Upload
miako-pasinggi
View
391
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
OLEH
KELOMPOK III
1. Meliza M. Helweldery 060 111 011
2. Hanly Ch. Walintukan 060 111 024
3. Donny Ch. Bato 060 111 028
4. Irvandy R. Lantemona 060 111 040
5. Christin R. Suatan 060 111 046
6. Christria F. Kiling 060 111 079
7. Miako Pasinggi 060 111 208
HIRSCHSPRUNG
Pendahuluan
Hirschsprung merupakan suatu penyakit obstruksi fungsional yang disebabkan
oleh gangguan peristaltis usus distal akibat defisiensi ganglion parasimpatik. Sebelum
tahun 1948 belum terdapat bukti yang menjelaskan apakah defek ganglion pada kolon
distal menjadi penyebab penyakit Hirschsprung, ataukah defek ganglion pada kolon distal
merupakan akibat dilatasi dan stasis feses dalam kolon. Dari studi manometri anorektal
diketahui pula bahwa dalam kolon sempit tidak terdapat relaksasi melainkan terdapat
spasme yang tidak mempunyai daya dorong. Keadaan ini menyebabkan gangguan
fungsional vasase gastrointestinal. Mekanisme terjadinya aganglionosis dijelaskan lebih
lanjut oleh Okamoto dan Ueda, yaitu sel neuroblas bermigrasi dari Krista neuralis saluran
gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya mengikuti serabut-serabut vagal yang telah
ada ke kaudal. Penyakit Hirschsprung terjadi bila migrasi sel neuroblas terhenti di suatu
tempat dan tidak mencapai rectum.
Embriologi dan Etiologi
Dalam perkembangan embriologis normal sel-sel neuroenterik bermigrasi dari
kristal neural ke saluran gastrointestinal bagian atas kemudian dilanjutkan ke arah distal.
Sel-sel saraf pertama sampai di esophagus dalam gestasi minggu kelima. Pada minggu
ketujuh sel-sel saraf sampai di midgut dan mencapai kolon distal pada minggu kedua
belas. Migrasi berlangsung mula-mula ke dalam pleksus Auerbach, selanjutnya sel-sel
menuju ke dalam pleksus submukosa. Serabut saraf berkembang ke bawah menuju
saluran gastrointestinal dan kemudian bergerak menuju intestine, di mulai dari membrane
dasar dan berakhir di lapisan muscular. Sel-sel krista neural selanjutnya memakai struktur
yang telah ada untuk bermigrasi ke dinding intestine.
Terdapat dua teori dasar yang banyak dianut mengenai defek embriologis
penyakit Hirschsprung; pertama teori kegagalan migrasi sel-sel krista neural, kedua teori
imunologik dan hostile environment.
Patologi
Zona transisi merupakan zona perubahan dari segmen aganglion yang terlihat
sempit ke segmen berganglion normal yang mengalami dilatasi. Tidak adanya sel
ganglion di segmen distal merupakan ciri khas penyakit ini. Pada lapisan submukosa
tidak ditemukan sel ganglion Meissner, dan di lapisan intermuskular tidak ditemukan
ganglion pleksus Auerbach. Serabut saraf bertambah sangat banyak dan berekstensi ke
lapisan submukosa. Aganglionosis dimulai dari sfingter anal interna sampai segmen
rektosigmoid (80%) dan tidak terputus sampai mencapai daerah segmen berganglion
normal.
Patofisiologi
Sistem persarafan autonom intrinsik saluran gastrointestinal terdiri dari pleksus
sel ganglion dengan hubungan neural masing-masing ke (1) Pleksus Auerbach, terletak di
antara lapisan otot sirkuler dan longitudinal, (2) Pleksus Henle, atau deep submucosal
pleksus terletak di sepanjang batas dalam muskularis propria sirkular, dan (3) Pleksus
Meissner, di bawah muskularis mukosa. Tiap pleksus mengandung anyaman halus yang
terintegrasi yang bekerja untuk mengontrol semua fungsi absorpsi, sekresi, aliran darah,
dan motilitas usus dengan control yang relative kecil dari sistem saraf pusat.
Reflex motilitas normal terdapat dalam rectum distal. Adanya bolus yang
membuat distensi rectum akan membuat kontraksi rectum di atas bolus, dan sebaliknya
membuat relaksasi rectum di bawah bolus. Reflex ini murni intrinsic pada intestine
sendiri. Bila reflex ini tidak ada, berarti terjadi abnormalitas atau tidak terdapat sel-sel
ganglion intramural.
