidak mengganggu keselamatan, keamanan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas;
• barang umum yang dimuat ke dalam kapal, harus ditutup dengan bahan yang tidak mudah rusak.
• Pemuatan barang umum di dalam kapal harus disusun dengan baiksedemikian rupa, sehingga beban dapat merata secara proporsional sesuai dengan tata cara pemuatan barang umum
• dilakukan pada tempat‐tempat yang tidak mengganggu keselamatan, keamanan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas;
• hewan yang dimuat ke dalam kapal, harus ditempatkan dan diikat secara teratur serta diberi atap agar tidak kena panas/sinar matahari secara langsung dan tidak kena hujan atau air.
• Pemuatan hewan di dalam kapal harus ditata dengan baik sedemikian rupa, sehingga beban dapat merata secara proporsional Sesuai tata cara pemuatan hewan
• sebelum pelaksanaan harus dipersiapkan dan diperiksa alat bongkar muat yang sesuai dengan barang khusus yang akan diangkut;
• dilakukan pada tempat‐tempat yang telah ditetapkan dan tidak mengganggu keamanan, keselamatan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas;
• pemuatan barang khusus dalam ruang muatan kapal harus disusun sehingga beban muatan dapat merata secara proporsional untuk menjamin stabilitas kapal;
• tidak mengganggu kelestarian lingkungan.
• Pengangkutan barang khusus dapat dilakukan dengan cara dihanyutkan, ditarik/dihela, digandeng atau didorong sesuai dengan jenis barang yang
• Untuk keselamatan dan keamanan, pengangkutan bahan berbahaya, pengangkut bahan berbahaya wajib melaporkan angkutannya kepada Kepala Dinas Provinsi / Kabupaten / Kota setempat sesuai kewenangannya sebelum pelaksanaan pengangkutan
• Kapal angkutan berbahaya harus memenuhi persyaratan sbb: - memasang plakat yang memuat tanda khusus
yang harus melekat pada sisi kiri, kanan, depan dan belakang kapal;
- menyediakan peralatan pencegah dan penanggulangan kebakaran;
- radio komunikasi, yang berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi antara pemimpin kapal dengan pusat pengendali operasi dan/atau sebaliknya;
- kaca mata dan masker untuk awak kapal; - sarung tangan dan baju pengaman - lampu tanda bahaya berwarna kuning yang
ditempatkan di atas atap kapal; - perlengkapan pencegahan dan penanggulangan
15
No Ketentuan Jenis perangkutan barang
Perangkutan barang umum Perangkutan hewan Perangkutan barang khusus*) Perangkutan barang berbahaya**)
diangkut • Apabila barang khusus yang
diangkut menonjol melebihi bagian belakang terluar kapal pengangkutnya dan pengangkutan barang khusus dengan cara dihanyutkan, ditarik/dihela, digandeng atau didorong harus diberi tanda pada bagian terluar sisi kiri, kanan : untuk siang hari dengan bendera merah dan untuk malam hari dengan lampu kuning
pencemaran di sungai dan danau. • sebelum memuat dan membongkar bahan
berbahaya, harus dipersiapkan dan diperiksa alat bongkar muat serta peralatan pengamanan darurat;
• dilakukan pada tempat‐tempat yang telah ditentukan dan tidak mengganggu keamanan, keselamatan, kelancaran dan ketertiban lalu lintasserta masyarakat di sekitarnya;
• apabila dalam pelaksanaan diketahui ada tempat atau kemasan yang rusak, maka kegiatan tersebut harus dihentikan;
• selama pelaksanaan harusdiawasi oleh pengawas yang memiliki kualifikasi, sesuai dengan peraturan perundang‐undangan yang berlaku
• Bahan berbahaya yang akan diangkut harus terlindung dalam tempat atau kemasan, sesuai dengan peraturan perundang‐undangan yang berlaku.
• Bahan berbahaya harus diikat dengan kuat dan disusun dengan baik, sehingga beban muatan dapat merata secara proporsional pada kapal.
Keterangan:
*) Pengangkutan barang khusus dilakukan dengan menggunakan kapal sesuai dengan jenis peruntukannya. Adapun klasifikasinya antara lain angkutan: kayu gelondongan/logs,
batangan pipa/besi/rel, barang curah, barang cair, barang yang memerlukan fasilitas pendingin, tumbuh‐tumbuhan dan hewan hidup, peti kemas, alat‐alat berat, barang khusus
lainnya.
**) Pengangkutan bahan berbahaya dilakukan dengan menggunakan kapal yang memenuhi persyaratan teknis / kelaikan. Bahan berbahaya diklasifikasikan sebagai berikut : mudah
meledak; gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau pendinginan tertentu; cairan yang mudah menyala; padatan yang mudah menyala; oksidator, peroksida organik; beracun
dan bahan yang mudah menular; radioaktif; korosif.
16
2. Perizinan Angkutan Sungai dan Danau
Terdapat sejumlah perizinan yang harus dipenuhi oleh pengusaha untuk dapat melakukan kegiatan angkutan sungai dan danau, diantaranya: a.
Sesuai ketentuan pada pasal 28 KEPMEN 73/2004 maka untuk melakukan usaha angkutan orang, barang dan/atau hewan di sungai dan danau, wajib memiliki izin usaha angkutan sungai dan danau yang berlaku berlaku selama perusahaan/pemilik yang bersangkutan masihmenjalankan kegiatan usahanya dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam izin yang bersangkutan. Izin usaha tersebut berlaku juga untuk cabang / perwakilan perusahaan yang bersangkutan di seluruh Indonesia.
Izin usaha angkutan
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengusaha untuk mendapatkan izin usaha angkutan sungai dan danau sesuai ketentuan pada pasal 29 KEPMEN 73/2004 adalah: 1) perorangan Warga Negara Indonesia, Badan Hukum
Indonesia berbentuk PT, BUMN, BUMD atau Koperasi, yang didirikan khusus untuk usaha itu;
2) memiliki akte pendirian perusahaan bagi pemohon yang berbentuk BadanHukum Indonesia atau Kartu Tanda Penduduk bagi Warga Negara Indonesia perorangan yang mengajukan permohonan izin usaha angkutan sungai dan danau;
3) pernyataan tertulis sanggupmemiliki sekurang‐kurangnya 1 (satu) unit kapal yang memenuhi persyaratan teknis / kelaikan sesuai dengan peruntukan dan rencana trayek yang akan dilayani, sesuai dengan peraturan perundang‐undangan yang berlaku,
4) memiliki surat keterangan domisili perusahaan / pemilik; 5) memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
b.
Adapun prosedur perolehan izin usaha angkutan sungai dan danau sesuai ketentuan pada pasal 40 dan 41 KEPMEN 73/2004 adalah sbb:
Prosedur perolehan izin usaha angkutan
1) Permohonan izin usaha, diajukan kepada: (a) Bupati/Walikota setempat, sesuai dengan domisili perusahaan / pemilik; atau (b) Gubernur / Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, untuk pemohon yang berdomisili di Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
2) Pemberian izin usaha atau penolakan permohonan izin usaha diberikan selambat‐lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
17
3. Persetujuan Pengoperasian Kapal
Sesuai ketentuan pasal 43 KEPMEN 73/2004, untuk dapat mengoperasikan kapal pada trayek yang telah ditetapkan, maka pengusaha yang telah mendapatkan izin usaha angkutan harus mengajukan permohonan persetujuan pengoperasian kapal angkutan sungai dan danau yang diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Adapun prosedur untuk mendapatkan persetujuan pengoperasian kapal sesuai ketentuan pada pasal 43, 44 KEPMEN 73/2004 adalah sebagai berikut: a. Permohonan persetujuan pengoperasian kapal angkutan sungai
dan danau diajukan kepada : 1) Gubernur sebagai tugas dekonsentrasi, untuk trayek
angkutan sungai dandanau antar negara dan trayek angkutan sungai dan danau antar kota antar propinsi;
2) Gubernur untuk trayek angkutan sungai dan danau antar kota dalam propinsi;
3) Bupati / Walikota untuk trayek angkutan sungai dan danau dalam kabupaten/kota
b. Pemberian atau penolakan persetujuan pengoperasian kapal angkutan orang diberikan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap;
c. Untuk pengusaha angkutan barang dan/atau hewan tidak diperlukan persetujuan pengoperasian kapal.
Persetujuan pengoperasian kapal juga diperlukan untuk angkutan khusus sungai dan danau. Adapun persyaratan pemberian persetujuan pengoperasian kapal angkutan khusus sungai dan danau, sesuai ketentuan pasal 47 KEPMEN 73/3004 adalah: a. memiliki izin usaha pokoknya; b. memiliki kapal berbendera Indonesia yang memenuhi
persyaratan teknis/ kelaikan; c. memiliki tenaga ahli dibidang angkutan sungai dan danau. Sedangkan prosedur untuk mendapatkan persetujuan pengoperasian kapal angkutan khusus sungai dan danau, sesuai ketentuan pasal 48, 49 KEPMEN 73/2004 adalah: a. Permohonan persetujuan pengoperasian kapal angkutan khusus
sungai dan danau diajukan kepada : 1) Gubernur sebagai tugas dekonsentrasi, untuk trayek
angkutan sungai dandanau antar negara dan trayek angkutan sungai dan danau antar kota antar propinsi;
2) Gubernur untuk trayek angkutan sungai dan danau antar kota dalam propinsi;
18
3) Bupati/Walikota untuk trayek angkutan sungai dan danau dalam kabupaten/kota.
b. Persetujuan pengoperasian kapal diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang dan diberikan kepada perusahaan yang mengoperasikan kapal untuk angkutan khusus sungai dan danau pada trayek yang telah ditetapkan;
c. Pemberian atau penolakan persetujuan pengoperasian kapal angkutan khusus sungai dan danau diberikan selambat‐lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
4. Tarif Angkutan Sungai dan Danau
Ketentuan mengenai tarif angkutan sungai dan danau diatur pada pasal 61 KEPMEN 73/2004, yaitu: a. Tarif angkutan sungai dan danau terdiri dari tarif penumpang
serta tarif barang dan/atau hewan. b. Tarif angkutan penumpang ditetapkan oleh :
1) bupati/walikota untuk angkutan sungai dan danau dalam kabupaten/kota;
2) gubernur untuk angkutan sungai dan danau lintas kabupaten/kota dalam provinsi;
3) menteri untuk angkutan sungai dan danau lintas antar provinsi atau antar negara didekonsentrasikan kepada pemerintah provinsi, sesuai tempat domisili perusahaan / pemilik kapal. berdasarkan formula tarif.
c. Tarif angkutan barang dan hewan berdasarkan kesepakatan antara penyedia jasa dan pengguna jasa.
F. Lalu-lintas di Sungai dan Danau
1. Jaringan Transportasi Sungai dan Danau
Pada pasal 2 KEPMEN 73/2004 disampaikan bahwa penetapan trayek dilakukan dengan memperhatikan pengembangan wilayah potensi angkutan dan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang tersusun dalam satu kesatuan tatanan transportasi nasional. Trayek tersebut berfungsi untuk menghubungkan simpul pada pelabuhan sungai, danau, dan pelabuhan laut yang berada dalam satu alur. Dalam hal ini penyelenggaraan angkutan sungai dan danau, dilakukan dalam trayek tetap dan teratur serta dalam trayek tidak tetap dan tidak teratur dengan wilayah operasi angkutan sungai dan danau meliputi sungai, danau, waduk, rawa, banjir, kanal dan terusan. Selanjutnya, sesuai pasal 12 (1,2) KEPMEN 73/2004 untuk pelayanan angkutan sungai dan danau dalam trayek tetap dan teratur dilakukan dalam jaringan trayek yang terdiri dari:
19
a. trayek utama, yaitu menghubungkan antar pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyebaran;
b. trayek cabang, yaitu menghubungkan antara pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyebaran dengan yang bukan berfungsi sebagai pusat penyebaran atau antar pelabuhan sungai dan danau yang bukan berfungsi sebagai pusat penyebaran.
Penetapan jaringan trayek angkutan sungai dan danau tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan hal‐hal sebagai berikut: a. tatanan kepelabuhanan nasional; b. adanya kebutuhan angkutan (demand); rencana dan/atau
ketersediaan pelabuhan sungai dan danau; c. ketersediaan kapal sungai dan danau (supply) sesuai dengan
spesifikasi teknis kapal dan spesifikasi pelabuhan pada trayek yang akan dilayani;
d. potensi perekonomian daerah. Adapun pihak yang berwenang menetapkan jaringan trayek angkutan sungai dan danau sesuai pasal 12 (4, 5, 6) KEPMEN 73/2004 adalah: a. Trayek tetap dan teratur untuk pelayanan angkutan dalam
kabupaten/kota, ditetapkan oleh Bupati/Walikota. b. Trayek tetap dan teratur untuk pelayanan angkutan antar
kabupaten/kota dalam propinsi, ditetapkan oleh Gubernur. c. Trayek tetap dan teratur untuk pelayanan angkutan lintas batas
antar Negara dan antar propinsi, ditetapkan oleh Gubernur tempat domisili perusahaan/pemilik kapal sebagai tugas Dekonsentrasi.
Sedangkan untuk angkutan tidak dalam trayek yang tetap dan teratur (untuk penumpang, barang, dan hewan) dapat dilakukan dengan cara sewa/charter. Pelaksanaannya tidak dibatasi dalam trayek. Termasuk di dalamnya adalah angkutan wisata. (pasal 15 dan 16 KEPMEN 73/2004). Adapun ciri-ciri pelayanan untuk setiap jenis trayek tersebut disampaikan pada Tabel 2.2 berikut.
20
Tabel 2.2 Ciri-ciri pelayanan trayek tetap dan teratur
No Klasifikasi trayek
Ciri-ciri pelayanan yang disyaratkan
Penjadualan Fungsi pelabuhan yang dilayani Kapal yang melayani
1 Trayek utama (tetap dan teratur)
mempunyai jadwal tetap, sebagaimana tercantum dalam jadwal perjalanan pada persetujuan operasi angkutan sungai dan danau
melayani angkutan antar pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyebaran dengan ciri‐ciri melakukan pelayanan ulang alik secara tetap
dilayani oleh kapal yang memenuhi persyaratan teknis / kelaikan, baikuntuk pelayanan ekonomi dan/atau untuk pelayanan non ekonomi
2 Trayek cabang (tetap dan teratur)
mempunyai jadwal tetap, sebagaimana tercantum dalam jadwal perjalanan pada persetujuan operasi angkutan sungai dan danau
melayani angkutan antar pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat penyebaran dengan yang bukan berfungsi sebagai pusatpenyebaran atau antar pelabuhan sungai dan danau yang bukanberfungsi sebagai pusat penyebaran, dengan ciri‐ciri melakukan pelayanan ulang alik secara tetap
dilayani oleh kapal yang memenuhi persyaratan teknis / kelaikan, baikuntuk pelayanan ekonomi dan/atau untuk pelayanan non ekonomi
3 Trayek tidak tetap dan tidak teratur
tidak berjadwal pelayanan angkutan dari dan ke tempat tujuan
penyewaan/charter dapat dilakukan dengan maupun tanpa awak kapal
Sumber: ditabelkan dari pasal 13 KEPMEN 73/2004
2. Lingkup Kegiatan Lalu-lintas Sungai dan Danau
Lingkup kegiatan suatu sistem lalu-lintas akan terkait dengan obyek yang dikelola, subyek pengelola, dan lokasi dari pelaksanaan lalu lintas tersebut. Pada Tabel 2.3 disampaikan potensi lingkup dari kegiatan lalu lintas sungai dan danau. Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam menyusun pedoman di bidang transportasi sungai dan danau tersebut adalah dengan menyediakan penjelasan sedetail-detailnya mengenai wewenang, tugas, dan tanggung jawab dari setiap pihak terkait berikut dengan sistem organisasinya serta tatacara serta prosedur dalam melaksanakan kegiatan atau peran yang menjadi tanggung jawabnya.
Tabel 2.3 Lingkup kegiatan berlalu lintas di sungai dan danau
No Aspek Lingkup Konteks manajemen lalulintas 1 Obyek 1) Lalu lalu lintas kapal sungai
dan danau 2) Lalulintas obyek lain yang
menggunakan sungai
Mengendalikan interaksi: (1) antar obyek lalu lintas sungai dan danau, dan (2) antara obyek dengan lingkungannya untuk tercapainya
21
(logging, lalulintas kapal laut)
tujuan manajemen lalu lintas sungai dan danau yang ditetapkan
2 Lokasi 1) di wilayah perairan pelabuhan sungai dan danau
2) di alur pelayaran sungai dan danau
Mengupayakan agar penyediaan fasilitas navigasi dan fasilitas terkait lainnya di perairan pelabuhan dan di alur pelayaran memenuhi persyaratan teknis sesuai kebutuhan kebijakan pengendalian lalu lintas sungai dan danau yang ditetapkan
3 Subyek 1) Regulator (UPT pelabuhan, dinas perhubungan)
2) Operator kapal sungai dan danau (baik yang diusahakan maupun tidak diusahakan)
3) Masyarakat luas yang terkait sebagai pengguna maupun bukan pengguna
Mengupayakan agar semua stalekeholders terkait menjalankan seluruh tugas dan kegiatannya dalam lalu lintas sungai dan danau sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
4 Kegiatan 1) Perencanaan manajemen lalu lintas sungai dan danau
2) Pelaksanaan manajemen lalu lintas sungai dan danau
3) Pengawasan dan pengendalian manajemen lalu lintas sungai dan danau
Mengontrol manajemen lalu lintas sungai dan danau agar dapat dijalankan secara efektif dan efisien dengan melakukan perencanaan, pengawasan implementasi, serta evaluasi terhadap keberhasilannya
Kondisi penting lainnya yang harus diperhatikan adalah bahwa untuk melaksanakan kebijakan manajemen lalu lintas di suatu sungai dan danau, harus dengan sangat spesifik diketahui mengenai karakteristik sarana, prasarana, serta alur pelayaran yang ada, sehingga kebijakan pengaturan yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhan pengaturan yang ada di lapangan.
3. Benchmarking Regulasi Manajemen Lalu-lintas Sungai dan Danau di Negara Lain
Pada beberapa sub bab berikut disampaikan perbandingan regulasi manajemen lalu lintas sungai dan danau (atau sering disebut sebagai inland-waterway) yang diaplikasi di beberapa negara. a.
Regulasi mengenai manajemen lalu lintas sungai dan danau di AS diatur dalam US Federal Waterway Regulation Title 33 CFR 161 - Vessel Traffic Management. Adapun substansinya secara umum terdiri dari 3 bagian berikut:
Regulasi manajemen lalu lintas sungai dan danau di Amerika Serikat
1) Subpart A: VESSEL TRAFFIC SERVICES 2) Subpart B: VESSEL MOVEMENT REPORTING SYSTEM 3) Subpart C: VESSEL TRAFFIC SERVICE AND VESSEL
MOVEMENT REPORTING SYSTEM AREAS AND REPORTING POINTS
22
Adapun maksud dan tujuan dan lingkup pengaturannya disampaikan pada Tabel 2.4. Dari Tabel tersebut poin penting yang perlu diperhatikan bahwa dalam rangka melaksanakan manajemen lalu lintas di suatu alur pelayaran adalah (1) adanya suatu kelembagaan (di AS adalah VTS) yang bertanggung jawab atas perancangan, pengendalian, pelaporan, dan evaluasi navigasi dan pengaturan lalu lintas di suatu area alur pelayaran, dan (2) adanya sistem komunikasi melalui prosedur yang jelas antara pengatur (VRMS) dengan kapal untuk melaksanakan skema manajemen lalu lintas yang diterapkan.
Tabel 2.4 Maksud dan tujuan serta ruang lingkup pengaturan dalam Federal Waterway Regulation Title 33 CFR 161 - Vessel Traffic Management
No Bagian Maksud dan tujuan Ruang lingkup pengaturan 1. Subpart A:
VESSEL TRAFFIC SERVICES (VTS)
• Menyediakan informasi bagi para pelaut terkait dengan navigasi yang aman di suatu alur pelayaran,
• Secara khusus menyediakan rute kapal yang amat di sepanjang alur pelayaran yang padat dan/atau berbahaya
• VTS menyampaikan arahan untuk mengontrol pergerakan kapal untuk meminimasi resiko tubrukan antar kapal, atau kerusakan properti atau lingkungan
• Tugas dan tanggung jawab VTS dalam menyedikan petunjuk, atau menanggapi permintaan informasi dari kapal mengenai kondisi alur pelayaran di sepanjang area pengelolaan VTS (misalnya: kondisi alur yang berbahaya, tingkat kepadatan lalulintas, kondisi cuaca, pengaturan temporer, ketersediaan tempat labuh, dlsb
• VTS bertugas menetapkan peraturan atau arahan untuk meningkatkan keselamatan navigasi dan lalu lintas kapal dan untuk melindungi lingkungan, khususnya: menetapkan prosedur pelaporan, persyaratan operasi kapal, sistem rute berlalu lintas kapal
• VTS berkewajiban mengontrol, membimbing, atau me-manage lalu lintas kapal dengan cara mengatur waktu masuk, pergerakan, keberangkatan ke/dari/di dalam area tanggung jawab VTS
2. Subpart B: VESSEL MOVEMENT REPORTING SYSTEM (VMRS)
VMRS adalah suatu sistem yang digunakan untuk memonitor dan melacak pergerakan kapal di area VTS
• Kewajiban laporan kapal kepada VTC (Vessel Traffic Center) mengenai 3: rencana perjalanan sesaat sebelum masuk VTS/VRMS area, posisi kapal ketika memasuki dan selama di dalam area VTS/ VRMS (termasuk ketika berada reporting points), dan ketika kapal mencapai tujuan perjalanan;
• VTC bertugas mengarahkan kapal dengan menyediakan setiap informasi sesuai dengan IMO Standard Ship Reporting System dan menyediakan alternatifnya jika sistem utama tidak berfungsi.
3. Subpart C: VESSEL TRAFFIC SERVICE AND VESSEL
Menyampaikan mengenai pembagian wilayah VTS, VRMS, dan reporting points yang ada di AS
• Batas-batas wilayah VTS, VRMS; • Lokasi dari setiap titik reporting
points;
23
No Bagian Maksud dan tujuan Ruang lingkup pengaturan MOVEMENT REPORTING SYSTEM AREAS AND REPORTING POINTS
b.
Karena di UE banyak terdapat aliran sungai yang lintas negara maka dibentuklah Inland Transport Committee yang mengeluarkan beberapa regulasi. Adapun regulasi pokok yang sangat terkait dengan kegiatan ini adalah (1) Resolution No. 24 CEVNI-European Code for Inland Waterways (TRANS/SC.3/115/Rev.2), (2) Resolution No. 58 Guidelines And Criteria For Vessel Traffic Services On Inland Waterways (TRANS/SC.3/166). Adapun isi pokok dari kedua regulasi tersebut disampaikan pada Tabel 2.5 dan Tabel 2.6.
Regulasi manajemen lalu lintas sungai dan danau di Uni Eropa (UE)
Tabel 2.5 Isi pokok dari Resolution No. 24 CEVNI-European Code for Inland Waterways (TRANS/SC.3/115/Rev.2)
No Bagian Isi pokok 1 CHAPTER 1 -
GENERAL PROVISIONS
Menjelaskan mengenai definisi mengenai istilah penting yang digunakan, diantaranya tentang: nahkoda (boatmaster), tugas awak kapal, aturan untuk kondisi khusus, penggunaan alur pelayaran, berat muatan maksimum dan jumlah penumpang maksimum, regulasi navigasi, salvage, dlsb
2 CHAPTER 2 - MARKS AND DRAUGHT SCALES ON VESSELS; TONNAGE MEASUREMENT
Menjelaskan aturan mengenai tanda identitas kapal dan perahu, pengukuran kapal, tanda dan skala draft kapal, tanda identitas saat sauh/jangkar
3 CHAPTER 3 - VISUAL SIGNALS (MARKING) ON VESSELS
Menjelaskan ketentuan mengenai sinyal/tanda visual dari kapal untuk kondisi waktu siang maupun malam baik untuk kapal dalam kondisi berjalan, ketika berhenti, dan tanda-tanda khusus (misalnya: tanda untuk kapal petugas dan kapal kerja, sinyal kecelakaan, tanda larangan, dan tanda tambahan lainnya yang dibutuhkan)
4 CHAPTER 4 - SOUND SIGNALS ON VESSELS - RADIOTELEPHONY
Menjelaskan ketentuan mengenai penyediaan dan batasan penggunaan sinyal suara dan/atau radio telepon berikut dengan pengaturan mengenai jaringan telekomunikasinya
5 CHAPTER 5 - WATERWAY SIGNS AND MARKING
Menjelaskan ketentuan dan arti dari rambu yang ditempatkan di alur pelayaran baik yang sifatnya adalah larangan, perintah, batasan, anjuran, dan informasi Menjelaskan ketentuan mengenai kondisi penempatan setiap jenis marka yang digunakan untuk memfasilitasi pelaksanaan sistem navigasi
6 CHAPTER 6 - RULES OF THE ROAD
Menjelaskan mengenai aturan/ tata cara berlalu lintas di alur pelayaran baik dalam kondisi kapal berjalan lurus maupun membelok termasuk jika terjadi papasan antar kapal, bersilangan, dan menyalip Menjelaskan aturan-aturan berlalu lintas dalam kondisi khusus, misalnya: prioritas khusus, prosedur keberangkatan/kedatangan kapal, konvoi, pelabuhan/alur pelayaran khusus, tata cara ketika melewati jembatan, dlsb
24
No Bagian Isi pokok 7 CHAPTER 7 -
BERTHING RULES Menjelaskan mengenai aturan/tata cara berlabuh baik di dermaga ataupun saat melempar jangkar (termasuk tata cara berlabuh konvoi, bersisian, dlsb), izin berlabuh untuk beberapa jenis kapal khusus, pengawasan kapal saat berlabuh.
8 CHAPTER 8 - COMPLEMENTARY PROVISIONS
Menjelaskan kewajiban pelaporan bagi kapal yang membawa barang berbahaya dan tatacara komunikasi yang harus dilakukan di sepanjang perjalanan.
9 CHAPTER 9 - PREVENTION OF POLLUTION OF WATER AND DISPOSAL OF WASTE OCCURRING ON BOARD VESSELS
Menjelaskan ketentuan mengenai perintah dan larangan bagi kapal untuk melakukan kegiatan yang dapat mencemari lingkungan, diantaranya: membuang sampah, membuang benda ke sungai, pengecatan dan pencucian kapal, dlsb.
ANNEXES Informasi tambahan yang diperlukan diantaranya: sontoh surat identitas kapal, deskripsi tanda identitas kapal, deskripsi marka dan rambu alur, dlsb
SUPPLEMENT Ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku di negara-negara tertentu
Tabel 2.6 Isi pokok dari Resolution No. 58 Guidelines And Criteria For Vessel Traffic Services (VTS) on Inland Waterways (TRANS/SC.3/166)
No Bagian Isi pokok 1 INTRODUCTION Menjelaskan mengenai:
• kesesuaian pedoman ini dengan SOLAS regulation V/8-2 dan IMO Assembly Resolution A.857(20)
• Isi pedoman ini yang menjelaskan mengenai prinsip-prinsip dan persyaratan umum dalam mengoperasikan VTS dan kapal-kapal yang wajib ikut serta di suatu alur pelayaran daratan.
2 DEFINITIONS AND CLARIFICATIONS
Menjelaskan mengenai definisi dan klarifikasi istilah yang digunakan dalam pedoman, khususnya mengenai pengertian VTS, pihak yang berwenang menyelenggarakan VTS dan kelembagaannya, pembagian area VTS, istilah teknis yang digunakan dalam VTS
3 GENERAL CONSIDERATIONS FOR VESSEL TRAFFIC SERVICES ON INLAND WATERWAYS
Menjelaskan pengaturan mengenai: • Tujuan VTS yaitu untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi
sistem navigasi dan perlindungan lingkungan • Pembagian tugas dan tanggungjawab serta organisasi dalam
penyelenggaraan VTS • Jenis-jenis pelayanan yang harus disediakan oleh suatu VTS
menyangkut pelayanan informasi, manajemen lalu lintas, dlsb • Tata cara komunikasi antara VTS dengan kapal dan antar kapal serta
tata cara pelaporan kapal kepada VTS, serta aturan penyampaian informasi yang sifatnya perintah, anjuran, larangan, dan peringatan
4 GUIDANCE FOR PLANNING AND IMPLEMENTING VESSEL TRAFFIC SERVICES
Menjelaskan pengaturan mengenai: • Tanggungjawab pelaksanaan perencanaan dan pengimplementasian
VTS; • Panduan pelaksanaan perencanaan VTS berkenaan dengan
aplikabilitas skema pengaturan yang akan diterapkan baik dalam kondisi normal, lalu lintas kapal yang padat, pengangkutan barang berbahaya, kondisi berbahaya, dlsb
25
4. Lalu-lintas Sungai dan Danau Dalam PP 5/2010 Tentang Kenavigasian
Pada dasarnya manajemen lalu lintas sungai dan danau merupakan bagian dari sistem navigasi yang secara umum bertujuan untuk menciptakan kelancaran dan keselamatan lalu lintas kapal di alur pelayaran sungai dan danau. Pengaturan mengenai sistem kenavigasian di Indonesia disampaikan pada PP 5/2010 tentang Kenavigasian. Dalam PP 5/2010 ini secara umum dibahas mengenai navigasi di seluruh perairan, baik laut maupun sungai dan danau, namun jika dilihat substansinya, sebagian besar mengatur mengenai kenavigasian di perairan laut, sedangka pembahasan untuk lalu lintas sungai dan danau relatif terbatas. Sehingga dalam kegiatan ini diharapkan beberapa hal yang belum diatur detail untuk kenavigasian di alur pelayaran sungai dan danau perlu dikaji dan disampaikan aturannya dalam rancangan peraturan menteri yang akan disusun. a.
Pada pasal 1 (1) PP 5/2010 disebutkan bahwa kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage, dan pekerjaan bawah air untuk kepentingan keselamatan pelayaran kapal.
Tujuan dan ruang lingkup kenavigasian
Kenavigasian diselenggarakan untuk menjamin keamanan dan keselamatan pelayaran, mendorong kelancaran kegiatan perekonomian, menandai batas wilayah dalam rangka menjaga kedaulatan, memantapkan pertahanan dan keamanan negara, serta memperkukuh persatuan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara (pasal 3 PP 5/2010). Dalam pasal 4 PP 5/2010 disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menjaga keselamatan dan keamanan pelayaran dalam penyelenggaraan kenavigasian. Tanggung jawab dalam penyelenggaraan kenavigasian meliputi: 1) Alur-pelayaran; 2) Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; 3) Telekomunikasi-pelayaran; 4) Pemanduan; dan 5) Pemberian pelayanan meteorologi.
Dalam pasal 5 PP 5/2010 disebutkan bahwa penyelenggaraan kegiatan kenavigasian yang menjadi tanggung jawab pemerintah dilakukan oleh Menteri dengan membentuk distrik navigasi yang berfungsi: 1) melaksanakan kegiatan kenavigasian; dan
26
2) melakukan pembinaan dan pengawasan sebagian penyelenggaraan kenavigasian yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah lainnya dan badan usaha.
b.
Sesuai pasal 1 PP 5/2010 disebutkan bahwa: Alur dan perlintasan
1) Alur-Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari.
2) Alur dan Perlintasan adalah bagian dari perairan yang dapat dilayari sesuai dimensi/spesifikasi kapal di laut, sungai, dan danau.
Penyelenggaraan alur-pelayaran yang meliputi perencanaan, pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, dan pengawasan dilaksanakan oleh Pemerintah (c.q Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pelayaran). Atas persetujuan Menteri, Badan usaha dapat diikutsertakan dalam pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan alur-pelayaran yang menuju ke terminal khusus yang dikelola oleh badan usaha (pasal 6 PP 5/2010). Alur-pelayaran meliputi (1) alur-pelayaran di laut, dan (2) alur-pelayaran sungai dan danau (pasal 7 PP 5/2010). Di mana untuk untuk penyelenggaraan alur-pelayaran sungai dan danau, Menteri menetapkan (pasal 8 PP 5/2010): 1) alur-pelayaran; 2) sistem rute; 3) tata cara berlalu lintas; dan 4) daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya.
Alur pelayaran sungai dan danau tersebut dimuat dalam peta sungai dan danau serta buku petunjuk-pelayaran di sungai dan danau yang ditetapkan dan diumumkan oleh Menteri (pasal 10 (2) PP 5/2010). Alur-pelayaran sungai dan danau diklasifikasikan atas alur-pelayaran kelas I, kelas II, dan kelas III. Klasifikasi dilakukan berdasarkan kriteria (pasal 12 PP 5/2010): 1) kedalaman sungai; 2) lebar sungai; dan 3) tinggi ruang bebas di bawah bangunan yang melintas di atas
sungai.
c. Pada Pasal 19 PP 5/2010 disebutkan bahwa pada alur-pelayaran di laut ditempatkan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran. Ini berarti bahwa di alur pelayaran sungai dan danau tidak disyaratkan penempatannya. Namun pada pasal 40 (2, 3) PP 5/2010
Sarana bantu navigasi pelayaran
27
disebutkan bahwa di dalam zona keamanan dan keselamatan sarana bantu navigasi pelayaran tidak dapat dilalui oleh kapal dan berlabuh jangkar kecuali pada alur sempit, sungai, atau danau yang lebarnya kurang dari 500 meter. Penggabungan pemahaman terhadap pasal 19 dan pasal 40 PP 5/2010 memberikan arti bahwa sarana bantu navigasi pelayaran laut dapat ditempatkan di sekitar alur pelayaran sungai dan danau, sehingga kemungkinan adanya gangguan terhadap sarana bantu navigasi pelayaran laut tersebut harus diatur.
d. Dalam pasal 45 PP 5/2010 disebutkan bahwa untuk menjamin keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan di alurpelayaran sungai dan danau wajib dilengkapi fasilitas alur pelayaran. Fasilitas alur-pelayaran sungai dan danau dapat berupa: (a) kolam pemindahan kapal (ship lock), (b) bendungan pengatur kedalaman alur (navigation barrage), (c) bangunan pengangkat kapal (ship lift), (d) kanal, (e) rambu, (f) pos pengawasan, (g) halte, (h) pencatat skala tinggi air, (i) bangunan penahan arus, (j) bangunan pengatur arus, (k) dinding penahan tanah/tebing sungai, dan (l) kolam penampung lumpur.
Fasilitas alur pelayaran sungai dan danau
Perencanaan, pengadaan, pemasangan, pembangunan, dan pemeliharaan fasilitas alurpelayaran wajib menyesuaikan dengan kelas alur-pelayaran dan batas wilayah administrasi. Kegiatan tersebut dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya dan dapat bekerja sama dengan badan usaha (pasal 46 PP 5/2010).
e. Pada alur-pelayaran diselenggarakan sistem Telekomunikasi-Pelayaran (pasal 51 PP 5/2010). Dalam pasal ini tidak dipisahkan apakah alur laut ataupun alur sungai dan danau, sehingga ketentuan penyediaannya berlaku juga untuk alur pelayaran sungai dan danau.
Telekomunikasi pelayaran
Sesuai pasal 1 (3) PP 5/2010, telekomunikasi-Pelayaran adalah telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas pelayaran yang merupakan setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya dalam dinas bergerak-pelayaran yang merupakan bagian dari keselamatan pelayaran. Sesuai pasal 53 PP 5/2010, Sarana Telekomunikasi Pelayaran terdiri atas: 1) Stasiun radio pantai; dan 2) National Data Centre (NDC) untuk Long Range
Identification and Tracking of Ships (LRIT).
28
Fungsi untuk setiap jenis telekomunikasi pelayaran tersebut sesuai pasal 54 PP 5/2010 disampaikan pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Fungsi setiap jenis telekomunikasi pelayaran
No Jenis telekomu-nikasi pelayaran
Fungsi
1 Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS)
a) pemberitahuan tentang adanya musibah marabahaya (alerting);
b) komunikasi untuk koordinasi SAR; c) komunikasi di lokasi musibah; d) tanda untuk memudahkan penentuan lokasi; e) pemberitahuan informasi mengenai keselamatan pelayaran; f) komunikasi radio umum; dan g) komunikasi antar anjungan kapal.
2 Vessel Traffic Service (VTS)
a) memonitor lalu lintas pelayaran dan alur lalu lintas pelayaran; b) meningkatkan keamanan lalu lintas pelayaran; c) meningkatkan efisiensi bernavigasi; d) perlindungan lingkungan; e) pengamatan, pendeteksian, dan penjejakan kapal di wilayah
cakupan VTS; f) pengaturan informasi umum; g) pengaturan informasi khusus; dan h) membantu kapal-kapal yang memerlukan bantuan khusus.
3 Ship Reporting System (SRS)
a) menyediakan informasi yang up to date atas gerakan kapal; b) mengurangi interval waktu kontak dengan kapal; c) menentukan lokasi dengan cepat, saat kapal dalam bahaya
yang tidak diketahui posisinya; dan d) meningkatkan keamanan dan keselamatan jiwa dan harta
benda di laut. 4 Long Range
Identification and Tracking of Ships (LRIT)
a) mendeteksi kapal secara dini; b) memonitor pergerakan kapal, sehingga apabila terjadi sesuatu
musibah dapat diambil tindakan atau diantisipasi; dan c) membantu dalam operasi SAR.
Sumber: pasal 54 PP 5/2010 tentang Kenavigasian
Penyelenggaraan Telekomunikasi-Pelayaran meliputi kegiatan (pasal 58 PP 5/2010): (a) perencanaan, (b) pengadaan, (c) pengoperasian, (d) pemeliharaan, dan (e) pengawasan. Di mana kegiatan pengadaan telekomunikasi pelayaran untuk kepentingan tertentu dan pada lokasi tertentu dapat dilakukan oleh badan usaha setelah mendapat izin dari Menteri (setelah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis) yang meliputi: stasiun radio pantai dan stasiun VTS.
f. Pemerintah wajib memberikan pelayanan meteorologi yang merupakan pelayanan jasa informasi cuaca yang dilaksanakan oleh stasiun meteorologi kelautan yang paling sedikit meliputi (pasal 85 PP 5/2010):
Pelayanan meteorologi
1) pemberian informasi mengenai keadaan cuaca dan laut serta prakiraannya;
29
2) kalibrasi dan sertifikasi perlengkapan pengamatan cuaca di kapal; dan
3) bimbingan teknis pengamatan cuaca di laut kepada awak kapal tertentu untuk menunjang masukan data meteorologi.
Adapun substansi mengenai jenis pelayanan jasa informasi cuaca tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 88 PP 5/2010 disampaikan pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Jenis informasi cuaca dalam pelayanan jasa meteorologi
No Jenis informasi Isi informasi 1 informasi cuaca
pelayaran a) pengamatan adanya badai; b) cuaca buruk; c) ringkasan keadaan cuaca umum yang signifikan; dan/atau d) prakiraan cuaca dan gelombang laut untuk wilayah perairan
Indonesia 2 Informasi cuaca
pelabuhan a) pengamatan adanya badai; b) cuaca buruk; c) ringkasan keadaan cuaca umum yang signifikan; dan/atau a) prakiraan cuaca dan gelombang laut untuk wilayah pelabuhan
dan perairansekitarnya. 3 Informasi cuaca
khusus a) data cuaca olahan; dan/atau b) prakiraan cuaca yang disiarkan bagi pengguna jasa yang
memerlukan layanan khusus sesuai permintaan. Sumber: pasal 88 PP 5/2010 tentang Kenavigasian
g. Dalam pasal 92 (1) PP 5/2010 disebutkan bahwa dalam perairan dapat dibangun bangunan atau instalasi selain untuk keperluan alur pelayaran, konstruksinya dapat berada di atas dan/atau di bawah permukaan perairan. Pada setiap bangunan atau instalasi di alur sungai dan danau wajib (pasal 95 (1) PP 5/2010):
Bangunan atau instalasi di perairan
1) dipasang fasilitas alur-pelayaran tertentu; dan 2) ditetapkan zona keamanan dan keselamatan berlayar.
5. Faktor-Faktor Sebagai Pertimbangan Berlalu-lintas di Sungai dan Danau
Dalam penyusunan pedoman di bidang trasnportasi sungai dan danau sebaiknya memperhatikan beberapa hal seperti berikut : a.
Keselamatan pelayaran kapal angkut kendaraan dan penumpang dipengaruhi oleh faktor–faktor kontribusinya. Untuk mempermudah menguraikan faktor tersebut dapat menggunakan teori SHEL (Software, Hardware, Environment dan Liveware) seperti pada Gambar 2.1.
Faktor–faktor kontribusi terhadap keselamatan pelayaran kapal angkut kendaraan dan penumpang (Mathiesen, 1990).
30
Gambar 2.1 Teori SHEL (Software, Hardware, Environment dan Liveware)
Pengembangan atau modifikasi teori SHEL tersebut terhadap keselamatan pengoperasian kapal adalah seperti terlihat pada Gambar 2.8 berikut :
Gambar 2.2 Modifikasi teori SHEL tersebut terhadap keselamatan
pengoperasian kapal
Software adalah komponen yang terkait dengan peraturan dan kebijakan, hardware adalah ship sebagai komponennya, environment adalah lingkungan sebagai komponennya dan
31
liveware adalah human resource sebagai komponennya. Dari gambar tersebut dapat dibuat 6 kombinasi keterkaitan komponen komponen dalam modifikasi SHEL tersebut yaitu :
1) Keterkaitan antara ship dengan human resources ; 2) Keterkaitan antara ship dengan environment ; 3) Keterkaitan antara environment dengan human resources ; 4) Keterkaitan antara kapal dengan policy ; 5) Keterkaitan antara human resources dengan policy ; 6) Keterkaitan antara policy dengan environment.
