Upload
ananto6968
View
61
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
refrat
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit dari usus besar (kolon).
Feses normalnya didorong menuju kolon oleh otot. Otot ini dikontrol oleh
sel-sel saraf khusus yang disebut sebagai sel-sel ganglion. Anak-anak
dengan penyakit Hirschsprung lahir tanpa sel-sel ganglion pada bagian
terakhir dari kolon (rectum). Pada kebanyakan kasus, hanya rectum yang
terkena, tapi pada beberapa kasus lebih dari sekedar kolon, dan bahkan
seluruh kolon, dapat pula terkena. Tanpa sel-sel ganglion ini, otot-otot
pada bagian dari kolon itu tidak dapat mendorong feses
keluar, yang akhirnya menumpuk. (1)
Anak – anak dengan penyakit Hirschsprung dapat mengalami
konstipasi ataupun memiliki masalah dalam penyerapan nutrisi dari
makanan. Dalam kasus yang gawat pada penyakit Hischsprung, bayi yang
baru lahir mengalami obstruksi kolon dan tidak memiliki pergerakan usus.
Pada kasus ringan, dokter dapat saja tidak mendapatkan penyakit ini
sampai kehidupan lanjut anak. (2)
Kebanyakan kasus penyakit Hirschsprung sekarang didiagnosis
pada masa neonatus. Penyakit Hirschsprung sebaiknya dicurigai jika
seorang neonatus tidak mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam
pertama setelah kelahiran. Walaupun barium enema berguna untuk
menegakkan diagnosis, biopsy rectum tetap menjadi gold standard
penegakkan diagnosis. Setelah diagnosis dikonfirmasi, penatalaksanaan
mendasar adalah untuk membuang jaringan usus yang aganglionik dan
untuk membuat anastomosis dengan menyambung rectum bagian distal
dengan bagian proksimal usus yang memiliki innervasi yang sehat. (3)
BAB II
ILUSTRASI KASUS
II.1 Identitas Pasien
Nama : An. Rizik M.Kahfi
Tanggal lahir : Bogor, 02 Juli 2009 (11 bulan)
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Kp. Lebak Kongsi RT01/RW07 Cileungsi,
Bogor, Jawa Barat
Agama : Islam
Status pendidikan : -
No.RM : 00997881
Masuk RS : 16 Juni 2010
Identitas Orang Tua
AYAH
Nama : Toni
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Alamat : Kp. Lebak Kongsi RT01/RW07 Cileungsi,
Bogor, Jawa Barat
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh pabrik
IBU
Nama : Rosda
Umur : 19 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Alamat : Kp. Lebak Kongsi RT01/RW07 Cileungsi,
Bogor, Jawa Barat
2
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan pasien dengan orang tua : anak kandung,anak pertama
II.2 Anamnesis
Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 18 Juni 2010 pukul 16.00
diruang perawatan teratai lantai 3 kamar 323.
1. Keluhan Utama
Tidak bisa BAB sejak 21 hari SMRS
2. Keluhan Tambahan
Kembung
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang dengan rujukan dari RSCM dengan diagnose
Hirschsprung dan gizi buruk. Os datang dengan keluhan perut kembung
sejak berumur 3 hari dan tidak bisa BAB sejak 21 hari SMRS. Semenjak
lahir os dilaporkan tidak mau menyusu,setiap kali menyusu selalu muntah
berwarna kuning dan tidak BAB selama 3 hari. Kemudian Os dibawa ke
RS Cibinong,disana Os dirontgen dan dikatakan bahwa menderita
penyakit Hirschsprung. Dokter menyarankan untuk operasi tetapi gizinya
harus diperbaiki. Setelah dirawat selama 5 hari Os pulang paksa karena
terlalu jauh dari tempat tinggal. Selama 1 bulan pasca pulang paksa dari
RS Cibinong, BAB Os sempat lancar 2x sehari konsistensi lunak dan
warna kuning. Setelah 1 bulan pasca dirawat BAB pasien mulai tidak
lancar kembali, terkadang bisa 3 hari sekali, BAB keras dan sedikit. Perut
pasien juga semakin kembung.
Dua puluh satu hari SMRS,pasien kembali dirawat di RS Cibinong
dengan keluhan tidak BAB dan perut kembung. Os dirawat selama 17 hari
kemudian minta pulang dan rujukan ke RS dekat rumah. Dokter kemudian
merujuk ke RSCM tetapi karena ruang perawatan penuh akhirnya Os
dirujuk ke Rumah Sakit Fatmawati.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
3
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien menyangkal adanya penyakit keturunan tertentu dalam
riwayat keluarga pasien. Dalam lingkungan keluarga pasien juga tidak
ditemukan riwayat keluarga yang mengalami gejala penyakit serupa
dengan pasien.
6. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Selama kehamilan kontrol ke bidan dan tidak ada masalah dengan
kehamilan. Lahir dari Ibu G1P0A0 aterm,normal dengan BB 3500gr dan
PB 49cm,langsung menangis.
