55
7 1) Kehamilan Serotinus (Kehamilan Postterm) a) Pengertian Kehamilan Serotinus Kehamilan lewat waktu (Serotinus) adalah kehamilan melewati waktu 294 hari atau 42 minggu. Kehamilan lewat dari 42 minggu ini didasarkan pada hitungan usia kehamilan (dengan rumus neagle), menurut Anggarani (2007 : 83). Rumus neagle ini adalah untuk menghitung tanggal kelahiran bayi yaitu (tanggal +7, bulan -3, tahun +1) atau (tanggal +7, bulan +9, tahun +0), menurut C Trihendradi (2010 : 11). b) Etiologi Kehamilan Serotinus Faktor yang menyebabkan kehamilan serotinus ini, menurut Sujiyatini (2009 : 35) : 1) Penurunan kadar estrogen pada kehamilan normal umumnya tinggi 2) Faktor hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang.

kehamilan serotinus (postterm)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kehamilan posterm

Citation preview

7 7 43 1) Kehamilan Serotinus (Kehamilan Postterm) a) Pengertian Kehamilan Serotinus Kehamilan lewat waktu (Serotinus) adalah kehamilan melewati waktu 294 hari atau 42 minggu. Kehamilan lewat dari 42 minggu ini didasarkan pada hitungan usia kehamilan (dengan rumus neagle), menurut Anggarani (2007 : 83). Rumus neagle ini adalah untuk menghitung tanggal kelahiran bayi yaitu (tanggal +7, bulan -3, tahun +1) atau (tanggal +7, bulan +9, tahun +0), menurut C Trihendradi (2010 : 11). b) Etiologi Kehamilan Serotinus Faktor yang menyebabkan kehamilan serotinus ini, menurut Sujiyatini (2009 : 35) : 1) Penurunan kadar estrogen pada kehamilan normal umumnya tinggi 2) Faktor hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. 3) Faktor lain yaitu hereditas, karena post matur sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu. 4) Teori kortisol Pemberi tanda untuk memulainnya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anasefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan, menurut Prawiroharjo (2009 : 687). 5) Saraf uterus Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi diduga itu sebagai penyebabnya. c. Patofisiologi Kehamilan Serotinus Menurut Wijayarini (2005 : 283), patofisiologi kehamilan serotinus meliputi bayi yang sangat besar dan akan mengakibatkan trauma lahir atau apabila bayinya kecil karena pada saat kehamilannya kekurangan nutrisi dan akibat penuaan plasenta atau disfungsi plasenta dan penurunan cairan amnion. Menurut Manuaba (2007 : 450), patofiologi pada kehamilan serotinus adalah sebagai berikut : 1) Jika fungsi plasenta masih cukup baik dapat menyebabkan tumbuh kembang janin berlangsung terus, sehingga berat badan terus bertambah sekalipun lambat, dapat mencapai lebih dari 4.000-4.500 gram yang disebut makrosomia. 2) Jika fungsi plasenta telah mengalami disfungsi, sehingga tidak mampu memberikan nutrisi dan oksigen yang cukup, akan terjadi sindrom postmatur, dengan kriteria : a) Bayi tampak tua b) Kuku panjang c) Lemak kulit berkurang sehingga menimbulkan keriput, terutama ditelapak tangan dan kaki d) Verniks kaseosanya telah hilang atau berkurang. d. Klasifikasi Kehamilan Serotinus Menurut Prawiroharjo (2009 : 691), klasifikasi pada bayi lewat bulan adalah : 1) Stadium I yaitu kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi seperti kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas. 2) Stadium II seperti stadium I dan disertai pewarnaan mekonium (kehijauan ) di kulit. 3) Stadium III seperti stadium I dan disertai dengan pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat. e. Diagnosa Kehamilan Serotinus Menilai beberapa pemeriksaan untuk kehamilan matur atau tidak, menurut Sujiyatini (2009 : 36), yaitu : 1) Berat badan ibu turun dan lingkaran perut mengecil dan air ketuban berkurang. 2) Pemeriksaan dengan USG yaitu dengan pemeriksaan ini diameter biparental kepala janin dapat diukur dengan teliti tanpa bahaya. 3) Pemeriksaan sitologi cairan amnion yaitu amniostropi dan periksa pHnya dibawah 7,20 dianggap sebagai tanda gawat janin. f. Pemeriksaan Penunjang untuk Kehamilan Serotinus Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk kehamilan serotinus, menurut Dr. Taufan (2012 : 144) adalah : 1) Sitologi vagina yaitu dengan indeks kariopiknotik meningkat (> 20 %) 2) Amniostropi yaitu warna air ketuban 3) USG yaitu menilai jumlah dan kekeruhan air ketuban, derajat maturitas plasenta, besarnya janin, keadaan janin. 4) Kardiotografi yaitu menilai kesejahteraan janin dengan Nonstress test (NTS) relaktif atau tidak, maupun Contraction Stress Test (CTS) negatif atau positif. g. Penilaian pada Kehamilan Serotinus Menurut Sastrawinata (2005 : 14), untuk mengingat morbiditas dan mortalitas yang tinngi pada kehamilan serotinus, penilaian terhadap resiko terjadinya dismaturitas harus dilakukan antepartum untuk memutuskan apakah fetus masih boleh tinggal dalam rahim (menunggu persalinan spontan) atau harus dilahirkan segera. Penilaian kesejahteraan janin dapat dilakukan dengan cara : 1) Evaluasi cairan amnion dengan amniosentesis atau USG untuk melihat adanya oligohidramnion. 