20
42 KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM PENGEMBANGAN DESA MELALUI SISTEM SAEMAUL UNDONG (Studi Kasus Kerjasama Lintas Batas Daerah Istimewa Yogyakara- Gyeongsangbuk-Do) Firstyarinda Valentina Indraswari 1 Abstract The role of sub-state is getting wider and strategic in achieving the national interest of the state. The scholars sees this entity could works beyond it’s state in implementing their foreign policy. This capability could bring a positive and a negative impact within the state and toward international system. The specific role of this sub- state, such as province, districs, and village or rural area, has been studied in various sector including in the concept of sister city and cross border cooperation. The studies also covers various issues that needs multiactor participation to resolve it. The issues are such as environment, rural development, healthy, conflict rehabilitation, etc. This research tend to analyze the cooperation between Special Region of Yogyakarta and Gyeongsangbuk-Do in the scope of rural development issue. These provinces already cooperate for 10 years under various programmes cover by Saemaul Undong system. This is the Korean system in developing rural area and has been adopted in 14 states until today. By using cross border cooperation concept, this qualitative research found that these provinces has reached the third phase of cooperation process. The last phase, the fourth one, still face a difficult path because of the limitation authority of the local government. Various factors such as economic, culture, historical experience also booster the cooperation. Keywords: Cross Border Cooperation, Saemaul Undong, Special Region of Yogyakarta, Gyeongsangbuk-Do Pendahuluan Peran sub-negara dalam pencapaian politik luar negeri suatu negara sudah semakin meluas dan strategis pada abad ke 21. Negara tidak lagi bergerak sendiri melalui kementerian luar negeri dan diplomatnya. Melainkan terdapat aktor-aktor lain seperti organisasi, individu, termasuk pemerintah daerah. Pemerintah daerah 1 Penulis adalah Staf Pengajar pada Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Fokus kajian pada keamanan internasional, khususnya konflik kawasan Asia Timur, yaitu Semenanjung Korea.

KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

42

KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM

PENGEMBANGAN DESA MELALUI SISTEM SAEMAUL UNDONG

(Studi Kasus Kerjasama Lintas Batas Daerah Istimewa Yogyakara-

Gyeongsangbuk-Do)

Firstyarinda Valentina Indraswari1

Abstract

The role of sub-state is getting wider and strategic in achieving the national

interest of the state. The scholars sees this entity could works beyond it’s state in

implementing their foreign policy. This capability could bring a positive and a negative

impact within the state and toward international system. The specific role of this sub-

state, such as province, districs, and village or rural area, has been studied in various

sector including in the concept of sister city and cross border cooperation. The studies

also covers various issues that needs multiactor participation to resolve it. The issues are

such as environment, rural development, healthy, conflict rehabilitation, etc.

This research tend to analyze the cooperation between Special Region of

Yogyakarta and Gyeongsangbuk-Do in the scope of rural development issue. These

provinces already cooperate for 10 years under various programmes cover by Saemaul

Undong system. This is the Korean system in developing rural area and has been adopted

in 14 states until today.

By using cross border cooperation concept, this qualitative research found that

these provinces has reached the third phase of cooperation process. The last phase, the

fourth one, still face a difficult path because of the limitation authority of the local

government. Various factors such as economic, culture, historical experience also

booster the cooperation.

Keywords: Cross Border Cooperation, Saemaul Undong, Special Region of

Yogyakarta, Gyeongsangbuk-Do

Pendahuluan

Peran sub-negara dalam pencapaian politik luar negeri suatu negara sudah

semakin meluas dan strategis pada abad ke 21. Negara tidak lagi bergerak sendiri

melalui kementerian luar negeri dan diplomatnya. Melainkan terdapat aktor-aktor

lain seperti organisasi, individu, termasuk pemerintah daerah. Pemerintah daerah

1 Penulis adalah Staf Pengajar pada Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Fokus kajian pada keamanan internasional, khususnya

konflik kawasan Asia Timur, yaitu Semenanjung Korea.

Page 2: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

ini yang dalam istilah dibeberapa negara diwakilkan dengan nama negara bagian,

kota, dan distrik. Pemerintah daerah diberi kewenangan tertentu untuk mencapai

kepentingan nasional daerahnya dengan membangun kerjasama dengan aktor sub-

negara lain di negara lain. Istilah kerjasama ini yang dikemudian hari dikenal

dengan paradiplomasi.

Pemerintah daerah melalui kota, kabupaten, bahkan hingga tingkat desa

sebenarnya, menjadi aktor penopang dalam aktivitas paradiplomasi ini.

Sayangnya yang masih lebih banyak dibahas adalah sisi pemerintah daerahnya

dalam mengaplikasi, mengembangkan, maupun mengevaluasi aktivitas tersebut.

Padahal, pada satu titik tertentu, aktor sub-daerah, yaitu desa juga sedikit banyak

berperan karena pada umumnya di wilayah merekalah titik budaya, sumber daya

alam, dan kearifan lokal secara teknis bertemu dan bersinergis satu sama lain.

Secara khusus, perhatian negara maupun komunitas internasional terhadap

pengembangan desa telah banyak dilakukan. Pola pengembangan yang dilakukan

pun beragam. Kerjasama sister city dan sister province merupakan skema yang

melibatkan kerjasama antara pemerintah daerah. Kerjasama antar pemerintah dan

INGO’s (International Non-Governmental Organizations) juga telah banyak

dilakukan melalui berbagai proyek. Dan diantara skema-skema tersebut, skema

yang melibatkan keterlibatan masyarakat desa setempat menjadi perhatian khusus

dan terbukti berpengaruh signifikan pada perubahan kondisi desa. Hal ini

disebabkan masyarakat desa sendiri yang mengetahui kebutuhan desanya

sehingga pembangunan yang dilakukan lebih tepat sasaran.

Salah satu skema yang pengembangan desa yang melibatkan masyarakat

desa dan berkembang menjadi gerakan global adalah sistem Saemaul Undong.

Sistem ini merupakan sistem pengembangan desa yang dilaksanakan oleh

pemerintah Korea Selatan di era 70-an. Sistem ini berbasis pengembangan

mandiri oleh masyarakat setempat, berdasarkan kebutuhannya, dan berfokus pada

pembangunan infrastruktur. Melalui kegiatan ini diharapkan masyarakat mampu

membangun desanya sesuai dengan kapasistas dan sumber daya masing-masing

wilayah. Di negaranya, sistem ini telah terbukti menyumbangkan penurunan

angka kemiskinan nasional sebesar 17,1 % di era 70-an (Sooyoung, 2009). Dan

Page 3: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

44 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

semenjak itu, sistem ini secara intensif dikaji, diformulasi secara terpadu, dan

telah diadopsi oleh 70 negara di kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin

(Douglass, 2013). Pemerintah Korea Selatan melalui Pusat Saemaul Undong di

beberapa negara tersebut memberikan pendampingan dalam bentuk berbagai

proyek dan pelatihan.