7. Riwayat Makanan
Os diberikan ASI dan mulai diberikan bubur susu sejak usia 6
bulan.
8. Riwayat Penyakit yang pernah diderita
Tidak ada
9. Riwayat Imunisasi Dasar
BCG : Usia 1 bulan
Selain Pemberian BCG pada usia 1 bulan, pasien belum
mendapatkan imunisasi lain
10. Riwayat Keluarga
i. Corak Reproduksi
No.Tgl lahir
(Umur)
Jenis
KelaminHidup
Lahir
MatiAbortus Mati Keterangan Kesehatan
1. 11 Laki-laki V - - -Pasien
ii. Riwayat Pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. Toni Tn. Rosda
Perkawinan ke Pertama Pertama
Umur saat menikah 30 tahun 19 tahun
Pendidikan Terakhir SMA SD
4
Agama Islam Islam
Suku bangsa Sunda Sunda
Keadaan Kesehatan Cukup Baik Cukup Baik
Penyakit - -
Kesimpulan Riwayat Keluarga : Keadaan kesehatan orangtua pasien cukup
baik.
iii. Riwayat Keluarga Orang Tua Pasien
Tidak terdapat penyakit khusus pada keluarga orangtua pasien
II.3 Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 18 Juni 2010 pukul 16.00 WIB, dilakukan di
bangsal bedah anak RSUP Fatmawati kamar 3.23.
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Tampak sakit berat, pucat, muka tampak
seperti orang tua
Kesadaran : Compos mentis
Data antropometri
Berat badan : 5,2 Kg
Panjang badan : 66 cm
Lingkar kepala : 41,5 cm
Status Gizi
1. BB/U : 5.2/10 x 100 % = 52 %
2. TB/U : 66/74 x 100 % = 89,2 %
3. BB/TB : 5.2/66 x 100% = 68,4 %
Kesan : gizi buruk
Tanda Vital
Nadi : Frekuensi 120 x/menit .Regular, Cukup, Equal.
Pernafasan : Frekuensi 42 x/menit. Regular.
Suhu Tubuh : 35,8 °C
5
Kepala
Mikrocephali, Ubun – ubun teraba cekung dan wajah tampak
seperti orang tua
Rambut
Rambut kemerahan tipis dan tidak mudah dicabut
Mata
Konjugtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor diameter
3mm
Telinga
Normotia, liang telinga lapang.
Hidung
Tidak terdapat deviasi septum, tidak terlihat adanya sekret, Nafas
cuping hidung (-)
Bibir
Warna tidak Pucat, tidak cyanosis, tak tampak lesi mukosa bibir.
Mulut
Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang
Gigi
Gigi tumbuh 4 buah
Lidah
Normoglossia, Bercak-bercak putih pada lidah (-)
Tonsil
tidak tampak (pemeriksaan sulit dilakukan)
Faring
tidak tampak (pemeriksaan sulit dilakukan)
Leher
tidak teraba pembesaran Kelenjar Getah Bening
Toraks
Iga terlihat jelas
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
6
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : (pemeriksaan tidak dilakukan)
Auskultasi : S1S2 reguler, Murmur (-) Gallop (-)
Paru
Inspeksi :pernafasan simetris, retraksi iga (-)
Palpasi : (pemeriksaan vocal fremitus tidak dilakukan)
Perkusi : (pemeriksaan tidak dilakukan)
Auskultasi : suara nafas vesicular tanpa ronkhi dan wheezing
Abdomen
Inspeksi : Distensi, kulit mengkilat
Palpasi : Tegang, (organ & nyeri tekan sulit ditentukan)
Perkusi : hipertimpani
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Genitalia
Laki-laki, tidak ada kelainan kongenital
Ekstremitas
Akral hangat, tidak terdapat oedem ekstremitas
KGB Tidak teraba membesar
Kulit Pucat, turgor menurun
7
II.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab Darah
Tanggal 16/06/10 Nilai Normal Satuan
Hematologi
Hemoglobin 11.5 12 – 14 g/dl
Hematokrit 35 37 – 43 %
Trombosit 423 200 - 500 ribu/uL
Leukosit 10.3 4.200 -9.100 ribu/uL
Eritrosit 4.15 4 - 5 juta/uL
VER (MCV) 83.6 82 – 93 fL
HER (MCH) 27.7 27 – 31 Pq
KHER (MCHC) 33.1 32 – 36 g/dL
RDW 17.5 11.5 – 14.5 %
Masa Perdarahan - 1.0 – 3.0 menit
Masa Pembekuan - 2.0 – 6.0 menit
Hitung Jenis
Netrofil 12 30 – 50 %
Limfosit 82 20 – 40 %
Monosit 6 2 - 8 %
Kimia
GDS - 70 - 100 mg/dL
Fungsi Hati
Albumin 4.5 4 - 5,2 g/dL
SGOT / ASAT 128 10 – 31 u/L
SGPT / ALAT 75 9 – 36 u/L
Fungsi Ginjal
Ureum Darah 28 - mg/dL
Creatinin Darah 0.4 -
Elektrolit
Natrium - 135 - 147 mmol/L
Kalium - 3,5 – 5,0 mmol/L
8
Cloride - 97 – 108 mmol/L
Pemeriksaan radiologi
Foto Polos Abdomen
Gambaran:
- tampak dilatasi usus
- udara usus meningkat
- edem dinding usus
II.5 Resume
Pasien datang dengan keluhan belum buang air besar sejak 21 hari
sebelum masuk Rumah Sakit. Menurut anamnesa, pasien mengalami
keterlambatan pengeluaran mekonium, yaitu baru setelah usia 3 hari.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan distensi abdomen menyeluruh.
