10
1.1. Judul Jurnal Kegawatan Okuli 1.2. Abstrak Penegakan diagnosa dan terapi yang tepat pada kegawatan okuli di pelayanan primer sangat penting karena kondisi pasien bergantung pada penanganan. Semua kegawatan mata termasuk trauma mata, ablasio retina, oklusi arteri retina sentralis, glukoma akut sudut tertutup, dan jejas kimia,harus dirujuk ke IGD atau dokter spesialis mata. Pemeriksaan mata dan pemeriksaan fisik sederhana yang baik dapat membantu dokter umum memberikan terapi yang tepat. Semua pasien dengan gangguan mata harus diperiksa tajam penglihatan dan pergerakan bola mata. Pemeriksaan lapang pandang berupa tes konfrontasi, pemeriksaan reflek pupil, dan pemeriksaan oftalmoskopi di kedua mata juga harus dilakukan. Trauma mata akibat mekanikmaupun akibat zat kimia, dengan mudah dapat terjadi salah diagnosa. Setelah terpapar bahan kimia, mata dicuci selama 30 menit atau sampai pH mata mendekati nilai normal sangatlah penting untuk mencegah komplikasi. Pengggunaan eye shield diperlukan pada pasien ruptur okuli untuk mencegah kerusakan dan memelihara penglihatan pasien. 1.3. Introduksi Trauma mata, ablasio retina, dan oklusi arteri retina centralis merupakan kegawatan mata tersering di UGD. Diperkirakan

kegawatan okuli

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penegakan diagnosa dan terapi yang tepat pada kegawatan okuli di pelayanan primer sangat penting karena kondisi pasien bergantung pada penanganan. Semua kegawatan mata termasuk trauma mata, ablasio retina, oklusi arteri retina sentralis, glukoma akut sudut tertutup, dan jejas kimia,harus dirujuk ke IGD atau dokter spesialis mata. Pemeriksaan mata dan pemeriksaan fisik sederhana yang baik dapat membantu dokter umum memberikan terapi yang tepat. Semua pasien dengan gangguan mata harus diperiksa tajam penglihatan dan pergerakan bola mata. Pemeriksaan lapang pandang berupa tes konfrontasi, pemeriksaan reflek pupil, dan pemeriksaan oftalmoskopi di kedua mata juga harus dilakukan.

Citation preview

Page 1: kegawatan okuli

1.1. Judul Jurnal

Kegawatan Okuli

1.2. Abstrak

Penegakan diagnosa dan terapi yang tepat pada kegawatan okuli di pelayanan primer

sangat penting karena kondisi pasien bergantung pada penanganan. Semua kegawatan mata

termasuk trauma mata, ablasio retina, oklusi arteri retina sentralis, glukoma akut sudut tertutup,

dan jejas kimia,harus dirujuk ke IGD atau dokter spesialis mata. Pemeriksaan mata dan

pemeriksaan fisik sederhana yang baik dapat membantu dokter umum memberikan terapi yang

tepat. Semua pasien dengan gangguan mata harus diperiksa tajam penglihatan dan pergerakan

bola mata. Pemeriksaan lapang pandang berupa tes konfrontasi, pemeriksaan reflek pupil, dan

pemeriksaan oftalmoskopi di kedua mata juga harus dilakukan. Trauma mata akibat

mekanikmaupun akibat zat kimia, dengan mudah dapat terjadi salah diagnosa. Setelah terpapar

bahan kimia, mata dicuci selama 30 menit atau sampai pH mata mendekati nilai normal

sangatlah penting untuk mencegah komplikasi. Pengggunaan eye shield diperlukan pada pasien

ruptur okuli untuk mencegah kerusakan dan memelihara penglihatan pasien.

1.3. Introduksi

Trauma mata, ablasio retina, dan oklusi arteri retina centralis merupakan kegawatan mata

tersering di UGD. Diperkirakan 2 juta trauma mata terjadi setiap tahun di US, hal ini merupakan

jumlah signifikan yang mengakibatkan kebutaan.

1.4. Isi Jurnal

Semua pasien dengan masalah mata harus diperiksa tajam penglihatannya. Apabila tajam

penglihatan sulit diperiksa akibat pasien merasa matanya nyeri, tetes anastetik topikal dapat

Page 2: kegawatan okuli

digunakan. Jika memungkinkan, pemeriksaan pada mata mencakup palpebra, bola mata, orbita,

dahi, dan pipi, evaluasi motilitas extraokular, refleks pupil, pemeriksaan lapang pandang.

(misalnya pemeriksaan lapang pandang melalui tes konfrontasi). Interpretasi pada temuan

pemeriksaan mata dapat dilihat di tabel 1.