Keterkaitan yang paling dominan adalah antara human resources dengan ship dan environment. Keterkaitan tersebut terletak pada human machine interface (HMI) yang merupakan salah satu faktor keberhasilan pengendalian pengemudian dan pelayaran Kapal. Human machine interface antara ship dengan human resources dapat dapat dikembangkan sebagai berikut :
Gambar 2.3 Human machine interface antara ship dengan human resources
Sedangkan human machine interface antara human resources dengan environment dapat dikembangkan sebagai berikut :
32
Gambar 2.4 Human machine interface antara human resources dengan
environment
b.
Aspek keselamatan kapal niaga diatur oleh Konvensi Internasional yaitu Konvensi SOLAS (Safety of Life at Sea) 1974 beserta amandemennya yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 65/1980 Tahun 1980 Tentang RATIFIKASI SOLAS 1974.
Legalitas Keselamatan Kapal Niaga
Pada aturan umum tentang pengertian atau definisi kapal niaga hanya dikelompokan menjadi 2 yaitu kapal barang dan kapal penumpang.
1) Kapal barang adalah cargo ship is any ship which is not a passenger ship.
2) Kapal penumpang adalah A passenger ship is a ship which carries more than twelve passengers.
Dalam konvensi tersebut mengatur tentang keselamatan kapal niaga diantaranya pada aspek :
1) Construction - Structure, subdivision and stability, machinery and electrical installations ;
2) Construction - Fire protection, fire detection and fire extinction ;
3) Life-saving appliances and arrangements ;
33
4) Radiocommunications; 5) Safety of navigation ; 6) Carriage of cargoes ; 7) Carriage of dangerous goods ; 8) Management for the safe operation of ships ; 9) Special measures to enhance maritime safety;
Sedangkan pengawakan dan dinas jaga kapal niaga diatur oleh Konvensi Internasional yaitu Konvensi STCW (Standard Training, Certification, and Watchkeeping) 1978 beserta amandemennya yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 60/1986 Tahun 1986 tentang RATIFIKASI STCW 1978. Dalam konvensi tersebut mengatur tentang human faktor melalui standar pelatihan, sertifikasi dan dinas jaga bagi awak kapal niaga diantaranya pada aspek:
1) Master and deck department ; 2) Engine department ; 3) Radiocommunication and radio personnel ; 4) Special training requirements for personnel on certain types
of ships ; 5) Emergency, occupational safety, medical care and survival
functions ; 6) Watchkeeping.
Dari klausa-klausa pada kedua konvensi internasional tersebut telah diatur sedemikian rupa sehingga keselamatan pengoperasian kapal penumpang dilihat dari aspek bangunan kapal dan pengawakan kapal secara umum cukup menjamin tercapainya keselamatan pengoperasinanya. Namun demikian terdapat masih terdapat potensi kecelakaan laut sebagai akibat faktor manusia sebagai operator yang bersifat dinamis. Terkait dengan teori SHEL, keterkaitan kapal sebagai hardware dengan policy sebagai software dapat digambarkan sebagai berikut :
34
Gambar 2.5 Keterkaitan kapal sebagai hardware dengan policy sebagai
software
c. Proses terjadinya kecelakaan merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa lapisan menggunakan model reason (1990) yang meliputi :
Proses Terjadinya Kecelakaan
1) Fallible Board Decisions & Policy 2) Line Management Problems 3) Preconditions for unfase acts 4) Unsafe Acts
35
Gambar 2.6 Model Reason terkait proses terjadinya kecelakaan kapal
Dimana proses terjadinya kecelakaan kapal tersebut dimulai sejak terjadinya kelemahan sistem pada lapisan atau layer pertama yaitu fallible board decisions and policy dan seterusnya pada layer kedua line management problems, layer ketiga yaitu preconditions for unsafe acts dan layer keempat yaitu unsafe acts seperti terlihat pada gambar tersebut. Precondition unsafe acts dapat diuraikan menjadi beberapa bentuk yaitu Environmental factors yang terdiri dari physical environmnet dan technologies environment, condition of operational yang terdiri dari adverse mental states, adverse physilogical states, dan physical and mental limitations. Sedangkan bentuk terakhir adalah personal factors yang terdiri dari crew resources management dan personal readiness. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.7.
36
Gambar 2.7 Precondition unsafe acts
Unsafe acts dikategorikan menjadi 2 bentuk yaitu unintended acts yang dapat terjadi karena slip, lapse dan mistake. Bentuk kedua adalah intended acts yang merupakan violation atau break the rules. Hal tersebut dapat dilihat sesuai model reason 1990 pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Dua Kategori Unsafe Acts
37
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pelaksanaan
Kegiatan studi penyusunan pedoman di bidang transportasi sungai dan danau dilaksanakan melalui survei di lapangan dalam pengumpulan data primer dan sekunder sesuai dengan lokasi survei dan diskusi interaktif dengan pakar di bidang transportasi sungai dan danau baik di pusat maupun di daerah. Diharapakan dengan survei langsung di lapangan, maka akan mendapatkan data primer yang sebenarnya. Ditambah lagi dengan adanya diskusi dengan pakar, sehingga data yang dihasilkan diharapkan memenuhi target (lihat Gambar 3.1).
B. Lokasi dan Waktu
Penyusunan pedoman di bidang transportasi sungai dan danau dipandang perlu dilaksanakan untuk mewujudkan transportasi sungai dan danau yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien dengan pedoman yang benar dan harmonis. Studi penyusunan pedoman di bidang transportasi sungai dan danau dilaksanakan di Jakarta. Namun untuk survei lapangan, disesuaikan dengan lapangan yang telah disepakati sebelumnya. Lokasi survei kegiatan ini dilakukan di Medan, Palembang, Banjarmasin, Palangkaraya, Pontianak, Samarinda, Jayapura dan Merauke serta benchmarking tranportasi di luar negeri seperti Sungai Chao di Bangkok, Thailand. Jangka waktu pelaksanana pekerjaan Studi penyusunan pedoman di bidang transportasi sungai dan danau adalah selama 7 (tujuh) bulan.
38
Gambar 3.1 Bagan Alir Pekerjaan
39
C. Pola Pikir Pekerjaan
Dari KAK Butir 1.b dapat dipahami gambaran umum dari permasalahan (isu strategis) yang menjadi background perlunya dilakukannya pekerjaan ini, yaitu: 1. Sehubungan dengan hal tarik menarik kewenangan dan wilayah
operasi antar transportasi laut, pemerintah daerah dan PT. ASDP Indonesia Ferry, oleh karena itu diperlukan pedoman yang baku dan tidak saling tumpang tindih kewenangan.
2. Dengan adanya kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda dalam penyelenggaraan angkutan sungai dan danau tersebut diatas, maka perlu adanya harmonisasi antara Direktorat SDP Ditjen Perhubungan Darat dan Ditjen Perhubungan Laut agar keselamatan pada transportasi publik.
3. diperlukan adanya pedoman di bidang transportasi sungai dan danau agar pelayanan terhadap masyarakat lebih terjamin terhadap keselamatan, keamanan dan kenyamanan.
Selanjutnya, agar hasil kajian tetap kontekstual maka dalam proses pelaksanaan kegiatan harus memperhatikan sejumlah teori dan peraturan perundangan yang berlaku terkait dengan transportasi sungai dan danau (acuan normatif/instrumental input), khususnya peraturan perundangan terkait dengan: 1. UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran 2. UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah 3. PP No. 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional 4. PP No. 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan 5. Kepmenhub No. 73 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan
Sungai 6. International Maritime Organization (IMO) Dalam KAK Butir ke-2 disampaikan mengenai uraian kegiatan dan batasan kegiatan yang diembankan oleh pemberi kerja kepada konsultan. Ketentuan tersebut menjadi batasan lingkup kerja atau proses studi (scope-of-work/processes) yang harus dilakukan konsultan, yang mencakup kegiatan:
1. Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang transportasi sungai dan danau yang terkait dengan instansi lain,
2. Inventarisasi kebijakan pengembangan transportasi sungai dan danau di masing-masing instansi terkait,
3. Inventarisasi dan mengevaluasi pedoman di bidang transportasi angkutan sungai dan danau,
4. Menganalisis dan mengevaluasi tingkat kepentingan masing-masing instansi,
5. Menganalisis permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan operasional transportasi sungai dan danau sebagai akibat kurangnya
40
koordinasi dan efektifitas pedoman di bidang transportasi sungai dan danau,
6. Menyusun rancangan naskah akademik konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau,
7. Merumuskan rancangan naskah akadernik konsep Pedoman di bidang transportasi sungai dan danau, meliputi: a. Pedoman pembangunan pelabuhan sungai dan danau, b. Pedoman pengoperasian pelabuhan sungai dan danau, c. Pedoman perawatan pelabuhan sungai dan danau, d. Pedoman pengusahaan pelahuhan sungai dan danau, e. Pedoman berlalu lintas di alur pelayaran Sungai, f. Pedoman berlalu lintas di danau.
8. Pengumpulan data untuk kegiatan ini dilakukan di Medan, Palembang, Banjarmasin, Palangkaraya, Pontianak, Samarinda, Jayapura dan Merauke.
Kemudian dalam KAK Butir ke-4 disampaikan pula indikator keluaran dan keluaran (outputs) yang diharapkan dari pekerjaan ini yaitu: • tersusunnya 4 (empat) laporan studi yaitu laporan pendahuluan,
laporan interim, rancangan laporan akhir dan laporan akhir. Laporan akhir terdiri dari laporan studi penyusunan pedoman di bidang transportasi sungai dan danau dan 5 konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau.
• Indikasi mengenai kinerja konsultan adalah diperolehnya keluaran kegiatan yang dapat ditindaklanjuti oleh pemberi kerja sehingga menghasilkan sasaran (outcomes) dan manfaat/dampak (benefits/impacts) sesuai dengan maksud dan tujuan dilaksanakannya pekerjaan ini.
Berdasarkan pemaparan mengenai isu strategis, lingkungan strategis, instrumental input, dan konteks hasil kegiatan yang disampaikan sebelumnya, dapat disusun suatu diagram mengenai pola pikir pekerjaan sebagaimana disampaikan pada Gambar 3.2.
41
Gambar 3.2 Pola pikir pelaksanaan kegiatan
PROSES KEGIATAN (ruang lingkup)
- Inventarisasi (pengumpulan data/ penyigian) pembangunan, pengoperasian, perawatan dan pengusahaan pelabuhan sungai dan danau
- Inventarisasi (pengumpulan data/ penyigian) lalu lintas (kenavigasian) sungai dan danau
- Analisis kegiatan-kegiatan bidang transportasi sungai dan danau
- Analisis dan Evaluasi tingkat kepentingan masing-masing instansi bidang transportasi sungai dan danau
- Perumusan naskah akademis dan draft pedoman di bidang transportasi sungai dan danau
HASIL (outcome)
Dapat ditetapkannya pedoman di bidang transportasi sungai dan danau sebagai: - Panduan pengambil kebijakan di
lapangan untuk pengembangan pelabuhan;
- Panduan petugas dalam operasional di lapangan;
- Panduan petugas dalam perawatan pelabuhan di lapangan;
- Panduan pengusahaan pelabuhan di lapangan;
- Pemberian sistem lalu lintas sungai dan danau yang lebih optimal dan mudah dalam penerapan di lapangan;
- Menumbuhkan serta meningkatkan etos kerja penyelenggara kegiatan di bidang transportasi sungai dan danau
MANFAAT KEGIATAN (tercapainya sasaran/target)
Meningkatnya kinerja dan keselarasan dalam bidang transportasi sungai dan danau
FAKTOR PENGARUH
- Karakteristik sistem navigasi - Tingkat kepentingan pengelolaan - Lokasi pengembangan pelabuhan
LATAR BELAKANG MASALAH (issue)
- tarik menarik kewenangan dan wilayah operasi antar transportasi laut, pemerintah daerah dan PT. ASDP Indonesia Ferry
- perlu adanya harmonisasi antara Direktorat SDP Ditjen Perhubungan Darat dan Ditjen Perhubungan Laut
- Diperlukan adanya pedoman di bidang transportasi sungai dan danau agar pelayanan terhadap masyarakat lebih terjamin
- Pemerintahan: UU 34/2004, Dsb. - Transportasi ASD: UU 17/2008, PP 61/2009,
PP 5/2010, PP 20/2010, KM 53/2002, KM 73/2004.
- Peraturan Internasional: International Maritime Organization (IMO), Dsb.
KELUARAN (output)
- Kualitatif: o Hasil pengumpulan
data/ penyigian o Naskah akademis o Draft pedoman
- Kuantitatif: o Laporan hasil studi o Dokumen pedoman o Rapat pembahasan
ACUAN/PERUNDANGAN (Instrumental Input)
42
D. Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan
1. Pendefinisian Kata Kunci
Sesuai judul dari pekerjaan ini, maka pada dasarnya terdapat beberapa kata kunci yang harus dipahami dalam konteks pekerjaan ini, yaitu: a. Pedoman adalah acuan yang bersifat umum yang harus
dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan daerah setempat (PP 25/2000)
b. Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, dan terusan untuk mengangkut penumpang dan/atau barang yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau (pasal 1 (14 PP 61/2009 tentang Kepelabuhanan)
Artinya, yang dibuat dalam kegiatan ini adalah suatu pedoman terkait dengan kegiatan kepelabuhanan dan lalu lintas di sungai dan danau, di mana substansinya berkenaan dengan metoda-metoda (prosedur dan tata kerja) dalam mengelola pelabuhan dan arus lalu lintas kapal di suatu alur pelayaran sungai dan danau.
2. Konteks Kegiatan di Bidang Transportasi Sungai dan Danau
Suatu pedoman yang baik sebaiknya berisi acuan yang jelas bagi setiap pihak terkait untuk melaksanakan perannya di dalam suatu kegiatan sehingga menghasilkan kinerja kegiatan yang optimal (efektif dan efisien). Dalam hal ini kegiatan yang dipedomani adalah kegiatan-kegiatan transportasi di suatu alur pelayaran sungai dan danau. Adapun pihak yang terlibat di dalam kegiatan yang dipedomani ini terdiri dari operator dan regulator terkait serta pengambil kebijakan (Pemerintah Daerah). Secara kontekstual lalu lintas transportasi sungai dan danau ini merupakan bagian dari penyelenggaraan navigasi sesuai dengan PP 5/2010 tentang Kenavigasian yang dilaksanakan pada alur pelayaran sungai dan danau. Sebagaimana diketahui bahwa dalam PP 5/2010 pengaturan mengenai navigasi untuk pelayaran di laut sudah cukup banyak diatur, sedangkan untuk pelayaran di sungai dan danau pengaturannya masih sangat terbatas, oleh karena itu di dalam pedoman yang disusun akan banyak membahas mengenai pengaturan navigasi atau lalu lintas di suatu alur pelayaran sungai dan danau serta sistem kepelabuhan di sungai dan danau. Adapun pihak-pihak yang terlibat di dalam setiap kegiatan penyelenggaraan lalu lintas sungai dan danau adalah: a. Operator kapal:
1) awak kapal sungai dan danau (nahkoda dan ABK);
43
2) pemilik kapal/pengusaha angkutan sungai dan danau; b. Kepelabuhan:
1) Penyelenggara kegiatan pemerintahan: Unit Penyelenggara Pelabuhan Sungai dan Danau, Syahbandar (atau dalam hal ini disebut sebagai inspektur sungai dan danau);
2) Penyelengara kegiatan pengusahaan: Unit Penyelenggara Pelabuhan/Badan Usaha Pelabuhan;
c. Kenavigasian: 1) Penyelenggara kegiatan kenavigasian: Distrik Kenavigasian; 2) Penyelenggara alur-pelayaran: Pemerintah/Badan Usaha; 3) Penyelenggara telekomunikasi pelayaran: Pemerintah/Badan
Usaha, Stasiun Radio Pantai, Stasiun Meteorologi; d. Lain-lain:
1) Pemilik/operator bangunan dan instalasi di perairan; 2) Perusahaan pelaksana pengerukan dan reklamasi; 3) Badan usaha penyelenggara kegiatan salvage dan pekerjaan
di bawah air. Dengan memperhatikan kegiatan dan pihak-pihak terlibat dalam penyelenggaraan lalu lintas sungai dan danau tersebut di atas, maka dapat dibuat lingkup suatu pedoman di bidang transportasi sungai dan danau yang akan disusun seperti yang disampaikan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Kerangka pedoman di bidang transportasi sungai dan danau
Nav
igas
i alu
r pel
ayar
an
Pene
tapa
n al
ur d
an p
erlin
tasa
n
Peny
elen
ggar
aan
fasi
litas
alu
r pe
laya
ran
Ban
guna
n at
au in
stal
asi d
i pe
raira
n
Pene
ntua
n lo
kasi
pel
abuh
an
Fasi
litas
pel
abuh
an
Ope
rasi
onal
, pe
ngus
ahaa
n da
n pe
raw
atan
pel
abuh
an
PIH
AK
TER
KA
IT/S
TAKE
HO
RDE
RS Awak kapal sungai dan danau
Pemilik kapal/pengusaha angkutan
Unit penyelenggara/badan usaha pelabuhan sungai dan danau
Inspektur sungai dan danau
Penyelenggara alur pelayaran
Pemilik/operator bangunan dan instalasi di perairan
TUG
AS/
KEW
ENA
NG
AN
DA
N K
EPEN
TIN
GA
N
TUJUAN, KRITERIA/PERSYARATAN
- Struktur organisasi - Pembagian tugas
dan kewenangan - Standard Operational
Procedure/tata kerja
44
Dalam pedoman di bidang transportasi sungai dan danau ini, selain dimuat mengenai ketentuan teknis dari setiap item kegiatan, juga dimuat pengaturan mengenai siapa melakukan apa, kapan, di mana, bilamana, dan bagaimana? Dengan demikian, keberadaan pedoman ini akan dapat memberikan panduan kepada semua pihak terkait sehingga dapat menjalankan tugas/kepentingan/kewenangannya masing-masing secara baik dan benar dalam rangka mencapai tujuan demi kelancaran dan keselamatan transportasi sungai dan danau.
E. Prosedur Pelaksanaan Analisis
1. Metoda Penyelesaian Ruang Lingkup Pekerjaan
Sesuai KAK Butir 2.2 terdapat 8 batasan/lingkup kegiatan yang diembankan kepada konsultan untuk dilaksanakan yang secara umum dapat dikelompokkan sebagai: (1) Pengumpulan data untuk kegiatan ini dilakukan di Medan, Palembang, Banjarmasin, Palangkaraya, Pontianak, Samarinda, Jayapura dan Merauke serta benchmarking tranportasi di luar negeri seperti Sungai Chao di Bangkok, Thailand (2) Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang transportasi sungai dan danau yang terkait dengan instansi lain, (3) Inventarisasi kebijakan pengembangan transportasi sungai dan danau di masing-masing instansi terkait, (4) Inventarisasi dan mengevaluasi pedoman di bidang transportasi angkutan sungai dan danau, (5) Menganalisis dan mengevaluasi tingkat kepentingan masing-masing instansi, (6) Menganalisis permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan operasional transportasi sungai dan danau sebagai akibat kurangnya koordinasi dan efektifitas pedoman di bidang transportasi sungai dan danau, (7) Menyusun rancangan naskah akademik konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau, dan (8) Merumuskan rancangan naskah akadernik konsep Pedoman di bidang transportasi sungai dan danau. Pada Tabel 3.1 disampaikan metoda penyelesaian lingkup pekerjaan tersebut yang diusulkan oleh konsultan. Metoda penyelesaian ini mencakup apa saja input/masukan yang dibutuhkan untuk setiap tahap kegiatan, metoda yang digunakan untuk menyelesaikan setiap item lingkup kegiatan, dan terakhir adalah hasil yang diharapkan dari setiap lingkup kegiatan tersebut.
Tabel 3.1 Ruang lingkup kegiatan dan metoda penyelesaian yang diusulkan
No Ruang lingkup kegiatan Metoda penyelesaian Masukan Proses Hasil
1 Pengumpulan data untuk kegiatan ini dilakukan di Medan, Palembang, Banjarmasin, Palangkaraya, Pontianak, Banjarmasin, Merauke,
- Data karakteristik wilayah
- Data sarana - Data prasarana - Data operasional - Data Perawatan
Analisis kondisi eksisting
- tipe, volume, pola, kriteria lalu lintas kapal di sungai dan danau
- Karakter pelabuhan, alur, fasilitas, SDM
45
No Ruang lingkup kegiatan Metoda penyelesaian Masukan Proses Hasil
Jayapura, dan Sungai Chao di Bangkok, Thailand
- Data Pengusahaan pelabuhan
- Data lalulintas (dari survei primer maupun sekunder)
2 Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang transportasi sungai dan danau
- Data instansional - Survei wawancara - Survei pengamatan
Analisis sistem manajemen dan pengelolaan
- Deskripsi kegiatan manajemen lalulintas; perizinan, operasional perlabuhan, penanganan kondisi normal/padat/darurat, dsb.
3 Inventarisasi kebijakan pengembangan transportasi sungai dan danau
- Hasil No.1 Problem mapping - Pemenuhan kriteria/standar teknis sarana manajemen (SDM, kapal, pelabuhan, alur, fasilitas, telekomunikasi, dlsb)
- Pelaksanaan prosedur perencanaan,pembangunan, pengoperasian, dan pengawasan
- Indikator kinerja lalu lintas (kelancaran, keselamatan, lingkungan, dlsb)
4 Inventarisasi dan mengevaluasi pedoman di bidang transportasi angkutan sungai dan danau
Hasil No. 1 Evaluasi pedoman - Deskripsi kegiatan pengembangan pelabuhan
- Deskripsi pengoperasian pelabuhan
- Deskripsi perawatan pelabuhan
- Deskripsi pengusahaan pelabuhan sungai dan danau
- Deskripsi system navigasi di sungai dan danau
5 Menganalisis dan mengevaluasi tingkat kepentingan masing-masing instansi
Hasil No.1 Hasil No. 3 Hasil No.5
Evaluasi kewenangan
- Deskripsi kewenangan dari masing-masing isntansi yang terkait dengan transportasi sungai dan danau
6 Menganalisis permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan operasional transportasi sungai dan danau sebagai akibat kurangnya koordinasi dan efektifitas pedoman di bidang transportasi sungai dan danau
Hasil No.1 Hasil No.2,3,4 Hasil No.5
Evaluasi overlapping kegiatan/kewenangan
- Pembagian kewenangan dari instansi-instansi terkait
7 penyusunan naskah akademis dan pedoman
Hasil No. 1, 2, 3, 4, 5, 6 Perumusan - Naskah akademis pedoman
- Draft pedoman
46
2. Tahapan pelaksanaan analisis (framework of analysis)
Berdasarkan hasil pemetaan terhadap lingkup kegiatan serta metoda penyelesaian yang diusulkan pada Tabel 3.1 di atas, maka dapat disusun suatu bagan alir kerangka kerja (framework) pelaksanaan analisis yang akan dilakukan seperti yang disampaikan pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Tahapan pelaksanaan analisis (framework of analysis)
SURVEI/PENYIGIA
Data Pengemb.
Pelabuhan SD
• Kondisi eksisting
• Rencana induk • Fasilitas
Data Perawatan
Pelabuhan SD
• Pelabuhan • Alur pelayaran • Fasilitas alur • Fasilitas
Data Operasional
Pelabuhan SD
• Volume lalu lintas
• Jumlah Kapal • Fasilitas
Data lalulintas
kapal SD
• Volume lalu
lintas • Asal-tujuan • Alur lalu-lintas
ANALISIS
PENGELOLAAN
ANALISIS
KEWENANGAN
Data
Pengusahaan
• Trayek kapal • Jumlah Kapal • Tarif Kapal • Dsb.
ANALISIS SISTEM
LALULINTAS
GAP ANALYSIS
Analisis kegiatan di bidang transportasi sungai dan danau
• Pemenuhan kriteria/ standar teknis • Pelaksanaan prosedur perencanaan,
pembangunan, pengoperasian, perawatan dan pengusahaan
• Indikator kinerja sistem lalu lintas
PERUMUSAN
Draft produk legal
• Naskah akademis • Draft pedoman di bidang
transportasi
47
F. Metoda Pengumpulan Data
Untuk menyelesaikan seluruh kegiatan pada studi ini sesuai dengan framework of analysis yang telah disusun pada Gambar 3.4 dibutuhkan data-data penunjang. Data-data ini dikumpulkan dengan berbagai metoda pengumpulan data. Namun untuk lebih mengefektifkan waktu dan biaya perlu diidentifikasi terlebih dahulu kebutuhan data yang disesuaikan dengan analisis yang dilakukan. Dari listing kebutuhan data dapat diidentifikasi metoda pengumpulan data yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan data tersebut.
1. Data-Data yang Dibutuhkan
Jenis data dan sumber potensial untuk setiap data yang dibutuhkan untuk kegiatan ini disampaikan pada Tabel 3.2. Data yang dibutuhkan dikelompokkan sesuai dengan karakteristiknya seperti data dokumen perencanaan, peraturan terkait, data dan informasi lapangan, literatur/studi terdahulu
Tabel 3.2 Jenis data yang dibutuhkan dan potensi sumbernya No Kelompok Data Jenis Data Sumber Potensial 1. Data pembangunan
pelabuhan sungai dan danau
1.a Data statistik sosial ekonomi 1.b Dokumen tata ruang (RTRW) 1.c Data pelabuhan eksisting 1.d Data rencana induk pelabuhan 1.e Data fasilitas pelabuhan, dsb.
- BPS - Bappeda/Bappenas - Dept/dinas
Perhubungan - PT. Indonesia Ferry
2. Data pengoperasian pelabuhan sungai
2.a Jaringan trayek angkutan SD 2.b Volume lalulintas kapal SD 2.c Fasilitas dermaga 2.d Kinerja pelayanan, dsb.
- Dept/dinas Perhubungan
- Operator angkutan - Survei wawancara - Survei lapangan
3. Data terkait perawatan pelabuhan sungai dan danau
3.a Kondisi pelabuhan dan perwatannya
3.b Kondisi alur pelayaran dan perwatannya
3.c Penyediaan fasilitas alur 3.d Fasilitas Dermaga dan
perwatannya, dsb.
- Dept/dinas Perhubungan
- Operator angkutan - Survei lapangan
4. Data terkait pengusahaan pelabuhan sungai dan danau
4.a Jaringan trayek angkutan SD 4.b Jumlah dan kualifikasi kapal 4.c Sistem/tata kerja/SOP 4.d Data tarif kapal, dsb.
- Dept/dinas Perhubungan
- Operator angkutan - Survei wawancara - Survei lapangan
5 Data berlalu lintas di alur pelayaran Sungai dan danau
5.a Volume lalulintas kapal SD 5.b Asal-Tujuan angkutan SD 5.c Alur Lalu-lintas kapal 5.d Rambu Navigasi, dsb.
- Dept/dinas Perhubungan
- Operator angkutan - Survei wawancara - Survei lapangan
48
Selain data-data diatas yang terkait dengan transportasi di sungai dan danau juga diperlukan beberapa data pendukung (data sekunder) sebagai referensi seperti berikut: a. Data regulasi yang ada (UU, PP dan Kepmen), b. Standar-standar internasional yang terkait.
Survei lapangan dilakukan pada lokasi yang telah ditentukan dengan metodologi survei adalah pengamatan lapangan dan wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang berkompeten dalam penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau di lapangan.
2. Metoda Survei Yang Digunakan
Untuk mempermudah proses mendapatkan data yang dibutuhkan di atas, maka perlu disusun suatu metoda pengumpulan data yang komprehensif dan terstruktur sehingga dapat memanfaatkan waktu yang disediakan sesuai arahan dalam KAK. Untuk itu dalam kegiatan ini digunakan sejumlah metoda survei sebagai berikut: a. Survei data sekunder (instansional) dilakukan untuk
mengumpulkan literatur serta data sekunder di instansi terkait baik di pusat maupun di daerah. Data-data sekunder ini meliputi: 1) Instansi Departemen Perhubungan untuk memperoleh data
mengenai peraturan terkait, serta data-data mengenai pembangunan sarana, prasarana, dan operasional, perawatan, pengusahaan, lalulintas dan manajemen angkutan sungai dan danau yang ada di Pusat;
2) Instansi Dinas Perhubungan untuk mendapatkan data mengenai pembangunan sarana, prasarana, dan operasional, perawatan, pengusahaan, lalulintas dan manajemen angkutan sungai dan danau yang ada di Daerah;
3) Instansi Bappeda/Bappenas untuk memperoleh data mengenai penataaan ruang;
4) Operator angkutan untuk mendapatkan data perusahaan dan operasional kapal sungai dan danau;
5) Instansi BPS untuk mendapatkan data mengenai statistik sosial dan ekonomi wilayah kajian;
b. Survei primer (lapangan) yang meliputi: 1) Survei pengamatan lapangan pada lokasi pelaksanaan
kegiatan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi dan operasional dari sarana, prasarana, dan manajemen lalu lintas sungai dan danau;
2) Pengambilan gambar sebagai dokumentasi kegiatan dan sebagai bahan dalam penyusunan animasi.
c. Survei wawancara/kuisioner stakeholders yang meliputi: 1) Survei wawancara kepada aparatur di Daerah untuk
mengetahui kegiatan dan permasalahan manajemen,
49
operasional, lalulintas dan perawatan angkutan sungai dan danau;
2) Survei wawancara kepada wakil masyarakat (LSM, akademisi, anggota parlemen) untuk mengetahui harapan publik mengenai tingkat pelayanan lalu lintas sungai dan danau;
3) Survei wawancara kepada operator angkutan untuk mengetahui permasalahan penyediaan dan operasional kapal sungai dan danau.
G. Tata Cara Penyusunan Pedoman
1. Perumusan Pedoman
Prinsip dasar yang harus diterapkan dalam proses perumusan pedoman: a. transparansi dan keterbukaan
Terbuka bagi semua pihak yang berkepentingan untuk mengetahui program pengembangan pedoman serta memberikan kesempatan yang sama bagi yang berminat untuk berpartisipasi melalui kelembagaan yang berkaitan dengan pengembangan pedoman.
b. konsensus dan tidak memihak Memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan berbeda untuk mengutarakan pandangannya serta mengakomodasikan pencapaian kesepakatan oleh pihak-pihak tersebut secara konsensus (mufakat atau suara mayoritas) dan tidak memihak kepada pihak tertentu.
c. efektif dan relevan Harus mengupayakan agar hasilnya dapat diterapkan secara efektif sesuai dengan konteks keperluannya.
d. koheren Sejauh mungkin mengacu kepada satu standar internasional yang relevan dan menghindarkan duplikasi dengan kegiatan perumusan standar internasional agar hasilnya harmonis dengan perkembangan internasional.
e. dimensi pengembangan Mempertimbangkan kepentingan usaha kecil/menengah dan daerah dengan memberikan peluang untuk dapat berpartisipasi dalam proses perumusan pedoman.
Perumusan pedoman harus memperhatikan sejumlah ketentuan sebagai berikut. a. Tidak dimaksudkan atau berpotensi menimbulkan hambatan
perdagangan yang berlebihan atau yang tidak diperlukan.
50
b. Sedapat mungkin harmonis dengan standar internasional yang telah ada (mengadopsisatu standar internasional yang relevan) sejauh ketentuan tersebut memenuhi kebutuhan dan obyektif yang ingin dicapai serta sesuai dengan faktor-faktor kondisi klimatik, lingkungan, geologi dan geografis, kemampuan teknologi serta kondisi nasional yang spesifik lainnya.
c. Apabila tidak mengacu pada satu standar internasional yang relevan (ada beberapa standar yang digunakan) maka harus dilakukan validasi terhadap hasil rumusan tersebut.
d. Ketentuan sejauh mungkin menyangkut pengaturan kinerja dan menghindarkan ketentuan yang menyangkut pengaturan cara pencapaian kinerja (bersifat preskriptif).
2. Ketentuan Teknis Dalam Perumusan Pedoman
Perumusan pedoman perlu memperhatikan sejumlah aspek di bawah ini. a. Satuan ukuran yang dipergunakan adalah Satuan Sistem
Internasional sesuai SNI 19-2746, Satuan sistem internasional. b. Ketentuan tentang pelaksanaan penilaian kesesuaian terhadap
persyaratan, pedoman, karakteristik, dan ketentuan teknis lain sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) cara pengambilan contoh termasuk pemilihan contoh dan
metode pengambilannya; 2) batas dan toleransi untuk parameter pengukuran; 3) urutan pengujian apabila mempengaruhi hasil pengujian; 4) jumlah spesimen yang perlu diuji; 5) metode dan jenis pengujian parameter yang tepat, benar,
konsisten dan tervalidasi; 6) spesifikasi yang jelas dari peralatan pengujian yang tidak
dapat diperoleh secara komersial (customized product). c. Metode pengujian sejauh mungkin mengacu metode pengujian
yang baku, baik yang telah ditetapkan dalam SNI, standar internasional, atau standar lain yang telah umum dipergunakan. Apabila metode uji yang dipergunakan bukan metode uji baku, metode tersebut harus divalidasi oleh laboratorium yang kompeten.
3. Adopsi Standar Internasional dan Publikasi Internasional
Standar ISO/IEC secara luas diadopsi oleh banyak negara dan diterapkan oleh pabrikan, organisasi perdagangan, pembeli, konsumen, laboratorium pengujian, regulator dan pihak lain yang berkepentingan. Oleh karena standar secara umum mencerminkan pengalaman terbaik dari industri, para peneliti, konsumen, dan regulator secara menyeluruh, dan mencakup kebutuhan berbagai negara, maka standar merupakan salah satu unsur penting dalam
51
penghapusan hambatan teknis dalam perdagangan. Hal ini dinyatakan secara eksplisit dalam Perjanjian TBT-WTO (WTO-TBT Agreement). a. Metode Adopsi
1) Beberapa metode adopsi Standar ISO/IEC mempunyai tingkat kesetaraan identik atau modifikasi
2) Setiap pedoman yang mengadopsi standar ISO/IEC dengan metode apapun harus menjamin bahwa identitas standar ISO/IEC dinyatakan dengan jelas. Untuk pengadopsian dengan cara publikasi ulang (republication), identifikasi standar ISO/IEC sebaiknya mencakup nomor, judul, tanggal atau tahun publikasi dan tingkat kesetaraannya pada suatu tempat yang terlihat dengan mudah seperti pada halaman sampul.
3) Jika pedoman mengadopsi standar ISO/IEC, seluruh amandemen yang ada dan ralat teknis dari standar ISO/IEC harus tercakup dalam pedoman tersebut. Amandemen dan ralat teknis yang dipublikasikan setelah pengadopsian standar ISO/IEC harus diadopsi sesegera mungkin.
4) Dengan berkembangnya standar dalam bentuk elektronik, mungkin diperlukan metoda adopsi baru atau penggabungan beberapa metoda yang ditetapkan oleh BSN yang tidak tercakup dalam pedoman ini. Walaupun demikian, rekomendasi mengenai pilihan dan tingkat kesetaran hubungan tetap berlaku.
H. Metoda Perumusan Naskah Akademis dan Draft Pedoman
1. Metoda Perumusan Naskah Akademis
Perumusan naskah akademis akan mengikuti prosedur yang ada dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2005 dan Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor G-159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan. Adapun hasilnya akan berupa suatu dokumen naskah akademis yang berisi beberapa substansi seperti yang disampaikan pada Tabel 3.3. Dengan isi dan muatan dari naskah akademis tersebut diharapkan pengaturan yang disusun dapat dipertanggungjawabkan secara legal dan akademis serta implementable.
52
Tabel 3.3 Ilustrasi isi dari dokumen naskah akademis
Bab Daftar Isi Muatan pokok A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang/maksud
2. Tujuan dan Kegunaan yang ingin dicapai
3. Metode Pendekatan 4. Materi Muatan 5. Inventarisasi Peraturan
Perundang-undangan
Apa yang menjadi landasan dari pengaturan yang disusun, baik secara akademis, sosiologis, maupun legal
B. RUANG LINGKUP NASKAH AKADEMIK
1. Umum a. Pengertian-pengertian b. Asas-asas 2. Materi 3. Sanksi 4. Peralihan 5. Penutup
Apa saja pokok-pokok pengaturan yang harus dimuat dalam peraturan sebagai pedoman bagi pihak terkait untuk menjalankan perannya masing-masing
C.KESIMPULAN DAN SARAN
1. Perlunya pengaturan 2. Jenis/bentuk pengaturan 3. Pokok-pokok materi yang
perlu diatur
Apa saja hal-hal utama yang harus diperhatikan dari produk pengaturan yang disusun
D. LAMPIRAN 1. Daftar kepustakaan 2. Inventarisasi Peraturan
Perundang-undangan 3. Hasil kajian atau
penelitian atau makalah-makalah yang membahas materi hukum yang bersangkutan.
Data-data dan informasi yang diperlukan sebagai pendukung dari pengaturan yang disusun
2. Metoda Perumusan Draft Pedoman
Penulisan draft pedoman akan meningkuti peraturan yang berlaku di lingkungan Departemen Perhubungan dimana substansinya akan terdiri dari:
a. Dasar hukum penetapan peraturan: terkait dengan sejumlah peraturan perundangan yang dirujuk dalam peraturan;
b. Definisi-definisi: beberapa definisi penting yang harus diperhatikan dalam peraturan yang dijadikan sebagai acuan pengertian dalam ketentuan selanjutnya;
c. Ketentuan pokok: berisi mengenai pokok-pokok pengaturan yang dimuat dalam peraturan;
d. Ketentuan peralihan: berisi mengenai konsekuensi legal dari pengaturan ini terhadap kondisi eksisting maupun pengaturan yang telah ada;
e. Ketentuan penutup: berisi mengenai pemberlakukan dari peraturan ini.
53
Penyusunan pedoman ini, khususnya mengenai metoda-metoda dan prosedur di bidang transportasi sungai dan danau akan mengikuti tatacara penyusunan Pedoman yang ditetapkan oleh BSN. Draft Pedoman di bidang transportasi sungai dan danau dilampirkan pada Lampiran 1.
54
55
BAB IV HASIL SURVEI LOKASI STUDI
Pada bab ini disampaikan kondisi di transportasi sungai dan danau di lokasi studi yang telah disepakati, diantaranya: Medan, Palembang, Banjarmasin, Palangkaraya, Merauke dan Jayapura. Detail dari hasil survey dan gambaran lokasi studi dijelaskan sebagai berikut.
A. Medan
1. Gambaran Umum Wilayah Lokasi studi di Medan yang dimaksud dalam studi ini adalah Transportasi Sungai dan Danau di Danau Toba Provinsi Sumatera Utara. Danau Toba secara adsministrasi terletak sebagian di Kabupaten Toba Samosir dan sebagian di Kabupaten Samosir. Kabupaten Toba Samosir berada pada 2º.27' - 2º.47' Lintang Utara dan 98º.35' - 98º.44' Bujur Timur, Kabupaten Toba Samosir memiliki luas wilayah 2.021,8 Km2. Kabupaten Toba Samosir berada diantara lima kabupaten yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Simalungun, sebelah Timur berbatasan dengan Labuhan Batu dan Asahan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Samosir. Kabupaten Toba Samosir terletak pada wilayah dataran tinggi, dengan ketinggian antara 900 - 2.200 meter di atas permukaan laut, dengan topografi dan kontur tanah yang beraneka ragam, yaitu datar, landai, miring dan terjal. Struktur tanahnya labil dan berada pada wilayah gempa tektonik dan vulkanik. Sesuai dengan letaknya yang berada di garis khatulistiwa, Kabupaten Toba Samosir tergolong ke dalam daerah beriklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 170C - 290
2. Data Tata Ruang
C dan rata-rata kelembaban udara 85,04 persen. Rata-rata tinggi curah hujan yang terjadi di Kabupaten Toba Samosir per bulan tahun 2007 berdasarkan data pada 3 stasiun pengamatan sebesar 155 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 14 hari.
Secara batas administrasi, kawasan danau Toba dimiliki oleh beberapa kabupaten di Sumatera Utara yaitu; Kab. Simalungun, Kab. Tapanuli Utara, Kab. Toba Samosir, Kab. Samosir, Kab.
56
Karo, dan Kab. Dairi. Jadi permasalaham Penataan Ruang Kawasan Danau Toba, mestilah mengikutsertakan semua Pemda yang memiliki kawasan danau ini. Secara umum permasalahan keruangan Danau Toba dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu; Badan Danau, Tepian Danau, dan Kawasan Sekitar Danau. Kabupaten Toba Samosir memiliki wilayah Danau Toba yang sangat potensial untuk pengembangan perikanan baik tangkap maupun budidaya. Selain potensial untuk pengembangan perikanan,
Gambar 4.1 Kawasan Danau Toba dan Pulau Samosir
Danau Toba juga merupakan objek wisata yang sangat terkenal di Pulau Sumatera. keindahan alam dan kekhasan budaya yang ada Danau Toba tetap merupakan objek wisata yang menarik. Jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Samosir pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 27,56 persen yaitu dari 34.706 wisatawan pada tahun 2007 menjadi 44.270 wisatawan pada tahun 2008, sebanyak 41.158 wisatawan (92,97 persen) diantaranya adalah wisatawan nusantara sedangkan wisatawan asing adalah sebanyak 3.112 wisatawan (7,03 persen).