Pemeriksaan penunjang foto Roentgen dengan telah dilakukan, kesan
yang didapat adalah adanya penyempitan pada prosimal kolon sigmoid.
Barium enema tidak dilakukan.
II.6 Diagnosa Kerja
Morbus Hirschsprung
9
II.7 Diagnosa Banding
Mikrokolon Kongenital
II.8 Penatalaksanaan
IVFD KaEN 3B
O2 2liter/menit
Cefotaxime 2 x 250 mg iv
Aminofuchsin ped 1 x 100 cc
OMZ 1x5mg iv
Ketorolac 1mg/kgBB/24 jam
Metronidazole 3x100mg
Asam folat 1x1 mg po
Pro kolostomi sigmoid
II.9 Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
ANALISA KASUS
Pada kasus ini pasien didiagnosa sebagai penderita Penyakit
Hirschsprung, dengan dasar:
1. Dari anamnesa diketahui bahwa pasien mengalai kesulitan
defekasi sejak 21 hari yang lalu. Os mengalami kesulitan BAB
sejak lahir,keluhan datang hilang timbul dan sudah beberapa kali
masuk rumah sakit karena tidak bisa BAB dan perut kembung.
Setiap kali diberikan minum atau makanan os selalu muntah
2. Ada riwayat keterlambatan pengeluaran mekonium, yaitu
mekonium baru keluar saat usia pasien 3 hari. temuan klinis.
3. Pemeriksaan fisik terdapat distensi abdomen.
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan foto polos abdomen
menggambarkan kesan Hirschsprung Disease dengan ditemukan
dilatasi usus proksimal,udara usus meningkat dan edema dinding
usus.
10
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi:
1. IVFD KaEN 3Bcc
Pada pasien ini diberikan KaEN 3B karena KaEN 3B memiliki
kandungan kalori yang dirasa cukup untuk penatalaksanaan
perbaikan gizi pada pasien ini. Kandungan Natriumnya juga tidak
setinggi KaEN 3A sehingga bahaya hipernatremia bisa dihindari.
Pada pemeriksaan laboratorium disimpulkan bahwa pasien belum
perlu diberi intake natrium tambahan.
2. Aminofusin
Aminofusin diberikan untuk mengatasi pasien dengan kasus
kebutuhan protein meningkat.
3. Cefotaxime 2 x 250 mg
Cefotaxime diberikan sebagai antimikroba untuk mencegah infeksi
sistemik, karena ditemukan leukositosis ringan (10.300 /uL) pada
pemeriksaan laboratorium (16 Juni 2010). Dosis 50 – 180
mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-4 dosis.
4. OMZ
OMZ diberikan untuk mengurangi mual dan muntah
5. Ketorolac
Untuk mengurangi rasa nyeri
6. Metronidazol
Mencegah infeksi jamur
7. Asam Folat
Untuk perkembangan sel saraf
Pada pasien ini dianjurkan dilakukan kolostomi, sampai keadaan gizi
pasien membaik, kemudian dilakukan reseksi segmen aganglionik dan
biopsi.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 ANATOMI ANOREKTAL
Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan
inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir,
sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif
mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana
bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior (4,5).
Gambar 1. Diagram rectum dan saluran anal
12
Gambar 2. Spinkter Ani Eksternal Laki-laki
13
Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus,
berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus,
dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang
mengatur pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari
3 sling : atas, medial dan depan
Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan
medialis (a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita,
diganti oleh a.uterina) yang merupakan cabang dari a.mesenterika inferior.
Sedangkan arteri hemorrhoidalis inferior adalah cabang dari a.pudendalis
interna, berasal dari a.iliaka interna, mendarahi rektum bagian distal dan
daerah anus (4,5).
Gambar 3. Perdarahan anorektal
Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf
simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut
14
syaraf parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus.
Kedua jenis serabut syaraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan
muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus
pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf
simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol
oleh n.splanknikus (parasimpatis). Walhasil, kontinensia sepenuhnya
dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf
parasimpatis) (4,5,7).
Gambar 4. Inervasi daerah perineum(laki-laki)
Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa.