Komponen lain yang menerangkan mekanisme kontraksi segmen aganglion
adalah hilangnya fungsi sel-sel ganglion. Hilangnya ganglion pada penyakit Hirschsprung
menghasilkan hilangnya saraf inhibisi enteric intrinsic.
Jadi, sebenarnya konsep patofisiologi penyakit Hirschsprung ialah disrupsi
mekanisme normal motilitas kolon dalam proses defekasi, yakni tidak terdapat reflex
rekto-sfingter-anal.
Insidens
Insidens penyakit Hirschsprung adalah sekitar 1 di antara 4400 sampai 7000
kelahiran hidup. Dalam kepustakaan disebut lelaki lebih banyak, dengan rasio lelaki :
perempuan = 4 : 1.
Diagnosis
Diagnosis penyakit Hirschsprung harus ditegakkan sedini mungkin.
Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti enterokolitis,
perforasi usus, dan sepsis.
Dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan
radiologic, serta pemeriksaan anatomic biopsy isap rectum, diagnosis penyakit
Hirschsprung dapat ditegakkan.
Manifestasi Klinis
1. Masa neonatal
Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
Muntah hijau atau fekal
Enggan minum
Distensi abdomen
Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan di sekitar umbilikus,
punggung, dan genital (bila telah terdapat komplikasi).
2. Masa anak-anak.
Konstipasi
Diare yang berulang
Tinja seperti pita, berbau busuk
Distensi abdomen
Gagal tumbuh
Pemeriksaan radiologis
Foto polos abdomen
Foto enema barium
Pemeriksaan PA Biopsi Isap Rektum
Diagnosis Banding
Atresia Ileum
Sumbatan mekonium
Atresia Rektal
Enterokolitis Nekrotikans Neonatal
Peritonitis Intrauterin
Neonatus dengan sepsis
Sindrom kolon kecil
Obstipasi Psikogenik
Penatalaksanaan
Pengobatan medis :
Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama: (1) untuk menangani
komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi, (2) sebagai penatalaksanaan
sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif dilakukan, dan (3) untuk memperbaiki
fungsi usus setelah operasi rekonstruksi.
Penanganan Operati
Pada dasarnya penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat dicapai dengan
pembedahan, berupa pengangkatan segmen usus aganglion, diikuti dengan pengembalian
kontinuitas usus.
Tindakan bedah sementara. Tindakan dekompresi dengan pembuatan kolostomi di
kolon berganglion normal yang paling distal. Kolostomi dikerjakan pada: (1)
Pasien neonates, (2) pasien anak dan dewasa yang terlambat terdiagnosis, (3)
Pasien dengan enterokolitis berat dengan keadaan yang buruk.
Tindakan bedah definitif. Beberapa prosedurnya yaitu: (1) Prosedur Swenson, (2)
Prosedur Duhamel, (3) Prosedur Soave, (4) Prosedur Rehbein, (5) Prosedeur
bedah definitive melalui laparoskopi, (6) Prosedur Soave satutahap transanal
Prognosis
• Prognosis dari pasien ini adalah baik karena sejauh ini telah dilakukan perawatan
dan follow-up dengan baik.
• Post operasi definitive dilakukan perbaikan gizi semaksimal mugkin
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Nn. BR
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Malalayang
Agama : Kristen Protestan
Suku : Minahasa
Pekerjaan : Pelajar
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sukar BAB disertai kembung dialami penderita sejak kurang lebih 2
minggu lalu. Masuk rumah sakit tanggal 7 September 2009.
Awalnya sejak lahir penderita tidak dapat BAB sehingga harus di sedot untuk BAB.
Kemudian penderita terus mengalami kesulitan BAB, konsistensi kotoran lunak kadang
cair. Nyeri perut disertai kembung kadang-kadang dialami penderita. Nyeri perut hilang
timbul tidak menjalar dan tidak berpindah. Muntah -, Demam - , BAK lancar. Penderita
berobat ke dokter spesialis bedah anak dan di kirim ke R.S. Prof Kandou. 4 bulan lalu
penderita dirawat karena penyakit yang sama dan belum setuju untuk di operasi. Riwayat
konstipasi kronis.
