4

Click here to load reader

Kedokteran Di Zaman Nabi Muhammad SAW Implikasinya Terhadap Nilai Nilai Kesehatan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kedokteran Di Zaman Nabi Muhammad SAW Implikasinya Terhadap Nilai Nilai Kesehatan

Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

51

Kesehatan dipandang dalam Islam

secara holistik dengan konsekuensi bahwa

kedokteran Islam juga bersifat holistik. Salah

satu nama Al-Quran adalah Asy-Syifa’ yang

berarti “sesuatu yang menyehatkan” atau

“memulihkan kesehatan.” Kaum muslim

memahami kesehatan itu sebagai merujuk

pada kesehatan spiritual, intelektual, psikologi

dan fisik. Semua dimensi yang berbeda-beda

dari kesehatan manusia ini terintegrasi dan

tersatukan dalam pandangan dunia religius

Islam. Denqan demikian tujuan kedokteran

sangat selaras dengan pandangan Al-Quran

tentang kesejahteraan manusia.

Kedokteran pada umumnya

dipandang oleh kaum Muslim sebagai sebuah

sains yang akarnya jelas berasal dari Al-

Quran dan Sunnah Nabi. Kemuliaan dan

kedudukan tinggi kedokteran dalam

masyarakat Islam tradisional dipacu

keyakinan bahwa seni ini pada awalnya

diwahyukan pada manusia melalui Nabi

Idris a.s. Kepercayaan ini diterima oleh

banyak kaum Muslim yang memiliki ototritas

dalam bidang kedokteran dan para sejarawan

pemikiran seperti Sa’id al-Andalusi Ibn al-

Qifthi, serta oleh para sejarawan

religius, termasuk al-Ghazali ( Osman Bakar,

1995),

Pada zaman nabi Muhammad SAW.

di Mekkah dan Medinah telah hidup

dokter-dokter kenamaan. Diantara mereka

adalah Haris Bin Kildah yang pernah

menamatkan sekolah kedokterannya di

Yunde-Sahapur, Persia. Dibawah panji-panji

Islam, orang-orang Arab mengalahkan

Yunde-Sahahpur dan Alexandria.

Kedokteran yang ada pada mereka lebih

baku dan berdasar kaidah-kaidah teoritis

yang lahir dari seorang ummi Muhammad

SAW.

Nabi Muhammad SAW diutus bukan

untuk menjadi dokter. Namun nilai-nilai

medis dari sabda-sabda beliau besar sekali

pengaruhnya bagi perkembangan ilmu

kedokteran Islam. Terbukti dalam sejarah

kehidupan beliau yang berumur sampai 63

tahun, menurut Dr. Haikel dalam bukunya

Hayatun Muhammad, Rasulullah SAW hanya

menderita sakit dua kali. Pertama beliau sakit

ketika kembali mengunjungi kuburan

sahabatnya di Baqi’, karena kuatnya tekanan

panas (suhu gurun) beliau menderita sun

Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani, ISSN.1979-2287,Vol.01 No.01, Tahun 2008

Kedokteran di Zaman Nabi Muhammad SAW,

Implikasinya Terhadap Nilai-nilai Kesehatan

Muh. Khidri Alwi*, Nu’man**

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muslim Indonesia Makassar **Fakultas Agama, Universitas Muslim Indonesia Makassar

Jl. Urip Sumoharjo Km.05 Kampus II UMI

Tlp. 0411 425607 Fax. (0411) 425607 Makassar

ARTIKEL ASLI

Status Gizi Propinsi Maluku

Kajian Pustaka

Page 2: Kedokteran Di Zaman Nabi Muhammad SAW Implikasinya Terhadap Nilai Nilai Kesehatan

Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

52

stroke, kedua menjelang wafatnya, beliau

menderita apa yang disebut bissahri wal hima,

sulit tidur dan demam tinggi. (Muhammad

Husain Haekal, 1996). Dari sini tergambar

betapa beliau adalah manusia yang sangat

memperhatikan masalah kesehatan.

Banyak hadits yang menggambarkan

bahwa Rasulullah adalah manusia yang

paling peduli masalah kesehatan. Dibawah

ini beberapa hadits tersebut. ;

a) Suatu hari datanglah seorang Arab dusun

(Badui) kepada Rasulullah SAW., lantas ia

bertanya kepada beliau :

”Ya Rasulullah hal apakah yang paling baik

aku minta kepada Allah SWT. setelah selesai

melakukan shalat lima waktu ?”

Rasulullah Saw. menjawab : “Mintalah

kesehatan”

Orang Arab dusun itu tetap mengulangi

pertanyaannya, maka untuk yang ketiga

kalinya Rasulullah mengatakan :

“Mintalah kesehatan di dunia dan di akherat”

(Ibnul Qayyim al-Jauziyah, t.t.).

b) Dalam riwayat Bukhari, Rasulullah SAW

bersabda;

Dua nikmat di mana kebanyakan manusia

tidak memperhatikannya yaitu nikmat

kesehatan dan waktu luang. (HR. Bukhari

dalam “Al-Riqaq” 11/96).