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3
pleksus tersebut. (6,8)
Gambar 5. Skema syaraf autonom intrinsik usus
F
un
gs
i
Saluran Anal
Pubo-rectal sling dan tonus spinkter ani eksterna bertanggung
jawab atas penutupan saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik
15
yang kuat, akan menimbulkan regangan pada sleeve and sling. Untuk
menghambat gerakan peristaltik tersebut ( seperti mencegah flatus ) maka
diperlukan kontraksi spinkter eksterna dan sling yang kuat secara sadar.
Sleeve and sling dapat membedakan antara gas, benda padat, benda
cair, maupun gabungan, serta dapat mengeluarkan salah satu tanpa
mengeluarkan yang lain(4,5,7).
Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling terkait
erat. Kontinensia adalah kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol
pada wakru dan tempat yang diinginkan. Koordinasi pengeluaran isi
rektum sangat kompleks, namun dapat dikelompokkan atas 4 tahapan:
Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang lebih
proksimal ke rektum, seiring dengan frekwensi peristaltik kolon dan
sigmoid (2-3 kali/hari) serta refleks gastrokolik.
Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal inhibitory
reflex, yakni upaya anorektal mengenali isi rektum dan merelaksasi
spinkter ani interna secara involunter.
Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal secara
involunter. Relaksasi yang terjadi bukanlah relaksasi aktif, melainkan
relaksasi akibat kegagalan kontraksi spinkter itu sendiri.
Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra abdominal
secara volunter dengan menggunakan diafragma dan otot dinding perut,
hingga defekasi dapat terjadi (8).
III.2 MORBUS HIRSCHSPRUNG
III.2.a Definisi
Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu
penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang
tidak adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang
mengendalikan kontraksi ototnya.
III.2.b Epidemiologi
Penyakit Hirschsprung terjadi pada 1 dari setiap 5.000 bayi yang
lahir dan ini berhubungan pada 1 sampai terjadi dengan 4 dari obstruksi
16
usus pada bayi baru lahir ini 5 kali lebih sering pada laki-laki dan kadang-
kadang terjadi dengan kondisi congenital lainnya seperti Down Syndrome.
Pemidahan secara bedah dari bagian yang sakit dari kolon merupakan
satu-satunya pengobatan untuk penyakit Hischsprung.(2)
III.2.c Etiologi
Saat bayi tumbuh dalam kandungan, kumpulan sel saraf (ganglia)
mulai terbentuk antara lapisan otot di bagian usus besar yang panjang.
Proses ini dimulai pada bagian atas dan berakhir di usus besar bagian
bawah (dubur). Pada anak-anak dengan penyakit Hirschsprung, proses ini
tidak selesai dan tidak ada ganglion di sepanjang seluruh panjang dengan
dua titik. Kadang-kadang sel-sel yang hilang dari hanya beberapa
centimeter dari usus besar. Mengapa hal ini terjadi tidak diketahui secara
pasti. Hal ini dapat dikaitkan dengan beberapa mutasi gen. Ini juga
dikaitkan dengan beberapa kelenjar endokrin neoplasia, sebuah sindrom
yang menyebabkan noncancerous Tumors di lendir membranes dan
adrenal glands (terletak di atas ginjal) dan kanker dari thyroid gland
(terletak di bagian bawah leher). Dalam beberapa kasus, penyakit ini
mungkin warisan bahkan jika orang tua tidak memiliki penyakit.
Hirschsprung juga 10 kali lebih sering terjadi pada anak-anak dengan
Down syndrome.
III.2.d Patofisiologi
Pada penyakit ini, kolon mulai dari yang paling distal sampai pada
bagian usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai
ganglion parasimpatik intramural. Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat
mengembang sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu. Akibat
gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan melebar oleh
tinja yang tertimbun, membentuk megakolon.(10)
Pleksus mesenterik (Auerbach) dan pleksus submukosal
(Meissner) tidak ditemukan, menyebabkan berkurangnya peristaltik usus
dan funsi lainnya. Mekanisme akurat mengenai perkembangan penyakit
ini tidak diketahui. Sel ganglion enteric berasal dari differensiasi sel
17
neuroblast. Selama perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di
usus halus pada minggu ke 7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada
minggu ke 12 usia gestasi. Kemungkinan salah satu etiologi Hirschsprung
adalah adanya defek pada migrasi sel neuroblast ini dalam jalurnya
menuju usus bagian distal. Migrasi neuroblast yang normal dapat terjadi
dengan adanya kegagalan neuroblast dalam bertahan, berpoliferase, atau
berdidderensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi komponen
telah terjadi pada usus yang anganglionik. Komponen tersebut adalah
fibronektin, laminin, neural cell adhesion molecule, dan factor
neurotrophic. (3)
Sebagai tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon
anganglionik menunjukkan bahwa bagian tersebut tidak aktif ketika
menjalani pemeriksaan elektrofisiologi, hal ini menunjukkan adanya
kelainan myogenik pada perkembangan penyakit Hirschsprung. Kelainan
pada sel Cajal, sel pacemaker yang menghubungkan antara saraf enteric
dan otot polos usus, juga telah dipostulat menjadi factor penting yang
berkontribusi. Terhadap tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus,
Ketiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, pleksus submukosal
(Meissner), Intermuskuler (Auerbach), dan pleksus mucosal. Ketiga
pleksus ini terintegrasi dan berperan dalam seluruh aspek fungsi usus,
termasuk absorbs, sekresi, motilitas, dan aliran darah. (3)
Motilitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsic.