2) Pantau perubahan denyut jantung janin tanpa beban (nonstress test) atau dengan beban (contraction stress test). 3) Tentukan skoring profil biofisik yang didapat dari pemeriksaan NST, USG untuk melihat pernafasan janin, tonus fetus, pergerakan fetus, dan jumlah cairan amnion h. Penatalaksanaan Kehamilan Serotinus Adapun penatalaksanaan kehamilan serotinus adalah sebagai berikut : 1) Setelah usia kehamilan > 40 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik- baiknya 2) Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat, menurut Dr. Taufan (2012 : 145). 3) Bishop score Bishop score adalah suatu cara untuk menilai kematangan serviks dan responsnya terhadap suatu induksi persalinan, karena telah diketahui bahwa serviks bishop score rendah artinya serviks belum matang dan memberikan angka kegagalan yang lebih tinggi dibanding servik yang matang. Lima kondisi yang dinilai dari serviks adalah : a) Pembukaan (Dilatation) yaitu ukuran diameter leher rahim yang terenggang. Ini melengkapi pendataran, dan biasanya merupakan indikator yang paling penting dari kemajuan melalui tahap pertama kerja. b) Pendataran (Effacement) yaitu ukuran regangan sudah ada di leher rahim. c) Penurunan kepala janin (Station) yaitu mengambarkan posisi janin kepala dalam hubungannya dengan jarak dari iskiadika punggung, yang dapat teraba jauh di dalam vagina posterior (sekitar 8-10 cm) sebagai tonjolan tulang. d) Konsistensi (Consistency) yaitu dalam primigravida leher rahim perempuan biasanya lebih keras dan tahan terhadap peregangan, seperti sebuah balon sebelumnya belum meningkat. Lebih jauh lagi, pada wanita muda serviks lebih tangguh dari pada wanita yang lebih tua e) Posisi ostinum uteri (Position) yaitu posisi leher rahim perempuan bervariasi antara individu. Sebagai anatomi vagina sebenarnya menghadap ke bawah, anterior dan posterior lokasi relatif menggambarkan batas atas dan bawah dari vagina. Posisi anterior lebih baik sejajar dengan rahim, dan karena itu memungkinkan peningkatan kelahiran spontan. Tabel 2.1 Bishop score Achadiat (2004 : 17-18) Skor 0 1 2 3

U n Pembukaan Pendataran Station Konsistensi Posisi Os 0 0-30% -3 Keras Posterior 1 40-50% -2 Sedang Tengah 3-4 60-70% -1 Lunak Anterior 5-6 80% +1+2 Sangat lunak Anterior

tUntuk menilai bishop score yaitu : a) Bishop Score > 5 yaitu induksi persalinan Cara induksi persalinan adalah (1) Menggunakan tablet Misoprostol / Cytotec yaitu 25-50 mg yang diletakkan di forniks posterior setiap 6-8 jam hingga munculnya his / kontraksi. (2) Menggunakan oksitoksin intravena yaitu infus oksitoksin biasanya mengandung 10-20 unit ekuivalen dengan 10.00020.000 mU dicampur dengan 1000 ml larutan Ringer Laktat, masing-masing menghasilkan konsistensi oksitoksin 10-20 mU/ml. Tabel 2.2 Regimen Oksitoksin pada Induksi Persalinan Kenneth J. Laveno Regimen Dosis awal (mU/menit) Peningkatan incremental (mU/menit) Interval dosis (menit) Dosis maksimal (mU/ml)

Dosis rendah 0,5-1 1 30-40 20

1-2 2 15 40

Dosis tinggi 6 6,3, 1 15-40 42

b) Bishop Score < 5 (1) Pemantauan janin dengan prafil biofisik, Nonstress test (NST), Contraction Stess Test (CST). (2) Volume ketuban normal, NST reaktif yaitu diulangi 2x / minggu. (3) Volume ketuban normal, NST non reaktif, CST positif yaitu dilakukan SC. (4) Volume ketuban normal, NST non reaktif dan CST negatif yaitu dilakukan pengulangan CST dalam 3 hari. (5) Oligohidramnion (kantong amnion < 2 cm) yaitu dilakukan SC. (6) Deselerasi variable yaitu matangkan serviks dan induksi persalinan. (7) Pematangan serviks dapat dilakukan dengan kateter voley, oksitoksin, prostaglandin (Misoprostol), relaksin (melunakkan serviks), pemecahan selaput ketuban (8) Persalinan per vaginam yaitu Ibu miring ke kiri, berikan oksigen, monitor DJJ, induksi persalinan dengan tetes Pitosin (jika tidak ada kontraindikasi dan belum ada tanda hipoksia intrauterine), tetes Pitoksin di naikkan jangan melebihi 2 m U/ menit atau di naikkan dengan interval < 30 menit, amniotomi pada fase aktif, infus intraamniotik dengan 300 500 mL NaCl hangat selama 30 menit yaitu untuk mengatasi oligohidramnion dan mekoneum, konfirmasi kesejahteraan janin. (9) Dilakukan Sectio Caesaria, jika gawat janin (deselerasi lambat, pewarnaan mekoneum), gerakan janin abnormal (< 5 kali / 20 menit), contraction