Tabel 1. Temuan klinis pada pemeriksaan mata dan interpretasinya

Temuan Klinis Penyebab

Diplopia, pandangan tidak fokus (akibat kedua

mata tidak dapat fokus pada satu objek pada

waktu yang sama), ptosis

Palsi Nervus kranialis III,IV, atau VI, maupun paresis

maupun paralisis muskulus ekstraokuler.

Leserasi palpebra Berhubungan dengan perforasi bola mata, bahaya pada

drainase sistem lakrimal, atau muskulus levator.

Reflek langsung kontralateral dan reflek

konsensual kontralateral baik, hilangnya reflek

consensual ipsilateral dan reflek langsung

ipsilateral.

Disfungsi pada salah satu sisi nervus okulomatorius

(misalnya nervus efferent),

Reflek langsung kontralateral dan reflek

consensual ipsilateral baik, hilangnya reflek

consensual kontralateral dan reflek langsung

ipsilateral.

Disfungsi pada salah satu sisi nervus optikus

(misalnya nervus afferent)

Deformitas orbita dan pipi, nyeri supraorbital atau

tulang frontal

Step-off fraktur orbit

Abnormalitas lapang pandang Gangguan pada jalur visual

Penglihatan hilang mendadak Oklusi arteri retina sentralis, ablasio retina, perdarahan

retina

Hilangnya penglihatan unilateral dengan Marcus

Gunn’s pupillary phenomenon

Gangguan respon pupil mengindikasikan disfungsi

nervus optikus atau ablasio retina, hilangnya

penglihatan unilateral tanpa marcus gunn’s pupillary

phenomenon mengindikasikan bahwa lesi terdapat di

nervus optikus atau di retina.

Trauma okuli mekanik

Ruptur bola mata mencakup kerusakan integritas kornea maupun sklera, hal ini harus

diperhatikan pada pasien dengan trauma mata. Apabila tidak diterapi dengan baik, pasien dapat

mengalami komplikasi endoftalmitis, yang merupakan infeksi intraokuli yang serius dan

Page 3: kegawatan okuli

mengakibatkan kebutaan. Apabila diduga maupun telah dipastikan adanya ruptur bola mata, eye

shield (gambar 1) harus digunakan pada mata dan tidak melakukan penekanan pada mata. CT

kepala dan orbita (coronal dan axial views) direkomendasikan untuk mengevaluasi trauma

terbuka, benda asing intraokuli, dan fraktur dinding orbital. Apabila memungkinkan, antibiotik

sistemik harus diberikan di 6 jam pertama.Pemilihan antibiotik tergantung pada usia pasien,

penyebab injuri, dan mikroorganisme yang terlibat. Streptococcus, Staphylococcus aureus dan

Staphylococcus epidermidis merupakan penyebab paling umum terjadinya endophthalmitis.

Fluoroquinolones, aminoglycosides, dan cephalosporins biasanya digunakan untuk mengatasi

infeksi. Regimen antibiotik yang diterima untuk dewasa adalah cefazolin intravena 1 gr

diberikan setiap 8 jam, ditambahkan ciprofloxacin 400 mg setiap 12 jam. Terapi antibiotik untuk

anak meliputi cefazolin intravena 25 – 50 mg/ kgbb/ hari (biasanya dibagi dan diberikan setiap 8

jam) ditambahkan gentamycin in intravena, 2 mg per kg setiap 8 jam. Trauma okuli akibat

gigitan kucing atau anjing membutuhkan terapi antibiotik profilaksis untuk infeksi Pasteurella

multocida dan Eikenella corrodens. Pada kasus trauma akibat bahan organik (jerami, daun, butir

padi), infeksi akibat bakteri gram negatif dan jamur juga harus diberikan antibiotik. Pasien harus

dirujuk kepada dokter spesialis mata untuk evaluasi dan operasi bedah. Trauma okuli akibat

trauma berkecepatan tinggi (tertimpa benda, kecelakaan lalu lintas) harus diterapi sebagai

penetrasi injury. Injury penetrasi pada mata melalui benda yang sangat kecil dengan kecepatan

tinggi dapat dideteksi sebagai defek kornea melalui pewarnaan fluoresin. Apabila kerusakan

tidak diterapi dengan baik, dapat terjadi endoftalmitis dan penurunan penglihatan dalam

beberapa hari. Pada kondisi ini, riwayat trauma berkecepatan tinggi, disarankan dirujuk pada

dokter spesialis mata. Apabila terjadi laserasi konjungtiva, terdapat rentang yang tinggi antara

ruptur okuli maupun laserasi, dan pasien harus diperiksa oleh dokter spesialis mata. Pemeriksaan

menggunakan slit lamp dan pewarnaan fluorescein membantu untuk membedakan antara laserasi

konjungtiva dan ruptur konjungtiva. Manipulasi konjungtiva dengan swab menggunakan kapas

dibawah slit lamp dapat membedakan laserasi konjungtiva superfisial atau dari lapisan sklera.