Ganglia ini mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana
relaksasi mendominasi. Fungsi usus telah adekuat tanpa innervasi
ekstrinsik. Kendali ekstrinsik utamanya melalui serat kolinergik dan
adrenergik. Serat kolinergik ini menyebabkan kontraksi, dan serat
adrenergic menyebabkan inhibisi. Pada pasien dengan penyakit
Hirschsprung, sel ganglion tidak ditemukan sehingga control intrinsic
menurun, menyebabkan peningkatan control persarafan ekstrinsik.
Innervasi dari system adrenergik diduga mendominasi system kolinergik,
mengakibatkan peningkatan tonus otot polos usus. Dengan hilangnya
18
kendali saraf intrinsic, peningkatan tonus tidak diimbangi dan
mengakibatkan ketidak seimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltic
yang tidak terkoordinasi, dan pada akhirnya, obstruksi fungsional. (3)
Klasifikasi keadaan anganlianik dapat dibedakan menjadi segmen
sangat pendek (sekitar 2 cm dari garis mukokutan). Segmen pendek
(aganglionik sepanjang netosigmoid), segmen panjang bila aganglianik
sepanjang rectum ke udon transversum, segmen total sepanjang nektum
ke sekan dan segmen universal bila aging lionik mencakup hampir seluruh
usus. (11)
III.2.e Gambaran klinik
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan
berdasarkan usia gejala klinis mulai terlihat :
Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai,
yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi
abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam
pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Muntah hijau dan
distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat
dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman
komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang
dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4
minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya
berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai
demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang
dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski
telah dilakukan kolostomi (6,8,9).
19
Gambar 6. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat distensi
Anak. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol
adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula
terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan
pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot,
konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang
air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk
defekasi.
Gambar 7. Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah
20
tindakandefinitif bedah. Terlihat status gizi anak membaik setelah operasi.
III.2.f Diagnosa klinik
Anamnesis
1. Sekitar 10% pasien memiliki riwayat penyakit yang sama pada
keluarga.Keadaan ini semakin sering ditemukan pada pasien
dengan segmen aganglion yang lebih panjang.
2. Penyakit Hirschsprung harus dicurigai pada anak yang
mengalami keterlambatan dalam mengeluarkan mekonium atau pada
anak dengan riwayat konstipasi kronik sejak kelahiran. Gejala lainnya
termasuk obstruksi usus dengan muntah empedu, distensi abdominal,
nafsu makan menurun,dan pertumbuhan terhambat.
3. Ultrasound prenatal yang menunjukkan gambaran adanya
obstruksi jarang ditemukan, kecuali pada kasus dengan
melibatkan seluruh bagian kolon.
4. Anak dengan usia yang lebih tua biasanya memiliki konstipasi
kronik sejak kelahiran. Mereka juga dapat menunjukkan adanya
penambahan berat badan yang buruk.
5. Sekitar 10% anak yang datang dengan diare yang disebabkan
oleh enterocolitis, dimana diperkirakan terkait dengan adanya
pertumbuhan bakteri akibat stasis. Keadaan ini dapat
berkembang menjadi perforasi kolon, yang menyebabkan
sepsis.
6. Pada penelitian yang melibatkan 259 pasien, Menezes et al
melaporkan 57% pasien datang dengan gejala obstruksi intestinal,
30%
dengan konstipasi, 11% dengan enterocolitis,
dan 2% dengan perforasi intestinal
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik pada masa neonatus biasanya tidak dapat
menegakkan diagnosis, hanya memperlihatkan adanya distensi
21
abdomen dan/atau spasme anus.
2. Imperforata ani letak rendah dengan lubang perineal kemungkinan
memiliki gambaran serupa dengan pasien Hirschsprung.
Pemeriksaan fisik yang saksama dapat membedakan keduanya.
3. Pada anak yang lebih besar, distensi abdomen yang disebabkan
adanya ketidakmampuan melepaskan flatus jarang ditemukan.
Differensial Diagnosis dari HD kita harus selalu membandingkan
konstipasi, Ileus, Iritable Bowel Syndrome, dan Gangguan Motilitas
Usus.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan
panel renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare
memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini
dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan
dan elektrolit.
2. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
hematokrit dan platelet preoperatif
3. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan
tidak ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi
sebelum operasi dilakukan.
Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Polos Abdomen dapat menunjukkan adanya loop usus yang
distensi dengan adanya udara dalam rectum
2. Barium enema
a. Jangan membersihkan kolon bagian distal dengan enema
sebelum memasukkan kontras enema karena hal ini akan
mengaburkan gambar pada daerah zona transisi.
b. Kateter diletakkan didalam anus, tanpa mengembangkan
balon, untuk menghindari kaburnya zona transisi dan beresiko
terjadinya perforasi.