stress test (CST), berat Badan > 4000 gr, malposisi, malpresentasi, partus > 18 jam, bayi belum lahir, menurut Kurniawati (2009 : IX 41-42). (10) Dilakukan vakum ekstraksi, syarat vakum, menurut Manuaba (2003 : 159) yaitu (a) Pembukaan minimal 5 (b) Ketuban negatif atau dipecahkan (c) Anak hidup, letak kepala atau bokong (d) Penurunan minimal H II (e) His dan reflek mengejan baik i. Komplikasi dari Kehamilan Serotinus Menurut Manuaba ( 2009 :125-126), komplikasi dari kehamilan serotinus adalah sebagai berikut : 1) IBU a) Timbulnya rasa takut akibat terlambat melahirkan atau rasa takut menjalani operasi yang mengakibatkan b) Perdarahan post partum yaitu atonia uteri (karena janin besar atau penggunaan oksitoksin). 2) JANIN a) Kematian janin (3 kali resiko pada kehamilan aterm) yaitu 30 % sebelum partus, 55 % intrapartum, 15 % post natal. b) Gawat janin karena aspirasi mekoneum, hipoksia, kompresi tali pusat c) Kelainan letak seperti defleksi, oksiput posterior, distosia bahu, trauma kepala janin. d) Gangguan pembekuan darah. e) Oligohidramnion adalah air ketuban normal pada kehamilan 34-37 minggu adalah 1.000 cc, aterm 800 cc, dan lebih dari 42 minggu 400 cc. akibat oligohidramnion adalah amnion menjadi kental karena mekonium (diaspirasi oleh janin), asfiksia intrauterine (gawat janin), pada in partu (aspirasi air ketuban, nilai APGAR rendah, sindrom gawat paru, bronkus paru tersumbat sehingga menimbulkan atelektasis). f) Makrosomia apabila plasenta yang masih baik, terjadi tumbuh kembang janin dengan berat 4.500 gram yang disebut makrosomia. Akibatnya terhadap persalinan adalah perlu dilakukan tindakan operatif seksio caesaria, dapat terjadi trauma persalinan karena operasi vagina, distosia bahu yang menimbulkan kematian bayi atau trauma jalan lahir ibu. j. Pengelolaan selama Persalinan tentang Hamil Serotinus Menurut Kurniawati (2009 : IX-42) yaitu pengolalaan selama persalinan tentang serotinus sebagai berikut : 1) Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan kesejahteraan janin. 2) Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan. 3) Awasi jalannya persalinan. 4) Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu waktu terjadi kegawatan janin. 5) Cegah terjadinya aspirasi mekoneum dengan segera mengusap neonatus dan dilanjutkan resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekoneum. 6) Segera setelah lahir, bayi harus segera di periksa terhadap kemungkinan hipoglikimia, hipovolemi, hipotermi, dan polisitemi. 7) Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda tanda serotinus. 8) Hati hati kemungkinan terjadinya distosia bahu 9) Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin serotinus sehingga setiap persalinan kehamilan serotinus harus dilakukan pengamatan ketat dan sebaiknya dilaksanakan di rumah sakit. k. PATHWAY KEHAMILAN SEROTINUS

Gambar 2.3 Pathway Kehamilan Serotinus Sumber : Prawiroharjo (2009 : 694-695) B. Teori Manajemen Asuhan Kebidanan 1. Pengertian Manajemen Kebidanan Menurut Varney Helen (1997), manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan dengan urutan logis dan menguntungkan, menguraikan perilaku yang diharapkan dari pemberi asuhan yang berdasarkan teori ilmiah, penemuan, ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien. 2. Proses Manajemen Kebidanan Proses manajemen adalah proses pemecahan masalah yang memperkenalkan sebuah metode dengan pengorganisasian pemikiran dan tindakan dengan urutan yang jelas dan menguntungkan, baik untuk klien maupun untuk tenaga kesehatan menurut Saminem (2009 : 14-15). Langkah-langkah dalam proses manajemen asuhan kebidanan sebagai berikut : 1) Langkah pertama yaitu pengumpulan data dasar Pada langkah pertama ini semua informasi yang akurat dan lengkap dikumpulkan dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dapat dilakukan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan, pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan penunjang, menurut Purwandari (2008 : 78). a) Data Subyektif Informasi yang dicatat mencakup identitas, keluhan yang diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada pasien / klien (anamnesis) atau dari keluarga dan tenaga kesehatan, menurut Wildan (2009 : 34) adalah (1) Identitas / Biodata Pasien suami dan istri adalah nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat. (2) Alasan datang Untuk mengetahui alasan pasien datang ke tempat pelayanan kesehatan. (3) Keluhan utama Alasan wanita datang mengunjungi klinik / RB / RS / dan diungkapkan dengan kata-kata sendiri. (4) Riwayat kesehatan antara lain riwayat kesehatan dahulu, sekarang, dan riwayat kesehatan