57
3. Data Transportasi Eksisting Provinsi Sumatera Selatan memiliki Danau terbesar di Indonesia yaitu Danau Toba yang terdapat pulau besar di tengahnya yaitu Pulau Samosir. Sebagian besar wilayah Danau Toba dan Pulau Samosir berada pada wilayah administrasi Kabupaten Samosir. Kabupaten lain yang berada di sekitar Danau Toba ini adalah Kabupaten Dairi, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Humbang Hasundutan. Transportasi yang umum digunakan di Danau Toba adalah kapal ferry yang digunakan sehari-hari untuk menuju pulau Samosir yang berada di wilayah Kabupaten Samosir dan Kabupaten Toba Samosir. Ferry yang menuju Pulau Samosir dihubungkan oleh Dermaga Ajibata di Kabupaten Toba Samosir dan Dermaga Tomok di Kabupaten Samosir atau di Pulau Samosir yang berada di tengah-tengah Danau Toba. Sarana angkutan danau yang melayani di Danau Toba terdiri dari 6 (enam) jenis angkutan danau antara lain sampan, speed boat, kapal motor, dan ferry. Selain keindahan Danau Toba, perairan Danau Toba juga berfungsi sebagai prasarana transportasi air yang menghubungkan antar daerah, khususnya menghubungkan antara Pulau Samosir dengan daerah Toba. Jumlah kunjungan kapal, penumpang dan barang pada angkutan danau di Kabupaten Toba Samosir tahun 2008 dari 3 dermaga masing-masing 5.839 kunjungan kapal; 198.396 penumpang dan 4.595,0 ton barang. Dermaga Ajibata merupakan dermaga yang paling sibuk. Jumlah kunjungan kapal, penumpang dan barang di dermaga tersebut tahun 2008 masing-masing 3.944 kunjungan kapal, 167.650 penumpang dan 3.756,3 ton barang
Tabel 4.1 Sarana Angkutan Danau Toba - Samosir
No Jenis Sarana Angkutan Danau
Tahun 2005 2006 2007
1 Sampan (Solu) tanpa mesin
435 450 475
2 Sampan (Solu) dengan mesin
147 142 143
3 Speed boat 4 5 5 4 Kapal Motor 135 158 162 6 Kapal Wisata 1 1 1 Jumlah 722 756 786 Sumber : Samosir Dalam Angka 2008
58
4. Data Pelabuhan Eksisting Berdasarkan gambaran transportasi sebelumnya, diketahui bahwa pelabuhan di danau toba terletak di dua kabupaten diantaranya kabupaten samosir dan kabupaten toba samosir. Data Lokasi pelabuhan Sungai dan Danau di Danau Toba di tunjukan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Lokasi pelabuhan Angkutan Danau di Danau
Toba Detail penjelasan pelabuhan di masing-masing kabupaten dijelaskan sebagai berikut:
a. Pelabuhan Danau di Kabupaten Samosir Dermaga yang ada di Kab. Samosir berjumlah 23 unit yang tersebar di 7 Kecamatan, bentuk dermaga yang ada sebagai berikut 1) Dermaga Plengsengan
Jenis dermaga yang sangat sederhana dimana kapal langsung sandar ditepian tebing danau Toba yang yang diperkuat dengan tumpukan batu dan pasir.
2) Dermaga Kayu Dermaga yang kostruksi lantainya terbuat dari kayu.
3) Dermaga Beton
59
Dermaga dengan kostruksi beton, yang dana pembangunan dari pusat yaitu DepartemenPerhubungan RI.
Untuk dermaga angkutan danau, Khususnya yang terdapat di Kabupaten Samosir terdapat 61 (enam puluh satu) dermaga yang berada di 6 (enam) kecamatan. Dermaga terbanyak terdapat di kecamatan Simanindo dengan dermaga terbesar yaitu dermaga Simanindo dan pelabuhan Tomok yang melayani penyeberangan Ferry dan kapal wisata Danau Toba dan pulau Samosir.
Tabel 4.2. Dermaga di Kabupaten Samosir
No Kecamatan Banyak Demaga Lokasi Dermaga
1 Simanindo 6 Simanindo Siallagan Siallagan Umum Tomok Tomok Lopo Pardoman
Lontung 2 Panguruan 4 Onan Baru
Onan Lama Aek Rangat Rianiate
3 Nainggolan 2 Nainggolan Sipoltongon
4 Onan Runggu 4 Lagundi Onan Runggu Sitinjak Sukkean
5 Palipi 4 Mogang Urat Urat Sinaga Uruk Gorat Pallombuan
6 Sianjur Mula-mula 1 Hasinggaan Jumlah 61
Sumber : Samosir Dalam Angka 2008 Untuk mendukung perekonomian Kabupaten Samosir melalui transportasi danau, terdapat 5 pelabuhan dermaga yaitu di Pangururan, Palipi, Nainggolan, Tomok, dan Simanindo. Selama tahun 2007 banyaknya kunjungan kapal di dermaga Pangururan adalah sebanyak 1.040 kunjungan
60
dengan jumlah penumpang sebanyak 38.091 orang terdiri dari penumpang yang dating 19.239 orang dan yang berangkat sebanyak 18.852 orang, sedangkan untuk lalu lintas barang adalah sebanyak 640,4 ton yang terdiri dari barang yang dimuat sebanyak 414,9 ton dan barang bongkar sebanyak 225,5 ton. Kunjungan kapal di dermaga Mogang Palipi adalah sebanyak 260 kunjungan dengan jumlah penumpang sebanyak 10.564 orang, terdiri dari jumlah penumpang sebanyak 5.903 orang dan yang berangkat sebanyak 5.471 orang. Sedangkan untuk angkutan barang tercatat sebanyak 539,6 ton yang terdiri dari barang yang dimuat sebanyak 349,6 ton dan barang yang dibongkar sebanyak 190 ton. Kunjungan kapal di dermaga Nainggolan adalah sebanyak 684 kunjungan kapal dengan jumlah penumpang sebanyak 15.243 orang yang terdiri dari penumpang yang datang sebanyak 15.243 orang dan penumpang yang berangkat sebanyak 15.296 orang. Untuk angkutan barang tercatat sebanyak 484,9 ton barang melalui dermaga ini, dari jumlah tersebut sebanyak 292,7 ton barang dimuat dan 192,2 ton barang dibongkar. Kunjungan kapal di demaga Tomok adalah sebanyak 3.247 kunjungan dengan jumlah penumpang sebanyak 218.518 orang, terdiri dari penumpang yang datang 115.533 orang dan yang berangkat sebanyak 102.625 orang, sedangkan barang adalah sebanyak 526,51 ton terdiri dari barang yang dimuat sebanyak 316,39 ton dan dibongkar sebanyak 210,12 ton. Kunjungan kapal di demaga Simanindo adalah sebanyak 432 kunjungan dengan jumlah penumpang sebanyak 9.522 orang, terdiri dari penumpang yang datang 5.841 orang dan yang berangkat sebanyak 3.681 orang.
Tabel 4.3. Lalu Lintas Penumpang dan Barang yang Menggunakan Angkutan Danau
Dermaga Kunjungan Kapal
Penumpang Barang Datang Berangkat Bongkar Muat
Simanindo 432 5.841 3.681 0 0 Tomok Wisata 3.247 115.533 102.625 210.12 316.39
Pangururan 1.040 19.239 18.852 225.5 414.9 Nainggolan 684 15.243 15.296 192.2 292.7 Mogang Palipi 260 5.903 5.471 190.0 349.6
Jumlah 1812,287 167,6 149,606 817,82 1373,59 Sumber : Samosir Dalam Angka 2008
61
b. Pelabuhan Danau di Kabupaten Toba Samosir Kabupaten Toba Samosir merupakan salah satu wilayah yang berada di sekitar Danau Toba. Sebagai wilayah yang berada di pesisir Danau Toba tentunya Kabupaten Toba Samosir juga memiliki fasilitas untuk penyeberangan angkutan Danau baik untuk keperluan angkutan masyarakat umum baik untuk angkutan wisata. Kabupaten Toba Samosir memiliki 3 (tiga) dermaga danau antara lain Dermaga Balige, Dermaga Porsea, dan Dermaga Ajibata. Pada tahun 2009 ketiga dermaga tersebut melayani 179.960 penumpang dan 5.292,8 ton barang serta dilayani oleh 5.779 keberangkatan kapal. Pada tabel berikut dapat dilihat gambaran penyelenggaraan angkutan danau di Kabupaten Toba Samosir.
Tabel 4.4. Jumlah Kunjungan Kapal, Penumpang, dan Barang pada
Angkutan Danau menurut Dermaga di Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009
Dermaga Perjalanan Kapal
Penumpang Barang (ton)
Balige 1.791 21.732 430,5 Porsea 104 4.042 1.160,0 Ajibata 3.944 154.186 3.756,3 Jumlah 5.779 179.960 5.292,8
Sumber : Toba Samosir Dalam Angka 2010
5. Data Lalu-Lintas Transportasi Danau
a. Trayek Jaringan angkutan danau di Kab. Samosir ditetapkan berdasarkan Surat Kep. Bupati Samosir No. 261 Tahun 2008, sebagai berikut: Tabel 4.5. Jaringan Angkutan Danau di Kabupaten Samosir
No Asal Tujuan Keterangan 1 Simaindo Tigaras Trayek tetap 2 Simaindo Haranggaol Trayek tetap 3 Janji Raja Pangururan Trayek tetap 4 Rangsang Bosi Pangururan Trayek tetap 5 Sabulan Pangururan Trayek tetap 6 Harian Pangururan Trayek tetap 7 Bonan Dolok Pangururan Trayek tetap 8 Hasinggaan Pangururan Trayek tetap
62
No Asal Tujuan Keterangan 9 Bahal-bahal Pangururan Trayek tetap
10 Binangara Pangururan Trayek tetap 11 Mogang Balige Trayek tetap 12 Sabulan Mogang Trayek tetap 13 Rangsang Bosi Mogang Trayek tetap 14 Holbung Mogang Trayek tetap 15 Janji Raja Mogang Trayek tetap 16 Mogang Ajibata Trayek tetap 17 Nainggolan Balige Trayek tetap 18 Nainggolan Ajibata Trayek tetap 19 Onan Rungu Balige Trayek tetap 20 Onan Rungu Ajibata Trayek tetap
Sumber : Kab. Samosir, 2008
1) Tarif
Angkutan danau di danau toba memiliki beberapa trayek dan tarif yang berbeda-beda. Untuk data trayek dan tarif dari berbagai dermaga yang ada di danau toba ditunjukkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Data Tarif Angkutan Danau di Danau Toba
Dermaga Trayek Tarif
Asal Tujuan I orang sepeda motor
Tomok tour Tomok Ajibata Rp. 4000.00 Rp. 5000.00 Lapo Parindo Tomok Tiga Raja Rp. 4000.00 Rp. 5000.00 Onah Baru Panguruan Panguruan Tamba Rp. 6000.00 Rp -
Pangururan Tamba Rp. 6000.00 Rp - Pangururan Sihotang Rp. 5000.00 Rp. - Pangururan Harian Rp. 5000.00 Rp. -
Pangururan Sianjur Mula mula Rp. 5000.00 Rp. -
Pangururan Tulas Rp. 8000.00 Rp. - Pangururan Janji Raja Rp. 19000.00 Rp. - Pangururan Balige Rp. 22000.00 Rp. -
Pangururan Boonan Dolok Rp. 5000.00 Rp. -
Pangururan Rangsang Rp. 10000.00 Rp. -
63
Dermaga Trayek Tarif
Asal Tujuan I orang sepeda motor
Bosi
Pangururan Hasinggaan Rp. 6000.00 Rp. - Pangururan Binangara Rp. 8000.00 Rp. - Mogang Mogang Balige Rp. 15000.00 Rp. -
Mogang Rangsang Bosi Rp. 5000.00 Rp. -
Mogang Sihopang Rp. 7000.00 Rp. -
Mogang Holbung Dolok
Rp. 6000.00 Rp. - Martahan Ransang Bosi Tamba Mogang Sabulan Rp. 5000.00 Rp. -
Mogang Sabulan/anak sekolah Rp. 6000.00 Rp. -
Mogang Dolok Martahan
Urat Pandiangan Rp. 7000.00 Rp. -
Sipoltongon Rangsang Bosi
Simanindo Simanindo Haranggoal Rp. 2000.00 Rp. 5000.00 Simanindo Tigaras Rp. 5000.00 Rp. 5000.00 Nianggolan Nianggolan Ajibat Rp. 13000.00 Rp. - Ninggolan Balige Rp. 13000.00 Rp. - Ninggolan Balige 1 Rp. 13000.00 Rp. - Ninggolan Balige 2 Rp. 13000.00 Rp. - Onang Rungu
Onang Rungu Ajibat Rp. 13000.00 Rp. 15000.00
Sumber: Analisa konsultan, 2011
2) Produksi Tabel 4.7. Banyaknya Kunjungan Kapal tahun 2009
No. Dermaga Kapal Penumpang (orang) Barang
Unit Datang Berangkat Datang (ton)
Berangkat (Ton)
1 Simanindo 2893 8154 7954
2 Siallagan 197 626 663
3 Tomok 5096 65905 72271 364,851 263,438
4 Tomok Wisata 1503 11447 19,923
64
5 Panguruan 1117 12652 12804 478.73 238.27
6 Nainggolan 1390 15335 16532 342.7 352.2
7 Mogan Palipi 267 2308 2377 146.94 135.7 Sumber: Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten
Samosir
b. Data Kapal Kapal angkutan danau yang ada di kabupaten Samosir berjumlah 180 unit dan jenis kapal kapal angkutan danau, yaitu sebagai berikut : 1) Kapal Batu
Kapal yang dipergunakan untuk mengangkut batu, apabila daerah yang dituju sulit atau tidak bias dilalui angkutan darat.
2) Kapal angkutan Penumpang Kapal kayu yang dapat mengangkut penumpang dan kendaraan roda dua yang melayani penyeberangan di Kabupaten Samosir
3) Kapal Wisata Kapal yang digunakan untuk mengangkut para wisatawan yang dating ke obyek tujuan wisata yang di inginkan
4) Kapal Hotel Kapal yang dimiliki oleh hotel yang ada di Kab. Samosir, dipergunakan untuk mengangkut pengujung hotel yang datang melalui angkutan danau
5) Kapal Samosir Horas Cruise (SHC) kapal wisata yang dimilki oleh Kab. Samosir, hibah dari Kementrian Pembangunan daerah tertinggal RI dengan kapasitas 40 orang. Kapal SHC di gunakan untuk sewa
65
6. Dokumentasi Foto Surveya. Dermaga Ajibata
Gambar 4.3. Fasilitas Umum
Gambar 4.4. Fasilitas Tambat Kapal
66
Gambar 4.5. Fasilitas Sandar Kapal
b. Dermaga Tiga Raja
Gambar 4.6. Fasilitas Dermaga
67
Gambar 4.7. Fasilitas Umum dan Kantor Administrasi
Gambar 4.8. Fasilitas Sandar dan Tambat Kapal
68
a. Dermaga Samosir
Gambar 4.9. Fasilitas Sandar dan Tambat Kapal
Gambar 4.10. Fasilitas Dermaga
69
Gambar 4.11. Fasilitas Umum Dermaga
B. Palembang
1. Gambaran Umum Wilayah Sungai Musi adalah sebuah sungai yang terletak di Palembang provinsi Sumatra Selatan, Indonesia. Palembang sendiri merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang secara geografis terletak antara 2o 52′ sampai 3o 5′ Lintang Selatan dan 104o 37′ sampai 104o
Disamping sungai-sungai besar tersebut terdapat sungai-sungai kecil lainnya terletak di Seberang Ilir yang berfungsi sebagai drainase perkotaan (terdapat ± 68 anak sungai aktif). Sungai-sungai kecil tersebut memiliki lebar berkisar antara 3 – 20 meter. Pada aliran sungai-sungai tersebut ada yang dibangun kolam retensi, sehingga menjadi bagian dari sempadan sungai. Permukaan air Sungai Musi sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pada musim kemarau terjadi penurunan debit
52′ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan air laut. Dari segi kondisi hidrologi, Kota Palembang terbelah oleh Sungai Musi menjadi dua bagian besar disebut Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Kota Palembang mempunyai 108 anak sungai. Terdapat 4 sungai besar yang melintasi Kota Palembang. Sungai Musi adalah sungai terbesar dengan lebar rata-rata 504 meter (lebar terpanjang 1.350 meter berada disekitar Pulau Kemaro, dan lebar terpendek 250 meter berlokasi di sekitar Jembatan Musi II). Ketiga sungai besar lainnya adalah Sungai Komering dengan lebar rata-rata 236 meter; Sungai Ogan dengan lebar rata-rata 211 meter, dan Sungai Keramasan dengan lebar rata-rata 103 meter.
70
sungai, sehingga permukaan air Sungai Musi mencapai ketinggian yang minimum.
Pola aliran sungai di Kota Palembang dapat digolongkan sebagai pola aliran dendritik, artinya merupakan ranting pohon, di mana dibentuk oleh aliran sungai utama (Sungai Musi) sebagai batang pohon, sedangkan anak-anak sungai sebagai ranting pohonnya. Pola aliran sungai seperti ini mencerminkan bahwa, daerah yang dialiri sungai tersebut memiliki topografi mendatar. Dengan kekerasan batuan relatif sama ( ) sehingga air permukaan ( ) dapat berkembang secara luas, yang akhirnya akan membentuk pola aliran sungai (
) yang menyebar ke daerah tangkapan aliran sungai ( ).
2. Data Tata Ruang Fungsi sungai di Kota Palembang sebelumnya adalah sebagai alat angkutan sungai ke daerah pedalaman, namun sekarang sudah banyak mengalami perubahan fungsi antara lain sebagai drainase dan untuk pengedalian banjir. Fungsi anak-anak sungai yang semula sebagai daerah tangkapan air, sudah banyak ditimbun untuk kepentingan sosial sehingga berubah fungsinya menjadi permukiman dan pusat kegiatan ekonomi lainnya, dimana rata-rata laju alih fungsi ini diperkirakan sebesar ± 6% per tahun. Secara geomorfik perubahan bentang alam pada satuan geomorfik di Kota Palembang berkaitan dengan adanya sedimentasi sungai yang bertanggung jawab terhadap pendangkalan sungai atau penyebab terjadinya penyempitan seperti di daerah Mariana Kecamatan Seberang Ulu I; penambangan pasir sungai atau gravel pada dasar sungai, yang akan berdampak kepada pendalaman cekungan; pemanfaatan dataran pada bentaran sungai untuk permukiman, persawahan serta aktivitas lain yang akan berdampak pada aliran sungai; dan adanya penebangan hutan illegal di daerah hulu sungai.
3. Data Transportasi Eksisting a. Data Alur
1) Kedalaman alur pada saat surut 6-25 m. 2) Kecepatan arus 0.6 knot
71
3) Perbedaan pasang surut mak 3.30 m dengan rata–rata 2.5 m
4) Tinggi gelombang di selat Bangka 1.5 m 5) Pasang surut sungai Musi dipengaruhi pasang surut air
laut dengan rata-rata 2.5 m
b. Data Produksi Tabel-tabel dibawah ini menyajikan data kepadatan lalu lintas angkutan sungai dan danau di UPDT dermaga sungai Lais dari bulan Januari sampai Desember 2010.
4. Data Pelabuhan Eksisting Dermaga yang ada untuk sisi Palembang menggunakan pontoon, dengan kapasitas dermaga sampai dengan 500 GRT sedangkan untk sisi Muntok menggunakan . Data Lokasi pelabuahan Sungai dan Danau di Sungai Musi di tunjukan pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12. Lokasi Pelabuhan Angkutan Danau di Sungai Musi
Letak dermaga penyeberangan disisi Palembang adalah 35 ilir berada disisi hulu jembatan Ampera dengan luas 3.5 hektar dan disisi Muntok (Bangka) adalah tanjung Kelian dengan luas 3.0 hektar.
72
5. Data Lalu lintas Transportasi sungai di Palembang masih merupakan transportasi andalan, hal tersebut diperlihatkan dengan jumlah kapal yang stabil pada Tabel 4.9. Dan system navigasi perambuan sudah digunakan seperti yang di tunjukkan pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Data informasi rambu
No. Uraian Satuan Jumlah 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Rambu Suar Pelampung Suar Anak Pelampung Stasiun Radio Pantai a. Stasiun Palembang Radio b. Stasiun Radio Pandu Tg.Buyut Pelampung Suar (S. Musi /S.Gerong) Life Jacket Liferaft Smoke Signal Ring Buoy Tandu Korban
Buah Buah Buah
Stasiun
Unit Unit Buah Set
Buah Unit
26 10 5 2
6 30 5 28 30 10
Sumber; Dishub Prov. Sumatera Selatan, 2010
73
Tabel 4.9. Kepadatan Lalu Lintas Angkutan Sungai Dan Danau Di UPTD Dermaga Sungai Lais Tahun 2009
No. Jenis Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des 1 Ketek 1120 895 1370 1555 1545 1500 1680 1820 1550 1865 1920 2150 2 Speed Boat Kecil - - - - - - - - - - - - 3 Speed Boat Besar - - - - - - - - - - - - 4 Jukung 1660 1600 1785 1675 1750 1690 1860 1860 1590 1945 1755 1615 5 Tub Boat/M. Fgandeng - - - - - - - - - - - - 6 Tongkang Kayu - - - - - - - - - - - - 7 Tongkang Besi 2780 2495 - 213 223 182 202 164 122 169 265 316 Jumlah 5560 4990 3155 3443 3518 3372 3742` 3844 3262 3979 3940 4081
Sumber; Dishub Prov. Sumatera Selatan, 2010
Gambar 4.13. Kepadatan Lalu lintas Penumpang yang Masuk Dermaga Sungai Lais Tahun 2009
0
500
1000
1500
2000
2500
Jum
lah
Kap
al
Bulan
Kepadatan Lalu Lintas Sungai Lais Tahun 2009 Ketek
Jukung
74
Seiring dengan perkembangan angkutan sungai di Palembang, rambu navigasi juga dilengkapi di alur sungai di Provinsi Sumatera Selatan. Jumlah dan kondisi Rambu Navigasi ditunjukkan pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10. Jumlah Rambu Navigasi di Sumatera Selatan
No Nama Sungai Jumlah Rambu
Tahun 2001
Jumlah Rambu
Tahun 2009 Kondisi Ket
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13
Sungai Ogan Sungai Musi Sungai Rawas Sungai Batang Hari Leko Sungai Lakitan Sungai Muara Rambang Sungai Lematang Sungai Batang Sungai Air Saleh Air Padang Sungai Lilin dan S. Lalan Sungai Kenten Sungai Telang Sungai Gasing
70 350 20 30 30 23 30 17
242 258 100 100 100
13
30 ( S.Lalan )
Baik
Baik
APBD
Muba 2002
APBD Muba 2006
JUMLAH 1370 Sumber; Dishub Prov. Sumatera Selatan, 2010
Gambar 4.14. Kepadatan Lalu lintas Penumpang yang Masuk Dermaga Sungai Lais
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Jum
lah
Ora
ng
Kepadatan LL Penumpang yang Masuk Sungai LaisSpeed Boat KecilKetekJukungGandeng Besi
75
Gambar 4.15. Kepadatan Lalu lintas Barang yang Masuk Dermaga Sungai Lais
Gambar 4.16. Kepadatan Lalu lintas Kapal yang Keluar Dermaga Sungai Lais
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Ton
Kepadatan LL Barang yang Masuk Sungai Lais
Speed Boat KecilKetekJukungGandeng Besi
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Uni
t Kap
al
Kepadatan LL kapal yang Keluar Sungai Lais
Speed Boat KecilKetekJukungGandeng Besi
76
Gambar 4.17. Kepadatan Lalu lintas Penumpang yang Keluar Dermaga Lais
Gambar 4.18. Kepadatan Lalu lintas Barang yang Keluar Dermaga Sungai Lais
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Jum
lah
Ora
ngKepadatan LL Penumpang yang Keluar Sungai Lais
KetekJukungGandeng BesiJumlah
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Ton
Kepadatan LL Barang yang Keluar Sungai Lais
Speed Boat KecilKetekJukungGandeng Besi
77
6. Dokumentasi Survey
Dermaga Jaka Baring, Palembang
Gambar 4.19. Fasilitas
Gambar 4.20. Fasilitas Sandar dan Tambat Kapal
78
Gambar 4.21. Fasilitas Umum dan Kantor
Dokumentasi survei di Dermaga Sungai Lais
Gambar 4.22. Fasilitas Umum
Gambar 4.23. Fasilitas Gangway dan Dermaga
79
Gambar 4.24. Fasilitas Sandar dan Tambat Kapal
Dokumentasi survei di Dermaga Tangga Buntung
Gambar 4.25. Fasilitas Umum (Parkir, Loket, Ruang Administrasi dan Ruang Tunggu)
80
Gambar 4.26. Fasilitas Gangway
Gambar 4.27. Fasilitas Sandar dan Tambat Kapal
81
C. Banjarmasin
1. Gambaran Umum Wilayah
Propinsi Kalimantan Selatan secara geografis terletak diantara 114 19’ 13” – 116 33’ 28” bujur timur dan 1 21’ 49” – 4 10’ 14” lintang selatan secara administratif propinsi Kalimantan selatan terletak dibagian selatan Pulang Kalimantan dengan batas-batas:
Sebelah barat : Propinsi Kalimantan tengah Sebelah timur : Selat Makassar Sebelah selatan : laut jawa Sebelah utar : Propinsi Kalimantan Timur
Berdasarkan letak tersebut, luas wilayah Propinsi Kalimantan Selatan hanya 6,98 % dari luas Pulang Kalimantan secara keseluruhan. Secara administratif wilayah Propinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Banjarmasin meliputi 11 Kabupaten dan 2 Kota, kabupaten terbaru adalah kabupaten Tanah Bumbu (pecahan Kabupaten Kotabaru) dan Kabupaten Belangan (pecahan Kabupaten Hulu Sungai Utara), Pada Tabel 4.11 terdapat beberapa data pembagian wilayah di Kabupaten/Kota Wilayah Sungai Barito.
Tabel 4.11. Data kewilayahan di DAS Sungai Barito
No Kabupaten Kecamatan Luas kecamatan (km2
Desa/Kelurahan )
1 Barito Kuala Tabunganen 240 14 Tamban 164,3 16 Mekarsari 143,5 9 Anjir Pasar 126 15 Anjir Muara 117,25 15 Alalak 106,85 15 Mandastana 136 14 Belawang 80,25 13 Wanaraya 37,5 13 Rantau Badauh 261,81 9 Cerbon 206 8 Barambai 183 11 Bakumpai 261 8
Banjarmasin Banjarmasin selatan 20,18 11 Banjarmasin timur 11,54 9 Banjarmasin barat 13,37 9 Banjarmasin tengah 11,66 12 Banjarmasin utara 15,25 9
Sumber: Kalsel dalam angka 2009
82
2. Data Tata Ruang
Dalam RTRW Propinsi Kalimantan Selatan 2000-2015, kota-kota di Kalimantan Selatan dibagi dalam lima kategori : a. Orde I, Kota yang termasuk dalam kategori ini adalah Kota
Banjarmasin b. Orde II, Kota yang masuk dalam kategori ini adalah Kota
Banjarbaru, Martapura, Kandangan, Batulicin dan Kotabaru c. Orde III, Kota yang masuk dalam kategori ini adalah Koa Pagatan,
Pelaihan, Marahaban, Rantau, Barabai, Mauntai, Paringin dan Tanjung
d. Orde IV, Kota yang masuk dalam kategori ini berstatus kota IKK. Pada umumnya kota-kota tersebut merupakan IKK yang sedang berkembang pesat, seperti Kota Kelua, Sungai Danau, Kertak Hanyar dan Binuang.
e. Orde V, Termasuk kategori pusat permukiman atau kota desa kecil.
Pada prinsipnya sistem kota-kota yang yang akan dikembangkan membentuk tiga kelompok, yaitu sistem kota-kota WP Banua Lima dengan pusat pengembangannya di Kota Kandangan, WP Kayu Tangi dengan pusat pengembangannya di Kota Banjarmasin dan WP Tanah Bumbu dengan pusat pengembangannya di Kota Batulicin. WP Tanah Bumbu dimungkinkan untuk dikembangkan menjadi 2 WP, yaitu WP Tanah Bumbu Utara dan WP Tanah Bumbu Selatan. Pengembangan tersebut bertujuan untuk menjembatani pelayanan dan penyebaran kegiatan pembangunan pada sebagian besar kawasan di Utara Kabupaten Kotabaru yang saat ini cenderung berorientasi ke Kabupaten Pasir mengingat akses yang jauh terhadap Kota Batulicin dan Kotabaru. Untuk lebih jelasnya mengenai arahan pengembangan wilayah DAS Sungai Barito dapat dilihat pada Gambar 4.28. Kota Banjarmasin merupakan salah satu wilayah yang paling banyak menyumbang PDRB di Provinsi Kalimantan Selatan. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Banjarmasin menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku pada tahun 2008 mencapai 7,5 triliun rupiah dan atas dasar harga konstan dengan tahun dasar 2000 mencapai 4,3 triliun rupiah Kontribusi PDRB selama 2008 terbanyak disumbangkan oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel yang mencapai 23,24%. Sektor pengangkutan dan komunikasi memberikan kontribusi kedua terbesar yaitu 21,33%.
83
Tabel 4.12. PDRB Tahun 2008 atas harga berlaku di DAS Sungai Barito menurut lapangan usaha (juta rupiah)
No Lapangan Usaha
Kota Banjarmasin
Kabupaten Barito Kuala
Kabupaten Banjar
Total
1 Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
62.902,50 860.900,46 1.255.916,24 923.802,96
2 Pertambangan dan penggalian N/A N/A 1.179.386,82 N/A
3 Industri pengolahan 1.398.990 850.341,97 269.307,18 2.249.331,97
4 Listrik dan air bersih 101.362,60 3.627,106 34.403,61 3.728.468,6
5 Bangunan 759.000 215.947,49 337.905,83 974.947,49 6 Perdagangan,
Hotel & restoran 1.752.570,68 298.515,13 1.252.200,38 2.051.085,81
7 Pengangkutan & Komunikasi 1.608.484,89 53.951,79 202.502,83 1.662.436,68
8 Keuangan, Real estate & Jasa perusahaan
939.322,07 73.411,03 223.648,26 1.012.733,1
9 Jasa-jasa 918.047,19 229.059,54 523.389,63 1.147.106,73 Total 7.540.679,93 2.585,75 5.278.669,78 13.749.913,34
Sumber: Kalsel dalam angka 2009 27,11 %PDRB DAS Sungai Barito disokong oleh sektor listrik dan air bersih.
Selain sektor pertambangan dan penggalian sektor lainnya yang menyokong PDRB di DAS Sungai Barito adalah sektor industri pengolahan 16,36%, dan juga sektor perdagangan, hotel dan restoran 14,92%.
3. Data Transportasi
Keberadaan sarana dan prasarana trasnportasi merupakan suatu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang pengembangan wilayah Propinsi Kalimantan Selatan khususnya di wilayah aliran Sungai Barito. Selain untuk meningkatkan akses antara pusat pelayanan yang satu dengan yang lainnya, sarana dan prasarana transportasi juga dapat meningkatkan interaksi dan sirkulasi masyarakat dan kegiatan perekonomian maupun sosial. Berikut ini adalah sarana dan prasarana transportasi darat, sungai, penyebrangan, laut dan udara di Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya di wilayah Sungai Barito. Pada Tabel 4.13. berikut ini disampaikan kondisi eksisting data transportasi di DAS Sungai Barito.
84
Tabel 4.13. Data transportasi eksisting di DAS Sungai Barito
Moda Prasarana Sarana Jalan Terminal antar provinsi:
terminal induk Km.6 Terminal dalam provinsi: terminal induk km.6, rantau, antaludin, barabai, amuntai, mabuun, palaihari, batulicin, kotabaru Kab barito kuala: total jalan 628,13 km Kota Banjarmasin: Jalan negara 13,7 km, jalan provinsi 15,83 km, Jalan kota/kab 458391 km
Rute transportasi darat untuk barang dan penumpang Sarana di terminal induk Km.6 : mikrolet dengan 12 seat sebanyak 400 buah angkutan umum, minibus L.300 dengan 12 seat sebanyak 2156 buah angkutan umum, bus kecil 25 seat sebanyak 29 buah, bus besar 50 seat sebanyak 166 buah.
Sungai danau dan penyebrangan
Pelabuhan penyebrangan antar provinsi : Pelabuhan trisakti, batulicin Pelabuhan penyebrangan dalam provinsi: Pelabuhan batulicin, Tg.serdang, wilayah banjarmasin dan botola. Pelabuhan sungai dan danau antar provinsi : Pelabuhan banjar raya, ujung panti, marahaban, ujung murung, pasar lima, margasari dan negara. Pelabuhan sungai dan danau dalam provinsi: Pelabuhan banjar raya, ujung panti, marahaban, kuripan, ujung murung, pasar lima, tamansari, martapura, alalak, handilbakti, tamban km.4, km6, merkarsari km.12, anjir muara km.25, anjir pasar km.18, margasari, negara, babirik,dan amuntai. Nama dermaga : Banjaraya, Alalak, Ujung Panli, Marabahan, Kuripan, Sungai yang dapat dilalui transportasi sungai di Kota Banjaramsin: sungai Kelayan, Bagau, Martapura, Pengambangan, Bilu, Karukan, Pelambuan, Yapahut, Martapura, Baru, Barito, Alalak, Kuin.
Jenis kapal : Getetk/klotok, Motor boat, kapal tunda, Speed boat, Motor temple, Tongkang besi dan kayu
Sumber: Analisis konsultan dari berbagai sumber
85
4. Data Pelabuhan Eksisting
Dermaga di Kota Banjarmasin di bangun secara bertahap dimulai pada Tahun 1982 sampai sekarang, yaitu Dermaga Danau Mare, Dermaga Amandit / Pasar Burung, Dermaga Ujung Murung, Dermaga Taman Sari / Antasari, Dermaga Pasar Baru, Dermaga Pasar Sudirapi / Pasar Lima, Dermaga Pasar Baru (Taxi Kota) / Pasar Ayam, Dermaga Banjar Raya, Dermaga Penyeberangan Alalak dan Dermaga Kuin Selatan. Data Lokasi pelabuahan Sungai dan Danau di Sungai Barito di tunjukan pada Gambar 4.28.
Gambar 4.28. Lokasi pelabuhan Angkutan Danau di Sungai Barito
a. Dermaga Amandit / Pasar Burung
Keberadaan dermaga Amandit / Pasar Burung ada sejak Tahun 1994 dibangun dengan luas 3m x 4m dengan fungsi sebagai dermaga angkutan penumpang dengan tujuan trayek Jajangkit, Banua Anyar (taxi kota) dan Sei Puntik.
b. Dermaga Ujung Murung
Keberadaan dermaga Ujung Murung ada sejak Tahun 1995 dibangun dengan luas 4m x 7m dengan fungsi sebagai dermaga angkutan barang dan penumpang dengan tujuan trayek Anjir Serapat, Belawang, Berambai, Bambangin, Catur, Anjir Subarjo. Awalnya dermaga ini sudah luyaman bagus karena
86
dilengkapi pos penjagaan, tempat bertambat kapal dan ruang tunggu penumpang sehingga kegiatan retribusi dan turun naik penumpang bisa berjalan lancar. Namun kini banyak bagian bangunan dermaga yang sudah rusak dimakan usia dan ruang tunggu penumpang pun beralih fungsi menjadi warung makan atau toko kelontong milik pedagang yang tidak memilki tempat untuk berjualan. Jalan keluar dari dermaga pun sempit dan terganggu oleh bangunan pasar yang dibangun oleh pemkot Banjarmasin sehingga masyarakat dari maupun menuju dermaga akan kesulitan jika membawa barang bawaan yang banyak karena harus melewati bangunan pasar yang cukup jauh.
Tabel 4.14. Kepadatan Lalu Lintas Kapal Penumpang pada bulan Desember 2010
No Trayek Masuk Keluar
Kapal (buah)
Kapasitas penumpang
Penumpang (orang)
Kapal (buah)
Kapasitas penumpang
Penumpang (orang)
1. 2. 3. 4. 6. 7.
B.Masin-Belawan B.Masin-Berambai B.Masin-Anjir B.Masin-Mangkatip B.Masin-Tamban B.Masin-A.Subarjo
25 35 9 31 - -
625 1225 225 744
- -
259 339 48
340 - -
25 35 9 31 - -
625 1.225 225 744
- -
285 344 55
608 - -
100 2.819 986 100 2.819 1.292 Sumber : Dinas Perhubungan Kalimantan Timur, 2010
c. Dermaga Taman Sari / Antasari
Keberadaan dermaga Taman Sari / Antasari ada sejak Tahun 1992 dibangun dengan luas 3m x 4m dengan fungsi sebagai dermaga angkutan barang dan penumpang dengan tujuan trayek Tamban dan Catur. Namun dermaga ini sudah hilang diterjang proyek pembangunan siring pemkot Banjarmasin sehingga Dihub Banjarmasin terpaksa menyewa dermaga milik warga agar kapal – kapal penumpang maupun barang yang selama ini bersandar didermaga Taman Sari / Antasari masih mempunyai tempat bersandar dan bertambat sehingga masyarakat masih bisa menggunakan moda transportasi sungai yang selama ini mereka gunakan sehari – hari. Hal tersebut berakibat menjadi kurang terpenuhinya kenyamanan dan keamanan penumpang kapal.
87
Tabel 4.15. Kepadatan Lalu Lintas Angkutan Sungai pada Dermaga Taman Sari pada bulan Desember 2010
No. Trayek Masuk Keluar
Kapal (buah)
Kapasitas penumpang
Penumpang (orang)
Kapal (buah)
Kapasitas penumpang
Penumpang (orang)
1. 2.
B.Masin-Tamban B.Masin-Catur
310 31
5.040 1.010
- -
163 31
3.215 1.290
- -
100 2.819 986 100 2.819 1.292 Sumber : Dinas Perhubungan Kalimantan Timur, 2010
d. Dermaga Pasar Baru
Keberadaan dermaga Pasar Baru ada sejak Tahun 1995 dibangun dengan luas 4m x 6m, bangunan dermaga permanent dengan ukuran 6m x 80m dengan fungsi sebagai dermaga angkutan Barang, dengan tujuan trayek Buntok dan Danau Panggang. Dermaga ini belum lama dibangun menggunakan konstruksi beton, namun pengerjaanya belum selesai semua dan masih banyak kekurangan. Dermaga ini belum mempunyai pos penjaga’an untuk kegiatan penarikan retribusi dan akses jalan menuju dermaga pun sangat tidak memenuhi syarat karena sangat sempit dan rusak parah. Keadaan ini sangatlah memprihatinkan karena dermaga ini adalah dermaga yang digunakan untuk bersandar kapal–kapal barang yang mengangkut kebutuhan sehari–hari masyarakat Banjarmasin dan sekitarnya.
Tabel 4.16. Kepadatan Lalu Lintas Angkutan Sungai pada Dermaga Pasar Baru pada Bulan Desember 2010
No Trayek
Masuk Keluar
Kapal (buah) GT
Banyak barang (ton)
Jenis barang
Kapal (buah) GT
Banyaknya barang (ton)
Jenis barang Ket
1. 2. 3. 4.
B.Masin-Puruk cahu B.Masin-Buntok B.Masin-Kapuas B.Masin-Danau Panggang Alabio
8 4
10 4
480 240 60 40
120 60 60 60
Hsl Hutan Sda Sda sda
6 4
10 4
360 240 70 40
240 160 70 60
9 BP Sda Sda sda
Khusus Angkutan Barang
26 800 300 sda 24 610 530 sda Sumber : Dinas Perhubungan Kalimantan Timur, 2010
e. Dermaga Sudirapi / Pasar Lima
Keberadaan dermaga Sudirapi / Pasar Lima ada sejak Tahun 1995 dibangun dengan luas 4m x 80m dengan fungsi sebagai dermaga angkutan barang dan penumpang dengan tujuan trayek Negara, Margasari, Mangkatif, Tabunganen (Kolam Kanan dan Kolam Kiri), Tamban, Bakambat, Kuin Besar dan Terusan. Sama seperti dermaga lainya, dermaga ini digunakan sebagai tempat bersandarnya kapal – kapal yang mengangkut barang maupun penumpang dari maupun keluar Banjarmasin. Karena
88
usia dermaga yang sudah tua, yaitu 16 tahun maka keadaan bangunanya pun sudah banyak yang rusak dimakan usia. Diantaranya adalah tempat sandar yang sudah keropos, atap pos penjagaan yang pada bocor, ruang tunggu penumpang yang hampir ambruk dan akses jalan yang rusak dan terlalu sempit. Itu semua sangat tidak aman dan tidak nyaman bagi pengguna transportasi sungai yang setiap hari menggunakan dermaga ini untuk beraktifitas.