22
c. Foto segera diambil setelah injeksi kontras, dan diambil lagi 24
jam kemudian.
d. Colon bagian distal yang menyempit dengan bagian proksimal
yang mengalami dilatasi merupakan gambara klasik penyakit
Hirschsprung. Akan tetapi temuan radiologis pada neonatus
lebih sulit diinterpretasi dan sering kali gagal memperlihatkan
zona transisi.
e. Gambaran radiologis lainnya yang mengarah pada penyakit
Hirschsprung adalah adanya retensi kontras lebih dari 24 jam
setelah barium enema dilakukan.
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada
HD. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus
letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan
usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan
diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3
tanda khas :
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal
yang panjangnya bervariasi
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah
penyempitan ke arah daerah dilatasi. Daerah transisi merupakan
regio dimana ditandari dengan terjadinya perubahan kaliber
dimana kolon yang berdilatasi normal diatas dan kolon
aganglionik yang menyempit dibawah.
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas HD,
maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-
48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya
adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal
kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun
disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di
daerah rektum dan sigmoid.Terlihat gambar barium enema penderita
23
Hirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan,dilatasi
sigmoid dan daerah transisi yang melebar.(6,8,9)
Gambar 8. Terlihat gambar barium enema penderitaHirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan,dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang melebar.
Salah satu tanda radiologis dari penyakit Hirschsprung adalah
adanya zona transisi pada barium enema. Meskipun barium enema
merupakan salah satu pemeriksaan yang paling akurat untuk penyakit
Hirschsprung tetapi tidak cukup spesifik untuk melihat zona transisi pada
neonatus dan bayi. Selain itu ada cara lain dengan menggunakan
preoperative endoscopic dan laparoscopy-assisted suction colonic biopsy
(SCBx) untuk mendeteksi zona transisi. Bagaimanapun pemeriksaan ini
tidak tersedia di beberapa negara berkembang. (12,13)
Foto polos abdomen yang rutin dilakukan untuk mengevaluasi
obstruksi usus termasuk hirschsprung cukup dapat memberikan banyak
informasi ketika barium enema tidak meyakinkan. False negative pada
pemeriksaan barium enema sekitar 24 % lebih disebabkan karena
masalah teknis seperti terlalu banyak kontras yang dimasukkan, kapasitas
isi perut neonatus, pengisian kontras sebelumnya ataupun segmen yang
24
panjang. Kombinasi antara foto polos abdomen,barium enema dan biopsi
sangat menunjang penegakan diagnosis Hirschsprung. (13,14,15)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Komite etik ilmu
kesehatan Universitas Koirala Nepal pada bulan Maret 2004 sampai
dengan Februari 2006 didapatkan hasil penggunaan foto polos abdomen
cukup membantu untuk mendiagnosis zona transisi pada penyakit
Hirschsprung. (12)
Pemeriksaan lainnya
Manometri anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan
objektif mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang
melibatkan spinkter anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal
dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis
meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar :
transduser yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter
mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph atau komputer (4,7).
Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit
Hirschsprung adalah :
1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;
2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen
usus aganglionik;
3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter
interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai
relaksasi spontan. (9)
Status fisiologik normal dibutuhkan dan sedasi seringkali penting.
Hasil positif palsu yang telah dilaporkan mencapai 62% kasus, dan negatif
palsu dilaporkan sebanyak 24% dari kasus. Karena keterbatasan ini dan
reliabilitas yang dipertanyakan, manometri anorektal jarang digunakan di
Amerika Serikat. Karena malformasi kardiak (2-5%) dan trisomy 21 (5-
15%) juga terkait dengan aganglionosis kongenital, pemeriksaan
kardiologis dan genetik dianjurkan.
25
Prosedur
Biopsi Rektal
Diagnosa definitif Hirschsprung adalah dengan biopsi rektal, yaitu
penemuan ketidakberaadan sel ganglion. Metode definitif untuk
mengambil jaringan yang akan diperiksa adalah dengan biopsi rektal full-
thickness. Spesimen yang harus diambil minimal berjarak 1,5 cm diatas
garis dentata karena aganglionosis biasanya ditemukan pada tingkat
tersebut. Kekurangan pemeriksaan ini yaitu kemungkinan terjadinya
perdarahan dan pembentukan jaringan parut dan penggunaan anastesia
umum selama prosedur in dilakukan.