keluarga. (5) Riwayat perkawinan Dikaji untuk mengetahui berapa kali menikah, berapa usia pasien saat menikah, usia pasangan pasien saat menikah, berapa lama pasien menikah dan berapa jumlah anaknya. (6) Riwayat obstetric (a) Riwayat menstruasi Untuk mengetahui tentang pertama kali pasien mendapatkan menstruasi (menarce), siklus, lama menstruasi, banyak menstruasi, bentuk darah apakah cair atau menggumpal, warna darah, dismenorea, flour albus dan untuk mengetahui hari pertama menstruasi terakhir serta tanggal kelahiran dari persalinan. (b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Untuk mengetahui pada tanggal, bulan, tahun berapa anaknya lahir, tempat persalinan, umur kehamilan, jenis persalinan, penolong persalinan, penyulit dalam bersalinan, jenis kelahiran berat badan lahir, panjang badan lahir, riwayat nifas yang lalu, keadaan anak sekarang, untuk mengetahui riwayat yang lalu sehingga bisa menjadi acuan dalam pemberian asuhan, menurut Prawiroharjo (2008 : 414). (7) Riwayat kehamilan sekarang Untuk mengetahui ibu hamil yang ke berapa, HPHT, HPL, berat badan sebelum dan sekarang, periksa ANC sebelumnya dimana, berapa kali dan keluhannya apa, suntik TT berapa kali, obat-obatan yang pernah dikonsumsi apa saja, gerakan janin yang pertama pada usia kehamilan berapa bulan dan gerakan sekarang kuat atau lemah, kebiasaan ibu dan keluarga yang berpengaruh negatif terhadap kehamilannya. (8) Riwayat KB Untuk mengetahui sebelum ibu hamil pernah menggunakan alat kontrasepsi atau tidak, berapa lama menggunakannya, alasan mengapa ibu menggunakan alat kontrasesi tersebut, dan mengapa ibu menghentikan pemakaian alat kontrasepsi tersebut, menurut Huliana (2007 :76-77). (9) Pola kebutuhan sehari-hari meliputi pola nutrisi, pola eliminsi, pola aktivitas pekerjaan, pola istirahat, personal hygiene, pola seksual, menurut Muslihatun (2009 : 137). (10) Psikososial spiritual meliputi tanggapan dan dukungan keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, ketaatan beribadah, lingkungan yang bepengaruh. b) Data Obyektif Menurut Wildan (2009 : 34), pencatatan dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus kebidanan, data penunjang, hasil laboratorium seperti VDRL, HIV, pemeriksaan radiodiagnostik, ataupun USG yang dilakukan sesuai dengan beratnya masalah. Data yang telah dikumpulkan diolah, disesuaikan dengan kebutuhan pasien kemudian dilakukan pengolahan data yaitu menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan yang lainnya sehingga menunjukkan fakta. Tujuan dari pengolahan data adalah untuk menunjukkan fakta berdasarkan kumpulan data. Data yang telah diolah dianalisis dan hasilnya didokumentasikan (1) Pemeriksaan Umun (a) Keadaan umum Untuk menilai keadaan pasien pada saat itu. (b) Kesadaran Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu apakah composmentis (Kesadaran penuh dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan), somnolen (kesadaran yang mau tidur saja, dapat dibangunkan dengan rasa nyeri tetapi tidur lagi), koma (tidak dapat bereaksi terhadap stimulus yang diberikan atau rangsangan apapun, reflek pupil terhadap cahaya tidak ada). (c) Tanda-tanda vital Pada pengukuran tanda-tanda vital yang diukur adalah tekanan darah. suhu, nadi, respirasi. (d) Berat badan Untuk mengetahui berat badan pasien dalam satuan kilogram (Buku Panduan Praktik Klinik Kebidanan). (e) Tinggi badan Dikaji untuk mengetahui tinggi badan ibu dalam satuan sentimeter, menurut Saminem (2009 : 23). (f) LILA (Lingkar Lengan Atas) Untuk mengetahui status gizi pasien. (2) Pemeriksaan fisik/Status Present adalah pemeriksaan kepala, muka, mata, hidung, telinga, mulut, leher, ketiak, dada, abdomen, genetalia, ektermitas atas dan bawah, anus. (3) Pemeriksaan khusus obstetric, menurut Hidayat (2008 : 142-145) (a) Inspeksi Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk mengetahui apakah ada pembengkakan pada wajah dan ekstermitas, pada perut apakah ada bekas operasi atau tidak. (b) Palpasi Palpasi adalah pemeriksaan dengan indra peraba yaitu tangan, yang berguna untuk memeriksa payudara apakah ada benjolan atau tidak, pemeriksaan abdomen yaitu memeriksa Leopold I, II, III, dan IV. (c) Auskultasi Denyut Jantung Janin (DJJ) yaitu salah satu tanda pasti hamil dan kehidupan janin. DJJ mulai terdengar pada usia kehamilan 16 minggu. Dengan dopler DJJ mulai terdengar usia kehamilan 12 minggu. Normalnya denyut jantung janin (DJJ) yaiti 120-160x/menit. c) Pemeriksaan penunjang, menurut Muslihatun (2009 : 141) : Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, dan penyakit yang menyertai kehamilan, besalin dan nifas. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya : memeriksa hemoglobin, golongan darah, rubella, VDRL / RPR dan HIV. Pemeriksaan HIV harus dilakukan persetujuan ibu hamil. 2) Langkah kedua yaitu Interpretasi data dasar Pada langkah ini, dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang dikumpulkan akan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik, menurut Saminem (2008 : 16). a) Diagnosa kebidanan NyGPAUmurTahun Usia Kehamilanminggu, janin hidup intra uteri letak membujur presentasi kepala, PUKA / PUKI, konvergen atau divergen dengan serotinus. Data dasar : (1) Data Subyektif Data subyektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ibu mengatakan khawatir karena kehamilannya sudah lewat bulan tetapi belum juga ada tanda-tanda melahirkan. (2) Data Obyektif Data obyektif merupakan pendokumentasian hasil observasi yang jujur, hasil pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan diagnostik lain. (3) Masalah Hal-hal ini bidan melakukan identifikasi diagnosis dan masalah potensial. Diagnosis atau masalah potensial diidentifikasi berdasarkan masalah yang sudah teridentifikasi. (4) Kebutuhan Hal-hal yang dibutuhkan untuk melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi pasien. Langkah ini sebagai cerminan keseimbangan dari proses manajemen kebidanan. 3) Langkah ketiga yaitu mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial. Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial berdasarkan diagnosa / masalah yang sudah diidentifikasi. 4) Langkah keempat yaitu mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera. Bidan atau dokter mengidentifikasi perlunya tindakan segera atau konsultasi atau penanganan bersama dengan anggota tim kesehatan mencerminkan kesinambungan proses manajemen kebidanan. 5) Langkah kelima yaitu perencanaan. Setelah beberapa kebutuhan pasien ditetapkan, diperluakan perencanaan secara menyeluruh terhadap masalah dan diagnosis yang ada. Dalam proses perencanaan asuhan secara menyeluruh juga dilakukan identifikasi beberapa data yang tidak lengkap agar pelaksanaan secara menyeluruh dapat berhasil. 6) Langkah keenam yaitu pelaksanaan. Pada langkah keenam ini, rencana asuhan menyeluruh yang telah diuraikan pada langkah lima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lain, menurut Purwandari (2008 : 79-82). 7) Langkah ketujuh yaitu evaluasi Merupakan tahap terakhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan bidan. Evaluasi sebagian dari proses yang dilakukan secara terus-menerus untuk meningkatkan pelayanan secara komprehensif dan selalu berubah sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien. 3. Data Perkembangan (SOAP) Menurut Wildan (2009 : 24), Berdasarkan evaluasi, selanjutnya rencana asuhan kebidanan dituliskan dalam catatan perkembangan yang menggunakan SOAP yang meliputi : S : Subyektif Berisi data dari pasien melalui anamnesis (wawancara) yang merupakan ungkapan langsung. O : Obyektif Data yang mendapatkan hasil onservasi melalui pemeriksaan fisik. A : Assessment Berdasarkan data yang terkumpulkan kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya dilakukan tindakan segera. P : Planning Merupakan rencana tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, tes diagnosis atau laboratorium, serta konseling untuk tindak lanjut. KONSEP ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN SEROTINUS A. Langkah-langkah Manajemen Kebidanan 1. Langkah I : Pengumpulan data dasar Tanggal pengkajian : Jam : Nama pengkaji : NIM : a. Data Subyektif 1) Identitas Pasien a) Nama Dikaji dengan nama yang jelas dan lengkap, untuk menghindari adanya kekeliruan atau untuk membedakan dengan pasien lainnya. b) Umur Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun maka alat reproduksinya belum matang, mental dan psikisnya belum siap. c) Agama Untuk memberikan motivasi dorongan moril sesuai dengan agama yang dianut. d) Suku/ bangsa Untuk mengetahui faktor bawaan atau ras. e) Pendidikan Untuk mengetahui tingkat intelektual pasien sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya. f) Pekerjaan Untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonomi pasien karena mempengaruhi gizi pasien tersebut. g) Alamat Ditanyakan untuk mempermudah menghubungi apabila ada keadaan yang mendesak. 2) Alasan datang ke klinik Untuk mengetahui tujuan pasien datang ke rumah sakit. 3) Keluhan Utama Alasan wanita datang mengunjungi klinik / RB / RS / dan diungkapkan dengan kata-kata sendiri. Pada kasus ibu hamil dengan serotinus yang dikeluhkan meliputi ibu merasa khawatir pada kehamilannya karena belum adanya tanda-tanda persalinan yaitu (kontraksinya teratur apa tidak, sudah keluar lendir darah belum, air ketubannya sudah pecah belum) padahal di dalam perkiraan sudah waktunya untuk melahirkan. 