Tabel 4.17. Kepadatan Lalu Lintas Angkutan Sungai pada Dermaga Sudirapi / Pasar Lima pada bulan Desember 2010
Sumber : Dinas Perhubungan Kalimantan Timur, 2010
f. Dermaga Pasar Baru / Pasar Ayam
Keberadaan dermaga Pasar Baru (Taxi kota) / Pasar Ayam ada sejak Tahun 1995 dibangun dengan luas 2m x 15m dengan fungsi sebagai dermaga angkutan penumpang dengan tujuan trayek Mantuil. Dermaga ini sekarang sudah tidak digunakan sebagai tempat turun naik penumpang atau barang lagi, namun fungsinya beralih sebagai tempat bertambatnya kapal. Walaupun begitu namun kegiatan retribusi ditempat ini masih berjalan karena kapal yang bertambat didermaga ini sangat banyak sehingga masih bisa dipungut retribusi dan pengelolaanya digabung dengan dermaga Sudirapi / Pasar Lima.
g. Dermaga Banjar Raya
Keberadaan dermaga Banjar Raya ada sejak Tahun 1982 dibangun dengan luas 4m x 100m dengan fungsi sebagai dermaga angkutan barang dan penumpang dengan tujuan trayek Muara Teweh dan Puruk Cahu (Kalteng). Dermaga ini termasuk yang paling besar di Banjarmasin dan dulu dermaga ini sangatlah ramai dan dipadati para penumpang dari luar Banjarmasin, sehingga pada waktu itu dermaga ini dibangun lengkap dengan
89
tempat tambat kapal yang besar dan memungkinkan untuk bertambat kapal – kapal berukuran besar. Tidak hanya itu dermaga ini juga dilengkapi dengan pos penjagaan yang besar, ruang tunggu penumpang yang sangat luas lengkap dengan kamar mandi, moshola dan sanggup menampung lebih dari seratus orang. Namun kini semua itu tinggalah bangunan tua yang tidak terawat, karena mengingat usia bangunan yang sudah sangat Tua, dan sejak berdiri belum pernah diperbaiki. Akses jalan yang ada pun sangatlah jelek, jalan yang sempit dan berlobang yang membuat tidak nyamanya para pengguna jalan yang mau menuju atau keluar dermaga ini
Tabel 4.18. Kepadatan Lalu Lintas Angkutan Sungai pada Dermaga Banjar Raya pada bulan Desember 2010
NO TRAYEK MASUK KELUAR
KAPAL (Buah)
KPS PNP
PNP (Org)
BRG (Ton)
Jenis BRG
KAPAL (Buah)
KPS PNP
PNP (Org)
BRG (Ton)
Jenis BRG KET
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1.
2.
B.Masin-Muara Teweh B.Masin-Puruk Cahu
4 3
416
232
90 -
- -
- -
4 3
416
232
283
10
21
65
- -
1. 9 BP 2.Pupuk 3. Hsl Hutan 4. Kayu Log 5. Perkebunn 6. Pertanian 7. Ikan Basah 8. B.Bangunn 9. Perternakn 10. B.Makann 11. Kelontong 12. B.Bakar 13. Lain-lain
7 648 90 - - 7 648 293 86 - Sumber : Dinas Perhubungan Kalimantan Timur, 2010
h. Dermaga Alalak Keberadaan dermaga Alalak ada sejak Tahun 1994 dibangun dengan luas 4m x 6m dengan fungsi sebagai dermaga angkutan penyeberangan di sungai dengan tujuan trayek Jelapat (Marabahan).
i. Dermaga Kuin Selatan Keberadaan dermaga Kuin Selatan dibangun dengan luas 4m x 6m dengan fungsi sebagai dermaga angkutan penumpang (Speed Boat) dengan tujuan trayek Pagatan Mendawai (Kalteng).
90
5. Data Lalu Lintas Transportasi
Tabel 4.19. Banyaknya Kapal Serta Jarak Trayek Angkutan Sungai
Pelabuhan / Dermaga
Trayek
Jenis Angkutan
Jumlah Angkutan
Kapasitas Penumpang / Barang
(orang/Ton)
Jumlah Hari / Minggu
Jarak
Antar Kota Antar Provinsi 1 Taman Sari Banjarmasin-Catur Motor Getek 1 80 Orang 1 / hari - Km 2 Sudirapi Banjarmasin-Mangkatif Motor Getek 1 50 Orang 1 / hari 87 Km 3 Sudirapi Banjarmasin-Terusan Motor Getek 1 45 Orang 1 / hari 90 Km 4 Ujung Murung Banjarmasin-Catur Motor Getek 2 120 Orang 1 / hari 34 Km 5 Ujung Murung Banjarmasin-Mangkatif Motor Getek 7 140 Orang 1 / hari 187 Km 6 Pasar Baru Banjarmasin-Buntok Motor Getek 3 - Orang 3 / hari 297 Km 7 Pasar Baru Banjarmasin-Kapuas Motor Getek 2 - Orang 2 / hari 39 Km 8 Banjar Raya Banjarmasin-Puruk Cahu Motor Getek 2 300 Orang 1 / hari 628 Km 9 Banjar Raya Banjarmasin-Muara Teweh Motor Getek 1 300 Orang 1 / hari 478 Km Antar Dalam Kota Banjarmasin 1 Pasar Lima Banjarmasin-Mantuil Motor Getek 75 130 Orang 15 / hari 15 Km 2 Sudirapi Banjarmasin-Benua Anyar Motor Getek 43 516 Orang 15 / hari 10 Km
Sumber : Dinas Perhubungan Kalimantan Timur, 2010
91
Tabel 4.20. Banyaknya Kapal Serta Jarak Trayek Angkutan Sungai Antar Kota Dalam Provinsi
Pelabuhan / Dermaga Trayek Jenis Angkutan
Jumlah Angkutan
Kapasitas Penumpang / Barang
(orang/Ton)
Jumlah Hari / Minggu
Jarak
1 Taman Sari Banjarmasin-Tamban Motor Getek 12 480 Orang 8 / hari 24 Km 2 Sudirapi Banjarmasin-Margasari Motor Getek 1 60 Orang 1 / hari 89 Km 3 Sudirapi Banjarmasin-Tabunganen Motor Getek 2 180 Orang 2 / hari 16 Km 4 Sudirapi Banjarmasin-Tamban Motor Getek 8 320 Orang 4 / hari 24 Km 5 Sudirapi Banjarmasin-Kolam Kiri Motor Getek 2 90 Orang 2 / hari 40 Km 6 Sudirapi Banjarmasin-Kolam Kanan Motor Getek 2 90 Orang 2 / hari 40 Km 7 Sudirapi Banjarmasin-Negara Motor Getek 2 150 Orang 2 / hari 144 Km 8 Sudirapi Banjarmasin-Bekambat Motor Getek 1 30 Orang 1 / hari 40 Km 9 Sudirapi Banjarmasin-Kuin Besar Motor Getek 1 15 Orang 1 / hari 20 Km
10 Ujung Murung Banjarmasin-Anjir Serapat Motor Getek 4 160 Orang 2 / hari - Km 11 Ujung Murung Banjarmasin-Belawang Motor Getek 3 120 Orang 3 / hari 52 Km 12 Ujung Murung Banjarmasin-Barambai Motor Getek 3 130 Orang 3 / hari 65 Km 13 Ujung Murung Banjarmasin-Bambangin Motor Getek 1 45 Orang 1 / hari - Km 14 Ujung Murung Banjarmasin-Barjo Motor Getek 1 50 Orang 1 / hari 12 Km 15 Muara Kuin Muara Kuin-Jelapat Motor Getek 272 2,720 Orang 50 / hari 5 Km 16 Alalak alalak-Jelapat Motor Getek 7 600 Orang 7 / hari 6 Km 17 Pasar Baru Banjarmasin-Danau Panggang Motor Getek 1 - Orang 1 / hari 165 Km 18 Kuin Selatan Banjarmasin-Pagatan Mandawai Motor Getek 9 120 Orang 2 / hari - Km 19 Amandit Banjarmasin-Jajangkit Motor Getek 2 45 Orang 1 / hari 16 Km 20 Amandit Banjarmasin-Sei Puntik Motor Getek 1 50 Orang 1 / hari 14 Km
Sumber : Dinas Perhubungan Kalimantan Timur, 2010
92
6. Dokumentasi Survey Dermaga Amandit
Gambar 4.29.Pos sebelum dibongkar
Gambar 4.30. Pos sesudah dibongkar
93
Dermaga Ujung Murung
Gambar 4.31. Dermaga Ujung Murung
Dermaga Taman Sari
Gambar 4.32. Dermaga Taman Sari (Dermaga Sementara)
Dermaga Pasar Baru
94
Gambar 4.33. Dermaga Pasar Baru
95
Dermaga Sudirapi / Pasar Lima
Gambar 4.34. Dermaga Sudirapi / Pasar Lima
96
Dermaga Banjar Raya
Gambar 4.35. Dermaga Banjar Raya dan fasilitasnya yang sudah rusak parah
97
D. Palangkaraya
1. Gambaran Umum Wilayah
Secara geografis, Kota Palangka raya terletak pada 6 40’ - 7 20’ BT dan 1 30’ - 2 30’ LS. Wilayah administasi Kota Palangka Raya terdiri dari 5 (lima) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Pahandut, Sebangau, Jekan raya, Bukit Batu, dan Rakupit. Batas-batas wilayah adalah sebagai berikut: Utara : Kabupaten Gunung Mas Timur : Kabupaten Gunung Mas Selatan : Kabupaten Pulang Pisau Barat : Kabupaten Katingan Kota Palangka Raya mempunyai luaswilayah 2.678,51 Km2 (267.851 Ha) dibagi ke dalam 5 Kecamatan yaitu: Kecamatan Pahandut, Sebangau, Jekan Raya, Bukit Batu dan Rakumpit denganluas masing-masing 117,25 Km2, 583,50 Km2, 352,62 Km2, 572,00 Km2 dan1.053,14 Km2. Luas wilayah sebesar 2.678,51 Km2
a. Kawasan Hutan : 2.485,75 Km dapat dirinci sebagai berikut :
b. Tanah Pertanian : 12,65 Km2
c. Perkampungan : 45,54 Km2
d. Areal Perkebunan : 22,30 Km2
e. Sungai & Danau : 42,86 Km2
f. Lain-lain : 69,41 Km2
2. Data Tata Ruang
2
Kalimantan Tengah adalah salah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Ibukotanya adalah Kota Palangka Raya. Kalimantan Tengah memiliki luas 157.983 km² dan berpenduduk sekitar 2.202.599 jiwa, yang terdiri atas 1.147.878 laki-laki dan 1.054.721 perempuan (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Potensi perikanan di Kalimantan Tengah sangat besar, khususnya perikanan air tawar. Hal itu dikarenakan luasnya wilayah perairan tawar seperti sungai, danau dan rawa di Kalimantan Tengah.
3. Data Transportasi Eksisting
Sungai Kapuas yang terletak di propinsi Kalimantan Tengah, berhulu di kecamatan Kapuas Hulu, dengan panjang 600 km
98
dan lebar rata-rata 450 meter dengan kedalaman rata rata 6 meter. Sungai ini dapat dilayari sepanjang 420 km. DAS sungai Kapuas membentang sepanjang Kabupaten Kapuas, dimana titik temu sungai Kapuas dengan sungai Barito berada di Kuala Kapuas yang kemudian mengalir ke hilir yang bermuara di kawasan sekitar Lupak dalam. Selain sungai-sungai di atas, di Kabupaten Kapuas juga terdapat 7 (tujuh) buah anjir/kanal atau terusan yaitu :
a. Anjir Serapat sepanjang ± 28 km (yang menghubungkan Kuala Kapuas menuju Banjarmasin, wilayah Kalimantan Tengah sepanjang 14 km dan wilayah Kalimantan Selatan 14 km).
b. Anjir Kalampan sepanjang 14,5 km (yang menghubungkan Kota Mandomai Kecamatan Kapuas Barat ke Pulang Pisau wilayah Kabupaten Pulang Pisau mengarah ke Palangka Raya).
c. Anjir Basarang sepanjang ± 24 km (yang menghubungkan Kuala Kapuas ke wilayah Pulang Pisau).
d. Anjir Tamban sepanjang ± 25 km (yang menghubungkan Kuala Kapuas menuju Banjarmasin, wilayah Kalimantan Tengah sepanjang 13 km dan wilayah Kalimantan Selatan 12 km).
e. Terusan Batu dengan panjang 5 km. f. Terusan Lapetan dengan panjang 500 m. g. Terusan Nusa dengan panjang 15 km.
Sebagimana kondisi lalu lintas di Sungai Barito di wilayah Kalimantan Selatan, khususnya di sekitar Banjarmasin, kondisi lalu lintas di sungai Kapuas khususnya yang berada di sekitar kota Kuala Kapuas, sudah tidak banyak kegiatan pelayaran atau tidak ramai dengan kegiatan pelayaran. Yang ada adalah pelayaran masyarakat yang menggunakan perahu umum atau
menuju daerah-daerah yang belum terjangkau oleh jalan darat, angkutan barang dari masyarakat dan penyeberangan masyarakat. Ataupun aktivitas pelayaran barang Berbeda dengan sungai Barito di wilayah Banjarmasin yang masih diramaikan dengan aktivitas pelayaran Tongkang Batubara, sungai Kapuas ini tidak ada aktivitas pelayaran Batubara maupun perkayuan.
99
4. Data Pelabuhan Eksisting
Seperti halnya di pelabuhan-pelabuhan sungai di kota Banjarmasin, manajemen pelabuhan sungai di kabupaten Kuala Kapuas, untuk pelayanan penumpang, naik-turun penumpang dan aktivitas bongkar muat barang tidak ada aturan khusus. Ataupun prosedur baku. Disana penumpang membeli tiket langsung pada operator kapal. Ataupun membeli tiket di loket bila pelabuhan tersebut menyediakan loket pembelian tiket, lalu langsung menunggu di atas speed boat atau hingga berangkat sesuai waktu yang ditentukan. Seperti halnya di Banjarmasin, penumpang tidak sepenuh diwaktu-waktu sebelumnya Seperti halnya di Banjarmasin, perahu yang digunakan untuk angkutan penumpang umum adalah perahu tradisional yang dinamakan perahu long-boat ataupun perahu speedboat bermotor tempel. Demikian pula prosedur untuk merapat ke dermaga maupun lepas dari dermaga, tidak ada aturan yang khusus dilakukan. Yang dijumpai adalah kapal penumpang yang merapat ke dermaga yang paling dekat ke dermaga itulah yang dimuat oleh penumpang terlebih dahulu. Untuk penyeberangan masyarakat, kendaraan yang dimuat kedalam perahu-perahu penyeberangan masyarakat, hanya kendaraan roda dua yang dimuat kedalam perahu-perahu penyeberangan. Sedangkan kendaraan roda empat, setelah terjadi kecelakaan dimana kendaraan tersebut terjatuh ke sungai dan menewaskan penumpang yang berada di dalamnya, maka atas arahan dari Dinas Perhubungan setempat, maka para operator penyeberangan masyarakat tidak berani untuk memuat kendaraan roda empat (mobil) kedalam kapal penyeberangan. Data Lokasi pelabuahan Sungai dan Danau di Palangkaraya di tunjukan pada Gambar 3.36.
100
Gambar 3.36. Lokasi pelabuhan Angkutan Danau di
Palangkaraya a. Pelabuhan Sungai Danau Mare, Kuala Kapuas
Pelabuhan sungai Danau Mare, Kuala Kapuas terletak di tepi Sungai Kapuas Murung, Kuala Kapuas. Seperti halnya di Banjarmasin, dermaga sungai Danau Mare terletak di pasar Danau Mare. Aktivitas pelabuhan sungai Danau Mare tidak berbeda dengan aktifitas di Banjarmasin, yakni didominasi angkutan-angkutan masyarakat seperti bis air atau “ yang kini dominan untuk mengangkut barang, long-boat pengangkut penumpang ataupun kapal motor tempel, ataupun kegiatan penyeberangan masyarakat. Prosedur pelabuhan di Danau Mare sama dengan prosedur pelabuhan yang ada di Banjarmasin, maupun di pelabuhan sungai resmi lainnya. Fasilitas pelabuhan di Danau Mare terdapat pos untuk petugas LLASD, pos polisi-AIRUD maupun pos untuk pelayanan tiket masyarakat yang melayani angkutan air menuju Palingkau, Terusan, Lupak
101
dan Tabukan serta speed-boat motor tempel yang menuju ke Dadahup. Seperti halnya di Banjarmasin, kapal-kapal yang melayani angkutan penumpang tidak dalam satu badan usaha resmi melainkan milik perorangan. Prosedur yang diikuti oleh para pemilik kapal mengikuti prosedur perizinan yang harus dimiliki oleh pemilik kapal sungai seperti masalah batas kapasitas penumpang dan lain-lain
b. Pelabuhan Sungai Patih Rumbih, Kuala Kapuas Pelabuhan sungai Patih Rumbih, Kuala Kapuas terletak di tepi Sungai Kapuas Murung, Kuala Kapuas. Letak pelabuhan terletak di kota Kuala Kapuas. Berbeda dengan pelabuhan sungai di Danau Mare, pelabuhan sungai di Patih Rumbih hanya melayani satu pelayaran kapal pengangkut penumpang ke Mentangai. Selain itu kegiatan pelabuhan hanya bersifat administrasi kapal termasuk masalah perizinan pelayaran sungai.
Adapun data-data mengenai dermaga-dermaga, trayek dan jumlah kendaraan yang beroperasi di wilayah kabupaten Kuala Kapuas disajikan pada Tabel 4.21 – Tabel 4.22.
102
Tabel 4.21. Dermaga Sungai di wilayah Kabupaten Kuala Kapuas
No. Nama Dermaga Nama Sungai Fasilitas
Pemilik Tahun Pembuatan
Kondisi (%) Konstruksi Luas
(m2Terminal
Pnpg ) Gudang Alat B/M
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11
Dermaga D. Mare Dermaga Patih Rumbih Dermaga A. Serapat Dermaga A. Tamban Dermaga A. Basarang Dermaga M. Dadahup Dermaga Lamunti Dermaga Palingkau Dermaga Lamunti Dermaga Pujon Dermaga Mantangai
S. K. Murung S. Kapuas A. Serapat A. Tamban A. Basarang S. K. Murung Saluran 2 S. Barito S. Kapuas S. Kapuas S. Kapuas
Kayu Ulin Kayu Ulin Kayu Ulin Kayu Ulin Kayu Ulin Kayu Ulin Kayu Ulin Kayu Ulin Kayu Ulin Kayu Ulin Kayu Ulin
198 x 8 291 60 60 60 60 284
28 x 6 546 114 210
180 225 30 30 30 9 - - -
135 96
- - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - -
Pemkab Kapuas Pemkab Kapuas Pemkab Kapuas Pemkab Kapuas Pemkab Kapuas Pemkab Kapuas Pemkab Kapuas Pemkab Kapuas Pemkab Kapuas Pemkab Kapuas Pemkab Kapuas
1994 1980 1995 1995 1995 1992 1998
1996/1997 2000 1997 1997
60 50 70 60 60 50 70
Sdg rehab 75 75 75
Sumber : Dishubkominfo Provinsi Kalimantan Tengah, 2010
Tabel 4.22. Dermaga Sungai Kota Palangka Raya Tahun 2010
No. Nama Dermaga
Lokasi Peruntukan
Fasilitas Pemilik Tahun
Pembuatan Kondisi
(%) Desa / Kota Kecamatan Nama
Sungai Konstruksi Luas (m2
Terminal Penumpang )
Gudang (m2
Jenis Alat B/M yang perlu )
1 Rambang P.Raya Pahandut Kahayan Penumpang, Bongkar Muat, Umum Kayu, Beton 850 - - - Tk. II 1994
2 Flamboyan P.Raya Pahandut Kahayan Penumpang, Bongkar Muat, Umum Kayu 750 - - - Tk. II 1998
3 Kereng Bangkirai P.Raya Sebangau Sebangau Penumpang, Bongkar
Muat, Umum Kayu 200 - - - Tk. II 1985
4 Tanjung Pinang P.Raya Pahandut Kahayan Penumpang, Bongkar
Muat, Umum Kayu, Beton 800 - - - Tk. II -
5 Sei Gohong P.Raya Bukit Batu Rungan Penumpang, Bongkar Muat, Umum Kayu 60 - - - Tk. II 2005
6 Tangkiling P.Raya Bukit Batu Rungan Penumpang, Bongkar Muat, Umum Kayu 150 - - - Tk. II 1985
7 Kanarakan P.Raya Bukit Batu Rungan Umum Kayu 180 - - - Tk. II 2007 8 Petuk Bukit P.Raya Rakumpit Rungan Umum Kayu 230 - - - Tk. II 2007 9 Gaung Baru P.Raya Rakumpit Rungan Umum Kayu - - - - Tk. II 2007 10 Panjehang P.Raya Rakumpit Rungan Umum Kayu 380 - - - Tk. II 2005 11 Takaras P.Raya Rakumpit Rungan Umum Kayu 140 - - - Tk. II 2006 12 Bukit Sua P.Raya Rakumpit Rungan Umum Kayu 190 - - - Tk. II 2007 13 Mungku Baru P.Raya Rakumpit Rungan Umum Kayu 230 - - - Tk. II 2006
14 Tumbang Rungan P.Raya Pahandut Kahayan Umum Kayu 180 - - - Tk. II 2008
Sumber : Dishubkonimfo Kota Palngkaraya
103
5. Data Lalu Lintas
Seperti yang diutarakan diatas, kondisi lalu lintas sungai di sungai Kapuas, Kalimantan Tengah relatif lebih sepi, bahkan bila dibandingkan dengan sungai Barito yang masih diwarnai oleh angkutan batubara yang melintasi sungai. Aktifitas sungai diwarnai oleh aktifitas angkutan barang sembako yang menggunakan kapal sungai tradisional atau “ menuju hulu sungai, angkutan bahan bakar minyak secara tradisional, angkutan pasir, aktifitas penyeberangan masyarakat dan angkutan umum air yang menggunakan perahu motor tempel ataupun motor getek yang dikenal dengan
”. Untuk wilayah di sekitar Kota Kuala Kapuas, transportasi sungai dilayani dari dermaga Danau Mare yang terletak di kawasan pasar Danau Mare dan Dermaga Patih Rumbih. Berbeda dengan Dermaga Danau Mare yang masih terdapat aktifitas kepelabuhanan, dermaga Patih Rumbih hanya ada satu kali pemberangkatan kapal/perahu penumpang, namun masih melayani kegiatan administrasi dan perizinan untuk angkutan sungai. Tabel 4.23. Banyaknya Kendaraan Air Bermotor dan Tidak Bermotor Menurut
Jenisnya di Kabupaten Kapuas Tahun 2010 No Kecamatan Jenis Kendaraan
Kapal Penumpang
Kapal barang
Kelotok Speed Boat
Long Boat
Tongkang Tiong Jumlah Total
1 Kapuas Kuala 10 15 - - - - - 25 2 Kapuas Timur 16 - 17 - - - - 33 3 Selat 8 117 26 4 3 7 10 175 4 Basarang - 4 10 - - - - 14 5 Kapuas Hilir - 18 20 - - - - 38 6 Pulau Petak - 6 - - - - - 6 7 Kapuas Murung 23 25 - - 2 2 3 55 8 Kapuas Barat 6 10 - - - - - 16 9 Mantangai - 15 23 20 3 - - 62 10 Timpah - 13 5 - - - - 18 11 Kapuas Tengah - 15 26 2 - - - 43
Sumber : Dishubkominfo kabupaten Kuala Kapuas tahun 2010
a. Daftar Trayek
Data : Kepadatan Lalu Lintas Kapal, Penumpang dan Barang Dermaga : Kereng Bangkirai Tahun :2009
Tabel 4.24. Kepadatan Lalulintas Kapal Dan penumpang
No. Trayek
Jumlah Kapal (buah)
Jumlah Penumpang (orang)
Jumlah Barang (ton)
Speed Motor Motor Speed Motor Motor Speed Motor Motor boat boat getek boat boat getek boat boat getek
1. Kereng Bangkirai - Pagatan 195 44 29 1298 943 113 0 16 14
2. Kereng Bangkirai - Muara Sebangau 21 115 13 130 286 122 0 15 15
Jumlah 216 159 42 1428 1229 235 0 31 29 Sumber : Dishubkonimfo provinsi Kalimantan Tengah
104
Tabel 4.25. Data Trayek Angkutan Sungai Di Palangka Raya Tahun 2010
No. Lintas Trayek (Asal / Tujuan)
Jenis Kapal Yang Beroperasi (unit) DAS Yang
Dilayari Speed Boat
Klotok / Motor Boat
Bus Air
Truk Air
Kapal Ferry Lokal
A. Antar Kota Dalam Kabupaten (AKDK)
4 98 7 - - Rungan Sebangau
B. Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP
8 73 23 - - Kahayan Sebangau Rungan
C. Antar Kota Antar Provinsi (AKAP)
22 16 8 - - Kahayan
sumber : Dishubkonimfo Kota Palngkaraya
Tabel 4.26. Lalu Lintas Barang Dan Penumpang Dengan Kapal Pedalaman Di Kota
Palangka Raya No Pelabuhan Satuan/
Unit Per 31
Des 2007 *)
2008 ( keadaan terakhir ) Trw
I Trw
II Juli Agustus September Trw
III (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1. BARANG
Bongkar Muat
TON TON
11.373 7.151
3.552 1.799
7.278 2.019
968
1.366
399
1.566
439
1.723
1.806 4.655
2. PENUMPANG Datang Berangkat
Orang Orang
11.059 10.815
2.213 2.599
2.523 2.208
665 429
621 426
683 469
1.969 1.324
Sumber : Dishub Kota Palngkaraya
Lalu Lintas Sungai Kapuas, Kalimantan Tengah
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan survey sekunder ke instansi terkait dengan pengelolaan angkutan penumpang di Sungai Kapuas, khususnya Dinas Perhubungan Kota Banjarmasin, didapat fakta bahwa tidak ada aturan baku dalam kegiatan pengaturan lalu lintas sungai khususnya angkutan Penumpang dan Barang di Sungai Kapuas. Demikian pula untuk keberadaan rambu-rambu sungai, untuk sungai Kapuas masih dijumpai rambu-rambu sungai dengan kondisi baik khsusnya di daerah dermaga dan daerah kuala Kapuas. Menurut pengakuan staf dinas LLASDP di wilayah Kuala Kapuas, mengenai keberadaan rambu-rambu masih ada rambu-rambu sungai yang hilang karena dicuri orang. Permasalahan lain yang dihadapi oleh para petugas Dinas LLASD khususnya yang berada di pelabuhan Danau Mare, Kuala Kapuas adalah kurangnya sarana dan prasarana untuk pengawasan dan penyelematan khususnya bila ada kejadian kecelakaan di sungai. Menurutnya pula, kondisi saat ini dimana arus lalu lintas yang masih belum ramai, angka kecelakaan bisa dikatakan cukup rendah atau hampir tidak ada sama sekali. Namun demikian, untuk insiden-insiden kecil, yang tidak menelan korban jiwa, umumnya para operator atau pemilik kapal enggan
105
melaporkannya ke petugas, dan hal tersebut diselesaikan secara musyawarah diantara mereka. Untuk navigasi sungai, seperti halnya para nakhoda atau jurumudi di kawasan sungai Barito, para nakhoda atau jurumudi kapal sungai khsusnya jurumudi yang sudah berpengalaman, memanfaatkan lampu isyarat yang dimiliki kapalnya untuk melakukan komunikasi dengan kapal-kapal lain yang melintas. Isyarat yang dilakukan adalah menggunakan lampu merah untuk mengambil posisi kiri kapal dan lampu hijau untuk mengambil isyarat kanan kapal serta menyalakan lampu kedua-duanya secara beruntun untuk melintasi atau membelah sungai. Kendala yang sering dihadapi adalah ketika cuaca buruk atau berkabut ataupun air surut, pelayaran tidak diteruskan, atau jika kapal tersebut membawa kapal kecil, barang muatan akan dimuat pada kapal berukuran kecil atau perahu yang dapat melintas. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan survey wawancara yang dilakukan terhadap awak sarana angkutan sungai baik penumpang maupun barang tidak didapat aturan yang resmi maupun tidak resmi yang berlaku ketika berlalu lintas di Sungai Kapuas, termasuk penggunaan lajur kanan atau kiri untuk melintas. Hanya saja aturan tidak resmi adalah untuk kapal besar melintas di tengah sungai dan kapal kecil melintas di bagian tepinya. Untuk kapal-kapal penyeberangan tradisional, jika ada melintas kapal besar atau tongkang batubara, mereka mengalah terlebih dahulu. Sedangkan untuk mengambil jalur kiri maupun kanan, mereka mengambil kebiasaan seperti halnya di jalan raya. Sementara itu aturan lain seperti pengurangan kecepatan ketika berpapasan dengan kapal lain dan penggunaan lajur tengah bila tidak ada kapal lain yang berlawanan arah maupun satu arah serta mengambil jarak aman antar kapal baik beriringan maupun berlawanan arah memang didasarkan atas kebiasaan awak kapal, baik kapal sungai, perahu long-boat pembawa penumpang maupun taksi air atau “ ”. Menurut penuturan jurumudi kapal-kapal tradisional, bila berlayar berlawanan arus sungai, mereka akan berlayar dengan mengambil jalur yang dikatakan banyak teluk atau “ untuk mencari air yang tenang. Permasalahan yang dihadapi para awak kapal sungai milik masyarakat adalah cuaca, musim dan perlunya rambu untuk memandu mereka. Berdasarkan Kemenhub No. KM 58 tahun 2007, dalam kegiatan operasional angkutan penumpang sungai terutama untuk kapal dengan tonase kotor GT 7 keatas, ada beberapa prosedur yang dilakukan oleh instansi berwenang yang harus dipenuhi oleh operator kapal antara lain, tersedianya radio/elektronika kapal, penerbitan pas perairan daratan. Pencatatan kapal dalam buku register pas perairan daratan, pemeriksaan konstruksi, pemeriksaan permesinan kapal, sertifikat keselamatan kapal, pemeriksaan perlengkapan kapal, dan penerbitan dokumen pengawakan kapal. Berdasarkan hasil survey lapangan terlihat bahwa dari ketentuan yang harus dipenuhi oleh operator kapal, penyediaan radio komunikasi banyak yang tidak dipenuhi atau belum dipenuhi oleh operator kapal, sementara untuk mematuhi prosedur berdasarkan KM 58 tahun 2007 atau KM 73 Tahun 2004, operator menyandarkan pada pemenuhan prosedur prosedur perizinan yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan khususnya LLASD
106
setempat, khususnya untuk kapal-kapal sungai yang mengangkut penumpang maupun kapal sungai berukuran besar. Untuk masalah kondisi rambu-rambu lalu lintas sungai, baik secara umum di provinsi Kalimantan Tengah maupun di wilayah sungai Kapuas dapat dilihat pada tabel berikut ini; Tabel 4.27 Rambu Lalu Lintas Sungai di Kota : Palangka Raya
No. Nama Sungai Lintas Pelayaran / Trayek Jenis Rambu Terpasang Kondisi Larangan Peringatan Penuntun Wajib
1 Kahayan
P. Raya - Banjarmasin P. Raya - Nagara P. Raya - Kurun/Tewah P. Raya - Babirik P. Raya - Tangkiling P. Raya - D.Panggang P. Raya - Tamban/Kapuas P. Raya - Bahaur
4 - 10 5 rusak
2 Sebangau Kereng Bangkirai – Pagatan Kereng Bangkirai – Muara Sebangau - - - - -
3 Rungan Tangkiling – Tumbang Jutuh Tangkiling – P.Raya - - 40 10 rusak
6. Dokumentasi Survey
107
Gambar 4.37. Dermaga Danau Mare
E. Pontianak
1. Gambaran Wilayah Studi
Pontianak adalah Ibukota Provinsi Kalimantan Barat yang dijuluki ‘Provinsi Seribu Sungai’ karena kondisi geografis yang memiliki ratusan sungai besar dan kecil yang diantaranya dapat dan sering dilayari. Beberapa sungai besar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman, walaupun prasarana jalan darat telah dapat menjangkau sebagian besar kecamatan. Sungai besar utama adalah Sungai Kapuas, yang juga merupakan sungai terpanjang di Indonesia (1.086 km) dengan alur sepanjang 942 km yang dapat dilayari. Sungai-sungai besar lain di antaranya adalah Sungai Melawi (417 km), Sungai Pawan (197 km), Sungai Kendawangan (128 km), Sungai Jelai (135 km), Sungai Sekadau (117 km), Sungai Sambas (233 km), dan Sungai Landak (178 km). Kalimantan Barat selain juga memiliki potensi besar dengan dua danau besar yaitu Danau Sentrum dan Danau luar I yang berada di Kabupaten Kapuas Hulu. Danau Sentarum mempunyai luas 117.500 Ha yang kadang-kadang nyaris kering dimusim kemarau, serta Danau Luar I yang mempunyai luas sekitar 5.400 Ha. Kedua danau tersebut berfungsi sebagai tempat pariwisata sehingga dibutuhkan penataan transportasi yang baik.
Tabel 4.28. Sungai-sungai di Kalimantan Barat
No. Nama Sungai Panjang (Km) Daerah Yang Dilalui
1. Kapuas 1,086 Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten/Kota. Pontianak
2. Melawi 471 Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi 3. Sambas 233 Kabupaten Sambas 4. Sekayam 221 Kabupaten Sanggau 5. Pawan 197 Kabupaten Ketapang 6. Ketungau 186 Kabupaten Sintang 7. Landak 178 Kabupten Landak 8. Jelai 135 Kabupaten Ketapang
108
9. Kendawangan 128 Kabupaten Kayong Utara 10. Sekadau 117 Kabupaten Sekadau 11. Belitang > 50 Kabupaten Sekadau 12. Sepauk > 50 Kabupaten Sintang 13. Silat > 50 Kabupaten Kapuas Hulu 14. Bunut > 50 Kabupaten Kapuas Hulu 15. Embaloh > 50 Kabupaten Kapuas Hulu 16. Mendawak 53 Kabupaten Pontianak 17. Batu Ampar 100 Kabupaten Kubu Raya 18. Ambawang 52 Kabupaten Kubu Raya 19. Punggur 73 Kabupaten Kubu Raya 20. Kubu 38 Kabupaten Kubu Raya
Sumber : BPS Kalimantan Barat, Statistik Lingkungan Hidup, Tahun 1998.
2. Data Tata Ruang
Daerah aliran Sungai Kapuas merupakan daerah yang cukup luas cakupannya. Sungai Kapuas merupakan sungai utama memiliki banyak anak-anak sungai yang mengalir sampai ke wilayah-wilayah pedalaman. Bagian hulu Sungai Kapuas merupkan daerah pegunungan, memiliki kemiringan sungai tinggi dan meander alur sungai yang berkelok-kelok, serta sangat dipengaruhi oleh musim. Sedangkan untuk bagian hilir Sungai Kapuas merupakan daerah yang datar dan alur sungai tidak berkelok-kelok, sangat dipengaruhi oleh pasang surut tetapi memiliki kecepatan arus yang rendah. Berdasarkan bentuk alur sungai dan daerah pengaliran sungai serta pola susunan anak-anak sungainya maka pembagian Daerah Aliran Sungai (DAS) Provinsi Kalimantan Barat dibagi menjadi tiga DAS yaitu :
a. Daerah Aliran Sungai Pawan Luas daerah Sungai Pawan adalh 33.220 Km2
b. Daerah Aliran Sungai Kapuas
. Hampir seluruh wilayah sungai ini termasuk dengan wilayah Kabupaten Ketapang dan sebagian Kabupaten Pontianak. Sungai induk yang terdapat di wilayah Kabupaten Ketapang adalah Sungai Pawan.
Luas daerah aliran Sungai Kapuas adalah 99.330 Km2
c. Daerah Aliran Sungai Sambas – Mempawah
. Wilayah DAS ini mencakup areal + 65 % luas wilayh Kalimantan Barat dan merupakan bagian dari 5 (lima) Kabupaten dan 1 (satu) Kota yaitu : Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak. Sungai Kapuas merupakan sungai induk yang memiliki banyak anak-anak sungai lainnya.
Luas daerah aliran Sungai Sambas – Mempawah adalah 13.350 Km2. Sungai Induk yang terletak pada Kabupaten Sambas adalah Sungai Sambas dan Sungai Mempawah. Sungai-sungai ini mengaliri sampai ke wilayah pedalaman di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Mempawah, anak-anak sungai lainnya mengalir sampai Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Pontianak.
109
3. Data Transportasi
Kawasan pengembangan mempunyai tingkat aksesibilitas yang relatif tinggi. Semua ibukota kecamatan telah terhubung dengan jaringan jalan aspal dan dapat dijangkau dengan sarana transportasi darat baik ke Pusat Kota maupun ke wilayah lainnya di luar Kawasan KTM Rasau Jaya. Begitu pula prasarana transportasi yang menghubungkan ibukota kecamatan dengan desa desa sekitarnya telah dilayani oleh jaringan jalan dan sungai yang ada, hanya saja masih ada di beberapa wilayah seperti di Kecamatan Teluk Pakedai dan Kubu yang memerlukan peningkatan kualitas jalannya. Berdasarkan RTRW Kabupaten Pontianak, beberapa wilayah di Kawasan KTM Rasau Jaya akan menjadi pusat pelayanan transportasi kota seperti akan dibangunnya jembatan Tol A. Yani II, Pengembangan Dermaga Kakab (Pematang Tujuh), serta dermagadermaga penunjang lainnya di tiap desa terutama di Kecamatan Teluk Pakedai dan Kecamatan Kubu. Untuk mengetahui panjang sungai dan daerah yang dapat dilayarimya dapat dilihat pada Tabel 4.29 di bawah ini
Tabel 4.29. Panjang Sungai Dan Daerah Yang Dapat Dilayari
± 350
± 350
± 300
± 200
± 400
± 300
Sumber : Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2010. Sebagai sarana transportasi air, sungai-sungai harus dilengkapi dermaga dan fasilitasnya. Ada beberapa fasilitas bangunan dermaga, dengan jenis bangunannya berupa dermaga ponton, dan dermaga kayu yang pengoperasiannya ditempatkan diberbagai lokasi Satker dan Sub Satker ASDP, serta mempunyai system rancang bangun berlainan disesuaikan dengan karakteristik pada masing-masing perairan yang ada. Jumlah bangunan dermaga kapal pedalaman pada saat sekarang sebanyak 14 dermaga Data dermaga dan lokasi dapat dilihat pada Tabel 4.30 di bawah ini.
Tabel 4.30. Data Dermaga dan Lokasi Dermaga di Provinsi Kalimantan Barat
110
Sumber : Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2010.
111
Untuk lebih lengkap mengenal lokasi, jenis dermaga beserta fasilitas yang dimiliki dermaga kapal pedalaman di Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat pada Tabel 4.31. dibawah ini.
Tabel 4.31. Data Operasional Angkutan Sungai di Provinsi Kalimantan Barat
NO. U R A I A N SATUAN T A H U N
J U M L A H K E T 2006 2007 2008 2009 2010
1. Kapal Motor Unit 3,460 3,327 3,014 3,224 3,226 16,251 2. Jumlah Penumpang Orang 190,826 176,102 148,950 123,242 121,421 760,541 3. Kapal Barang Unit 1,394 1,395 654 660 796 4,899 4. Jumlah Barang Ton 68,149 53,724 25,659 47,535 49,630 244,697
Sumber : Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Barat,Tahun 2006 - 2010.
Tabel 4.32. Alat angkut pedalaman/transportasi sungai menurut jenis kapal/perahu
NO. U R A I A N SATUAN T A H U N
JUMLAH K E T 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1. Bandung Bermotor Unit 576 604 621 612 603 601 3,617 2. Bandung Tidak Bermotor Unit 132 138 142 135 131 131 809 3. Kapal Motor Unit 3,425 3,460 3,327 3,014 3,224 3,226 19,776 4. Tongkang Gandeng Unit 393 397 327 278 269 271 1,935 5. Kapal Tunda Unit 215 881 573 541 534 537 3,281
112
6. Tanker Bermotor Unit 86 95 84 71 67 63 5,216 7. Tanker Tidak Bermotor Unit 132 127 102 98 92 89 640 8. Long Boat Unit 879 966 417 405 403 401 3,471 9. Speed Boat Unit 512 588 596 591 587 582 4,111
10. Kapal Penyeberangan Unit 6 8 9 9 9 10 51
Sumber : Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2010.
113
4. Data Pelabuhan Eksisting
Sebagai sarana transportasi air, sungai-sungai harus dilengkapi dermaga dan fasilitasnya. Ada beberapa fasilitas bangunan dermaga, dengan jenis bangunannya berupa dermaga ponton, ferrocement dan dermaga kayu yang pengoperasiannya ditempatkan diberbagai lokasi Satker dan Sub Satker ASDP, serta mempunyai system rancang bangun berlainan disesuaikan dengan karakteristik pada masing-masing perairan yang ada. Data Lokasi pelabuahan Sungai dan Danau di Sungaiu Kapuas di tunjukan pada Gambar 4.38.
Gambar 4.38. Lokasi pelabuhan Angkutan Danau di Sungai Kapuas
Jumlah bangunan dermaga kapal pedalaman pada saat sekarang sebanyak 14 dermaga yang antara lain di Sungai Kapuas 11 buah, Sungai Melawi 1 buah, Sungai Punggur 1 buah, dan Sungai Pawan 1 buah. Data dermaga dan lokasi dapat dilihat pada Tabel 4.33 berikut ini.