Simple suction rectal biopsy
Lebih terkini, simple suction rectal biopsy telah digunakan sebagai
teknik mengambil jaringan untuk pemeriksaan histologis. Mukosa dan
submukosa rektal disedot melalui mesin dan suatu pisau silinder khusus
memotong jaringan yang diinginkan. Keunggulan pemeriksaan ini adalah
dapat dengan mudah dilakukan diatas tempat tidur pasien. Akan tetapi,
menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung secara patologis dari
sampel yang diambil dengan simple suction rectal biopsy lebih sulit
dibandingkan pada jaringan yang diambil dengan teknik full-thickness
biopsy. Kemudahan mendiagnosis telah diperbaharui dengan penggunaan
pewarnaan asetilkolinesterase, yang secara cepat mewarnai serat saraf
yang hypertrophy sepanjang lamina propria dan muscularis propria pada
jaringan.
Penemuan Histologis
Baik pleksus myenteric (Auerbach) dan pleksus submukosa
(Meissner) tidak ditemukan pada lapisan muskuler dinding usus. Serat
saraf yang mengalami hypertrophy yang terlihat dengan pewarnaan
asetilkolinesterase juga ditemukan sepanjang lamina propria dan
muscularis propria. Sekarang ini telah terdapat pemeriksaan
imunohistokimia dengan calretinin yang juga telah digunakan untuk
pemeriksaan histologis usus aganglionik, dan terdapat penelitian yang
26
telah menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini kemungkinan lebih akurat
dibandingkan asetilkolinesterase dalam mendeteksi aganglionosis.
III.2.g Diagnosa banding
1. Atresia ileum
Pada atresia ileum abdomen mengalami distensi mirip penyakit
Hirschsprung. Mekonium pada umumnya tidak keluar spontan, karena
mekonium terperangkap di dalam ileum di distal atresia dan di kolon. Bila
mekonium diusahakan keluar dengan irigasi, mekonium yang keluar
jumlahnya sedikit, kering, berbutir-butir dan berwarna hijau muda. Pada
pemeriksaan foto polos abdomen terlihat tanda-tanda obstruksi usus letak
rendah, dan foto enema barium memperlihatkan gambaran kolon mikro. (9)
Gambar 9. Enema barium pada pasien atresia ileum.
2. Sumbatan Mekonium
Mekonium yang terlalu pekat atau lengket di daerah kolon distal dapat
mengakibatkan sindrom sumbatan mekonium (meconium plaque
syndrome). Sindrom ini diduga akibat kekurangan tripsin atau akibat
kelainan mobilitas kolon tanpa kelainan sel ganglion. (9)
Pada foto polos abdomen terlihat pelebaran seluruh usus tanpa
disertai bayangan kalsifikasi dan tanpa bayangan busa sabun dalam
lumen usus seperti pada ileus mekonium atau enterokolitris nekrotikans.(9)
27
Gambar 10. Radiografi enema barium pasien dengan sindrom sumbatan
mekonium. Kaliber lumen kolon terlihat normal dengan
bayangan mekonium di dalamnya. (9)
3. Enterokolitis Nekrotikans Neonatal
Sepintas gejala dan tanda enterokolitis nekrotikans neonatal (ENN)
mirip dengan penyakit Hirschsprung. Pada neonatus prematur dengan
stres perinatal atau dengan faktor predisposisi lainnya perlu difikirkan
adanya ENN. Saluran gastrointestinal mengalami hipoksia, ulserasi dan
gangguan fungsi, sehingga neonatus mengalami gangguan pasase usus
menyeluruh. Pasien terlihat letargik dan septik. Mekonium atau feses
masih dapat keluar dan sering bercampur dengan darah. Abdomen lebih
cepat memperlihatkan peritonitis seperti kemerahan, edema di punggung
dan daerah genital. Pada pemeriksaan foto polos tampak gambaran
pneumointestinalis. (9)
28
Gambar 11. Foto polos abdomen neonatus dengan enterokolitis
nekrotikans neonatal. Terlihat pneumointestinalis (tanda panah)
4. Atresia Rektal
Atresia di bagian kolon lebih sering dijumpai di rektum atau
sigmoid. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan colok dubur
bila letak atresia dekat dengan anus. Bila letaknya tinggi atresia teraba di
ujung jari pada pemeriksaan colok dubur, namun sebaiknya tetap
dilakukan pemeriksaan enema barium karena ujung jari tidak dapat
meraba lumen menuju sigmoid karena terlalu kecil. Untuk diagnosis pasti
dapat juga dilakukan pemeriksaan rektoskopi. (9)
5. Mikrocolon Kongenital.
- Gambaran mirip dengan Penyakit Hirschspurng dengan tipe
total aganglionik
- Dilakukan Biopsi Rektal untuk menyingkirkan kemungkinan
Mikrokolon Kongenital
III.2.h Penatalaksanaan
Prinsip penanganan adalah mengatasi obstruksi, mencegah
terjadinya enterokolitis, membuang segmen aganglionik, dan
mengembalikan kontinuitas usus. Untuk mengobati gejala obstipasi dan
29
mencegah enterokolitis dapat dilakukan bilasan kolon dengan cairan
garam fanli. Cara ini efektif pada segmen aganglionik yang pendek. (10)
Prosedur bedah pada penyakit Hirschsprung merupakan bedah
sementara dan tindakan bedah definitif.