Mengglobalnya adopsi sistem ini melalui kerjasama pemerintah Korea

Selatan menarik perhatian pemerintah Republik Indonesia. Di tingkat pemerintah

pusat kerjasama ini baru diinisiasi pada akhir tahun 2014. Prosesnya baru sampai

tahap penandatangan MoU dan belum sampai pada kerjasama teknis. Sedangkan

pada tingkat pemerintah daerah, terdapat satu provinsi yang telah lama

mengadakan kerjasama dengan provinsi lain di Korea Selatan. Kerjasama sister -

province telah terjalin antara Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan

Provinsi Gyeongsangbuk-Do sejak tahun 2005 (Biro Kerjasama Setda Propinsi

DIY, 2006) . Kerjasama pengembangan desa melalui Sistem Saemaul Undong ini

bahkan berlanjut hingga tahun 2015 ini (Giyanto, 2015).

Menarik kemudian melihat bagaimana proses kerjasama antara

pemerintah DIY dengan Gyeongsangbuk-Do dalam pengembangan desa melalui

sistem Saemaul Undong ini. Hal ini disebabkan kerjasama ini adalah yang pertama

kali diselenggarakan di Indonesia. Selain itu, sejauh ini masih sedikit yang

membahas mengenai kerjasama pengembangan desa di tingkat daerah dengan

aktor pelaku yang melintasi batas-batas negara. Pengkaji paradiplomasi seperti

Mukti lebih melihat peran pemerintah daerah dalam berbagai aspek kerjasama

(Mukti,2013). Sedangkan Yuana lebih melihat pada evaluasi pelaksanan

paradiplomasi antara DIY dan Gyeongsangbuk-Do (Yuana,2014). Dalam salah

satu skripsi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), kajian

yang dibahas adalah kerjasama antara kedua provinsi namun menggunakan

konsep kerjasama internasional dan kerjasama sister-province (thesis.umy.ac.id,).

Penelitian ini bermaksud melihat proses kerjasama dalam konteks tingkatan

kerjasama yang telah tercapai dalam 10 tahun ini melalui konsep kerjasama lintas

batas (cross-border cooperation). Proses ini secara spesifik melihat tahapan-

tahapan dalam proses kerjasama. Dari proses identifikasi dan analisa dari

Page 4: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

kerjasama ini diharapkan dapat membantu pemerintah di tingkat pusat untuk

mempersiapkan skema kerjasama yang komprehensif.

Pengkajian proses kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Korea

Selatan perlu dilihat berdasarkan konsep maupun teori yang sesuai dengan ruang

lingkup kerjasama itu sendiri. Teori kerjasama yang tepat dibutuhkan untuk

memberikan sudut pandang yang komperhensif dalam proses adopsi sistem

Saemaul Undong yang meliputi banyak aspek. Selain itu pemahaman mendasar

mengenai sistem Saemaul Undong ini sendiri menjadi hal yang vital diperlukan

mengingat terdapat sejumlah strategi, proses, dan tahapan yang khas yang

memerlukan dasar pengetahuan dan penyesuaian kebijakan secara terpadu. Oleh

karena itu, beberapa tulisan berikut disajikan dalam upaya memberikan

pemahaman menyeluruh terhadap proses kerjasama yang terjalin antara kedua

negara.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan sumber data

tekstual. Data yang akan dipergunakan terdiri dari data sekunder yang terdiri dari

sejumlah jurnal dan hasil penelitian terkait aplikasi sistem Saemaul Undong.

Adapun sumber referensi primer seperti wawancara dengan pihak-pihak terkait

sayangnya tidak bisa terpenuhi karena lambatnya respon atas pengajuan

permohonan penelitian dan tidak tersedianya data kerjasama. Secara khusus,

metode analisis data yang digunakan adalah dengan melalui pemahaman akan

studi kasus (www.sagepub.com). Kerjasama Provinsi DIY dengan Provinsi

Gyeongsangbuk-Do menjadi contoh studi kasus dari penelitian ini. Analisa data

dilaksanakan secara deskripsi analitik.

Konsep Cross border cooperation (kerjasama lintas batas) menjadi

instrumen yang dipergunakan untuk melihat proses kerjasama tersebut. Untuk

memahami konsep ini, dipergunakan kajian pustaka dari Luis De Sousa yang

berjudul ‘Understanding Europe Cross-Border Cooperation: A Framework for

Analysis” (De Sousa, 2012). Dengan melihat fenomena integrasi Eropa, De Sousa

melihat bahwa integrasi membawa konsekuensi kerjasama antar negara-negara

Page 5: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

46 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

anggota yang lebih intens dan idealnya membawa harmonisasi yang lebih baik.

Tetapi hal tersebut disadari tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat mengingat

berbagai elemen yang terhubung antara negara yang satu dengan negara yang lain.

Elemen tersebut antara lain ketakutan historis, identitas, dan hambatan

perdagangan yang tidak terlihat (Van Houtum, 2002, dalam De Sousa, 2012).

Upaya Uni Eropa dalam mengharmonisasikan kerjasama antar negara ini

kemudian diformulasikan dalam program-program INTERREG dan pembentukan

kelompok kerjasama teritorial (Grouping of Territorial Cooperation (EGTC)).

Melalui program dan kelompok yang dibentuk tersebut, terdapat kerangka

konseptual yang diberikan untuk memahami pertumbuhan dan keragaman

regionalisme lintas batas di dalam konteks Uni Eropa. Kerangka tersebut meliputi

kerangka pendorong dan kerangka tingkat kerjasama. Kerangka pendorong

tersebut antara lain adalah empati historis dan kultural, pola-pola kerjasama lintas

wilayah yang sudah ada sebelumnya, kelengkapan sektor-sektor ekonomi,

kapasitas institusi dan kesiapan otoritas regional ataupun lokal dalam merespon

tantangan.(De Sousa, 2012). Kerangka pendorong ini dirangkum dalam tiga aspek

besar yaitu pendorong ekonomi, pendorong kepemimpinan politik, dan pendorong

geografis. (De Sousa, 2012).