4) Riwayat Kesehatan a) Riwayat Kesehatan Dahulu Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan apakah pasien pernah mempunyai riwayat penyakit menurun seperti Diabetes Mellitus, Jantung, Asma, Hipertensi, Ginjal, PMS, HIV/AIDS, TBC, keturunan kembar, riwayat operasi. b) Riwayat Kesehatan Sekarang Data ini diperlukan untuk mengkaji apakah saat ini pasien sedang menderita penyakit Diabetes Mellitus, Jantung, Asma, Hipertensi, Ginjal, PMS, HIV/AIDS , TBC dll. c) Riwayat Kesehatan Keluarga Dikaji untuk mengetahui apakah dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit Diabetes Melitus, Jantung, Asma, TBC, Ginjal, PMS, HIV/AIDS, Keturunan kembar (Gemelli) dll. 5) Riwayat Perkawinan Dikaji untuk mengetahui berapa kali menikah, berapa usia pasien saat menikah, usia pasangan pasien saat menikah, berapa lama pasien menikah dan berapa jumlah anaknya. 6) Riwayat Obstetri a) Riwayat menstruasi (1) Menarche yaitu untuk mengetahui pada usia berapa pasien haid pertama kali (2) Siklus yaitu untuk mengetahui siklus haidnya teratur atau tidak (3) Lama yaitu untuk mengetahui haidnya berapa hari (4) Banyak mentruasi yaitu untuk mengetahui pasien ganti pembalut berapa kali (5) Konsistensi yaitu untuk mengetahui konsistensinya cair atau berupa gumpalan (6) Warna yaitu untuk mengetahui warna darahnya merah segar atau merah kecoklatan (7) Bau yaitu untuk mengetahui bau darahnya amis atau tidak (8) Dimenorea yaitu untuk mengetahui saat haid pasien mengalami disminorea atau tidak (9) Flour albus yaitu untuk mengetahui apakah pasien pernah mengalami keputihan atau tidak b) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu Untuk mengetahui berapa kali pasien hamil, berapa jumlah anak, apakah pasien pernah mengalami keguguran, bagaimana cara persalinan yang lalu, siapa penolong persalinan dan bagaimana keadaan nifas yang lalu. 7) Riwayat kehamilan sekarang a) Hamil anak yang ke berapa (GPA) b) HPHT untuk melihat usia kehamilannya lewat bulan yaitu usia kehamilannya 42 minggu atau tidak c) HPL untuk mengetahui hari perkiraan lahirnya lewat bulan yaitu usia kehamilannya lewat 42 minggu atau tidak d) Berat badan sebelum dan berat badan sekarang e) Periksa ANC untuk mengetahui periksa sebelumnya dimana dan berapa kali f) Apakah ada keluhan pada TM I, TMII, dan TM III g) TT berapa kali ? kapan ? tanggal TT ITT 2, TT 3 h) Apakah obat-obatan yang pernah dikonsumsi berpengaruh pada kehamilan serotinus atau tidak i) Gerakan janin I (usia kehamilannya untuk multipara 18 minggu dan untuk primigravida 22 minggu), gerakan janin sekarang (kuat / lemah) j) Kebiasaan ibu atau keluarga yang berpengaruh negatif terhadap kehamilannya (merokok, narkoba, alkohol, minum jamu). 8) Riwayat Kontrasepsi Untuk mengetahui sebelum ibu hamil pernah menggunakan alat kontrasepsi atau tidak, berapa lama menggunakannya, alasan mengapa ibu menggunakan alat kontrasepsi tersebut, dan mengapa ibu menghentikan pemakaian alat kontrasepsi tersebut. 9) Pola Kebutuhan Sehari a) Pola Nutrisi Untuk mengetahui berapa kali ibu makan dalam sehari, dengan apa saja ibu makan, serta berapa porsi ibu makan dalam sehari. Dikaji juga berapa kali ibu minum dalam sehari serta apa saja yang ibu minum. b) Pola Eliminasi Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu BAB dan BAK, bagaimana konsistensinya apakah lunak atau cair, dan apakah terdapat masalah dalam pola eliminasi ibu. Hal ini dikaji untuk mengetahui apakah terdapat gangguan saat BAB dan BAK. c) Pola Aktivitas Pekerjaan Dikaji untuk mengetahui bagaimana aktivitas pasien selama hamil mengganggu aktivitas pekerjaannya atau tidak. d) Pola Istirahat Dikaji untuk mengetahui berapa lama ibu beristirahat dalam sehari apakah terdapat gangguan dalam pola istirahat ibu. e) Personal Hygiene Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu mandi, menggosok gigi dan mengganti pakaian dalam sehari, berapa kali ibu mencuci rambut dalam seminggu f) Pola Seksual Dikaji untuk mengetahui saat hamil berapa kali ibu melakukan hubungan seksual dalam seminggu. Ibu harus sering melakukan hubungan seksual supaya untuk merangsang pada kehamilannya, karena didalam sperma mengandung hormon prostaglandin yang bisa bisa menyebabkan kontraksi. 