Riwayat aktivitas keseharian pasien : pelajar
Riwayat penyakit dahulu : (-)
Riwayat penyakit keluarga : hanya penderita yang sakit seperti ini
PEMERIKSAAN FISIK
GCS : E4 V5 M6
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,7°C
Kepala : Conjuctiva anemis(-/-), sclera icterus(-/-), pupil bulat isokor,
RC +/+
Leher : Tidak ada kelainan
Thoraks : Tidak ada kelainan
Abdomen :
Inspeksi : Cembung, DC (-), DS (-)
Auskultasi : BU (+) N
Palpasi : Lemas, NT pada quadran kiri atas dan bawah
Perkusi : timpani, pekak hepar (+)
Extremitas Superior : Tidak ada kelainan
Extremitas inferior : Tidak ada kelainan
RT : TSA cekat ampula
ST : darah (-), lendir (-), feses (+)
WDx : Penyakit Hirschsprung
Tindakan pengobatan :
IV Line RL
Pro Pembuatan stoma (setelah keadaan pasien optimal)
Px Hb, Leuko, dan Trombosit
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin
Hematologi Rutin Hasil Normal
Leukosit 15000 4000-10000/UL
Eritrosit 3,88 4,25-5,40/ UL
Hemoglobin 10,9 12-16 /dL
Hematokrit 31,7 37-47 %
Trombosit 426 150-450 / UL
Laporan kimia rutin
Test name Result Flag Unit Normal Range
Glukose sesaat 73 mg/dL 65-140
GOT/ASAT 92 * U/l 2-31
GPT/ALAT 61,9 * U/l 2-34
Urea 15,2 mg/dL 10-50
Kreatinin 0,6 mg/dL 0,5-1,2
LAPORAN OPERASI
Hari/tgl : Kamis, 17 September 2009
Penderita terlentang dengan GA
Antisepsis lapangan pandang operasi; lapangan operasi dipersempit dengan doek
steril
Insisi transversal kontra Mc Burney; diperdalam sampai peritoneum
Peritonium dibuka; tampak dilatasi colon sigmoid hingga colon descendens
Dilakukan jahitan spuring di kolon transversun untuk colostomy
Dilakukan colostomy untuk evakuasi feses di colon sigmoid kemudian luka
dijahit all layer
Dilakukan biopsy pada colon sigmoid
Kontrol perdarahan dengan NaCl 0,9%
Dibuat colostomy double barrel
Luka operasi dijahit lapis demi lapis
IVFD
FOLLOW UP
09 September 2009
S : Perut kembung
O : VS : dbn. Konjungtiva anemis (+)
Abdomen:
- Inspeksi : Cembung
- Auskultasi : bising usus (+), ↑
- Palpasi : Lemas, , NT (-)
- Perkusi : Timpani
A : Hirschsprung
P : IVFD KaEn 4A = Aminofel
Cf 1x1 tab
Curcuma 3x1 cth
Cek Lab lengkap
10 September 2009
S = Perut kembung, nyeri perut. BAB (+)
O = VS : dbn
Abdomen : Inspeksi : Cembung, dc (-), ds (+)
Auskultasi : BU (+)
Palpasi : lemah, NT (-)
Perkusi : hiper timpani
A = Hirschsprung + anemia kronis + hipoalbuminemia
P =
- IVFD : Aminofilin : KaEn 4a 1:1
- Diet TKTP
- Cotrimoxacol 2x480mg tab
- Wash out
- R/tranfusi PRC hingga Hb > 12gr%
- Mobilisasi miring ka-ki
11 September 2009
S = Perut kembung, BAB (+)
O = VS : dbn
Abdomen : Inspeksi : Cembung, dc (-), ds (+)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : lemas, NT (-)
Perkusi : hiper timpani
A = Hirschsprung + anemia kronis + hipoalbuminemia
P =
- IVFD : Aminofilin : KaEn 4a 1:1 = 20 gtt/m
- Th/ lanjut
- Diet TKTP extra telur
- Wash out
- Transfusi PRC 150 cc hari ini
- Mobilisasi miring ka-ki duduk
12 September 2009
S = perut kembung, BAB (+) malam; pagi
O = VS : dbn. T : 100/70, N: 108, R:24, SB : 36,3
Abdomen :
I : cembung, DC (-); DS (-)
Au : BU (+), normal
Pa : lemas
Pc : hypertimpani
A : Hirschsprung
P : R/ cross match ; transfuse PRC 1 ktg
Wash out. Pagi sore
Th/ lanjut
18. 00 : instruksi divisi anak
Cefotaxime 3x500 mg IV (ST)