Barang siapa yang di pagi hari merasa aman di

tengah-tengah kaumnya, sehat tubuhnya dan

memiliki pangan hari itu maka seakan-akan ia

telah memiliki dunia dengan segala isinya.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam

Bukhari, Imam At-Tarmizi (Hadits no.

2347) dan Ibnu Majah (Hadits no,4141).

c) Disebutkan, dari Abu Haraira Rasulullah

SAW. bersabda :

Nikmat pertama yang ditanyakan kepada

seseorang hamba pada Hari Kiamat yaitu

apabila ditanyakan kepadanya: “Tidakkah

telah Kami sehatkan badanmu dan telah Kami

segarkan (kenyangkan) kamu dengan air yang

dingin.” Hadits ini diriwayatkan A-

Tarmizi (hadist no. 3555) dalam tafsir bab

“Wa min Surat Al-Haakum A-Takatsur,”

dengan sanad shahih, juga disahkan Ibnu

Hibban (lihat hadits no. 2585).

Dengan tuntunan wahyu Rasullullah

SAW. telah meletakkan, kaidah-kaidah baku

yang terintegrasi antara naqli dan aqli, yang

darinya dimulai pembahasan-pembahasan

ilmiah dalam Ilmu Kedokteran.

Beliau sangat peduli terhadap

prinsip-prinsip kesehatan, sehingga jika ada

orang yang sakit beliau menyuruh kepada

orang tersebut untuk segera berobat. Baliau

juga menasehati umatnya untuk tidak

meremehkan suatu penyakit. Orang yang

tidak beriman akan bertanya-tanya heran,

bagaimana seorang Muhammad SAW yang

ummi, yang tak tahu membaca dan tidak

tahu menulis dapat memberi nasehat-nasihat

kedokteran yang amat tinggi mutunya.

Didalam kitab Shahih Muslim dan

Shahih Bukhari, terdapat dua bab khusus

mengenai kedokteran. Didalam Shahih

Bukhari saja, tercatat 80 hadits-hadits yang

membicarakan tentang kedokteran. Sebagian

ahli menyatakan bahwa Imam Bukhari

merupakan orang pertama yang menulis

Tibb al Nabi ( Kedokteran pada Nabi, medicine

of the prophet ).

Tibb al-Nabi, merupakan buku

pertama yang dipelajari oleh pelajar-pelajar

di sekolah kedokteran, sebelum mereka lebih

jauh mempelajari materi-materi kedokteran

yang bersifat teoritis. Hal itu disebabkan,

bahwa setelah penlitian dan percobaan serta

Page 3: Kedokteran Di Zaman Nabi Muhammad SAW Implikasinya Terhadap Nilai Nilai Kesehatan

Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

53

praktek-paraktek medis, pernyataan-

pernyataan Rasulullah SAW. terbukti

kebenarannya.

Menurut Fazlur Rahman, jika

mengkaji dari seluruh hadits Nabi tentang

ihwal pengobatan, maka didapatkan 3 kategori

hadits secara mujmal membahas hal tersebut.

Pertama, hadits yang mendorong

praktik penyembuhan penyakit dan prinsip

kesehatan secara luas.

Kedua, hadits yang berisi praduga

Rasulullah mengenai masalah penyakit dan

kesehatan serta tindakan untuk

menyembuhkannya, entah secara medis atau

spiritual.

Ketiga, hadits yang terkait dengann

ilmu pengobatan Nabi. Pernyataan

Rasulullah yang diterima secara umum

dalam literature hadits adalah ; “Allah selalu

menyediakan penyembuhan bagi semua penyakit

atau setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat

yang diberikan sesuai dengan penyakit yang di

derita, akan diperoleh kesembuhan dengan izin

Allah. Hadits ini memiliki nilai teologis yang

penting- bahwa obata-obatan berdaya guna

atas izin Alla. (Fazlu Rahman, 1987).

Berdasarkan 3 kategori hadits

mengenai pengobatan Nabi di atas, maka

dapat disimpulkan ada 3 pokok essensi

ilmiah teori kedokteran Nabi (Tibb Al-Nabi),

yaitu :

Pertama : Di sini ada perintah untuk berobat.

Terkandung keharusan bagi setiap muslim

berobat apabila ditimpa penyakit.

Kedua : Setiap penyakit ada obatnya, dan

obat itu dikenal dengan mempelajarinya.

Terkandung nilai-nilai semangat mencari,

meneliti dan mempelajari segala macam

penyakit. Bagi pasien, pernyataan bahwa

penyakitnya akan sembuh, sebab pasti ada

obatnya akan memberi harapan kepada

orang sakit (pasien) bahwa dengan usaha

ikhtiar dan pengobatan yang tepat akan

memberi dampak kesembuhan.