10) Psikososial Spiritual a) Tanggapan dan dukungan keluarga Ditanyakan apakah pasien sudah dapat menerima kondisinya saat ini dan bagaimana harapan pasien terhadap kondisinya sekarang, hal ini dikaji agar memudahkan tenaga kesehatan dalam memberikan dukungan secara psikologis kepada pasien. b) Pengambil keputusan dalam keluarga Dikaji untuk mengetahui siapa pengambil keputusan pertama dan kedua dalam keluarga ketika terjadi sesuatu kepada pasien. c) Ketaatan beribadah Dikaji untuk mengetahui bagaimana ketaatan pasien dalam beribadah menurut kepercayaannya. d) Lingkungan yang berpengaruh Dikaji untuk mengetahui pasien tinggal dengan siapa, mempunyai hewan peliharaan atau tidak, dan cara memasak dicuci dulu atau tidak dan sampai matang atau tidak b. Data Objektif 1) Pemeriksaan umum a) Keadaan umum Untuk menilai keadaan pasien pada saat itu. b) Kesadaran Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu apakah composmentis (Kesadaran penuh dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan), somnolen (kesadaran yang mau tidur saja, dapat dibangunkan dengan rasa nyeri tetapi tidur lagi), koma (tidak dapat bereaksi terhadap stimulus yang diberikan atau rangsangan apapun, reflek pupil terhadap cahaya tidak ada). c) Vital sign (1) Tekanan darah Untuk mengetahui tekanan darah yang dialami ibu selama masa hamil apakah tekanan darahnya tinggi atau normal. (2) Temperatur/ suhu Untuk mengetahui suhu badan yang dialami ibu selama masa hamil. (3) Nadi Nadi berkisar antara 60-80x/menit. (4) Pernafasan Pernafasan harus berada dalam rentang yang normal, yaitu sekitar 20-30x/menit. d) Berat badan Untuk mengetahui berat badan pasien dalam satuan kilogram. Berat badan dikaji untuk memudahkan penghitungan dosis obat tertentu yang harus diberikan berdasarkan berat badan ibu. e) Tinggi badan Dikaji untuk mengetahui tinggi badan ibu dalam satuan sentimeter. Untuk mengetahui apakah tinggi ibu kurang atau lebih dari 145 cm. apabila kurang dari 145 cm maka termasuk resiko tinggi. f) LILA (Lingkar Lengan Atas) Untuk mengetahui status gizi pasien, apakah masuk dalam kekurangan energi kronik atau tidak yaitu lilanya < 23,5 cm. 2) Pemeriksaan Fisik a) Kepala Untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala. b) Muka Untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak, pucat atau tidak. c) Mata Dikaji untuk mengetahui kelopak mata pucat atau tidak, warna sklera ikterik atau tidak. d) Hidung Untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak. e) Telinga Untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret atau tidak. f) Mulut Untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau tidak, stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak. g) Leher Untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar tiroid atau tidak, pembesaran getah bening atau tidak, pembesaran kelenjar vena jugularis atau tidak. h) Ketiak Untuk mengetahui apakah ada pembesaran getah bening atau tidak. i) Dada Untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada benjolan atau tidak. j) Abdomen Dikaji untuk mengetahui Tinggi Fundus Uteri (TFU) > 40 cm atau tidak. k) Genetalia Dikaji untuk mengetahui ada pengeluaran lendir atau darah tidak, adanya luka atau tidak, adanya varises atau tidak. l) Ekstermitas atas Untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak. m) Ekstermitas bawah Untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek patella positif atau tidak. n) Anus Untuk mengetahui apakah ada hemorhoid atu tidak. 3) Pemeriksaan khusus a) Inspeksi (1) Muka Dilakukan pengamatan untuk mengetahui apakah ada cloasma gravidarum atau tidak, apakah terjadi oedem atau tidak. (2) Payudara Dilakukan pengamatan untuk mengetahui apakah payudara simetris atau tidak, apakah ada retraksi payudara atau tidak, apakah putting susu menonjol atau tenggelam. (3) Abdomen Dilakukan pengamatan untuk mengetahui apakah ada bekas operasi obstetrik atau tidak. (4) Ekstermitas Dilakukan pengamatan untuk mengetahui apakah ekstermitas atas turgor baik atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak dan ekstermitas bawah turgor baik atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak. b) Palpasi (1) Payudara Dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah ada benjolan abnormal atau tidak, apakah colostrum atau ASI sudah keluar atau belum. (2) Abdomen (a) Leopold I : Untuk memeriksa TFU > 40 cm atau tidak dan memeriksa bagian apa janin yang ada di fundus uteri. Apakah bulat, lunak dan tidak melenting kemungkinan bokong janin. (b) Leopold II : Untuk memeriksa bagian apa janin yang ada di bagian perut kanan atau kiri ibu. Apakah bagian kanan perut ibu teraba tahanan keras memanjang seperti papan kemungkinan punggung. Dan apakah bagian kiri perut ibu teraba bagian kecil-kecil janin kemungkinan ekstermitas janin. (c) Leopold III : Untuk memeriksa bagian apa janin yang ada dibawah perut ibu. Apakah bulat, keras ada lentingan kemungkinan kepala janin. (d) Leopold IV : Untuk memastikan apakah kepala janin sudah masuk PAP (Pintu Atas Panggul) ibu atau belum. Dengan cara apakah tangan masih bisa bertemu (konvergen) atau apakah tangan tidak bertemu (divergen) (3) Auskultasi Denyut Jantung Janin terdengar lebih jelas disekitar puntum maksimum kuadran kiri bawah pusat. Denyut jantung janin normalnya 120-160x/menit. c.) Pemeriksaan penunjang Dilakukan pemeriksaan USG (untuk memastikan usia kehamilannya, air ketubannya sedikit atau banyak dan adanya pengapuran plasenta atau tidak), amnioskopi(air ketubannya keruh atau tidak), sitologi vagina untuk mengetahui lendir serviksnya. 