13 September 2009
S = perut kembung, BAB (+) pagi
O = VS : dbn. T : 110/70, N: 80, R:24, SB : 36,8oC
Abdomen :
I : datar, DC (-); DS (-)
Au : BU (+), normal
Pa : lemas, NT (-)
Pc : timpani
A : Hirschsprung
P :
- Transfuse
- IVFD : kaEn 4B : 20 gtt/m
- Cefotaxim 3x500 mg/iv
- Wash out. Pagi-sore
14 September 2009
S = perut kembung (+), BAB (+) pagi
O = VS : dbn. T : 100/70, N: 86, R:24, SB : 36,8oC
Abdomen :
I : datar, DC (-); DS (-)
Au : BU (+), normal
Pa : lemas, teraba masa uk 5x6 cm konsistensi keras, mobile
Pc : timpani
A : Hirschsprung
P :
- IVFD : kaEn 4B : 20 gtt/m
- Cefotaxim 3x500 mg tab
- Wash out. Pagi-sore
- Transfusi PRC
15 September 2009
S = kembung (-)
O = VS : dbn
Abdomen :
I : datar, DC (-); DS (-)
Au : BU (+), normal
Pa : lemas
Pc : timpani
A : Hirschsprung
P :
- IVFD : WIDA ¼ S : Aminofilin pediatri 1:1
- Cefotaxim 3x500 mg/iv
- Wash out. sore
- Enema : pagi
- Diet bubur kecap
17 September 2009
S : nyeri di bekas luka operasi
O : N : 40, R : 24, S:37,1oC
Abdomen : datar, BU (+), lemah, timpani
A : post colostomy ec Hirschsprung disease hr I
R :
- IV line D 5% ½ NS : RL = 1:3 (28 gtt/m)
- Diet minum air putih/air putih gula (3 sdk/hari)
- Th/ : Cefotaxime 3x500mg, Ketocolae 1% …..
Ranitidine 2x5mg
- Obs TV & prod urine. Balance cairan
- Cek Hb post operasi
18 September 2009
S : kel (-)
O : VS : T:100/70, N:58x/m, R: 24x/m, SB:37,1oC
Abdomen :
I : datar, stoma: pasase lancer : luka terawat
Au : BU (+), normal
Pa : lemas
Pc : timpani
A : post colostomy e.c Hirschsprung disease hr II
P : - IVFD. WIDA ½ NS. Aminofilin 1:1 20 gtt/m
- Th/ Cefotaxim 3x500mg/iv
- Ketocolae 3% in DS 100 cc/8 jam
- Ranitidine 3x1/2 amp/iv
- Rawat stoma
- Diet lunak : rendah serat
- Susu peptisol 3x250 cc
19 september 2009
S = keluhan batuk
O = Vs: T; 110/70 , N: 80x/mnt, R: 26 x/mnt , S: 36,80C
Abdomen :
I : Datar, stoma :pasase lancar, ; luka terawatt
Au : Bu (+) normal
Pa : Lemas ; NT (-)
Pc : Timpani
A = post colostomy ec obstruksi usus mekanik letak rendah
P = - IVFD KaEn 4A : Aminofilin ped 1:1 20gtt/m , Cefotaxim 3x500 mg/iv
- Diet Lunak
- Ketorolac 3 % , amp cth D5 + 100 cc/8jam
- BisolvonSyrup 3x1 cth
- Rawat stoma
20 September 2009
S = panas (-)
O = VS; T: 110/70, N:80x/mnt, R:24x/m, S: 370C
Abdomen :
I =Dasar ; Stoma : pasase lancar : luka terawatt
Au = Bu (+) normal
Pa = lemas ; NT (-)
Pc = Timpani
A = post colostomy ec obstruksi usus mekanik letak rendah
P = - IVFD KaEn 4A : Aminofilin ped 1:1 ; 20qtt.m
- Diet lunak TKTP
- Bisolvon syrp 3x1 cth
- Ketolac 3 % 1 amp dlm D5 100/8jam
- Rawat Stoma
21 September 2009
S = panas (-)
O = VS; T: 110/70, N:80x/mnt, R:24x/m, S: 370C
Abdomen :
I = Dasar ; Stoma : pasase lancar : luka terawatt
Au = Bu (+) normal
Pa = lemas ; NT (-)
Pc = Timpani
A = post colostomy ec obstruksi usus mekanik letak rendah
P = - IVFD KaEn 4A : Aminofilin ped 1:1 ; 20qtt.m
- Diet lunak TKTP
- Bisolvon syrp 3x1 cth
- Cefotaxim stop ganti cefixim2x50mg tab
- Antrain 3 x1 tab
- Rawat Stoma
- Mobilisasi duduk
22 september 2009
S = panas (-)
O = VS; T: 110/70, N:80x/mnt, R:24x/m, S: 370C
Abdomen :
I = Dasar ; Stoma : pasase lancar : luka terawat
Au = Bu (+) normal
Pa = lemas ; NT (-)
Pc = Timpani
A = post colostomy ec obstruksi usus mekanik letak rendah