114
Tabel 4.33. Data Dermaga Dan Lokasi No. Nama Dermaga Lokasi Kapasitas
Sungai Kapuas
1. Dermaga Kapuas Indah Kota Pontianak 20 Ton
2. Dermaga Kapuas Besar Kota Pontianak 20 Ton
3. Dermaga Seng Hie Kota Pontianak 20 Ton
4. Dermaga Terminal Induk Sei. Raya Kabupaten Pontianak 20 Ton
5. Dermaga Tayan Kabupaten Sanggau 20 Ton
6. Dermaga Meliau Kabupaten Sanggau 20 Ton
7. Dermaga Sintang Kabupaten Sintang 20 Ton
8. Dermaga Nanga Silat Kabupaten Kapuas Hulu 20 Ton
9. Dermaga Nanga Bunut Kabupaten Kapuas Hulu 20 Ton
10. Dermaga Semitau Kabupaten Kapuas Hulu 20 Ton
11. Dermaga Bika Kabupaten Kapuas Hulu 20 Ton
Sungai Melawi
12. Dermaga Nanga Pinoh Kabupaten Melawi 20 Ton
Sungai Punggur
13. Dermaga Rasau Jaya Kabupaten Pontianak 20 Ton
Sungai Pawan
14. Dermaga Mulia Baru Kabupaten Ketapang 20 Ton Sumber : Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2010.
115
Tabel 4.34. Lokasi, Jenis Dermaga beserta Fasilitas yang Dimiliki Dermaga Kapal Pedalaman di Proviinsi Kalimantan Barat
No. Lokasi Dermaga Jenis Dermaga Tahun
Uraian Fasilitas Ukuran
Kondisi Pembuatan ( M2
1 )
2 3 4 5 6 7
1. Terminal Induk Km. 9,2 Pontianak Dermaga Ponton 1993/1994 Dermaga 122.24 Baik Pos Operasional 48 Moveable Bridge 54 Lapangan Parkir 2600 Dermaga Kayu 1998/1999 Dermaga 400 Baik Pos Jaga 24 Ruang Tunggu 60 Jalan 900 Turap 30
2. Pelabuhan Kecil (Seng Hie) Pontianak Dermaga Beton 2003 s/d 2006 Dermaga Laut 2700 Baik Dermaga Sungai 1760 Gedung Kantor 440 Pos Operasional 21
3. Parit Besar Pontianak Dermaga Ferrocement 1981 Dermaga 420 Baik Pos Operasional 7.5
4. Kapuas Indah Pontianak Dermaga Ponton 1981 Dermaga 420 Baik Pos Operasional 7.5
1 2 3 4 5 6 7
116
5. Ketapang Kab. Ketapang Dermaga Ponton 1980/1981 Dermaga 120 Baik Kantor 48
6. Telok Batang Kab. Ketapang Dermaga Ponton 1996/1997 Dermaga 135 Baik Pos Operasional 24 Jembatan Penghubung 142
7. Tebas Kota Kab. Sambas Dermaga Kayu 1995/1996 Dermaga 27 Baik Pos Operasional 10.5
8. LLASD Sintang Kab. Sintang Dermaga Ponton 1996/1997 Dermaga 200 Baik Kantor 115 Lapangan Parkir 490
9. Sanggau Kab. Sanggau Dermaga Ponton 1978/1979 Dermaga 100 Baik Kantor 46
10. Nanga Pinoh Kab. Sintang Dermaga Ponton 1997/1998 Dermaga 200 Baik Pos Operasional 24 Jembatan Penghubung 50
11. Nanga Silat Kab. Kapuas Hulu Dermaga Ponton 1994/1995 Dermaga 200 Baik Pos Operasional 24
12. Semitau Kab. Kapuas Hulu Dermaga Ponton 1997/1998 Dermaga 200 Baik Pos Operasional 24
13. Nanga Bunut Kab. Kapuas Hulu Dermaga Ponton 1995/1996 Dermaga 200 Baik Pos Operasional 24
14. Putussibau Kab. Kapuas Hulu Dermaga Ponton 1996/1997 Dermaga 200 Baik Pos Operasional 24 Jembatan Penghubung 50
Sumber : Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2010.
117
5. Data Lalu lintas
Tabel 4.35. Rute Pelayaran Dan Perkiraan Produksi Angkutan Sungai Tahun 2010
Sumber : Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2010
118
6. Dokumentasi Survey
Gambar 4.39.Dermaga Kapuas Indah
Gambar 4.40.Aktivitas di Dermaga Kapuas Indah
Gambar 4.41.Pelabuhan Pontianak
F. Samarinda
1. Gambaran Wilayah
Kota Samarinda merupakan ibukota Provinsi Kalimatan Timur dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kertanegara. Luas wilayah Kota Samarinda adalah 718,00 km² dan terletak antara 117º03’00” Bujur Timur dan 117º18’14” Bujur Timur serta diantara 00º19’02” Lintang Selatan dan 00º42’34” Lintang Selatan. Secara administratif, Kota Samarinda terbagi menjadi 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Palaran, Samarinda Ilir, Samarinda Seberang, Sungai Kunjang, Samarinda Ulu Dan Samarinda Utara. Sedangkan jumlah desa di Kota Samarinda sebanyak 53 Desa. Batas-batas wilayah Kota Samarinda adalah sebagai berikut:
Utara : Kabupaten Kutai Kartanegara Timur : Kabupaten Kutai Kartanegara Selatan : Kabupaten Kutai Kartanegara Barat : Kabupaten Kutai Kartanegara
119
2. Data Tata Ruang
Luas baku penggunaan tanah di Samarinda disampaikan pada Tabel 4.36 berikut:
Tabel 4.36. Luas Baku dan Presentase Penggunaan Tanah Uraian Luas wilayah
(hektar) Persentase
(%) i. Lahan sawah (yang ditanamai padi)
a. Sawah irigasi 730 1,02
b. Sawah non irigasi 3.514 4,89
c. Sementara tidak diusahakan 3.777 5,26
ii. Lahan pertanian bukan sawah
a. Tegal/kebun 4.238 5,90
b. Ladang/huma 2.539 3,54
c. Lahan yang sementara tidak diusahakan
3.845 5,36
d. Lainnya (perkebunan, hutan rakyat, tambak, kolam/empang, dll)
16.599 23,12
iii. Lahan bukan pertanian
(rumah, bangunan dan halaman, hutan negara, rawa-rawa yang tidak ditanami dll)
36.558 50,92
Jumlah 71.800 100,0 Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kota Samarinda
Jarak antar kota sangat berguna untuk mengetahui seberapa besar potensi satu daerah terhadap daerah lain. Hal ini berhubungan erat dengan transportasi yang menghubungkan ekonomi antar daerah. Berikut tabel jarak Kota Samarinda terhadap kota-kota besar lain di Provinsi Kalimantan Timur. Tabel 4.37. Jarak Kota Samarinda dengan kota-kota lain
Uraian Darat (km) Laut (mil) Kuta Kartanegara 45 - Kuta Barat 280 - Kuta Timur 160 - Bontang 150 - Balikpapan 115 92 Sumber : Kabupaten Dalam Angka Kota Samarinda, 2010
3. Data Transportasi
Makin meningkatnya usaha pembangunan menuntut pula peningkatan pembangunan jalan guna memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari satu daerah ke daerah lain. Penyediaan sarana dan prasarana transportasi daerah mencakup transportasi darat, laut dan udara yang memadai akan memperlancar aktivitas perekonomian daerah.
120
Selama tahun 2009 tercatat 29.807 orang penumpang berangkat dan 34.828 orang penumpang datang serta 10.319 orang penumpang yang transit di Bandara Temindung Samarinda. Dengan beban barang bagasi bongkar sebanyak 236.704 Kg dan muat 265.817 Kg. Arus penumpang yang melalui terminal di Kota Samarinda adalah 642.117 orang penumpang berangkat dan 705.636 orang penumpang datang. Sedangkan pada transportasi laut tercatat arus kunjungan kapal sebanyak 1.254 pelayaran dalam negeri dan 12.124 arus pelayaran luar negeri. Arus beban barang, bagasi, pos dan paket selama lima tahun terakhir cukup fluktuatif. Di tengah maraknya penggunaan berbagai teknologi komunikasi modern saat ini, ternyata penggunaan jasa pos sebagai perantara komunikasi masih diminati oleh sebagian penduduk di Kota Samarinda. Pada tahun 2009 jumlah surat yang terkirim melalui Kantor Pos Kota Samarinda sebanyak 555.551Kg dan terbanyak adalah dengan menggunakan jenis pengiriman kilat khusus 307.615 Kg.
4. Data Pelabuhan Eksisting
Data Lokasi pelabuahan Sungai dan Danau di Samarinda Kapuas di tunjukan pada Gambar 4.42.
Gambar 4.42 Lokasi pelabuhan Angkutan Danau di Samarinda
121
Tabel 4.38. Prasarana Angkutan Sungai Kalimantan Timur
No. NAMA DERMAGA
NAMA ALUR SUNGAI KAB./KOTA
JUM
LA
H
DERMAGA FASILITAS DERMAGA
PAN
JAN
G
(m)
LE
BA
R
(m)
LU
AS
(m2
KONSTRUKSI
)
TA
HU
N
PEM
BU
AT
AN
T
ER
MIN
AL
R
. T
UN
GG
U
(m2 )
LA
P.
PAR
KIR
(m
2
KA
NT
OR
(m
) 2
FASI
LIT
AS
UM
UM
(m
) 2
KONDISI (%) )
1. Mahakam Hilir Mahakam Samarinda 2 160,5 28 4,494 Besi/Kayu 1993 150 419 44,27 4,65 60 1 1975 1 1992 2 1996 150 6
2. Mahakam Hulu Mahakam Samarinda 7 399,3 22 8,785 Besi/Kayu 1993 196 705 106 - 60 1 Kayu 1993 60 1 Besi/Kayu 1976 75 1 Besi/Kayu 1976 50 1 Kayu 1987 40 1 Kayu 1976 20
3. Harapan Baru Mahakam Samarinda 1 227 12,3 709,5 Besi/Kayu 1976 - 1,365 48 - 50 1 Besi/Kayu 1976 50 1 Kayu 1997 70
4. Samarinda Seberang Mahakam Samarinda 1 50,75 7,1 178,3 Besi/Kayu 1995 72 - 12 - 60
1 Kayu 1976 50 5. Loa Janan Mahakam Samarinda 1 23 3,7 168 Kayu 1995 36 138 13,34 - 80
Sumber : Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi Provinsi Kalimantan Timur, Tahun 2010
122
5. Data Lalu Lintas Berikut ini adalah babel daftar trayek angkutan sungai di samarinda.
Tabel 4.39. Trayek angkutan sungai di Samarinda No Trayek Jarak
(km) Keberangkatan Tujuan Jumlah
Armada Lintas
Kabupaten/Kota 1 Samarinda – Long
Bangun 523 Samarinda Kutai Barat 15 Antar
kabupaten 2 Samarinda – Long
Bangun 409 Samarinda Kutai Barat 9 Antar
kabupaten 3 Samarinda – Muara 325 Samarinda Kutai Barat 3 Antar
kabupaten 4 Samarinda – Long
Tesau 223 Samarinda Kutai Barat 16 Antar
kabupaten 5 Samarinda – Muara
Ancalong 173 Samarinda Kutai
Timur 10 Antar
kabupaten 6 Samarinda –
Tabang 420 Samarinda Kutai
Kartanegara 22 Antar
kabupaten 7 Samarinda – Muara
Wahau 414 Samarinda Kutai
Timur 44 Antar
kabupaten 8 Samarinda – Data
Bitang Samarinda Kutai
Kartanegara 2 Antar
kabupaten 9 Samarinda – Kota
Bangun 161 Samarinda Kutai
Kartanegara 2 Antar
kabupaten 10 Samarinda – Muara
Muntai 201 Samarinda Kutai
Kartanegara 2 Antar
kabupaten 11 Samarinda –
Tanjung Isuy 241 Samarinda Kutai
Kartanegara 3 Antar
kabupaten 12 Samarinda –
Penyinggahan 233 Samarinda Kutai
Kartanegara 2 Antar
kabupaten 13 Samarinda – Damai 357 Samarinda Kutai Barat 8 Antar
kabupaten 14 Samarinda – Handil
II Samarinda Kutai Barat 18 Antar
kabupaten Sumber : Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi Provinsi Kalimantan Timur, Tahun 2010
6. Dokumentasi Survey
123
Gambar 4.43. Dermaga Sungai Kunjang Di Samarinda
G. Jayapura
1. Gambaran Umum Wilayah
Kabupaten Jayapura terletak di antara 129°00’16”-141°01’47” Bujur Timur dan 2°23’10” Lintang Utara dan 9°15’00” Lintang Selatan, dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut :
Sebelah Utara : Samudera Pasifik dan Kabupaten Sarmi;
124
Sebelah Selatan : Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Tolikara;
Sebelah Timur : Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom; Sebelah Barat : Kabupaten Sarmi.
Luas wilayah Kabupaten Jayapura 17.516.60 km2 terbagi dalam 19 distrik, 139 kampung, dan 5 kelurahan. Populasi wilayah tersebut pada 2009 berjumlah 134.604 jiwa dan kepadatan penduduk 6,73 jiwa/km2. Penduduk terbanyak dan terpadat berada di Distrik Sentani, yaitu sebanyak 48.339 jiwa (35,39%) dengan kepadatan 178,75 jiwa/km2 dan penduduk paling sedikit/kepadatan terendah adalah Distrik Airu yaitu sebanyak 1.031 jiwa (1,55%) dengan kepadatan kurang dari 1 jiwa/km2
2. Data Tata Ruang
. Sumber air di wilayah Kabupaten Jayapura terdiri dari sungai, danau dan air tanah. Sungai besar yang melintas di wilayah Kabupaten Jayapura sebanyak 4 buah, sebagian besar muara menuju ke pantai utara (Samudera Pasifik) dan pada umumnya sangat tergantung pada fluktuasi air hujan. Disamping itu terdapat sungai-sungai kecil yang merupakan sumber air permukaan yang mengalir di wilayah ini. Danau yang berada di wilayah Kabupaten Jayapura adalah Danau Sentani seluas 9.630 Ha terdapat di Distrik Sentani, Sentani Timur, Ebungfauw, dan Waibu.
Berdasarkan informasi dari badang Pertanahan Nasional, kondisi topografi Kabupaten Jayapura umumnya relatif terjal dengan kemiringan 5%-30% serta mempunyai ketinggian aktual 0,5m dpl -1500m dpl. Daerah pesisir pantai utara berupa dataran rendah yang bergelombang dengan kemiringan 0%-10% yang ditutupi dengan endapan alluvial. Secara fisik, selain daratan juga terdiri dari rawa (13.700 Ha). Sebagian besar wilayah Kabupaten Jayapura (72,09%) berada pada kemiringan diatas 41%, sedangkan yang mempunyai kemiringan 0-15% berkisar 23,74%. Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 336 km dan jarak terjauh dari Utara ke Selatan adalah 140 meter. Sementara itu jarak dari ibukota kabupaten ke kota kecamatan yang bias disinggahi kapal laut adalah: a. Demta : 45 mil laut
b. Depapre : 35 mil laut
Tabel 4.40. Jarak tempuh kota tertentu (bagian pantai) di Kabupaten Jayapura Kota Jayapura Depapre Demta
Jayapura 35 45 Depapre 35 - 10 Demta 45 10 Sumber : Dinas Perhubungan Kab. Jayapura, 2009
125
Gambar 4.44. Kawasan Danau Sentani Jayapura
3. Data Transportasi
Danau Sentani di Papua terletak antara 20.33 hingga 2041 LS dan 1400.23 sampai 1400 38 BT. Berada 70 – 90 m di atas permukaan laut. Selain itu, danau yang oleh penduduk setempat digunakan sebagai sarana transportasi ini terletak juga di antara pegunungan Cyclops. Sumber air Danau Sentani berasal dari 14 sungai besar dan kecil dengan satu muara sungai, Jaifuri Puay.
Di wilayah barat, Doyo lama dan Boroway, kedalaman danau sangat curam. Sedangkan sebelah timur dan tengah, landai dan dangkal, Puay dan Simporo. Disini juga terdapat hutan rawa di daerah Simporo dan Yoka. Dalam beberapa catatan disebutkan, dasar perairannya berisikan substrat lumpur berpasir (humus). Pada perairan yang dangkal, ditumbuhi tanaman pandan dan sagu. Luasnya sekitar 9.360 Ha dengan kedalaman rata rata 24,5 meter. Disekitaran danau ini terdapat 24 kampung. Tersebar dipesisir dan pulau-pulau kecil yang ada ditengah danau.
Terdapat beberapa pelabuhan di Danau Sentani yaitu Pelabuhan Yoka, Yahim, Yabaso, Puay, Ayapo, Telaga Maya, Abar, Putali, Kamiyaka, dan Simporo.
4. Data Pelabuhan Existing
126
Data Lokasi pelabuahan Sungai dan Danau di Danau Sentani di tunjukan pada Gambar 4.45.
Gambar 4.45. Lokasi pelabuhan Angkutan Danau di Danau Sentani
Tabel 4.41. Data Pelabuhan Di Danau Sentani
Sumber : Dit. LLASDP - Ditjenh Hubdat 2009
127
5. Data Lalu Lintas
Tabel 4.42. Lintas Dan Jarak Trayek Di Danau Sentani
Sumber : Dinas Perhubungan Kab. Jayapura, 2009
Gambar 4.46. Rencana Jalur Transportasi Danau Sentani
Tabel 4.43. Lintas Trayek Dan Jarak Alur Sungai Angkutan dari distrik Aureh ke Distrik Airu
Sumber : Dinas Perhubungan Kab. Jayapura, 2009
Tabel 4.44. Jumlah Armada ASDP Di Kabupaten Jayapura Tahun 2007
128
Sumber : Dinas Perhubungan Kab. Jayapura, 2009
6. Dokumentasi Survey
a. Pelabuhan Yahim
Gambar 4.47. Pintu Gerbang Pelabuhan Gambar 4.48. Sarana Parkir
Gambar 4.49. Fasilitas Kios Di Pelabuhan
Gambar 4.50. Dermaga
129
Gambar 4.51. Fasilitas Dermaga Gambar 4.52. Fasilitas Penjualan Ikan
b. Pelabuhan Khalkote
Gambar 4.53. Pintu Gerbang Pelabuhan Gambar 4.54. Fasilitas Kios Di Pelabuhan
Gambar 4.55. Kondisi Dermaga 1 Gambar 4.56. Kondisi Dermaga 2
130
Gambar 4.57. Kondisi Dermaga 3 Gambar 4.58. Kondisi Dermaga 4
Gambar 4.59. Kondisi Dermaga 5 Gambar 4.60. Bangunan di Sekitar Pelabuhan
H. Merauke
1. Gambaran Umum Wilayah
Kabupaten Merauke sebagai kabupaten terluas di Provinsi Papua memiliki luas wilayah mencapai 45.071 km2 dan terletak di antara 137̊ - 141˚ BT dan 5˚ - 9˚ LS. Distrik yang paling luas di wilayah ini adalah Kimaam yaitu 14.357 km2 atau 31,85% luas Kabupaten Merauke. Sedangkan distrik terkecil yaitu Jagebob dengan luas 367 km2
2. Data Tata Ruang
atau 0,81% dari luas Kabupaten Merauke. Batas-batas wilayah Kabupaten Merauke adalah sebagai berikut:
Utara : Kabupaten Mappi dan Kabupaten Boven Digoel Timur : Papua New Guinea Selatan : Laut Arafura Barat : Laut Arafura
Topografi Kabupaten Merauke mempunyai kelas ketinggian bervariasi antara 0 sampai dengan 100 meter di atas permukaan laut. Suhu udara rata-rata berkisar pada angka 26,7˚C dengan suhu maksimum 31,0˚C dan suhu minimum 23,2˚C. Hujan rerata di Stasiun Merauke menunjukkan angka 227,7 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 114 hari.
131
Berikut nama-nama sungai yang mengalir di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua.
Tabel 4.45. Sungai-sungai di Kabupaten Merauke
Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Merauke,2011
Gambar 4.61. Peta Rencana Transportasi Sungai Kabupaten Merauke
3. Data Transportasi
Terdapat empat pelabuhan yang beroperasi di Sungai Maro, yaitu: a. Pelabuhan Kelapa Lima
132
1) Kunjungan kapal rata-rata: a) hari/bulan/tahun = 1/26/312
2) Jenis kapal/tipe: b) Kapal kayu c) Kapal besi/LCT
3) Jenis pemuatan BBM a) Premium, solar, dan minyak tanah b) Volume kegiatan bongkar muat c) Hari/bulan/tahun = 30 ton/ 1.000 ton/ 12.000 ton
b. Pelabuhan Penyeberangan Kumbe
a) Penumpang (1) Dewasa : Rp. 4.500/orang (2) Pelajar/mahasiswa : Rp. 2.500/orang (3) Sepeda motor + 1 orang : Rp. 19.000/orang
b) Barang (1) Barang campuran/kelontong : Rp. 100.000/ton (2) Bahan bakar minyak : Rp. 50.000/drum
c) Kendaraan roda empat (1) Truk : Rp. 1.000.000/unit (2) Pick up : Rp. 750.000/unit
d) Hewan (1) Sapi/kerbau : Rp. 50.000/ekor (2) Carter belang : Rp. 100.000/rit
c. Pelabuhan Penyeberangan Bian
1) Jarak lintasan Bian I – Bian II : 4,5 mil 2) Jumlah armada yang beroperasi : 16 armada 3) Jenis armada : Perahu motor tempel/belang 4) Jenis kegiatan muatan angkutan : Penumpang, barang, kendaraan
roda 2, roda 4, dan hewan 5) Volume kegiatan:
a) Turun/naik penumpang Hari/bulan/tahun = 75 orang / 2.250 orang / 27.000 orang
b) Bongkar/muat barang Hari/bulan/tahun = 300 kg / 9.000 kg / 108.000 kg
c) Bongkar/muat kendaraan Roda 2, hari / bulan / tahun = 25 unit / 750 unit / 9.000 unit
d) Hewan e) Tarif Penumpang
(1) Dewasa = Rp. 14.000/orang (2) Pelajar / mahasiswa = Rp. 8.000/orang (3) Sepeda motor + 1 orang = Rp. 69.000 / orang
d. Pelabuhan Penyeberangan Neto
1) Jarak lintasan Bian I – Bian II : 0,65 mil 2) Jumlah armada yang beroperasi : 6 armada 3) Jenis armada : Perahu motor tempel/belang 4) Jenis kegiatan muatan angkutan : Penumpang, barang, kendaraan
roda 2, roda 4, dan hewan
133
5) Volume kegiatan: a) Turun/naik penumpang
Hari/bulan/tahun = 250 orang / 7.500 orang / 90.000 orang b) Bongkar/muat barang
Hari/bulan/tahun = 1 ton / 30 ton / 360 ton c) Bongkar/muat kendaraan
- Roda 2, hari / bulan / tahun = 100 unit / 3.000 unit / 36.000 unit
- Roda 4, hari / bulan / tahun = - / 2 unit / 24 unit d) Hewan e) Tarif Penumpang
(1) Dewasa = Rp. 2.000/orang (2) Pelajar / mahasiswa = Rp. 1.200/orang (3) Sepeda motor + 1 orang = Rp. 10.000 / orang
f) Tarif Barang (1) Barang campuran/kelontongan = Rp. 80.000/ton (2) Bahan bakar minyak = Rp. 40.000/drum
g) Tarif Kendaraan roda 4 = Rp. 500.000/unit h) Tarif hewan, sapi/kerbau = Rp. 50.000/ekor
4. Data Pelabuhan Eksisting
Pelabuhan Merauke terletak di Sungai Maro dengan posisi koordinat 08˚28’00’’ LS dan 140˚23’00’’ BT. Dermaga di Pelabuhan Merauke memiliki panjang dermaga 158 meter dan luas gudang terbuka sebesar 600 m2. Dermaga Sungai Maro beroperasi 24 jam sehari dengan ukuran draft maksimum kapal yang bisa dilayani sebesar 6 meter. Data Lokasi pelabuahan Sungai dan Danau di Sungai Maro di tunjukan pada Gambar 4.62.
134
Gambar 4.62. Lokasi pelabuhan Angkutan Danau di Sungai Maro
Fasilitas-fasilitas yang terdapat pada Pelabuhan Merauke adalah sebagai berikut:
Tabel 4.46. Data Dermaga Sungai di Merauke
Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Merauke,2011
135
5. Data Lalu Lintas
Tabel 4.47 Nama perusahaan yang memiliki bangunan dermaga di alur sungai
Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Merauke,2011
136
Tabel 4.48 Data Regristrasi Sarana Angkutan Sungai Dan Danau
137
Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Merauke,2011
138
Tabel 4.49 Lintas Dan Sarana Angkutan Sungai Dan Penyeberangan
Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Merauke,2011
Tabel 4.50 Realisasi Kinerja Sungai Dan Produksi Angkutan Sungai Dan Penyeberangan.
Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Merauke,2011 Tabel 4.51 Jumlah Dermaga Dan Fasilitas Penunjang Angkutan Sungai Dan Penyeberangan tahun 2010
139
Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Merauke,2011
Tabel 4.52 Lintas Dan Sarana Angkutan Sungai Dan Penyeberangan Sampai Bulan Mei 2011
Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Merauke,2011
Tabel 4.53 Realisasi Kinerja Sungai Dan Produksi Angkutan Sungai Dan Penyeberangan Sampai Bulan Mei 2011.
140
Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Merauke,2011
141
6. Dokumentasi Survey
Gambar 4.63. Dermaga CV. Samudra Arafuru Nusantara
Gambar 4.64. Pelabuhan Kelapa Lima
Gambar 4.65.Dermaga PT. Dellarosa
I. KONDISI ANGKUTAN SUNGAI DI NEGARA LAIN
1. Angkutan Sungai di Thailand
Angkutan perairan di Thailand dapat dibedakan menjadi 2 moda:
142
a. Angkutan Sungai ( ) dan b. Angkutan Laut ( )
Angkutan sungai terdiri dari jalur yaitu jalur nasional () dan jalur lintas Negara ( ).
Gambar 4.66 Jaringan lintas angkutan Perairan di Thailand
Chao Phraya (Thailand : , RTGS : diucapkan [mɛ ː na ː m tɕâ ː w p ʰ ráʔ.ja ː] atau [tɕâ ː w p ʰ ra.ja ː] , mendengarkan ) adalah besar sungai di Thailand , dengan dataran rendah aluvial yang membentuk pusat dari negara. Sungai Chao Phraya Mengalir melalui Ibukota Bangkok dan berakhir di teluk Thailand. Pada banyak peta Eropa kuno, sungai tersebut bernama atau (Thailand: ), Thailand untuk "sungai". Inggris H. Warington Smyth , yang menjabat sebagai Direktur Departemen Pertambangan di Siam from 1891-1896, menyebutnya dalam bukunya pertama kali diterbitkan pada tahun 1898 sebagai "Me Nam Chao Phraya." Thailand kerajaan dan mulia judul
dapat diterjemahkan sebagai " Grand Duke. Dalam bahasa Inggris media di Thailand, nama ini sering diterjemahkan sebagai Chao Phraya dimulai pada pertemuan dari Ping dan Nan sungai di Nakhon Sawan (juga disebut Pak Nam Pho) di provinsi Nakhon Sawan. Kemudian
143
mengalir ke selatan untuk 372 kilometer (231 mil) dari dataran pusat ke Bangkok dan Teluk Thailand. Dalam Chainat , sungai terbagi menjadi program utama dan Chin Tha sungai, yang kemudian mengalir sejajar dengan sungai utama dan keluar di Teluk Thailand sekitar 35 kilometer (22 mil) barat Bangkok di Samut Sakhon. Dalam rendah dataran aluvial yang dimulai di bawah bendungan Chainat, kanal kecil ( ) memisahkan diri dari sungai utama. Khlongs digunakan untuk irigasi sawah di kawasan itu. Lokasi sungai adalah 13 N, 100 E. Daerah ini memiliki iklim monsoon basah, dengan lebih dari 1.400 mm curah hujan per tahun dan suhu mulai dari 33 ° C sampai 24 ° C di Bangkok. Jembatan utama yang salib Chao Phraya berada di Provinsi Bangkok: di Rama VI rel-jalan jembatan; Phra Pin-klao dekat Grand Palace , Rama VIII , sebuah menara tunggal asimetris jembatan kabel; Rama IX , semi- simetris jembatan kabel, dan Jembatan mega , bagian dari Ring Road Industri. Jembatan utama yang yang melintasi Chao Phraya yang berada di Provinsi Bangkok: di Rama VI rel-jalan jembatan; Phra Pin-klao dekat Grand Palace , Rama VIII , sebuah menara tunggal asimetris jembatan kabel; Rama IX , semi- simetris jembatan kabel, dan Jembatan mega , bagian dari Ring Road Industri. Anak sungai utama Sungai Chao Phraya adalah Pa Sak Sungai , Sakae Krang Sungai , Sungai Nan), Sungai Ping dan Chin Tha Sungai . Masing-masing anak sungai (dan Chao Phraya itu sendiri) lebih lanjut didistribusikan oleh sungai kecil tambahan sering disebut sebagai Semua anak sungai, termasuk khwae lebih rendah, membentuk sebuah pola seperti pohon yang luas, dengan cabang yang mengalir melalui hampir setiap provinsi di pusat dan utara Thailand . Tidak ada anak-anak sungai dari Chao Phraya melampaui perbatasan negara. Para Nan dan Yom aliran Sungai hampir paralel dari Phitsanulok ke Chumsaeng di bagian utara provinsi Nakhon Sawan. Sungai Wang memasuki Sungai Ping dekat Sam Ngao kabupaten di provinsi Tak Di Bangkok, Chao Phraya adalah arteri transportasi utama untuk jaringan yang luas dari bus sungai-sungai lintas feri dan taksi air, juga dikenal sebagai longtails Lebih dari 15 baris perahu beroperasi pada sungai dan kanal-kanal kota, termasuk jalur komuter
Gambar 4.67. Angkutan Sungai di Chao Phraya dan fasilitasnya
144
Gambar 4.68. Fasilitas angkutan sungai di Chao Phraya
2. Teknologi Jembatan di atas Sungai (Water Bridge) Magdeburg di Jerman
Salah satu contoh angkutan perairan yang dapat disampaikan pada laporan ini adalah contoh angkutan perairan di Jerman, berupa Jembatan Saluran (
). Prasarana ini membuktikan besar peran Pemerintah Jerman dalam mengembangkan Angkutan Perairan ( ) di negaranya. Jembatan air Magdeburg merupakan jalur lintasan perairan yang menghubungkan Saluran Elbe Haval ke Kanal Mittelland, dan memungkinkan kapal-kapal untuk melintasi Sungai Elbe. Dengan panjang 918 meter, jembatan air ini merupakan jembatan air terpanjang di dunia. Pekerjaan ini menelan biaya sebesar 500 juta Euro (setara 67 Triliun rupiah). Elbe Havel dan Mittelland sebelumnya bertemu di dekat wilayah Magdeburg tetapi pada arah berlawanan dengan Elbe. Sebelum ada jembatan air ini harus menempuh jarak 12 km. Pelaksanaan pembangunan jalur perairan ini telah dirintis dan dimulai pada awal tahun 1930 kemudian karena terjadinya Perang Dunia kedua, pelaksanaannya dihentikan hingga dimulai lagi pelaksanaan pembangunnaya pada tahun 1997. Pekerjaan ini akhirnya selesai dan resmi dibuka pada tahun 2003.
Gambar 4.69. Tampak Atas Jembatan Magdeburg
Gambar 4.70. Keramaian Di Jembatan Magdeburg
145
Gambar 4.71. Fondasi Jembatan Magdeburg
Gambar 4.72. Foto Dari Udara Jembatan Magdeburg
151
BAB V PEMBAHASAN
A. Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Penyelenggaraan Operasional Transportasi Sungai Dan Danau
Transportasi Sungai dan Danau merupakan angkutan massa yang tidak lepas dari berbagai masalah yang senantiasa mengiringi perkembangan transportasi air tersebut. Beberapa masalah dan kendala dihadapi dalam penyelenggaraan operasional transportasi sungai dan danau. Berikut penjelasan & informasi permasalahan-permasalahan yang di hadapi di beberapa lokasi survei :
1. Medan
Permasalahan yang terjadi di Danau Toba cenderung ke permasalahan lingkungan. Seperti yang disampaikan dalam profil danau Indonesia oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada tahun 2006, permasalahan yang muncul di Danau Toba adalah pencemaran air akibat limbah penduduk dan perikanan. Sedangkan yang berpengaruh bagi transportasi danau adalah masalah erosi dan sedimentasi akibat lahan kritis Daerah Tangkapan Air (DTA) Toba, yang akan berimbas pada pendangkalan alur. Lahan kritis pada Daerah Aliran Sungai (DAS) dan DTA danau telah menyebabkan pendangkalan dan penyempitan danau. Pendangkalan danau telah terjadi pada danau dangkal maupun danau dalam. Pada danau dangkal dampaknya sangat nyata dan menghawatirkan karena lambat laun status danau berubah menjadi rawa dan seterusnya menjadi lahan daratan. Padahal kondisi dan fungsi ekosistemnya sejak awal adalah danau. Perubahan status tersebut akan menyebabkan kehilangan nilai ekosistem yang sesungguhnya merupakan ciri khas danau tersebut. Upaya pemulihan dengan cara pengerukan sangat mahal, jauh lebih mahal dari pada upaya pencegahannya. Menurut KLH (2006), jumlah lahan kritis di Danau Toba sekitar 168 ribu ha lebih; dengan rincian simalungun 8.700 ha; Dairi 3.100 ha; Tanah karo 1.900 ha; Tapanuli Utara 64.000 ha; Toba Samosir 96.000 ha. Danau Toba saat ini sudah sangat kritis sebagai akibat pola penggunaan lahan yang kurang mengindahkan prinsip konservasi dan akibat perambahan hutan secara ilegal oleh masyarakat maupun pengusaha hutan. Selain pemasalahan pendangkalan di Danau Toba. Permasalahan yang lain adalah peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung di areal wisata Danau Toba tidak diimbangi dengan jumlah kapal yang melayani angkutan di Danau Toba itu sendiri. Dan fasilitas pokok
152
dan pendukung di beberapa dermaga tidak terawat dengan baik, karena terbatasnya alokasi anggaran pembangunan daerah.
2. Palembang
Pengembangan transportasi sungai sangat potensial di Palembang. Meskipun telah berkurang, masyarakat masih menggunakan transportasi sungai. Di Palembang masih mengandalkan transportasi sungai baik untuk menyebrang Sungai Musi atau ke wilayah pedalaman. Penggunaan transportasi di Palembang terkendala kedalaman sungai akibat sedimentasi dan keterbatasan sarana masih menjadi kendala untuk melaksanakan sistem transportasi sungai yang terkonek dengan trans-darat yang biasa disebut transportasi antarmoda. Salah satu kendala sarana tersebut adalah jumlah dermaga air di Palembang yang minim. Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan transportasi sungai di Palembang terbentur kondisi yang cukup kompleks dan banyaknya pihak yang berkepentingan dan terlibat langsung baik dalam upaya pengelolaan maupu penyelenggaraan transportasi sungai. Faktor alam dan manusia menjadi dominan dalam setiap permasalahan transportasi sungai yang ditemui, dan beberapa permasalahan tersebut adalah: a. Adanya pendangkalan alur sungai dengan dasar sungai batuan
keras sehingga sulit untuk dilakukan penggalian (sungai lematang).
b. Keberadaan dermaga pada daerah erosi yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan keruntuhan bangunan dermaga khususnya tiang-tiang-penyangga dermaga ponton.
c. Faktor keselamatan dan kenyamanan pengguna angkutan sungai masih diabaikan dengan minimnya fasilitas keamanan pada kapal.
d. Pembagian fungsi kapal sebagai pengangkut penumpang atau barang belum terpenuhi, sehingga kapal barang digunakan juga untuk mengangkut penumpang dan sebaliknya kapal penumpang digunakan juga untuk mengangkut barang.
e. Kontribusi dari angkutan sungai kepada pemerintah daerah yang mengelola masih sangat minim.
3. Pontianak
Permasalahan umum yang dihadapi oleh infrastruktur transportasi sungai di Pontianak hampir sama dengan yang dihadapi transportasi sungai di Kalimantan Barat, permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya: a. Kurangnya keterpaduan pembangunan jaringan transportasi
sungai dengan rencana pembangunan daerah;
153
b. Kondisi sarana yang telah berumur tua dan masih terdapat dermaga yang berlantai kayu;
c. Masih rendahnya peran dunia usaha dalam pembangunan dan pengelolaan angkutan sungai dan danau;
d. Masih rendahnya fasilitas keselamatan angkutan sungai dan danau;
e. Perkembangan moda transportasi jalan yang tidak seimbang dengan transportasi sungai, mengakibatkan perpindahan moda karena biaya yang lebih murah.
Sedimentasi merupakan salah satu permasalahan yang terdapat pada transportasi sungai di Pontianak. Untuk sungai Kapuas, tingkat sedimentasi lumpur sangat tinggi. Pengendapan sedimen di muara sungai akan memperpanjang delta sungai, mengurangi kemiringan memanjang sungai, mengurangi kapasitas angkut sungai dan memperbesar resiko banjir. Pengurangan kapasitas aliran pada sungai dapat disebabkan oleh erosi. Erosi yang berlebihan terjadi karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya pengolahan tanah. Sedimentasi ini menyebabkan berkurangnya draft kapal yang dapat menggangu kelancaran pelayaran.
4. Palangkaraya
Berikut permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam penyenggaraan transportasi sungai di Palangkaraya : a. Alur sungai, banjir / kanal kurang perawatan, banjir macet akibat
sedimentasi; b. Kekurangan fasilitas prasarana sungai seperti rambu sungai
dimana 90 % alur pelayaran tidak ada rambu; c. Dermaga yang ada masih konvensional dan sudah banyak yang
rusak; d. Degradasi hutan di catchment area, sehingga mengakibatkan
perbedaan muka air pasang dan surut terlalu tinggi; e. Peralihan moda sungai ke angkutan darat sehingga
meninggalkan peranan sungai; f. Adanya aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di
sepanjang sungai yang mengakibatkan alur pelayaran sungai sempit, dangkal dan berubah – ubah.
154
Gambar 5.1 Pasang surut alur sungai dan dermaga konvensional Terlihat pada Gambar 5.1 perberaan yang sangat besar antara pasang dan surut pada alur sungai yang diakibatkan berkurangnya hutan dikawasan hulu sungai dan kondisi dermaga yang masih konvensional. Selain masalah diatas juga terdapat masalah yang lain diantaranya adalah masih rendahnya kemampuan operasi angkutan sungai termasik masih lemahnya SDM yang ada dan belum teraturnya hirarki jaringan sungai.
5. Banjarmasin
Salah satu sungai di Banjarmasin adalah Sungai Barito. Gambaran kondisi lalu lintas secara umum di Sungai Barito kini tidak seramai pada waktu-waktu sebelumnya, khususnya setelah jalan darat trans-kalimantan dan jembatan sudah terbangun dan memiliki kondisi yang cukup baik serta menghubungkan antar wilayah baik di Provinsi Kalimantan Selatan maupun di Provinsi Kalimantan Tengah, selain itu, mudahnya masyarakat untuk memiliki kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi darat. Hal ini menyebabkan kondisi dermaga pelabuhan sungai tidak seramai pada waktu-waktu sebelumnya, menurut penuturan masyarakat disana, kondisi ini terasa setelah tahun 2005. Sedangkan penggunaan moda transportasi sungai digunakan untuk kawasan-kawasan yang masih sulit dijangkau oleh kerdaraan jalan raya seperti Banjarmasin-Tamban, Banjarmasin-Catur dan Banjarmasin-Mangkatif maupun penyeberangan-penyeberangan sungai yang dikelola oleh masyarakat. Selain itu, banyaknya perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang perkayuan yang sudah tidak beroperasi lagi, juga turut mengurangi penggunaan lalu-lintas sungai khususnya untuk penyeberangan masyarakat. Sebelumnya masyarakat yang bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan jasa angkutan air “taksi klotok” dengan biaya Rp. 3000,00 per orang. Kini, angkutan sungai “taksi klotok” masih beroperasi terbatas untuk jarak dekat dengan penumpang yang tidak terlalu banyak, sementara mata pencaharaian masyarakat yang masih
155
menggunakan jasa taksi klotok lebih terarah pada jasa penyewaan untuk para wisatawan yang hendak menuju pasar apung tradisional seperti yang berada di kawasan Kuin-Alalak dan Lok Baintan. Selain taksi klotok, moda transportasi yang umum dijumpai adalah Long-Boat yakni perahu dengan kapasitas 50-100 orang, yang ditenagai mesin yang masyarakat menyebutnya dengan mesin kendaraan roda empat (mobil) yang menghubungkan ke wilayah pinggiran seperti Tamban dan Catur, yang berpangkalan di dermaga pasar ex Tamansari. Selain menggunakan long-boat, kendaraan yang dominan juga adalah speed boat berkapasitas 30-34 orang dengan rute Banjarmasin-Mangkatip. Selain itu, dijumpai speed boat-speed boat yang dimiliki secara pribadi/swasta. Sedangkan pemanfaatan transportasi sungai lebih banyak digunakan untuk angkutan barang berupa kebutuhan masyarakat dan sembilan bahan pokok yang dilakukan dari pasar di sekitar Banjarmasin yang dekat dengan pelabuhan sungai hingga ke wilayah-wilayah Buntok, Purukcahu dan Muarateweh di Kalimantan Tengah. Kapal yang digunakan adalah kapal Sungai atau juga dikela sebagai “kapal Negara”, istilah ini digunakan karena kapal tersebut dibuat di wilayah Negara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan serta penuturan dari masyarakat sekitar, banyak rambu-rambu sungai yang hilang. Atau tidak ada, seperti di daerah gosong atau dangkal antara Muara Kuin-Alalak-Jelapat-pulau Kembang. Sedangkan Sarana Bantu Navigasi berupa rambu suar untuk membantu navigasi tidak dijumpai. Bahkan untuk membantu pelayaran, masyarakat setempat membuat sarana bantu navigasi sendiri berupa lampu isyarat yang mirip dengan lampu yang biasa digunakan untuk kendaraan ambulan. Hal ini dijumpai di dermaga Muara Kuin dimana banyak aktivitas penyeberangan Muara Kuin-Jelapat masyarakat dengan frekuensi dan muatan yang cukup padat yang melintasi sungai Barito. Akibat dari penurunan aktifitas dermaga tersebut mengakibatkan terbengkalainya fasiltas pelabuhan (Lihat Gambar 5.2). Masalah pentingnya keberadaan rambu-rambu sungai khususnya di daerah jembatan juga perlu mendapatkan perhatian (Lihat Gambar 5.3), meski itu adalah jembatan yang berada diatas sungai-sungai kecil yang ternyata cukup padat untuk aktifitas masyarakat. Terutama ketika air pasang, banyak perahu masyarakat yang memaksa melintas dibawah jembatan sungai ketika air pasang. Akibatnya terjadi situasi dimana perahu masyarakat yang tersangkut di bawah jembatan.