2. Langkah 2 : Interpretasi Data a. Diagnosa Kebidanan Ny. G P A, Umur Tahun Usia Kehamilanminggu, janin tunggal, hidup intra uteri, letak membujur, presentasi kepala, PUKA atau PUKI, konvergen atau divergan dengan serotinus. DS : a) Ibu mengatakan khawatir dengan kehamilannya karena kehamilannya lewat bulan dan belum ada tanda-tanda untuk melahirkan. b) Ibu mengatakan ini adalah kehamilannya yang pertama DO : a) Keadaan umum ibu dan tanda vital sign (tekanan darah, nadi, suhu, respirasi). b) Memeriksa Leopold untuk melihat TFU > 40 cm atau tidak dan DJJ c) Memeriksa HPHT untuk mengetahui usia kehamilannya lewat bulan atau tidak. b. Masalah Ibu merasa khawatir dengan kehamilannya karena kehamilannya sudah lewat bulan tetapi belum juga ada tanda-tanda untuk melahirkan. c. Kebutuhan Segera Kebutuhan pada ibu hamil dengan serotinus meliputi : Akhiri segera kehamilan dengan pematangan servik dengan persalinan pervaginam atau apabila terjadi gawat janin dilakukan persalinan section caesaria. 3. Langkah 3 : mengidentifikasi masalah / diagnosa potensial Diagnosa potensial pada ibu hamil dengan serotinus yang dapat terjadi adalah terjadinya gawat janin atau fetal distress. 4. Langkah 4 : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera Dilakukan kolaborasi dengan dokter spesialis obgyn untuk kemajuan persalinan. 5. Langkah 5 : perencanaan Tanggal : Jam : a. Beritahu ibu tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan tentang keadaan ibu dan janin. b. Beritahu ibu untuk melakukan USG kembali untuk memastikan kesejahteraan janin. c. Pantau keadaan janin. d. Berikan konseling tentang istirahat yang cukup, tanda-tanda persalinan, dan cara menghitung gerakan janin. e. Beri support mental dan spiritual pada ibu. f. Lakukan pengawasan 10 g. Kolaborasi dengan dokter obgyn. 6. Langkah 6 : Melaksanakan pelaksanaan Tanggal : Jam : a. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan tentang keadaan ibu dan janin baik atau tidak. b. Memberitahu ibu untuk melakukan USG kembali untuk melihat kesejahteraan janin meliputi air ketubannya sedikit atau banyak, ada pengapuran plasenta atau tidak c. Memantau keadaan janin meliputi gerakan janin, DJJ d. Memberikan konseling tentang istirahat yang cukup, tanda-tanda persalinan, dan cara menghitung gerakan janin. e. Memberikan support mental dan spiritual pada ibu. f. Melakukan pengawasan 10 meliputi KU, TTV (tekanan darah, suhu, nadi, respirasi), kontraksi kuat atau lemah, DJJ regular atau ireguler, PPV, Bandel ring, tanda gejala kala II (adanya dorongan untuk meneran, tekanan pada anus, perineum menonjol, vulva vagina membuka). g. Melakukan kolaborasi dengan dokter obgyn. 7. Langkah 7 : Evaluasi Tanggal : Jam : a. Ibu sudah mengetahui tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. b. Ibu mau untuk melakukan USG kembali untuk melihat keadaan janin. c. Ibu mengetahui bahwa keadaan janinnya baik. d. Ibu sudah mengetahui semua penjelasan dokter e. Agar ibu optimis dalam menghadapi masalah kehamilannya f. Pengawasan 10 telah dilakukan. g. Kolaborasi dokter obgyn telah dilakukan. C. Teori Hukum Kewenangan Bidan Sesebagai seorang bidan dalam memberikan asuhan harus berdasarkan aturan atau hukum yang berlaku, sehingga penyimpangan terhadap hukum (mal praktik) dapat dihindarkan dalam memberikan asuhan kebidanan dengan serotinus, landasan hukum yang digunakan yaitu : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang kewenangan bidan dalam asuhan dan konseling selama kehamilan yang terkait dalam kasus ini adalah 1. Pengetahuan tambahan Tanda dan gejala dan indikasi rujukan pada komplikasi tertentu dalam kehamilan, seperti asma, infeksi HIV, infeksi menular seksual (IMS), diabetes, kelainan jantung, postmatur / serotinus. 2. Ketrampilan tambahan a. Menggunakan dopler untuk memantau DJJ b. Memberikan pengobatan atau kolaborasi terhadap penyimpangan dari keadaan normal dengan menggunakan standar lokal dan sumber daya yang tersedia.