Dari kerangka tingkat kerjasama, beragam kerangka pendorong di atas

dapat membawa kerjasama antar negara tersebut pada tingkat komitmen yang

meliputi empat tingkatan. Yang pertama yaitu peningkatan kesadaran kerjasama.

Ini adalah tingkat terendah dari komitmen poliitk yang mensyaratkan minimal

terjadinya kunjungan bilateral secara reguler dan adanya pengaturan kerjasama

dalam mempromosikan budaya dan ikatan komersial. Yang kedua, kerjasama

bantuan mutual. Kerjasama ini merupakan kesepakatan antara kedua pihak dalam

memberikan pendampingan lintas batas juridiksi. Kerjasama ini menanggapi

respon darurat yang melibatkan sumber-sumber lokal seperti bencana-bencana

alam dan manusia. Kerjasama tersebut dapat berbasis ad hoc ataupun dapat berupa

kesepakatan formal. Bentuk lainnya dapat berupa manajemen darurat yang secara

mendasar diterapkan secara kontinu antara petugas-petugas publik di perbatasan.

Page 6: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

Kerjasama fungsional merupakan tingkat ketiga dari komitmen antara

kedua negara. Kerjasama ini lebih permanen. Ia mensyaratkan pemberdayaan

sumber-sumber yang lebih besar. Selain itu juga membutuhkan komitmen yang

lebih besar dari pejabat-pejabat publik administratif dan politik di tingkat lokal

ataupun regional. Kerjasama di tingkat ini bertujuan untuk menyelesaikan

sejumlah masalah, menciptakan kesempatan bisnis serta mempromosikan

pertukaran budaya dan mengurangi hambatan tak terlihat pada mobilitas buruh.

Pada tingkat yang terakhir, keempat, De Souse melihat dari asumsi ketiga

tingkat sebelumnya yang dapat memicu terbentuknya kapasitas institusional

antara kedua negara. Tingkat ini ditandai dengan adanya layanan publik maupun

sumber-sumber publik yang memiliki pengelolaan yang sama atau umum antara

kedua wilayah. Kerjasama di tingkat ini yang memang cenderung masih lemah

dan mengurangi keharmonisan hubungan karena perbedaan desain layanan.

Keempat tingkatan di atas menjadi salah satu acuan dalam melihat dan

mengidentifikasikan dalamnya hubungan kerjasama lintas batas antar negara.

Diharapkan melalui proses yang bertahap masing-masing negara dapat mencapai

harmonisasi hubungan dengan negara yang lintas batas dengannya.

Konsep kerjasama lintas batas ini kemudian perlu disinergikan dengan

sistem Saemaul Undong yang menjadi potensi adopsi dari kerjasama kedua

negara. Sistem ini merupakan sistem yang dikembangkan oleh President Park

Chung Hee di era 70-an. Sistem ini oleh Edward P.Reed dianggap sebagai upaya

menarik wilayah pedesaan agar dapat mengikuti laju pertumbuhan perekonomian

negara yang meningkat melalui industrialisasi di perkotaan (Reed, 2010).

Sedangkan oleh Park Sooyoung, sistem ini dianggap sebagai strategi untuk

mengurangi angka kemiskinan nasional (Sooyong, 2009). Sistem ini berhasil

mengangkat derajat taraf hidup masyarakat di daerah pedesaan di Korea Selatan

sehingga menarik negara lain di Asia dan Afrika untuk mengadopsi sistem ini.

Sistem ini melibatkan elemen masyarakat desa, pemerintah lokal dan

pemerintah pusat sebagai satu kesatuan perangkat yang prosesnya terbagi dalam

tiga tahap. Tahap pertama diprioritaskan pada tingkat pedesaan dimana dilakukan

Page 7: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

48 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

peningkatan pada infrastruktur fisik desa. Pemerintah memberikan sejumlah

contoh proyek yang dapat dijadikan panduan oleh masyarakat desa untuk

mengembangkan ide-ide original sesuai dengan apa yang mereka mampu lakukan.

Pada tahap ini kepercayaan diri masyarakat desa dibangun sebagai langkah awal

yang sangat vital. Kepercayaan diri terhadap kemampuan yang dimiliki dan

infrastruktur dasar yang ada penting untuk meningkatkan produktifitas pertanian

mereka. Pada tahap selanjutnya, setelah masyarakat desa cukup percaya diri,

sistem ini mengalihkan fokusnya pada proyek peningkatan pendapatan

masyarakat desa. Pada tahap terakhir, fokus sistem ini ditujukan pembanguna

kapasitas dan perubahan sikap dengan cakupan berbagai proyek yang telah

diiniasi dari tahap awal, semakin dikembangkan lebih luas (Sooyoung, 2009).

Baik Sooyoung maupun Reed melihat berbagai kesamaan dari aplikasi

sistem ini bagi aktor-aktor eksternal yang ingin mengadopsinya. Kedua melihat

bahwa apa yang terjadi di Korea Selatan, melalui sistem ini, tidak serta merta

dapat membawa hasil yang sama di negara lain. Keduanya melihat bahwa masing-

masing negara pengadopsi harus dengan cermat melihat kondisi sosial, politik,

masyarakat di dalam negara mereka sebelum mengadopsi penuh sistem ini.

Berbagai penyesuaian dari sistem dasar Saemaul Undong ini mutlak dilakukan

mengingat sumber daya, pola hidup masyarakat, kebijakan pemerintah lokal dan

pemerintah pusat berbeda di masing-masing negara. Selain itu, kedua pengkaji ini

juga melihat bahwa sistem ini bukanlah sistem instan yang akan membawa

perubahan signifikan bagi masyarakat desa dalam waktu singkat. Jika dipandang

dalam konteks mengurangi angka kemiskinan di wilayah pedesaan saja, maka

sistem ini dapat dikatakan gagal oleh Sooyoung. Proses menyeluruh yang perlu

dikawal dari sistem ini yaitu sinergisitas dari tingkat masyarakat desa itu sendiri

hingga pemerintah pusat yang memiliki satu pola yang sama, desain besar yang

sama dan kokoh dalam upaya mengembangkan pedesaan sebagai salah satu pilar

yang berkontribusi terhadap pertumbuhan negara. Faktor lain yang tidak kalah

penting yaitu pola kepemimpinan kepala negara yang secara intensif dan kontinu

mengawal pelaksanaan sistem ini, bahkan tidak jarang turun tangan langsung di

lapangan untuk melihat perkembangan pelaksanaan sistem ini.