Ketiga : Nabi menganggap penyembuhan

sebagai pencegahan. Menyembuhkan orang

yang sakit termasuk keharusan dalam

agama. Dr. Najib Kailani,1982 dan Ahmadie

Thaha, 1982).

Lebih jauh dari itu, ada riwayat atau

kaedah ushul yang terkenal mengatakan al-

himyatu ashlu kulli dawaa-ing, pencegahan

pangkal dari semua pengobatan (prevention

is better than cure)

Kedokteran Islam berdasarkan Niali-nilai

Ilahiyah

Sistem kedokteran Islam, sesudah

masa Rasulullah Saw. sampai masa

perkembangan emasnya telah

memperlihatkan sintesisnya yang hebat.

Kedokteran Nabi mampu memperlihatkan

sifat fleksibel dan dinamisnya, beradaptasi

dengan perubahan tanpa hilang jati dirinya.

Dengan karakter ilmiahnya, dia memiliki

kemampuan untuk menyerap doktrin-

doktrin dalam penyempurnaannya dalam

ber-akulturasi dengan zaman. menyerap

metode-metode dan teknik-teknik terbaik

dari berbagai sistim medis tradisional yang

pernah ada, dan merekonstruksi perubahan

zaman dengan baik, tanpa meninggalkan

hirarki keIlahiannya.

Pokok kajian ilmu kedokteran (islam),

seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Sina dalam

maha karyanya The Canon of Medicine yang

dijadikan rujukan ensiklopedia kedokteran

dan bertahan selama delapan abad

menyebutkan, ilmu kedokteran adalah

“cabang ilmu yang membahas tentang keadaan-

Page 4: Kedokteran Di Zaman Nabi Muhammad SAW Implikasinya Terhadap Nilai Nilai Kesehatan

Vol. I, No. 1 tahun 2008 Jurnal Madani FKM UMI

54

keadaan sehat dan sakit tubuh manusia dengan

tujuan mendapatkan cara yang sesuai untuk

menjaga atau mempertahankan kesehatan.”

Tujuan ilmu kesehatan (kedokteran)

menurut dokter-dokter muslim adalah untuk

menjaga dan melakukan tindakan-tindakan yang

sesuai, yang, dengan izin Allah, membantu

memulihkan atau mempertahankan kesehatan

tubuh manusia. Keadaan normal tubuh manusia

adalah sehat. Dalam keadaan ini semua fungsi

tubuh berjalan secara normal, dan dicirikan oleh

keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan

semua unsur dan sistim tubuh. Sakit disebabkan

karena adanya gangguan pada keharmonisan

dan keseimbangan ini ketika satu atau lebih

dari fungsi atau bentuk organ-organ tubuh

mengalami kerusakan.

Dari semua ilmu dan seni praktis yang

dikembangkan oleh orang Islam, tak ada

yang menempati posisi lebih mulia dan

dihargai daripada kedokteran. Banyak

diantara tokoh religius dan kedokteran Islam

memandang seni dan praktik kedokteran

sebagai perbuatan religius yang utama karena

ia membantu laki-laki dan perempuan untuk

membantu orang lain menjaga dan

memulihkan kesehatan mereka.”

Pengakuan religius yang diberikan

kepada ilmu kedokteran, membuat dokter-

dokter muslim mendapat kedudukan yang

sangat berpengaruh dan dihormati dalam

masyarakat, karena mereka menegakkan dan

meninggikan nilai ilmu kesehatan

(kedokteran) dan profesi dokter. Dan sampai

hari ini, perkembangan kedokteran

konvensional tidak bisa dilepaskan dari

peranan dokter-dokter muslim yang

mengembangkan kedokteran Nabi hingga

hari ini kita merasakan manfaatnya semua.

Wallahu a’lam bissawab..

Daftar Pustaka

Fazlu Rahman, Health and Medicine in the

Islam Tradition (New York : Crossroad,

1987), hal. 39.

Muhammad Husain Haekal, Hayatun

Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad) Cet.

Ke-20, pen. Litera Antar Nusa, Jakarta, 1996,

hal. 566.

Osman Bakar, Tawhid and Science: Essays

on the History and Philosophy of Islamic

Science. (Tauhid dan Sains, Esai-esai tentang

Sejarah dan Filsafat Sains Islam). Cet. Kedua,

Rajab 1416/Nopember 1995, hal. 135.

Syamsuddin Muhammad ibn, Aby Bakr

ibn. Ayyub Az-Zar’iyyah ad-Damsyqy

(Ibnul Qayyim al-Jauziyah). Ath-Thib An-

Nabawiah. Beirut, Daar Ats-Tsaqaafat

Islamiyah, t.t. hal. 66

Dr. Najib Kailani, Fi Rihaabit ath-Thib An-

Nabawi, Muassisul Risalah, Beirut, 1980, hal.

11-12.

Ahmadie Thaha Kedokteran dalam Islam.

Surabaya : Pt. Bina Ilmu, 1982, hal. 23.