Dokter umum dapat mengatasi laserasi konjungtiva kurang dari 1 cm menggunakan antibiotik

topikal dan kontrol tertutup. Laserasi lebih dari 1 cm harus dirujuk kepada dokter spesialis mata

untuk dijahit.

Trauma zat kimia

Page 4: kegawatan okuli

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu kegawatan okuli. Kontak dengan gas

maupun cairan merupakan rute paparan kimia. Trauma mata akibat paparan zat basa lebih sering

terjadi dibandingkan trauma kimia akibat zat asam. Keparahan bergantung pada konsentrasi pH

dan sifat alami bahan kimia. Apabila mata yang terpapar terlihat putih setelah terpapar zat basa,

hal ini merupakan indikasi keparahan trauma mata berupa iskemi pembuluh darah konjungtiva

dan sklera.

Di UGD, mata dapat diirigasi menggunakan tabung intravena, nasal canul, lensa Morgan

Medi-flow. Setelah diirigasi selama 30 menit, mata harus ditutup selama 5 menit. Kemudian pH

mata harus dicek menggunakan kertas lakmus yang disentuhkan pada konjungtiva fornix. Irigasi

harus diteruskan sampai pH netral (7.0) dan dipertahankan minimal 30 menit. Ketika pH telah

stabil, agen sikloplegik dan antibiotik spektrum luas (ciprofloxacin, ofloxacin, gentamicin,

tobramycin harus diberikan.

Durasi irigasi berpengaruh terhadap terapi dan perawatan. Jumlah irigasi untuk

mengakibatkan pH normal bergantung pada jenis zat kimia dan durasi paparan. 10 liter irigasi

mungkin saja diberikan untuk memperoleh pH yang normal. Jika kertas lakmus tidak tersedia,

mata harus diirigasi minimal 1-2 liter larutan irigasi selama 30 menit. Penelitian retrospektif

menunjukkan, pasien yang diirigasi, 76% mengalami trauma grade 1, sedangkan 86% pasien

yang tidak diirigasi mengalami trauma yang lebih berat yakni grade 2. Rata-rata pasien sembuh

dalam 8 hari untuk yang diirigasi, sedangkan pasien yang tidak diirigasi sembuh dalam 29

hari.Asam tidak boleh digunakan untuk menetralisisr basa dan asam versa. Pembersihan

konjungtiva fornik dengan kapas setelah anastesi topikal dapat membantu menetralisir pH

dengan membuang partikel kristal dari bahan kimia. Apabila pH pada rentang normal (7.0-7,3),

pasien harus dibawa ke dokter spesialis mata tanpa perlu diirigasi. Jika memungkinkan, pasien

disarankan untuk membawa bahan kimia yang menyebabkan trauma pada matanya.

Oklusi arteri retina sentralis

Arteri retina sentralis merupakan cabang dari arteri ophtalmikus, yang memvaskularisasi

terutama retina melalui cabang retina. Oklusi mendadak arteri retina sentralis mengakibatkan

stroke okuli, yang mengakibatkan kebutaan. Penurunan lapang pandang, dapat terjadi jika hanya

cabang arteri retinal bagian distal mengalami oklusi.

Page 5: kegawatan okuli

Jika penurunan penglihatan bersifat akut, transient, dan bilateral, penyebab lain mungkin

aura migraine, gagal jantung, dan hipertensi emergensi. Penurunan penglihatan mendadak

sekunder akibat iskemi retina dapat juga diakibatkan oleh keparahan stenosis arteri carotid

unilateral maupun bilateral. Pemeriksaan fundoskopi setelah CRAO nampak potongan kolom

darah di pembuluh retina (biasa disebut boxcarring) dan retina pucat sekunder akibat edema

retina, yang memiliki tanda khas Cherry-red spot pada fovea dan menipiskan arteri retina.

Emboli pada retina mungkin saja terlihat (Gambar 2).