156
Gambar 5.2 Bangunan dan Fasilitas Dermaga Yang Rusak
Gambar 5.3 Rendahnya Glagar Jembatan Yang Berbahaya Untuk Lalu Lintas Kapal
6. Samarinda
Untuk Samarinda umumnya Provinsi Kalimantan Timur, transportasi sungai memegang peranan yang penting dalam menghubungkan pusat-pusat produksi dan distribusi, khususnya untuk pelayanan ke
157
kawasan tengah (pedalaman) dimana jaringan jalan belum tersedia ataupun karena kondisi jalan yang rusak/kurang memadahi terutama pada kondisi musim penghujan. Untuk mendukung transportasi sungai, tersedia sekitar 56 (limapuluh enam) buah dermaga sungai, dimana ada beberapa kawasan yang masih memerlukan ketersediaan dermaga. Permasalahan lain, yaitu adanya pendangkalan alur sungai akibat adanya erosi dari daratan akibat perubahan tata guna lahan yang ada, sehingga menyebabkan peningkatan biaya untuk pengerukan. Yang perlu mendapatkan perhatian adalah permasalahan dengan pelabuhan yang ada di perairan sungai dan pemeliharaan alur pelayaran terkait dengan biaya pengerukan sungai yang membutuhkan dana yang tidak kecil, sehingga dalam pemilihan lokasi seharusnya dilakukan kajian kelayakan yang tidak memandang batas administrasi, agar pembangunan pelabuhan tersebut, benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakan.
7. Jayapura
Danau sentani yang luasnya 9.630 ha diprogramkan Pemerintah Kota Jayapura sebagai objek wisata, permasalahan danau sentani adalah pendangkalan akibat sedimentasi yang mencapai 90 ton per tahun. Menurut KLH (2006) pendangkalan tahun 1999 – 2002 mencapai 15 meter atau kurang 5 meter setiap tahun. Kedalaman danau telah menyusut dari 175 m menjadi 160 m. pendangkalan terjadi hamper merata, yang disebabkan bahan sedimentasi berupa pasir, batu, kayu, plastik, botol plastik, kaleng, besi dan sampah buangan penduduk kota. Sebagian bahan sedimentasi itu bersumber dari penggalian, penambangan, penebangan hutan, pembukaan lahan, pembangunan jalan di pegunungan cycloops dan berbagai jenis sampah dan barang bekas. Pendangkalan pada danau dalam terjadi antara lain pada Danau Sentani. Danau yang indah sebagai sumber daya perikanan dan pariwisata tersebut tanpa disadari telah menjadi tempat buangan sampah terbesar, serta terbuangnya berbagai sisa lahan dan bahan. Selain itu danau tipe medium dan dalam yang terjadi dalam bentuk danau vulkanik dan danau tektonik, banyak yang berada pada DTA yang curam, sehingga longsoran juga telah menyebabkan pendangkalan. Lahan kritis pada DAS dan DTA danau telah menyebabkan pendangkalan dan penyempitan danau. Pendangkalan danau telah terjadi pada danau dangkal maupun danau dalam. Pada danau dangkal dampaknya sangat nyata dan menghawatirkan karena lambat laun status danau berubah menjadi rawa dan seterusnya menjadi lahan daratan. Padahal kondisi dan fungsi ekosistemnya sejak awal adalah danau. Perubahan status tersebut akan menyebabkan
158
kehilangan nilai ekosistem yang sesungguhnya merupakan ciri khas danau tersebut. Upaya pemulihan dengan cara pengerukan sangat mahal, jauh lebih mahal dari pada upaya pencegahannya.
8. Merauke
Transportasi sungai di merauke merupakan transportasi semi-laut, karena lintasan dari kapal yang beroperasi berpindah dari satu sungai ke sungai yang lain harus melintasi laut arafuru. Permasalahan yang dihadapi transportasi sungai di wilayah ini adalah harus dapat memperkirakan kondisi pasang surut di selat kimaan untuk trayek angkutan dari merauke ke tanah merah. Apabila operator tidak dapat memperkirakan hal tersebut mungkin akan kandas di selat kimaam tersebut. Seperti yang terjadi pada Kapal motor KM. Digoel yang dalam manifest membawa 12 awak , 35 orang penumpang, bahan – bahan bangunan serta 2 buah alat berat yakni excavator/beckhoe tenggelam setelah terhempas ombak besar setinggi 4 – 5 meter di perairan Arafura. Kapal berangkat dari Dermaga Kuprik Kelapa V jam 22.00 wit yang dicarter oleh perusahaan Toko Marinda tujuan tanah merah Kabupaten Boven Digul. Menurut saksi dan juga korban yang selamat mengatakan mesin kapal beberapa kali mati sebelum akhirnya tenggelam dihantam ombak setinggi 5 meter, menurutnya diperkirakan kapal membawa ratusan orang yang terdiri dari anak – anak sekolah yang baru pulang dari liburan, tenggelamnya kapal didahului bagian depan kapal tertanam kebawah dengan posisi miring, sedangkan bagian belakang muncul kebelakang. Sudah dua kapal yang tenggelam di selat kimaam akibat tidak tau navigasi yang berbeda di lokasi tersebut. Berikut gambar kapal yang tenggelam di selat kimaam.
Gambar 5.4 Kapal yang tenggelam di Selat Kimaam
Selain permasalahan pasang surut, transportasi sungai di merauke memiliki kendala dengan cuaca yaitu tinggi gelombang di laut arafuru yang mencapai lebih dari 3 meter. Dan kendala ada sampah kayu di perlintasan menuju Getentiri. Kayu tersebut berwujud kayu gelondongan (utuh) yang merupakan kayu bahan material triplek
159
pabrik KORINDO yang terjatuh saat pemuatan. Hal tersebut menyulitkan bagi operator kapal untuk melintasi sungai tersebut, karena harus berhati-hati.
9. Bangkok (Thailand)
Rute di Thailand termasuk Chao Phraya, Pa Sak, Bang Pakong, Mae Klong dan Sungai Tha Chin. Lintas air memungkinkan kapal-kapal internasional untuk melakukan perjalanan keselatan ke Bangkok melalui Sungai Chao Phraya, dari mana mereka mentransfer kargo mereka ke gerbong yang lebih kecil kapal karena batas-batas yang dikenakan oleh ukuran sungai. Pelabuhan di sepanjang Sungai Chao Phraya sebagian besar dioperasikan oleh swasta. Ada 61 pelabuhan di kedua sisi Sungai Chao Phraya saat ini, yang masing-masing bisa mengambil kapal kargo dengan berat sampai 500 GT. Ini adalah terutama digunakan untuk pengiriman kargo dari pelabuhan Bangkok ke Pulau Sichang di Teluk. Enam pelabuhan yang saat ini digunakan untuk mengangkut kontainer dan resmi sebagai pelabuhan umum untuk kapal internasional. Pelabuhan ini adalah sebagai berikut: a. Dua pelabuhan di sepanjang tepi timur Sungai Chao Phraya b. Empat pelabuhan di sepanjang tepi barat Sungai Chao Phraya Masalah dan hambatan yang dialami : a. Air adalah barang yang diangkut dikenakan biaya berbagai
tambahan seperti penanganan ganda dan biaya waktu; b. Akses ke rute transportasi sebagian besar dan jaringan untuk
lintas air bersifat musiman; c. Banjir besar merupakan permasalah yang menghambat dan
menjadi kendala dalam transportasi di sungai Chao Phraya; d. Empat negara di zona RUPS (Cina, Thailand, Myanmar, dan
Laos) yang meningkatkan kapasitas navigasi dengan ledakan karang di Sungai Mekong. Ini merugikan mempengaruhi ekologi dari Sungai Mekong.
Dari hasil survei di beberapa lokasi, permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan operasional transportasi sungai dan danau di Indonesia ada dua faktor yaitu faktor fisik dan manusia non-fisik. Faktor alam yang dapat menghambat perkembangan dari transportasi sungai dan danau seperti halnya sedimentasi yang besar, erosi yang besar, sungai yang terpengaruh pasang surut dan isu pencemaran lingkungan. Sedangkan faktor non-fisik adalah kendala navigasi, kurangnya kualitas SDM dan pengelolaan sarana dan prasarana transportasi sungai dan danau yang kurang optimal.
160
B. Kegiatan dan Kebijakan Bidang Transportasi Sungai dan Danau
Untuk menunjang keberlanjutan system transportasi sungai dan danau, pemerintah selaku pemegang pengelolaan dan penyelenggara angkutan sungai dan danau melakukan beberapa kegiatan dan kebijakan di bidang sungai dan danau. Beberapa kebijakan dan kegiatan yang dilakukan di beberapa lokasi yang di survey dijelaskan sebagai berikut :
1. Medan
Di dalam RPJMD kabupaten Toba Samosir tahun 2011-2015 dipaparkan beberapa kebijakan mengendai transportasi Danau di Danau Toba. Kebijakan tersebut adalah: a. Meningkatkan sarana prasarana dan fasilitas keselamatan serta
kualitas pelayanan angkutan sungai; b. Mengembangkan angkutan sungai untuk menunjang program
wisata dan peningkatan ekonomi masyarakat; c. Mendorong peran serta swasta dalam penyelenggaraan
pembangunan dan pengelolaan angkutan sungai. Untuk menujang kebijakan tersebut dibuatlah program, diantaranya adalah program pembangunan prasarana dan fasilitas perhubungan, program peningkatan pelayanan angkutan. Sedangkan untuk mengatasi permasalah pencemaran lingkungan yang terjadi di Danau Toba. Di bidang lingkungan juga dibuat kebijakan mengenai peningkatan pengendalian dampak lingkungan dari aktifitas industry, peningkatan penataan regulasi pengelolaan air limbah rumah tangga dengan mengupayakan pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga. Beberapa program juga dirancang untuk mengatasi permasalahan lingkungan di sekitar Danau Toba, seperti program pengembangan kinerja pengelolaan persampahan, program pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, program perlindungan dan konservasi sumber daya alam, program peningkatan kualitas dan akses informasi SDA dan LH, program pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
2. Palembang
Pemkot Palembang telah merencanakan pengembangan transportasi massal terpadu, yang dinamai Trans Musi. Moda transportasi tersebut akan hubungkan dengan potensi angkutan Sungai Musi, yang juga akan dibantu Pemerintah Pusat. Kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan angkutan sungai LLASDP Sumatera Selatan pada tahun 2011 adalah pembangunan dermaga Sungai Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin Tahap IV dan Pembangunan Dermaga Sungai Kertapati Kota Palembang Tahap I serta Pembangunan Rambu Sungai sebanyak 100 buah di Kota Palembang.
161
3. Pontianak
Kebijakan Kota Pontianak di bidang transportasi sungai dan danau mengikuti kebijakan dari Provinsi Kalimantan Barat disusun dalam jangka pendek sampai menengah sebagai berikut; a. Kebijaksanaan Jangka Pendek Dan Menengah
1) Diarahkan untuk mengangkutbarang dan volume yang besar dan juga dapat melayani angkutan penumpang terutama pada kawasan yang peranan angkutan sungainya dominan.
2) Dalam memperluas jaringan sungai, untuk menghubungkan dua sungai yang berdekatan dapat di kembangkan kanal.
3) Meningkatkan dan memelihara sarana bantu navigasi perhubungan.
b. Kebijaksanaan Jangka Menengah. 1) Pengerukan dan pelebaran alur sungai guna meningkatkan
arus pergerakan dan angkutan. 2) Pemasangan dan penggantian rambu-rambu guna
meningkatkan keselamatan pelayaran.
Sedangkan Kebijaksanaan Trasportasi Angkutan Sungai Di Wilayah Kapuas Hilir dijabarkan sebagai berikut;
Dalam Transportasi sungai terdapat kendala yaitu penurunan panjang alur sungai efektif pada musim kemarau karena belum adanya upaya pemeliharaan secara menyeluruh terhadap sungai maupun wilayah sungainya. Selain itu pengamanan teknis terhadap jalur sungai serta prasarana dan kualitas dermaga pun masih terbatas. Berdasarkan pola pergerakan angkutan sungai yang ada kemungkinan pelayanan dimasa mendatang, Sungai Kapuas tetap di pertahankan sebagai jalur utama sungai di provinsi Kalimantan Barat. Mengingat hal tersebut, maka penyediaan prasarana dermaga perlu mendapat perhatian, Khusus dalam penyediaan dermaga maupun rencana pengembangan dimasa mendatang.
Kebijaksanaan angkutan sungai di wilayah sungai Kapuas adalah : a. Penataan dan pengembangan angkutan sungai b. Penataan dan pengembangan sistem keterbukaan angkutan
sungai. Penataan dan pengembangan sistem transportasi perlu dilakukan dan atau dikendalikan oleh pihak-pihak berkompeten.Memperlancar pola pergerakan arus orang dan barang antar kawasan dengan dilakukan penataan dan pengembangan system angkutan barang dan orang, meningkatkan keterpaduan antar moda dan mengembangkan sistem outletnya.
Pengembangan angkutan air, mencakup : a. Penataan dan pengembangan angkutan sungai
162
b. Penataan dan Pengembangan sistem outlet angkutan sungai.
Arahan-arahan yang akan ditetapkan dalam sistem transportasi sungai adalah sebagai berikut: a. Pembangunan Fasilitas-fasilitas penunjang Pelabuhan sungai di
Kapuas. b. Perbaikan kualitas terminal penumpang dan barang. c. Pembangunan fasilitas penunjang di terminal angkutan sungai. d. Merehabilitasi dermaga-dermaga di masing-masing kampung
yang dilalui oleh kapal bus air. e. Peningkatan managemen pengelolaan angkutan sungai. f. Pembangunan dermaga.
4. Palangkaraya
Untuk mengatasi permasalahan tranportasi sungai di Palangkaraya dibuat strategi penganagan sebagai berikut: a. Perlu adanya normalisasi anjir/terusan untuk menghubungkan
antar sungai; b. pemasangan rambu sungai untuk keselamatan pelayaran; c. Pembangunan dan rehabilitasi dermaga yang rusak; d. Perlu adanya model angkutan barang antar Provinsi (Palangka
Raya – Banjarmasin) melalui Anjir sehingga bisa kompetitif dengan angkutan jalan raya;
e. Sosialisasi kepada masyarakat tentang keselamatan alur pelayaran;
Dalam paparan bidang transportasi sungai danau dan penyebrangan dijelaskan strategi dan kebijakan yang dilakukan untuk perkembangan transportasi bidang sungai dan danau sebagai berikut: a. Peningkatan sarana dan prasarana Transportasi Sungai, Danau
dan Penyeberangan. b. Melakukan koordinasi dan perencanaan dermaga dan fasilitas
transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan dengan Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Kalimantan Tengah.
c. Melakukan koordinasi dalam pengawasan keselamatan dan teknik sarana transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan dengan Kabupaten/Kota se-Kalimantan Tengah.
d. Melakukan koordinasi dan pengawasan pengguna jaringan transportasi Sungai jaringan transportasi sungai, Danau dan Penyeberangan dengan Kabupaten/Kota di wilayah Kalimantan Tengah
163
5. Banjarmasin
a.
1) Kegitan Pemeliharaan Rambu-Rambu Lalu Lintas Angkutan Sungai;
Program rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana dan fasilitas
Tahun Anggaran 2010 dilakukan pemeliharaan terhadap 64 buah rambu terdiri-dari penggantian daun rambu, pemeliharaan pengecatan tiang rambu dan daun rambu. Lokasi tersebar: Sungai Baru/Ujung Murung, didermaga Ujung Murung, Muara Sungai Kuin, didepan kantor Gubernur, Muara Antasan Bromo. Sejak Tahun Anggaran 2008 belum dilaksanakan pemasangan rambu yang baru, sedangkan jumlah rambu yang harus ditangani berjumlah kurang lebih 200 rambu.
2) Kegiatan Pemeliharaan Dermaga dan Pos Lalu Lintas Angkutan Sungai; Tahun Anggaran 2010 pemeliharaan dermaga dilaksanakan pada pos LLAS Ujung Murung yang mengalami musibah kebakaran. Perbaikan yang dilakukan antara lain perbaikan dinding, perbaikan plafond, perbaikan atap dan pengecatan pos.
b.
1) Kegiatan Pemeliharaan Alur Sungai Wilayah Kota Banjarmasin;
Program peningkatan pelayanan angkutan
Tahun Anggaran 2010 jumlah sampah (sampah industri, rumah tangga, tanaman ilung/eceng gundog) sebanyak 2.270 M³. Pemeliharaan difokuskan pada bagian atas sungai (upper section) yang merupakan tugas Dinas Perhubungan berdasarkan petunjuk pemeliaharaan, pembersihan dan pengerukan alur perairan daratan dan penyeberangan dari Dirjen Perhubungan Darat Direktorat LLASDP Tahun 1999. Pekerjaan pembersihan alur sungai terfokus pada sungai besar yaitu sungai Martapura : sekitar Jembatan Pasar Lama, Sekitar Jembatan Merdeka sekitar Jembatan A. Yani / Dewi, sekitar Jembatan Antasari / Sudimapir, sekitar Jembatan R.K. Ilir dan sekitar Jembatan Basirih. Dalam pekerjaan pembersihan alur seharusnya memiliki dan menggunakan kapal pembersih alur, dengan peralatan pengangkat /Crane. Yang dibersihkan antara lain, balok-balok kayu, tonggak, rumput, batu-batuan, dll
164
c.
1) Kegiatan Penertiban, Pengawasan lalu Lintas Angkutan Sungai dan SAR
Program peningkatandan pengamanan lalu lintas
2) Lebih ditekankan pada terciptanya ketertiban, keamanan Lalu Lintas dan SAR.
6. Samarinda
Pengembangan sistem angkutan angkutan sungai di Provinsi Kalimantan Timur akan mencakup program pemeliharaan alur sungai. Mengingat fenomena pendangkalan alur sungai akan selalu terjadi, akibat erosi air permukaan, maka dalam pemeliharaan alur pelayaran sungai tersebut selain dilakukan pengerukan secara periodik, juga perlu pengendalian tata guna lahan untuk meminimalkan terjadinya erosi permukaan tanah oleh pergerakan air permukaan. Rencana pengembangan transportasi sungai didasarkan pada tiga tahapan utama. Sasaran kegiatan yang dilakukan pada tahapan awal adalah mengoptimalkan kegiatan transportasi sungai pada ruas potensial yang telah ada sesuai dengan perkembangan wilayah dan mempersiapkan kegiatan transportasi sungai menuju konsep pelayanan moda transportasi yang prima dalam suatu jaringan transportasi multimoda.
7. Jayapura
Dinas Perhubungan Provinsi sudah membangun dermaga penyeberangan di Danau Sentani untuk memudahkan aksesibilitas warga masyarakat ke dan dari Kota Jayapura. Setelah dermaga dibangun tidak ada kegiatan operasi dan pemeliharaan dari Pemerintah setempat, beberapa bagian bangunan ada yang rusak tetapi tidak ada perbaikan. Selain fasilitas dermaga Pemerintah Provinsi (Dinas Perhubungan) telah menyediakan 2 unit bus air (kapasitas masing-masing 50 penumpang) di Dermaga Khalkote yang menghubungkan Kalkhote dengan desa/kampung di seberang Danau Sentani seperti Kampung Ayapo dan Kampung Ase. Bus air yang ada tersebut lebih sering digunakan untuk melayani carteran. Dua dermaga yang cukup besar yang dibangun Pemerintah di sepanjang jalur jalan Sentani – Jayapura adalah Dermaga Kalkhote dan Dermaga Yahim. Dermaga Khalkote bulan Juni lalu digunakan untuk kegiatan Festival Danau Sentani yang cukup menyedot perhatian warga masyarakat dan wisatawan domestik serta mancanegara. Sementara Dermaga Yahim yang terletak sekitar 2,5 Km dari Bandara Sentani merupakan salah satu Dermaga yang juga digunakan untuk mengangkut penumpang dari Sentani ke Jayapura
165
(lewat Danau Sentani) jika terjadi kemacetan panjang misalnya akibat adanya demonstrasi di Jalan Sentani – Jayapura.
8. Merauke
Pembangunan Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan diprioritaskan pada: a. Mengarahkan pengembangan simpul jaringan penyeberangan
lintas provinsi dengan interaksi kuat, meliputi Sorong-Patani, Sorong-Wahai, Fak-Fak-Wahai, Sorong-Biak, Dobo (Maluku)-Timika;
b. Mengarahkan pengembangan pelayanan penyeberangan lintas kabupaten/kota dengan interaksi kuat, meliputi Jeffman-Kalobo, Sorong-Seget, Seget-Mogem, Seget-Taminabuan, Serui-Waren, Agats-Ewer, Biak-Numfor, Merauke-Atsy, AtsyAsgon, Atsy-Agats, Merauke-Poo, Tanah Merah-Kepi.
9. Bangkok (Thailand)
Upaya strategi pembangunan transportasi sungai di Thailand antara lain : a. Untuk mengembangkan jalan raya perairan untuk memenuhi
tuntutan transportasi angkutan di daerah sekitar Sungai Chao Phraya, untuk menghindari transportasi darat melalui Bangkok dan sekitarnya,
b. Untuk mengembangkan pelabuhan sungai sehingga mereka bisa mengatasi dengan melonjaknya permintaan transportasi air di masa depan.
Dari semua kegiatan dan kebijakan yang dilakukan pemerintah terhadap perkembangan transportasi sungai dan danau mengarah ke pembangunan dermaga beserta rambu navigasi dan pengangaturan sistem jaringan moda transportasi sehingga dapat menjadi moda transportasi dengan pelayanan yang prima dalam suatu jaringan transportasi multimoda. Pembangunan transportasi multi moda memerlukan kesiapan dari masing-masing moda. Untuk moda transportasi sungai dan danau diperlukan suatu keseragaman dalam pembangunan, pengoperasian, perawatan sampai kepengusahaannya. Untuk itu diperlukan suatu pedoman yang dapat menjadi acuan dalam pengelolaan sistem transportasi sungai dan danau tersebut, utamanya standart keseragaman untuk pelabuhan operasionalnya. Selain pedoman untuk pelabuhan sungai dan danau diperlukan pula adanya pedoman berlalu lintas di sungai dan danau untuk mengurangi angka kecelakaan yang terjadi di dalam transportasi sungai dan danau.
166
C. Identifikasi dasar hukum
Dari dasar hukum yang berlaku saat ini, khususnya UU 17/2008 tentang Pelayaran, PP 61/2009 tentang Kepelabuhanan, serta PP 5/2010 tentang Kenavigasian, kesemuanya tidak memandatkan adanya suatu Peraturan Menteri yang mengatur manajemen lalu lintas sungai dan danau. Artinya Peraturan Menteri yang disusun sifatnya bukan “mandatory” dan “spesifik” untuk suatu lingkup pengaturan yang diamanatkan dalam peraturan yang lebih tinggi. Dalam UU dan PP yang terkait dengan penyelenggaraan lalu lintas sungai dan danau terdapat beberapa mandat pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Menteri seperti yang dipaparkan pada Tabel 5.1. Karena pengaturan dalam manajemen lalu lintas sungai dan danau yang disusun ini bersifat tidak spesifik, maka dimungkinkan bahwa Peraturan Menteri ini akan merangkum beberapa hal berkenaan dengan amanat dalam UU dan PP tersebut untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri. Dalam Peraturan Menteri tentang transportasi Sungai dan Danau ini ada dimuat sejumlah pengaturan yang relevan dengan operasional lalu lintas kapal di alur pelayaran dan daerah perairan di sungai dan danau untuk mencapai tujuan tertentu, yakni terciptanya kelancaran, keselamatan, dan keamanan lalu lintas kapal dan perlindungan lingkungan sungai dan danau dari akibat operasional kapal di sungai dan danau.
Tabel 5.1 Pedoman kebijakan di bidang transportasi sungai dan danau
Pasal Pengaturan yang dimandatkan Keterkaitan dgn transportasi SD
Kewenangan
UU 17/2008 TENTANG PELAYARAN Pusat,P. D. TK.I,
BAB V ANGKUTAN DI PERAIRAN Pasal 18, 19, 20
Kegiatan angkutan sungai dan danau
Operasional SD
Pasal 28 (3&4)
Perizinan angkutan Pengusahaan
BAB VI HIPOTEK DAN PIUTANG PELAYARAN YANG DIDAHULUKAN
Pasal 64 Tata cara pembebanan hipotek - BAB VII KEPELABUHANAN Pasal 71 Rencana Induk Pelabuhan Pembangunan
pelabuhan
Pasal 72 Lokasi pelabuhan Pembangunan pelabuhan
Pasal 73 Ketentuan rencana induk pelabuhan
Pembangunan pelabuhan
Pasal 74 Wilayah pelabuhan Pembangunan pelabuhan
Pasal 75 Batas wilayah pelabuhan Pembangunan
167
Pasal Pengaturan yang dimandatkan Keterkaitan dgn transportasi SD
Kewenangan
pelabuhan pasal 76 Penetapan rencana induk
pelabuhan Pembangunan pelabuhan
Pasal 79 Koordinasi pengusahaan dan kegiatan pemerintah
Pengusahaan pelabuhan
Pasal 80 Kegiatan pemerintahan di pelabuhan
Pengoperasian pelabuhan
Pasal 81-89
Penyelenggaraan pelabuhan Pengoperasian pelabuhan
Pasal 90-92
Kegiatan pengusahaan di pelabuhan
Pengusahaan pelabuhan
Pasal 93-95
Badan usaha pelabuhan Pengusahaan pelabuhan
BAB IX KELAIKLAUTAN KAPAL Pasal 127 (3)
Tata cara pembatalan sertifikat kapal
Klasifikasi kapal
Pasal 133 Tata cara pengesahan gambar dan pengawasan pembangunan kapal, serta pemeriksaan dan sertifikasi keselamatan kapal
Keselamatan
Pasal 134 (4)
Pencegahan pencemaran dari kapal
Perlindungan lingkungan
Pasal 146 Penyijilan, pengawakan kapal, dan dokumen pelaut
Kriteria awak kapal
Pasal 150 Garis muat dan pemuatan Keselamatan Pasal 168 Tata cara pengukuran dan
penerbitan surat ukur, tata cara, persyaratan, dan dokumentasi pendaftaran kapal, serta tata cara dan persyaratan penerbitan Surat Tanda Kebangsaan Kapal
Administrasi kapal
Pasal 169 (6)
Tata cara audit dan penerbitan sertifikat manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal
Keselamatan
Pasal 170 (6)
Tata cara audit dan penerbitan sertifikat manajemen keamanan kapal
Keamanan
BAB X KENAVIGASIAN Pasal 197 (3)
Desain dan pekerjaan pengerukan alur-pelayaran, kolam pelabuhan, dan reklamasi serta sertifikasi pelaksana pekerjaan
Prasarana
Pasal 201 Penetapan perairan pandu, persyaratan dan kualifikasi petugas pandu, serta penyelenggaraan pemanduan
- (pemanduan hanya untuk perairan laut)
168
Pasal Pengaturan yang dimandatkan Keterkaitan dgn transportasi SD
Kewenangan
Pasal 203 (6)
Tata cara dan persyaratan pengangkatan kerangka kapal dan/atau muatannya
Salvage
Pasal 205 Tata cara dan persyaratan salvage dan pekerjaan bawah air
Salvage dan pekerjaan bawah air
BAB XI SYAHBANDAR Pasal 213 (4)
Tata cara pemberitahuan kedatangan kapal, pemeriksaan, penyerahan, serta penyimpanan surat, dokumen, dan warta kapal
Administrasi
Pasal 216 (3)
Tata cara memperoleh persetujuan dan pelaporan kegiatan kapal di pelabuhan
Administrasi
Pasal 218 (3)
Pemeriksaan kelaiklautan kapal dan keamanan kapal di pelabuhan
Keselamatan dan keamanan
Pasal 219 (5)
Tata cara penerbitan Surat Persetujuan Berlayar
Administrasi
Pasal 223 (3)
Tata cara penahanan kapal di pelabuhan
Administrasi
BAB XII PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM
Pasal 242 Persyaratan perlindungan lingkungan maritim untuk kegiatan penutuhan kapal
Perlindungan lingkungan
Pasal 272 (5)
Tata cara penyampaian dan pengelolaan sistem informasi pelayaran
Sistem telekomunikasi
BAB XVI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 275 Peran serta masyarakat Pengawasan BAB XX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 339 (2)
Tata cara dan prosedur perizinan memanfaatkan garis pantai untuk membangun fasilitas dan/atau melakukan kegiatan tambat kapal dan bongkar muat barang atau menaikkan dan menurunkan penumpang untuk kepentingan sendiri di luar kegiatan di pelabuhan, terminal khusus, dan terminal untuk kepentingan sendiri
Administrasi
PP 61/2009 TENTANG KEPELABUHANAN
BAB II TATANAN KEPELABUHANAN Pasal 15 Hirarki pelayanan angkutan
sungai dan danau Rencana pelabuhan
169
Pasal Pengaturan yang dimandatkan Keterkaitan dgn transportasi SD
Kewenangan
Pasal 16 Pedoman rencana lokasi pelabuhan
Lokasi pelabuhan
Pasal 19 Tata cara penetapan lokasi pelabuhan
Pembangunan pelabuhan
BAB III RENCANA INDUK PELABUHAN, DAERAH LINGKUNGAN KERJA, DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN PELABUHAN
Pasal 24 Rencana peruntukan wilayah daratan pelabuhan
Fasilitas pelabuhan
Pasal 25 Rencana peruntukan wilayah perairan pelabuhan
Fasilitas pelabuhan
Pasal 29 Tata cara penetapan dan penilaian Rencana Induk Pelabuhan
Pasal 36 Tata cara penetapan dan penilaian Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan
-
BAB IV PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI PELABUHAN
Pasal 67 Tata cara penyediaan, pemeliharaan, standar, dan spesifikasi teknis penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, jaringan jalan, dan tata cara penyelenggaraan keamanan dan ketertiban di pelabuhan
Prasarana pelabuhan
Pasal 78 Persyaratan dan tata cara pemberian dan pencabutan konsesi serta kerjasama
-
BAB V PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN PELABUHAN
Pasal 86 Tata cara pemberian izin pembangunan pelabuhan
-
Pasal 93 Tata cara pemberian izin pengembangan pelabuhan
-
Pasal 104 Persyaratan, tata cara pemberian izin pengoperasian, penetapan peningkatan pengoperasian pelabuhan, dan peningkatan kemampuan pengoperasian fasilitas pelabuhan
-
Pasal 109 Tata cara penetapan lokasi, pemberian izin pembangunan dan pemberian izin operasi wilayah tertentu yang berfungsi sebagai pelabuhan
-
170
Pasal Pengaturan yang dimandatkan Keterkaitan dgn transportasi SD
Kewenangan
BAB VI TERMINAL KHUSUS DAN TERMINAL UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI
Pasal 134 Persyaratan, tata cara penetapan lokasi, pemberian izin pembangunan dan izin operasi, penggunaan terminal khusus untuk kepentingan umum, peningkatan kemampuan pengoperasian, perubahan status menjadi pelabuhan, prosedur pencabutan izin terminal khusus, penyerahan terminal khusus
-
Pasal 144 Tata cara pemberian persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri
-
BAB VII PENARIFAN Pasal 148 Jenis, struktur, dan golongan tarif
jasa kepelabuhanan, mekanisme penetapan tarif yang terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan dan jasa kepelabuhanan serta tarif jasa kepelabuhanan
-
BAB VIII PELABUHAN DAN TERMINAL KHUSUS YANG TERBUKA BAGI PERDAGANGAN LUAR NEGERI
Pasal 153 Tata cara penetapan pelabuhan dan terminal khusus tertentu yang terbuka bagi perdagangan luar negeri
-
BAB IX SISTEM INFORMASI PELABUHAN
Pasal 161 Tata cara pengolahan dan laporan serta penyusunan sistem informasi pelabuhan
-
BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 164 Penyelenggaraan pelabuhan laut
serta pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan
-
PP 20/2010 ANGKUTAN DI PERAIRAN Pasal 53 Penetapan jaringan trayek
angkutan sungai dan danau dalam negeri
Penetapan trayek
PP 5/2010 KENAVIGASIAN BAB II ALUR DAN PERLINTASAN Pasal 18 Penyelenggaraan alur pelayaran Penyelenggaraan
171
Pasal Pengaturan yang dimandatkan Keterkaitan dgn transportasi SD
Kewenangan
di laut dan alur pelayaran sungai dan danau serta pemanfaatan Alur Laut Kepulauan Indonesia
alur pelayaran
BAB III SARANA BANTU NAVIGASI Pasal 27 Persyaratan dan standar
penyelenggaraan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran
- (sarana bantu navigasi hanya untuk alur laut)
Pasal 37 Penyelenggaraan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dan tata cara penerbitan izin pengadaan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran oleh badan usaha
- (sarana bantu navigasi hanya untuk alur laut)
BAB IV FASILITAS ALUR PELAYARAN SUNGAI DAN DANAU
Pasal 50 Perencanaan, pengadaan, pemasangan, pembangunan,dan pemeliharaan fasilitas alurpelayaran sungai dan danau dan pengawasannya
Penyelenggaraan alur pelayaran
BAB V TELEKOMUNIKASI PELAYARAN Pasal 57 Persyaratan dan standar
penyelenggaraan Telekomunikasi-Pelayaran
Penyelenggaraan telekomunikasi pelayaran
Pasal 70 Penyelenggaraan Telekomunikasi-Pelayaran dan tata cara pemberian izin pengadaan Telekomunikasi–Pelayaran oleh badan usaha
Penyelenggaraan telekomunikasi pelayaran
Pasal 76 Tata cara pemberian izin kuasa perhitungan
Penyelenggaraan telekomunikasi pelayaran
Pasal 84 Tata cara penyiaran berita marabahaya, berita segera, berita keselamatan, dan siaran tanda waktu standar
Penyelenggaraan telekomunikasi pelayaran
BAB VII BANGUNAN ATAU INSTALASI DI PERAIRAN
Pasal 97 Tata cara pemberian izin membangun, memindahkan, dan/atau membongkar bangunan atau instalasi di perairan, dan penetapan zona keamanan dan keselamatan berlayar bangunan atau instalasi di perairan
Mempengaruhi sistem navigasi pelayaran
BAB VIII PENGERUKAN DAN REKLAMASI
Pasal 102 Tata cara pemberian izin pekerjaan pengerukan
Manajemen lalu lintas dalam
172
Pasal Pengaturan yang dimandatkan Keterkaitan dgn transportasi SD
Kewenangan
kondisi khusus Pasal 107 Tata cara pemberian izin
pekerjaan reklamasi Manajemen lalu lintas dalam kondisi khusus
BAB IX PEMANDUAN Pasal 118 Tata cara penentuan kelas
perairan wajib pandu, tata cara penetapan perairan wajib pandu dan perairan pandu luar biasa, pendidikan dan pelatihan petugas pandu, kewajiban petugas pandu, dan penyelenggaraan pemanduan
- (pemaduan hanya untuk perairan laut)
BAB X KERANGKA KAPAL Pasal 125 Tata cara pengangkatan kerangka
kapal dan/atau muatannya Manajemen lalu lintas dalam kondisi khusus
BAB XI SALVAGE DAN PEKERJAAN BAWAH AIR
Pasal 130 Tata cara pelaksanaan kegiatan salvage dan/atau pekerjaan bawah air, tata cara pemberian izin usaha salvage dan/atau pekerjaan bawah air, dan pendidikan dan pelatihan penyelam
Manajemen lalu lintas dalam kondisi khusus
BAB XII SISTEM INFORMASI KENAVIGASIAN
Pasal 134 (7)
Persyaratan pendidikan, keterampilan, dan kesehatan petugas Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran
- (sarana bantu navigasi hanya untuk alur laut)
Pasal 135 (7)
Persyaratan pendidikan, keterampilan, dan kesehatan petugas Telekomunikasi-Pelayaran
SDM sarana telekomunikasi
BAB XIV SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 139 Tata cara pengenaan sanksi
administratif Sanksi administratif bagi yang melanggar aturan manajemen lalu lintas
Dari rangkuman peraturan diatas terlihat beberapa ketentuan mengenai pedoman di bidang transportasi sungai dan danau telah tercantum didalam peraturan peundang-undangan dan peraturan pemerintah yang lainnya.
173
Dengan mengacu peraturan yang ada tersebut pedoman di bidang transportasi sungai dan danau diharapkan dapat merangkum ketentuan-ketentuan yang tersebar dalam peraturan pemerintah diatas.
D. Tingkat Kepentingan Dalam Bidang Transportasi Sungai Dan Danau
Dalam lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, mengenai pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan, sub bidang perhubungan darat, sub-sub bidang Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP), pada kolom kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota angka 21 secara jelas menyebutkan : ”Penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau”. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, telah mengatur “pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan”. Dalam hal yang menyangkut ”Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP)” telah diatur pembagian kewenangan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut yang berwenang menyelenggarakan pelabuhan sungai dan danau adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ”satu-satunya”. Perhatikan pada kolom Pemerintah Kabupaten/Kota angka 21 dari cuplikan lampiran PP 38/2007 yang secara jelas-jelas menyebutkan bahwa : “Penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau” merupakan “urusan pemerintahan” Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan observasi di lapangan, didapatkan suatu kenyataan bahwa pengelolaan pelabuhan sungai ini ”tuannya banyak”. In casu terdapat PT (Persero) Pelabuhan Indonesia (III), Dirjen Perhubungan Laut berupa Administrasi Pelabuhan (Adpel) dan Kantor Pelayanan (Kanpel), dan Pemerintah Daerah Kota melalui Dinas Perhubungan. Masing-masing badan hukum yang mempunyai kepentingan terhadap angkutan sungai (ada yang bergerak dalam bidang karet, garam, batu bara, bengkel kapal (dok), dll) tampak seperti menjadi “tuan” sendiri yang ditunjukkan dengan memiliki ”dermaga” sendiri. Usulan untuk dibuatnya suatu skenario pembagian peran agar ada sebuah wacana baru dalam mengelola pelabuhan di sungai adalah sangat tepat. Secara das sollen Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, telah mengatur ”pembagian urusan pemerintahan bidang perhubungan”. Dalam hal yang menyangkut ”Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (LLASDP)” telah diatur pembagian kewenangan
174
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut yang berwenang menyelenggarakan pelabuhan sungai dan danau adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ”satu-satunya”. Perhatikan pada kolom Pemenrtiah Kabupaten/Kota angka 21 dari cuplikan lampiran PP 38/2007 berikut ini : Tabel 5.2 Pembagian Urusan pemerintahan Berdasarkan PP 38/2007
Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan sungai dan danau antar provinsi.
1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan sungai dan danau antar kabupaten/kota dalam provinsi.
1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan sungai dan danau dalam kabupaten/kota.
2. Penyusunan dan penetapan
rencana umum lintas penyeberangan yang terletak pada jaringan jalan nasional, dan antar negara, serta jaringan jalur kereta api nasional dan antar negara.
2. Penyusunan dan penetapan rencana umum lintas penyeberangan antar kabupaten/kota dalam provinsi yang terletak pada jaringan jalan provinsi.
2. Penyusunan dan penetapan rencana umum lintas penyeberangan dalam kabupaten/kota yang terletak pada jaringan jalan kabupaten/kota.
3. Pedoman penetapan lintas penyeberangan.
3. — 3. —
4. Penetapan lintas penyeberangan yang terletak pada jaringan jalan nasional, dan antar negara dan jaringan jalur kereta api dan antar negara.
4. Penetapan lintas penyeberangan antar kabupaten/kota dalam provinsi yang terletak pada jaringan jalan provinsi.
4. Penetapan lintas penyeberangan dalam kabupaten/kota yang terletak pada jaringan jalan kabupaten/kota.
5. Pedoman rancang bangun kapal Sungai, Danau, dan Penyeberangan (SDP).
5. — 5. —
6. Pengadaan kapal SDP. 6. Pengadaan kapal SDP. 6. Pengadaan kapal SDP. 7. Pedoman registrasi kapal
sungai dan danau. 7. — 7. —
8. Pedoman pengoperasian kapal SDP.
8. — 8. —
9. Pedoman persyaratan pelayanan kapal SDP.
9. — 9. —
10. Pedoman pemeliharaan/ perawatan kapal SDP.
10. — 10. —
11. Pedoman tata cara pengawasan terhadap pemberian surat ukur, surat tanda pendaftaran dan tanda pendaftaran, sertifikat kelaikan kapal, sertifikat pengawakan kapal, dan surat tanda kebangsaan kapal sungai dan danau.