Page 8: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

Hasil

Gambaran Umum Kerjasama Indonesia-Korea Selatan

Tidak bisa dipungkiri masa Perang Dingin membawa sejumlah perubahan

signifikan bagi aktivitas dan interaksi negara-negara dalam sistem internasional.

Bagi negara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS) dan Rusia kala itu,

aktivitas dan interaksi difokuskan pada perluasan pengaruh melalui ideologi yang

dibawa. Sedangkan bagi negara-negara berkembang atau kecil, momen tersebut

menjadi titik awal dari kemandirian mereka dalam memutuskan akan berinteraksi

dengan negara mana saja untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Aktivitas

interaksi yang ditargetkan tidak lagi hanya berfokus dengan negara tetangga yang

berbatasan langsung dengannya, tetapi juga sudah melampaui sub kawasan dan

kawasan.

Begitupun yang terjadi antara Indonesia dan Korea Selatan. Kedua negara

ini memulai hubungannya di tahun 1966 pada tingkat konsuler dan disempurnakan

dengan hubungan diplomatik pada tahun 1973 ( Yoon, 2007). Semenjak itu

berbagai sektor menjadi pintu masuk beragam skema kerjasama. Penanaman

modal asing Korea Selatan di Indonesia hingga tahun 2007 tercatat menempati

posisi ke empat (Yoon, 2007). Keseriusan kedua negara dalam membangun

hubungan semakin diperkuat dengan penandatangan Joint Declaration pada masa

pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhono dan Presiden Roh Moo Hyun

pada tahun 2006. Penandatangan ini membawa kedua negara kepada babak baru

hubungan yang lebih strategis dalam kerangka strategic partnership (Indonesian

Embassy Seoul,2014).

Dan hubungan baik ini terus dijaga hingga pada masa pemerintahan

Presiden Joko Widodo. Preiden baru Republik Indonesia yang resmi dilantik pada

20 Oktober 2014 ini ingin membawa Indonesia ke arah kemandirian yang kuat

dan berkelanjutan.Transformasi Kementerian transmigrasi menjadi Kementerian

Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (KPDT) merupakan

salah satu upaya strategis untuk mempercepat pemulihan wajah pedesaan di

Indonesia ke arah yang lebih baik.

Page 9: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

50 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

KPDT resmi dibentuk pada tahun 2014 dengan fokus kerja pada sektor

pengembangan desa, pengembangan wilayah transmigrasi dan daerah tertinggal.

Pada perencanaan dan pelaksanaan fungsi-fungsi kerja tersebut, KPDT tidak

hanya berkoordinasi dan bekerja sama dengan kementerian terkait lainnya, tetapi

juga dengan aktor-aktor lain termasuk negara lain dan sejumlah LSM. Luasnya

cakupan aktor kerjasama ini diharapkan lebih mengoptimalkan peran KPDT

dalam membangun desa di Indonesia. Tercatat 17 kementerian lain akan

bersinergi dengan KPDT dalam menjalankan program kerjanya

(www.kemendesa.go.id, 2014). KPDT juga tidak menutup diri dari upaya

membangun desa dengan negara lain. Adapun negara-negara yang tertarik untuk

bekerjasama dengan KPDT adalah Korea Selatan. Sedangkan untuk negara yang

ditargetkan oleh KPDT untuk melakukan kerjasama antara lain dengan Jepang,

Australia, AS, dan beberapa negara lain (www.kemendesa.go.id, 2015).

Ketertarikan Korea Selatan terhadap KPDT ditunjukkan dengan

kunjungan Duta Besar Korea Selatan untuk Republik Indonesia, Taiyoung Cho,

dua bulan setelah kementerian ini terbentuk (www.kemendesa.go.id, 2014). Hal

ini tentunya membawa pesan tersendiri dimana Korea Selatan melihat institusi ini

menjadi titik yang cukup strategis dalam meningkatkan hubungan kerjasama

antara kedua negara. Dari kunjungan pertama tersebut, inisiasi kerjasama sudah

tersampaikan dari kedua belah pihak.

Proses Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam Membangun Desa melalui

sistem Saemaul Undong

Proses Kerjasama di tingkat Pusat (Negara-Negara)

Inisiasi yang dilakukan duta besar Korsel untuk Indonesia membawa angin

segar dalam strategi pembangunan desa di Indonesia. Pasalnya negara ini telah

memiliki sebuah sistem pembangunan desa yang terbukti mampu meningkatkan

Page 10: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

kesejahteraan masyarakat desa dan memberikan kontribusi pada pertumbuhan

perekonomian negara. Sistem tersebut disebut juga dengan Sistem Saemaul

Undong. Sistem ini berfokus pada pemberdayaan masyarakat sebagai jantung

pembangunan desa. Hal ini sesuai dengan prinsip pembangunan desa yang

sebelumnya pun sebenarnya sudah dimiliiki oleh masyarakat indonesia, yang kita

kenal dengan istilah gotong royong.

Pada kunjungan perdana duta besar Korsel untuk Indonesia, inisiasi secara

spesifik dalam bentuk kerjasama pembangunan desa melalui sistem Saemaul

Undong telah terwacanakan. Menteri KPDT, Marwan Jafar pun sudah

membayangkan dalam aspek apa saja Indonesia mampu membangun kerjasama

melalui sistem ini. “Secara lebih mendalam, usulan kerja sama akan mengangkat

peluang penerapan pembangunan. Mungkin dimulai dari sisi teknologi,

mengangkat potensi ekonomi serta perbaikan infrastruktur di perdesaan tersebut,”

Sementara itu, duta besar Korsel menyampaikan aspek kerjasama yang dibangun

dapat melalui pemberdayaan masyarakat desa melalui sektor usaha kecil

menengah (UKM) yang berkoordinasi dengan berbagai perusahaan asal Korea

Selatan. (www.kemendesa.go.id, 2014).

Inisiasi kerjasama ini ditindaklanjuti dengan penandatanganan MoU pada

bulan Agustus 2015. Penandatangan MoU dilakukan oleh Menteri KPDT

Republik Indonesia dengan Menteri Administrasi Pemerintahan dan Dalam

Negeri Republik Korea di Jakarta. Kerjasama konkrit akan disepakati dalam

kunjungan KPDT ke Korea Selatan pada bulan November 2015

(www.kemendesa.go.id, 2015).