P = - IVFD KaEn 4A : Aminofilin ped 1:1 ;
- Diet lunak TKTP
- Bisolvon syrp 3x1 cth
- cefixim2x50mg tab
- Antrain stop
- Rawat Stoma
- Mobilisasi duduk
23 september 2009
S = panas (-)
O = VS; T: 100/70, N:88x/mnt, R:24x/m, S: 36,80C
Abdomen :
I = Dasar ; Stoma : pasase lancar : luka terawat
Au = Bu (+) normal
Pa = lemas ; NT (-)
Pc = Timpani
A = post colostomy ec obstruksi usus mekanik letak rendah
P = - Off infus
- Diet lunak TKTP
- Bisolvon syrp 3x1 cth
- cefixim2x100 mg tab
- Rawat Stoma
- Mobilisasi jalan
24 september 2009
S = panas (-)
O = VS; T: 100/70, N:80x/mnt, R:24x/m, S: 36,80C
Abdomen :
I = Dasar ; Stoma : pasase lancar : luka terawatt
Au = Bu (+) normal
Pa = lemas ; NT (-)
Pc = Timpani
A = post colostomy ec obstruksi usus mekanik letak rendah
P = - Off infus
- Diet lunak TKTP
- cefixim2x100 mg tab
- curcuma 3x1cth
- Rawat Stoma
- Mobilisasi jalan
25 september 2009
S = panas (-)
O = VS; T: 100/70, N:81x/mnt, R:24x/m, S: 36,80C
Abdomen :
I = Dasar ; Stoma : pasase lancar : luka terawatt
Au = Bu (+) normal
Pa = lemas ; NT (-)
Pc = Timpani
A = post colostomy ec obstruksi usus mekanik letak rendah
P = - terapi oral teruskan
- Diet lunak TKTP
- Rawat Luka
- Mobilisasi jalan
26 september 2009
S = panas (-)
O = VS; T: 110/70, N:80x/mnt, R:20x/m, S: 36,80C
Abdomen :
I = Dasar ; Stoma : bekuan darah +; persarahan -
Au = Bu (+) normal
Pa = lemas ; NT (-)
Pc = Timpani
A = post colostomy ec obstruksi usus mekanik letak rendah
P = -cefixim2x100 mg tab
- Antrain 3x1mg
- Diet cair/bubur + ekstra telur
- Mobilisasi jalan
- Rawat kolostomi
28 september 2009
S = BAB + I, stoma perdarahan (-)
O = VS; T: 120/70, N:84x/mnt, R:24x/m, S: 36,50C
Abdomen :
I = Dasar ; Stoma : pasase baik
Au = Bu (+) normal
Pa = lemas ; NT (-)
Pc = Timpani
A = post colostomy ec obstruksi usus mekanik letak rendah
P = - cefixim2x100 mg tab
- Antrain 3x1mg
- Kalneks stop
- Mobilisasi jalan
- Rawat kolostomi
- Diet lunak TKTP
DISKUSI
Diagnosis penyakit pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan X-foto Rontgen.
Dari anamnesis, pasien memberikan keterangan bahwa sukar BAB sejak
lahir, sehingga untuk BAB harus disedot. Pasien masuk rumah sakit karena sukar BAB,
kembung sejak 2 minggu yang lalu. Konsistensi feses lunak dan kadang cair, kadang ada
nyeri perut dan disertai kembung. Berdasarkan anamnesis tersebut deketahui adanya
kelainan pada usus bagian distal yang mengalami defisiensi ganglion.
Pada pemeriksaan fisik didapati abdomen dalam keadaan cembung dan nyeri
tekan pada quadran kiri atas dan bawah . Hal tersebut disebabkan karena terjadi
penumpukan makanan di dalam usus akibat tidak adanya vasase.
Berdasarkan pemeriksaan PA didapatkan bahwa segmen aganglionik berada
di bawah kolon descendens sehingga dilakukan colostomy pada segmen ganglionik di
atas zona transisi. Setelah itu pasien di follow up selama sekitar 4-8 minggu sambil
menunggu usus bagian proximal mengecil karena apabila usus masih besar maka pada
operasi definitive usus akan terjepit pada sfingter dibawahnya. Apabila keadaan pasien
sudah membaik maka dilakukan operasi definitive.
Prognosis dari pasien ini adalah baik karena sejauh ini telah dilakukan
perawatan dan follow-up dengan baik. Post operasi definitive dilakukan perbaikan gizi
semaksimal mugkin.