11. — 11. —
12. Pengawasan terhadap pemberian surat ukur, surat tanda pendaftaran dan tanda pendaftaran, sertifikat kelaikan kapal, sertifikat pengawakan kapal, dan surat tanda kebangsaan kapal sungai dan danau ≥ 7 GT.
12. Pengawasan terhadap pemberian surat ukur, surat tanda pendaftaran dan tanda pendaftaran, sertifikat kelaikan kapal, sertifikat pengawakan kapal, dan surat tanda kebangsaan kapal sungai dan danau < 7 GT.
12. —
175
Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
13. Pedoman penyelenggaraan pelabuhan SDP.
13. — 13. —
14. Pedoman penetapan lokasi pelabuhan SDP.
14. — 14. —
15. Penetapan lokasi pelabuhan penyeberangan.
15. Rekomendasi lokasi pelabuhan penyeberangan.
15. Rekomendasi lokasi pelabuhan penyeberangan.
16. — 16. — 16. Penetapan lokasi pelabuhan sungai dan danau.
17. Pedoman pembangunan pelabuhan SDP.
17. — 17. —
18. Pembangunan pelabuhan SDP. 18. Pembangunan pelabuhan SDP.
18. Pembangunan pelabuhan SDP.
19. Penyelenggaraan pelabuhan penyeberangan.
19. — 19. Penyelenggaraan pelabuhan penyeberangan.
20. Pengawasan penyelenggaraan pelabuhan penyeberangan pada jaringan jalan nasional dan antar negara serta jaringan jalur kereta api nasional dan antar negara.
20. — 20. —
21. — 21. — 21. Penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau.
22. Pedoman penyusunan rencana induk, Daerah Lingkungan Kerja (DLKr)/Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan SDP.
22. — 22. —
23. — 23. Pemberian rekomendasi rencana induk pelabuhan penyeberangan, DLKr/DLKp yang terletak pada jaringan jalan nasional dan antar negara serta jaringan jalur kereta api.
23. Pemberian rekomendasi rencana induk, DLKr/DLKp pelabuhan penyeberangan yang terletak pada jaringan jalan provinsi, nasional dan antar negara.
24. Penetapan rencana induk,
DLKr/DLKp pelabuhan Penyeberangan yang terletak pada jaringan jalan nasional dan antar negara serta jaringan jalur kereta api nasional dan antar negara.
24. Penetapan rencana induk, DLKr/DLKp pelabuhan penyeberangan yang terletak pada jaringan jalan provinsi
24. Penetapan rencana induk, DLKr/DLKp pelabuhan SDP yang terletak pada jaringan jalan kabupaten/kota.
25. Pedoman sertifikasi pelabuhan SDP.
25. — 25. —
26. Penetapan sertifikasi pelabuhan SDP.
26. — 26. —
27. Pedoman pemeliharaan/ perawatan pelabuhan SDP.
27. — 27. —
28. Pedoman penetapan kelas alur pelayaran sungai dan danau.
28. — 28. —
29. — 29. Penetapan kelas alur pelayaran sungai.
29. —
30. Pedoman tata cara berlalu lintas di sungai dan danau.
30. — 30. —
31. Pedoman perambuan sungai, danau dan penyeberangan.
31. — 31. —
176
Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
32. Pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan rambu penyeberangan.
32. Pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan rambu penyeberangan.
32. Pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan rambu penyeberangan
33. —
33. — 33. Izin pembuatan tempat penimbunan kayu (logpon), jaring terapung dan kerambah di sungai dan danau.
34. Pemetaan alur sungai untuk kebutuhan transportasi.
34. Pemetaan alur sungai lintas kabupaten/kota dalam provinsi untuk kebutuhan transportasi.
34. Pemetaan alur sungai kabupaten/kota untuk kebutuhan transportasi.
35. Pembangunan, pemeliharaan,
pengerukan alur pelayaran sungai dan danau.
35. Pembangunan, pemeliharaan, pengerukan alur pelayaran sungai dan danau.
35. Pembangunan, pemeliharaan, pengerukan alur pelayaran sungai dan danau kabupaten/kota.
36. —
36. Izin pembangunan prasarana yang melintasi alur sungai dan danau.
36. —
37. Pedoman penyelenggaraan angkutan SDP.
37. — 37. —
38. Pedoman tarif angkutan SDP. 38. — 38. — 39. Penetapan tarif angkutan
penyeberangan kelas ekonomi pada lintas penyeberangan yang terletak pada jaringan jalan nasional dan antar negara, serta jaringan jalur kereta api nasional dan antar negara.
39. Penetapan tarif angkutan penyeberangan kelas ekonomi pada lintas penyeberangan yang terletak pada jaringan jalan provinsi.
39. Penetapan tarif angkutan penyeberangan kelas ekonomi pada lintas penyeberangan dalam kabupaten/kota yang terletak pada jaringan jalan kabupaten/kota.
40. Penetapan tarif angkutan sungai dan danau kelas ekonomi pada lintas antar provinsi dan antar negara.
40. Penetapan tarif angkutan sungai dan danau kelas ekonomi antar kabupaten/kota dalam provinsi.
40. Penetapan tarif angkutan sungai dan danau kelas ekonomi dalam kabupaten/kota.
41. Pengawasan pelaksanaan tarif angkutan SDP pada jaringan jalan nasional dan antar negara.
41. Pengawasan pelaksanaan tarif angkutan SDP antar kabupaten/kota dalam provinsi yang terletak pada jaringan jalan provinsi.
41. Pengawasan pelaksanaan tarif angkutan SDP dalam kabupaten/kota yang terletak pada jaringan jalan kabupaten/kota.
42. Pedoman tarif jasa kepelabuhanan SDP.
42. — 42. —
43. Penetapan tarif jasa pelabuhan SDP yang tidak diusahakan yang dikelola pemerintah.
43. —
43. Penetapan tarif jasa pelabuhan SDP yang tidak diusahakan yang dikelola kabupaten/kota.
44. Pedoman/persyaratan pelayanan angkutan SDP.
44. — 44. —
45. Pemberian persetujuan pengoperasian kapal untuk lintas penyeberangan pada jaringan jalan nasional dan antar negara.
45. Pemberian persetujuan pengoperasian kapal untuk lintas penyeberangan antar kabupaten/kota dalam provinsi pada jaringan jalan provinsi.
45. Pemberian persetujuan pengoperasian kapal untuk lintas penyeberangan dalam kabupaten/kota pada jaringan jalan kabupaten/kota
46. Pengawasan pengoperasian penyelenggaraan angkutan sungai dan danau.
46. Pengawasan pengoperasian penyelenggaraan angkutan sungai dan danau.
46. Pengawasan pengoperasian penyelenggaran angkutan sungai dan danau.
177
Pemerintah Pemerintahan Daerah Provinsi Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
47. Pengawasan pengoperasian penyelenggaraan angkutan penyeberangan pada lintas antar provinsi dan antar negara.
47. Pengawasan pengoperasian penyelenggaraan angkutan penyeberangan antar kabupaten/kota dalam provinsi pada jaringan jalan provinsi.
47. Pengawasan pengoperasian penyelenggaraan angkutan penyeberangan dalam kabupaten/kota pada jaringan jalan kabupaten/kota.
48. Pengawasan angkutan barang berbahaya dan khusus melalui angkutan SDP.
48. Pengawasan angkutan barang berbahaya dan khusus melalui angkutan SDP.
48. —
Sumber : Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007.
Berdasarkan PP 38/2007 tersebut di atas, kewenangan ”pemerintah” dalam LLASDP yang berkaitan langsung dengan pelabuhan Sungai, Danau, dan Penyeberangan adalah : 1. Membuat pedoman penyelenggaraan pelabuhan SDP ; 2. Membuat pedoman penetapan lokasi pelabuhan SDP ; 3. Membuat pedoman pembangunan pelabuhan SDP ; 4. Pembangunan pelabuhan SDP ; 5. Pedoman penyusunan rencana induk, Daerah Lingkungan Kerja
(DLKr)/Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan SDP ; 6. Pedoman sertifikasi pelabuhan SDP ; 7. Penetapan sertifikasi pelabuhan SDP ; 8. Pedoman tarif jasa kepelabuhanan SDP. Keterangan yang ada kaitannya dengan istilah ”pemerintah” ini, dalam PP 38/2007 tersebut adalah bunyi Pasal 1 butir 1 yang berbunyi : Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan survey lapangan ditemukan fakta bahwa Dirjen Perhubungan Laut dan BUMN in casu PT (Persero) Pelabuhan Indonesia itulah yang secara nyata memiliki akses terhadap penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau. Apakah BUMN ini bisa dikategorikan ”pemerintah” berdasarkan PP 38/2007? Jika pun BUMN itu dapat diinterpretasikan sebagai ”wakil pemerintah” tetapi berdasarkan PP 38/2007 tersebut tetap ”tidak berwenang” untuk menyelenggarakan pelabuhan sungai dan danau. Satu-satunya pihak yang berwenang menurut PP 38/2007 adalah Pemerintah Kabupaten/Kota. Di samping itu, jika ditinjau dari sudut Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Pemerintahan baik Departemen maupun Badan Usaha Milik Negara memang keduanya adalah Badan Hukum Publik. Tetapi yang paling murni memiliki ciri ”servis public” dan ”servis good” adalah Departemen. BUMN walaupun memiliki fungsi ”servis public” tetapi
178
bersamaan dengan itu mempunyai fungsi ”profit oriented”. Dengan demikian Direktorat Perhubungan Darat lah yang paling mendekati konsep ”wakil pemerintah” yang berperan dalam ”regulasi” pengelolaan pelabuhan sungai dan danau (hal ini pun sesuai dengan penunjukkan PP 38/2007 yaitu masuk Sub Bidang Perhubungan Darat). Itu juga seperti yang telah di uraikan di atas sebatas berperan dalam 8 (delapan) kewenangan seperti yang telah diuraikan di atas. Dengan demikian dari studi ini dapat ditemukan eksistensi kewenangan perhubungan darat dalam pengelolaan pelabuhan sungai yaitu sebagai regulator dan wakil dari Pemerintah Pusat. Dengan demikian seperti yang diperintahkan oleh Pasal 9 PP 38/2007 maka Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria harus dibuat Peraturan Menterinya paling lama 2 tahun setelah keluarnya PP 38/2007 itu dengan inisiatif Dirjen Perhubungan Darat in casu ASDP.
179
BAB VI PENYUSUNAN RANCANGAN KONSEP PEDOMAN DI
BIDANG TRANSPORTASI SUNGAI DAN DANAU
A. Latar Belakang
Kondisi hasil survei yang dilakukan di lapangan (lihat Bab 5 dan Lampiran I) dan pembahasan di sub-bab sebelumnya menunjukkan kondisi yang masih memprihatinkan di mana pengelolaan pelabuhan dan sistem berlalu lintas di sungai dan danau, penyediaan prasarana dan sarana serta kelembagaan yang ada di sejumlah sungai besar di Indonesia masih belum diperhatikan selayaknya. Hal ini berdampak kepada rendahnya kinerja dan peran angkutan sungai dalam sistem transportasi di Indonesia, dilihat dari aspek aksesibilitas, kapasitas, maupun kualitas terkait dengan keselamatan dan keamanan. Dari hasil survei di lapangan dan wawancara dengan petugas setempat, diketahui tidak adanya suatu pedoman baku yang digunakan untuk pembangunan, pengoperasian, perawatan, pengusahaan dan berlalu lintas di sungai dan danau. Hasil survey ketersediaan suatu pedoman diatas diberikan pada Tabel 6.1. Seperti yang terlihat pada tabel tersebut menunjukkan kelemahan pengembangan sarana dan prasarana angkutan sungai dan danau. Adanya kebutuhan pengaturan lebih lanjut dalam bentuk peraturan menteri berkenaan dengan penyelenggaraan pelabuhan transportasi sungai dan danau serta sistem berlalulintasnya pada alur pelayaran sungai dan dan danau khususnya yang diamanatkan dalam UU 17/2008 dan PP 61/2009. Pengaturan secara khusus untuk kepelabuhanan perlu dipisahkan dengan pengaturan pelayaran laut karena secara spesifik terdapat perbedaan mendasar dalam aplikasinya di lapangan. Dengan permasalahan yang terjadi dan tidak seragamnya pembangunan dari pembangunan sarana dan prasarana angkutan sungai dan danau maka diperlukan suatu pedoman untuk mengatur hal tersebut.
180
Tabel 6.1 Matrik Ketersediaan Pedoman di Bidang Transportasi Angkutan Sungai dan Danau
Jenis Pedoman Lokasi Survei
Medan Palembang Pontianak Palangka Raya Banjarmasin Samarinda Jayapura Merauke
Pembangunan Pelabuhan TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB KM, BJ Pengoperasian Pelabuhan TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB
Perawatan Pelabuhan TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB Pengusahaan Pelabuhan TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB Berlalu-lintas di Sungai & Danau TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB TDA, TB SOP, TB
Keterangan : TDA : Tidak ada AD : Ada KM : Keputusan Menteri TB : Tidak Berjalan BJ : Berjalan SOP : Standar operasional kapal
181
B. Finalisasi Konsep Pedoman
Pada tahapan akhir dari kegiatan studi ini adalah penyusunan konsep pedoman dibidang transportasi sungai dan danau. Dengan merujuk beberapa peraturan pemerintah tentang angkutan sungai dan danau serta mengadopsi peraturan internasional yang ada. Pada tahapan akhir laporan studi adalah finalisasi konsep pedoman di bidang transportasi sungai dan danau. Perumusan pedoman harus memperhatikan sejumlah ketentuan sebagai berikut. 1. Tidak dimaksudkan atau berpotensi menimbulkan hambatan
perdagangan yang berlebihan atau yang tidak diperlukan. 2. Sedapat mungkin harmonis dengan standar internasional yang telah
ada (mengadopsisatu standar internasional yang relevan) sejauh ketentuan tersebut memenuhi kebutuhan dan obyektif yang ingin dicapai serta sesuai dengan faktor-faktor kondisi klimatik, lingkungan, geologi dan geografis, kemampuan teknologi serta kondisi nasional yang spesifik lainnya.
3. Apabila tidak mengacu pada satu standar internasional yang relevan (ada beberapa standar yang digunakan) maka harus dilakukan validasi terhadap hasil rumusan tersebut.
4. Ketentuan sejauh mungkin menyangkut pengaturan kinerja dan menghindarkan ketentuan yang menyangkut pengaturan cara pencapaian kinerja (bersifat preskriptif).
Selain ketentuan-ketentuan diatas, Perumusan pedoman perlu memperhatikan sejumlah aspek di bawah ini. 1. Satuan ukuran yang dipergunakan adalah Satuan Sistem Internasional
sesuai SNI 19-2746, Satuan sistem internasional. 2. Ketentuan tentang pelaksanaan penilaian kesesuaian terhadap
persyaratan, pedoman, karakteristik, dan ketentuan teknis lain sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. cara pengambilan contoh termasuk pemilihan contoh dan metode
pengambilannya; b. batas dan toleransi untuk parameter pengukuran; c. urutan pengujian apabila mempengaruhi hasil pengujian; d. jumlah spesimen yang perlu diuji; e. metode dan jenis pengujian parameter yang tepat, benar,
konsisten dan tervalidasi; f. spesifikasi yang jelas dari peralatan pengujian yang tidak dapat
diperoleh secara komersial (customized product). 3. Metode pengujian sejauh mungkin mengacu metode pengujian yang
baku, baik yang telah ditetapkan dalam SNI, standar internasional, atau standar lain yang telah umum dipergunakan. Apabila metode uji yang dipergunakan bukan metode uji baku, metode tersebut harus divalidasi oleh laboratorium yang kompeten.
182
Penulisan konsep pedoman akan meningkuti peraturan yang berlaku di lingkungan Departemen Perhubungan dimana substansinya akan terdiri dari: 1. Dasar hukum penetapan peraturan: terkait dengan sejumlah peraturan
perundangan yang dirujuk dalam peraturan; 2. Definisi-definisi: beberapa definisi penting yang harus diperhatikan
dalam peraturan yang dijadikan sebagai acuan pengertian dalam ketentuan selanjutnya;
3. Ketentuan pokok: berisi mengenai pokok-pokok pengaturan yang dimuat dalam peraturan;
4. Ketentuan peralihan: berisi mengenai konsekuensi legal dari pengaturan ini terhadap kondisi eksisting maupun pengaturan yang telah ada;
5. Ketentuan penutup: berisi mengenai pemberlakukan dari peraturan ini.
Karena substansi yang ditulis dalam Pedoman ini sangat banyak, sehingga tidak memungkinkan jika semuanya dituangkan dalam pasal-pasal, sehingga akan lebih baik dibentuk dalam pedoman sebagai lampiran yang tak terpisahkan dari batang tubuh RAPERMEN yang disusun. Penyusunan pedoman ini, khususnya mengenai metoda-metoda dan prosedur sungai dan danau akan mengikuti tatacara penyusunan Pedoman.
C. Penyusunan Rancangan Naskah Akademik Konsep Pedoman Di Bidang Transportasi Sungai Dan Danau
1. Metoda pendekatan
Penulisan naskah akademis ini dilakukan dengan menggabungkan tiga pendekatan yang umum dilakukan, yakni: a. Dengan melakukan proses pengkajian dan penelitian yang
dilakukan pada beberapa lokasi sungai dan danau di Indonesia. Adapun hasil kajian lapangan ini sudah dibahas pada Bab 4 dan Bab 5 sebelumnya;
b. Melakukan serangkaian diskusi dengan pihak terkait, khususnya pejabat di Lingkungan Direktorat LLASDP dan Biro Hukum Ditjen Perhubungan Darat untuk menentukan ruang lingkup dan materi pengaturan yang disusun;
c. Melakukan benchmarking dengan memperhatikan lingkup pengaturan mengenai transportasi di sungai dan danau yang ada di negara lain.
183
2. Materi muatan
Muatan pengaturan dalam pedoman di bidang transportasi sungai dan danau ini adalah untuk menindaklanjuti amanat UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan, Keputusan Menteri No. 73 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Juknis Direktorat Perhubungan Darat serta mengadopsi standar internasional seperti International Maritime Organization (IMO). Di dalam UU dan PP tersebut terdapat banyak sekali amanat pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri berkenaan dengan transportasi sungai dan danau atau dalam hal ini disebut kepelabuhanan dan berlalu lintas di perairan sungai dan danau yang perlu dibedakan dengan penyelenggaraan navigasi pelayaran di alur pelayaran laut.
Materi muatan dari pedoman ini akan menyangkut beberapa hal pokok berikut ini: a. Kriteria teknis untuk setiap item kegiatan dalam bidang
transportasi sungai dan danau mulai dari kelaikan kapal, penetapan alur dan perlintasan, penyelenggaraan fasilitas alur pelayaran, bangunan dan instalasi di perairan, pengerukan dan reklamasi, serta salvage dan pekerjaan bawah air, dsb;
b. Tugas dan kewenangan setiap pihak yang terkait dengan transportasi sungai dan danau baik selaku operator (penyediaan (perencanaan, pembangunan, pengoperasian, dan perawatan) dan pengusahaan) maupun selaku regulator (pengaturan, pengendalian, pengawasan);
c. Prosedur pelaksanaan kegiatan dalam bidang transportasi sungai dan danau (siapa, melakukan apa, kapan, di mana, dan bagaimana).
Artinya bahwa lingkup materi ini sifatnya adalah acuan bagi kegiatan teknis operasional dalam bidang transportasi di sungai dan danau yang digunakan oleh para petugas di lapangan. Peraturan yang sesuai untuk level pengaturan seperti pedoman ini adalah Peraturan Menteri.
Dengan demikian bentuk hukum (atau legal standing) yang tepat untuk mengatur manajemen lalu lintas sungai dan danau ini adalah pada level Peraturan Menteri (PERMEN) Perhubungan. Setidaknya terdapat 2 alasan pemilihan bentuk hukum ini, yakni: a. Dalam pedoman ini dimuat sejumlah pengaturan yang
merupakan tindak lanjut langsung dari UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000
184
Tentang Standardisasi Nasional, Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan, Keputusan Menteri No. 73 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai yang mengamanatkan pengaturan melalui Peraturan Menteri;
b. Pedoman ini diberlakukan pada tataran operasional di lapangan dan menjadi acuan bagi aparatur di Daerah (aparatur Pemprov, Pemkab, dan Pemkot) serta masyarakat luas pengguna sungai dan danau (baik sebagai operator angkutan ataupun untuk kepentingan sendiri). Dengan kata lain sifat pengaturannya adalah eksternal Kementerian, sehingga bentuk pengaturannya minimal adalah Peraturan Menteri.
3. Ruang lingkup Naskah Akademis
a.
Terdapat beberapa pengertian pokok yang harus disepakati kesamaan pengertian atau definisinya terlebih dahulu. Pengertian pokok ini sebagian besar diadopsi dari UU 17/2008 tentang Pelayaran dan PP 5/2010 tentang Kenavigasian, serta dari KM 17/2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau, serta diadopsi dari peraturan yang berlaku secara internasional, dan hasil pendefinisian oleh tim penyusunan. Pada Tabel 6.2 disampaikan daftar beberapa pengertian terkait yang digunakan dalam pedoman yang disusun.
Pengertian-pengertian terkait
Tabel 6.2 Daftar istilah dan pengertiannya/definisinya dalam pedoman di
bidang transportasi sungai dan danau No Istilah Sumber Pengertian/Definisi A Istilah berkenaan lingkup kegiatan 1 Lalu lintas sungai
dan danau Diadaptasi dari KBBI
Pergerakan kapal di alur pelayaran sungai dan danau dan di wilayah perairan pelabuhan sungai dan danau
2 Manajemen lalu lintas sungai dan danau
Tim penyusun
Kegiatan pengaturan terhadap lalu lintas sungai dan danau agar tercipta kelancaran, keselamatan, dan keamanan berlalu lintas dengan memperhatikan ketentuan mengenai perlindungan lingkungan perairan sungai dan danau
3 Kelaikan kapal sungai dan danau
Diadaptasi dari pasal 1 (33) UU 17/2008
Keadaan kapal sungai dan danau yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan sungai dan danau
4 Penyelenggaraan Diadaptasi Kegiatan perencanaan, pembangunan, pengoperasian,
185
No Istilah Sumber Pengertian/Definisi alur pelayaran sungai dan danau
dari pasal 6 (2) PP 5/2010
pemeliharaan, dan pengawasan alur pelayaran sungai dan danau
5 Penyelenggaraan fasilitas alur pelayaran sungai dan danau
Diadaptasi dari pasal 46 (1) PP 5/2010
Kegiatan perencanaan, pengadaan, pemasangan, pembangunan, dan pemeliharaan fasilitas alurpelayaran sungai dan danau
6 Penyelenggaraan telekomunikasi pelayaran sungai dan danau
Diadaptasi dari pasal 58 PP 5/2010
Kegiatan perencanaan, pengadaan, pengoperasian, pemeliharaan, dan pengawasan telekomunikasi pelayaran sungai dan danau
7 Pengaturan bangunan atau instalasi di perairan sungai dan danau
Diadaptasi dari pasal 97 PP 5/2010
Kegiatan pemberian izin membangun, memindahkan, dan/atau membongkar bangunan atau instalasi yang berada di perairan sungai dan danau
8 Pengaturan pengerukan sungai dan danau
Diadaptasi dari pasal 99 (3) PP 5/2010
Kegiatan pemberian izin pengerukan di perairan sungai dan danau serta pemeriksaan persyaratan teknis yang meliputi: keselamatan dan keamanan berlayar, kelestarian lingkungan, tata ruang perairan, dan tata pengairan khusus
9 Pengaturan kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air
Kegiatan pemberian izin dan penentuan persyaratan teknis kegiatan salvage di sungai dan danau
B Istilah berkenaan dengan sarana dan prasarana 1 Alur pelayaran
sungai dan danau Diadaptasi dari Pasal 1 (45) UU 17/2008 dan pasal 1 (12) PP 5/2010
Perairan sungai dan danau yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari
2 Pelabuhan sungai dan danau
Pasal 1 (8) PP 61/2009
Pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai dan danau
3 Kapal sungai dan danau
Diadaptasi dari Pasal 1 (36) UU 17/2008
kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah yang hanya dioperasikan di perairan sungai dan danau
4 Fasilitas alur pelayaran sungai dan danau
Diadaptasi dari pasal 45 PP 5/2010
Sarana dan prasarana yang wajib dilengkapi untuk menjamin keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan pada suatu alur pelayaran
5 Telekomunikasi pelayaran sungai dan danau
Diadaptasi dari Pasal 1 (3) PP 5/2010
Telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas pelayaran sungai dan danau yang merupakan setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
186
No Istilah Sumber Pengertian/Definisi elektromagnetik lainnya dalam dinas bergerak-pelayaran yang merupakan bagian dari keselamatan pelayaran sungai dan danau
6 Bangunan atau instalasi di perairan sungai dan danau
Diadaptasi dari pasal 1 (18) PP 5/2010
Setiap konstruksi baik berada di atas dan/atau di bawah permukaan perairan sungai dan danau
7 Pengerukan di sungai dan danau
Diadaptasi dari pasal 1 (19) PP 5/2010
Pekerjaan mengubah bentuk dasar perairan sungai dan danau untuk mencapai kedalaman dan lebar yang dikehendaki atau untuk mengambil material dasar perairan sungai dan danau yang dipergunakan untuk keperluan tertentu
8 Salvage di sungai danau
Diadaptasi dari pasal 1 (25) PP 5/2010
Pekerjaan untuk memberikan pertolongan terhadap kapal dan/atau muatannya yang mengalami kecelakaan kapal atau dalam keadaan bahaya di perairan sungai dan danau termasuk mengangkat kerangka atau rintangan bawah air atau benda lainnya
9 Pekerjaan bawah air sungai dan danau
Diadaptasi dari pasal 1 (26) PP 5/2010
Pekerjaan yang berhubungan dengan instalasi, konstruksi, atau kapal yang dilakukan di bawah air dan/atau pekerjaan di bawah air yang bersifat khusus, yaitu penggunaan peralatan bawah air yang dioperasikan dari permukaan air
C Istilah berkenaan dengan pihak terkait 1 Awak kapal sungai
dan danau Diadaptasi dari pasal 1 (40) UU 17/2008
Orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal sungai dan danau oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil
2 Nahkoda kapal sungai dan danau
Diadaptasi dari pasal 1 (41) UU 17/2008
Salah seorang dari Awak Kapal Sungai dan Danau yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3 Anak buah kapal sungai dan danau
Diadaptasi dari pasal 1 (42) UU 17/2008
Awak Kapal Sungai dan Danau selain Nakhoda Kapal Sungai dan Danau
4 Unit penyelenggara pelabuhan sungai dan danau
Diadaptasi dari pasal 1 (11) PP 61/2009
Lembaga Pemerintah/Pemerintah Daerah di pelabuhan sungai dan danau sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhanan, dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial
5 Inspektur sungai sungai dan danau
Diadaptasi dari pasal 1 (56) UU
Pejabat Pemerintah/Pemerintah Daerah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan
187
No Istilah Sumber Pengertian/Definisi 17/2008 dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya
ketentuan peraturan perundangundangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan lalu lintas sungai dan danau
6 Penyelenggara alur pelayaran sungai dan danau
Diadaptasi dari pasal 6 PP 5/2010
Lembaga Pemerintah/Pemerintah Daerah dan/atau Badan Usaha yang melakukan kegiatan penyelenggaraan alur pelayaran sungai dan danau
7 Penyelenggara telekomunikasi pelayaran
Diadaptasi dari pasal 58 PP 5/2010
Lembaga Pemerintah/Pemerintah Daerah dan/atau Badan Usaha yang melakukan kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi pelayaran
8 Pemilik/operator bangunan dan instalasi di perairan
Diadaptasi dari pasal 92-97 PP 5/2010
Lembaga Pemerintahan atau badan usaha atau perorangan yang secara hukum menguasai atau diberi kuasa atas bangunan dan instalasi di perairan
9 Badan Usaha pelaksana pengerukan di sungai dan danau
Diadaptasi dari pasal 99 PP 5/2010
Perusahaan yang memiliki kemampuan dan kompetensi untuk melakukan kegiatan pengerukan di sungai dan danau
10 Badan usaha penyelenggara kegiatan salvage dan pekerjaan di bawah air
Diadaptasi dari pasal 128 PP 5/2010
Badan usaha yang yang khusus didirikan untuk kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air yang memiliki izin usaha setelah memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang ditetapkan
Dengan cara yang sama beberapa istilah yang lain dapat dilihat dalam masing-masing pedoman.
b.
Secara teoretis bagian ini akan mengungkapkan semua substansi apa yang perlu diatur, termasuk kelembagaan, kewenangan, hak-hak, dan kewajiban, persyaratan, hal-hal yang dilarang dan dibolehkan disusun secara sistematis.
Materi (substansi pengaturan)
Substansi pengaturan di dalam pedoman di bidang transportasi sungai dan danau ini mencakup seluruh kegiatan dalam transportasi sungai dan danau, yang mencakup beberapa bagian, seperti yang disampaikan pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3 Pokok-pokok materi/substansi pengaturan Bagian Materi/substansi pengaturan
Kapal sungai dan danau
a) Klasifikasi kapal sungai dan danau b) Skala draft dan batas muat di kapal c) Sinyal visual, marka, dan telekomunikasi di kapal d) Ketentuan mengenai kelaikan kapal sungai dan danau
Alur pelayaran sungai dan danau
a) Klasifikasi alur pelayaran sungai dan danau b) Kapal yang dapat beroperasi di suatu klas alur pelayaran c) Fasilitas alur pelayaran sungai
188
Bagian Materi/substansi pengaturan d) Sinyal dan marka di alur pelayaran sungai dan danau e) Bangunan dan instalasi di perairan sungai dan danau f) Tatacara pengoperasian alur pelayaran sungai dan danau g) Pengusahaan alur pelayaran sungai dan danau
Pelabuhan sungai dan danau
a) Klasifikasi pelabuhan sungai dan danau b) Ketentuan teknis mengenai fasilitas pokok dan fasilitas penunjang
pelabuhan sungai dan danau sesuai dengan klasifikasinya c) Tata cara pelaksanaan kegiatan pemerintahan di pelabuhan sungai
dan danau (pemberian surat persetujuan berlayar/pas berlayar, d) Tata cara pelaksanaan kegiatan pengusahaan di pelabuhan sungai
dan danau Tata cara berlalu lintas di sungai dan danau
a) Prinsip-prinsip berlalu lintas di sungai dan danau b) Tata cara berpapasan, bersilangan, dan menyiap c) Tatacara berlalu lintas dalam konvoi, mendorong/menarik d) Perlintasan di bawah jembatan, melintasi bendungan, dan pintu air e) Tata cara berlalu lintas di malam hari dan ketika jarak pandang
terbatas f) Tatacara berlabuh, menjangkar, dan drifting g) Pengaturan untuk kapal penyeberangan h) Pengaturan kapal sungai dan danau untuk aktivitas lain
(memancing, ski, water sport, penambangan, dlsb)
Lebih lengkap substansi pengaturan yang pokok-pokoknya disampaikan pada tabel tersebut dalam Pedoman di Bidang Transportasi Sungai dan Danau pada kegiatan studi ini.
c.
Agar suatu peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dapat berlaku efektif, maka dalam peraturan itu perlu adanya unsur memaksa, yaitu pemikiran tentang pemberian sanksi atas pelanggaran terhadap apa yang diwajibkan atau disyaratkan.
Sanksi
Pemikiran sanksi dimaksud dapat berupa: sanksi pidana, sanksi perdata, dan sanksi administratif. Pemikiran sanksi untuk pelanggaran Pedoman di Bidang Transportasi Sungai dan Danau ini adalah: 1) Sanksi administratif, untuk:
a) Awak kapal dan badan usaha/operator yang melanggar ketentuan terhadap apa yang diwajibkan dan disyaratkan yang tidak menimbulkan kerugian pemerintah/pihak lain. Sanksi administratif ini dapat berupa teguran, pencabutan izin dan/atau sertifikat;
b) Pejabat pemerintah yang yang melanggar ketentuan terhadap apa yang diwajibkan dan disyaratkan yang tidak menimbulkan kerugian pemerintah/pihak lain. Sanksi
189
administratif ini dapat berupa teguran, penurunan pangkat/jabatan dan/atau pencabutan sertifikat;
2) Sanksi perdata, untuk siapa saja yang melakukan kegiatan yang menyebabkan kerugian pemerintah/pihak lain, sanksinya berupa penggantian kerugian,
d.
Pada bagian peralihan, memuat pemikiran tentang kemungkinan adanya ketentuan peralihan dan akibat-akibat hukum yang dapat timbul adalah apabila materi hukum yang hendak diatur telah pernah diatur, maka perlu adanya pemikiran tentang adanya ketentuan peralihan.
Peralihan
Sejauh ini belum pernah ada peraturan perundang-undangan yang secara spesifik mengatur mengenai kepelabuhan dan berlalu lintas di sungai dan danau, atau peraturan ini bukan pengganti dari peraturan sebelumnya. Namun demikian terdapat kemungkinan adanya overlap pengaturan dengan KM 73/2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau. Sehingga diperlukan adanya pemikiran mengenai ketentuan peralihan secara terbatas untuk beberapa pasal yang berkaitan.
e.
Bagian penutup memuat beberapa pengaturan berupa:
Penutup
1) Pernyataan tidak berlaku atau pencabutan peraturan yang ada sebelumnya. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam hal ini tidak ada peraturan yang telah sebelumnya yang dicabut sebagai konsekuensi logisnya;
2) Pemikiran tentang kapan efektif berlakunya peraturan yang akan diberlakukan berdasarkan analisis kemampuan/kesiapan dari berbagai aspek. Masa efektif berlakunya peraturan mengenai pedoman kepelabuhan dan berlalu lintas di sungai ini idealnya sejak tanggal ditetapkan, namun melihat kondisi lapangan yang belum banyak disiapkan, maka: a) Ketentuan mengenai sumber daya sebaiknya efektif
dilakukan 5 tahun setelah Peraturan Menteri (pedoman) ini ditetapkan. Artinya sanksi akan diberlakukan setelah 5 tahun untuk memberikan waktu bagi kegiatan pendidikan, sertifikasi, dsb;
b) Ketentuan mengenai alur pelayaran, pelabuhan, telekomunikasi pelayaran, dan sarana prasarana lainnya sebaiknya diberlakukan 3 tahun setelah peraturan menteri ini ditetapkan. Hal ini ditetapkan untuk memberikan waktu bagi Pemerintah/Pemda untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan sesuai ketentuan.
190
4. Kesimpulan dan saran
a. Memperhatikan bahwa sampai dengan saat ini belum ada pengaturan mengenai pembangunan pelabuhan sungai dan danau sampai berlalu lintas di sungai dan danau, maka pengaturan melalui Peraturan Menteri ini sangatlah urgent, dalam konteks bahwa:
Perlunya pengaturan
1) Jika tidak segera diatur maka kondisi penyelenggaraan transportasi sungai dan danau di Indonesia akan semakin tidak teratur, sehingga tingkat keselamatan, keamanan, kelancaran, dan perlindungan lingkungan perairan tidak dapat diwujudkan. Hal ini akan sangat mempengaruhi eksistensi transportasi sungai dan danau di Indonesia untuk masa yang akan datang;
2) Dalam UU 17/2008 tentang Pelayaran dan PP 5/2010 mengenai Kenavigasian terdapat mandat pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri, substansi pengaturan tersebut ini harus dilakukan secara spesifik untuk kepelabuhanan dan berlalu lintas sungai dan danau karena sifat pergerakannya serta kelembagaan penyelenggaraannya sangat berbeda dengan penyelenggaraan kenavigasian laut;
b. Memperhatikan substansi pengaturan sebagai tindak lanjut dari UU dan PP terkait serta lingkup berlakunya pedoman ini adalah internal dan eksternal Kementerian Perhubungan maka sangat disarankan bahwa legal standing untuk Pedoman di Bidang Transportasi Sungai dan Danau ini adalah dalam bentuk Peraturan Menteri.
Jenis/bentuk pengaturan
c. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa pokok-pokok materi yang perlu diatur di dalam Peraturan Menteri tentang Pedoman di Bidang Transportasi Sungai dan Danau ini antara lain adalah terkait dengan:
Pokok-pokok materi yang perlu diatur
1) SDM dan lembaga: menyangkut jenis, kualifikasi, tugas dan tanggung jawab dari setiap orang atau lembaga yang berkaitan dengan penyelenggaraan transportasi sungai dan danau;
2) Sarana dan prasarana: menyangkut jenis, persyaratan teknis, tata cara pengoperasian dan pengusahaan dari sarana dan prasarana berkaitan dengan penyelenggaraan transportasi sungai dan danau;
3) Tata cara/kerja: menyangkut prosedur pelaksanaan yang dianjurkan, diwajibkan, atau dilarang untuk dilakukan oleh setiap pihak terkait dengan penyelenggaraan transportasi sungai dan danau.
191
5. Lampiran daftar acuan
Dalam menyusun pedoman ini diacu sejumlah kepustakaan baik secara teoretis maupun perundang-undangan yang berlaku. Adapun daftar kepustakaan yang diacu antara lain adalah: a.
1) UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; Peraturan perundang-undangan:
2) PP No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan; 3) PP No. 5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian; 4) Keppres No. 17 Tahun 1985 tentang Keselamatan Pelayaran; 5) KEPMEN No. 53 Tahun 2004 tentang Tatanan
Kepelabuhanan Nasional; 6) KEPMEN No. 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan
Angkutan Sungai dan Danau; b.
1) TRANS/SC.3/115/Rev.2 CEVNI European Code for Inland Waterway;
Peraturan/hukum internasional negara lain:
2) US Federal Waterway Regulation Title 33 CFR 161 - Vessel Traffic Management
3) U.S. ARMY CORPS OF ENGINEERS, NAVAL FACULTIES ENGINEERING COMMAND
4) NSW Government: Maritime 5) Australian Standard Committee CE-030, dsb.
D. Ketentuan Teknis pada Pedoman
1. Pembangunan Pelabuhan
a. Ada beberapa jenis dermaga yang biasa di gunakan yaitu : Jenis-Jenis Dermaga
1) Dermaga Quay Wall Dermaga ini terdiri struktur yang sejajar pantai, berupa tembok yang terdiri di atas pantai. Dermaga ini dapat di bangun dengan beberapa pendekatan konstruksi. Di antara lain pile baja/beton, caisson beton atau open filled structure.
2) Dermaga Apung/Sistem Jetty Dermaga Apung adalah tempat untuk menambat kapal pada suatu ponton yang mengapung di atas air. Digunakan ponton adalah untuk mengantisipasi pasang surut air laut agar posisi kapal dengan dermaga,bisa selalu sama. Guna menunjang kegiatan bongkar muat atau naik turun penumpang, antara ponton dengan dermaga di hubungkan dengan suatu landasan atau jembatan yang fleksibel ke darat yang bisa mengakomodasi pasang surut air. Biasanya dermaga apung digunakan untuk kapal yang banyak terdapat di sungai-sungai yang mengalami pasang surut.
192
b.
Pembangunan pelabuhan umum dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan :
Persyaratan Pembangunan Pelabuhan Sungai dan Danau
1) administrasi; 2) bukti penguasaan tanah dan perairan; 3) memiliki penetapan lokasi pelabuhan; 4) memiliki rencana induk pelabuhan; 5) disain teknis pelabuhan meliputi kondisi tanah, konstruksi,
kondisi hidrooseanografi, topografi, penempatan dan konstruksi sarana bantu navigasi, alur pelayaran dan kolam pelabuhan serta tata letak dan kapasitas peralatan di pelabuhan;
Persyaratan Teknis Kepelabuhanan 1) Pembangunan pelabuhan hanya dapat dilakukan
berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan.
2) Persyaratan teknis kepelabuhanan meliputi: a) Studi kelayakan;
Studi kelayakan paling sedikit memuat: (1) kelayakan teknis; dan (2) kelayakan ekonomis dan finansial.
b) Desain teknis. Desain teknis paling sedikit memuat mengenai: (1) kondisi tanah; (2) konstruksi; (3) kondisi hidrooceanografi; (4) topografi; dan (5) penempatan dan konstruksi Sarana Bantu Navigasi-
Pelayaran, alur-pelayaran, dan kolam pelabuhan serta tata letak dan kapasitas peralatan di pelabuhan.
3) Pembangunan pelabuhan sungai dan danau dilaksanakan berdasarkan persyaratan teknis kepelabuhanan, kelestarian lingkungan, dengan memperhatikan keterpaduan intra-dan antarmoda transportasi.
4) Persyaratan kelestarian lingkungan berupa studi lingkungan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
c. Sebelum proses pembangunan dilakukan, terlebih dahulu harus di buat desain. Dasar petimbangan dalam perencanaan dermaga adalah sebagai berikut :
Desain Dermaga
1) Posisi dermaga di tentukan oleh ketersediaan lahan ndan kestabilan tanah di sekitar sungai.
193
2) Panjang dermaga disesuaikan atau di hitung berdasarkan kebutuhan kapal yang akan berlabuh. Dasar pertimbangan desain panjang dermaga yang biasanya dijadikan acuan adalah 1.07 sampai 1,16 panjang kapal (LOA).
3) Lebar dermaga di sesuaikan dengan kemudahan aktifitas bongkar muat kapal dan pergerakan kendaraan pengangkutan di darat.
4) Letak dermaga harus dekat dengan fasilityas penunjang yang ada di daratan.