Proses Kerjasama di tingkat Provinsi (Provinsi-Provinsi)

Jika pada level pusat, atau kementerian kerjasama Indonesia-Korea

Selatan terkait pembangunan desa baru terinisiasi pada tahun 2014, maka pada

level provinsi, ternyata kerjasama ini sudah terbentuk dari tahun 2008. Provinsi

DIY menjadi pelopor dalam kerjasama ini dengan Provinsi di Korea Selatan, yaitu

Gyeongsangbuk-Do dalam kerangka sister city.(treaty.kemlu.go.id, 2013).

Page 11: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

52 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

Kerjasama ini dirintis sejak tahun 2001 dimana utusan Provinsi Gyeongsangbuk-

Do yang mengawali inisiasi kerjasama. Proses selanjutnya dtandai dengan

serangkaian pertemuan dan penandatangan berbagai kesepakatan. Pada tahun

2003, delegasi DIY berkunjung ke Provinsi Gyeongsangbuk-Do, Korea Selatan

untuk penandatanganan Leter of Intent (LoI). Dua tahun berikutnya, pada tahun

2005, Gubernur kedua Provinsi sepakat menandatangi Memorandum of

Understanding (MoU) di Yogyakarta.(Biro Kerjasama Setda Propinsi DIY,

2006). Berbagai keuntungan yang dirasakan kedua belah pihak ternyata sampai

membawa keduanya pada keputusan keberlanjutan LoI pada bulan September

2015 yang lalu. Sri Sultan HB X menyatakan bahwa keberlanjutan ini disepakati

karena melihat karakteritik khusus dari Saemaul Undong yang mampu diadopsi

dengan oleh masyarakat desa Yogyakarta dan terbukti meningkatkan

kesejahteraan hidup mereka.(Giyanto, 2015).

Berdasarkan konsep kerjasama lintas-batas (cross border cooperation) De

Sousa, kerangka tingkatan kerjasama antara provinsi DIY dengan

Gyeongsangbuk-Do dapat dilihat dari proses awal tahun 2001 hingga 2015.

Terhitung semenjak tahun 2003 hingga 2005 kedua belah pihak rutin melakukan

kunjungan bilateral. Kunjungan tersebut dalam rangka penandatangan MoU dan

LoI. Program-program yang disepakati dalam MoU dan LoI meliputi bidang

budaya, pendidikan, ekonomi, seni, pertanian, perdagangan, industri dan investasi

serta pariwisata(Biro Kerjasama Setda Propinsi DIY, 2006).

Secara spesifik proses kerjasama yang terjalin dalam kurun waktu 2001

hingga 2005 tersebut dijelaskan secara detail oleh Takdir Ali Mukti dalam salah

satu bukunya yang berjudul ‘Paradiplomasi : Kerjasama Luar Negeri oleh

PEMDA di Indonesia’(Mukti, 2013). Inisiasi kerjasama dilakukan oleh pihak

Gyeongsangbuk-Do dengan mengirimkan surat kepada pihak pemerintah DIY

yang dalam hal ini adalah BAPPEDA. Surat tersebut berisi undangan yang

ditindaklanjuti dengan kedatangan delegasi DIY ke Provinsi tersebut dua tahun

kemudian, yaitu pada September 2003. Di sana kedua pihak sepakat untuk

bekerjasama. Dan pada awal tahun 2005, kesepakatan penandatangan MoU

dilakukan di DIY. Secara eksplisit kerjasama sama tersebut difokuskan pada

Page 12: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

pembangunan desa. Aktivitas ini menurut De Sousa dapat dikategorikan pada

tingkat pertama dari kerjasama, yaitu peningkatan kesadaran kerjasama.

Pada tingkatan selanjutnya, yaitu kerjasama bantuan mutual, kedua belah

pihak juga teridentifikasi melaksanakan berbagai aktivitas tersebut. De Sousa

mensyaratkan adanya aktivitas yang terkait dengan kesepakatan pendampingan

lintas batas dalam aspek kemanusiaan dan bencana alam. Dalam hal ini, Pihak

Provinsi Gyengsangbuk-do telah memiliki program rutin berupa pengiriman

relawan muda semenjak tahun 2009-2011 di beberapa wilayah desa di DIY seperti

Desa Karangtalun(Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Prov.DIY, 2011).

Tidak hanya para relawan muda, tetapi para tenaga pengajar, serta staf medis dari

Korea Selatan juga secara rutin melaksanakan sejumlah aktivas bersama

mahasiswa UGM (https://ugm.ac.id, 2010).Secara detail, De Sousa menyatakan

bentuk kerjasama pada tingkat ini sebaiknya tercermin dalam bentuk ad hoc atau

kesepakatan formal, maupun sistem manajemen darurat yang dapat diterapkan

secara kontinu antara kedua belah pihak. Hal ini yang sejauh ini belum ditemukan

dalam proses kerjasama antara DIY dan Gyeongsangbuk-do.

Pada tingkatan ketiga, kerjasama fungsional yang lebih permanen

diharapkan dapat terbentuk. Pada tingkat ini adanya pemberdayaan sumber-

sumber yang lebih besar dan komitmen dari pejabat-pejabat publik dibutuhkan.

Secara khusus, komitmen ini ditujukan untuk menyingkapi sejumlah

permasalahan yang akan dihadapi kedepan; menciptakan kesempatan

bisnis;mempromosikan pertukaran budaya; serta mengurangi hambatan tak lihat

pada mobilitas buruh. Pada tingkatan ini, pemberdayaan sumber-sumber yang

lebih besar dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu dengan menetapkan lokasi

baru pelaksanaan sistem Saemaul Undong pada tahun 2010. Lokasi tersebut

terletak di Desa Salamrejo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo.

Perluasan lokasi ini menindaklanjuti dari kesuksesan desa pilot project

sebelumnya yiatu Desa Kampung di Kabupaten Ngawen, Kabupaten Gunung

Kidul. Di wilayah tersebut, sistem yang dijalankan sejak tahun 2007-2009 berhasil

mendirikan Balai Pertemuan Desa, membudidayakan penggemukkan 15 sapi,

Page 13: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

54 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

membangun lima sumur bor, dan membangun infrastruktur jalan sepanjang 1000

meter (https://ugm.ac.id,2010).