Resiko tinggi CRAO meliputi usia lebih dari 70 tahun, aterosklerosis, diabetes,

endarteritis, glaukoma, peningkatan kadar kolesterol, hipertensi, keadaan hiperkoagulasi, dan

migraine. CRAO dapat terjadi pada pasien muda dengan penyakit sistemik, misalnya penyakit

kolagen vaskuler, hiperkoagulopati, ataupun penyakit cardiovalvular. Meskipun jarang, CRAO

juga dapat terjadi berhubungan dengan sipilis maupun penyakit sel sabit. CRAO berhubungan

dengan giant cell arteritis pada 5 sampai 10 persen kasus, penilaian sistemik yang tepat dan

pengukuran sedimen eritrosit maupun c-reaktiv protein harus dilakukan. Pasien dengan tanda dan

gejala CRAO harus dirujuk kepada dokter spesialis mata karena kerusakan ireversibel dapat

terjadi selambat-lambatnya 100 menit setelah oklusi. Setelah terapi CRAO akut, USG carotid

diperlukan untuk mengevaluasi stenosis maupun formasi plak sebagai penyebab CRAO. Pada

pasien dengan hasil USG carotid negatif, ekokardiografi transesofageal harus dipertimbangkan

untuk menyingkirkan penyebab emboli karena penyakit jantung. Meminimalisir faktor resiko

dengan diet dan modifikasi gaya hidup dan terapi hiperkolesterol, hipertensi, dan diabetes dapat

mencegah CRAO.

Glukoma akut sudut tertutup

Apabila glukoma akut sudut tertutup tidak ditatalaksana dengan segera, kerusakan nervus

optik dan kebutaan dapat terjadi dalam beberapa jam. Resiko tinggi glukoma akut sudut tertutup

adalah pemasangan lensa, hiperopia, miopia, sudut sempit, dan bilik mata depan yang dangkal.

Serangan glukoma akut sudut tertutup pada orang dengan predisposisi dapat terjadi akibat

pencahayaan yang suram ataupun penggunaan obat-obatan (misalnya tetes midriatikum,

antikolinergik, antidepresan). Obat-obatan seperti derivat sulfa dan topiramate (Topamax) dapat

mengakibatkan pembengkakan pada badan silier dan glukoma akut sudut tertutup. Apabila

tersedia tonometer, tekanan intraokuli harus diperiksa untuk mengetahui apakah terjadi

Page 6: kegawatan okuli

peningkatan tekanan intraokuli. Selama serangan, terapi obat-obatan digunakan untuk

menurunkan peningkatan tekanan intraokuli. Terapi definitif untuk glukoma akut sudut tertutup

adalah laser iridotomi. Bedah iridektomi dapat dilakukan apabila laser iridotomi tidak berhasil

digunakan.

Ablasio Retina

Ablasio retina merupakan terpisahnya lapisan neurosensori dari koroid dan lapisan bawah

epitel pigmen retina. Meskipun ablasio retina jarang terjadi (1 dari 10.000 orang per tahun), hal

ini dengan cepat dapat mengakibatkan degenerasi fotoreseptor akibat iskemia. Kebutaan

permanen dapat dicegah dengan diagnosa dan terapi awal. Miopia merupakan resiko tinggi

ablasio retina. Hal ini terjadi pada 55% ablasio retina nontraumatik. Faktor resiko lain dari

ablasio retina meliputi operasi katarak, diabetik retinopati, riwayat keluarga dengan ablasio

retina, usia tua, dan trauma. Pasien dengan ablasio retina biasanya mengeluh fotopsia (sensasi

melihat cahaya terang) dan peningkatan terjadinya floater pada mata yang terkena menandakan

ablasio vitreus posterior, penurunan tajam penglihatan, dan metamorfosia (distorsi bentuk

benda). Floater dapat berpindah diluar maupun didalam penglihatan sentral. Penurunan

penglihatan dapat berupa gambaran seperti tirai, film, aupun berkabut. Apabila makula maupun

penglihatan sentral terkena, pasien dapat kehilangan kemampuan membaca, persepsi cahaya,

atau tidak dapat melihat gerakan tangan didepannya (tabel 2). Pemeriksaan oftalmoskop

langsung dapat membantu mendiagnosa ablasio retina (Gambar 3). Robeknya retina yang tanpa

gejala serta tanda-tanda degenerasi (misalnya penipisan focal pada retina perifer) merupakan

resiko tinggi ablasio retina. Apabila pemeriksaan fundoskopi menyatakan salah satu dari faktor

resiko, laser demarkasi pada area tersebut dapat dilakukan untuk mencegah ablasio retina dan

kebutaan. Sebagai catatan, konsultasi mata dibutukan pada prosedur ini dan terdapat bukti

keefektivan. Apabila retina tidak dapat dievaluasi, dan diduga terjadi ablasio retina dari riwayat

pasien, segerra merujuk kepada dokter spesialis mata, khususnya pasien yang diketahui beresiko.