5) Elevasi dermaga di tentukan memperhatikan kondisi elevasi permukaan air sungai/pasang surut.
d. Berikut ini perlengkapan khusus dalam pembangunan dermaga, antara lain :
Perlengkapan/ Peralatan Pembangunan
1) Lampu, tongkang, dan rakit. Binges dan lampu dibuat dengan instalasi yang bergerak dengan sendirinya menggunakan motor berkekuatan 165 hp dari perusahaan konstruksi dermaga.
2) Tugs (kapal penarik). Kapal ringan, tongkang, atau rakit, dan kapal pembantu bisa bersandar atau tidak.
3) Kendaraan Amphibi. 4) Crane apung. Unit ini memungkinkan untuk berbagai unit
transportasi. 5) Penggerak Pile Apung. Perusahaan konstruksi teknis
dermaga menyediakan drophammer atau hammer apung penggerak pile bertenaga diesel.
6) Bidang mesin dan perlengkapan, elektrik, reparasi mesin, tukang kayu, tukang besi, pipa, dan peralatan las. Pada penggerak non otomatis, digunakan untuk memperbaiki peralatan apung pelabuhan dan area tertentu. Bisa juga dipergunakan saat membuka dan merehabilitasi dermaga yang dikuasai.
7) Landasan pendaratan. Saat rehabilitasi fase pertama atau konstruksi dermaga baru.
e. Penyediaan material untuk konstruksi teknis bagi pembangun adalah kegiatan yang besar, kompleks, dan mahal. Jika memungkinkan penyediaan dari lokal/ sekitar lebih baik. Pejabat proyek harus mengatur persediaan secara terus menerus untuk stok bahan konstruksi dan peralatan yang tersedia secara lokal. Contoh material yang diharapkan bisa disediakan secara lokal antara lain : kayu, semen, baja struktural, pasir, kerikil, batu, pipa dan perlengkapan listrik, perangkat keras, dan cat.
Ketersediaan Material di Sekitar
Detail dari ketentuan – ketentuan dalam Pedoman pembangunan Pelabuhan dapat dilihat dalam Pedoman.
194
2. Operasional Pelabuhan
a. Pengoperasian pelabuhan oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izin, yang diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada:
Pengoperasian Pelabuhan
1) Menteri untuk pelabuhan antar provinsi; 2) Gubernur untuk pelabuhan antar kabupaten; dan 3) Bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal dan
pelabuhan sungai dan danau. Pengoperasian pelabuhan dilakukan sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang. Pengoperasian pelabuhan dapat ditingkatkan secara terus menerus selama 24 (dua puluh empat) jam dalam 1 (satu) hari atau selama waktu tertentu sesuai kebutuhan. Pengoperasian pelabuhan dilakukan dengan ketentuan: 1) adanya peningkatan frekuensi kunjungan kapal, bongkar
muat barang, dan naik turun penumpang; dan 2) tersedianya fasilitas keselamatan pelayaran, kepelabuhanan,
dan lalu lintas angkutan sungai/danau. b.
1) kesiapan kondisi alur; Persyaratan Operasional
2) kesiapan pelayanan pemanduan bagi perairan pelabuhan yang sudah ditetapkan sebagai perairan wajib pandu;
3) kesiapan fasilitas pelabuhan; 4) kesiapan gudang dan/atau fasilitas lain di luar pelabuhan; 5) kesiapan keamanan dan ketertiban; 6) kesiapan sumber daya manusia operasional sesuai
kebutuhan; 7) kesiapan tenaga kerja bongkar muat dan naik turun
penumpang atau kendaraan; 8) kesiapan sarana transportasi darat; dan 9) rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan setempat.
c. 1) Pelayanan
Prosedur pelayanan pelabuhan sungai dan danau
Pelabuhan sungai dan danau diselenggarakan untuk pelayanan terhadap : a) Penumpang
Pelabuhan sungai dan danau untuk penumpang meliputi : (1) Keberangkatan Penumpang
Syarat-syarat untuk mengatur keberangkatan penumpang meliputi : (a) Memberi pelayanan sesuai dengan fasilitas
yang ada di pelabuhan; (b) Pemberitahuan keberangkatan kapal.
195
(c) System penjualan tiket, meliputi : • Tiket sekali jalan; • Tiket pulang pergi; • Tiket berlangganan/ abonemen.
(2) Kedatangan Penumpang (a) Memberi pelayanan sesuai dengan fasilitas
yang ada di pelabuhan; (b) Memberikan informasi alur keluar
penumpang; (c) Pemberitahuan kedatangan kapal.
b) Kendaraan beserta muatannya; Pelayanan pelabuhan sungai dan danau untuk kendaraan beserta muatannya, diatur sebagai berikut: (1) Kendaraan penumpang,
Pelayanan untuk kendaraan penumpang meliputi: (a) Pengaturan arus kedatangan kendaraan; (b) Penjualan tiket di loket; (c) Pengaturan di area parkir; (d) Pengaturan masuk ke kapal.
(2) Kendaraan barang; Pelayanan untuk kendaraan barang meliputi: (a) Pengaturan arus kedatangan kendaraan; (b) Penimbangan kendaraan serta muatannya; (c) Penjualan tiket di loket; (d) Pengaturan di area parkir; (e) Pengaturan masuk ke kapal.
(3) Kendaraan angkutan alat berat. Pelayanan untuk angkutan alat berat antara lain : (a) Pembatasan berat maksimum yang tidak
melebihi kernampuan MB dan cardeck kapal; (b) Pengaturan arus kedatangan kendaraan; (c) Penimbangan kerdaraan serta muatannya; (d) Penjualan tiket di loket; (e) Pengaturan di area parkir; (f) Pengaturan dan pengamanan masuk ke kapal
c) Kapal. Pelayanan pelabuhan sungai dan danau terhadap kapal diatur sebagai berikut : (1) Sandar dan bongkar muat kapal; (2) Pengaturan jadwal kapal; (3) Pengisian BBM dan air tawar; (4) Pembuangan Iimbah kapal; (5) Komunikasi kapal dengan pelabuhan dan SBNP.
196
2) Pelayanan dalam Keadaan darurat Selain pelayanan sungai dan danau disediakan pelayanan kegiatan penunjang, dan sungai dan danau yang dalam keadaan darurat. Kegiatan pelayananan penunjang yang dimaksud adalah : a) Kegiatan penyediaan perkantoran untuk kepentingan
pengguna jasa pelabuhan; b) Kegiatan penyediaan kawasan pertokoan; c) Kegiatan penyediaan tempat bermaln dan rekreasi. d) Kegiatan penyediaan tempat pengaduan bagi pengguna
jasa pelabuhan yang kehilangan sesuatu di areal pelabuhan;
e) Jasa pariwara; f) Kegiatan perawatan dan perbaikan kapal; g) Penyediaan fasilitas penanpungan dan/atau pengolahan
limbah; h) Penyediaan angkutan dari dan ke kapal di pelabuhan; i) Jasa pembersihan dan pemiliharaan gedung dan kantor; j) Kegiatan,Perhotelan restoran pariwisata pos
Kegiatan diatas dilaksanakan oleh : a) Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan pada pelabuhan
sungai dan danau yang diselengarakan oleh pemerintah;
b) Badan Usaha Pelabuhan sungai dan danau, untuk pelabuhan sungai dan danau yang diusahakan;
c) Badan Hukum Indonesia atau Warga Negara Indonesia, atas persetujuan Unit Pelaksana Teknis atau Badan Usaha Pelabuhan.
Kegiatan penunjang di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan, diwajibkan : a) Menjaga ketertiban dan kebersihan wilayah pelabuhan
yang dipergunakan; b) Menghindarkan terjadinya gangguan keamanan dan
hal-hal lain yang dapat mengganggu kelancaran kegiatan pengoperasian palabuhan;
c) Bertanggung jawab untuk menjaga keamanan fasilitas yang dimiliki dan ketertiban di lingkungan kerja masing-masing;
d) Melaporkan kepada petugas yang berwenang di pelabuhan apabila mengetahui telah terjadi peristiwa yang dapat mengganggu keamanan, ketertiban dan kelancaran operasional pelabuhan;
e) Menjaga kelestarian lingkungan. f) Pelaksana usaha kegiatan penunjang pelabuhan yang
tidak mematuhi kewajiban, dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
197
d. Hal-hal yang harus diatur pada pelabuhan sungai dan danau adalah sebagai berikut:
Prosedur pengaturan pelabuhan sungai dan danau
1) Pihak pengelola pelabuhan harus memberi papan inforrnasi bagi penumpang di pelabuhan;
2) Pihak pengelola pelabuhan harus memasang tanda/papan pengumuman yang sekurang-kurangnya berisi nama dan jadwal keberangkatan kapal serta tarif di tempat yang mudah terlihat;
3) Pihak pengelola pelabuhan/petugas pelabuhan yang sedang bertugas harus memakai pakaian dan atribut yang telah ditentukan sesuai aturan yang berlaku;
4) Pihak pengelola pelabuhan harus memberikan pelayanan dan menyediakan jasa fasilitas pelabuhan sejak penumpang masuk area pelabuhan sampai dengan masuk ke kapal;
5) Pihak pengelola pelabuhan harus menyiapkan petugas selama jam dinas dan setiap pergantian petugas, harus diadakan serah terima dan membuat daftar absensi.
e.
Penyelenggaraan sungai dan danau yang dalam keadaan darurat. Kegiatan yang dilakukan dibagi menjadi dua Peristiwa.
Penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau dalam keadaan darurat
1) Keadaan darurat di perairan a) Keadaan darurat yang terjadi di kapal; b) Akibat cuaca buruk.
2) Keadaan darurat didarat a) Kebakaran di pelabuhan; b) Kemacetan lalu lintas di pelabuhan; c) Kerusuhan masal di pelabuhan; d) Penanganan bahan peledak/ancaman terorisme di
pelabuhan
3. Perawatan Pelabuhan
a. Pada dasarnya pekerjaan perawatan adalah tindakan perbaikan yang tergantung dari besarnya kerusakan yang ditemukan pada saat dilakukan inspeksi rutin maupun inspeksi khusus.
Perawatan
b. Kerusakan saluran secara fisik dikategorikan sebagai berikut: Tipe kerusakan
1) kerusakan ringan, yaitu kerusakan fasilitas pelabuhan yang dapat diperbaiki saat itu dan tidak memerlukan waktu yang lama;
2) kerusakan sedang, yaitu kerusakan fasilitas pelabuhan yang dapat diperbaiki saat itu, namun memerlukan material dan waktu yang lama dari kerusakan ringan;
198
3) kerusakan berat, yaitu kerusakan fasilitas pelabuhan yang diakibatkan oleh kencelakaan atau bencana alam sehingga dalam perbaikannya memerlukan penanganan khusus dengan waktu perbaikan yang relatif lama.
c. Prinsip dasar penanganan perawatan, antara lain: Prinsip dasar penanganan
1) perawatan dilakukan terhadap fasilitas pokok maupun fasilitas pendukung yang terkait dengan keamanan dan kenyamanan operasional kepelabuhan (sandar, tambat, bongkar-muat barang, dan tempat layanan penumpang)
2) mengangkut dan membuang material sisa perawatan ke daerah yang tepat dan tidak mengganggu lingkungan sekitar kelancaran aktifitas pelabuhan;
3) melakukan perbaikan fasilitas pelabuhan sesuai dengan tingkat kerusakan yang terjadi dengan memperhatikan cara menyimpan bahan maupun sisa perbaikan.
d. Personil yang diperlukan dalam pekerjaan perawatan mempunyai kriteria sebagai berikut:
Personil
1) pekerjaan perawatan ringan dan sedang: a) berpengalaman dalam hal pekerjaan konstruksi
bangunan kepelabuhanan; b) mampu mengikuti petunjuk teknisi/tenaga ahli lapangan;
2) pekerjaan perawatan besar: a) berpengalaman dalam hal pekerjaan konstruksi
bangunan kepelabuhanan; b) mampu mengikuti petunjuk teknisi/tenaga ahli lapangan; c) didampingi tenaga ahli/engineer yang cukup
berpengalaman; dalam bidang kepelabuhanan dan pekerjaan konstruksi serta mampu menterjemahkan laporan dari inspektur kegiatan inspeksi.
e. Ketentuan mengenai inspeksi rutin secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut:
Inspeksi rutin
1) inspeksi merupakan kegiatan pengamatan secara langsung untuk mengetahui secara visual dengan mencatat kondisi pelabuhan dan kondisi bangunan beserta sarana pelengkapnya;
2) inspeksi rutin dilaksanakan minimum dua kali satu tahun, pada awal musim hujan dan akhir musim hujan;
3) hasil inspeksi perlu dicatat dengan cara yang mudah, jelas dan standar/baku, sehingga dapat dipakai sebagai bahan/data untuk evaluasi dalam penyusunan program kegiatan perawatan;
4) dalam melakukan inspeksi rutin harus memperhatikan: a) aspek efisiensi dan koordinasi;
199
b) aspek keselamatan; c) aspek kelancaran lalulintas kapal / aktifitas dermaga.
f. Ketentuan mengenai inspeksi khusus pada prinsipnya adalah sebagai berikut:
Inspeksi khusus
1) akibat adanya peristiwa/kejadian tertentu (luar biasa) seperti: bencana alam, kecelakaan dan atau informasi dari masyarakat sekitarnya;
2) merupakan kegiatan pengamatan secara langsung untuk mengetahui secara visual kondisi pelabuhan dan kondisi bangunan beserta sarana pelengkapnya.
3) hasil inspeksi perlu dicatat dengan cara yang mudah, jelas dan standar/baku, sehingga dapat digunakan sebagai bahan/data untuk evaluasi dalam penyusunan program kegiatan perawatan khusus.
Detail dari ketentuan-ketentuan mengenai perawatan pelabuhan dapat dilihat dalam Pedoman Perawatan Pelabuhan Sungai dan Danau.
4. Pengusahaan pelabuhan
a. Kegiatan pengusahaan di pelabuhan terdiri atas penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan dan jasa terkait dengan kepelabuhanan meliputi penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang. yang terdiri atas:
Kegiatan Pengusahaan di Pelabuhan
1) penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat;
2) penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air bersih;
3) penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang dan/atau kendaraan;
4) penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas;
5) penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;
6) penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering;
7) penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang; 8) penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan
konsolidasi barang; dan/atau 9) penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal.
Kepengusahaan di pelabuhan sungai dan danau meliputi kegiatan yang menunjang kelancaran operasional dan memberikan nilai tambah bagi pelabuhan.
200
b. Izin usaha diberikan setelah memenuhi persyaratan: Izin Pengusahaan
1) memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; 2) berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, atau perseroan terbatas yang khusus didirikan di bidang kepelabuhanan;
3) memiliki akte pendirian perusahaan; dan 4) memiliki keterangan domisili perusahaan.
c. Konsesi diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang yang dituangkan dalam bentuk perjanjian.
Konsesi atau Bentuk Lainnya
Pemberian konsesi kepada Badan Usaha Pelabuhan dilakukan melalui mekanisme pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan jangka waktu konsesi disesuaikan dengan pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar.
d. Perjanjian pengusahaan pelabuhan paling sedikit memuat: Perjanjian Pengusahaan
1) lingkup pengusahaan; 2) masa konsesi pengusahaan; 3) tarif awal dan formula penyesuaian tarif; 4) hak dan kewajiban para pihak, termasuk resiko yang dipikul
para pihak dimana alokasi resiko harus didasarkan pada prinsip pengalokasian resiko secara efisien dan seimbang;
5) standar kinerja pelayanan serta prosedur penanganan keluhan masyarakat;
6) sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi perjanjian pengusahaan;
7) penyelesaian sengketa; 8) pemutusan atau pengakhiran perjanjian pengusahaan; 9) sistem hukum yang berlaku terhadap perjanjian pengusahaan
adalah hukum Indonesia; 10) keadaan kahar; dan 11) perubahan-perubahan.
e. 1) Dalam hal masa konsesi telah berakhir, fasilitas pelabuhan
hasil konsesi beralih atau diserahkan kembali kepada penyelenggara pelabuhan.Fasilitas pelabuhan yang sudah beralih kepada penyelenggara pelabuhan, pengelolaannya diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang berdasarkan kerjasama pemanfaatan melalui mekanisme pelelangan.
Peralihan Pengusahaan
2) Badan Usaha Pelabuhan yang telah ditetapkan melalui mekanisme pelelangan dalam melaksanakan kegiatan
201
pengusahaannya di pelabuhan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Kerjasama pemanfaatan pelelangan diberikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian kerjasama pemanfaatan ditandatangani.
f. Dalam kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan adalah penyelenggara pelabuhan dapat melakukan kerjasama dengan orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha. Kerjasama dapat dilakukan dalam bentuk:
Kerjasama Pengusahaan
1) penyewaan lahan; 2) penyewaan gudang; dan/atau 3) penyewaan penumpukan.
Penyewaan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
g. Pendapatan konsesi dan kompensasi yang diterima oleh Otoritas Pelabuhan merupakan penerimaan negara yang penggunaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil Kerjasama Pengusahaan
Detail dari ketentuan-ketentuan mengenai pengusahaan pelabuhan dapat dilihat dalam Pedoman pengusahaan Pelabuhan Sungai dan Danau.
5. Berlalu-lintas di Sungai dan Danau
a. Setiap kapal sungai dan danau yang digunakan untuk angkutan sungai dan danau dan berlayar di alur pelayaran sungai dan danau di Indonesia wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Kapal Untuk Berlalu Lintas di Sungai
1) Telah diukur dan didaftarkan yang ditunjukkan dengan dimilikinya surat ukur, surat tanda pendaftaran, tanda pendaftaran, dan pas sungai dan danau;
2) Telah memenuhi memenuhi persyaratan kelaikan kapal yang ditunjukkan dengan dimilikinya setifikat kelaikan kapal;
3) Diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia dan telah memenuhi persyaratan kompetensi yang ditunjukkan dengan dimilikinya sertifikat profesi dan/atau sertifikat kecakapan;
4) Telah mendapatkan surat persetujuan berlayar. b.
Kewenangan pemberian surat ukur, surat tanda pendaftaran, tanda pendaftaran, pas sungai dan danau, serta sertifikat kelaikan kapal diberikan kepada Gubernur/Bupati/Walikota sebagai tugas pembantuan, dengan pembagian tugas sebagai berikut:
Surat Ijin Kapal
202
5) Untuk kapal dibawah GT 35 (< 35 GT) kewenangannya diberikan kepada Bupati/Walikota;
6) Untuk kapal GT 35 atau lebih (> 35 GT) atau lebih kewenangannya diberikan kepada Gubernur.
Pelaksananaan pemberian surat ukur, surat tanda pendaftaran, tanda pendaftaran, pas sungai dan danau, serta sertifikat kelaikan kapal dilakukan berdasarkan pada pedoman dan prosedur yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
c. Daerah lalu lintas pedalaman adalah bagian tertentu dari alur pelayaran sungai dan danau yang dapat dilayari oleh kapal laut.. Daerah lalu lintas pedalaman merupakan perairan di sisi darat laut teritorial yang diukur dari sisi dalam garis penutup muara sungai dan danau sampai dengan lokasi pelabuhan sungai dan danau yang terjauh yang menjadi tujuan kapal laut. Daerah lalu lintas pedalaman ditetapkan dengan mempertimbangkan:
Daerah Lalu Lintas Pedalaman
1) Lebar, kedalaman, radius tikungan, ruang bebas, dan kecepatan arus air di alur pelayaran.
2) Jenis kapal laut yang diperbolehkan menggunakan alur pelayaran tersebut;
3) Kelas, lokasi dan kondisi perairan pelabuhan sungai dan danau yang dituju;
4) Kondisi lingkungan perairan dan area di sekitar sungai dan danau.
Bagian alur pelayaran sungai dan danau yang ditetapkan sebagai daerah lalu lintas pedalaman harus: 1) Ditandai batasan pemberlakuannya dengan menempatkan
rambu petunjuk batas lokasi; 2) Dicantumkan dalam peta sungai dan danau dan buku
petunjuk pelayaran sungai dan danau. Kapal laut yang berlayar pada daerah lalu lintas pedalaman harus mendapatkan izin dari Syahbandar dan Kepala Unit Pengoperasian Alur Pelayaran Sungai dan Danau
d.
Daerah kewaspadaan adalah bagian tertentu dari alur pelayaran sungai dan danau di mana kapal harus berlayar dengan penuh kehati-hatian. Daerah kewaspadaan ditetapkan untuk mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kapal dan dapat menimbulkan gangguan terhadap perlindungan lingkungan di perairan tersebut.
Daerah Kewaspadaan
Daerah kewaspadaan ditetapkan pada bagian alur pelayaran tertentu yang secara teknis operasional kenavigasian berpotensi membahayakan keselamatan pelayaran, misalnya: 1) Pada bagian alur pelayaran yang sempit, berada di tikungan
tajam, dan dengan kecepatan arus air cukup tinggi;
203
2) Pada bagian alur pelayaran yang lalu lintas kapalnya padat, merupakan lokasi perlintasan, dan sekitar perairan pelabuhan;
3) Pada bagian alur pelayaran yang terdapat banyak gangguan dan/atau halangan dari instalasi atau bangunan, kerangka kapal, pendangkalan, kabut, logging, dan lain sebagainya.
e.
Setelah mendapatkan surat persetujuan berlayar, maka sesaat sebelum berlayar Nakhoda wajib melaporkan keberangkatan kapalnya kepada Kepala Unit Pengoperasian Alus Pelayaran Sungai dan Danau melalui stasiun radiotelepon sungai dan danau setempat.
Prinsip Berlayar di Alur Pelayaran dan Pelabuhan Sungai dan Danau
Nakhoda wajib membawa peta sungai dan buku petunjuk berlayar serta mematuhi ketentuan mengenai sistem rute yang ditetapkan dan mematuhi perintah yang diberikan oleh Petugas Pengawas Alur Pelayaran Sungai dan Danau. Selama berlayar di alur pelayaran sungai dan danau, secara berkala nakhoda harus melaporkan status perjalanannya kepada Kepala Unit Pengoperasian Alur Pelayaran Sungai dan Danau melalui stasiun radiotelepon sungai dan danau setempat berkenaan posisi kapal serta informasi yang berkaitan dengan keselamatan pelayaran.
f. Sikap kapal secara umum dalam berlalu lintas di alur pelayaran sungai dan danau yang harus diperhatikan oleh Nakhoda adalah sebagai berikut:
Sikap Kapal Secara Umum
1) Semua nakhoda harus berada dalam kondisi siaga dan penuh perhatian dengan mendengarkan isyarat bunyi dan memperhatikan isyarat lampu yang dikeluarkan oleh kapal lain, memperhatikan keadaan di sekitarnya termasuk memperhatikan gerakan kapal yang sedang mendekat agar tidak terjadi tubrukan.
2) Pada perairan yang tenang, apabila dua buah kapal bertemu pada situasi depan, maka kapal yang berukuran lebih kecil harus mengambil gerakan menghindar dari dari kapal yang lebih besar.
3) Pada perairan yang dipengaruhi oleh arus air, apabila dua buah kapal bertemu pada situasi depan, maka kapal ke arah hulu harus mengambil gerakan menghindar dari kapal ke arah hilir.
4) Setiap kapal harus berlayar dengan kecepatan yang aman sehingga memungkinkan baginya untuk melakukan gerakan menghindar yang tepat untuk mencegah terjadinya tubrukan.
5) Jika bertemu dengan kapal lain, atau didahului oleh kapal lain atau melalui daerah dimana diperlukan pengurangan
204
kecepatan, setiap kapal harus mengendalikan kecepatannya dan menjaga jarak sejauh mungkin dari kapal yang mendahului atau daerah dimaksud untuk menghindari terjadinya tubrukan atau timbulnya gelombang yang membahayakan.
g. Jika kapal berlayar pada kondisi jarak pandang bebas, maka terdapat beberapa prinsip berlalu lintas yang harus diperhatikan nakhoda, yakni:
Sikap Kapal Pada Kondisi Jarak Pandang Bebas
1) Kecuali ditentukan lain oleh sistem rute, maka jika terjadi pertemuan kapal pada situasi depan, maka kapal harus mengambil sikap sebagai berikut: a) Di alur pelayaran sungai, kapal ke arah hulu harus
memberikan jalan kepada kapal ke arah hilir; b) Di alur pelayaran danau, kapal yang bertemu harus
melakukan tindakan saling menghindar ke arah kanan; 2) Kapal dilarang saling mendahului di alur pelayaran sungai
dan danau yang sempit atau di tikungan atau jeram atau di sekitar jembatan atau pada lokasi yang ditetapkan melalui rambu.
3) Kapal dapat saling mendahului pada bagian alur sungai dan danau yang diizinkan dengan tetap mengutamakan prinsip keselamatan, memberikan isyarat, dan menjaga jarak aman.
4) Kapal yang akan menyeberangi alur pelayaran sungai dan danau harus mengutamakan lalu lintas utama dan memberikan isyarat sesuai ketentuan.
5) Kapal yang berlayar secara beriringan harus tetap menjaga jarak aman dan dilengkapi dengan tanda awal dan akhir dari iring-iringan.
6) Kapal yang akan mengubah haluan dan/atau berputar balik harus memperhatikan situasi dan kondisi alur yang ada dan harus memberikan isyarat sesuai dengan ketentuan.
h. Jika kapal berlayar pada kondisi jarak pandang terbatas atau malam hari, maka terdapat beberapa prinsip berlalu lintas yang harus diperhatikan nakhoda, yakni:
Sikap Kapal Pada Kondisi Jarak Pandang Terbatas
1) Jika jarak pandang terbatas, kapal sebaiknya tidak melanjutkan pelayaran dan mencari tempat yang aman untuk berlabuh/membuang jangkar.
2) Pelayaran pada malam hari hanya diijinkan pada alur pelayaran sungai dan danau yang dapat dilayari pada malam hari sebagaimana ditunjukkan melalui rambu yang dipasang.
3) Kapal yang tidak dilengkapi dengan penerangan/lampu dan peralatan isyarat bunyi tidak diijinkan berlayar pada malam hari.
205
i.
Ketentuan untuk pergerakan kapal di perairan pelabuhan dan daerah labuh adalah sebagai berikut:
Ketentuan Pergerakan Kapal di Perairan Pelabuhan dan daerah labuh
4) Sebelum sandar atau bertolak untuk berlayar, kapal harus memperhatikan situasi dan kondisi alur yang ada dan memastikan bahwa tidak akan mengganggu pergerakan kapal lain yang telah berlayar dan memberikan isyarat sesuai dengan ketentuan.
5) Setiap kapal dilarang untuk membuang sauh di alur yang sempit atau alur yang berbelok atau perairan lainnya dimana tindakan kapal tersebut akan mengganggu pelayaran kapal lainnya.
6) Kapal yang beroperasi di perairan pelabuhan dan di daerah labuh harus menjaga kecepatannya agar tidak menimbulkan gelombang yang dapat menggangu keselamatan kapal lainnya.
Secara detail, gambaran penjelasan mengenai tata cara berlalu lintas di alur pelayaran sungai dan danau yang akan disajikan dalam Lampiran Pedoman Berlalu-lintas di Sungai dan Danau.
206
207
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari proses analisis yang dilakukan terhadap sistem transportasi sungai dan danau dapat disimpulkan beberapa hal penting berikut ini: 1. Kondisi yang diamati di lapangan memberikan gambaran
permasalahan sebagai berikut: a. Belum ada batasan yang jelas mengenai batas antara pelabuhan
laut dan sungai di muara sungai bahkan di hulu sehingga mempengaruhi kegiatan penyelenggaraannya;
b. Belum terdapat pedoman kelembagaan mengenai pengaturan pembangunan, pengoperasian, perawatan, dan pengusahaan pelabuhan SD;
c. Akibat belum adanya SOP perawatan pelabuhan, mengakibatkan beberapa daerah tidak ada anggaran untuk perawatan pelabuhan yang ada, sehingga banyak kondisinya yang tidak terawat, bahkan tidak layak untuk digunakan;
d. Kurang koordinasinya pembangunan infrastruktur yang melintang sungai dengan pengelola/penyelenggara angkutan sungai mengakibatkan terganggunya lalu lintas angkutan sungai, seperti permasalahan gelagar jembatan yang rendah;
e. Sistem rute dan tata cara berlalu lintas belum ditetapkan dan dijalankan sebagaimana mestinya;
2. Isi dari pedoman di bidang transportasi sungai dan danau antara lain mengenai : a. Kriteria teknis untuk setiap item kegiatan dalam
kepelabuhanan dan berlalu lintas di sungai dan danau mulai dari perizinan, persyaratan-persyaratan, material/bahan;
b. Tugas dan kewenangan setiap pihak yang terkait dengan dalam kepelabuhanan dan berlalu lintas di sungai dan danau baik selaku operator (penyediaan (pembangunan, pengoperasian, dan perawatan) dan pengusahaan) maupun selaku regulator (pengaturan, pengendalian, pengawasan);
c. Prosedur pelaksanaan kegiatan dalam kepelabuhanan sungai dan danau dan berlalu lintas di sungai dan danau (siapa, melakukan apa, kapan, di mana, dan bagaimana);
3. Kegiatan kepelabuhanan dan berlalu lintas di sungai dan danau merupakan kegiatan teknis operasional yang sebaiknya dilakukan oleh suatu unit tersendiri yang berbentuk UPT (Unit Pelaksana Teknis)
208
B. Saran
Dari kesimpulan tersebut di atas terkait dengan penyusunan pedoman umum di bidang transportasi sungai dan danau, maka direkomendasikan beberapa kebijakan dan tindak lanjut sebagai berikut: 1. Penetapan batasan alur pelayaran antara laut dengan sungai dan
danau perlu segera dilakukan untuk mendukung pelaksanaan penyelenggaraannya;
2. Peraturan mengenai kepelabuhanan sungai dan danau sangat diperlukan untuk meningkatkan produktifitas dan efektifitas pelabuhan-pelabuhan di sungai dan danau;
3. Peraturan mengenai lalu lintas sungai dan danau sangat diperlukan untuk meningkatkan keselamatan, keamanan, dan perlindungan perairan;
4. Kajian teknis kelembagaan dan pembatasan wilayah transportasi sungai dan danau pada sejumlah alur pelayaran yang strategis perlu segera dilakukan agar dapat ditetapkan sistem rute dan tata cara berlalu lintasnya.
5. Perkuatan kelembagaan dalam pengoperasian alur pelayaran sangat diperlukan.
209
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Iskandar, Dkk, 2010, “Transportasi Penyeberangan (Suatu Pengantar)”,
Abubakar, Iskandar, Hedjan Kenasin, B. Barzach, 2011, “Suatu Pengantar: Pelayaran Perairan Daaratan”, Trasindo Gastama Media
NSW Government: Maritime, 2010, “Boating Handbook 2010-2011 ” , Minister for Ports and Waterways
Australian Standard, 2005, “Guidelines for The Design of Maritime Strustures”, Australian Standard Committee CE-030, Maritime Structures
Kramidibrata, Soedjono, 2002, “Perencanaan Pelabuhan”, Penerbit ITB
Kementerian Lingkungan Hidup, 2006, Profil Danau Indonesia, Jakarta
Deliarnoor, N. A., 2008, Kebijakan pengelolaan pelabuhan khusus di sungai, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Bandung
Mathiesen, T.C., 1990, Ro-ro safety a need for a total approach, SenW 57STEIAARGANG NR 7, 387-389.
Maine State Planning Office, 1997, “The Waterfront Construction Handbook : Guidelines Design And Construction of Waterfront Facilities”, Maine State Planning Office , Maine Coastal Program
Pemerintah Republik Indonesia. 2008. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 1996. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Pelabuhan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian. Jakarta.
210
Pemerintah Republik Indonesia. 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standar Nasional. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan Perairan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 1980. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: KM 65 Tahun 1980 tentang Ratifikasi Solas 1974. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 1986. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: KM 60 Tahun 1986 tentang Ratifikasi STCW 1978. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2006. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 1994. Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nomor: G-159 PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan. Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 53Tahun 2002 tentang Tatanan Kepelabuhan Nasional. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 32 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2006. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK. 2681/AP.005/DRJD/2006 tentang Pengoperasian Penyeberangan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. 2003. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK. 73/AP.005/DR/DRJD/2003 tentang Persyaratan Pelayanan Minimal Angkutan Penyeberangan. Jakarta.
211
US Army, 2001, “Maintanance and Operation : Maintanance of Waterfront Facilities”, US Army Corps Of Engineers
US Army, 2001, “Unified Fasilities Criteria : General Criteria For Waterfront Construction”, US Army Corps Of Engineers
US Army, 1990, “Port Construction And Repair FM 5-480”, US Army Corps Of Engineers
US Federal Waterway Regulation Title 33 CFR 161 - Vessel Traffic Management. NYS (New York State) Marine Service, 2010, “New York State Boaters
Guide ”, State Of New York, Office of Parks, Recreation, And Historic Preservation, Bureu of Marine and Recreational Vehicles
212
LAMPIRAN - 1
Permasalahan berkaitan
Medan Palembang
1 Pembangunan Keterbatasnya alokasi
anggaran pembangunan
daerah.
Dengan adanya program
Transportasi Antarmoda di
Palembang mendorong
pengembangan transportasi
sungai di Palembang. Pada
kondisi saat ini salah satu
kendala untuk mewujutkan
transportasi antarmoda adalah
jumlah dermaga air di
Palembang yang minim.
2 Pengoperasian peningkatan jumlah wisatawan
yang berkunjung di areal
wisata Danau Toba tidak
diimbangi dengan jumlah kapal
yang melayani angkutan di
Danau Toba
1. Penggunaan transportasi di
Palembang terkendala
kedalaman sungai akibat
sedimentasi
2. Pembagian fungsi kapal
sebagai pengangkut
penumpang atau barang
belum terpenuhi, sehingga
kapal barang digunakan juga
untuk mengangkut
penumpang dan sebaliknya
kapal penumpang digunakan
juga untuk mengangkut
barang.
3 Perawatan fasilitas pokok dan pendukung
di beberapa dermaga tidak
terawat dengan baik, karena
terbatasnya alokasi anggaran
pembangunan daerah.
Keberadaan dermaga pada
daerah erosi yang terjadi terus
menerus dapat menyebabkan
keruntuhan bangunan
dermaga khususnya tiang‐
tiang‐penyangga dermaga
ponton.
4 Pengusahaan Banyaknya pariwisata dan
perdagangan yang
menggunakan fasilitas
angkutan danau tidak di
imbangi dengan fasilitas
pengusahaan yang
mendukung.
Kontribusi dari angkutan
sungai kepada pemerintah
daerah yang mengelola masih
sangat minim dan terbentur
kondisi yang cukup kompleks
dan banyaknya pihak yang
berkepentingan dan terlibat
langsung baik dalam upaya
pengelolaan maupu
penyelenggaraan transportasi
sungai.
5 Berlalulintas masalah erosi dan sedimentasi
akibat lahan kritis Daerah
Tangkapan Air (DTA) Toba,
yang akan berimbas pada
pendangkalan alur.
Penggunaan transportasi di
Palembang terkendala
kedalaman sungai akibat
sedimentasi
No ItemLokasi Studi
Banjarmasin Palangkaraya
1 Pembangunan Masih banyaknya sarana dan
prasarana dermaga untuk
transportasi sungai yang
kurang, seperti akses jalan
menuju dermaga yang masih
kurang baik serta masih
terlihat pembangunan
dermaga yang belum selesai
pengerjaannya.
Kurangnya sarana dan
prasarana untuk pengawasan
dan penyelamatan khususnya
bila ada kejadian kecelakaan di
sungai
2 Pengoperasian Masalah pentingnya
keberadaan banyak rambu‐
rambu sungai yang hilang dan
khususnya di daerah jembatan
juga perlu mendapatkan
perhatian
Kekurangan fasilitas prasarana
sungai seperti rambu sungai
dimana 90 % alur pelayaran
tidak ada rambu.
3 Perawatan Banyaknya sarana dan
prasarana umum yang tidak
terawat yang sudah termakan
usia. Sebagai contoh seperti di
dermaga Ujung Murung di
bagian ruang tunggu pun
beralih fungsi menjadi warung
makan atau toko kelontong
milik warga yang tidak
memiliki tempat untuk
berjualan. Serta di dermaga
Sudirapi/Pasar Lima terdapat
tempat sanadar yang sudah
keropos,pos penjagaan yang
sudah pada bocor, ruang
tunggu yang hampir ambruk
serja akses jalan yang rusak
dan sempit
Alur sungai, banjir / kanal
kurang perawatan, banjir
macet akibat sedimentasi dan
dermaga yang ada masih
konvensional dan sudah
banyak yang rusak
4 Pengusahaan Kurangnya antusias warga
dalam transportasi massal di
sungai sehingga menyebabkan
rendahnya peran dunia usaha
dalam pembangunan dan
pengelolaan angkutan sungai.
Kerjasama antara Kementrian
PU, BP DAS, dan HUBDAT
terkiat pendangkalan sungai
dan keterbatasan jenis armada
angkut.
5 Berlalulintas Rendahnya Glagar Jembatan
Yang Berbahaya Untuk Lalu
Lintas Kapal
1. Alur sungai, banjir / kanal
kurang perawatan, banjir
macet akibat sedimentasi 2.
Adanya aktivitas
Penambangan Emas Tanpa Izin
(PETI) di sepanjang sungai yang
mengakibatkan alur pelayaran
sungai sempit, dangkal dan
berubah – ubah dan hilangnya
rambu‐rambu lalulintas.
No ItemLokasi Studi
Pontianak Samarinda
1 Pembangunan Kurangnya keterpaduan
pembangunan jaringan
transportasi sungai dengan
rencana pembangunan daerah
tersedia sekitar 56 (limapuluh
enam) buah dermaga sungai,
dimana ada beberapa kawasan
yang masih memerlukan
ketersediaan dermaga
2 Pengoperasian Sedimentasi merupakan salah
satu permasalahan yang
terdapat pada transportasi
sungai di Pontianak
pemeliharaan alur pelayaran
terkait dengan biaya
pengerukan sungai yang
membutuhkan dana yang tidak
kecil, sehingga dalam
pemilihan lokasi seharusnya
dilakukan kajian kelayakan
yang tidak memandang batas
administrasi, agar
pembangunan pelabuhan
tersebut, benar‐benar
memberikan manfaat bagi
masyarakan dalam lingkup
provinsi.
3 Perawatan Kondisi sarana yang telah
berumur tua dan masih
terdapat dermaga yang
berlantai kayu
pemeliharaan alur pelayaran
terkait dengan biaya
pengerukan sungai yang
membutuhkan dana yang tidak
kecil
4 Pengusahaan Masih rendahnya peran dunia
usaha dalam pembangunan
dan pengelolaan angkutan
sungai dan danau
Sebagian Dermaga di buat
khusus dan di kelola oleh
swasta
5 Berlalulintas Sedimentasi ini menyebabkan
berkurangnya draft kapal yang
dapat menggangu kelancaran
pelayaran
adanya pendangkalan alur
sungai akibat adanya erosi dari
daratan akibat perubahan tata
guna lahan yang ada
Lokasi StudiNo Item
Jayapura Merauke
1 Pembangunan Jumlah dermaga di Danau
Sentani masih sangat sedikit
serta konstruksi yang masih
sederhana. Sebagian besar
konstruksi dermaga di Danau
Sentani berupa Jetty dari kayu.
Ada dermaga sungai yang
sebelumnya di kelola oleh
Dirjen ASDP beralih ke Dirjen
Laut seperti pelabuhan Kelapa
Lima di Sungai Maro. Dan ada
rencana pembangunan
dermaga laut di lokasi
tersebut. Sebagian besar
pelabuhan sungai di Merauke
di bangun oleh swasta sebagai
sarana angkutan barang.
2 Pengoperasian Pengoperasian dermaga di
Danau Sentani belum
opotimal, hal tersebut
dikarenakan frekuensi kapal
yang bersandar pada dermaga.
memiliki kendala dengan cuaca
yaitu tinggi gelombang di laut
arafuru yang mencapai lebih
dari 3 meter, beberapa
pelabuhan sungai di Merauke
terkendala dengan pengaruh
pasang surut. Beberapa
pelabuhan sungai tidak di
kelola dengan baik, hal ini di
dukung dengan tidak adanya
personil di lokasi dan anggaran
dana perawatan.
3 Perawatan Tidak adanya alokasi dana
anggaran untuk perawatan
pelabuhan mengakibatkan
beberapa sarana dan
prasarana tidak terawat.
Tidak adanya anggaran
perawatan pelabuhan dari
kabupaten atau dinas
setempat. kendala ada sampah
kayu di perlintasan menuju
Getentiri yang berwujud kayu
gelondongan
4 Pengusahaan Pengusahaan di dermaga
Danau Sentani masih rendah,
namun di beberapa lokasi
seperti di pelabuhan Yahim
pengusahaan pelabuhan
berlangsung secara sederhana
hal ini di tunjukan adanya
beberapa fasilitas
pengusahaan meskipun relatif
sepi.
Sebagian besar pelabuhan di
merauke merupakan
pelabuhan khusus yang di
kelola oleh swasta. Pada tahun
2009 dilakukan inventarisasi
pelabuhan swasta serta
menertibkan ijin operasional
pelabuhan tersebut.
5 Berlalulintas pendangkalan terjadi hampir
merata, yang disebabkan
bahan sedimentasi berupa
pasir, batu, kayu, plastik, botol
plastik, kaleng, besi dan
sampah buangan penduduk
kota
permasalahan pasang surut
yang harus dapat diperkirakan
kondisi pasang surut di selat
kimaan untuk trayek angkutan
dari merauke ke tanah merah,
terhalang oleh sampah kayu
yang berupa balok glondongan
Lokasi StudiNo Item