Komitmen dari pejabat publik sendiri dapat teridentifikasi pada momen

peresmian Pusat Studi Tri Sakti dan Saemaul Undong awal september 2015. Pusat

Studi ini didirikan atas kerjasama Fakultas Filsafat, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Pertanian, Fakultas Kehutanan UGM

dengan pemerintah Korea Selatan. Pusat studi ini diharapkan mampu

berkontribusi pada pengembangan kapasitas masyarakat pedesaan. Gubernur DIY

yang hadir pada peresmian itu menyatakan harapannya untuk mampu

berpartisipasi dalam kontribusi pusat studi ini yang akan membawa manfaat tidak

hanya bagi masyarakat Yogyakarta, tetapi juga rakyat Indonesia

(http://ugm.ac.id,2015). Penandatanganan LoI lanjutan pada bulan yang sama

juga menunjukkan komitmen dari kedua belah pihak untuk menguatkan

keberlangsungan kerjasama ini (Giyanto, 2015).

Terkait dengan tingkatan keempat, yaitu terbentuknya institusional antara

dua negara. Sejauh ini, dari level pusat, belum sampai pada tahap tersebut. Hal

dikarenakan negara yang diwakili oleh KPDT baru menyepakati MoU pada bulan

Agustus 2015 yang lalu.

Pembahasan

Di tingkat provinsi, keberhasilan adopsi sistem Saemaul Undong antara

DIY dan Gyeongsangbuk-do ini tidak terlepas dari sejumlah faktor pendorong. De

Sousa melihatnya dari empat faktor seperti historis dan kultural; pola kerjasama

yang sudah terjalin sebelumnya; kelengkapan sektor ekonomi;kapasistas institusi;

dan kesiapan otoritas regional ataupun lokal dalam merespon tantangan(De Sousa,

2012). Secara kultural sistem Saemaul Undong Korea Selatan ini memliki

kemiripan dengan sistem gotong royong dalam masyarakat Indonesia. Ada nilai

yang sama dari keduanya yaitu keinginan untuk membangun dengan partisipasi

masyarakat secara mandiri. Hanya saja, menurut wakil rektor bidang sumber daya

manusia UGM, Bapak Prof.Dr.Ir.Budi Santoso Wignyosukarto, Dip.HE, nilai ini

di Indonesia semakin tergerus dengan orientasi pembangunan ekonomi yang

Page 14: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

mengeksploitasi wilayah-wilayah tanpa mempertimbangkan asas nilai

tambah(http://ugm.ac.id,2014). Selain itu kesamaan pengalaman sejarah, berupa

sama-sama negara bekas jajahan juga mempengaruhi solidaritas diantara kedua

negara( Yuana, 2014).

Pola kerjasama yang terjalin sejak tahun 1966 hingga 2015 sejauh ini

menunjukkan trend yang positif. Deklarasi bersama terkait kerjasama strategis

pada tahun 2006 semakin memantapkan pentingnya hubungan kedua belah pihak

dalam aspek politik keamanan; ekonomi perdagangan dan investasi; serta sosial

budaya. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, upaya menghidupkan

kembali Joint Commission Meeting (JCM) pada tingkat Menteri Luar Negeri

kedua Negara disepakati Presiden Park Geu-Hen pada 11 Desember 2014.

Dampak yang dirasakan dari kedua rangkaian kerjasama ini bahkan menempatkan

Korea Selatan sebagai investor terbesar ke-4 bagi Indonesia, setelah Jepang,

Singapura, dan AS (www.kemlu.go.id, 2009).

Dari aspek kapasitas institusi, keberadaan Pemerintah Provinsi DIY yang

didukung oleh institusi pendidikan UGM dapat dikatakan memberi pondasi dan

penopang dalam suksesnya realisasi sistem ini di lapangan. Pemerintah Provinsi

DIY melalui Badan koordinasi Pelayanan Modal (BKPM) menjadi pintu masuk

bagi kerjasama dengan provinsi Gyeongsangbuk-Do. Sedangkan UGM sebagai

institusi pendidikan menopang metode dan aplikasi lapangan yang tepat dengan

didukung oleh para akademisi dan mahasiswa yang berpengalaman.

Dalam melihat aspek kelengkapan sektor ekonomi, sejauh ini data yang

tersedia menunjukkan kesiapan dari pihak Gyeongsangbuk-Do dalam

menyiapkan sejumlah dana bantuan. Tercatat terdapat dana sebesar 1,5 milyar

yang disalurkan untuk pembangunan gedung Saemaul Undong pada masa

kerjasama antara kedua pihak (Mukti, 2013). Sedangkan pihak DIY lebih kepada

pengelolaan dan pengembangan dana tersebut dari aktivitas sistem Saemaul

Undong. Hal tersebut dapat dilihat dari dialokasikannya dana untuk pembangunan

Balai Pertemuan Desa, penggemukan sapi, pembuatan sumur bor, dan

pembangunan infrastruktur jalan di Desa Kampung pada tahun 2009.

Page 15: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

56 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

Kemampuan provinsi DIY dalam merintis dan mengembangkan

pembangunan desa di atas dapat menjadi contoh bagi pemerintah pusat dalam

menyusun skema kerjasama yang lebih optimal dan komprehensif. Secara khusus,

kerjasama melalui sistem Saemaul Undong ini menjadi cocok diadopsi oleh

provinsi DIY karena terdapat sejumlah faktor pendorong yang cukup membantu.

Selain itu tidak adanya resistensi mayor dari masyarakat desa tempat proyek

Saemaul Undong dijalankan, juga mencerminkan bagaimana kearifan lokal akan

penerimaan budaya asing menjadi aspek penting yang tidak bisa dilepaskan.

Namun disisi lain, terdapat beberapa evaluasi yang juga perlu menjadi

pertimbangan dalam mengadopsi proses kerjasama di tingkat daerah ini. Mukti

menyatakan bahwa MoU yang disepakati belum ditindaklanjuti secara optimal di

lapangan. Tidak ada program kerja lanjutan yang konkrit. Tidak siapnya birokrasi

mengelola kerjasama lintas batas negara ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah

daerah dalam menghadapi tantangan global (Mukti,2013). Sisi pandang lain

diungkapkan Suci Lestari Yuana yang melihat kompleksnya mekanisme

pengambilan kebijakan di pemerintah daerah menyebabkan kerjsama yang sudah

diinisiasi tidak dapat berjalan secara berkelanjutan. Ketidakpastian kerangka

hukum dan kewenangan yang terbatas di daerah juga cukup menghambat langkah

daerah untuk bergerak dalam skala internasional. Sebagaimana diketahui,

perumusan kebijakan luar negeri di daerah membutuhkan persetujuan DPR,

berbeda dengan di tingkat pusat yang tidak memerlukan persetujuan DPR.

(Yuana, 2014).