1. Bedah Sementara
Dekompresi dengan pembuatan kolostomi di kolon berganglion
normal yang paling distal merupakan tindakan untuk menghilangkan
obstruksi usus serta mencegah enterokolitis yang dikenal sebagai
penyebab utama kematian. (9)
Kolostomi tidak dikerjakan bila dekompresi secara medik berhasil
dan direncanakan bedah definitif langsung. Kolostomi dikerjakan pada:
Pasien neonatus. Tindakan bedah definitif langsung tanpa
kolostomi menimbulkan banyak komplikasi dan kematian. Kematian
dapat mencapai 28,6%, sedangkan pada bayi 1,7%. Kematian ini
disebabkan oleh kebocoran anastomosis dan abses dalam rongga
pelvis. (1)
Pasien anak dan dewasa yang terlambat terdiagnosis. Kelompok
pasien ini mempunyai koIon yang sangat terdilatasi, yang terlalu besar
untuk dianastomosiskan dengan rektum dalam bedah definitif. Dengan t
tindakan kolostomi, kolon dilatasi akan mengecil kembali setelah 3
sampai 6 bulan pascabedah, sehingga anastomosis lebih mudah
dikerjakan dengan hasil yang lebih baik. (9)
Pasien dengan enterokolitis berat dan dengan keadaan umum yang
buruk. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi pascabedah;
dengan kolostomi pasien akan cepat mencapai perbaikan keadaan
umum. (9)
2. Bedah Definitif
Membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas
usus dapat dikerjakan satu tahap atau dua tahap. Langkah ini disebut
operasi definitif yang dikerjakan bila berat badan bayi sudah cukup (>9
kg). Pada waktu itu megakolon dapat surut, mencapai kolon ukuran
30
normal. Pada operasi defintif dapat dipakai cara Swenson, Duhamel,
Soave, atau modifikasi dan teknik ini. (10)
Tindak bedah menurut Swenson terdiri dan rekto-sigmoidektomi
seluas bagian rektosigmoid agangalionik dengan anastomosis koloanal.
Pada cara Duhamel dan Soave bagian distal rektum tidak dikeluarkan
sebab merupakan fase operasi yang sukar dikerjakan. Anastomosis
koloanal dibuat secara tarik terobos (pull through). (10)
III.2.i Prognosis
Belum ada penelitian prospektif yang membandingkan masing-
masing jenis operasi. Dalam keseluruhan prosedur, hasil fungsional
mengalami perbaikan seiring dengan waktu, sehingga dalam 10 tahun
follow up 90% pasien akan memiliki perbaikan fungsional yang signifikan
BAB IV
KESIMPULAN
Penyakit Hirschprung ditandai dengan tidak adanya sel
ganglion di dalam pleksus mienterikus dan submukosa, sehingga
menyebabkan obstruksi fungsional. Panjang segmen aganglionik
bervariasi mulai dari segmen yang pendek yang hanya mengenai
daerah sfingter anal sampai daerah yang meliputi seluruh kolon
dan sebagian usus halus.
Kelainan ini ditimbulkan karena kegagalan migrasi kranio-
kaudal dari cikal bakal sel ganglion sepanjang usus pada minggu
ke lima sampai minggu ke dua belas., yang mengakibatkan
terdapatnya segmen aganglionik. Dalam segmen ini, peristalsis
propulsif yang terkoordinasi akan hilang dan sfingter anal internal
31
gagal untuk mengendor pada saat distensi rektum. Hal ini
menimbulkan obstruksi, distensi abdomen dan konstipasi. Segmen
aganglionik distal tetap menyempit dan segmen ganglionik
proksimal mengalami dilatasi, yang disebabkan oleh
terperangkapnya feses dalam segmen ganglionik akibat
abnormalitas peristaltik usus.
Pada Periode Neonatal ada trias gejala klinis yang sering
dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah
berwarna hijau, dan distensi abdomen. Pada anak yang lebih
besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi
buruk, Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding
abdomen, riwayat BAB yang tak pernah normal, letargis, Demam
yang tidak terlalu tinggi, nafsu makan menurun, diarrhea, distensi
abdomen yang berat, serta feces berbau busuk.
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang
penting pada penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen
dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah. Pada
enema barium tampak zona transisi yang terlihat di proksimal
daerah penyepitan kearah daerah dilatasi. Tampak pula daerah
penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya
bervariasi dan terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal
daerah transisi. Penatalaksanaannya berupa tindakan operatif
dengan teknik yang bervariasi. Beberapa Komplikasi yang
mungkin terjadi adalah kebocoran anastomose, stenosis, Ruptur
kolon, enterokolitis, dan gangguan fungsi spinkter. Belum ada
penelitian prospektif yang membandingkan prognosis setelah
pelaksanaan masing-masing jenis operasi, namun dengan follow
up dalam jangka waktu sekitar 10 tahun ditemukan adanya
perbaikan fungsional.
32
33