Penggunaan sistem Saemaul Undong ini telah terbukti mampu menopang

konsep sister-city(province) jika dilihat dari studi kasus antara Provinsi DIY

dengan Provinsi Gyeongsangbuk-Do. Sistem ini pada tahap pertama

memprioritaskan peningkatan infrastruktur fisik desa. Desa Kampung yang

menjadi lokasi pilot project sistem ini memperoleh akses 1.000 m. Hal tersebut

tentunya menjadi awal kemudahan mobilitas aktivitas masyarakat desa setempat.

Dampak positifnya dirasakan dengan terbantunya aktivitas perekonomian dan

perdagangan. Selain itu pembangunan instalasi air seperti sumur bor juga

membantu masyarakat setempat yang memang membutuhkan air bersih. Seluruh

Page 16: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

pembangunan tersebut tentunya dilaksanakan oleh masyarakat desa secara

mandiri dengan bantuan pendampingan dari relawan Korea Selatan dan

mahasiswa UGM.

Pada tahap selanjutnya, fokus kegiatan diarahkan pada peningkatan

pendapatan masyarakat. Pada tahap ini, program penggemukan sapi yang

dilaksanakan di Desa Kampung tentunya menciptakan pendapatan alternatif bagi

masyarakat setempat.

Dan di tahap terakhir, fokus sistem ini ditujukan pada pembangunan

kapasitas dan perubahan sikap dengan cakupan berbagai proyek yang telah

diiniasi dari tahap awal, semakin dikembangkan lebih luas. Dalam hal ini,

langkah yang diambil oleh kedua provinsi adalah memperluas wilayah proyek ke

Desa Salamrejo, kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2010.

Tahapan adopsi sistem Saemaul Undong di tingkat provinsi ini kemudian

bisa menjadi bahan bagi skema besar pelaksanaan Saemaul Undong di desa-desa

lain di Indonesia. Negara melalui KPDT bisa menjadikan studi kasus di DIY ini

sebagai acuan dasar pelaksanaan sistem ini secara nasional.

Dari identifikasi proses kerjasasama serta proses adopsi sistem Saemaul

Undong di atas, dapat dilihat bahwa masih diperlukan perjalanan panjang untuk

sampai pada pembangunan desa yang optimal. Berdasarkan studi kasus, proses

kerjasama antara Provinsi DIY dengan Gyeongsangbuk-Do, meskipun sudah

berjalan kurang lebih 10 tahun, ternyata masih menghadapi permasalahan

mendasar di aspek pengelolaan birokrasi. Padahal aspek tersebut yang menopang

keseluruhan gerak kerjasama daerah dengan lingkungan nasional terlebih

internasional. Reformasi kebijakan secara efektif dan efisien diperlukan dalam

waktu yang mendesak mengingat DIY menjadi pelopor kerjasama sister-city di

Indonesia dan telah memiliki jumlah kerjasama yang dengan provinsi lain selain

Gyeongsangbuk-Do. Bahwa diperlukan pelatihan-pelatihan bagi staf pemerintah

daerah untuk meningkatkan kapabilitas diplomasi dan negosiasi untuk menjawab

tantangan globalisasi (Yuana, 2014).

Page 17: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

58 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

Akan tetapi proses kerjasama yang telah terjalin 10 tahun antara kedua

provinsi setidaknya sejauh ini menjadi referensi pionir dalam kajian kerjasama

pembangunan desa di Indonesia. Kajian yang dimaksudkan khususnya dalam

konteks kerjasama dengan aktor dari negara lain, baik negara maupun non-negara.

Kwon menguatkan dengan menyatakan bahwa

“Mentransfer pengalaman (Saemaul Undong) Korea ke komunitas lain tanpa

memahami komunitas lain, akan menjadi hal yang sia-sia. Kolaborasi

internasional menjadi penting untuk dilakukan misalnya seperti membentuk

worksho para akademisi dan membuat berbagai proyek komunitas umum”

(Kwon, 2010).

Dalam upaya membangun desa, masyarakat internasional dapat bahu-

membahu melaksanakannya secara bersama-sama, baik dengan sistem lokal

maupun dengan adopsi dari sistem eksternal yang tetap menghargai kearifan lokal.

Dengan kolaborasi yang luas dan komprehensif ini, desa diharapkan mampu

memberikan peran yang tidak kalah strategis dan vital bagi negaranya maupun

masyarakat internasional secara keseluruhan.

Penutup

Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam membangun desa melalui

sistem Saemaul Undong ternyata telah lebih dahulu dilaksanakan di tingkat

provinsi. Secara khusus, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi provinsi

pertama di Indonesia yang berhasil melaksanakan sistem ini. Tiga dari empat

tingkatan kerjasama telah berhasil dicapai dengan diawali dari kesadaran bekerja

sama, dilanjutkan dengan kerjasama bantuan mutual dan kerjasama fungsional.

Adapun pembangunan institusi antara dua negara menjadi ranah pemerintah pusat

untuk melakukannya yang hingga saat ini belum dilaksanakan. Sistem ini sendiri

masih dilanjutkan dengan adanya penandatanganan LoI oleh Gubernur DIY dan

Gubernur Gyeongsangbuk-Do pada tahun 2015 ini. Oleh karenanya, negara yang

diwakili institusi Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi dapat melihat dan menjadikan contoh adopsi di DIY sebagai salah

satu referensi skema pembangunan kerjasama yang lebih komprehensif dengan

pihak pemerintah dalam negeri Korea Selatan. Pelaksanaan adopsi dari sistem ini

Page 18: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

tentu saja harus disesuaikan dengan kearifan lokal masing-masing wilayah

pedesaan. Selain itu juga perlu melihat hasi evaluasi dari para akademisi yang

meneliti perjalanan kerjasama tersebut selama ini untuk hasil yang lebih optimal.

Adapun beberapa saran untuk optimalnya kerjasama kedua belah pihak

maupu untuk penelitian selanjutnya antara lain :

1. Mengadakan penelitian lanjutan mengingat proses kerjasama antara kedua

provinsi berlanjut. Dari cakupan proyek desa yang berbeda dan dari

evaluasi pelaksanaan di desa pertama, akan dapat dilihat apakah terdapat

perubahan yang lebh baik dalam peningkatan proses kerjasama tersebut.

Hal tersebut dapat memberi kontribusi tambahan dalam pengembangan

skema kerjasama pembangunan desa di tingkat pusat.

2. Pihak KPDT mengajak pihak provinsi DIY beberapa pihak terkait dalam

ranah birokrasi dan akademisi untuk duduk bersama membahas skema

kerjasama yang tepat dalam membangun desa melalui sistem Saemaul

Undong tersebut.

3. Mengadakan penelitian perbandingan dengan melihat pelaksanaan

kerjasama serupa di negara lain sebagai referensi untuk melengkapi skema

kerjasama Indonesia-Korea Selatan.

REFERENSI

Buku, Jurnal, Dokumen Resmi

Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Prov.DIY. 2011. Monitoring dan Evaluasi

Kerjasama Luar Negeri Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta.

Biro Kerjasama Setda Propinsi DIY.2006. Bunga Rampai Kerjasama Luar Negeri

Propinsi DIY. Fotocopy:Yogyakarta.

Page 19: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

60 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

Douglass, Mike.2013. The Saemaul Undong : South Korea’s Rural Development

Miracle in Historical Perspective. Working Paper Series No.197. Asia Research

Institute:Singapura.

Kwon, Huck-ju.2010. Implications of Korea’s Saemaul Undong for International

Development Policy- A Structural Perspective. The Korean Journal of Policy

Studies.Vol.25, No.3, p.87-100.

Mukti, T. A.2013. Paradiplomacy : Kerjasama Luar Negeri oleh PEMDA di Indonesia.

Yogyakarta : The Phinisi Press Yogyakarta

Reed, Edward P. 2010. Is Saemaul Undong a Model for Developing Countries Today?.

Paper pada International Symposium in Commemoration of the 40th Anniversary

of Saemaul Undong.

Sooyoung, Park.2009. Analysis of Saemaul Undong : A Korean Rural Development

Programme in the 1970s dalam Asia-Pacific Development Journal, Vol.16 No 2

December 2009.

Yoon, Yang Seung.2007. Perjalanan Studi Bahasa Indonesia di Korea : Dahulu,

Sekarang, dan Mendatang. Terdapat dalam Humaniora Vol.19 No.2 Juni 2007,

p.175-184.

Yuana, Lestari Suci. 2014. Sister-Province Partnership between Indonesia and South

Korea. Terdapat dalam Local Governments Newsletter UCLG ASPAC Volume

21, May-October 2014.

_________________.2014. Kerjasama Sister City antara Indonesia dan Korea Selatan

: Peran Pemerintah Daerah dalam Kerjasama Internasional.Draft Paper.

Unpublished.

Situs Online Anymous, Penguatan Desa Bisa Meniru Program Saemuel Undong. kompas.com

dalam http://www.kemendesa.go.id/berita/1357/penguatan-desa-bisa-meniru-

program-saemuel-undong-di-korea.Diakses pada 21 Oktober 2015

Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, RI.

2013. Daftar Perjanjian Internasional (Tersimpan di Kementerian Luar Negeri,

Republik Indonesia). Terdapat dalam

http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/index?fullPage=1&Treaty_page=116&

sort =treaty_title.desc. Diakses pada 21 Oktober 2015.

Giyanto, Arif. 2015. Saling Menguntungkan, Kerja Sama DIY dengan Provinsi

Gyeongsangbuk-Do Berlanjut. Terdapat dalam

http://jogjadaily.com/2015/09/saling-menguntungkan-kerja-sama-diy-dengan-

provinsi-gyeongsangbuk-do-berlanjut/. Diakses pada 21 Oktober 2015.

Indonesia Embassy Seoul. 2014. Bilateral RI-Korsel. Terdapat dalam

http://kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/indokor. Diakses pada 21 Oktober 2015

Jafar, Marwan. Indonesia-Korsel Kolaborasikan Gerakan Bangun Desa. Terdapat

dalam http://www.kemendesa.go.id/berita/1594/indonesia-korsel-kolaborasikan-

gerakan-bangun-desa, 25/08/2015, diakses pada 21 Oktober 2015

Page 20: KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM …

Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Seoul-Korea Selatan.2009.Korea.Terdapat dalam

http://www.kemlu.go.id/seoul/Pages/CountryProfile.aspx?l=id.2009, diakses

pada 21 Oktober 2015.

Kemendesa.2014. Demi Pengembangan Desa, Marwan Jafar Kerja Sama dengan Korea

Selatan. [ONLINE] tersedia pada http://www.kemendesa.go.id/berita/ 1356/demi-

pengembangan-desa-marwan-jafar-kerja-sama-dengan-korsel {Diakses 7 Mei

2015]

Marwati.2010. From the International Symposium on Saemaul Undong:Movement for

Villages in Yogyakarta. Terdapat dalam https://ugm.ac.id/en/news/5827-

from.the.international.symposium.on.saemaul.undong:.movement.for.villages.in.y

ogyakarta. Diakses pada 21 Oktober 2015.

______.2014. UGM, Yogyakarta, and Gyeongsangbuk-do Establish Cooperation.

Terdapat dalam https://ugm.ac.id/en/news/9438-

ugm.yogyakarta.and.gyeongsangbuk-do.establish. cooperation. Diakses pada 21

Oktober 2015.

_______.2015. UGM-Gyeongsangbuk-do Provincial Government Instal Trisakti-

Saemaul Undong Centre. Terdapat dalam https://ugm.ac.id/en/news/10376-ugm.-

.gyeongsangbuk-do.provincial.government.install.trisakti.-

.saemaul.undong.centre. Diakses pada 21 Oktober 2015

nn.no date. Qualitative Data Analysis – Sage Publications. Terdapat dalam

www.sagepub.com/upm-data/43454_10.pdf. Diakses pada 21 Oktober 2015.

nn.no date.The Process of Sister Province. Terdapat dalam

thesis.umy.ac.id/datapublik/t51851.pdf. Diakses pada 22 Oktober 2015.

Purnomo, Abdi. 2014. Kabupaten Malang Promosikan 13 Desa Wisata. [ONLINE]

tersedia pada http://www.tempo.co/read/news/2014/04/23/203572767/

Kabupaten-Malang-Promosikan-13-Desa-Wisata [Diakses 6 Mei 2015]

Rok. Rp 1,4 M untuk Setiap Desa Sedang Disiapkan. inilah.com terdapat dalam

http://www.kemendesa.go.id/berita/1316/rp14-m-untuk-setiap-desa-sedang-

disiapkan. 11 November 2014. Diakses pada 21 Oktober 2015.

Sihaloho, Markus Junianto /AF. 2015. Demi Pengembangan Desa, Marwan Jafar Kerja

Sama dengan Korsel. beritasatu.com dalam

http://www.kemendesa.go.id/berita/1356/demi-pengembangan-desa-marwan-

jafar-kerja-sama-dengan-korsel, diakses pada 21 Oktober 2015